Demam Berdarah Dengue Pada Anak [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

DEMAM BERDARAH DENGUE PADA ANAK



MAKALAH Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Ilmu Kesehatan Anak (IKA)



Disusun oleh: 1. 2. 3. 4. 5.



CAHYA RESMANA FITRI HENDRAYANI GALIH DWI P NONOK MAESAROH WITA PATIMAH



PROGRAM STUDI S.1 KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS GALUH CIAMIS 2013



KATA PENGANTAR



Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah ini yang alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul “Demam Berdarah Dengue pada Anak” Makalah ini berisikan tentang penjelasan salah satu penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus. Diharapkan Makalah ini dapat memberikan informasi kepada kita semua. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun, selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Amllah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.



Ciamis, April 2013 Penyusun



i



DAFTAR ISI



Halaman



KATA PENGANTAR ..............................................................................



i



DAFTAR ISI .............................................................................................



1



BAB I



PENDAHULUAN ....................................................................



1



A. Latar Belakang .....................................................................



1



B. Rumusan Masalah ...............................................................



1



C. Tujuan ..................................................................................



1



PEMBAHASAN ........................................................................



3



A. Deteksi Dini Penyakit DBD .................................................



3



B. Penularan Penyakit DBD ......................................................



5



C. Diagnosis Penyakit DBD ......................................................



11



D. Tanda dan Gejala ..................................................................



12



E. Upaya mencegah penyebaran demam berdarah ...................



22



BAB II



F. Pertolongan Pertama pada Penderita Demam Berdarah Dengue ..................................................................................



25



G. Pencegahan Penyakit Demam Berdarah Dengue .................



27



BAB III KESIMPULAN DAN SARAN .................................................



29



A. Kesimpulan ...........................................................................



29



B. Saran ....................................................................................



29



DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................



30



ii



BAB I PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Virus dengue sebagai penyebab penyakit demam berdarah dengue, merupakan mikroorganisme yang sangat kecil hanya dapat dilihat dengan mikroskop elektron. Virus hanya dapat hidup di dalam sel hidup, maka demi kelangsungan hidupnya, virus harus bersaing dengan sel manusia yang ditempati terutama untuk kebutuhan protein. Apabila daya tahan tubuh seseorang yang terkena infeksi virus tersebut rendah, sebagai akibatnya sel jaringan akan semakin rusak bila virus tersebut berkembang banyak maka fungsi organ tubuh tersebut baik, maka akan sembuh dan timbul kekebalan terhadap virus dengue yang pernah masuk ke dalam tubuhnya.



B. Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah yang didapatkan antara lain: 1. Apa Itu Demam Berdarah Dengue? 2. Bagaimana penularan demam dengue? 3. Siapa saja yang terkena demam berdarah dengue? 4. Gejala awal apa saja yang timbul ? 5. Bagaimana pertolongan pertama pada penderita Demam Berdarah Dengue ? 6. Kapan penderita harus dibawa ke Rumah Sakit ? 7. Pencegahan apa saja yang bisa dilakukan dalam upaya pembasmian jentik nyamuk ?



C. Tujuan Adapun tujuan yang didapatkan antara lain: 1. Agar dapat mengetahui apa itu penyakit DBD 2. Agar dapat menjelaskan bagaimana cara penularan penyakit DBD



1



3. Agar dapat mengetahui gejala awal apa saja yang ditimbulkan dari penyakit DBD 4. Agar dapat mengetahui bagaimana cara pembasmian jentik nyamuk



2



BAB II PEMBAHASAN



A. Deteksi Dini Penyakit DBD Deteksi dini DBD pada anak perlu diketahui karena bila terjadi keterlambatan penyakit ini sangat fatal. Gejala awal penyakit ini hampir sama dengan penyakit infeksi virus lainnya. Tetapi ada beberapa karakteristik klinis yang bisa diamati untuk mencurigai penyakit DBD. Beberapa gejala yang diwaspadai adalah bila demam yang timbulnya mendadak, langsung tinggi di atas 390C. Dalam kehidupan sehari-hari sering terjadi anak pergi sekolah dengan keadaan sehat-sehat saja. Tetapi saat di sekolah mendadak terdapat keluhan demam tinggi. Gejala khas yang dicurigai biasanya anak tampak lemas, loyo, tidak mau bermain, minta gendong dan tidur terus menerus sepanjang hari. Bila lemasnya hanya saat demam tinggi, tetapi begitu demam turun anak aktif lagi biasanya tidak harus dikawatirkan dan merupakan hal yang wajar. Biasanya pada hari ke 3 demam sedikit menurun namun hari ke IV dan ke V meningkat lagi akhirnya hari ke VI demam membaik. Selain itu harus dicurigai bila panas tidak disertai batuk, pilek dan sakit tenggorokan atau di lingkungan rumah tidak ada yang menderita penyakit flu. Harus diwaspadai juga bila dalam beberapa waktu terakhir di sekitar rumah ada yang mengalami penyakit DBD. Atau dalam waktu dekat sebelumnya pernah ada fogging (pengasapan), karena bila ada fogging biasanya ada penderita DBD di sekitarnya. Gejala perdarahan bukan dianggap sebagai tanda untuk mendeteksi awal penyakit, karena gejala itu lebih jelas timbul saat fase akhir penyakit. Bila pada awal deteksi dini sudah dicurigai DBD, harus dimonitor dengan ketat tanda bahaya yang bisa terjadi. Tanda bahaya yang harus diketahui pada penyakit DBD adalah tanda perdarahan berlebihan pada kulit (bintik merah), hidung, gusi atau berak darah warna kehitaman dan berbau.



3



Tanda bahaya lainnya adalah bila panas yang berangsur dingin, tetapi anak tampak loyo dan pada perabaan dirasakan ujung-ujung tangan atau kaki dingin. Gejala yang dingin ini sering dianggap anak telah sembuh, padahal merupakan tanda bahaya. Kondisi tersebut mengakibatkan orangtua tidak segera membawa putra mereka ke fasilitas kesehatan terdekat. Tanda bahaya lain yang menyertai adalah penampilan anak tampak sangat gelisah, tidak mau makan minum sama sekali, kesadarannya menurun, kejang dan napas sesak. Pada keadaan tersebut penderita harus segera dibawa ke dokter, bila terlambat akan menimbulkan komplikasi yang berbahaya seperti syok, perdarahan kepala, perdarahan hebat di seluruh tubuh (Disseminated Intravascular Coagulation/DIC) atau gangguan fungsi otot jantung. Dalam keadaan ini penderita biasanya sulit untuk diselamatkan. Seringkali orang tua disalahkan karena keterlambatan membawa anaknya ke dokter. Orangtua tersebut menolak pendapat ini karena sejak hari pertama dan ke dua panas anak selalu kontrol ke dokter. Tetapi panas hari ke 1 – 2 tidak bisa terdeteksi gejala demam berdarah dan tidak ada penanganan secara khusus. Manifestasi berbahaya biasanya justru timbul pada panas hari ke 3 – 5. Keterlambatan penanganan yang terjadi justru saat keterlambatan dalam memonitor saat periode tersebut. Bila tanda bahaya itu terjadi maka jangan ditunda harus segera ke dokter atau ke rumah sakit terdekat. Jadi monitor tanda bahaya dan tindakan penting harus dilakukan saat panas hari ke 3 - 5. Demam berdarah merupakan penyakit menular yang terjadi akhir musim penghujan dan awal musim kemarau, bisa menyerang siapa saja mulai kalangan anak sampai pejabat, artis bahkan dokter pun ada yang terjangkit demam berdarah. Profesi apapun yang kita pilih tidak boleh menghalangi kita menambah wawasan dalam bidang apapun terutama tentang kesehatan. Tidak harus seorang dokter yang bisa mencegah penyebaran penyakit.



4



Sebagai anggota masyarakat kita wajib menambah pengetahuan tentang kesehatan. Karena kesehatan merupakan modal utama untuk melakukan berbagai aktifitas. Pengetahuan kesehatan yang dipelajari ternyata bermanfaat untuk keluarga terutama dalam mengambil sikap untuk mengantisipasi keadaan akut pada saat salah satu anak terserang DBD.



B. Penularan Penyakit DBD Demam berdarah (DB) atau demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit febril akut yang ditemukan di daerah tropis, dengan penyebaran geografis yang mirip dengan malaria. Penyakit ini disebabkan oleh salah satu dari empat serotipe virus dari genus Flavivirus, famili Flaviviridae. Setiap serotipe cukup berbeda sehingga tidak ada proteksi-silang dan wabah yang disebabkan beberapa serotipe dapat terjadi. Demam berdarah disebarkan kepada manusia oleh nyamuk Aedes aegypti. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes aegypti. Nyamuk betina aedes aegypti akan menggigit dan menghisap darah penderita DBD. Virus dengue yang terhisap akan berkembang di usus nyamuk, lalu bercampur dalam kelenjar ludah nyamuk, kemudian nyamuk akan menularkannya dengan cara menggigit manusia yang rentan. Proses inkubasi di dalam tubuh nyamuk ini memakan waktu 10-12 hari. Pada pagi hari (08.00-10.00) dan sore hari (15.00-17.00), nyamuk berkelana mencari mangsanya. Setelah menggigit tubuh manusia dengan cepat perutnya membuncit yang dipenuhi kira-kira dua hingga empat milligram darah atau sekitar 1,5 kali berat badannya. Berbeda dengan nyamuk lain yang cukup menggigit satu mangsa pada periode setelah bertelur hingga akhir hidupnya, aedes mempunyai kebiasaan menggigit beberapa orang secara berganti-ganti dalam waktu yang singkat. Nyamuk betina menghisap darah manusia untuk mendapatkan protein bagi keperluan pembiakannya. Tiga hari selepas menghisap darah, ia akan



5



menghasilkan hingga 100 butir telur yang halus seperti pasir. Nyamuk dewasa akan terus menghisap darah dan bertelur lagi. Apabila nyamuk betina menggigit atau menghisap darah orang yang mengalami infeksi dengue, virus akan masuk ke dalam tubuh nyamuk. Diperlukan waktu sembilan hari oleh virus dengue untuk hidup dan membiak di dalam air liur nyamuk. Setelah itu, nyamuk yang sudah terjangkit virus akan membawa virus itu di dalam tubuhnya hingga akhir kehidupannya. Apabila nyamuk yang terjangkit menggigit manusia, ia akan memasukkan virus dengue yang berada di dalam air liurnya ke dalam sistem aliran darah manusia. Setelah empat hingga enam hari atau yang disebut sebagai periode inkubasi, penderita akan mulai mendapat demam yang tinggi. Penyakit demam berdarah pun menjadi pandemi (penyakit yang berkembang cepat akibat penularan dari manusia ke manusia. Aedes aegypti umum berkembang biak di rumah penduduk. Ia bertelur dalam kontainer-kontainer buatan di kawasan rumah perkotaan dan pabrik, seperti : botol minuman, alas pot bunga, vas bunga, bak mandi, tong kayu dan logam, kaleng terbuka, cangkir plastik, aki bekas, wadah gelas, tumpukan kain, dan lain-lain. Aedes Agypti juga bisa bertelur di container alami seperti lubang pohon, ketiak daun, tonggak bambu, dan tempurung kelapa. Aedes albopictus lebih suka di kontainer alami seperti cekungan dahan pohon yang menampung air. Aedes albopictus sering ditemukan di kawasan perkebunan warga. Itu sebabnya, meskipun lingkungan rumah cukup bersih, seseorang tetap bisa terserang DBD yang didapatnya dari nyamuk aedes albopictus yang berasal dari kebun-kebun warga. Persamaan antara kedua nyamuk ini adalah sama-sama menyukai air bersih dan nyaris terdapat di seluruh Indonesia, pengecualian pada daerah yang mempunyai ketinggian lebih dari 1.000 meter di atas permukaan laut. Nyamuk betina lah yang memilih darah manusia untuk mematangkan telurnya. Nyamuk jantan tidak bisa menggigit dan menghisap darah, ia hanya



6



membantu membuahi nyamuk betina. Jika dilihat secara fisik, antene Aedes aegypti jantan berbulu lebih lebat di banding Aedes aegypti betina. Dari cara hinggapnya pun dapat dibedakan, nyamuk aedes aegypti hinggap mendatar di tubuh manusia, berbeda dengan nyamuk anopheles yang hinggap menungging. Umur nyamuk betina berkisar antara 2 minggu sampai 3 bulan atau rata-rata 11/2 bulan dan tergantung suhu kelembaban udara sekelilingnya. Kepadatan nyamuk akan meningkat saat musim hujan. Jangkauan terbang nyamuk ini berkisar antara 100 – 400 meter. Aedes Agypti dapat berkembang di dalam air bersih yang menggenang lebih dari lima hari. Dapat berkembang biak di air dengan volume minimal 0,5 sentimeter atau sama dengan satu sendok teh. Penyakit ini disebabkan oleh salah satu dari empat serotipe virus dari genus Flavivirus, famili Flaviviridae. Setiap serotipe cukup berbeda sehingga tidak ada proteksi-silang dan wabah yang disebabkan beberapa serotipe (hiperendemisitas) dapat terjadi. Demam berdarah disebarkan kepada manusia oleh nyamuk Aedes aegypti. Pada saat tersebut, virus memperbanyak diri dan menginfeksi sel-sel darah putih serta kelenjar getah bening untuk kemudian masuk ke sistem sirkulasi darah. Virus ini sebenarnya hanya ada di dalam darah selama tiga hari sejak ditularkan oleh nyamuk. Pada hari-hari itulah terjadi pertempuran antara antibodi dan virus dengue yang dianggap sebagai benda asing oleh tubuh. Badan biasanya mengalami gejala demam dengan suhu tinggi antara 39° C sampai 40° C. Akibat pertempuran tersebut terjadi penurunan kadar trombosit dan bocornya pembuluh darah sehingga membuat plasma darah mengalir ke luar. Penurunan trombosit ini mulai bisa dideteksi pada hari ketiga. Masa kritis penderita demam berdarah berlangsung sesudahnya, yakni pada hari keempat dan kelima. Pada fase ini, suhu badan turun dan biasanya diikuti oleh sindrom shock dengue karena perubahan yang tiba-tiba. Muka penderita pun menjadi



7



memerah atau facial flush. Biasanya, penderita juga mengalami sakit pada kepala, tubuh bagian belakang, otot, tulang dan perut (antara pusar dan ulu hati). Tidak jarang diikuti dengan muntah yang berlanjut dan suhu dingin dan lembab pada ujung jari serta kaki. Penanganan yang benar pada fase tersebut sangat ditekankan agar penderita bisa melewati masa kritisnya dengan baik. Caranya dengan banyak memberikan asupan cairan kepada penderita sebagai pengganti plasma darah. Hal ini dikarenakan banyaknya cairan tubuh yang hilang dengan cepat akibat merembesnya plasma darah yang keluar dari pembuluh darah. Saat ini, larutan gula garam atau oralit masih merupakan cairan terbaik karena komposisinya setara dengan plasma darah. Pemberian infus diberikan apabila penderita dalam kondisi muntah terus, tidak bisa makan dan minum, menderita kejang, kesadaran menurun atau derajat kebocoran plasma darahnya tinggi, yang biasa terjadi pada fase kritis. Begitu pula dengan transfusi trambosit yang akan diberikan jika trambosit penderita di bawah 100.000 dengan pendarahan yang cukup banyak. Bila masa kritis itu bisa dilewati dengan baik maka pada hari keenam dan ketujuh kondisi penderita akan berangsur membaik dan kembali normal pada hari ketujuh atau kedelapan. Pada infeksi virus dengue apalagi pada bentuk klinis DBD dengue selalu disertai dengan tanda perdarahan. Hanya saja tanda perdarahan ini tidak selalu didapat secara spontan oleh penderita. Bahkan pada sebagian besar penderita, tanda perdarahan ini muncul baru setelah dilakukan test tourniquet. Bentuk-bentuk perdarahan spontan yang dapat terjadi pada penderita demam dengue dapat berupa perdarahan kecil-kecil di kulit (petechiae), agak besar di kulit (echimosis), gusi, hidung dan kadang-kadang dapat terjadi perdarahan masif yang dapat berakhir dengan kematian. Pada anak-anak tertentu, jika menderita panas juga disertai dengan perdarahan hidung (epistaksis). Hal itu dikenal sebagai habitual epistaksis, sebagai akibat kelainan sementara dari komponen beku darah yang disebabkan



8



oleh segala bentuk infeksi (tidak hanya oleh virus dengue). Ada juga pada penderita lainnya, jika minum obat disaat panas, akan disusul dengan terjadinya perdarahan hidung. Pada DBD dengue, secara umum, empat gejala seperti yang terjadi pada demam dengue juga akan terjadi. Bedanya adalah adanya manifestasi gejala klinis sebagai akibat adanya reaksi ketiga tubuh manusia terhadap virus dengue, yaitu keluarnya plasma darah dari dalam pembuluh darah keluar dan masuk ke dalam rongga perut dan rongga selaput paru. Jika ini tidak segera ditanggulangi,



manifestasi



gejala



perdarahan



menjadi



sangat



masif.



Praktiknya, sering kali dokter terpaksa memberikan tranfusi darah dalam jumlah yang tidak terbayangkan. Yang perlu dicermati adalah kapan penderita DBD dengue mulai mengalami keluarnya plasma darah dari dalam pembuluh darah. Biasanya, keluarnya plasma darah terjadi pada sakit hari ke-3 sampai ke-6. Gejalanya didahului dengan penurunan panas badan penderita secara mendadak (lysis), diikuti dengan tubuh yang tampak loyo, pada perabaan akan didapatkan ujung-ujung tangan atau kaki dingin dan nadi yang kecil dan cepat. Saat itulah sebenarnya kondisi kritis yang harus dicermati. Karena semakin lemah dan loyo-nya penderita, akan terlambat atau kurang optimal untuk diselamatkan. Ciri-ciri nyamuk penyebab penyakit demam berdarah (nyamuk Aedes aegypti): 



Badan kecil, warna hitam dengan bintik-bintik putih







Hidup di dalam dan di sekitar rumah







Menggigit/menghisap darah pada pagi dan sore hari







Senang hinggap pada pakaian yang bergantungan dalam kamar







Bersarang dan bertelur di genangan air jernih di dalam dan di sekitar rumah bukan di got/comberan Sesudah masa tunas/inkubasi selama 3 - 15 hari orang yang tertular



dapat mengalami/menderita penyakit ini dalam salah satu dari 4 bentuk berikut ini:



9







Bentuk abortif, penderita tidak merasakan suatu gejala apapun.







Dengue klasik, penderita mengalami demam tinggi selama 4 - 7 hari, nyeri-nyeri pada tulang, diikuti dengan munculnya bintik-bintik atau bercak-bercak perdarahan di bawah kulit.







Dengue Haemorrhagic Fever (Demam berdarah dengue/DBD) gejalanya sama dengan dengue klasik ditambah dengan perdarahan dari hidung (epistaksis/mimisan), mulut, dubur dsb.







Dengue Syok Sindrom, gejalanya sama dengan DBD ditambah dengan syok/presyok. Bentuk ini sering berujung pada kematian. Karena seringnya terjadi perdarahan dan syok maka pada penyakit ini



angka kematiannya cukup tinggi, oleh karena itu setiap penderita yang diduga menderita Penyakit Demam Berdarah dalam tingkat yang manapun harus segera dibawa ke dokter atau Rumah Sakit, mengingat sewaktu-waktu dapat mengalami syok/kematian. Penyebab demam berdarah menunjukkan demam yang lebih tinggi, pendarahan, trombositopenia dan hemokonsentrasi. Sejumlah kasus kecil bisa menyebabkan sindrom shock dengue yang mempunyai tingkat kematian tinggi. Bila sudah parah, penderita gelisah. Tangan dan kakinya dingin dan berkeringat. Jadi kenali dengan baik demam pada DBD ini agar tepat penanganannya.Demam pada DBD mempunyai siklus demam yang khas disebut “Siklus Pelana Kuda” Ciri-ciri Demam DBD atau Demam Pelana Kuda: 



Hari 1 – 3 Fase Demam Tinggi Demam mendadak tinggi, dan disertai sakit kepala hebat, sakit di belakang mata, badan ngilu dan nyeri, serta mual/muntah, kadang disertai bercak merah di kulit.







Hari 4 – 5 Fase KRITIS Fase demam turun drastic dan sering mengecoh seolah terjadi kesembuhan.



10



Namun inilah fase kritis kemungkinan terjadinya “Dengue Shock Syndrome” Hari 6 – 7 Fase Masa Penyembuhan Fase demam



kembali



tinggi



sebagai



bagian dari reaksi



tahap



penyembuhan.



C. Diagnosis Penyakit DBD Menurut WHO (2009) kriteria yang harus dipenuhi untuk menegakkan diangosa DBD adalah sebagai berikut: 1. Klinis Gejala klinis yang harus ada yaitu : a. Demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus menerus selama 2-7 hari b. Terdapat manifestasi pendarahan yang meliputi : 1) Uji bendung positif 2) Petekie, ekimosis, dan purpura 3) Perdarahan mukosa, epistaksis, dan perdarahan gusi 4) Hematemesis dan atau melena c. Pembesaran hati d. Syok, ditandai dengan nadi cepat dan lemah sampai tidak teraba, penyempitan tekanan nadi (≤ 20 mmHg), hipotensi sampai tidak terukur, kaki dan tangan dingin, kulit lembab, waktu pengisian kapiler memanjang (lebih dari 2 detik) dan pasien tampak gelisah. 2. Laboratorium a. Trombositopenia (100.000 µl atau kurang) b. Adanya kebocoran plasma karena peningkatan permeabilitas kapiler, dengan manifestasi berikut: a) Peningkatan hematoktit ≥ 20% dari nilai standar b) Penurunan hematoktit ≥ 20% setelah mendapat terapi cairan c) Efusi pleura atau perikardial, asites, maupun hipoproteinemia



11



Dua kriteria klinis pertama ditambah satu dari kriteria laboratorium (atau hanya peningkatan hematokrit) cukup untuk menegakkan diagnosis DBD.



D. Tanda dan Gejala Menurut WHO (2009) tanda dan gejala pasien DBD diklasifikasikan sebagai berikut : 1. Fase Demam Pasien biasanya demam tinggi secara tiba-tiba. Pada fase demam akut ini, biasanya berlangsung dari 2-7 hari dan kompensasinya sering terjadi nyeri sendi, eritema, seluruh badan terasa sakit, myalgia, athralgia dan nyeri kepala. Anoreksia, nausea, dan muntah sering terjadi. Tes tourniquet positif. Manifestasi dari perdarahan seperti petekie dan perdarahan membran mukusa (seperti epistaksis, perdarahan gusi). Perdarahan vagina yang masif (pada wanita usia subur), namun perdarahan gastroinstestinal jarang terjadi. Hepatomegali sering timbul setelah beberapa hari setelah terjadi demam. Terjadi penurunan jumlah sel darah putih yang harus diwaspadai untuk tingginya kemungkinan terjadinya DBD. 2. Fase kritis Terjadi saat suhu tubuh mengalami penurunan sampai normal, saat suhu turun dari 37,5-38°C atau suhu dibawah normal, biasanya terjadi pada hari ketiga sempai ketujuh saat permeabilitas kapiler meningkat dengan adanya peningkatan hematokrit. Periode saat fase kritis terjadi saat terjadi kebocoran plasma dan biasanya berakhir 24-48 jam. Leukopenia diikuti dengan penurunan trombosit secara cepat biasanya terjadi sebelum adanya kebocoran plasma. Pasien yang tidak mengalami peningkatan permeabilitas kapiler akan membaik, sedangkan pasien yang mengalami peningkatan permeabilitas kapiler akan memburuk akibat volume plasma yang hilang. Tingkat kebocoran plasma bervariasi. Efusi pleura dan asites secara klinis terdeteksi tergantung pada tingkat



12



kebocoran plasma dan terapi cairan yang diberikan. Rontgent dada dan USG abdomen dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis. Tingkat kenaikan hematokrit dapat menunjukkan beratnya kebocoran plasma. Shok terjadi saat terjadi kebocoran plasma yang didahului dengan tanda peringatan (nyeri abdomen, muntah berkepanjangan, perdarahan mukosa, latergi atau gelisah, hepatomegali lebih dari 2 cm, hematokrit menurun disertai penurunan trombosit). Selama terjadi shok, suhu tubuh dibawah normal. Saat shok berkepanjangan pasien mengalami hipoperfusi organ, asidosis metabolik, dan terjadi peningkatan koagulasi intravaskuler. Perdarahan yang parah terjadi akibat penurunan hematokrit. Leukopenia biasanya terdeteksi sebelum fase demam. Pada pasien dengan perdarahan hebat jumlah sel darah putih akan meningkat. Pasien yang membaik setelah suhu badan mengalami penurunan hingga normal dapat dikatakan mengalami demam berdarah yang tidak parah. Beberapa pasien menjadi kritis karena kebocoran plasma tanpa mengalami penurunan suhu tubuh menjadi normal. Pasien memburuk jika terjadi manifestasi dari tanda peringatan. DBD dengan tanda bahaya akan teratasi dengan rehidrasi intravena. 3. Fase penyembuhan Jika pasien membaik pada 24-48 jam setelah fase kritis, readsorpsi berangsur-angsur terjadi akibat dari cairan kompartemen ektraseluler pada 48-72 jam. Kondisi umum mengalami perbaikan, nafsu makan membaik, gangguan gastroinstestinal membaik, dan status hemodinamik stabil. Beberapa pasien mengalami rash dengue dan adanya prurutis. Hematokrit menjadi stabil atau menurun akibat dari efek pengenceran terapi cairan. Jumlah sel darah putih biasanya meningkat setelah penurunan suhu tubuh sampai normal tetapi pemulihan jumlah trombosit lebih lambat dari pemulihan sel darah putih. Distress pernafasan dari efusi pleura yang masif dan asites akan terjadi kapan saja jika terjadi kelebihan terapi cairan intravena. Sejak fase kritis dan/ penyembuhan,



13



terapi cairan yang berlebih akan menyebabkan edema pulmo atau congestive heart failere. 4. Demam berdarah berat Demam berdarah berat didefinisikan oleh satu atau lebih hal berikut : (1) Kebocoran plasma yang dapat menyebabkan shock dan/ atau kelebihan cairan dengan atau tidak adanya distress pernafasan dan/ atau (2) perdarahan berat, dan /atau (3) kerusakan organ. Penurunan permeabilitas vaskuler, hipovolemia memburuk yang dapat menyebabkan syok yang biasanya terjadi saat terjadi penurunan suhu tubuh menjadi normal pada hari keempat atau kelima (kisaran hari ketigaketujuh) yang didahului dengan tanda-tanda peringatan. Pada fase awal shok, mekanisme kompensisi yang mempertahankan tekanan darah sistolik juga menyebabkan takikardi dan vasokonstriksi perifer dengan penurunan perfusi jaringan yang menyebabkan akral dingin, dan menurunnya waktu pengisian kapiler. Pasien dengan demam berdarah berat ini biasanya masih sadar. Pasien sering mengalami dekompensasi dan tekanan sistolik dan diastolik tiba-tiba menghilang. Shok hipotensi dan hipoksia yang berkepanjangan dapat menyebabkan kegagalan multi organ dan sulit untuk menangani masalah klinis pasien. Pasien dianggap shok jika tekanan darah (yaitu perbedaan antara tekanan sistolik dan diastolik) ≤ 20 mmHg atau terjadinya penurunan perfusi jaringan (ekstremitas dingin, lambatnya pengisian kapiler, atau nadi meningkat). Untuk dewasa, tekanan darah ≤ 20 mmHg dapat mengidentifikasi shok yang lebih parah. Hipotensi biasanya menunjukkan adanya



shok



bekepanjangan



yang



komplikasinya



menyebabkan



perdarahan. Pasien demam berdarah dengan shok mengalami abnormalitas koagulasi darah tetapi biasanya tidak menyebabkan perdarahan hebat. Saat terjadi perdarahan hebat dan biasanya selalu menyebabkan shok berulang. Hal ini juga disebabkan karena adanya trombositopenia, hipoksia, asidosis,



14



yang dapat menyebabkan kerusakan multi. Perdarahan yang masif mungkin terjadi tanpa adanya shok berulang misalnya ketika pasien diberi asam (aspirin), asetil salisilat, ibuprofen atau kortikosteroid. Dengue shock syndrome dapat dipertimbangkan jika pasien berada pada daerah resiko demam berdarah dengan panas 2-7 hari dan ditambah salah satu dari: a. Ada bukti kebocoran plasm 1) Tinggi atau meningkatnya hematokrit 2) Efusi pleura atau asite 3) Gangguan sirkulasi atau shok (takikardi, akral dingin atau lembab, waktu pengisian kapiler lebih dari 3 detik, denyut nadi lemah atau tidak teraba, tekanan darah menyempit, shok berulang, tekanan darah tidak terdeteksi) 4) Terdapat perdarahan yang signifikan 5) Gangguan kesadaran ( latergi atau gelisah, koma, kejang) 6) Gangguan gastroinstestinal berat (muntah yang terus menerus, meningkatnaya intensitas nyeri perut, atau ikterik) 7) Kerusakan organ (gagal ginjal akut gagal hati akut, ensepalopati atau enchepalitis, kardiomiopati) atau manifestasi yang tidak biasa lainnya. b. Manajemen Terapi Proses yang terorganisir yang mampu mendeteksi awal penyakit, manajemen, dan rujukan di semua tingkat pelayanan kesehatan diperlukan untuk mencegah timbulnya kematian akibat DBD. Informasi yang harus didapat dalam pengkajian pasien dengan kemungkinan DBD adalah sebagai berikut : 1) Riwayat kesehatan a) Awal panas b) Jumlah dari masukan oral c) Pengkajian adanya tanda-tanda peringatan



15



d) Adanya diare e) Perubahan status mental, kejang, atau pusing f) Keluaran urine (frekuensi, volume, dan waktu terakhir kencing) Riwayat kesehatan yan penting lainnya, misalnya riwayat tetangga yang menderita demam berdarah, riwayat perjalanan ke daerah endemik, kondisi yang melemahkan (misalnya pembentukan antibodi akibat HIV) 2) Pemeriksaan fisik a) Pengkajian status mental b) Pengkajian status hidrasi c) Pengkajian status hemodinamik d) Penilaian adanya takipnea, asidosis respiratorik, hepatomegali, dan efusi pleura e) Penilaian turgor perut, hepatomegali, dan asites f) Tes tourniquet 3) Penyelidikan Hitung darah lengkap harus diambil saat pasien pertama kali datang ke pelayanan kesehatan. Hematokrit saat fase demam ditetapkan sebagai hematokrit dasar pasien. Penurunan sel darah putih meningkatkan kemungkinan terjadinya DBD. Penurunan trombosit disertai dengan kenaikan hematokrit meningkatkan resiko terjadi kebocoran plasma. Tes laboratorium harus dilakukan untuk



mengkonfirmasi



diagnosis.



Tes



tambahan



harus



dipertimbangkan sebagai indikator (jika tersedia) meliputi : tes fungsi hati, glukosa, elektrolit serum, ureum, kreatinin, laktat atau bikarbonat, enzim jantung, EKG, dan berat jenis urin. 4) Prinsip penanganan Prinsip penanganan pasien dengan DBD dibagi menjadi tiga grup yang tergantung dari manifestasi klinis dan kondisi lain pasien yaitu :



16



a) Grup A Pasien yang dapat dirawat di rumah. Pasien yang mampu mentoleransi keadekuatan volume cairan oral dan keluaran urine minimal tiap 6 jam, dan tidak memiliki tanda peringatan terutama saat demam turun. Pasien rawat jalan harus diperiksa perkembangan penyakitnya (menurunnya sel darah putih, penurunan suhu tubuh, dan adanya tanda bahaya) sampai pasien keluar dari masa kritis. Pasien dengan hematokrit stabil dapat diperbolehkan pulang setelah disarankan untuk pulang kembali ke rumah sakit segera jika berkembang menjadi tandatanda peringatan dan bersedia memenuhi rencana tindakan sebagai berikut: 1) Mematuhi masukan rehidrasi oral, jus buah dan cairan lain yang mengandung elektrolit dan gula untuk mengembalikan kehilangan cairan akibat demam dan muntah. Masukan cairan oral yang cukup didapatkan untuk mengurangi angka hospitalisasi 2) Beri paracetamol untuk demam yang tinggi jika pasien tidak merasa nyaman. Interval pemberian paracetamol harus tidak kurang dari 6 jam. Kompres hangat jika pasien masih demam tinggi, jangan memberikan asetil salisilat dan asam (aspirin), ibuprofen, atau non steroid anti inflasami agen (NSAIDS) sebab obat tersebut dapat memperparah gastritis atau perdarahan. Asetil salisilat (aspirin) dapat menyebabkan Reye’s Syndrom. 3) Instruksi dari pemberi pelayanan kesehatan agar pasien harus dibawa ke rumah sakit segera jika ada tanda-tanda: tidak ada perbaikan klinis, kemunduran waktu dari penurunan suhu tubuh, nyeri abdomen yang berat, muntah persisten, ekstremitas dingin dan lembab, latergi atau



17



gelisah, atau perdarahan (misalnya: hitam dan ada stolselnya atau seperti kopi pada muntahnya), tidak kencing lebih dari 4-6 jam Pasien yang diperbolehkan pulang harus dimonitor setiap hari oleh penyedia layanan kesehatan untuk grafik suhu, volume intake dan output, keluaran urine (volume dan frekuensi), tanda peringatan, tanda kebocoran plasma dan perdarahan, hematokrit, sel darah putih dan trombosit. b) Grup B Pasien mungkin perlu dirawat di pusat perawatan kesehatan untuk mengobservasi lebih dekat terutama saat mereka mendekati fase kritis. Hal ini termasuk pasien dengan tanda



peringatan,



mereka



yang



dengan



kondisi



yang



memperburuk yang dapat membuat DBD atau penanganan lebih komplek (misalnya ibu hamil, bayi, lansia, obesitas, diabetes miletus, gagal ginjal, dan penyakit hemolitik kronis), dan keadaan sosial tertentu (misalnya : hidup sendiri, atau hidup jauh dari pelayanan kesehatan tanpa ada transpotrasi yang diandalkan). Jika pasien dengan demam berdarah dengan tanda bahaya, rencana tindakan yang harus dilakukan adalah : 1) Cek hematokrit sebelum dilakukan terapi cairan. Beri isotonik misalnya NaCl 0,9% saline, RL, atau Hartman’S. Mulai dengan 5-7 cc/kg/jam selama 1-2 jam, kemudian kurangi hingga 2-3 mL/ kgBB/jam atau kurang sesuai dengan respon klinis pasien. 2) Nilai kembali status klinis pasien dan cek ulang hematokrit. Jika hematokrit tetap sama atau hanya mengalami sedikit kenaikan lanjutkan dengan terapi yang sama (2-3ml/kg/jam) sampai 2-4 jam. Jika tanda-tanda vital



18



memburuk dan hematokrit meningkat dengan cepat naikkan cairan kira-kira 5-10 ml/kg/jam selama 1-2 jam. Nilai ulang status klinis pasien. Cek ulang hematokrit dan nilai ulang ketepatan tetesan infus. 3) Beri volume cairan intravena untuk mempertahankan perfusi dan keluaran urine sekitar 0.5 ml/kg/jam. Cairan intravena bisanya dibutuhkan hanya 24-48 jam. Kurangi cairan intravena secara bertahap jika perdarahan plasma menurun menjelang akhir fase kritis. 4) Pasien dengan tanda bahaya harus diobservasi oleh penyedia layanan kesehatan sampai periode beresiko berakhir. Keseimbangan cairan harus dijaga. Parameter yang harus dimonitor meliputi tanda-tanda vital dan perfusi jaringan (1-4 jam sampai pasien keluar dari fase kritis), keluaran urine (4-6 jam), hematokrit (sebelum dan sesudah penggantian cairan sekitar 6-12 jam), glukosa darah, dan fungi organ lain (misalnya: kondisi ginjal, hati, koagulasi darah) Jika pasien DBD tanpa tanda peringatan, rencana tindakan yang harus dilakukan sebagai berikut : 1) Dorong masukan oral. Jika pasien tidak mampu, awali dengan terapi cairan intravena dengan NaCl 0,9 Saline atau RL dengan atau tidak dengan dextrose di tingkat maintenance. Untuk pasien obesitas dan kelebihan berat badan gunakan berat badan ideal untuk mengatur cairan infus. 2) Pasien harus dimonitor oleh penyedia pelayanan kesehatan untuk mengobservasi suhu, volume intake dan output cairan, keluaran urine (volume dan frekuensi), tanda peringatan, trombosit, sel darah putih dan hematokrit, dan



19



tes laboratorium lain (misalnya: tes fungsi hati dan ginjal) dapat dilakukan tergantung klinis pasien. c) Grup C Pasien yang harus memerlukan penanganan gawat darurat dan harus segera dirujuk saat terjadi demam berdarah berat. Pasien memerlukan tindakan emergensi dan rujuk segera saat mereka berada pada fase kritis, yaitu jika pasien mengalami : 1) Kebocoran plasma berat yang mengarah pada shok dan/ atau akumulasi cairan dengan distress pernafasan 2) Perdarahan berat 3) Kerusakan organ yang berat (gangguan fungi hati, kerusakan



ginjal,



kardiomiopati,



enchephalopti



atau



enchepalitis) Semua pasien dengan demam berdarah hebat harus dirawat di rumah sakit yang memiliki akses untuk fasilitas perawatan intensif dan transfusi darah. Protap resusitasi cairan intravena penting dan biasanya satu-satunya hal yang diperlukan. Larutan kristaloid harus menjadi isotonik dan volume harus cukup untuk mempretahankan sirkulasi sejak terjadi kebocoran plasma. Plasma yang rendah harus segera diganti dan segera dengan larutan kritaloid atau jika dalam kasus shok hipotensi, penanganannya dengan koloid. Jika mungkin, pantau hematokrit sebelum dan setelah resusuitasi cairan. Hal ini harus diakhiri dengan pengulangan untuk kehilangan plasma lebih lanjut untuk memelihara keefektifan sirkulasi untuk 24-48 jam. Untuk pasien dengan kelebihan berat badan dan obesitas, berat badan ideal harus digunakan untuk mengukur rata-rata cairan infus. Cross match harus dilakukan



20



untuk semua pasien dengan syok. Transfusi darah harus diberikan hanya untuk kasus dengan suspek/ perdarahan berat. Tujuan dari resusitasi cairan termasuk meningkatkan sirkulasi



pusat



dan



perifer



(menurunkan



takikardia,



meningkatkan tekanan darah, volume nadi, ekstremitas yang hangat dan berwarna merah muda, waktu pengisian kapiler < 2 detik), meningkatkan berakhirnya kerusakan organ dengan adanya kesadaran yang stabil (lebih dari waspada atau tidak gelisah), urine output ≥ 0,5 ml/kg/jam, dan menurunkan kemungkinan terjadinya asidosis metabolik. Rencana terapi pasien dengan shock terkompensasi adalah sebagai berikut: 1) Mulai dengan resusitasi cairan intravena dengan kristaloid isotonik 5-10 ml/kg/jam selama lebih dari satu jam. Kemudian observasi kondisi pasien (tanda-tanda vital, waktu pengisian kapiler, hematokrit, dan keluaran urin). 2) Jika kondisi pasien membaik, cairan intravena harus diturunkan bertahap 5-7 cc/kg/jam selama 1-2 jam, kemudian 3-5 ml/kg/jam selama 2-4 jam, kemudian 2-3 ml/kg/jam



dan



kemudian



tergantung



pada



status



hemodinamik dimana dapat dipertahankan selama 24-48 jam 3) Jika tanda-tanda vital masih tidak stabil (shok persisten), setelah bolus pertama dilakukan pengecekan hematokrit. Jika hematorit naik atau masih tinggi (>50%) ulang bolus kedua dari larutan kristaloid 10-20 ml/ kg/jam selama 1-2 jam. Setelah bolus kedua, jika ada perbaikan turunkan bolus cairan menjadi 7-10 ml/kg/jam selama 1-2 jam dan kemudian diturunkan secara bertahap. Indikator adanya perdarahan, cross match dan transfusi darah segera



21



mengkin jika hematokrit menurun dibanding dengan hematokrit awal (