Diagnosis Dan Penatalaksanaan Struma Nodusa Non Toksik Pada Pria 65 Tahun [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Diagnosis dan Penatalaksanaan Struma Nodusa Non Toksik pada Pria 65 Tahun Yakin Arung Padang 102016028 Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta, Indonesia Jalan Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 1151 Email: [email protected]



Abstrak Di Negara berkembang seperti Indonesia, struma masih menjadi masalah kesehatan di masyarakat. Struma dapat disebabkan karena faktor lingkungan yang berkaitan dengan kurangnya sumber yodium, baik air minum atau tanah, jenis mineral dalam nutrisi atau zat yang iatrogenic dalam makanan. Struma nodusa nontoksik adalah pembesaran yang terjadi pada kelenjar tiroid yang dapat di lihat di sekitar leher yang dapat berjumlah 1 yang disebut dengan uninodusa sedangkan untuk lebih dari satu di sebut multinodusa dimana penyebab terjadinya akibat kekurangan zat iodium maupun karean pengaruh zat goitrogen. Kata kunci: Struma nodusa non-toksik, yodium, goitrogen Abstract In developing countries like indonesia, struma still being health problems in the community. Struma can be caused because of environmental factor pertaining to the lack of iodine, both drinking water or ground, a kind of mineral in nutrients its or substance iatrogenic in food. Struma non-toxic noduse is enlargement what happened to the thyroid gland can look at around the neck can were 1 is called uninoduse while for more than one called the multinoduse where cause of the due to lack of substance iodine and karean influence goitrogen substance. Keywords: Struma non-toxic noduse, iodine, goitrogen



Pendahuluan Istilah Goiter berarti terjadinya pembesaran pada kelenjar tiroid, yang dikenal dengan goiter non toxik atau simpel goiter atau struma endemik, dengan dampak yang ditimbulkannya hanya bersifat local yaitu sejauh mana pembesaran tersebut mempengaruhi organ disekitarnya seperti pengaruhnya pada trachea dan esophagus. Goiter adalah salah satu cara mekanisme kompensasi tubuh terhadap kurangnya unsure yodium dalam makanan dan minuman. Asupan yodium dapat diperiksa secara langsung yaitu dengan cara menganalisis makanan yang dikonsumsi oleh masyarakat tertentu yang mengidap goiter, sedangkan pemeriksaan secara tidak langsung dipakai berbagai cara antara lain : pemeriksaan kadar yodium dalam urine dan dengan studi kinetik yodium. Berdasarkan kejadiannya atau penyebarannya ada yang disebut struma endemis dan sporadik. Secara sporadik dimana kasus-kasus struma ini dijumpai menyebar diberbagai tempat atau daerah. Bila dihubungkan dengan penyebab maka struma sporadik banyak disebabkan oleh faktor goitrogenik, anomali, penggunaan obat-obat anti tiroid, peradangan dan neoplasma, secara endemis, dimana kasus-kasus struma ini dijumpai pada sekelompok orang didaerah tertentu, sdihubungkan dengan penyakit defisiensi yodium.1 Pada umumnya goiter sering dijumpai pada daerah pegunungan, namun ada juga yang ditemukan di dataran rendah dan ditepi pantai. Goiter merupakan gangguan yang sangat sering dijumpai dan menyerang 16 % perempuan dan 4 % laki-laki yang berusia antara 20 sampai 60 tahun seperti yang telah dibuktikan oleh suatu penyelidikan di Tecumseh, suatu komunitas di Michigan. Biasanya tidak ada gejala-gejala lain kecuali gangguan kosmetik, tetapi kadang-kadang timbul komplikasi-komplikasi. Goiter mungkin membesar secara difus dan atau bernodula.1,2 Anamnesis Untuk mendapatkan informasi mengenai masalah terhadap pasien yang datang kepada seorang dokter, dokter akan melakukan anamnesis atau wawancara. Anamnesis yang baik seringkali dapat mengarahkan masalah pasien ke diagnosis penyakit tertentu. Anamnesis dapat langsung dilakukan terhadap pasien (autoanamnesis) atau terhadap keluarganya atau pengantarnya (aloanamnesis) bila keadaan pasien tidak memungkinkan untuk diwawancarai, misalnya keadaan gawat darurat dan lain sebagainya.1,2 Pada umumnya, yang dapat ditanyakan kepada pasien adalah identitas pasien, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, riwayat pribadi dan sosial serta riwayat alergi. Dalam skenario, dokter melakukan autoanamnesis



langsung kepada pasien, laki – laki 58 tahun. Hal yang dapat ditanyakan tentang identitas seperti nama, umur, alamat, pekerjaan. Semua akan dicatat dalam rekam medik atau catatan medis pasien. Riwayat kesehatan yang lainnya adalah 1) Keluhan utama, yaitu alasan yang membuat pasien datang ke dokter, 2) Riwayat penyakit sekarang, menyangkut keluhan utama dan keluhan yang lain yang terkait yang dapat membantu diagnosis pasien, dapat ditanyakan seperti keluhan sudah sejak kapan, kapan mulai timbul keluhan.2 Jika pasien datang dengan keluhan bengkak di leher, maka dapat ditanyakan benjolannya timbul sudah berapa lama, satu sisi atau di kedua sisi leher, apakah awalnya berupa benjolan kecil dan kemudian membesar, apakah sakit atau tidak, apakah bisa digerakkan atau tidak, apakah banyak keringat, terasa berdebar-debar, rasa gemetar, badan terasa panas, badan terasa lebih enak di udara yang dingin, penglihatan ganda, berat badan menurun, penurunan dan ada atau tidak penurunan nafsu makan, 3) Riwayat penyakit dahulu, apakah pasien pernah mengalami hal yang sama sebelumnya, adakah penyakit lain yang dialami pasien, 4) Riwayat penyakit keluarga, menanyakan perihal apakah di keluarga pasien pernah mengalami hal yang sama, 5) Riwayat pribadi dan sosial, menanyakan kebiasaan sehari – hari pasien, mengenai tempat tinggal, gaya hidup, makanan dan minuman, apakah pasien merokok, minum alkohol atau tidak, dan 6) Riwayat alergi, termasuk alergi obat, makanan, bau – bauan atau hal lainnya.2 Pasien dengan nodul tiroid biasanya tidak terlalu tampak atau tidak bergejala. Seringkali, tidak ada hubungan yang jelas antara gambaran histologist dengan gejala pada pasien. Pada pasien dengan gejala, riwayat penyakit lengkap penting ditanyakan. Pertumbuhan benjolan yang lambat tapi progresif (minggu sampai bulan) mengarahkan pada keganasan. Nyeri yang tiba-tiba biasanya diakibatkan perdarahan pada nodul kistik. Pasien dengan pembesaran yang progresif disertai nyeri perlu dicurigai adanya limpoma primer atau anaplastik karsinoma. Gejala seperti sensasi tersedak, leher tegang atau nyeri, disfagia, atau suara serak dapat menyertai penyakit tiroid, tetapi seringkali diakibatkan oleh kelainan non-tiorid. Gejala servikal dengan onset yang lambat dapat diakibatkan oleh penekanan struktur vital leher dan rongga dada atas.3 Gejala ini muncul jika nodul tiroid tertanam dalam goiter yang besar. Jika tidak terdapat goiter multinodular, gejala kompresi trakea (batuk dan perubahan suara) dapat mengarahkan pada keganasan. Karsinoma tiroid terdiferensiasi jarang menyebabkan obstruksi saluran napas, paralisis pita suara, ataupun gejala esofageal. Oleh karena itu, ketidakadaan gejala lokal tidak menyingkirkan kemunhkinan tumor ganas.3



Hasil anamnesis dari skenario 1 adalah pasien laki – laki 65 tahun memiliki benjolan di leher bagian depan sejak 1 tahun yang lalu dan semakin membesar, sebelumnya benjolan kecil, sekarang sudah sulit menelan, tidak bisa bernafas lapang, suaranya menjadi serak. Pemeriksaan fisik Pemeriksaan fisik mempunyai nilai yang sangat penting untuk memperkuat temuantemuan anamnesis. Sebelum melakukan pemeriksaan fisik, dapat diperhatikan keadaan umum pasien melalui ekspresi wajah, gaya berjalan dan tanda-tanda spesifik lainnya yang segera tampak begitu melihat pasien serta kesadaran umum pasien. Lakukan pemeriksaan tanda-tanda vital meliputi suhu tubuh, frekuensi nadi, frekuensi nafas dan juga tekanan darah.4 Pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan terkait keluhan adalah Inspeksi, Palpasi dan Auskultasi. Pada inspeksi perlu diperhatikan apakah terdapat pergeseran trakea. Untuk dapat melihat kelenjar tiroid dengan jelas, pasien diminta untuk sedikit mendangak, kemudian perhatikan daerah dibawah kartilago krikoid. Minta pasien untuk menelan, perhatikan gerakan ke atas kelenjar tiroid, simetrisitas, dan konturnya. Palpasi kelenjar tiroid dilakukan dengan pemeriksa berdiri di belakang pasien. Pasien diminta mendangak. Jari-jari kedua tangan diletakan di leher pasien tepat dibawah kartilago krikoid. Minta pasien untuk menelan, rasakan gerakan isthmus yang naik ke atas, tetapi tidak selalu teraba. Geser trakea ke kanan dnegan jarijari tangan kiri. Jari-jari tangan kanan meraba lobus kanan pada ruang diantara trakea dan sternomastoid. Temukan lateral margin. Dengan cara yang sama, periksa lobus kiri.5 Pada massa di tiroid pelaporan terdiri dari adalah lokasi, konsistensi, ukuran nodul, ketegangan leher, nyeri, dan adenopati servikal.3,5 Pemeriksaan penunjang Fine Needle Aspiration Biopsy (FNAB) Cara langsung untuk menentukan apakah nodul tiroid ganas atau jinak adalah biopsi aspirasi dengan menggunakan jarum dan pemeriksaan sitologi lesi. Di tangan yang ahli, ketepatan diagnostik FNAB berkisar antara 70-80%, dengan hasil negatif paslu keganasan 1-6%. Sekitar 10% hasil sitologi positif ganas dan sepertiganya (3-6%) positif palsu yang seringkali disebabkan tiroiditis Hashimoto. Ketepatan diagnostik FNAB akan meningkat bila sebelum biopsi dilakukan penyelidikan isotopik atau ultrasonografi. Sidik tiroid otonom dan nodul



fungsional hiperplastik, sednagkan ultrasonografi selain untuk membedakan nodul kistik dari padat dan menentukan ukuran nodul, juga berguna untuk menuntun biopsi.5 Teknik FNAB aman, murah, dan dapat dipercaya, serta dapat dilakukan pada passien rawat jalan dengan risiko sangat kecil. Dengan FNAB tindakan bedah dapat dikurangi sampai 50% kasus nodul tiroid, dan pada kasus bersamaan meningkatkan ketepatan kasus keganasan pada tiroidektomi. FNAB pada nodul tiroid lebih baik jika dikombinasikan dengan guided ultrasonografi. Hasil FNAB ini digunakan untuk pemeriksaan sitologi. 3-5 Ultrasonografi (USG) Pemeriksaan ini dapat membedakan antara padat, cair, dan beberapa bentuk kelainan, tetapi belum dapat membedakan dengan pasti ganas atau jinak. Kelainan-kelainan yang dapat didiagnosis dengan USG: Kista, adenoma, kemungkinan karsinoma, tiroiditis.6 Nuklear Scan/ Radioactive Iodine Uptake(RAI-U) RAI-U test membantu menegakkan diagnosis karena dapat membedakan antara pasien dengan penyakit Gaves, Struma multinodular toksik atau tiroiditis. Dalam tes ini, I-123 lebih banyak digunakan secara oral akan diukur kadarnya dalam darah setelah beberapa jam, kemudian diikuti dengan pemeriksaan x-ray/foto polos untuk menevaluasi konsentrasi iodine dalam kelenjar tiroid. Pasien disarankan puasa terlebih dahulu sebeum memulakan tes dan riwayat penggunaan obat-obatan dan supplement yang mungkin bisa menggangu hasil tes harus didapatkan daripada pasien. Kelenjar tiroid yang overactive biasanya menangkap lebih banyak kadar iodine dari kelenjar tiroid yang normal sehingga kelihatan jelas pada foto polos. (a) Nodul dingin atau ‘cold nodule’ bila penangkapan yodium sedikit atau kurang dibandingkan sekitarnya. Contohnya pada Hashimoto’s thyroiditis dimana RAI-U rendah disertai dengan ‘patchy hot spot’ pada kelenjar. (b) Nodul panas atau ‘hot nodule’ bila penangkapan yodium lebih banyak dari pada sekitarnya. Keadaan ini memperlihatkan aktivitas yang berlebih. Contohnya pada penyakit Graves. (c) Nodul hangat bila penangkapan yodium sama dengan sekitarnya. Ini berarti fungsi nodul sama dengan bagian tiroid yang lain. Jika pasien menghidap hipertiroid bukan disebabkan oleh penyakit Graves tetapi disebabkan adanya nodul pada tiroid, maka akan terlihat nodul tiroid sebagai ‘hot nodul’ dan kelenjar tiroid yang lainnya ‘cold’.6 CT Scan



Biasa memakai kontras media terutama evaluasi ekstensi tumor ekstra glandular, KGB metastasis dan evaluasi mediastinum atas. Evaluasi pembesaran difuse/noduler, massa dan membedakan massa dari thyroid atau dari organ sekitar thyroid. Mengevaluasi laryng, trachea (penyempitan, deviasi dan invasi) termasuk vaskular invasi dan displacement. Penderita dengan hyperthyroid dapat menimbulkan keadaan hyperthyroid yang lama pasca pemberian kontras. Penggunaannya lebih diutamakan untuk mrngrtahui posisi anatomi dari nodul atau jaringan tiroid terhadap organ sekitarnya seperti diagnosis struma aub-sternal. 5,6 MRI Digunakan untuk mengevaluasi tumor thyroid dengan ekstensi ke mediastinum, dengan menggunakan kontras Gadolinium untuk optimalisasi image dengan fat suppression.5,6 Pemeriksaan kadar TSH Kadar TSH akan juga menggambarkan status tiroid secara keseluruhan. Selanjutnya bila terjadi kenaikan atau penurunan kadar hormon tiroid (terutama T4 bebas) sedikit saja, akan terjadi penglepasan TSH yang berbanding terbalik sekitar 10 kali. Fakta ini memperkuat pendapat bahwa TSH tidak selalu tepat menggambarkan status tiroid sesaat. Misalnya setelah pengobatan hipertiroidisme atau hipotiroidisme dan terjadi perubahan mendadak kadar hormon tiroid, maka diperlukan waktu berminggu-minggu agar keseimbangan T4 bebas dan TSH pulih kembali.6,7 Pemeriksaan T3 dan T4 Thyroxine(T4) dan triodothyronin(T3) adalah hormon yang dihasilkan tiroid dan berfungsi untuk metabolisme.Peninggian kedua jenis hormon ini ataupun salah satunya dapat menandakan adanya peningkatan pada fungsi tiroid dan sebaliknya. 3,7 Working Diagnosis Struma nodusa non toksik Pembesaran dari kelenjar tiroid yang berbatas jelas tanpa gejala-gejala toksisitas hipertiroid. Penyebab paling banyak dari struma non toxic adalah kekurangan iodium. Akan tetapi pasien dengan pembentukan struma yang sporadis, penyebabnya belum diketahui. Struma non toxic disebabkan oleh beberapa hal, yaitu: (a) Kekurangan iodium: Pembentukan struma terjadi pada defisiensi sedang yodium yang kurang dari 50 mcg/d. Sedangkan defisiensi berat



iodium adalah kurang dari 25 mcg/d dihubungkan dengan hypothyroidism dan cretinism; (b) Kelebihan yodium: jarang dan pada umumnya terjadi pada preexisting penyakit tiroid autoimun; (c)



Goitrogen:



yang



terdiri



dari



obat



Propylthiouracil,



litium,



phenylbutazone,



aminoglutethimide, expectorants yang mengandung yodium; (d) Agen lingkungan : Phenolic dan phthalate ester derivative dan resorcinol berasal dari tambang batu dan batubara; (e) Makanan, Sayur-Mayur jenis Brassica (misalnya, kubis, lobak cina, brussels kecambah), padi-padian millet, singkong, dan goitrin dalam rumput liar.7,8 Differential diagnosis Struma nodusa toksik Kebanyakan pasien dengan struma nodular toksik menunjukkan symptom yang tipikal dengan hipertiroid seperti tidah tahan terhadap udara panas, palpitasi, tremor, kehilangan berat badan, kelaparan dan peningkatan frekuensi pergerakan saluran cerna. Pada pasien yang berusia tua terdapat beberapa gejala atipikal diantaranya anoreksia dan konstipasi, komplikasi cardiovascular yang mempunyai riwayat atrial fibrilasi, Penyakit jantung kongestif ataupun angina. Struma yang membesar secara signifikan bisa menyebabkan symptom yang berhubungan dengan oobstruksi mekanik seperti: dysphagia, dyspnea ataupun stridor. Kebanyakan pasien mengetahui mengalami hipertiroidism ketika skrining rutin. Kebanyakan pada hasil lab menunjukkan penekanan TSH dengan lvel throxine (T4) yang normal.8 Struma difusa toksik (grave disease) Grave disease merupakan penyakit autoimun yang ditandai dengan produksi antibody terhadap reseptor TSH pada folikel tiroid sehingga merangsang kelenjar tiroid untuk membentuk hormin tiroid secara terus menerus. Kecenderungan orang mengalami grave disease merupakan pengaruh dari lingkungan dan genetic. Salah satu tanda yang ditemukan pada grave disease adalah oftalmopati graves (exophtalmus) terutama disebabkan oleh peranan sitokin yang mengakibatkan terjadinya perubahan structural pada jaringan otot mata. Perempuan lebih cenderung terkena penyakit ini disbanding laki-laki.8 Struma multi nodusa toksik (plummer disease) Beberapa hal yang dicurigai merupakan penyebab terjadinya hipertiroidisme adalah rendahnya uptake dari iodine yang menyebabkan rendahnya kadar T4 dalam tubuh. Keadaan ini akan memaksa kompensasi berupa hyperplasia pada kelenjar tiroid yang ditunjukkan untuk



memenuhi kecukupan T4 yang diperlukan. Peningkatan replikasi kelenjar tiroid akan mengakibatkan mutasi dari reseptor TSH dan menghasilkan nodul-nodul.8



Ca tiroid Karsinoma tiroid merupakan keganasan terbanyak ke-9 di antara 10 kanker terbanyak. Insidensnya lebih tinggi di negara endemik struma, terutama jenis folikular dan jenis berdiferensiasi buruk/anaplastik. Nodul tiroid dapat dijumpai pada semua usia. Insidensnya meningkat seiring dengan meningkatnya usia dengan puncaknya pada usia antara 21-40 tahun. Wanita 2-4 kali lebih sering mengalami nodul ini daripada laki-laki. 7,8 Keganasan tiroid berasal dari sel folikel tiroid dan dapat diklasifikasikan menjadi berdiferensiasi baik, yaitu bentuk papilar, folikular, atau campuran keduanya, medular yang berasal dari sel parafolikular dan mengeluarkan kalsitonin, serta berdiferensiasi buruk/anaplastik. Perubahan dari struma menjadi karsinoma anaplastik biasa terjadi pada usia lanjut. Radiasi daerah leher merupakan salah satu faktor risiko yang penting. Risiko menderita karsinoma tiroid akibat radiasi biasanya juga bergantung pada usia. Bila radiasi terjadi pada usia lebih dari 20 tahun, korelasi risikonya menjadi kurang bermakna. Terdapat beberapa kriteria klinis yang dapat menunjukkan bahwa suatu tumor tiroid bersifat ganas, antara lain usia 50 tahun, riwayat terpapar radiasi leher pada masa kanak-kanak, pembesaran kelenjar tiroid yang cepat, struma dengan suara parau, disfagia, nyeri spontan, riwayat keluarga menderita kanker, struma hiperplasia yang tetap membesar setelah diberikan tiroksin, dan sesak napas.7,8 Etiologi Struma dapat terjadi akibat kekurangan yodium yang dapat menghambat pembentukan hormon tiroid oleh kelenjar tiroid sehingga terjadi pula penghambatan dalam pembentukan TSH oleh hipofisis anterior. Hal tersebut memungkinkan hipofisis mensekresikan TSH dalam jumlah yang berlebihan. TSH kemudian menyebabkan sel-sel tiroid mensekresikan tiroglobulin dalam jumlah yang besar (kolid) ke dalam folikel, dan kelenjar tumbuh makin lama makin bertambah besar. Akibat kekurangan yodium maka tidak terjadi peningkatan pembentukan T4 dan T3, ukuran folikel menjadi lebih besar dan kelenjar tiroid dapat bertambah berat sekitar 300-500 gram.7



Selain itu, struma dapat disebabkan kelainan metabolik kongenital yang menghambat sintesa hormon tiroid, penghambatan sintesa hormon oleh zat kimia (goitrogenic agent), proses peradangan atau gangguan autoimun, seperti penyakit Graves. Pembesaran yang didasari oleh suatu tumor atau neoplasma dan penghambatan sintesa hormon tiroid oleh obat-obatan misalnya thiocarbamide, sulfonylurea dan litium, gangguan metabolik, misalnya struma koloid dan struma non toksik (struma endemik).6,7 Struma nodusa tanpa disertai tanda-tanda hipertiroidisme dan hipotiroidisme disebut struma nodusa nontoksik. Biasanya tiroid sudah mulai membesar pada usia muda, awalnya difus, dan berkembang menjadi multinodular.8 Epidemiologi Prevalensi nodul tiroid berkisar antara 5% sampai 50% bergantung pada populasi tertentu dan sensitifitas dari teknik deteksi; prevalensi nodul tiroid meningkat sesuai dengan umur, keterpajanan terhadap radiasi pengion dan defisiensi iodium.Di Amerika Serikat prevalensi nodul tiroid soliter sekitar 4-7% dari penduduk dewasa, 3-4 kali lebih sering pada wanita dibandingkan pria. Nodul akan ditemukan lebih banyak pada waktu operasi, autopsi, dan dari hasil pemeriksaan ultrasonografi yang luput atau tidak terdeteksi secara klinik. Pada autopsi nodularitas ditemukan pada sekitar 37% dari populasi, 12% di antaranya dari kelompok yang tadinya dianggap sebagai nodul soliter. Untungnya hanya sebagian kecil yaitu hanya kurang dari 5% nodul tiroid soliter ganas. Belum ada data epidemiologi mengenai prevalensi nodul tiroid di berbagai daerah di Indonesia yang dikenal memiliki tipologi geografis dan konsumsi iodium yang bervariasi.3 Patofisiologi Gangguan pada jalur TRH-TSH hormon tiroid ini menyebabkan perubahan dalam struktur dan fungsi kelenjar tiroid gondok. Rangsangan TSH reseptor tiroid oleh TSH, TSHResepor Antibodi atau TSH reseptor agonis, seperti chorionic gonadotropin, akan menyebabkan struma difusa. Jika suatu kelompok kecil sel tiroid, sel inflamasi, atau sel maligna metastase ke kelenjar tiroid, akan menyebabkan struma nodusa.3 Defisiensi dalam sintesis hormon tiroid akan menyebabkan peningkatan produksi TSH. Peningkatan TSH menyebabkan peningkatan jumlah dan hiperplasi sel kelenjar tiroid untuk menormalisir level hormon tiroid. Jika proses ini terus menerus, akan terbentuk struma.



Iodium merupakan bahan utama yang dibutuhkan tubuh untuk pembentukan hormon tiroid. Bahan yang mengandung iodium diserap usus, masuk ke dalam sirkulasi darah dan ditangkap paling banyak oleh kelenjar tiroid. Dalam kelenjar, iodium dioksidasi menjadi bentuk yang aktif yang distimuler oleh Tiroid Stimulating Hormon kemudian disatukan menjadi molekul tiroksin yang terjadi pada fase sel koloid. Senyawa yang terbentuk dalam molekul diiodotironin membentuk tiroksin (T4) dan molekul ioditironin (T3). Tiroksin (T4) menunjukkan pengaturan umpan balik negatif dari sekresi Tiroid Stimulating Hormon dan bekerja langsung pada tirotropihypofisis. Beberapa obat dan keadaan dapat mempengaruhi sintesis, pelepasan dan metabolisme tiroid sekaligus menghambat sintesis tiroksin (T4) dan melalui rangsangan umpan balik negatif meningkatkan pelepasan TSH oleh kelenjar hipofisis. Keadaan ini menyebabkan pembesaran kelenjar tiroid.7 Struma mungkin bisa diakibatkan oleh sejumlah reseptor agonis TSH. Yang termasuk stimulator reseptor TSH adalah reseptor antibodi TSH, kelenjar hipofisis yang resisten terhadap hormon tiroid, adenoma di hipotalamus atau di kelenjar hipofisis, dan tumor yang memproduksi human chorionic gonadotropin.9 Beberapa obat dan keadaan dapat mempengaruhi sintesis, pelepasan dan metabolisme tyroid sekaligus menghambat sitesis tiroksin dan melalui rangsangan umpan balik negatif pelepasan TSH oleh kelenjar hypofisis. 5 kelainan sintesis sebagai berikut: (a) Gangguan transport iodin; (b) Kekurangan peroksidase dengan gangguan oksidasi iodida jadi iodin dalam tiroglobulin; (c) Gangguan emasangan tiroksin beriodin menjadi triidotironin atau tetraiodotironin; (d) Tidak adanya atau defisiensi deidodinase iodotirosin, sehingga iodin tidak tersimpan dalam kelenjar; (e) Produksi berlebihan dari iodoprotiroid. Kemudian dapat melibatkan gangguan sintesis tiroglobulin abnormal. Pada semua sindrom-sindrom ini, gangguan produksi hormon tiroid diperkirakan berakibat timbulnya pelepasan TSH dan pembentukan goiter.7,9 Gejala klinik Struma nodosa dapat menyebabkan pendorongan trakea ke arah kontralateral tanpa menimbulkan gangguan akibat obstruksi pernapasan. Penyempitan yang hebat dapat menyebabkan gangguan pernapasan dengan gejala stridor inspiratoar. Secara umum, struma adenomatosa benigna hanya menimbulkan keluhan rasa berat di leher, adanya benjolan yang bergerak naik turun waktu menelan, dan alasan kosmetik. Jarang terjadi hipertiroidisme pada struma adenomatosa. Struma dapat meluas sampai ke mediastinum anterior superior, terutama



pada bentuk nodulus yang disebut struma retrosternum. Umumnya, struma retrosternum tidak turun naik pada gerakan menelan karena apertura toraks terlalu sempit. Seringkali struma ini berlangsung lama dan bersifat asimptomatik, sampai terjadi penekanan pada organ atau struktur sekitarnya. Penekanan ini akan memberikan gejala dan tanda penekanan trakea atau esofagus. Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan foto rontgen atau iodium radioaktif.7 Penatalaksanaan Medikamentosa Terapi supresi dengan I-tiroksin. Terapi supresi dengan hormone tiroid (levotiroksin) merupakan pilihan paling seringa dan mudah dilakukan.Terapi supresi dapat menghambat pertumbuhan nodul serta mungkin bermanfaat pada nodul yang kecil. Bila kadar TSH sudah dalam keadaan tersupresi, terapi dengan I-tiroksin tidak diberikan. Terapi supresi dilakukan dengan memberikan I-tiroksin dalam dosis supresi dengan sasaran kadar TSH sekitar 0.1-0.3 mlU/ml. Biasanya diberikan selama 6-12 bulan, dan bila dalam waktu tersebut nodul tidak mengecil atau bertambah besar perlu dilakukan biopsy ulang atau disarankan operasi. Bila selama satu tahun nodul mengecil, terapi supresi dapat dilanjutkan.Pada pasien tertentu terapi supresi hormonal dapat diberikan seumur hidup, walaupun belum diketahui pasti manfaat terapi jangka panjang supresi tersebut. Yang perlu diwaspadai adalah terapi supresi hormonal jangka panjang yang dapat menumbulkan keadaan hipertiroidisme subklinik dengan efek samping berupa osteopenia atau gangguan pada jantung. Terapi supresi hormonal tidak akan menimbulkan osteopenia pada pria atau wanita yang masih dalam usia produktif, namun dapat memicu terjadinya osteoporosis pada wanita pascamenopause walaupun ternyata tidak selalu disertai dengan peningkatan kejadian fraktur.3 Suntikan ethanol perkutan Penyuntikan etanol pada jaringan tiroid akan menyebabkan dehidrasi seluluer, denaturasi protein dan nekrosis koagulatif pada jaringan tiroid dan infark hemoragik akibat thrombosis vascular; akan terjadi juga penurunan aktivitas enzim pada sel-sel yang masih viable yang engelilingi jaringan nekrotik. Nodul akan diketlilingin oleh reaksi granulomatosa dengan multinucleated giant cells, dan kemudian secara bertahan jaringan tiroid diganti dengan jaringan parut granulomatosa.



Terapi sklerosing dengan etanol dilakukan pada nodul jinak padat atau kistik dengan menyuntikkan larutan etanol; tidak banyak senter yang melakukan hal ini secara rutin karena tingkat keberhasilannya tidak begitu tinggi.Dalam 6 bulan ukuran nodul bias berkuran 45%.Disamping itu dapat terjadi efek samping yang serius terutama bila dilakukakn oleh operator yang tidak berpengalaman.Efek samping yang mungkin terjadi adalah rasa nyeri yang hebat, rembesan alcohol ke jaringan ekstratiroid, juga ada resiko tirotoksikosis dan paralisis pita suara.3



Terapi Iodium radioaktif (I-131) Terapi dengan I-131 dilakukan pada nodul tiroid autonomy atau nodul panas baik yang dalam keadaan eutiroid maupun hipertiroid. Terapi iodium radioaktif juga dapat diberikan pada struma multinodosa non-toksis terutama bagi pasien yang tidak bersedia dioperasi atau mempunyai resiko tinggi untuk operasi. Iodium radioaktif dapat mengurangi volume nodul tiroid dan memperbaiki keluhan dan gejala penekanan pada sebagian besar pasien. Yang perlu diperhatikan adalah keungkinan terjadinya tiroiditis radiasi dan disfungsi tiroid pasca-radiasi seperti hipertiroidisme selintas dan hipotiroidisme. Nonmedikamentosa Bedah Struma nodosa yang berlangsung lama biasanya tidak dapat lagi dipengaruhi dengan pengobatan supresi hormone tiroid, atau pemberian hormone tiroid. Penanganan struma lama adalah tiroidektomi subtotal dengan indikasi yang tepat. Pembedahan struma retroternum dapat dilakukan melalui insisis di leher, dan tidak memerlukan torakotomi karena perdarahan berpangkal pembuluh di leher. Jika letaknya di dorsal a.subclavia, pembedahan dilakukan dengan cara torakotomi.9 Laser Terapi nodul tiroid dengan laser masih dalam tahap eksperimental.Dengan menggunakan “lower power laser energy”, energy termik yang diberikan dapat mengakibatkan nekrosis nodul tanpa atau sedikit sekali kerusakan pada jaringan sekitarnya. Suatu studi tentang terapi laser yang dilakukan oleh Dossing dkk pada 30 pasien dengan nodul padat-dingin soliter jinak mendapatkan hasil : pengecilan volume nodul sebesar 44% yang berkolerasi dengan penurunan gejala



penekanan dan keluhan kosmetik, sedangkan pada kelompok control ditemukan peningkatan volume nodul yang tidak signifikan sebesar 7% setelah 6 bulan. Tidak ditemukan efek samping yang berarti. Tidak ada korelasi antara deposit energy termal dengan pengurangan volume nodul serta tidak ada perubahan pada fungsi tiroid.9 Prognosis Prognosis dari struma nodusa nontoksis yang ditangani secara cepat dan benar memberikan hasil yang baik. Sehingga penyembuhan dapat terlaksana dengan baik yaitu dengan cara pemberian obat dan proses pembedahan pada goiter yang besar.2 Komplikasi Struma yang dibiarkan saja dan tidak segera ditangani, maka akan bisa berkembang menjadi struma multinoduler yang toxic bahkan bisa menjadi keganasan yaitu karsinoma tiroid yang mengakibatkan memburuknya prognosis penderitanya. Komplikasi umumnya terjadi bila di lakukan pembedahan antara lain: (a) Perdarahan; (b) Masalah terbukanya vena besar dan menyebabkan embolisme udara; (c) Trauma pada nervus laryngeus recurrens. menimbulkan paralisis sebagian atau total (jika bilateral) laring. Pengetahuan anatomi bedah yang adekuat dan kehati-hatian pada operasi seharusnya mencegah cedera pada saraf ini atau pada nervus laryngeus superior; (d) Memaksa sekresi glandula ini dalam jumlah abnormal ke dalam sirkulasi dengan tekanan; (e) Sepsis yang meluas ke mediastinum; (f) Hipotiroidisme pasca bedah akibat terangkatnya kelenjar paratiroid.10 Pencegahan Tujuan dari pencegahan adalah untuk mengurangi konsekuensi dari defisiensi yodium pada neonates dan anak. Metode prevensi yang direkomendasi adalah dengan menyuplai garam beryodium melalui program nasional. Untuk prevensi pada populasi yang tinggal pada area dengan defisiensi yodium dimana garam yodium tidak tersedia dan untuk penyembuhan bagi pasien dengan struma yakni dengan menggunakan minyak yodium, sesuai dengan protocol nasional. Untuk informasi (sesuai dengan WHO):



Hindari asupan zat goitrogen dan asupan yodium yang cukup. Zat goitrogen terdapat ada makanan pokok yang dikonsumsi seperti singkong dan jenis padi tertentu. Yodium dapat diberikan oral atau dalam bentuk lain. Pemeriksaan klinis kelenjar tiroid secara berkala sangat penting.11 Kesimpulan Struma nodusa nontoksik adaalah pembesaran dari kelenjar tiroid yang penyebabnya multifaktoral umunya disebabkan oleh defiensi yodium maupun faktor goitrogen. Penyakit ini bila ditangani dengan cepat dan tepat akan memberikan hasil yang baik



Daftar pustaka 1. Abdurrahman N, et al. Penuntun anamnesis dan pemeriksaan fisis. Cetakan ke-3. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2005. h. 288-90. 2. Jonathan Gleadle. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Erlangga;2007.h.98-99 3. Sudoyo AW, et al. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid II. Ed 5. Jakarta: Interna Publishing; 2009. h. 2022-37. 4. American Thyroid Association. Radioactive Iodine Use for Thyroid Diseases. American Thyroid Association. United States. 2005. Available at: www.thyroid.org. Access on: February 19, 2007. 5. Sherwood L. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Ed 2.Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2001.h.609. 6. Cobin RH, Gharib H, et all. Endocrine Practice, In: AACE/AAES Medical/ Surgical Guidelins For Clinical Practice: Management of Thyroid Carcinoma. Volume 7. Number 3. American College Of Endocrinology. United States. 2001. Available at: http://www.aace.com/pub/pdf/guidelines/thyroid_carcinoma.pdf. Access on: February 19, 2007. 7. Tjokroprawiro A, Hendromartono, Sutjahjo A, et al. Endokrin metabolik. Jilid I. Jakarta: Airlangga University press; 2006.h.70-99. 8. Brunicardi FC. Schwartz’s Principles of Surgery. 9th ed. United States : McGraw-Hill Companies, Inc; 2010 9. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi, konsep klinis proses-proses penyakit. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2005. h.1232-236. 10. Sabiston DC. Buku ajarbedah. Edisi-2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 1995.h.425-26. 11. Broek I, Harris N, Henkens M, Mekaoui H, Palma PP, Szumilin E, et al. Clinical Guidelines Diagnosis and Treatment Manual. 2010 ed. French : Medecins Sans.