Els Prak 2 Fixx [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA PERBANDINGAN BIOAVAIBILITAS SEDIAAN LEPASLAMBAT DAN TABLET BIASA



Kelas Kelompok Nama NIM



:A : I (Satu) : Elisticia Mopangga : 17101105016



PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SAM RATULANGI MANADO 2019



PERBANDINGAN BIOAVAIBILITAS SEDIAAN LEPAS-LAMBAT DAN TABLET BIASA



I.



Tujuan Percobaan Mengetahui perbedaan ketersediaan hayati (bioavaibilitas) antara sediaan lepaslambat dengan tablet biasa



II. Dasar Teori Syarat terpenting suatu produk obat adalah zat aktifnya dapat mencapai bagian tubuh tempat obat itu diharapkan bekerja, serta dalam jumlah yang cukup untuk memberikan respon farmakologis. Syarat ini disebut ketersediaan obat secara biologis atau bioavailabilitas (biological availability). Biological availability (ketersediaan biologis) adalah jumlah relatif obat atau zat aktif suatu produk obat yang diabsoprsi, serta kecepatan obat itu masuk ke dalam peredaran darah sistemik. Obat dinyatakan available (tersedia) jika setelah diabsoprsi obat tersebut tersedia untuk bekerja pada jaringan yang dituju dan memberikan efek farmakologis setelah berikatan dengan reseptor di jaringan tersebut (Amidon,1995). Obat yang beredar dipasaran dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu , obat generic dan obat bermerek dagang . Obat generic merupakan obat jadi yang dipasarkan dengan nama umum (nama generic) bahan aktifnya sedangkan obat bermerk dagang merupakan obat jadi yang dipasarkan dengan nama dagang yang dipakai oleh masing – masing produsen (Ansel, 2005) Bioavabilitas atau ketersediaan hayati merupakan presentase dan kecepatan zat aktif dalam suatu produk obat yang mencapai/tersedia dalam sirkulasi sitemik dalam bentuk utuh/aktif setelah pemberian produk obat tersebut.bioavabilitas dapat diukur dari kadarnya dalam darah terhadap waktu atau dari ekskresinya dalam urin. Bioavailabilitas menunjukan suatu pengukuran laju dan jumlah bahan aktif atau bagian aktif yang diabsorbsi dari suatu produk obat dan tersedia pada site aksi. Untuk produk obat yang tidak ditujukan diabsorbsi ke dalam aliran darah, bioavailabilitas availabilitas absolut.Availabilitas absolute obat adalah availabilitas sistemik suatu obat setelah pemakaian ekstravaskuler misalnya oral, rectal, transderma, subkutan. Dibandingkan terhadap dosis i.v. availabilitas absolute suatu obat biasanya diukur dengan membandingkan AUC produk yang bersangkutan setelah pemberian ekstravaskuler dan i.v. pengukuran dapat dilakukan sepanjang VD dan ktidak bergantung pada rute pemberian (Shargel,2012) Penghantaran obat kereseptor atau tempat bekerjanya obat sering terhambat dengan adanya efek samping obat ataupun karena pelepasan obat tidak sesuai pada target kerjanya. Untuk itu obat dibuat dalam bentuk controlled relese atau sediaan lepas lambat terkendali. Sediaan lepas lambat terkendali mengatur pelepasan obat didalam tunuh yang dimaksudkan untuk mengaktikan obat pada reseptornya. Pemberian obat dengan sistem pelepasan terkendali juga untuk menjamin kerja farmakologis yang homogen, mengurangi efek samping obat yang merugikan serta mampu membuat lebih rendah biaya harian pasien karena lebih sedikit dosis yang harus digunakan.



Sistem pelepasan terkendali tidak bisa diterapkan pada semua jenis obat karena hanya obat-obat tertentu dan dengan karakteristik tertentu yang memungkinkan dibuat menjadi sediaan dengan sistem pelepasan terkendali. Diantaranya dengan waktu paruh eliminasi yang pendek, obat yang memiliki dosis terapi kecil dan untuk obat dengan jendela terapi yang sempit (Uppoor, 2014). Sediaan lepas lambat merupakan bentuk sediaan yang dirancang untuk melepaskan obatnya ke dalam tubuh secara perlahan-lahan atau bertahap supaya pelepasannya lebih lama dan memperpanjang aksi obat.Kebanyakan bentuk lepaslambat (sustained release) dirancang supaya pemakaian satu unit dosis tunggal menyajikan pelepasan sejumlah obat segera setelah pemakaiannya, secara tepatmenghasillkan efek terapeutik yang diinginkan secara berangsur angsur dan terusmenerus melepaskan sejumlah obat lainnya untuk mempelihara tingkat pengaruhnya selama periode waktu yang diperpanjang, biasanya 8 sampai 12 jam ( Hakim,2015). Bentuk sediaan tablet lepas lambat dirancang untuk melepaskan suatu dosis terapetik awal obat yang diikuti oleh suatu pelepasan obat yang lebih lambat dan konstan. Laju pelepasan dosis penjagaan dirancang sedemikian agar jumlah obat yang hilang dari tubuh melalui eliminasi diganti secara konstan. Dengan produk lepas lambat, konsentrasi obat dalam plasma yang konstan dapat dipertahankan dengan fluktuasi yang minimal (Hakim,2015). Berbagai macam bentuk sediaan padat dirancang untuk melepaskan obatnya ke dalam tubuh agar diserap secara cepat seluruhnya, sebaliknya produk lain dirancang untuk melepaskan obatnya secara perlahan-lahan supaya pelepasannya lebih lama dan memperpanjang kerja obat. Tipe obat yang disebutkan terakhir dikenal sebagai sustained-release(SR), sustained-action (SA), prolonged-action(PA),controlled-release(CR), extended-release (ER), timed-release (TR), dan long-acting(LA). Salah satu formulasi tablet lepas lambat adalah dengan membentuk sistem matrik, yaitu obat berada didalamnya atau dicampur dengan bahan matrik, dimana matrik dapat berasal dari bahan yang bersifat hidrofil atau hidrofob, sehingga dapat menghalangi pelepasan obat secara cepat( Hakim,2015). Vitamin C mempunyai rumus C6H8C6 dalam bentuk murni merupakan kristal putih,tak berwarna, tidak bau dan mencair pada suhu 190-192° C. Senyawa ini bersifat reduktor kuat dan mempunyai rasa asam. Sifat yang paling utama vitamin C adalah kemampuan mereduksi yang kuat dan mudah teroksidasi yang dikatalis oleh beberapa logam terutama.Vitamin C merupakan senyawa yang sangat mudah larut dalam air, mempunyai sifat asam dan sifat pereduksi yang kuat. Sifat tersebut terutama disebabkan adanya struktur radial yang berkonjugasi dengan gugus karbonil dalam cincin lekton. Bentuk vitamin C yang ada di alam terutama adalah L-asam askorbat, D-asam askorbat jarang terdapat dialam dan hanya dimiliki 10% aktivitas vitamin C. Vitamin C merupakan nutrien dan vitamin yang larut dalam air dan penting untuk kehidupan serta untuk menjaga kesehatan. Vitamin ini juga dikenal dengan nama kimia dari bentuk utamanya yaitu asam askorbat. Asam askorbat mempunyai struktur yang mirip monosakarida, tetapi struktur ini mempunyai beberapa gambaran yang tidak lazim. Senyawa ini adalah lakton tak jenuh beranggotakan lima dengan dua gugus hidroksilvpada ikatan ganda duanya. Struktur enadiol seperti ini jarang ditemukan (Girindra,1986).



III. Percobaan 1. Alat dan Bahan a. Bahan - Sampel urine dari probandus yang telah minum: vitamin C (lepas-lambat) dan vitamin C (tablet biasa) - Aquadest - Vitamin C b. Alat - Alat-alat gelas - Spektrofotometer UV-Vis - Lumpang dan alu 2. Prosedur Kerja a. Pembuatan Baku Induk 0,01 % b/v 1) Ditimbang baku vitamin C sebanyak 0,01 gram. 2) Dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL. 3) Ditambahkan dengan aquades sebanyak 50 mL, lalu diaduk sampai larut. 4) Ditambah dengan aquades sampai tanda batas, lalu dikocok sampai homogen. b. Pembuatan Baku Seri 0.001; 0,0008; 0,0006; 0,0004; dan 0,0002 % b/v 3. Dipipet 1 mL;0,8 mL;0,6 mL;0,4 mL dan 0,2 mL dari baku induk 0,01 % b/v. 4. Dimasukkan masing-masing ke dalam tabung reaksi. 5. Ditambahkan aquades add sampai 10 mL, lalu dikocok hingga homogen. c. Pembuatan Kurva Kalibrasi Baku a. Dipipet larutan baku seri 0.001; 0,0008; 0,0006; 0,0004; dan 0,0002 % b/v ke dalam kuvet. b. Diukur absorbansi baku seri pada panjang gelombang 265 nm. c. Buat persamaan regresi linier Konsentrasi (x) vs Absorbansi (y) d. Sampling Urine dan Pengukuran Kadar Vitamin C a. Probandus vitamin C satu kali dosis (catat waktunya) dan berpuasa semalaman, hanya diperbolehkan minum air yang cukup. b. Menampung tiap kali mengurine (catat waktu dan volume urine yang keluar). Tiap kali mengurine dimasukkan dalam wadah yang berbeda dan dilabeli waktu dan volumenya. c. Tiap sampel urine dipipet sebanyak 10 mL dan dimasukkan kedalam tabung reaksi. d. Ditentukan kadar dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang (λ) 265 nm. Dibandingkan dengan kurva kalibrasi dan dilakukan perhitungan kadar.



IV. Data Hasil Percobaan a. Hasil absorbansi baku seri dengan berbagai konsentrasi Konsentrasi



Absorbansi



(ppm) 10



0,115



8



0,286



6



0,091



4



0,086



2



0,083



b. Buat kurva kalibrasi baku vitamin C



Kurva Kalibrasi baku Vitamin C Absorbansi



0.400 0.300



y = 0.0132x + 0.053 R² = 0.2308



0.200 0.100 0.000 0



2



4



6



8



10



Konsentrasi Series1



Linear (Series1)



c. Hasil absorbansi sampel urine pada waktu yang berbeda 1) Probandus yang telah minum vitamin C (lepaslambat)



t (waktu) 12:00



Volume (mL) 110



Absorbansi 0,986



04:00



91



3,833



07:00



100



1,933



2) Probandus yang telah minum vitamin C (tablet biasa)



12



t (waktu)



Volume (mL)



Absorbansi



12:00



60



3,754



04:00



80



1,651



07:00



70



0,531



d. Perhitungan kadar vitamin C menggunakan rumus: Y = bx + a y = 0,0132x + 0,053  0,001% b/v → y = 0,115 x = y – 0,053 0,0132 x = 0,113 – 0,053 0,0132 x = 4,69  0,0008% b/v → y = 0,286 x = y – 0,053 0,0132 x = 17,65  0,0006% b/v → y = 0,091 x = y – 0,053 0,0132 x = 0,091 – 0,053 0,0132 x = 2,87  0,0004% b/v → y = 0,086 x = y – 0,053 0,0132 x = 0,086 – 0,053 0,0132 x = 2,5  0,0002% b/v → y = 0,083 x = y – 0,053 0,0132 x = 0,083 – 0,053 0,0132 x = 2,27



 Perhitungan Kadar Vitamin C A. Vitamin Lepas-lambat



Jam 12:00 → y = 0,986 x = y – 0,053 0,0132 x = 0,986 – 0,053 0,0132 x = 70,681 Jam 04:00 → y = 3,833 x = y – 0,053 0,0132 x = 3,833 – 0,053 0,0132 x = 286,363 Jam 07:00 → y = 1,933 x = y – 0,053 0,0132 x = 1,933 – 0,053 0,0132 x = 142,424



B. Vitamin C Tablet biasa Jam 12:00 → y = 3,754 x = y – 0,053 0,0132 x = 3,754 – 0,053 0,0132 x = 280,378 Jam 04:00 → y = 1,651 x = y – 0,053 0,0132 x = 1,651 – 0,053 0,0132 x = 121,060 Jam 07:00 → y = 0,531 x = y – 0,053 0,0132 x = 0,531 – 0,053 0,0132 x = 36,212



V. Analisa Data a. Hasil perhitungan kadar vitamin C pada sediaan lepas-lambat dan tablet biasa Sediaan Lepas-lambat



Tablet biasa



t (waktu) 12:00 04:00 07:00 12:00 04:00 07:00



Absorbansi 0,986 3,833 1,933 3,754 1,651 0,531



Kadar (mg/mL) 70,681 286,363 142,424 280,378 121,060 36,212



Tentukan jumlah vitamin C tiap sampel dengan rumus : Q = C x V dimana: Q : Jumlah vitamin C dalam urine C : Kadar vitamin C V : Volume urine b. Hasil perhitungan jumlah vitamin C dalam urine antara sediaan tablet lepaslambat dan tablet biasa Sediaan



t (waktu)



C (konsentrasi)



V (volume)



Q (jumlah)



12:00



70,681



Lepas-lambat



04:00



286,363



110 91



26.059,033



7.774,91



Tablet biasa



07:00 12:00 04:00



142,424 280,378 121,060



108 60 80



15.381,792 16.822,68 9.684,8



07:00



36,212



70



2.534,84



c.



Buat kurva yang menghubungkan t (waktu) dengan Q (jumlah obat) 30,000.00 25,000.00 20,000.00 15,000.00



Series1



10,000.00 5,000.00 0.00 12.00



04.00



07.00



Kurva sediaan lepas-lambat



18,000.00 16,000.00 14,000.00 12,000.00 10,000.00 8,000.00 6,000.00 4,000.00 2,000.00 0.00



Series1



12.00



04.00



07.00



Kurva Tablet Biasa



VI. PEMBAHASAN Pada praktikum ini dilakukan percobaan tentang membandingkan profil bioavailabilitas dari vitamin c tablet lepas lembat (vitalong C) dengan tablet biasa (vitamin ipi) dengan menggunakan data urin. Vitamin c diminum sehari sebelum percobaan,pada pukul 08.00 malam. Hal ini untuk memaksimalkan proses biofarmasetik dimana obat akan diabsorbsi, distribusi, dimetabolisme dan terakhir diekskresi melalui urine. Perlu dilakukan pengukuran volume urine agar dapat ditentukan berapa jumlah obat (vitamin c) yang telah diekskresikan. Semakin banyak volume urine yang dihasilkan, semakin banyak pula senyawa yang terdapat didalamnya (Mutschler, 1991) Dari hasil absorbansi baku seri dari berbagai konsentrasi yang didapatkan terlihat datanya kurang baik saat dianalisis mendapati absorbansi 0,115 , 0,286 , 0,091 , 0,086 , 0,083 , mengapa kurang baik karena nilai absorbansi yang masuk dalam range yang baik terdapat pada rentang 0,2-0,8 . sehingga apabila ada urine yang absorbansinya lebih dari 0,8 maka perlu dilakukan pengenceran ( Shargel,2012). Pada hasil pembuatan kurva kalibrasi diperoleh koefisien korelasi sebesar 𝑅 2 =0,2308 , tujuan pembuatan kurva kalibrasi untuk melihat linearitas hubungan antara konsentrasi vitamin C dengan serapan yang diberikan. Yang mempengaruhi linearitas misalnya dalam pemipetan serta reaksi kimia yang terjadi sehingga sulit untuk memperoleh nilai koefisien korelasi sebesar 0,9999 ( Shargel, 2005). Pada hasil perhitungan dalam urine yang didapatkan untuk tablet lepas lambat jumlah vitamin c dalam urine meningkat perlahan-lahan dari jam 12.00 sampai pada jam 04.00 hal ini dikarenakan tablet lepas lambat kadar obat akan dilepaskan sedikit demi sedikit sehingga pelepasannya akan lebih stabil. Tablet lepas lambat pelepasan untuk zat aktifnya dimodifikasi sehingga tablet tersebut melepaskan dosis awal yang cukup untuk efek terapi yang kemudian disusul dengan dosis pemeliharaan (Mutschler, 1991). Sedangkan pada tablet biasa jumlah vitamin c menurun setiap sampel hal ini tidak sesuai dengan teori dimana Setelah terabsorbsi obat tersebut akan berinteraksi dengan molekulmolekul yang penting secara fungsional dalam tubuh (reseptor) sehingga menghasilkan respon biologis, jika proses biofarmasetik berlangsung dengan baik maka seharusnya jumlah vitamin C meningkat dalam urin. Proses biofarmasetik sendiri adalah proses yang menggambarkan obat mulai pemberian sampai terjadinya penyerapan zat aktif kemudian diekskresikan (Mutschler, 1991). Data hasil untuk kadar vitamin c juga menurun setiap sampelnya hal ini juga tidak sesuai karena Untuk tablet biasa kadar obat akan meningkat sesuai dengan lamanya waktu, sehingga saat pengambilan urin pertama kali setelah pemberian obat konsentrasinya sedikit dan pada saat pengambilan urin yang terakhir konsentrasinya semakin banyak. Faktor yang menyebabkan hasil pengamatan tidak sesuai dengan teori kemungkinan adalah faktor fisiologis probandus, rentang waktu pengambilan urine yang tidak teratur, volume air yang diminum ataupun penggunaan obat lain secara bersamaan ( Shargel, 2005).



VII. SARAN Dalam melakukan praktikum diharapkan ketersediaan alat-alat lab yang digunakan lengkap, seperti gelas ukur yang kurang sehingga menghambat kegiatan praktikum. Sebaiknya juga semua yang beada dalam laboratorium menggunakan jas lab baik yang melakukan praktikum maupun yag mendampingi praktikum agar sesuai dengan etika masuk dalam laboratorium. Dan diharapkan pada saat praktikum berjalan praktikan lebih teliti lagi dalam melakukan percobaan sehingga meminimalisir terjadinya kesalahan dan ketidaktepatan hasil uji.



DAFTAR PUSTAKA Amidon, Geral dkk. 1995. A theoretical basis for a biopharmaceutics drug classification : the correlation of in vitro drug product dissolution and in vivo bioavailability. Pharm. Res. 12(3): 413-420 Ansel, 2005 . Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, UI Press, Jakarta Girindra, A . 1986 . Biokimia Jilid 1 . Jakarta : Gramedia. Hakim, L. 2015. Farmakokinetik Klinis. Yogyakarta: Bursa Ilmu. Hal.305-313 Mutschler, ernest. 1991. Dinamika Obat edisi kelima . Graha Ilmu : Yogyakarta Shargel, L.dkk. 2012. Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan. Edisi Kelima. Surabaya: Airlangga University Press. Hal. 51-53, 73-75,161-163,453-457 Shargel, L dkk. 2005. Biofarmasetika dan farmakokinetika terapan edisi kedua . Airlangga university Press : Surabaya. Hal 53,57,177-184,201-205,207,209. Uppoor, RS dkk .2014 . Biowaiver and Biopharmaceutic Classification System. Dalam: Yu LX dan Li BV (eds) FDA Bioequivalence Standards. 119-137.