Fraktur Pada Anak: Perbedaan Tulang Anak-Anak Dengan Dewasa [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Fraktur pada Anak Posted by dokterhasan on February 1, 2009 PRINSIP FRAKTUR PADA ANAK-ANAK



Perbedaan tulang anak-anak dengan dewasa Anak-anak adalah berbeda dengan dewasa. Hal ini sangat penting diketahui bahwa keberhasilan diagnostik dan terapi penyakit ortopedik pada kelompok usia ini berbeda, karena sistem skeletal pada anak-anak baik secara anatomis, biomekanis, dan fisiologi berbeda dengan dewasa. Adanya growth plate (atau fisis) pada tulang anak-anak merupakan satu perbedaan yang besar. Growth plate tersusun atas kartilago. Ia bisa menjadi bagian terlemah pada tulang anak-anak terhadap suatu trauma. Cidera pada growth plate dapat menyebabkan deformitas. Akan tetapi adanya growth plate juga membantu remodeling yang lebih baik dari suatu fraktur yang bukan pada growth plate tersebut. Di bawah ini adalah beberapa karakteristik struktur dan fungsi tulang anak yang membuatnya berbeda : Remodelling Tulang immatur dapat melakukan remodelisasi jauh lebih baik daripada dewasa. Karena adanya aktivitas dari populasi sel yang banyak, kerusakan pada tulang dapat diperbaiki lebih baik dari pada kerusakan yang terjadi pada dewasa. Struktur anatomis tulang anak-anak juga mempunyai fleksibilitas yang tinggi sehingga ia mempunyai kemampuan seperti “biological plasticity”. Hal ini menyebabkan tulang anak-anak dapat membengkok tanpa patah atau hancur; sehingga dapat terjadi gambaran fraktur yang unik pada anak yang tidak dijumpai pada dewasa, seperti pada fraktur buckle (torus) dan greenstick. Ligamen Seperti jaringan, ligamen adalah satu jaringan yang “age-resistant” dalam tubuh manusia. Tensile strength (kekuatan tegangan) pada ligamen anak-anak dan dewasa secara umum sama. Meskipun



kekuatan tulang, kartilago, dan otot cenderung berubah, struktur ligamen tetap tidak berubah seiring pertumbuhan dan perkembangan. Periosteum Bagian terluar yang menutupi tulang adalah lapisan fibrosa dense, yang pada anak-anak secara signifikan lebih tebal daripada dewasa. Periosteum anak-anak sebenarnya mempunyai sebuah lapisan fibrosa luar dan kambium atau lapisan osteogenik. Menurut Hence, periosteum anakanak mampu memberikan kekuatan mekanis terhadap trauma. Karena periosteum yang tebal, fraktur tidak cenderung untuk mengalami displace seperti pada dewasa, dan periosteum yang intak dapat berguna sebagai bantuan dalam reduksi fraktur dan maintenance. Sebagai tambahan, fraktur akan sembuh lebih cepat secara signifikan daripada dewasa. Growth Plate Growth plate atau fisis adalah lempeng kartilago yang terletak di antar epifisis (pusat penulangan sekunder) dan metafisis. Ini penting bagi pertumbuhan tulang panjang agar terjadi. Bagian ini juga menjadi satu titik kelemahan dari semua struktur tulang terhadap trauma mekanik. Fisis, secara histologik terdiri dari 4 lapisan, yaitu : a. Resting zone: Lapisan teratas yang terdiri dari sel-sel germinal yang datar dan merupakan tempan penyimpanan bahan-bahan metabolik yang akan digunakan nantinya. b. Proliferating zone: Sel-sel di area ini secara aktif bereplikasi dan tumbuh menjadi lempeng. Sel-sel tersebut disebut seperi tumpukan lempeng. Pada area ini, sel-selnya menggunakan bahan metabolik yang sebelumnya disimpan untuk perjalanan mereka ke metafisis. c. Hypertrophic zone: Sel-sel di area ini cenderung membengkak dan berubah menjadi lebih katabolik. Sel mempersiapkan matriks untuk mengalami kalsifikasi dan berubah menjadi tulang. Area ini menjadi letak terlemah secara mekanis. d. Calcified zone: Secara metabolik, matriks menyebar untuk deposisi garam kalsium, dan membentuk osteoid. Di daerah yang dekat metafisis, cabang-cabang pembuluh darah kecil menjalar ke lapisan basal dari lempeng fisis.



Gambar 1. Bagian-bagain dari tulang immatur Trauma pada anak-anak Bentuk fraktur yang unik pada anak-anak adalah hasil dari perbedaan biologis antara anak-anak dengan dewasa. Secara spesifik, keberadaan lempeng pertumbuhan (growth plate), periosteum yang tebal, serta kemampuan tulang anak-anak yang elastis seperti plastik, dan kemampuan mengalami remodelling adalah dasar dari gambaran fraktur yang khas pada anak-anak. Pendeskripsian fraktur anak-anak meliputi lokasi anatomi dan gambaran fraktur sebagaimana hubungan fragmen-fragmen fraktur dengan jaringan-jaringan didekatnya. Lokasi anatomi dari fraktur dapat dideskripsikan sebagai diafisis, metafisis, atau epifisis. Terdapat beberapa gambaran unik pada fraktur anak-anak. Deformasi plastik terjadi ketika tulang membengkok melebihi elastisitasnya, tanpa disertai fraktur yang nyata. Ini disebut fraktur green stick (sering terjadi di ulna) ketika tulang tampak menjadi bengkok tanpa adanya garis fraktur. Fraktur buckle atau torus terjadi karena kompresi aksial pada metafisial-diafisial junction. Fraktur-fraktur ini stabil dan menyembuh dalam 2-3 minggu dengan immobilisasi. Fraktur yang komplit atau lengkap dikelompokkan menurut arah garis fraktur. Fraktur preartikular dan artikular



Fraktur artikuler dan preartikuler pada anak-anak merupakan cidera yang tidak dapat dihindari melibatkan fisis. Baik terapi dan prognosis cidera fisis tergantung pada gambaran cidera, sebagai contoh apakah cidera hanya melibatkan fisis, fisis dan metafisis, atau fisis dan epifisis. Pengelompokan cidera fisis yang sering digunakan adalah klasifikasi Shalter Harris, yang mendriskipsikan dalam 5 (lima) tipe yaitu : ž SH I: Fraktur pada zona hipertropi kartilago fisis, memisahkan epifisis dan metafisis secara longitudinal; Prognosis baik, biasanya hanya dengan closed reduction, ORIF dapat dilakukan jika stabilitas tidak tercapai atau tidak terjamin. ž SH 2: Fraktur sebagian mengenai fisis dan fragmen segitiga metafisis; 75% dari semua fraktur fisis. ž SH 3: Fraktur pada fisis dengan diskontinuitas artikular. Mengenai sebagian fisis, epifisis, dan permukaan sendi. Sering memerlukan ORIF untuk memastikan realignment anatomis. ž SH IV: Fraktur berjalan oblik melewati metafisis, fisis, dan epifisis. ž SH V: Lesi kompresi pada fisis; sulit untuk mendiagnosis pada saat cidera. Tidak tampak garis fraktur pada awal rontgen; jarang terjadi; Risiko besar terjadi gangguan pertumbuhan.



Gambar 2. Fraktur Salter-Harris



Penatalaksanaan Closed treatment Mayoritas fraktur pada anak-anak dan remaja akan ditangani dengan reduksi tertutup dan pembalutan dengan gips atau traksi. Satu-satunya cara untuk menahan reduksi adalah dengan menggunakan gips. Kebanyakan fraktur dapat sembuh dalam beberapa minggu dan karena anak-anak tidak dapat mendriskripsikan nyeri, gangguan sensori dan sirkulasi atau tandatanda komplikasi lainya, maka diperlukan observasi klinis yang reguler dan kompeten. Gips sebaiknya digunakan pada fraktur yang telah berhasil direduksi. Status sirkulasi dan neurologis distal dari fraktur harus diperiksa secara reguler. Open treatment Beberapa indikasi untuk penatalaksanaan operasi pada anak meliputi : 1. fraktur displaced epifisis 2. fraktur displaced intrartikuler 3. fraktur tidak stabil 4. multiple fraktur 5. fraktur terbuka 6. fraktur femur pada remaja 7. fraktur leher femur 8. fraktur dengan luka bakar 9. Closed treatment yang gagal atau tidak stabil 10. Closed treatmen dengan kemungkinan kegagalan yang tinggi 11. fraktur patologis 12. Cidera neurovaskuler Pada dasarnya tujuan dilakukan operasi terbuka menurut Tscherne & Gotzen adalah : 1. 2. 3. 4.



Menyelamatkan nyawa Menyelamatkan anggota gerak Menghindari infeksi Memelihara fungsi



Tipe-tipe fiksasi



Fiksasi dapat dilakukan dengan open reduction and internal fixsation (ORIF), closed reduction dan internal fixsation (CRIF). Indikasi fiksasi interna dengan operasi terbuka telah dikemukakan di atas. Sedangkan indikasi fiksasi eksterna, di antarnya adalah :   



Fraktur terbuka dengan kerusakan jaringan yang masif Memberikan fiksasi yang instan dalam kasus politrauma Panatalaksanaan fraktur dengan defisiensi simpanan tulang atau infeksi



Traksi Traksi dapat dilakukan melalui kulit atau tulang. Kulit hanya mampu menanggung beban traksi sekitar 5 kg pada dewasa. Jika dibutuhkan lebih dari ini maka diperlukan traksi melalui tulang. Traksi tulang sebaiknya dihindari pada anak-anak karena growth plate dapat dengan mudah rusak akibat pin tulang. Indikasi traksi kulit diantaranya adalah untuk anak-anak yang memerlukan reduksi tertutup, traksi sementara sebelum operasi, traksi yang memerlukan beban < 5 kg untuk menjaga reduksi. Traksi kulit sebaiknya dipilih bahan yang hipoalergenik (ex, Elastoplast) untuk pasien yang alergi dengan bahan yang biasa atau pada orang tua dimana kulitnya telah rapuh. Kontraindikasi traksi kulit yaitu bila terdapat luka atau kerusakan kulit serta traksi yang memerlukan beban > 5 kg. Akibat traksi kulit yang kelebihan beban di antaranya adalah nekrosis kulit, obstruksi vaskuler, oedem distal, serta peroneal nerve palsy pada traksi tungkai. Traksi tulang dilakukan pada dewasa yang memerlukan beban > 5 kg, terdapat kerusakan kulit, atau untuk penggunaan jangka waktu lama. Kontratraksi diperlukan untuk melawan gaya traksi, yaitu misalnya dengan memposisikan tungkai lebih tinggi pada traksi yang dilakukan di tungkai.



Gambar 3. Traksi kulit pada tungkai Beberapa penatalaksanaan fraktur pada anak Fraktur klavikula Klavikula adalah daerah tulang tersering yang mengalami fraktur. Letak tersering adalah di antara 1/3 tengah dan lateral. Fraktur klavikula dapat sebagai akibat dari cidera lahir pada neonatus. Diagnosis dengan mudah dibuat dengan evaluasi fisik dan radiologis. Pasien akan menderita nyeri pada pergerakan bahu dan leher. Pembengkakan local dan krepitus dapat tampak. Cidera neurovaskuler jarang terjadi. Radiografi klavikula AP biasanya cukup untuk diagnosis. Fraktur klavikula pada neonatus biasanya tidak memerlukan terapi lebih lanjut. Kalus yang teraba dapat dideteksi beberapa minggu kemudian. Pada anak-anak yang lebih tua, imobilisasi



bahu



(dengan



balutan



seperti



kain



gendongan



atau



yang



mampu



menyandang/memfiksasi bagian lengan bawah dalam posisi horizontal melawan batang tubuh) sebaiknya digunakan untuk mengangkat ekstremitas atas untuk mengurangi tarikan ke bawah pada klavikula distal. Kalus yang dapat dipalpasi dapat dideteksi beberapa minggu yang kemudian akan remodel dalam 6-12 bulan. Fraktur klavikula biasanya sembuh dengan cepat dalam 3-6 minggu. Fraktur proksimal humerus Biasanya akibat jatuh ke belakang dalam lengan yang ekstensi. Cidera neurovaskular jarang. Akan tetapi, kerusakan saraf aksila harus dicurigai jika pasien merasakan fungsi deltoid yang



tidak normal dan parestesia atau anesthesia sepanjang aspek bahu lateral. Penatalaksanaan dengan immobilisasi lengan dengan “sling-and swathe” (balutan papan elastis yang memfiksasi humerus melawan tubuh) selama 3-4 minggu. Karena potensi remodelling yang signifikan pada daerah ini, deformitas dalam derajat tertentu masih dapat diterima. Fraktur dengan angulasi yang ekstrim (lebih dari 900) dapat memerlukan reduksi dengan operasi. Fraktur suprakondiler humerus Fraktur suprakondiler (metafisis humerus distal daerah proksimal dari siku) adalah fraktur siku yang paling sering pada anak-anak. Terjadi sering pada usia antara 3 -10 tahun. Pasien akan menahan lengan dalam pronasi dan menolak untuk fleksi karena nyerinya. Cidera neurovascular sering terjadi pada displacement yang berat. Karena mengalir a.brachialis maka cidera sebaiknya ditangani sebagai emergensi akut. Pembengkakan, jika berat, dapat menghambat aliran arteri atau vena. Pemeriksaan neurovascular yang cermat diperlukan. Compartment syndrome pada lengan bawah volar dapat terjadi dalam 12-24 jam. Volkmann’s contracture karena iskemia intrakompartemen dapat mengikuti. Pin sering digunakan untuk memfiksasi fraktur setelah reduksi terbuka atau tertutup. Fraktur suprakondiler yang umumnya tanpa gangguan neurovaskular dapat dibidai dengan posisi siku fleksi 900, dan lengan bawah dibidai dalam pronasi atau posisi netral. Fraktur kondilus lateral Fraktur kondilus lateral adalah akibat jatuh dimana kaput radialis pindah ke kapitelum humerus. Fraktur gunting oblik permukaan sendi lateral sering terjadi. Biasanya disertai pembengkakan yang berat meskipun fraktur tampak kecil pada X-ray. Risiko tinggi malunion dan nonunion pada fraktur ini tinggi. Karena growth plate dan permukaan sendi displaced, reduksi terbuka dan fiksasi dengan pin perkutaneus mungkin diperlukan. Gips tanpa pinning mungkin cukup memuaskan untuk fraktur non-displaced. Fraktur kaput radialis Fraktur kaput radialis sering didiagnosis secara klinis karena biasanya sulit untuk terlihat dengan X-ray. Patsien mengalami nyeri yang berat tersering dengan supinasi atau pronasi sedangkan



nyeri yang ringan biasanya dengan fleksi atau ekstensi siku. Leher radius dapat mengalami angulasi hingga 70-800. Angulasi 450 atau kurang biasanya akan remodel secara spontan. Manipulasi tertutup diperlukan pada angulasi yang lebih besar. Fraktur buckle atau torus Fraktur ini pada metafisis radius distal adalah sering. Biasanya akibat jatuh dengan bersandar dengan pergelangan tangan dalam dorsofleksi. Fraktur adalah impaksi dan terdapat pembengkakan jaringan lunak yang ringan atau perdarahan. Biasanya terdapat fraktur ulna distal yang berhubungan dengan fraktur distal radius ini. Penatalaksanaan dengan short-arm cast (gips lengan pendek). Fracture biasanya sembuh dalam 3-4 minggu.



Gambar 4. Fraktur Buckle (Torus) Fraktur Monteggia dan Galeazzi Adalah fraktur pada pertengahan atau proksimal ulna dengan dislokasi kaput radius. Ketika fraktur proksimal atau pertengahan ulna dicurigai atau ditemukan termasuk fraktur olekranon, inspeksi teliti alignment kaput radialis dengan capitellium harus dilakukan. Reduksi tertutup pada dislokasi kaput radialis diperlukan dengan reduksi ulna dan gips fraktur ulna. Sedangkan fraktur Galeazzi meliputi fraktur radius yang lebih distal dengan dislokasi distal radioulnar joint. Fraktur radius ini ditangani dengan reduksi terbuka dan fiksasi interna dengan plate dan screw. Dislokasi ulna biasanya memerlukan posisi lengan bawah dalam supinasi untuk mencapai reduksi



Gambar 5. Variasi Fraktur Monteggia



Gambar 6. Rontgen Fraktur Galeazzi Fraktur panggul, leher femur, dan batang femur



Fraktur panggul biasanya akibat kecelakaan kendaraan bermotor, kecelakaan saat bersepeda, atau jatuh dari ketinggian. Pasien tampak nyeri dengan pergerakan panggul yang pelan. Terdapat risiko tinggi pada anak-anak untuk mengalami nekrosis vascular dan gangguan pertumbuhan karena deformitas akibat gangguan vascular yang ada pada fisis. Fraktur leher femur merupakan fraktur yang tidak stabil dan juga memiliki risiko tinggi seperti di atas karena kaya akan pembuluh darah yang mensuplai fisis. Penatalaksanaan sebagai emergensi dengan ORIF dengan screw untuk menstabilisasi. Fraktur batang femur merupakan hasil dari trauma dengan gaya yang tinggi. Meskipun kebanyakan fraktur femur tertutup, perdarahan ke dalam jaringan lunak di paha mungkin mengakibatkan kehilangan darah yang signifikan. Fraktur batang femur dapat menimbulkan pemendekan dan angulasi ke longitudinal akibat tarikan otot dan spasme. Restorasi panjang dan alignment dicapai dengan traksi longitudinal. Overgrowth kira-kira 1-2,5 cm sering terjadi pada fraktur femur pada anak-anak antara 2-10 tahun. Gips digunakan pada kelompok usia ini untuk pemendekan beberapa sentimeter. Reduksi sempurna tidak diperlukan karena remodeling begitu cepat. Penyambungan solid (union) biasanya tercapai dalam 6 minggu. REFERENSI 1. Delahay, Lauerman. Children Orthopaedic. Wiesel et al. Essentials of Orthopedic Surgery. Washington : WB Saunders Co. 2007 2. Alonso. Children’s Fracture. Colton et al. AO Principles of Fracture Management. New York : AO Pub. 2000 3. Uliasz. Case Based Pediatrics For Medical Students and Residents. Hawaii : Department of Pediatrics, University of Hawaii John A. Burns School of Medicine. 2002 4. Mehlman. Physeal Fracture. Kocher (Editor). www.emedicine.com. Last update : sept 6, 2007



2.2.Anatomi dan Fisiologi (4,5,6)



Ada perbedaan yang mendasar antara fraktur pada anak dengan fraktur pada orang dewasa, perbedaan tersebut pada anatomi, biomekanik, dan fisiologi tulang. Pada anak-anak antara epifisis dan metafisis terdapat lempeng epifisis sebagai daerah pertumbuhan kongenital. Lempeng epifisis ini akan menghilang pada dewasa, sehingga epifisis dan metafisis ini akan menyatu pada saat itulah pertumbuhan memanjang tulang akan berhenti. Tulang panjang terdiri dari : epifisis, metafisis dan diafisis. Epifisis merupakan bagian paling atas dari tulang panjang, metafisis merupakan bagian yang lebih lebar dari ujung tulang panjang, yang berdekatan dengan diskus epifisialis, sedangkan diafisis merupakan bagian tulang panjang yang di bentuk dari pusat osifikasi primer. Seluruh tulang diliputi oleh lapisan fibrosa yang disebut periosteum, yang mengandung sel-sel yang dapat berproliferasi dan berperan dalam proses pertumbuhan transversal tulang panjang. Kebanyakan tulang panjang mempunyai arteria nutrisi. Lokasi dan keutuhan dari pembuluh darah inilah yang menentukan berhasil atau tidaknya proses penyembuhan suatu tulang yang patah. Pada anak, terdapat lempeng epifisis yang merupakan tulang rawan pertumbuhan. Periosteum sangat tebal dan kuat dimana pada proses bone helding akan menghasilkan kalus yang cepat dan lebih besar daripada orang dewasa. Perbedaan di atas menjelaskan perbedaan biomekanik tulang anak-anak dibandingkan orang dewasa, yaitu : · Biomekanik tulang Tulang anak-anak sangat porous, korteks berlubang-lubang dan sangat mudah dipotong oleh karena kanalis Haversian menduduki sebagian besar tulang. Faktor ini menyebabkan tulang anak-anak dapat menerima toleransi yang besar terhadap deformasi tulang dibandingkan orang dewasa. Tulang orang dewasa sangat kompak dan mudah mengalami tegangan dan tekanan sehingga tidak dapat menahan kompresi. · Biomekanik lempeng pertumbuhan Lempeng pertumbuhan merupakan tulang rawan yang melekat pada metafisis yang bagian luarnya diliputi oleh periosteum sedang bagian dalamnya oleh procesus mamilaris. Untuk memisahkan metafisis dan epifisis diperlukan kekuatan yang besar. Tulang rawan lempeng epifisis mempunyai konsistensi seperti karet yang besar. · Biomekanik periosteum Periosteum pada anak-anak sangat kuat dan tebal dan tidak mudah mengalami robekan dibandingkan orang dewasa.



Pada anak-anak, pertumbuhan merupakan dasar terjadinya remodelling yang lebih besar dibandingkan pada orang dewasa, sehingga tulang pada anak-anak mempunyai perbedaan fisiologi, yaitu : § Pertumbuhan berlebihan (over growth) Pertumbuhan diafisis tulang panjang akan memberikan stimulasi pada pertumbuhan panjang, karena tulang rawan lempeng epifisis mengalami hiperemi pada waktu penyambungan. § Deformitas yang progresif Kerusakan permanen pada lempeng epifisis akan terjadi pemendekan atau angulasi. § Fraktur total Pada anak-anak fraktur total jarang bersifat komunitif karena tulangnya sangat fleksibel dibandingkan orang dewasa. 2.3.Etiologi (7,6,8) Fraktur dapat disebabkan karena oleh : 1. Trauma 2. Non Trauma 3. Stress 1. Trauma



Trauma dapat dibagi menjadi trauma langsung dan trauma tidak langsung. Trauma langsung berarti benturan pada tulang dan mengakibatkan fraktur di tempat itu, sedangkan trauma tidak langsung bilamana titik tumpuan benturan dengan terjadinya fraktur bergantian. 2. Non Trauma



Fraktur terjadi karena kelemahan tulang akibat kelainan patologis didalam tulang, non trauma ini bisa karena kelainan metabolik atau infeksi. 3. Stress Fraktur stress terjadi karena trauma yang terus-menerus pada suatu tempat tertentu. 2.4.Klasifikasi (2,6,8)



Klasifikasi fraktur pada anak dapat dikelompokkan berdasarkan radiologis, anatomis, klinis dan fraktur yang khusus pada anak.



A. Klasifikasi Radiologi - Fraktur Buckle atau torus - Tulang melengkung - Fraktur green-stick - Fraktur total B. Klasifikasi Anatomis - Fraktur epifisis - Fraktur lempeng epifisis - Fraktur metafisis - Fraktur diafisis C. Klasifikasi Klinis - Traumatik - Patologik - Stress D. Fraktur khusus pada anak - Fraktur akibat trauma kelahiran Fraktur yang terjadi pada saat proses kelahiran sering terjadi pada saat melahirkan bahu bayi, (pada persalinan sungsang). Fraktur yang terjadi biasanya disebabkan karena tarikan yang terlalu kuat yang tidak disadari oleh penolong. - Fraktur salter-Haris Klasifikasi salter haris untuk patah tulang yang mengenai lempeng epifisis distal tibia dibagi menjadi lima tipe : Tipe 1 : Epifisis dan cakram epifisis lepas dari metafisis tetapi periosteumnya masih utuh. Tipe 2 : Periost robek di satu sisi sehingga epifisis dan cakram epifisis lepas sama sekali dari metafisis.



Tipe 3 : Patah tulang cakram epifisis yang melalui sendi Tipe 4 : Terdapat fragmen patah tulang yang garis patahnya tegak lurus cakram epifisis Tipe 5 : Terdapat kompresi pada sebagian cakram epifisis yang menyebabkan kematian dari sebagian cakram tersebut. Beberapa jenis fraktur khusus pada anak



Ada 2 jenis fraktur khusus pada anak yaitu di daerah epifisis dan di lempeng epifisis. Fraktur epifisis jarang terjadi tanpa disertai dengan fraktur lempeng epifisis, yang dibagi dalam : 1. Fraktur avulsi akibat tarikan ligamen 2. Fraktur kompresi yang bersifat komunitif 3. Fraktur osteokondral Fraktur pada lempeng epifisis merupakan 1/3 dari seluruh fraktur pada anak-anak. Lempeng epifisis berupa diskus tulang rawan yang terletak diantara epifisis dan metafisis. Banyak klasifikasi fraktur lempeng epifisis, yaitu menurut Poland, Salter-Harris, Aitken, Weber, Rang dan Ogend. Tapi yang paling sering digunakan adalah menurut Salter-Harris karena paling mudah, praktis dan memenuhi syarat untuk terapi dan prognosis. Klasifikasi menurut Salter-Harris dibagi dalam lima tipe, yaitu (6,7) : Tipe I



Epifisis dan cakram epifisis lepas dari metafisis tetapi periosteumnya masih utuh. Tipe II



Garis fraktur melalui sepanjang lempeng epifisis dan membelok ke metafisis dan akan membentuk suatu fragmen metafisis yang berbentuk segitiga disebut tanda Thurston-Holland. Tipe III



Garis fraktur mulai permukaan sendi melewati lempeng epifisis kemudian sepanjang garis lempeng epifisis. Tipe IV



Merupakan fraktur intra-intraartikuler yang melalui permukaan sendi memotong epifisis serta seluruh lapisan lempeng epifisis dan berlanjut pada sebagian metafisis.



Tipe V



Terdapat kompresi pada sebagian cakram epifisis yang menyebabkan kematian dari sebagian cakram tersebut. 2.5.Diagnosa (2,6,7) Diagnosis fraktur ditegakkan atas dasar anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yaitu radiologis. Pada anak biasanya diperoleh dengan alloanamnesis dimana ditemukan adanya riwayat trauma dan gejala-gejala seperti nyeri, pembengkakan, perubahan bentuk dan gangguan gerak. Pada pasien dengan riwayat trauma yang perlu ditanyakan adalah waktu terjadinya, cara terjadinya, posisi penderita dan lokasi trauma. Bila tidak ada riwayat trauma berarti merupakan fraktur patologis. Pada pemeriksaan fisik dilakukan : · Look (Inspeksi) - Deformitas : angulasi ( medial, lateral, posterior atau anterior), diskrepensi (rotasi, perpendekan atau perpanjangan). - Bengkak atau kebiruan. - Fungsio laesa (hilangnya fungsi gerak) · Feel (Palpasi) - Tenderness (nyeri tekan) pada derah fraktur. - Krepitasi. - Nyeri sumbu. · Move (Gerakan) - Nyeri bila digerakan, baik gerakan aktif maupun pasif. - Gerakan yang tidak normal yaitu gerakan yang terjadi tidak pada sendinya. · Pemeriksan trauma di tempat lain seperti kepala, thorak, abdomen, tractus urinarius dan pelvis. · Pemeriksaan komplikasi fraktur seperti neurovaskular bagian distal fraktur yang berupa pulsus arteri, warna kulit, temperatur kulit, pengembalian darah ke kapiler (Capillary refil test), sensasi motorik dan sensorik.



Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah pemeriksan Radiologi. Untuk melengkapi deskripsi fraktur dan dasar untuk tindakan selanjutnya. Foto rontgen minimal harus dua proyeksi yaitu AP dan lateral. 2.6.Penyembuhan Fraktur pada Anak(2,6,7,8)



Proses penyembuhan fraktur adalah suatu proses biologis alami yang akan terjadi pada setiap fraktur. Setiap tulang yang mengalami fraktur dapat sembuh tanpa jaringan parut. Proses penyembuhan mulai terjadi segera setelah tulang mengalami kerusakan bila lingkungannya memadai maka bisa sampai terjadi konsolidasi. Faktor mekanis seperti imobilisasi sangat penting untuk penyembuhan, selain itu faktor biologis juga sangat esensial dalam penyembuhan fraktur. Proses penyembuhan fraktur berbeda-beda pada tulang kortikal (pada tulang panjang), tulang kanselosa (pada metafisis tulang panjang dan tulang-tulang pendek) dan pada tulang rawan persendian. Penyembuhan fraktur pada tulang kortikal (2,6,7,8)



Proses penyembuhan fraktur pada tulang kortikal terdiri atas lima fase, yaitu : 1. Fase hematoma Apabila terjadi fraktur pada tulang panjang, maka pembuluh darah kecil yang melewati kanalikuli dalam sistem Haversian mengalami robekan pada daerah fraktur dan akan membentuk hematoma diantara kedua sisi fraktur. Hematoma yang besar diliputi oleh periosteum. Periosteum akan terdorong dan dapat mengalami robekan akibat tekanan hematoma yang terjadi sehingga dapat terjadi ekstravasasi darah ke dalam jaringan lunak. Osteosit dengan lakunanya yang terletak beberapa milimeter dari daerah fraktur akan kehilangan darah dan mati, yang akan menimbulkan suatu daerah cincin avaskuler tulang yang mati pada sisi-sisi fraktur segera setelah trauma. 2. Fase proliferasi seluler subperiosteal dan endosteal Pada fase ini terjadi reaksi jaringan lunak sekitar fraktur sebagai suatu reaksi penyembuhan. Penyembuhan fraktur terjadi karena adanya sel-sel osteogenik yang berproliferasi dari periosteum untuk membentuk kalus eksterna serta pada daerah endosteum membentuk kalus interna sebagai aktifitas seluler dalam kanalis medularis. Apabila terjadi robekan yang hebat pada periosteum, maka penyembuhan sel berasal dari diferensiasi sel-sel mesenkimal yang tidak berdiferensiasi ke dalam jaringan lunak. Pada tahap awal dari penyembuhan fraktur ini terjadi pertambahan jumlah dari sel-sel osteogenik yang memberi pertumbuhan yang cepat pada jaringan osteogenik yang sifatnya lebih cepat dari tumor ganas. Pembentukan jaringan seluler tidak terbentuk dari organisasi pembekuan hematoma suatu daerah fraktur. Setelah beberapa minggu, kalus dari fraktur akan membentuk suatu massa yang meliputi jaringan osteogenik. Pada



pemeriksaan radiologis kalus belum mengandung tulang sehingga merupakan suatu daerah radiolusen. 3. Fase pembentukan kalus (fase union secara klinis) Setelah pembentukan jaringan seluler yang bertumbuh dari setiap fragmen sel dasar yang berasal dari osteoblas dan kemudian pada kondroblas membentuk tulang rawan. Tempat osteoblast diduduki oleh matriks interseluler kolagen dan perlengketan polisakarida oleh garam-garam kalsium membentuk suatu tulang yang imatur. Bentuk tulang ini disebut sebagai woven bone. Pada pemeriksaan radiologi kalus atau woven bone sudah terlihat dan merupakan indikasi radiologik pertama terjadinya penyembuhan fraktur. 4. Fase konsolidasi (fase union secara radiologik) Woven bone akan membentuk kalus primer dan secara perlahan-lahan diubah menjadi tulang yang lebih matang oleh aktivitas osteoblas yang menjadi struktur lamelar dan kelebihan kalus akan diresorpsi secara bertahap. 5. Fase remodeling Bilamana union telah lengkap, maka tulang yang baru membentuk bagian yang menyerupai bulbus yang meliputi tulang tetapi tanpa kanalis medularis. Pada fase remodeling ini, perlahanlahan terjadi resorpsi secara osteoklastik dan tetap terjadi proses osteoblastik pada tulang dan kalus eksterna secara perlahan-lahan menghilang. Kalus intermediat berubah menjadi tulang yang kompak dan berisi sistem Haversian dan kalus bagian dalam akan mengalami peronggaan untuk membentuk ruang sumsum. Penyembuhan fraktur pada tulang kanselosa (3)



Penyembuhan fraktur pada tulang kanselosa terjadi secara cepat karena beberapa faktor, yaitu : 1. Vaskularisasi yang cukup. 2. Terdapat permukaan yang lebih luas. 3. Kontak yang baik memberikan kemudahan vaskularisasi yang cepat. 4. Hematoma memegang peranan dalam penyembuhan fraktur. Tulang kanselosa yang berlokalisasi pada metafisis pada tulang panjang, tulang pendek serta tulang pipih diliputi oleh korteks yang tipis. Penyembuhan fraktur pada daerah tulang kanselosa melalui proses pembentukan kalus interna dan endosteal. Pada anak-anak proses penyembuhan pada daerah korteks juga memegang peranan penting. Proses osteogenik penyembuhan sel dari bagian endosteal yang menutupi trabekula, berproliferasi untuk membentuk woven bone primer didalam daerah fraktur yang disertai hematoma. Pembentukan kalus interna mengisi ruangan pada daerah fraktur. Penyembuhan fraktur pada tulang kanselosa terjadi pada daerah dimana



terjadi kontak langsung diantara kedua permukaan fraktur yang berarti satu kalus endosteal. Apabila terjadi kontak dari kedua fraktur maka terjadi union secara klinis. Selanjutnya woven bone diganti oleh tulang lamelar dan tulang mengalami konsolidasi. Penyembuhan fraktur pada tulang rawan persendian (8)



Tulang rawan hialin permukaan sendi sangat terbatas kemampuannya untuk regenerasi. Pada fraktur intraartikuler penyembuhan tidak terjadi melalui tulang rawan hialin, tetapi terbentuk melalui fibrokartilago. Waktu penyembuhan fraktur(2) Waktu penyembuhan tulang pada anak-anak jauh lebih cepat daripada orang dewasa. Hal ini terutama disebabkan karena aktifitas proses osteogenesis pada periosteum dan endosteum dan juga berhubungan dengan proses remodelling tulang pada anak sangat aktif dan makin berkurang apabila umur bertambah. Selain itu fragmen tulang pada anak mempunyai vaskularisasi yang baik dan penyembuhan biasanya tanpa komplikasi. Waktu penyembuhan anak secara kasar adalah setengah kali waktu penyembuhan pada orang dewasa. 2.7.Penatalaksanaan Fraktur (2,3,7,8) Pilihan adalah terapi konservatif atau operatif. Pilihan harus mengingat tujuan pengobatan fraktur, yaitu : mengembalikan fungsi tulang yang patah dalam jangka waktu sesingkat mungkin. I. Terapi Konservatif a. Proteksi saja Misalnya mitella untuk fraktur collum chirurgicum humeri dengan kedudukan baik. b. Immobilisasi saja tanpa reposisi Misalnya pemasangan gips atau bidai pada fraktur inkomplit dan fraktur dengan kedudukan baik. c. Reposisi tertutup dan fiksasi dengan gips Misalnya fraktur supracondylair, fraktur colles, fraktur smith. Reposisi dapat dengan anestesi umum atau anestesi lokal dengan menyuntikkan obat anestesi dalam hematoma fraktur. Fragmen distal dikembalikan pada kedudukan semula terhadap fragmen proksimal dan dipertahankan dalam kedudukan yang stabil dalam gips. Misalnya fraktur distal radius, immobilisasi dalam pronasi penuh dan fleksi pergelangan. d. Traksi Traksi dapat untuk reposisi secara perlahan dan fiksasi hingga sembuh atau dipasang gips setelah tidak sakit lagi. Pada anak-anak dipakai traksi kulit (traksi Hamilton Russel/traksi Bryant).



Traksi kulit terbatas untuk 4 minggu dan beban < 5 kg, untuk anak-anak waktu dan beban tersebut mencukupi untuk dipakai sebagai traksi definitif, bilamana tidak maka diteruskan dengan immobilisasi gips. Untuk orang dewasa traksi definitif harus traksi skeletal berupa balanced traction. II. Terapi Operatif a. Terapi operatif dengan reposisi secara tertutup dengan bimbingan radiologis (image intensifier, C-arm) : 1. Reposisi tertutup-Fiksasi eksterna Setelah reposisi baik berdasarkan kontrol radiologis intraoperatif maka dipasang alat fiksasi eksterna. 2. Reposisi tertutup dengan kontrol radiologis diikuti fiksasi interna Misalnya : reposisi fraktur tertutup supra condylair pada anak diikuti dengan pemasangan paralel pins. Reposisi tertutup fraktur collumum pada anak diikuti pinning dan immobilisasi gips. Cara ini sekarang terus dikembangkan menjadi “close nailing” pada fraktur femur dan tibia, yaitu pemasangan fiksasi interna intra meduller (pen) tanpa membuka frakturnya. b. Terapi operatif dengan membuka frakturnya : 1. Reposisi terbuka dan fiksasi interna ORIF (Open Reduction and Internal Fixation) Keuntungan cara ini adalah : - Reposisi anatomis. - Mobilisasi dini tanpa fiksasi luar. Indikasi ORIF : a. Fraktur yang tak bisa sembuh atau bahaya avasculair nekrosis tinggi, misalnya : - Fraktur talus. - Fraktur collum femur. b. Fraktur yang tidak bisa direposisi tertutup. Misalnya : - Fraktur avulsi.



- Fraktur dislokasi. c. Fraktur yang dapat direposisi tetapi sulit dipertahankan. Misalnya : - Fraktur Monteggia. - Fraktur Galeazzi. - Fraktur antebrachii. - Fraktur pergelangan kaki. d. Fraktur yang berdasarkan pengalaman memberi hasil yang lebih baik dengan operasi, misalnya : fraktur femur. 2. Excisional Arthroplasty Membuang fragmen yang patah yang membentuk sendi, misalnya : - Fraktur caput radii pada orang dewasa. - Fraktur collum femur yang dilakukan operasi Girdlestone. 3. Excisi fragmen dan pemasangan endoprosthesis Dilakukan excisi caput femur dan pemasangan endoprosthesis Moore atau yang lainnya. Sesuai tujuan pengobatan fraktur yaitu untuk mengembalikan fungsi maka sejak awal sudah harus diperhatikan latihan-latihan untuk mencegah disuse atropi otot dan kekakuan sendi, disertai mobilisasi dini. Pada anak jarang dilakukan operasi karena proses penyembuhannya yang cepat dan nyaris tanpa komplikasi yang berarti. III. Pengobatan Fraktur Terbuka Fraktur terbuka adalah suatu keadaan darurat yang memerlukan penanganan segera. Tindakan sudah harus dimulai dari fase pra-rumah sakit : -Pembidaian -Menghentikan perdarahan dengan perban tekan -Menghentikan perdarahan besar dengan klem Tiba di UGD rumah sakit harus segera diperiksa menyeluruh oleh karena 40% dari fraktur terbuka merupakan polytrauma.



Tindakan life-saving harus selalu didahulukan dalam kerangka kerja terpadu (team work).



DAFTAR PUSTAKA



1. Apley and Solomon, Fracture and Joint Injuries in Apley’s System of Orthopaedics and Fractures, Seventh Edition, Butterwordh-Heinemann, London, 1993, pp. 499-515. 2. Armis, Prinsip-prinsip Umur Fraktur dalam Trauma Sistema Muskuloskeletal, FKUGM, Yogyakarta, hal : 1-32. 3. Berend ME, Harrelson JM, Feagin JA, Fractures and Dislocation in Sabiston Jr DC, Texbook of Surgery The Biological Basis of Modern Surgical Practice, Fifteenth Edition, W.B. Saunders Company, Philadelphia, 1997, pp. 1398-1400. 4. Carter MA, Anatomi dan Fisiologi Tulang dan Sendi dalam Price SA, Wilson LM, Patofisiologi Konsep-konsep Klinis Proses- proses Penyakit, Buku II, edisi 4, EGC, Jakarta, 1994, hal 1175-80. 5. Dorland, Kamus Kedokteran, edisi 26, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 1996, hal 523,638,1119. 6. Rasjad C, Trauma dalam Pengantar Ilmu Bedah Orthopaedi, Bintang Lamumpatue Ujung Pandang, 1998, hal : 343-525 7. Reksoprodjo, S, Pemeriksaan Orthopaedi dalam Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah FKUI, Penerbit Binarupa Aksara, Jakarta, 1995, hal : 453-471. 8. Sjamsuhidajat R, Sistem Muskuloskeletal dalam Syamsuhidajat R, de Jong W, Buku Ajar Ilmu Bedah, EGC, Jakarta, 1997, hal : 1124-1286



Fraktur Pada Anak Fraktur yang terjadi dapat mengenai orang dewasa maupun anak-anak, Fraktur yang mengenai lengan bawah pada anak sekitar 82% pada daerah metafisis tulang radius distal,dan ulna distal sedangkan fraktur pada daerah diafisis yang terjadi sering sebagai faktur type greenstick. Daerah metafisis pada anak relatif masih lemah sehingga fraktur banyak terjadi pada daerah ini, selebihnya dapat mengenai suprakondiler humeri (transkondiler humeri) diafisis femur dan klavikula, sedangkan yang lainnya jarang.



Fraktur pada anak mempunyai keistimewaan dibanding dengan dewasa, proses penyembuhannya dapat berlangsung lebih singkat dengan remodeling yang sangat baik,hal ini disebabkan karena adanya perbedaan anatomi, biomekanik serta fisiologi tulang anak yang berbeda dengan tulang orang dewasa. Selain itu proses penyembuhan ini juga dipengaruhi oleh faktor mekanis dan faktor biologis. A. Anatomi dan Fisiologi Gambar 1. Bagian-bagain dari tulang immatur



Ada perbedaan yang mendasar antara fraktur pada anak dengan fraktur pada orang dewasa, perbedaan tersebut pada anatomi, biomekanik, dan fisiologi tulang. Pada anak-anak antara epifisis dan metafisis terdapat lempeng epifisis sebagai daerah pertumbuhan kongenital. Lempeng epifisis ini akan menghilang pada dewasa, sehingga epifisis dan metafisis ini akan menyatu pada saat itulah pertumbuhan memanjang tulang akan berhenti. Tulang panjang terdiri dari : 



Epifisis : merupakan bagian paling atas dari tulang panjang







Metafisis : merupakan bagian yang lebih lebar dari ujung tulang panjang, yang berdekatan dengan diskus epifisialis







Diafisis : merupakan bagian tulang panjang yang di bentuk dari pusat osifikasi primer Seluruh tulang diliputi oleh lapisan fibrosa yang disebut periosteum, yang mengandung sel-sel yang dapat berproliferasi dan berperan dalam proses pertumbuhan transversal tulang panjang. Kebanyakan tulang panjang mempunyai arteria nutrisi. Lokasi dan keutuhan dari pembuluh darah inilah yang menentukan berhasil atau tidaknya proses penyembuhan suatu tulang yang patah. Pada anak, terdapat lempeng epifisis yang merupakan tulang rawan pertumbuhan. Periosteum sangat tebal dan kuat dimana pada proses bone helding akan menghasilkan kalus yang cepat dan lebih besar daripada orang dewasa. Perbedaan di atas menjelaskan perbedaan biomekanik tulang anak-anak dibandingkan orang dewasa, yaitu :







Biomekanik tulang Tulang anak-anak sangat porous, korteks berlubang-lubang dan sangat mudah dipotong oleh karena kanalis Haversian menduduki sebagian besar tulang. Faktor ini menyebabkan tulang



anak-anak dapat menerima toleransi yang besar terhadap deformasi tulang dibandingkan orang dewasa. Tulang orang dewasa sangat kompak dan mudah mengalami tegangan dan tekanan sehingga tidak dapat menahan kompresi. 



Biomekanik lempeng pertumbuhan Lempeng pertumbuhan merupakan tulang rawan yang melekat pada metafisis yang bagian luarnya diliputi oleh periosteum sedang bagian dalamnya oleh procesus mamilaris. Untuk memisahkan metafisis dan epifisis diperlukan kekuatan yang besar. Tulang rawan lempeng epifisis mempunyai konsistensi seperti karet yang besar.







Biomekanik periosteum Periosteum pada anak-anak sangat kuat dan tebal dan tidak mudah mengalami robekan dibandingkan orang dewasa. Pada anak-anak, pertumbuhan merupakan dasar terjadinya remodelling yang lebih besar dibandingkan pada orang dewasa, sehingga tulang pada anak-anak mempunyai perbedaan fisiologi, yaitu :







Pertumbuhan berlebihan (over growth) Pertumbuhan diafisis tulang panjang akan memberikan stimulasi pada pertumbuhan panjang, karena tulang rawan lempeng epifisis mengalami hiperemi pada waktu penyambungan.







Deformitas yang progresif Kerusakan permanen pada lempeng epifisis akan terjadi pemendekan atau angulasi.







Fraktur total Pada anak-anak fraktur total jarang bersifat komunitif karena tulangnya sangat fleksibel dibandingkan orang dewasa. B. Etiologi



1. Trauma Trauma dapat dibagi menjadi trauma langsung dan trauma tidak langsung. Trauma langsung berarti benturan pada tulang dan mengakibatkan fraktur di tempat itu, sedangkan trauma tidak langsung bilamana titik tumpuan benturan dengan terjadinya fraktur bergantian. 2. Non Trauma Fraktur terjadi karena kelemahan tulang akibat kelainan patologis didalam tulang, non trauma ini bisa karena kelainan metabolik atau infeksi. 3. Stress



Fraktur stress terjadi karena trauma yang terus-menerus pada suatu tempat tertentu.  Menurut Jurnal Associations of Birth Weight and Length, Childhood Size, and Smoking with Bone Fractures during Growth: Evidence from a Birth Cohort Study Fraktur



pada



lengan



bawah



bagian



distal



berhubungan



dengan



rendahnya



kepadatan/densitas tulang tubuh, lengan bawah, pinggul, dan lumbar pada anak laki-laki dan perempuan. Berkurangnya densitas mineral pada tulang merupakan factor risiko untuk fraktur pada masa pertumbuhan Rendahnya densitas mineral pada tulang dapat memprediksi fraktur baru pada anak perempuan diatas umur 4 tahun. Seorang anak yang pernah mengalami paling sedikit 1 kali patah tulang merupakan factor risiko untuk mengalami fraktur tulang lagi di waktu mendatang, sama dengan orang dewasa. Tingginya berat badan pada masa pertumbuhan berhubungan dengan meningkatnya risiko fraktur pada lengan bawah bagian distal. Selain itu risiko fraktor juga terjadi pada anak yang sering berolahraga(risiko cidera), rendahnya intake ASI, menggunanakan obat steroid, rendahnya konsumsi kalsium, dan konsumsi minuman kola. Hasil dari penelitian ini didapatkan bahwa lebih dari setengah anak –anak pernah mengalami fraktur paling sedikit satu fraktur sebelum usia 18 tahun. Tingginya berat badan dan tinggi badan merupakan factor risiko fraktur, khususnya selama masa prapubertas. Merokok pada masa remaja juga merupakan factor risiko fraktur pada masa remaja  Menurut Jurnal Pattern of fractures across pediatric age groups: analysis of individual and lifestyle factors Pada penelitian dalam jurnal ini didapatkan bahwa anak laki-laki mempunyai risiko fraktur lebih tinggi daripada anak perempuan. Dengan bertambahnya umur rasio anak lakilaki/perempuan partisipasi dalam berolahraga meningkat, sedangkan intake kalsium dan waktu untuk bermalas-malasan berkurang. Presentasi keseluruhan dari anak anak 0-16 tahun yang mengalami (sedikitnya 1) fraktur, lebih tinggi anak laki-laki(42%) daripada anak perempuan (27%). Tetapi kejadian fraktur tiga tahun lebih awal terjadi pada anak perempuan daripada anak laki-laki. Meningkatnya fraktur selama masa prapubertas terjadi karena ketidaksesuaian antara tinggi badan dan mineralisasi tulang. 77% kasus fraktur disebabkan karena trauma low-energy (terutama karena jatuh) yang lebih sering terjadi pada anak laki-laki usia sekolah dan remaja. Meningkatnya pasrtisipasi dalam olahraga menyebabkan tingginya insiden fraktur pada remaja. Rendahnya intake kalsium dihubungkan dengan penurunan densitas tulang dan risiko fraktur



pada anak. Anak-anak yang mengalami fraktur berulang memiliki massa dan ukuran lumbar tulang belakang yang lebih rendah dari kelompok control, konsumsi susu yang rendah, aktivitas fisik yang rendah, BMI yang tinggi, dan konsumsi minuman berkarbon yang tinggi. Partisipasi dalam olahraga dapat meningkatkan massa tulang tapi tidak melindungi tulang dari risiko injuri. Oleh karena itu sejalan dengan meningkatnya kemampuan motorik, keikutsertaan dalam aktivitas fisik meningkat dan risiko terkena injuri pun juga meningkat, terutama pada anak laki-laki. Perbedaan yang signifikan (jenis kelamin) ditemukan hanya pada masa remaja dimana anak lakilaki mengalami patah tulang di arena bermain/jalan dan anak perempuan mengalami fraktur di rumah C. Klasifikasi Fraktur khusus pada anak 



Fraktur akibat trauma kelahiran Fraktur yang terjadi pada saat proses kelahiran sering terjadi pada saat melahirkan bahu bayi, (pada persalinan sungsang). Fraktur yang terjadi biasanya disebabkan karena tarikan yang terlalu kuat yang tidak disadari oleh penolong.







Fraktur salter-Haris



Klasifikasi salter haris untuk patah tulang yang mengenai lempeng epifisis distal tibia dibagi menjadi lima tipe : Tipe 1 : Epifisis dan cakram epifisis lepas dari metafisis tetapi periosteumnya masih utuh. Tipe 2 : Periost robek di satu sisi sehingga epifisis dan cakram epifisis lepas sama sekali dari metafisis. Tipe 3 : Patah tulang cakram epifisis yang melalui sendi Tipe 4 : Terdapat fragmen patah tulang yang garis patahnya tegak lurus cakram epifisis Tipe 5 : Terdapat kompresi pada sebagian cakram epifisis yang menyebabkan kematian dari sebagian cakram tersebut. E. Manifestasi Klinis 



Deformitas : angulasi ( medial, lateral, posterior atau anterior), diskrepensi (rotasi, perpendekan atau perpanjangan)







Bengkak atau kebiruan.







Fungsio laesa (hilangnya fungsi gerak)







Tenderness (nyeri tekan) pada derah fraktur.







Krepitasi.







Nyeri bila digerakan, baik gerakan aktif maupun pasif.







Gerakan yang tidak normal yaitu gerakan yang terjadi tidak pada sendinya. F. Penatalaksanaan



1. Terapi Konservatif a.



Proteksi Misalnya mitella untuk fraktur collum chirurgicum humeri dengan kedudukan baik.



b. Immobilisasi tanpa reposisi Misalnya pemasangan gips atau bidai pada fraktur inkomplit dan fraktur dengan kedudukan baik. c.



Reposisi tertutup dan fiksasi dengan gips Misalnya fraktur supracondylair, fraktur colles, fraktur smith. Reposisi dapat dengan anestesi umum atau anestesi lokal dengan menyuntikkan obat anestesi dalam hematoma fraktur. Fragmen distal dikembalikan pada kedudukan semula terhadap fragmen proksimal dan dipertahankan dalam kedudukan yang stabil dalam gips. Misalnya fraktur distal radius, immobilisasi dalam pronasi penuh dan fleksi pergelangan.



d. Traksi Traksi dapat untuk reposisi secara perlahan dan fiksasi hingga sembuh atau dipasang gips setelah tidak sakit lagi. Pada anak-anak dipakai traksi kulit (traksi Hamilton Russel/traksi Bryant). Traksi kulit terbatas untuk 4 minggu dan beban < 5 kg, untuk anak-anak waktu dan beban tersebut mencukupi untuk dipakai sebagai traksi definitif, bilamana tidak maka diteruskan dengan immobilisasi gips. Untuk orang dewasa traksi definitif harus traksi skeletal berupa balanced traction. 2. Terapi Operatif a.



Terapi operatif dengan reposisi secara tertutup dengan bimbingan radiologis







Reposisi tertutup-Fiksasi eksterna Setelah reposisi baik berdasarkan kontrol radiologis intraoperatif maka dipasang alat fiksasi eksterna.







Reposisi tertutup dengan kontrol radiologis diikuti fiksasi interna



Misalnya : reposisi fraktur tertutup supra condylair pada anak diikuti dengan pemasangan paralel pins. Reposisi tertutup fraktur collumum pada anak diikuti pinning dan immobilisasi gips. Cara ini sekarang terus dikembangkan menjadi “close nailing” pada fraktur femur dan tibia, yaitu pemasangan fiksasi interna intra meduller (pen) tanpa membuka frakturnya. b. Terapi operatif dengan membuka frakturnya : 



Reposisi terbuka dan fiksasi interna ORIF (Open Reduction and Internal Fixation) Keuntungan cara ini adalah : - Reposisi anatomis. - Mobilisasi dini tanpa fiksasi luar. Indikasi ORIF : a. Fraktur yang tak bisa sembuh atau bahaya avasculair nekrosis tinggi, misalnya : - Fraktur talus. - Fraktur collum femur. b. Fraktur yang tidak bisa direposisi tertutup. Misalnya : - Fraktur avulsi. - Fraktur dislokasi. c. Fraktur yang dapat direposisi tetapi sulit dipertahankan. Misalnya : - Fraktur Monteggia. - Fraktur Galeazzi. - Fraktur antebrachii. - Fraktur pergelangan kaki. d. Fraktur yang berdasarkan pengalaman memberi hasil yang lebih baik dengan operasi, misalnya : fraktur femur. 2. Excisional Arthroplasty Membuang fragmen yang patah yang membentuk sendi, misalnya : - Fraktur caput radii pada orang dewasa. - Fraktur collum femur yang dilakukan operasi Girdlestone. 3. Excisi fragmen dan pemasangan endoprosthesis Dilakukan excisi caput femur dan pemasangan endoprosthesis Moore atau yang lainnya. Sesuai tujuan pengobatan fraktur yaitu untuk mengembalikan fungsi maka sejak awal sudah harus



diperhatikan latihan-latihan untuk mencegah disuse atropi otot dan kekakuan sendi, disertai mobilisasi dini. Pada anak jarang dilakukan operasi karena proses penyembuhannya yang cepat dan nyaris tanpa komplikasi yang berarti.  Treatment yang dilakukan pada Kasus Supracondylar Fracture of Humerus dalam beberapa jurnal : 1.



Treatment of Pink Pulseless Hand Following Supracondylar Fractures of the Humerus in Children A. V. Korompilias & M. G. Lykissas & G. I. Mitsionis & V. A. Kontogeorgakos & G. Manoudis & A. E. Beris Penelitian dilakukan pada 66 pasien anak-anak dengan fraktur supracondilar di humerus. Pada salah satu pasien, denyut nadi radial dikembalikan setelah penutupan area fraktur terbukanya. Meskipun begitu, pada 4 pasien, terjadi kegagalan denyut nadi redialnya. Sebagai konsekuensinya, mereka mengalami eksplorasi vaskuler. 3 pasien mengalami keadaan kemacetan nadi karena trombus formasi. Trombektomi telah dilakukan, untuk mendorong restorasi nadi radial. Semua anak pada fraktur tersebut dilakukan pembedahan pada area fraktur untuk mencegah terjadinya kemacetan nadi. Kesimpulannya : Ketidakadanya denyut nadi dari radial mestinya tidak selalu dihubungkan dengan suatu kekejangan vaskuler yang diatasi secara spontan. Metode pengarang yang disukai adalah eksplorasi pembedahan untuk pengembalian jalan nadi brakhial, meskipun pada keadaan fraktur tangan pada anak.



2.



Operative Management of Type III Extension Supracondylar Fractures in Children Cemal Kazimoglu & Murat Çetin & Muhittin Şener & Haluk Aguş & Önder Kalanderer



Tujuan penelitian adalah untuk membandingkan antara perawatan terbuka dan tertutup pada pasca operative dari fraktur suprakondilar ektension tipe III pada anak. Dan juga hasil dari teknik yang berbeda pada perawatan terbuka yang dievaluasi dengan retrospektive. Menurut kriteria Flynn, outcome dari reduksi terbuka dan tertutup tidak ada statistik yang signifikan ( P > 0,05 ). Meskipun begitu outcome dari reduksi tertutup tidak menunjukkan keunggulan apapun dari reduksi terbuka, itu harus menjadi pilihan pertama dari perawatan berkaitan dengan rendahnya morbiditas dan pendeknya rawat inap di rumah sakit.



Kesimpulan : Dapat disimpulkan bahwa reduksi terbuka dan fiksasi internal adalah sebuah protokol perawatan sekunder yang efektif untuk fraktur suprakondilar tipe III dengan hasil yang diperbandingkan dengan reduksi tertutup dan digantung. Jika reduksi tertutup gagal, reduksi terbuka atau traksi skeletal dan penundaan fiksasi perkutanious dapat lebih disukai menurut pengalaman pembedahan.



3.



Treatment of Supracondylar Fractures of The Humerus in Children Through an Anterior Approach is a Safe and Effective Method



Onder Ersan & Emel Gonen & Ahmet Arik & Uygar Dasar & Yalim Ates



Jurnal ini membahas tentang efektifitas dan keamanan dengan menggunakan sebuah pendekatan anterior untuk fraktur humerus suprakondilar pada anak-anak. Penelitian dilakukan dengan 46 anak-anak yang memiliki fraktur humerus suprakondilar. Semua pasien telah terkelompokkan fraktur ektensi tipe III Gartland yang tidak dapat direduksi dengan reduksi tertutup. Dengan reduksi terbuka pun juga dilakukan dengan dimasukkan 2 kawat untuk memperbaiki tulang yang patah tersebut. Lalu pasien difollow-up dan dievaluasi menggunakan radiologi Flynn dan kriteria klinik. Kehilangan ektensi dan fleksi dikaji denagn pengkajian klinik dan diukur mengguanakan radiogram. Difollow-up setelah 24 jam postoperasi yang menunjukkan pasien dalam kondisi bagus dan kriteria yang bagus menurut Flynn.



Kesimpulan : Perawatan fraktur suprakondilar pada anak-anak melalui area anterior sangat bagus karena hasil dari penyembuhan fraktur tersebut sangat bagus dibuktikan dengan 31 excelent ( 67 % ) dan 15 hasil yang bagus ( 33 % ) dan tidak terdapat kegagalan atau kesalahan, serta luka dan penyembuhan relatif cepat.



4.



Recurrent Supracondylar Humerus Fracture Following Prior Malunion



Kenneth J. Noonan, M.D.* Jedediah W. Jones, M.D.



Jurnal ini menjelaskan tentang kejadian fraktur pada anak-anak yang berulang akibat dari fraktur sebelumnya. Dilakukan penelitian dengan 2 anak, 5 dan 6 tahun.keduanya mengalami fraktur pada humerus suprakondilernya. Lalu, dilakukan pengobatan yang berbeda, yang 1 dengan cara reduksi terbuka atau pembedahan langsung dan yang lainnya dengan cara pembalutan / reduksi tertutup. Keduanya dilakukan dengan penyembuhan dengan level standard. 2 tahun kemudian, mereka terjadi fraktur kembali pada daerah yang sama dan keduanya dilakukan reduksi tertutup dengan penyematan perkutaneous. Menurut peneliti, ektensi malunion ( penyatuan yang tidak sempurna ) menyebabkan resiko tinggi pada anak untuk mengalami fraktur kembali pada daerah yang sama.



5.



Results of treatment of displaced supracondylar humeral fractures in children by percutaneous lateral cross-wiring technique



Wael A. El-Adl Æ Mohammed A. El-Said Æ George W. Boghdady Æ Al-Sayed M. Ali



70 anak dengan fraktur humerus suprakondiler tipe II dan III di-treatment dengan teknik kawat-silang lateral perkutaneous dari januari 2006 sampai januari 2007. Ada 54 laki-laki dan 16 perempuan dengan umur berkisar 6,1 ± 3, 07 tahun. Semua pasien dioperasi dalam waktu 24 jam







setelah trauma menggunakan teknik kawat-silang lateral perkutaneous Dorgans. Pasien difollowup



selama 6,1 ± 2,6 bulan dan pengkajian dengan radiologi untuk penyatuannya,



fungsionalnya dan penyusunannya dengan kriteria Flynn. Hasilnya semua pasien mendapat kepuasan, 91,4 % pasien puas dan 8,6 % tidak puas. Komplikasi yang terjadi adalah serangan infeksi sematan minor pada 6 pasien, infeksi dalam pada 2 pasien, dan 32 pasien menderita butiran-butiran pembentukan jaringan yang berlebihan sekitar balutan. Tidak ada kerusakan persarafan untuk saraf ulnar atau saraf radial. Diperoleh hasil sedikit komplikasi yang dilaporkan secara signifikan dengan teknik ini pada kasus fraktur suprakondiler pada anak.



Kesimpulan : Teknik cross-wiring Dorgans baik untuk treatment pada anak dengan fraktur humerus suprakondiler karena memberikan stabilitas fraktur yang baik, penyatuan tulang yang baik, dan resiko atau komplikasi yang ditimbulkan sangat sedikit Pengobatan Fraktur Terbuka Fraktur terbuka adalah suatu keadaan darurat yang memerlukan penanganan segera. Tindakan sudah harus dimulai dari fase pra-rumah sakit : -Pembidaian -Menghentikan perdarahan dengan perban tekan -Menghentikan perdarahan besar dengan klem Tiba di UGD rumah sakit harus segera diperiksa menyeluruh oleh karena 40% dari fraktur terbuka merupakan polytrauma. Tindakan life-saving harus selalu didahulukan dalam kerangka kerja terpadu (team work). http://halapaaja.blogspot.com/2013/04/asuhan-keperawatan-pada-pasien-fraktur_7338.html



Lebih dari 10 % fraktur pada anak-anak melibatkan cedera pada lempeng pertumbuhan ( fisis ) karena fisis merupakan suatu bagian tulang yang relatif lemah. Salter Haris merupakan jenis patah tulang yang terjadi hanya pada anak-anak yaitu patah tulang yang melibatkan piringan epiphyseal.



Patah tulang piringan epiphyseal menimbulkan permasalahan khusus dalam hubungannya dengan diagnosa maupun perawatan, selain itu patah tulang ini menimbulkan resiko komplikasi dengan gangguan serius pertumbuhan local dan perkembangan pembentukan tulang selanjutnya selama masa pertumbuhan tulang sehingga klasifikasi luka sangat berpengaruh dalam perawatan dan dapat sebagai petunjuk komplikasi jangka panjang yang mungkin terjadi. Maka dari itu penanganan patah tulang pada anak membutuhkan pertimbangan bahwa anak masih tumbuh. Disamping itu kemampuan penyembuhan anak lebih cepat dan karena itulah perpendekan serta perubahan bentuk akibat patah tulang lebih dapat ditoleransi oleh anak.2 A. DEFINISI Piringan pertumbuhan, juga disebut sebagai piringan epiphyseal atau fisis adalah area jaringan pertumbuhan didekat ujung tulang panjang anak-anak atau remaja. Tiap tulang panjang mempunyai sedikitnya dua piringanan pertumbuhan yaitu pada masing-masing ujungnya. Piringan pertumbuhan menentukan panjang dan ukuran tulang dewasa pada masa yang akan datang. Jika pertumbuhan telah lengkap, kadang-kadang selama masa remaja piringan pertumbuhan tertutup dan digantikan oleh tulang padat. B. PATHOFISIOLOGI Gambaran histologis dari fisis sangat penting untuk memahami prognosis patah physeal. Lapisan germinal tulang rawan berada diatas epiphisis dan menguraikan nutrisi dari bejana epiphyseal. Sel tulang rawan tumbuh dari epiphysis menuju metaphysis, yang kemudian terjadi degeneratif, fragmentasi dan mengalami hipertrofi. Fragmentasi sel kemudian termineralisasi. Ini merupakan zona pengerasan sementara yang membentuk pembatas metaphyseal, dan bukan tulang rawan. Neovaskularisasi terjadi dari metaphysic menuju epiphysis. Sel endothelial berubah menjadi osteoablast dan menggunakan puing-puing sel yang mengalami degeneratif untuk membentuk tulang muda primer. Tulang muda ini secara progresif dibentuk kembali menjadi tulang dewasa dan pembentukan ini kemudian menjadi tulang harversian dewasa. Kerusakan baik pada saluran vascular epiphyseal maupun metaphyseal menggangu pertumbuhan tulang, akan tetapi kerusakan lapisan tulang rawan munkin tidak signifikan jika permukaannya tidak terganggu dan saluran vascular ke tulang rawan tidak terganggu secara permanent. Jika kedua dasar vascular saling bersentuhan, fisis tersebut tertutup dan tidak ada lagi pertumbuhan tulang berikutnya yang terjadi. Daerah piringan epiphyseal merupakan bagian tulang rawan yang mengeras, dan jika terjadi fraktur yang melibatkan piringan epiphyseal, biasanya garis pemisah berjalan melintang melalui lapisan hipertrofik atau lapisan kapur pada lempeng pertumbuhan, dan sering masuk kedalam metafisis pada salah satu tepi dan mencakup bibir segitiga dari tulang. Ini tidak memberikan banyak efek terhadap pertumbuhan longitudinal yang terjadi dalam lapisan germinal fisis dan lapisan fisis yang sedang berkembang biak.1,5 Tetapi kalau fraktur melintasi lapisan sel reproduksi pada lempeng dapat mengakibatkan penulangan premature pada bagian yang mengalami cidera dan menyebabkan gangguan



pertumbuhan tulang. Selain itu suplai darah piringan epiphyseal yang masuk dari permukaan epiphyseal dapat kehilangan pasokan darahnya sehingga dapat mengakibatkan piringan tersebut menjadi nekrotis dan tidak tumbuh lagi. Pada beberapa tempat suplai darah pada epiphyseal tidak rusak pada saat terjadi luka karena pada epiphyseal femoral proximal dan epiphyseal radial proximal pembuluh darah mengalir melalui leher tulang dan memotong sekeliling epiphyseal.1,5 C. KLASIFIKASI Klasifikasi fraktur piringan epiphyseal Salter Haris berdasarkan pada mekanisme fraktur dan juga hubungan garis patahan terhadap sel tumbuh piringan epiphyseal, selain itu, ini berkaitan dengan metode perawatan dan juga prognosis luka yang berhubungan dengan gangguan pertumbuhan.1,2,3,4,5,6 1. Type I Terdapat pemisahan total epiphysis sepanjang tulang tanpa patah tulang, sel piringan epiphyseal yang tumbuh masih melekat pada epiphysis. Jenis luka ini akibat gaya gunting, lebih umum terjadi pada bayi yang baru lahir ( dari luka kelahiran ) dan pada anak-anak yang masih muda dimana piringan epiphyseal masih relative tebal. 2. Type II Garis pemisah patah tulang memanjang sepanjang piringan epiphyseal hingga jarak tertentu dan kemudian keluar melalui bagian metaphysis sehingga mengakibatkan fragmentasi metaphyseal berbentuk triangular. Sel tumbuh pada piringan tersebut masih melekat pada epiphysis. Jenis fraktur ini, akibat dari gaya gunting dan tekuk, basanya terjadi pada anak-anak yang lebih besar dimana piringan epiphyseal relatif tipis. Periosteum tersobek pada sisi cembung angulasi tersebut tetapi melekat pada sisi cekung sehingga engsel periosteal utuh dan selalu berada pada sisi potongan mataphyseal. 3. Type III Patah tulang tersebut adalah intra-articular, mamanjang dari permukaan sambungan hingga bagian dalam piringan epiphyseal dan kemudian sepanjang piringan tersebut hingga sekelilingnya. Jenis fraktur yang tidak umum ini disebabkan oleh gaya gunting intra artikular dan biasanya terbatas pada epiphysis tibia distal. 4. Type IV Patah tulang yang intra-articular, mamanjang dari permukaan sambungan malalui epiphysis memotong ketebalan piringan epiphyseal dan melalui bagian metaphysic. Contoh yang paling umum dari fraktur tipe IV ini adalah patah tulang condyle lateral tulang lengan bagian atas. 5. Type V



Fraktur yang relatif kurang umum ini diakibatkan oleh gaya tekan yang keras yang terjadi pada epiphysis menuju ke piringan epiphyseal. Tidak ada fraktur yang kelihatan tetapi lempeng pertumbuhan remuk dan ini mungkin mengakibatkan terhentinya pertumbuhan. Seperti juga yang terjadi pada daerah lutut dan pergelangan kaki. A. GAMBARAN KLINIK



Fraktur ini lebih sering ditemukan pada anak laki-laki daripada anak perempuan dan biasanya ditemukan pada masa bayi atau diantara usia 10-12 tahun. Defomitas biasanya sedikit sekali, tetapi setiap cedera pada anak yang diikuti dengan rasa nyeri dan nyeri tekan di dekat sendi harus dicurigai, dan pemeriksaan dengan sinar X penting dilakukan.5 Sinar X fisis sendiri bersifat radiolusen dan penulangn epipisis mungkin belum lengkap, ini membuat sulit mengatakan apakah ujung tulang telah rusak atau mengalami deformasi. Lebih muda si anak lebih kecil bagian epifisis yang kelihatan sehingga lebih sukar menegakkan diagnosis maka perbandingan dengan sisi yang normal dapat sangat membantu. Tanda-tanda yang memberi petunjuk adalah pelebaran dari celah fisis , ketidaksesuaian sendi atau miringnya poros epiphysis. Kalau terdapat pergeseran yang nyata diagnosinya jelas, tapi fraktur tipe IV sekalipun mula-mula dapat sedikit pergeserannya sehingga garis fraktur sulit dilihat dan kalau terdapat kecurigaan yang sedikitpun mengenai adanya fraktur fisis, pemeriksaan ulang sinar X setelah 4 atau 5 hari perlu dilakukan.3,5 B. PENANGANAN Fraktur yang tidak bergeser dapat diterapi dengan membebat bagian itu dalam gips atau suatu slab gips yang ketat selama 2-4 minggu (tergantung tempat cedera dan anak umur itu). Tetapi pada fraktur tipe 3 dan tipe 4 yang tak bergeser, pemeriksaan sinar X setelah 4 hari dan sekali lagi sekitar 10 hari kemudian wajib dilakukan agar pergeseran yang terjadi belakangan tidak terlewatkan. Pada tipe I reduksi tertutup tidak sulit karena perlekatan periosteal utuh disekitar lingkarannya dan kemudian dibebat dengan erat selama 5-6 minggu. Prognosis untuk masa yang akan datang sangat dipengaruhi oleh suplai darah pada epiphysis, dimana biasanya pada tempat selain epiphysis femoral femoral proximal dan epiphysis radial proximal.1,5 Pada tipe II reduksi tertutup relatif mudah didapatkan begitu juga dengan perawatannya karena engsel periosteal utuh dan potongan metaphysis terlindung selama reduksi. Prognosis selama perkembangan yang sempurna dengan suplai darah pada epiphisis adalah baik, yang hampir selalu berada pada tempat dimana fraktur type II terjadi.1,5 Penanganan pada tipe III membutuhkan reduksi anatomis yang sempurna. Dapat dilakukan usaha untuk mencapai hasil ini dengan manipulasi secara pelan-pelan dibawah anestesi umum, kalau ini berhasil tungkai ditahan dengan gips selama 4-8 minggu. Kalau tidak dapat direduksi dengan tepat dengan manipulasi tertutup, reduksi terbuka biasanya dibutuhkan segera untuk mengembalikan permukaan sambungan normal yang sempurna. Tungkai kemudian dibebat selama 4-6 minggu, tetapi diperlukan waktu selama itu lagi sebelum anak siap untuk melanjutkan



aktivitas tanpa batasan. Prognosis untuk pertumbuhan adalah suplai darah yang baik yang diberikan pada bagian epiphysis yang terpisah.1,5 Penanganan tipe IV yaitu reduksi terbuka dan fiksasi internal dengan kawat Kirschner diperlukan dimana tidak hanya untuk mengembalikan permukaan sambungan normal tetapi juga untuk mendapatkan pengembalian posisi piringan epiphyseal, kecuali jika permukaan patah piringan epiphyseal dibiarkan tereduksi maka penyembuhan patahan tulang terjadi sepanjang piringan tersebut dan selanjutnya memberikan pertumbuhan longitudinal yang tidak mungkin. Prognosis untuk pertumbuhan pada tipe IV ini jelek kecuali jika reduksi sempurna dicapai dan terjaga.1,5 Karena epiphysis tersebut biasanya tidak tergeser, diagnosis fraktur tipe V sulit untuk dilakukan. Beban ringan harus diabaikan paling tidak tiga minggu dengan harapan untuk menjaga tekanan selanjutnya pada epiphyseal. Prognosis fraktur tipe V kurang diperhatikan karena gangguan pertumbuhan hampir tidak terlihat.1,5 Dari penanganan diatas dapat dikatakan bahwa luka yang melibatkan piringan epiphyseal harus dirawat dengan hati-hati dan secepatnya. Fraktur tipe I dan II hampir dapat selalu dirawat dengan reduksi tertutup. Fraktur tipe III biasanya membutuhkan reduksi terbuka dan tipe IV selalu membutuhkan reduksi terbuka dan fiksasi internal. Periode immobilisasi yang dibutuhkan pada fraktur tipe I, II, dan III hanya setengah dari yang dibutuhkan untuk patah tulang mataphysis pada tulang yang sama pada anak dengan usia yang sama. Selanjutnya perlu diteliti secara klinis dan radiologi dengan cemat dalam interval yang teratur paling tidak satu tahun dan kadang lebih untuk mendeteksi adanya gangguan pertumbuhan. 1,5 C. PROGNOSIS



Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam memperkirakan prognosis fraktur piringan epiphyseal pada anak antara lain:1 1. Tipe fraktur. Prognosis untuk masing-masing dari kelima tipe klasifikasi fraktur piringan epiphyseal telah dibahas diatas. 2. Usia anak. Anak dengan usia yang lebih muda pada saat mengalami fraktur akan mempunyai gannguan pertumbuhan yang lebih besar. 3. Suplai darah pada epiphysis Gangguan suplai darah pada epiphysis berhubungan dengan prognosis jelek. 4. Metode Reduksi



Manipulasi yang sangat besar pada epiphysis yang tergeser dapat merusakan piringan epiphyseal tersebut dan oleh karenanya dapat meningkatkan gangguan pertumbuhan. 5. Luka terbuka atau tertutup Fraktur piringan epiphyseal terbuka dapat mengakibatkan infeksi yang pada akhirnya akan merusak piringan tersebut dan mengakibatkan berhentinya proses pertumbuhan sebelum waktunya.



DAFTAR PUSTAKA 1. Apley G., Solomon L., 1993, apley’s System of Orthopedies and Fractures, 7th edition: 432 – 438, Butterworth-Heinemann Ltd., Oxford. 2. De Jong W., Sjamsuhidajat R., 1997, Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi : 1140, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. 3. Moore W., 2003, http//www. eMedicine - Salter-Harris Fractures Article,.htm 4. National Institutes of Health, 2001, http//www. Epiphyseal Plate Injury – Questions and Answers About Growth Plate Injuries. htm 5. Nugroho E., 1995, Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley, ED. 7, hal 281-282, Widya Medika, Indonesia. 6. Terrell WD., 2001, What is a fracture?Fracture Description and Classification, Hughston Sport Medicine foundation, Auburn, Alabama. http://medlinux.blogspot.com/2009/03/fraktur-salter-haris.html