Desentralisasi Di Indonesia [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Error! No text of specified style in document.Bibliography



1



DESENTRALISASI DI INDONESIA



1. Pendahuluan Dalam teori pemerintahan, secara garis besar dikenal adanya dua model dalam formasi negara, yaitu model negara federal dan model negara kesatuan. Model negara federal berangkat dari satu asumsi dasar bahwa ia dibentuk oleh sejumlah negara atau wilayah independen, yang sejak awal memiliki kedaulatan atau semacam kedaulatan pada dirinya masing-masing. Negara-negara atau wilayah-wilayah itu yang kemudian bersepakat membentuk sebuah federal. Negara dan wilayah pendiri federasi itu kemudian berganti status menjadi negara bagian atau wilayah administrasi dengan nama tertentu dalam lingkungan federal. Dalam negara kesatuan, asumsi dasarnya berbeda secara diametrik dari negara federal. Formasi negara kesatuan dideklarasikan saat kemerdekaan oleh pendiri negara dengan mengklaim seluruh wilayahnya sebagai bagian dari suatu negara. Tidak ada kesepakatan para penguasa daerah, apalagi negara-negara, karena diasumsikan bahwa semua wilayah yang termasuk didalamnya bukanlah bagian-bagian wilayah yang bersifat independen. Dengan dasar itu, maka negara membentuk daerahdaerah atau wilayah-wilayah yang kemudian diberi kekuasaan atau kewenangan oleh pemerintah pusat untuk mengurus berbagai kepentingan masyarakatnya. Diasumsikan bahwa negara adalah sumber kekuasaan. Kekuasaan daerah pada dasarnya adalah kekuasaan pusat yang didesentralisasikan, dan selanjutnya terbentuklah daerah-daerah otonom (Andi A. Mallarangeng & M. Ryaas Rasyid, 1999). Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945, Indonesia merupakan negara yang berbentuk kesatuan. Hubungan dan mekanisme antara pemerintah pusat dan daerah diatur dalam penjelasan Peraturan Pemerintah RI Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, bahwa Negara



Republik



Indonesia



merupakan



sebuah



negara



kesatuan



yang



dalam



penyelenggaraan pemerintahannya menganut asas desentralisasi, dekonsentrasi, tugas pembantuan. Penyelenggaraan asas desentralisasi secara bulat dan utuh dilaksanakan di daerah kabupaten dan kota. Hal tersebut dimaksudkan untuk memberikan kesempatan dan keleluasaan kepada daerah otonom untuk dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat secara bertanggungjawab menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pola perkembangan wilayah di Indonesia telah mengalami perubahan sejak bergulirnya reformasi tahun 1998. Fenomena tersebut merupakan konsekuensi dari



Error! No text of specified style in document.Bibliography



2



perubahan kebijakan sentralisasi menjadi desentralisasi (otonomi daerah). Kebijakan tersebut tertuang dalam UU No. 2 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang kemudian diganti dengan UU No. 32 tahun 2004. Dalam rangka implementasi kebijakan maka dikeluarkan PP No. 129 tahun 2000 tentang persyaratan dan tata cara pembentukan daerah otonom baru, penghapusan dan penggabungan daerah otonom. Peraturan Pemerintah tersebut kemudian diganti dengan PP No. 78 tahun 2007. Otonomi daerah yang berkembang saat ini telah menjadi wacana berbagai lapisan masyarakat. Banyak terjadi “bias” antara tataran teoritik dan tataran praktik. Salah satu bias yang paling mencolok adalah pengertian bahwa otonomi daerah hanya merupakan persoalan mewujudkan kemandirian daerah (kabupaten dan kota) baik dalam mengelola uang maupun urusannya sendiri. Dengan kecenderungan tersebut maka fokus perhatian kabupaten dan kota hanya kepada seberapa besar dana, sumber dana, dan urusan yang diserahkan oleh pemerintah pusat kepada kabupaten dan kota. Memperhatikan fenomena tersebut maka dalam konteks kepentingan kabupaten dan kota, pengertian otonomi daerah perlu diletakkan dalam kerangka dan substansi yang proporsional. Pelaksanaan otonomi daerah harus mampu memberikan pelayanan publik yang optimal kepada seluruh masyarakat, sehingga pada akhirnya mampu mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Isu tentang otonomi daerah tidak dapat dipisahkan dari isu desentralisasi karena pemberian otonomi kepada daerah bersumber dari kebijakan desentralisasi. 2. Pembahasan 2.1. Desentralisasi:



Konsep



&



Aplikasi



Dalam



Penyelenggaraan



Manajemen



Pemerintahan di Indonesia Setiap negara memiliki fungsi-fungsi tertentu sebagai upaya untuk mencapai tujuan negara. Menurut Pratikn (2006), terdapat 3 fungsi yang di miliki oleh negara yaitu: fungsi pelayanan publik (public services), fungsi pembangunan/ penyejahteraan (welfare), dan fungsi pengaturan/ ketertiban (governability). Untuk melaksanakan ketiga fungsi ini pemerintah pusat perlu melakukan transfer atau memberikan kewenangan dan tanggung jawab kepada tingkat pemerintahan yang lebih rendah (daerah). Transfer kewenangan dan tanggung jawab dari Pemerintah Pusat kepada pemerintah tingkat yang lebih rendah ini menurut Litvack & Seddon di namakan juga dengan ”desentralisasi” Rondinelli (1981) mengartikan desentralisasi sebagai “transfer of political power”. Transfer kewenangan atau pembagian kekuasaan ini terjadi dalam perencanaan pemerintah, pengambilan keputusan dan administrasi dari pemerintah pusat ke unit-unit



Error! No text of specified style in document.Bibliography



3



organisasi lapangannya, unit-unit pemerintah daerah, organisasi setengah swatantraotorita, pemerintah daerah dan non pemerintah daerah. Selanjutnya menurut Rondinelli (1981), terdapat empat model desentralisasi yang umum dijumpai dalam prakteknya, yaitu dekonsentrasi, devolusi, delegasi dan privatisasi. Istilah dekonsentrasi dipakai untuk menggambarkan pemindahan beberapa kekuasaan administrasi ke kantor-kantor daerah dari departemen pemerintah pusat. Karena dalam model ini hanya melibatkan pemindahan fungsi administratif, bukan kekuasaan politis, maka jenis ini merupakan bentuk desentralisasi yang paling lemah. Dekonsentrasi ini merupakan bentuk desentralisasi yang paling sering diterapkan di negara-negara berkembang sejak tahun 1970-an. Selanjutnya adalah Devolusi. Devolusi merupakan kebijakan untuk membentuk atau memperkuat pemerintahan di tingkat sub-nasional. Biasanya pemerintahan di tingkat sub-nasional telah mempunyai status hukum yang jelas, mempunyai batasan geografis yang tegas, sejumlah fungsi yang harus dikerjakan, dan kewenangan untuk mencari pendapatan dan membelanjakannya. Semetara Delegasi merupakan pemindahan tanggung jawab manajerial untuk tugas-tugas tertentu ke organisasi–organisasi yang berada di luar struktur pemerintah pusat dan hanya secara tidak langsung dikontrol oleh pemerintah pusat. Yang keempat adalah privatisasi. Privatisasi merupakan pemindahan tugas-tugas dan pengelolaan ke organisasi-organisasi sukarelawan atau perusahaan-perusahaan privat yang mencari laba maupun tidak. Banyak pemerintah di negara berkembang telah lamah bergantung kepada organisasi-organisasi sukarela dalam penyediaan pelayanan publik. Karena seringnya pemerintah tidak dapat menanggung biaya pengembangan maka dicarilah alternatif-alternatif pembiayaan untuk menjamin terselenggaranya pelayanan publik. Beberapa pakar mendefinisikan mengenai desentralisasi. Menurut James Alm, dkk., (2001) desentralisasi merupakan transfer signifikan derajat wewenang dan tanggung jawab untuk belanja pemerintah dan pendapatan dari pemerintah pusat ke tingkat pemerintahan yang lebih rendah. Pendapat lain tentang desentralisasi dikemukakan oleh Carolie Bryant dan Louise G White (1984). Desentralisasi diartikannya sebagai transfer kekuasaan atau kewenangan, yang dapat dibedakan ke dalam desentralisasi administratif maupun



desentralisasi



politik.



Desentralisasi



administratif



adalah



pendelegasian



wewenang pelaksanaan yang diberikan kepada pejabat pusat di tingkat daerah, sedangkan desentralisasi politik adalah pemberian kewenangan dalam membuat keputusan dan pengawasan tertentu terhadap sumber-sumber daya yang diberikan



Error! No text of specified style in document.Bibliography



4



kepada badan-badan pemerintah regional dan daerah. Sementara itu, pengertian desentralisasi menurut UU No. 22 Tahun 1999 adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Konsekuensi dari penyerahan wewenang dalam pengambilan keputusan dan pengawasan kepada pemerintah lokal adalah akan memberdayakan kemampuan daerah (empowerment local capasity). Apabila pemerintahan daerah diserahi tanggung jawab terhadap sumber daya, maka kemampuan untuk mengembangkan otoritasnya akan meningkat. Sebaliknya, jika pemerintah daerah hanya ditugaskan untuk mengikuti kebijakan pusat maka partisipasi para elit daerah dan warganya akan rendah. Akibatnya, daya kreativitas, dan inovasi masyarakat menjadi lemah dan tidak berkembang serta tingkat ketergantungan masyarakat dan pemerintahan daerah kepada pusatnya semakin tinggi. Menurut Rondinelli (1981), harus dibedakan antara desentralisasi fungsi dan desentralisasi geografis. Pembedaan ini dalam organisasi sistem pelayanan kesehatan misalnya, sangat relevan. Dalam desentralisasi fungsional, badan yang berwenang dalam menjalankan fungsi tertentu misalnya pelayanan kesehatan diubah ke kantor daerah yang khusus. Dalam desentralisasi wilayah, tanggung jawab luas dalam pelayanan masyarakat dipindah ke-organisasi-organisasi daerah yang telah mempunyai wilayah kerja yang jelas. Organisasi pelayanan kesehatan dapat didesentralisasi dalam dua cara tersebut, tetapi departemen-



departemen



mempunyai



kekuasaan



untuk



mempengaruhi



derajat



desentralisasi fungsional dibanding dengan desentralisasi wilayah, dimana sektor kesehatan hanya merupakan salah satu pelayanan pemerintah yang didesentralisasi. Selanjutnya desentralisasi memiliki 2 tujuan yaitu tujuan politik dan tujuan administratif. Tujuan politik dari desentralisasi adalah dalam rangka mewujudkan demokratisasi, sedangkan tujuan administratifnya adalah dalam rangka efektivitas dan efisiensi pemerintahan. Dari pengertian diatas dapat dikatakan bahwa desentralisasi pada dasarnya



merupakan



proses



demokratisasi



pemerintahan



dengan



memberikan



kewenangan yang lebih luas kepada pemerintahan lokal (local government) dalam mengurus



rumah



tangga



daerahnya



untuk



mencapai



efektivitas



dan



efisiensi



pemerintahan. Ddesentralisasi merupakan konsekuensi dari demokratisasi. Tujuannya adalah membangun good governance mulai dari akar rumput politik. Dengan demikian, setiap keputusan



harus



dibicarakan



bersama



dan



pelaksanaan



dari



keputusan



itu



didesentralisasikan menjadi elemen penting dalam proses demokratisasi. Kebijakan



Error! No text of specified style in document.Bibliography



5



desentralisasi yang melahirkan otonomi daerah adalah salah satu bentuk implementasi dari kebijakan demokratisasi. Berarti tidak ada demokrasi pemerintahan tanpa desentralisasi. 2.2. Konsep dan Aplikasinya Dalam Penyelenggaraan Manajemen Pemerintahan di Indonesia Dalam negara yang berbentuk kesatuan tidak mungkin ada daerah yang bersifat “staat”. Konsekuensinya adalah timbul hubungan hukum antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Hubungan antara pemerintah pusat dan daerah, khususnya di negara berkembang sangat tergantung pada sistem yang digunakan dalam pengaturan hubungan tersebut. Secara teoritis, ada dua model sistem yang dapat digunakan, yakni model sistem sentralisasi dan model sistem desentralisasi. Kedua sistem tersebut hanyalah terbatas sebagai model, sebab secara empirik di seluruh dunia dewasa ini tidak ada satu negara yang secara ekstrim pemerintahannya bersifat sentralisasi, sebaliknya juga tidak ada yang sepenuhnya bersifat desentralisasi (Muchsan, 1999). Dalam sistem sentralisasi semua kewenangan ada pada pemerintah pusat, yang berarti semua daerah terkooptasi oleh pemerintah pusat. Dalam sistem desentralisasi terjadi penyerahan kewenangan pemerintah pusat kepada daerah. Daerah yang mendapat kewenangan mengatur rumah tangganya sendiri disebut daerah otonom. Pemberian otonomi kepada daerah pada hakekatnya merupakan manifestasi dari sistem desentralisasi dalam pemerintahan di suatu negara. Konsep desentralisasi itu sendiri didalam ilmu administrasi publik merupakan sebuah pendekatan dan teknik manajemen yang berkenaan dengan fenomena tentang pendelegasian wewenang dan tanggung jawab (delegation of authority and responsibility) dari tingkat pemerintahan yang lebih tinggi kepada tingkat yang lebih rendah. Kebijakan desentralisasi menyangkut perubahan hubungan kekuasaan di berbagai tingkat pemerintahan. Namun terdapat perbedaan pandangan diantara para ahli tentang pengertian yang tercakup dalam konsep desentralisasi. Sebagaimana dikemukakan oleh Siedentopf (1987), desentralisasi adalah suatu istilah yang memiliki pengertian atau konotasi yang berbeda bagi masyarakat yang berbeda atau bagi masyarakat yang sama dalam situasi atau konteks yang berbeda. Menurut Bird dan Vaillancort 1998), ada tiga variasi desentralisasi berkaitan dengan derajat



kemandirian



pengambilan



keputusan



yang



dilakukan



daerah.



Pertama,



desentralisasi berarti pelepasan tanggung jawab yang berada dalam lingkungan pemerintah pusat ke instansi vertikal di daerah atau ke pemerintah daerah. Kedua, delegasi berhubungan dengan suatu situasi, yaitu daerah bertindak sebagai perwakilan



Error! No text of specified style in document.Bibliography



6



pemerintah untuk melaksanakan fungsi-fungsi tertentu atas nama pemerintah. Ketiga, adalah devolusi (pelimpahan) yakni berhubungan dengan suatu situasi yang bukan saja implementasi tetapi juga kewenangan untuk memutuskan apa yang perlu dikerjakan, berada di daerah. Desentralisasi administratif atau yang sering disebut dengan dekonsentrasi adalah pendelegasian sebagian kekuasaan administratif kepada pejabat-pejabat birokrasi atau aparat pemerintah pusat yang ditempatkan di lapangan (wilayah). Aparat ini tidak memiliki kekuasaan politik untuk membuat keputusan atau kebijakan publik. Yang mereka miliki hanya kewenangan administratif untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan di tingkat pusat. Pejabat-pejabat di lapangan (field administrator) hanya bekerja atas dasar rencana dan anggaran yang sudah ditentukan oleh pusat. Dalam dekonsentrasi berarti redistribusi tanggung jawab administratif hanya diantara badanbadan perwakilan atau agen-agen pemerintah pusat. Karena dekonsentrasi hanya melibatkan



pemindahan



fungsi



administratif,



bukan



kekuasaan



politik,



maka



dekonsentrasi merupakan bentuk desentralisasi yang lemah. Desentralisasi politik atau devolusi berarti pendelegasian sebagian wewenang dan tanggung jawab membuat keputusan dan pengendalian atas sumber-sumber daya kepada instansi pemerintah regional yang memiliki lembaga perwakilan dan memiliki kekuasaan pemerintahan. Dengan demikian menurut pandangan ini desentralisasi mencakup pemerintahan wilayah administratif dan pemerintahan daerah otonom. Dalam pemerintahan wilayah administratif ditandai dengan adanya aparat dan pejabat-pejabat birokrasi pemerintah pusat yang ditugaskan di daerah sebagai field administrator. Aparat ini tidak memiliki kekuasaan politik. Yang mereka miliki hanyalah kewenangan administratif guna melaksanakan kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan di tingkat pusat. Dalam pemerintahan daerah otonom ciri utamanya adalah memiliki lembaga perwakilan yang pada umumnya didasarkan atas pemilihan dan memiliki kekuasaan pemerintahan tingkat daerah (lembaga eksekutif). Lembaga-lembaga tersebut memiliki kewenangan politik untuk membuat kebijakan publik. Pendekatan desentralisasi dari bawah ke atas (bottom up) umumnya menekankan nilai politis, misalnya perbaikan pemerintahan dalam kaitannya dengan kemauan menerima saran dan partisipasi politik lokal, dan efisiensi alokasi dalam arti perbaikan kesejahteraan. Literatur ilmu politik sarat dengan alinea-alinea yang mengangkat manfaat dan



kebaikan-kebaikan



desentralisasi.



Desentralisasi



tidak



hanya



menghasilkan



pengadaan pelayanan yang efisien dan adil melalui pemanfaatan pengetahuan lokal, tetapi juga akan merangsang partisipasi demokrasi yang lebih besar. Hasilnya, dukungan



Error! No text of specified style in document.Bibliography



7



yang lebih luas kepada pemerintah dan memperbaiki stabilitas politik. Bila kebaikankebaikan dan manfaat ini ditambah dengan sisi manfaat yang lain, seperti peningkatan mobilisasi sumber-sumber dan pengenduran tekanan atas keuangan pusat, peningkatan akuntabilitas, dan peningkatan ketanggapan serta tanggung jawab pemerintah secara umum, tidak mengherankan banyak orang menganggap desentralisasi merupakan sesuatu yang demikian berharga. Lain halnya bila desentralisasi dilihat prosesnya dari atas ke bawah (top down). Dari atas ke bawah, dasar pemikiran desentralisasi misalnya meringankan beban pusat dengan mengalihkan defisit (atau paling tidak sebagian dari tekanan politis atas defisit) ke bawah, meningkatkan efisiensi manajemen pembangunan, dan meningkatkan kesejahteraan nasional. Apapun dasar pemikirannya, pendekatan top down menekankan bahwa kriteria utama untuk mengevaluasi desentralisasi adalah seberapa baik desentralisasi dapat membantu tercapainya tujuan-tujuan kebijakan nasional (Bird & Vaillancourt, 1998). Mills (1991) mengemukakan bahwa desentralisasi mempunyai tujuan filosofis dan ideologis dan tujuan pragmatis. Secara filosofis dan ideologis, desentralisasi dianggap sebagai tujuan politik yang penting, karena memberikan kesempatan munculnya partisipasi masyarakat dan kemandirian daerah, dan untuk menjamin kecermatan pejabat-pejabat



pemerintah



terhadap



masyarakatnya.



Dalam



tingkat



pragmatis,



desentralisasi dianggap sebagai cara untuk mengatasi berbagai hambatan institusional, fisik dan administratif dalam pembangunan.



Sebagai contoh, meningkatnya kontrol



daerah dapat menghasilkan respon yang lebih baik akan kebutuhan masyarakat, meningkatkan pengelolaan sumber daya dan logistik, dan meningkatkan motivasi pejabatpejabat lokal.



Dengan demikian desentralisasi dapat mendukung dan memacu



pelaksanaan pembangunan. Desentralisasi juga dilihat sebagai suatu cara untuk mengalihkan beberapa tanggung jawab pembangunan dari pusat ke daerah. Dalam suatu negara yang mempunyai keanekaragaman daerah, terkadang timbul pertentangan antar berbagai kelompok penduduk, desentralisasi dianggap sebagai cara untuk memberi otonomi yang lebih besar tanpa meninggalkan kesatuan nasional. Desentralisasi dalam sistem pemerintahan di Indonesia mengacu kepada pembentukan suatu area yang disebut daerah otonom yang akan merupakan tempat atau lingkup dimana kewenangan yang diserahkan dari pusat akan diatur, diurus dan dilaksanakan. Daerah otonom tersebut berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat. Urusan-urusan tersebut mula-mula sebagai urusan pemerintah pusat, kemudian setelah diserahkan kepada daerah menjadi urusan daerah yang sifatnya otonom. Dengan demikian, otonomi daerah adalah bersumber dari desentralisasi tetapi



Error! No text of specified style in document.Bibliography



8



desentralisasi tidaklah selalu mengacu pada otonomi. Otonomi lebih menitik beratkan pada aspirasi daripada kondisi (Baharuddin Tjenreng, 1990). Pemberian otonomi daerah menurut UU Nomor 32 Tahun 2004 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 8 Tahun 2005 tentang Pemerintahan Daerah ditekankan pada prinsip demokrasi, keadilan, pemerataan, keistimewaan, kekhususan, memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah, serta partisipasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Namun mengenai tolok ukur otonomi suatu daerah terdapat perbedaan interpretasi dari satu sistem pemerintahan dengan sistem pemerintahan lainnya, walaupun upaya mencari faktor-faktor yang dijadikan tolok ukur tingkat otonomi suatu daerah telah lama dilakukan. 2.3. Desentralisasi dan Otonomi Daerah Konsep desentralisasi sering dibahas dalam konteks pembahasan mengenai sistem penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. Pada masa sekarang, hampir setiap



negara



bangsa



menganut



desentralisasi



sebagai



asas



dalam



sistem



penyelenggaraan pemerintahan negara. Walaupun demikian, desentralisasi bukan merupakan sistem yang berdiri sendiri, melainkan merupakan rangkaian kesatuan dari suatu sistem yang lebih besar. Suatu negara bangsa menganut desentralisasi bukan pula merupakan alternatif dari sentralisasi, karena antara desentralisasi dan sentralisasi tidak dilawankan dan karena tidak bersifat dikotomis, melainkan merupakan sub - sub sistem dalam kerangka sistem organisasi negara. Suatu negara bangsa merupakan genus dari species desentralisasi dan sentralisasi. Akan tetapi, pengertian desentralisasi tersebut sering dikacaukan dengan istilah lainnya. Dalam kenyatannya memang ada dua bentuk decentralization, yaitu yang bersifat administatif dan yang bersifat politik. Desentralisasi administratif adalah suatu delegasi wewenang pelaksanaan yang diberikan kepada pejabat pusat di tingkat lokal. Para pejabat tersebut bekerja dalam batas rencana dan sumber pembiayaan yang sudah ditentukan, namun juga memiliki keleluasaan, kewenangan dan tanggung jawab tertentu dalam mengembangkan kebijaksanaan pemberian jasa dan pelayanan di tingkat lokal. Kewenangan itu bervariasi, mulai dari penetapan peraturan-peraturan yang sifatnya proforma sampai kepada keputusan yang lebih substansial. Sedangkan desentralisasi politik, yaitu wewenang pembuatan keputusan dan kontrol tertentu terhadap sumber daya yang diberikan kepada badan pemerintah regional dan lokal. Pengertian ini lebih menekankan kepada dampak atau konsekuensi penyerahan wewenang untuk mengambil keputusan dan kontrol oleh badan otonom daerah yang menuju kepada pemberdayaan (empowerment) kapasitas lokal. Yang perlu menjadi



Error! No text of specified style in document.Bibliography



9



perhatian disini adalah, bahwa desentralisasi, baik secara politik maupun administrasi merupakan salah satu cara untuk mengembangkan kapasitas lokal, dimana kekuasaan dan pengaruh cendurung bertumpu pada sumber daya. Jika suatu badan lokal diserahi tanggung jawab dan sumber daya, kemampuan untuk mengembangkan otoritasnya akan meningkat. Sebaliknya, jika pemerintah lokal hanya ditugaskan untuk mengikuti kebijakan nasional, maka para pemuka dan warga masyarakat akan mempunyai investasi kecil saja di dalamnya. Akan tetapi, jika suatu unit lokal diberi kesempatan untuk meningkatkan kekuasaannya, kekuasaan pada tingkat nasional tidak dengan sendirinya akan menyusut. Pemerintah Pusat malah mungkin memperoleh respek dan kepercayaan karena menyerahkan proyek dan sumber daya kepada unit lokal, dan dengan demikian akan meningkatkan pengaruh serta legitimasinya. Konsep desentralisasi yang menekankan kepada salah satu cara untuk memberdayakan kapasitas lokal, dapat dijadikan titik tolak pemikiran dalam rangka mengembangkan penyelenggaraaan otonomi daerah di Indonesia. Desentralisasi lazim dibagi dalam dua macam. Pertama dekonsentrasi, yakni pelimpahan kekuasaan dari alat perlengkapan negara tingkat lebih atas kepada bawahannya guna melancarkan pelaksanaan tugas pemerintahan. Dalam desentralisasi ini rakyat tidak diikut sertakan; Kedua desentralisasi ketatanegaraan, yakni pelimpahan kekuasaan perundangan dan pemerintahan kepada daerah otonom dalam lingkungannya. Di dalam desentralisasi politik atau ketatanegaraan ini, rakyat dengan mempergunakan berbagai saluran tertentu (perwakilan) ikut serta di dalam pemerintahan. Desentralisasi ketatanegaraan ini dibagi lagi menjadi dua macam, yaitu: desentralisasi teritorial dan desentralisasi fungsional.



Desentralisasi teritorial merupakan pelimpahan kekuasaan



untuk mengatur dan mengurus rumah tangga masing-masing daerah otonom. Sementara desentralisasi fungsional adalah pelimpahan kekuasaan untuk mengatur dan mengurus sesuatu atau beberapa kepentingan tertentu. Di dalam desentralisasi semacam ini dikehendaki



agar



kepentingan



tertentu



diselenggarakan



oleh



golongan



yang



bersangkutan sendiri. Kewajiban pemerintah dalam hubungan ini hanyalah memberikan pengesahan atas segala sesuatu yang telah ditetapkan oleh golongan-golongan kepentingan tersebut. Dengan diberikannya hak dan kekuasaan perundangan/ pengaturan pemerintahan kepada badan - badan otonom, diharapkan dengan initiatifnya sendiri dapat mengurus rumah tangga melalui pengadaan peraturan daerah yang tidak boleh bertentangan dengan Undang - Undang dasar atau perundang - undangan lainnya dengan tingkatnya lebih tinggi, serta dengan jalan menyelenggarakan kepentingan umum.



Error! No text of specified style in document.Bibliography



10



Undang – Undang Nomor 32 Tahun 2004 yang menyatakan otonomi adalah asas penyelenggaraan pemerintahan daerah dikhawatirkan akan menyesatkan, baik ditinjau dari perspektif akademik, maupun dari tataran operasional. Karena otonomi adalah hak, wewenang dan kewajiban untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat. Dengan perkataan lain, otonomi merupakan manifestasi atau perwujudan kewenangan yang diberikan oleh pemerintah pusat, sebagai konsekuensi dianutnya asas desentralisasi territorial sebagai suatu sistem dalam penyelenggaraan pemerintahan negara. Otonomi bermakna kebebasan atau kemandirian tetapi bukan kemerdekaan. Maka di dalamnya terkandung dua aspek utama, yakni pemberian tugas dan kewenangan untuk menyelesaikan suatu urusan dan pemberian kepercayaan serta wewenang untuk memikirkan dan menetapkan sendiri cara-cara penyelesaian tugas tersebut. Dengan demikian, otonomi dapat diartikan sebagai kesempatan untuk menggunakan prakarsa sendiri atas segala macam nilai yang dikuasai untuk mengurus kepentingan umum. Kebebasan yang terbatas atau kemandirian itu merupakan wujud pemberian kesempatan yang harus dipertanggungjawabkan. Menurut Undang - Undang Nomor 22 Tahun 1999 menyebutkan adanya tugas pembantuan, yaitu suatu penugasan dari pemerintah kepada daerah dan desa untuk melaksanakan tugas tertentu, disertai dengan pembiayaan, sarana dan prasarana serta sumber



daya



manusia,



dengan



kewajiban



melaporkan



pelaksanaannya



dan



mempertanggungjawabkan kepada yang menugaskan. Jadi, antara yang menugaskan (pemerintah pusat) dan yang ditugaskan ada hubungan sub-ordinasi, karena yang ditugaskan berkewajiban untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkannya. Sejarah ketatanegaraan Indonesia mencatat upaya yang terus-menerus dilakukan untuk mencari “titik - keseimbangan” yang tepat dalam meletakkan bobot desentralisasi dan sentralisasi. Terjadi pergeseran antara “dua kutub nilai”, yaitu “nilai pembangunan bangsa dan integritas nasional” disatu pihak yang menekankan pentingnya “sentralisasi”, sehingga akan mewujudkan nilai dan bentuk “sentripetal”. Sementara di lain pihak menekankan “nilai desentralisasi dan otonomi daerah” yang akan melahirkan nilai dan bentuk “sentrifugal”, dan pergeseran kedua nilai ini terus - menerus menjadi pertentangan. 3. Penutup Dari tata kelola kelembagaan, sentralisasi dan desentralisasi adalah merupakan rangkaian



teknik



manajemen.



Efektivitasnya



untuk



mengatur



dan



mengatasi



Error! No text of specified style in document.Bibliography



11



permasalahan pada tataran empirik sangat tergantung pada ketepatan penerapannya. Penerapan model desentralisasi dalam pengaturan pemerintahan di Indonesia menjadi sumber adanya otonomi daerah. Salah satu filosofi dari otonomi daerah adalah semakin mendekatkan pelayanan kepada masyarakat. Dalam sebuah negara, pemerintah pusat dan pemerintah daerah merupakan satu kesatuan, walaupun memiliki tugas yang berbeda. Disamping itu dalam sistem pemerintahan negara kesatuan tidak akan mungkin terdapat baik otonomi penuh pada tingkat daerah maupun sentralisasi penuh melalui pengaturan pemerintah pusat. Otonomi daerah semestinya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Hal itu tidak berlebihan, karena dengan otonomi daerah diharapkan pemerintah daerah (kota dan kabupaten) dapat lebih sensitif terhadap persoalan yang ada di daerahnya. Namun demikian profesionalitas para penyelenggara pemerintahan merupakan salah satu variabel yang tidak bisa dilupakan pengaruhnya terhadap efektivitas otonomi daerah. Apabila otonomi daerah dijadikan lahan untuk kepentingan diri dan kelompoknya maka cita-cita menyejahterakan masyarakat melalui otonomi daerah akan bertepuk sebelah tangan dan bagaikan api yang jauh dari panggang. 4. Daftar Pustaka Alm, J., Aten, R. H. & Nahl, R., 2001. “Can Indonesia Decentralise Successfully? PLans, Poblems and Prospects”. Bulletin of Indonesian Economic, Volume 37, pp. 83-102. Bird, R. M. & Vaillancourt, F., 1998. Fiscal Decentralization in Developing Countries. Cambridge: Cambridge University Press. Bryant, C. & White, L. G., 1984. Managing Development in Third World. Colorado: Westview Press. Rondineli, D. A., 1981. “Government Decentralization in Comparative Perspective: Theory and Practice in Developing Countries”. International Review of Administrative Science, Volume 47, pp. 133-145. Andi A. Mallarangeng & M. Ryaas Rasyid. 1999. “Otonomi dan Federalisme” dalam St. Sularto dan T Jakob Koekerits (penyunting). Federalisme Untuk Indonesia. Jakarta: Kompas. Baharuddin Tjenreng, 1990. “Masalah Hak Mengatur dan Mengurus Rumah Tangga Sendiri Dalam Otonomi Daerah Bertingkat” dalam Kumpulan Makalah Seminar Terbatas Tentang Otonomi Daerah. Jakarta: Balitbang Depdagri. Mills, Anne. 1991. “Isu dan Konsep Desentralisasi”, dalam Anne Mills dkk. (editor). Desentralisasi Sistem Pelayananan Kesehatan, terjemahan Laksono Trisnantoro. Yogyakarta: Gadjah Mada Press. Muchsan. 1999. “Kajian Yuridis Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Otonomi Yang Seluas-luasnya”. Makalah Seminar Nasional Otonomi Daerah Dalam Perspektif Ekonomi dan Bisnis. 7 Desember 1999, Yogyakarta: FE UPN Veteran.



12



Error! No text of specified style in document.Bibliography



Siedentopf, Heinrich. 1987. “Decentralization for Rural Development : Government Approaches and People’s Initiatives in Asia and the Pacific”. Building from Below Local Initiatives for Decentralized Development in Asia and Pacific. Vol. 1. Kuala Lumpur: Asian and Pacific Development Centre. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Menjadi undang-Undang.