21 0 144 KB
BAB I PENDAHULUAN Depresi adalah gangguan mental yang umumnya ditandai dengan perasaan depresi, kehilangan minat atau kesenangan, penurunan energi, perasaan bersalah atau rendah diri, sulit tidur atau nafsu makan berkurang, perasaan kelelahan dan kurang konsentrasi. Kondisi tersebut dapat menjadi kronis dan berulang, dan secara substansial dapat
mengganggu
kemampuan
individu dalam
menjalankan
tanggung jawab sehari-hari. Di tingkat yang paling parah, depresi dapat menyebabkan bunuh diri (Ismail, 2018) Depresi tidak hanya terjadi pada orang dewasa. Anak-anak dan remaja mungkin juga dapat mengalami depresi, yang sebenarnya merupakan penyakit yang dapat diobati. Depresi didefinisikan sebagai penyakit ketika perasaan tertekan dan mengganggu aktifitas seorang anak atau remaja untuk berfungsi normal.Sekitar 5% dari anak-anak dan remaja di Indonesia menderita depresi pada suatu titik waktu tertentu. Anak-anak di bawah tekanan, pada saat belajar di sekolah, berada pada risiko yang lebih tinggi untuk depresi. Depresi juga cenderung ada di dalam keluarganya sendiri (Diannovinima, 2018) World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa banyak masalah kesehatan mental yang muncul pada akhir masa kanak-kanak dan awal remaja. Studi terbaru menunjukkan bahwa masalah kesehatan mental, khususnya depresi, merupakan penyebab terbesar dari beban penyakit di antara individu pada usia awal. Data
dari WHO juga menunjukkan bahwa depresi merupakan penyebab
utama dari penyakit diri sebagai
dan kecacatan yang dialami remaja, dengan tindakan bunuh
penyebab ketiga kematian terbesar (Diannovinima, 2018)
1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Depresi Depresi merupakan salah satu gangguan mood (mood disorder). Depresi sendiri adalah gangguan unipolar, yaitu gangguan yang mengacu pada satu kutub (arah) atau tunggal, yang terdapat perubahan pada kondisi emosional, perubahan dalam motivasi, perubahan dalam fungsi dan perilaku motorik, dan perubahan kognitif. Terdapat gangguan penyesuaian diri (gangguan dalam perkembangan
emosi
jangka
pendek
atau masalah-masalah
perilaku,
dalam kasus ini perasaan sedih yang mendalam dan perasaan kehilangan harapan atau merasa sia-sia, sebagai reaksi
terhadap stressor)
dengan
kondisi mood yang menurun (Fiedman, 2014) Depresi adalah penyakit yang menyerang "keseluruhan hidup seseorang", meliputi seluruh tubuh, suasana perasaan dan pikiran. ia juga mempengaruhi pola makan dan tidur. Gangguan ini tidak sama dengan seorang yang dalam keadaan kelelahan atau malas. Seorang yang mengalami gangguan depresi tidak dapat "menguasai diri" dan keadaaannya untuk dapat kembali pada keadaannya seperti semula. Tanpa penanganan yang baik maka gejala-gejala tersebut mengakibatkan terganggunya fungsi sosial, pekerjaan atau fungsi penting lainnya dari seseorang dan gejala tersebut berlangsungnya jadi lebih lama (Ismail, 2013) Depresi merupakan gangguan mental yang sering terjadi di tengah masyarakat. Berawal dari stres yang tidak diatasi, maka seseorang bisa jatuh ke fase depresi. Penyakit ini kerap diabaikan karena dianggap bisa hilang sendiri tanpa pengobatan. Padahal, depresi yang tidak diterapi dengan baik bisa berakhir dengan bunuh diri (Ismail, 2013) Depresi dapat terjadi pada keadaan normal sebagai bagian dalam perjalanan proses kematangan dari emosi sehingga definisi depresi adalah 2
sebagai berikut: (1) pada keadaan normal merupakan gangguan kemurungan (kesedihan, patah semangat) yang ditandai dengan perasaan tidak pas, menurunnya kegiatan, dan pesimisme menghadapi masa yang akan datang, (2) pada kasus patologis, merupakan ketidakmauan ekstrim untuk bereaksi
terhadap
rangsangan
disertai
menurunnya
nilai diri, delusi
ketidakpuasan, tidak mampu, dan putus asa (Wiguna, 2010) Gangguan depresi dalam spektrum luas yang ditandai dengan adanya suasana hati yang sedih, kosong, atau mudah tersinggung dan berbagai perubahan somatik dan kognitif lainnya. Menurut American Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, edisi ke5 (DSM-5), gangguan suasana hati adalah fitur utama gangguan mood. Mereka lebih lanjut dibagi menjadi gangguan depresi mayor (MDD), gangguan disregulasi suasana hati mengganggu (untuk anak-anak berusia hingga 18 tahun), gangguan depresi persisten (dysthymia; DD), gangguan dysphoric pramenstruasi, gangguan depresi yang diinduksi oleh zat, gangguan depresif karena lain kondisi medis, serta kategori gangguan depresi lainnya dan tidak spesifik untuk kasus subsindromal yang tidak memenuhi kriteria untuk MDD atau DD. MDD ditandai dengan satu atau lebih episode depresi mayor (MDE) - periode terpisah dimana seorang individu mengalami perubahan yang jelas dalam mempengaruhi, kognisi, dan fungsi neurovegetatif ke tingkat moderat selama 2 minggu atau lebih dengan penurunan dari level fungsi mereka sebelumnya (Diannovinima, 2018) Depresi tidak hanya terjadi pada orang dewasa. Anak-anak dan remaja mungkin juga dapat mengalami depresi, yang sebenarnya merupakan penyakit yang dapatdiobati. Depresi didefinisikan sebagai penyakit ketika perasaan tertekan dan mengganggu aktifitas seorang anak atau remaja untuk berfungsi normal. Sekitar 5% dari anak-anak dan remaja di Indonesia menderita depresi pada suatu titik waktu tertentu. Anak-anak di bawah tekanan, pada saat belajar di sekolah, berada pada risiko yang lebih tinggi untuk depresi. Depresi juga 3
cenderung ada di dalam keluarganya sendiri.Perilaku anak-anak depresi dan remaja mungkin berbeda dari perilaku orang dewasa yang tertekan. Menurut saran dari psikiater,orang tua perlu waspada terhadap tanda-tanda depresi pada anak-anak mereka. Seorang anak yang dahulunya sering bermain dengan teman-temannya dan dapat menghabiskan sebagian besar waktu mereka bersamaan,tiba-tiba dia menyendiri dan tanpa ada kepentingan yang jelas. Hal-hal yang seperti ini harus membuat orangtua waspada terhadap kebiasaan yang abnormal dan sudah patut dicurigai adanya gangguan depresi. Anakanak dan remaja yang depresi mungkin mengatakan mereka ingin matiatau mungkin berbicara tentang (Diannovinima, 2018) Dampak dari depresi pada remaja adalah peningkatan konsumsi rokok, peningkatan kejadian bunuh diri, peningkatan kasus penyalahgunaan zat, penurunan fungsi sosial, dan penurunan prestasi akademis. Oleh karena itu mengenali gejala depresi pada remaja merupakan hal yang penting (Diannovinima, 2018) B. Epidemiologi Gangguan depresi merupakan jenis gangguan jiwa yang ditemukan,
dengan
prevalensi
seumur
hidup
sekitar
15%,
sering dengan
kemungkinan mencapai 25% pada perempuan. Rata-rata usia yang rentan mengalami depresi ialahsekitar 40 tahun-an. Hampir 50 % awitan terjadi pada usia 20-50 tahun. Gangguan depresi berat dapat timbul pada masa kanak-kanak atau lanjut usia. Data terkini menunjukkan bahwa gangguan depresi berat dapat ditemukan pada usia kurang dari 20 tahun (Ninaprilia, 2018) Dalam survei kesehatan mental dunia pada tahun 2012 dengan sampel dari 17 negara, sekitar 1 dari 20 orang dilaporkan mengalami episode depresi. Pada tahun 2014, diperkirakan 2,8 juta remaja di Amerika Serikat yang
4
berusia 12-17 tahun setidaknya dalam 1 tahun terakhir pernah mengalami 1 episode depresi mayor (Ninaprilia, 2018)
C. Etiologi a) Faktor Biologis Penderita gangguan depresi menunjukkan berbagai macam abnormalitas metabolisme biogenikamin pada darah,
urin
dan
cairan serebrospinal. Keadaan tersebut mendukung bahwa gangguan depresi
berhubungan
dengan disregulasiamin yang heterogeny
(Ismail, 2013) b) Faktor Genetik Faktor genetik merupakan
faktor
yang sangat bermakna
sebagai penyebab timbulnya depresi. Penelitian menunjukkan bahwa keluarga generasi pertama mempunyai resiko delapan sampai 18 kali lebih banyak dibandingkan control subyek normal oleh penderita depresi pada kembar homozigot untuk dapat terkena depresi sekitar 50% sedangkan untuk kembar dizigot 10-25% (Ismail, 2013) c) Faktor Psikososial 1) Peristiwa Kehidupan dan Stres Lingkungan Stres dalam kehidupan dapat menimbulkan episode depresi pertama kali dan mempengaruhi neurotrarumiter dan sistem intraneuron untuk jangka lama dan menetap. Dengan dampak stres dalam kehidupan memegang peran penting dalam hubungannya dengan onset depresi (Ismail, 2013) 2) Faktor Kepribadian Pramorbid Semua orang dengan berbagai pola kepribadian yang mempunyai resiko tinggi untuk menderita depresi adalah kepribadian dependen dan obsesif-kompulsif (Ismail, 2013) 5
3) Faktor Psikoanalisis dan Psikodinamika Pasien dengan depresi akan meluapkan kemarahan langsung yang ditujukkan kedalam diri sendiri sebagai identifikasi dengan obyek pasien. Depresi adalah emosi yang timbul dari tekanan kedalam ego antara aspirasi dan realita. Pada saat menyadari segala sesutau tidak sesuai yang diharapkan maka akan merasa tidak berdaya dan tidak berguna (Ismail, 2014) D. Patofisiologi Timbulnya depresi dihubungkan dengan peran beberapa neurotransmiter aminergik.
Neurotransmiter yang paling banyak diteliti ialah serotonin.
Induksi impuls dapat terganggu apabila terjadi kelebihan atau kekurangan pada neurotransmiter di celah sinaps atau adanya gangguan sensitivitas pada reseptor neurotransmiter tersebut di post sinaps pada sistem saraf pusat. Pada depresi telah di identifikasi sub tipe reseptor utama serotonin yaitu reseptor 5HTIA dan 5HT2A. kedua reseptor inilah yang terlibat dalam mekanisme biokimiawi depresi dan memberikan respon pada semua golongan anti depresan.Pada penelitian dibuktikan bahwa terjadinya depresi disebabkan karena
menurunnya
pelepasan
dan
transmisi
serotonin
menurunnya
kemampuan neurotransmisi serotogenik. Beberapa peneliti menemukan bahwa selain serotonin terdapat pula sejumlah neurotransmiter lain yang berperan pada timbulnya depresi yaitu norepinefrin, asetilkolin dan dopamin. Sehingga depresi terjadi jika terdapat defisiensi relatif satu atau beberapa neurotransmiter aminergik pada sinaps neuron di otak, terutama pada sistem limbik. Oleh karena itu teori biokimia depresi dapat diterangkan sebagai berikut (Fiedman, 2014)
Menurunnya pelepasan dan transport serotonin atau menurunnya kemampuan neurotransmisi serotogenik.
6
Menurunnya pelepasan atau produksi epinefrin, terganggunya regulasi aktivitas norepinefrin dan meningkatnya aktivitas alfa adrenoreseptor presinaptik.
Menurunnya aktivitas dopamin.
Meningkatnya aktivitas asetilkolin. Teori yang klasik tentang patofisiologi pada depresi ialah menurunnya
neurotransmisi akibat kekurangan neurotransmitter di celah sinaps. Ini didukung oleh bukti-bukti klinis yang menunjukkan adanya perbaikan depresi pada pemberian obat-obat golongan SSRI Selective Serotonin Re-uptake Inhibitor dan trisiklik yang menghambat re-uptake dari neurotransmiter atau pemberian obat MAOI (Mono Amine Oxidasi Inhibitor) yang menghambat katabolisme neurotransmiter oleh enzim monoamin oksidase. Belakangan ini dikemukakan juga hipotesis lain mengenai depresi yang menyebutkan bahwa terjadinya depresi disebabkan karena adanya aktivitas neurotransmisi serotogenik yang berlebihan dan bukan hanya kekurangan atau kelebihan serotonin semata. Neurotransmisi yang berlebih ini mengakibatkan gangguan pada sistem serotonergik, jadi depresi timbul karena dijumpai gangguan pada sistem serotogenik yang tidak stabil. Hipotesis yang belakangan ini dibuktikan dengan pemberian anti depresan golongan SSRI Selevtive Serotonin re-uptake neurotransmitter yang justru mempercepat re-uptake serotonin dan bukan menghambat. Dengan demikian maka turn over dari serotonin menjadi lebih cepat dan sistem neurotransmisi menjadi lebih stabil yang pada gilirannya memperbaiki gejala-gejala depresi.mekanisme biokimiawi yang sudah diketahui tersebut menjadi dasar penggunaan dan pengembangan obat-obat antidepresan (Fiedman, 2014) E. Gejala
7
Pada gangguan mood episode depresi terdapat tiga gejala utama berupa, afek depresi, kehilangan minat dan kegembiraan, dan berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah. Selain itu juga terdapat tujuh gejala tambahan yaitu kosentrasi dan perhatian berkurang, harga diri dan kepercayaan diri berkurang, gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna, pandangan masa depan yang suram dan pesimistis, gagasan atau perbuatan yang membahayakan diri atau bunuh diri, tidur terganggu, dan nafsu makan berkurang. Dalam mendiagnosis gangguan mood episode depresi harus terdapat beberapa gejala utama serta
beberapa
gejala
tambahan sesuai dengan kriteria depresinya yaitu depresi ringan, sedang atau berat (Wiguna, 2010) F. Kriteria Diagnosis Menurut PPDGJ
Gejala utama (pada derajat ringan, sedang, dan berat): Afek depresif Kehilangan minat dan kegembiraan, dan Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah (rasa lelahyang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya aktivitas.
Gejala lainnya: a) Konsentrasi dan perhatiannya berkurang b) Harga diri dan kepercayaan diri berkurang c) Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna d) Pandangan masa depat yang suram dan pesimistis e) Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri f) Tidur terganggu g) Nafsu makan berkurang.
8
Untuk episode depresif dari ketiga tingkat keparahan tersebut diperlukan masa sekurang-kurangnya 2 minggu untuk penegakkan diagnosis, akan tetapi periode lebih pendek dapat dibenarkan jika gejala luar biasa beratnya dan berlangsung cepat
Kategori diagnosis episode depresif ringan dan berat hanya digunakan untuk episode depresi tunggal (yang pertama). Episode depresif berikutnya harus diklasifikasikan di bawah salah satu diagnosis gangguan depresif berulang
Episode Depresif Ringan Pedoman Diagnostik
Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi seperti tersebut diatas;
Ditambah sekurang-kurangnya 2 dari gejala lainnya: (a) sampai dengan (g).
Tidak boleh ada gejala yang berat diantaranya.
Lamanya seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya sekitar 2 minggu.
Hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan sosial yang biasa dilakukannya. Karakter kelima: Tanpa gejala somatik, Dengan gejala somatik
Episode Depresif Sedang Pedoman diangnostik
Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi seperti pada episode depresi ringan
Ditambah sekurang-kurangnya 3 (dan sebaiknya 4) dari gejala lainnya;
Lamanya seluruh episode berlangsung minimum sekitar 2 minggu. 9
Menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan dan urusanrumah tangga. Karakter kelima: = Tanpa gejala somatik, Dengan gejala somatik
Episode Depresif Berat tanpa Gejala Psikotik Pedoman Diagnostik
Semua 3 gejala utama depresi harus ada.
Ditambah sekurang-kurangnya 4 dari gejala lainnya, dan beberapa di antaranya harusberintensitas berat.
Bila ada gejala penting (misalnya agitasi atau retardasi psikomotor) yang mencolok, maka pasien mungkin tidak
mau
atau
tidak
mampu untuk melaporkan banyak gejalanya secara rinci. Dalam hal demikian,
penilaian secara menyeluruh terhadap episode depresif
berat masih dapat dibenarkan.
Episode depresif biasanya harus berlangsung sekurang-kurangnya 2 minggu, akan tetapi jika gejala amat berat dan beronset sangat cepat, maka masih dibenarkan untuk menegakkan diagnosis dalam kurun waktu kurang dari 2 minggu.
Sangat tidak kegiatan
mungkin
pasien
akan
mampu
meneruskan
sosial, pekerjaan atau urusan rumah tangga, kecuali pada
taraf yang sangat terbatas.
Episode Depresif Berat dengan Gejala Psikotik Pedoman Diagnostik
Episode depresi berat yang memenuhi kriteria
Disertai biasanya
waham,
halusinasi
melibatkan
atau
idetentang
stupor
depresif.
dosa,
kemiskinan
Waham atau
malapetaka yang mengancam, dan pasien merasabertanggung
10
jawab atas hal itu. Halusinasi auditorik atau alfatorik biasanya berupasuara yang menghina atau menuduh, atau bau kotoron atau
daging
membusuk.Retardasi psikomotor yang berat dapat
menuju pada stupor. Jika dapat
ditentukan
diperlukan,
sebagai
serasi
waham
atau
atau
halusinasi
tidakserasi dengan afek
(mood-congruent). Gangguan Depresif Berulang Pedoman Diagnostik
Gangguan ini tersifat dengan episode berulang dari: Episode depresi ringan Episode depresi sedang Episode depresi berat Episode masing-masing rata-rata lamanya sekitar 6 bulan, akan tetapi frekuensinyalebih jarang dibandingkan dengan gangguan bipolar.
Tanpa riwayat adanya episode tersendiri dari peninggian afek dan hiperaktivitas yangmemenuhi kriteria mania . Namun kategori ini tetap harus digunakan jika ternyata ada episode singkat daripeninggian afek dan hiperaktivitas ringan yang memenuhi kriteria hipomania segera sesudah
suatu
episode
depresif
(kadang-kadang
tampaknya
dicetuskan olehtindakan pengobatan depresi).
Pemulihan keadaan biasanya sempurna diantara episode, namun sebagian kecil pasienmungkin mendapat depresi yang akhirnya menetap, terutama pada usia lanjut (untukkeadaan ini, kategori ini harus tetap digunakan).
Episode seringkali
masing-masing,
dalam
berbagai
tingkat
keparahan,
dicetuskanoleh peristiwa kehidupan yang penuh stres atau
trauma mental lain (adanya stres tidakesensial untuk penegakkan diagnosis). Gangguan Depresif Berulang, Episode Kini Ringan 11
Pedoman Diagnostik
Untuk diagnosis pasti: a) Kriteria untuk gangguan depresif berulang harus dipenuhi, dan episode sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif ringan dan b) Sekurang-kurangnya
dua
episode
telah
berlangsung
masing-
masing selamaminimal 2 minggu dengan sela waktu beberapa bulan tanpa gangguan afektif yangbermakna. Gangguan Depresif Berulang, Episode Kini Sedang Pedoman Diagnostik
Untuk diagnosis pasti: 1) Kriteria untuk gangguan depresif berulang harus dipenuhi, dan episodesekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif sedang dan 2) Sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung masingmasing
selamaminimal 2 minggu dengan sela waktu beberapa
bulan tanpa gangguan afektif yang bermakna Gangguan Depresif Berulang, Episode Kini Berat tanpa Gejala Psikotik Pedoman Diagnostik
Untuk diagnosis pasti: 1) Kriteria untuk gangguan depresif berulang harus dipenuhi, dan episodesekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif berat tanpa gejala psikotik dan 2) Sekurang-kurangnya 2 episode telah berlangsung masing-masing selama minimal 2 minggu dengan selang waktu beberapa bulan tanpa gangguan afektif yang bermakna
12
Gangguan Depresif Berulang, Episode Kini Berat dengan Gejala Psikotik Pedoman Diagnostik
Untuk diagnosis pasti : 1) Kriteria untuk gangguan depresif berulang harus dipenuhi, dan episode sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif berat dengan gejala psikotik dan 2) Sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung masingmasing selama minimal 2 minggu dengan sela waktu beberapa bulan tanpa gangguan afektif yang bermakna
Kriteria menurut DSM-IV A. Adanya 5 atau lebih gejala-gejala berikut yang telah berlangsung dalam 2 minggu yang sama dan mewakili perubahan dari fungsi sebelumnya. Sekurangnya satu dari gejala dimana salah satunya adalah mood depresif atau kehilangan minat atau rasa senang. Catatan : jangan memasukan gejala-gejala yang jelas karena kondisi medis umum atau waham dan atau halusinasi tidak serasi mood 1. Mood depresi berlangsung sepanjang hari pada hampir setiap hari sebagaimana dikeluhkan secara subjektif (merasa sedih atau hampa) atau pengamatan yang dilakukan orang lain (misalnya terlihat sedih).Catatan: pada anak dan remaja dapat berupa mood yang mudah tersinggung 2. Kehilangan minat atau kesenangan yang nyata pada semua atau hampir semua aktifitas sepanjang hari hampir setiap hari (seperti yang ditunjukkan oleh keterangan subjektif atau pengamatan yang dilakukan orang lain).
13
3. Penurunan berat badan yang bermakna tanpa diet atau peningkatan berat badan ( perubahan berat badan lebih dari 5% dalam satu bulan) atau peningkatan atau penurunan nafsu makan hampir setiap hari. Catatan: pada anak terjadi kegagalan mencapai berat badan yang diharapkan. 4. Insomnia atau hipersomnia pada hampir setiap harinya. 5. agitasi atau retardasi psikomotor pada hampir tiap hari (dapat dilihat oleh orang lain, tidak semata-mata perasaan subjektif adanya kegelisahan atau menjadi lamban). 6. kelelahan atau kehilangan tenaga pada hampir setiap harinya. 7. perasaan tidak berharga atau rasa bersalah berlebihan atau tidak tepat (mungkin bersifat waham) pada hampir setiap harinya (tidak semata-mata mencela diri sendiri atau menyalahkan karena sakit). 8. Kehilangan kemampuan berpikir atau memusatkan perhatian atau membuat keputusan pada hampir setiap harinya (baik oleh keterangan subjektif atau menurut pengamatan orang lain) 9. pikiran yang berulang tentang kematian (bukan hanya perasaan takut mati), bunuh diri tanpa perencanaan atau usaha bunuh diri atau adanya rencana spesifik mengakhiri hidup. B. Gejala-gejala tidak memenuhi kriteria untuk episode campuran. C. Gejala-gejala menyebabkab penderitaaan yang bermakna klinis atau hambatan sosial,pekerjaan atau fungsi penting kehidupan lainnya. D. Gejala-gejala bukan karena efek fisiologis langsung dari zat (medikasi,penyalahgunaan
obat)
atau
kondisi
medis
umum
14
(misalnya hipotiroid). E. Gejala tidak lebih baik diterangkan oleh dukacita (misalnya kematian seseorang yg dicintai), atau menetap lebih dari 2 bulan, atau ditandai oleh gangguan fungsional yang jelas, preokupasi morbid dengan rasa tidak berharga,ide bunuh diri, gejala psikotik atau retardasi psikomotor. (Benyamin, 2017) Episode Depresi menurut DSM-IV Ringan : Beberapa, jika ada, gejala yang melebihi dari yang diperlukan untuk membuatdiagnosis
dan gejala
menyebabkan
hanya
gangguan
ringan dalam fungsi pekerjaan ataudalam aktivitas sosial yang biasanya atau hubungan dengan orang lain. Sedang : Gejala atau gangguan fungsional berada diantara “ringan” dan “parah” Parah tanpa ciri psikotik : Beberapa gejala adalah melebihi dari yang diperlukan untukmembuat diagnosis, dan gejala dengan jelas mengganggu fungsi pekerjaan atau aktivitassosial yang biasanya atau hubungan dengan orang lain. Dengan ciri psikotik : Waham atau halusinasi. Jika mungkin sebutkan apakah ciri psikotikadalah sejalan dengan mood atau tidak sejalan dengan mood. Ciri psikotik sejalan dengan mood : Waham atau halusinasi yang isi keseluruhannyaadalah tentang
konsisten
ketidakberdayaan
dengan
pribadi,
tema
depresif
tipikal
rasabersalah, penyakit, kematian,
nihilisme, atau hukuman yang layak diterima. Ciri psikotik yang tidak
sejalan dengan mood : Waham atau
halusinasi yang isinyatidak memiliki tema depresif tipikal tentang
15
ketidakberdayaan
pribadim rasa bersalah,penyakit, kematian, nihilisme,
atau hukuman yang layak diterima. Termasuk disini adalahgejala tertentu seperti waham kejar (tidak secara langsung berhubungan dengan temadepresif), sisip pikiranm siar pikiran, waham dikendalikan. (Benyamin, 2017)
F. Tatalaksana Terapi Fisik dan Perilaku Electro Convulsive Therapy (ECT) CT adalah terapi dengan melewatkan arus listrik ke otak. Metode terapi semacam ini sering digunakan pada kasus depresif berat atau mempunyai risiko bunuh diri yang besar danrespon terapi dengan obat antidepresan kurang baik. Pada penderita dengan risiko bunuh diri,ECT menjadi sangat penting karena ECT akan menurunkan risiko bunuh diri dan dengan ECT lama rawat di rumah sakit menjadi lebih pendek. Pada keadaan tertentu tidak dianjurkan ECT, bahkan pada beberapa kondisi Tindakan ECT merupakan kontra indikasi. ECT tidak dianjurkan pada keadaan: 1) Usia yang masih terlalu muda ( kurang dari 15 tahun ) 2) Masih sekolah atau kuliah 3) Mempunyai riwayat kejang 4) Psikosis kronik 5) Kondisi fisik kurang baik 6) Wanita hamil dan menyusui Selain itu, ECT dikontraindikasikan pada : penderita yang menderita epilepsi, TB milier, tekanan tinggi intrakranial dan kelainan infark jantung.
Depresif
berisiko
kambuh
jika
penderita
tidak
patuh,
16
ketidaktahuan, pengaruh tradisi yang tidak percaya dokter,dan tidak nyaman dengan efek samping obat. Terapi ECT dapat menjadi pilihan yang paling efektif dan efek samping kecil. Terapi perubahan perilaku meliputi penghapusan perilaku yang mendorong terjadinya depresi dan pembiasaan perilaku baru yang lebih sehat. Berbagai metode dapat dilakukan seperti CBT (Cognitive
Behaviour Therapy) yang biasanya
dilakukan oleh konselor, psikolog dan psikiater (Ismail, 2013)
Psikoterapi Psikoterapi merupakan terapi yang digunakan untuk menghilangkan atau mengurangi keluhan-keluhan dan mencegah kambuhnya gangguan psikologik atau pola perilaku maladaptif. Terapi dilakukan dengan jalan pembentukan hubungan profesional antar terapis dengan penderita. Psikoterapi pada penderita gangguan depresif dapat diberikan secara individu, kelompok, atau pasangan disesuaikan dengan gangguan psikologik yang mendasarinya. Psikoterapi dilakukan dengan memberikan kehangatan, empati, pengertian dan optimisme. Dalam pengambilan keputusan untuk melakukan psikoterapi sangat dipengaruhi oleh penilaian dari dokter atau penderitanya (Ninaprilia, 2018) Terapi Farmakologi Saat merencanakan intervensi pengobatan, penting untuk menekankan
kepada penderita bahwa ada beberapa fase pengobatan
sesuai dengan perjalanan gangguan depresif: 1) Fase akut bertujuan untuk meredakan gejala 2) Fase kelanjutan untuk mencegah relaps 3) Fase pemeliharaan/rumatan untuk mencegah rekuren (Ninaprilia, 2018) 17
Golongan Trisiklik 1) Amitriptyline tab 25 mg 2) Imipramine tab 25 mg 3) Clomipramine tab 25 mg 4) Tianeptine tab 12.5 mg Golongan Tetrasiklik 1) Maprotiline tab 10 mg, 50 mg, 75 mg 2) Miaserin tab 10 mg 3) Amoxapine tab 100 mg Golongan MAOI 1) Moclobemide tab 150 mg Golongan SSRI 1) Sertraline tab 50 mg 2) Paroxetine tab 20 mg 3) Fluvoxamine tab 50 mg 4) Duloxetine caplet 30 mg, 60 mg 5) Citalopram tab 20 mg 6) Trazodone tab 50 mg, 150 mg Golongan Atypical (SNRI) 1) Mirtazapine tab 30 mg 2) Venlafaxine cap 75 mg 3) Fluoxetine cap 20 mg (Ninaprilia, 2018) G. Prognosis Gangguan depresi berat
bukan
merupakan
gangguan
yang
ringan. Keadaan ini cenderung merupakan gangguan yang kronis dan pasien cenderung mengalami relaps. Pasien yang
dirawat
di
rumah 18
sakit
untuk
episode
pertama
gangguan
depresif
memiliki
kemungkinan 50 % untuk pulih di dalam tahun pertama. Rekurensi episode depresi berat juga sering, kira-kira 30 sampai 50 % dalam duatahun pertama dan kira-kira 50 sampai 70 % dalam 5 tahun. Insidensi relaps adalah jauh lebih rendah dari pada angka tersebut pada pasien yang meneruskan terapi psikofarmakologis profilaksis dan pada pasien yang hanya mengalami satu atau dua episode depresi (Ninaprilia, 2018)
BAB III PENUTUP Depresi merupakan salah satu gangguan mood (mood disorder). Depresi sendiri adalah gangguan unipolar, yaitu gangguan yang mengacu pada satu kutub (arah) atau tunggal, yang terdapat perubahan pada kondisi emosional, perubahan dalam motivasi, perubahan dalam fungsi dan perilaku motorik, dan perubahan kognitif. Terdapat gangguan penyesuaian diri (gangguan dalam perkembangan
emosi
jangka
pendek
atau masalah-masalah
perilaku,
dalam kasus ini perasaan sedih yang mendalam dan perasaan kehilangan harapan atau merasa sia-sia, sebagai reaksi
terhadap stressor)
dengan
kondisi mood yang menurun. Depresi tidak hanya terjadi pada orang dewasa. Anak-anak dan remaja mungkin juga dapat mengalami depresi, yang sebenarnya merupakan penyakit yang dapat diobati. Depresi didefinisikan sebagai penyakit ketika perasaan tertekan dan mengganggu aktifitas seorang anak atau remaja untuk berfungsi normal. Sekitar 5% dari anak-anak dan remaja di Indonesia menderita depresi pada suatu titik waktu tertentu. Anak-anak di bawah tekanan, pada saat belajar di sekolah, berada pada risiko yang lebih tinggi untuk depresi. Depresi juga cenderung ada di dalam keluarganya
19
sendiri. Dampak dari depresi pada remaja adalah peningkatan konsumsi rokok, peningkatan kejadian bunuh diri, peningkatan kasus penyalahgunaan zat, penurunan fungsi sosial, dan penurunan prestasi akademis. Oleh karena itu mengenali gejala depresi pada remaja merupakan hal yang penting
20
DAFTAR PUSTAKA Diannovinina, K.2018. Depresi pada Remaja: Gejala dan Permasalahannya. Jurnal Psikogenesis. 6(1). Diakses tanggal 20 Oktober 2020. Diakses dari http://academicjournal.yarsi.ac.id Friedman, Edward S.; Anderson, Ian M, 2014. Handbook of Depression, second Edition. London : Springer Healthcare, a part of Springer Science+Business Media.pp:1-29. Ismail, M., Irawati, R., Siste., Kristiana. 2013. Gangguan Depresi : Buku Ajar Psikiatri UI.Edisi kedua. Jakarta : Badan Penerbit FKUI. Ninaprilia, Z., Rohmani, C.F. 2018. Gangguan Mood Episode Sedang. Diakses tanggal 20 Oktober 2020. Diakses dari http://juke.kedokteran.unila.ac.id Pedoman Diagnostik dari PPDGJ-III Sadock, B.J., Sadock, V.A. 2017. Kaplan & Sadock. Buku Ajar Psikiatri Klinis. Jakarta : EGC Wiguna, I Made. 2010. Gangguan Mood. Dalam : Kaplan – Sadock. Sinopsis Psikiatri. JilidI. Tangerang : Binarupa Aksara.
iii