Gastroenteritis Akut (GEA) : Referat [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Referat



Gastroenteritis Akut (GEA)



Diajukan Oleh : Pattiyah, S.Ked 17360128



Pembimbing : dr. Rina Kriswiastiny, Sp.PD



BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI RS PERTAMINA BINTANG AMIN BANDAR LAMPUNG 2019



1



BAB I PENDAHULUAN Diare akut adalah diare yang berlangsung ≤ 14 hari. Penyebab diare akut dapat berupa infeksi ataupun noninfeksi. Secara patofisiologi, diare akut dapat dibagi menjadi diare inflamasi dan noninflamasi. Berbagai patogen spesifik dapat menimbulkan



diare



akut.



Diare



juga



dapat



terjadi



pada



pasien



immunocompromised dan pasien yang di rawat di rumah sakit. Untuk mendiagnosis diare akut diperlukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang sesuai. Terapi terpenting pada diare akut adalah rehidrasi, lebih disenangi melalui rute oral dengan larutan yang mengandung air, garam, dan gula. Terapi antimikrobial empiris hanya diperlukan pada keadaan khusus. Diare merupakan keluhan yang sering ditemukan pada dewasa. Diperkirakan pada orang dewasa setiap tahunnya mengalami diare akut atau gastroenteritis akut sebanyak 99.000.000 kasus. Di USA, diperkirakan 8.000.000 pasien berobat ke dokter dan lebih dari 250.000 pasien dirawat di rumah sakit tiap tahunnya (1,5% merupakan pasien dewasa) yang disebabkan diare atau gastroenteritis. Berdasarkan data WHO, angka prevalensi diare 2-3 kali lipat lebih besar pada negara berkembang dibandingkan negara maju. Penyakit Diare merupakan penyebab kesakitan dan kematian di Negara berkembang terutama akibat dehidrasi dan berujung kepada syok. Di Indonesia penyakit diare merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat, karena tingginya angka kesakitan dan angka kematian terutama pada balita. Berdasarkan SDKI tahun 2002 didapatkan insidens diare sebesar 11 %, 55 % dari kejadian diare terjadi pada golongan balita dengan angka kematian diare pada balita sebesar 2,5 per 1000 balita. Berdasarkan data riskesdas 2013, Insiden dan period prevalence diare untuk seluruh kelompok umur di Indonesia adalah 3,5 persen dan 7,0 persen. (Riskesdas, 2013)



2



BAB II TINJAUAN PUSTAKA



2.1



Definisi Gastroenteritis didefinisikan sebagai inflamasi dari membran mukosa



saluran pencernaan yaitu di lambung, usus halus dan atau usus besar. Gastroenteritis ditandai dengan gejala utamanya yaitu diare, muntah, mual dan kadang disertai demam dan nyeri abdomen (Beers H. et. al, 2003). Sekiranya tidak ditangani segera dapat mengakibatkan kehilangan cairan (dehidrasi) dan gangguan keseimbangan elektrolit sehingga dapat menyebabkan kematian terutama pada anak. Kebanyakan kasus gastroenteritis bersifat infeksius, namun dapat juga terjadi akibat konsumsi obat-obatan dan bahan-bahan toksik. Penularan gastroenteritis dapat melalui rute fekal-oral dari orang ke orang atau melalui air dan makanan yang terkontaminasi. Menurut Depkes RI (2005), diare didefinisikan sebagai bertambahnya defekasi (buang air besar) lebih dari tiga kali sehari, disertai dengan perubahan konsisten tinja (menjadi cair) dengan atau tanpa darah maupun lendir.Diare akut diberi batasan sebagai meningkatnya kekerapan, bertambah cairan, atau bertambah banyaknya tinja yang dikeluarkan dan berlangsung tidak lebih dari dua minggu (14 hari). Apabila diare berlangsung lebih dari 14 hari maka hal tersebut dikatakan sebagai diare kronik. 2.2



Etiologi Menurut World Gastroenterology Organization global guidelines 2005,



etiologi diare akut dibagi menjadi 4 penyebab : bakteri, virus, parasit dan non infeksi seperti dalam tabel 1. Pada diare akut lebih dari 90% disebabkan oleh infeksi disertai dengan mual, muntah, demam, dan nyeri pada abdomen. Sedangkan 10% sisanya disebabkan oleh pengobatan, intoksikasi, iskemia dan kondisi lain. Pada diare kronis biasanya disebabkan non infeksi. Berdasarkan data Depkes RI tahun 2000, penyebab diare akut adalah Shigella, Salmonella, Campylobacter, E.coli dan Entamoeba histolytica.Sedangkan pada anak, infeksi rotavirus merupakan penyebab tersering dengan persentase sekitar 40-60%. 3



Tabel 1. Penyebab penyakit diare 2.3



Epidemiologi Penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara



berkembang seperti di Indonesia, karena morbiditas dan mortalitas-nya yang masih tinggi. Survei morbiditas yang dilakukan oleh Subdit Diare, Departemen Kesehatan dari tahun 2000 s/d 2010 terlihat kecenderungan insidens naik. Pada tahun 2000 IR (incidence rate) penyakit diare 301/ 1000 penduduk, tahun 2003 naik menjadi 374 /1000 penduduk, tahun 2006 naik menjadi 423 /1000 penduduk dan tahun 2010 menjadi 411/1000 penduduk. Berdasarkan SDKI tahun 2002 didapatkan insidens diare sebesar 11 %, 55 % dari kejadian diare terjadi pada golongan balita dengan angka kematian diare pada balita sebesar 2,5 per 1000 balita. Berdasarkan data riskesdas 2013, Insiden dan period prevalence diare untuk seluruh kelompok umur di Indonesia adalah 3,5 persen dan 7,0 persen.Kejadian Luar Biasa (KLB) diare juga masih sering terjadi, dengan CFR yang masih tinggi. Pada tahun 2008 terjadi KLB di 69 Kecamatan dengan jumlah kasus 8133 orang, kematian 239 orang (CFR 2,94%). Tahun 2009 terjadi KLB di



4



24 Kecamatan dengan jumlah kasus 5.756 orang, dengan kematian 100 orang (CFR 1,74%), sedangkan tahun 2010 terjadi KLB diare di 33 kecamatan dengan jumlah penderita 4204 dengan kematian 73 orang (CFR 1,64 %) dengan penyebab utama kematian akibat diare adalah tata laksana yang tidak tepat baik di rumah maupun di sarana kesehatan.



Tabel 2. Epidemiologi diare akut di negara maju dibandingkan negara berkembang



2.4



Faktor Resiko Secara epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah



terjadinya diareakut pada seseorang. Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut: 1.



Baru saja bepergian ke daerah tropis, negara berkembang, kelompok perdamaian dan sering berkemah.



2.



Makanan atau keadaaan makanan yang tidak biasa : makanan laut dan shell fish, terutama yang mentah, restoran fast food, tempat piknik.



3.



Homoseksual, pekerja seks, pengguna obat intravena, resiko infeksi HIV/AIDS.



4.



Baru saja menggunakan obat anti mikroba pada institusi kejiwaan dan rumah sakit.



5



2.5



Patofisiologi Diare dapat disebabkan oleh satu atau lebih dari patofisiologi sebagai



berikut: 1) Osmolaritas intraluminal yang meninggi, disebut diare osmotik, 2) Sekresi cairan dan elektrolit meninggi, disebut diare sekretorik, 3) Malabsorbsi asam empedu, malabsorbsi lemak, 4) Defek sistem pertukaran anion/ transport elektrolit aktif di enterosit, 5) Motilitas dan waktu transit usus abnormal, 6) Gangguan permeabilitas usus, 7) Inflamasi dinding usus, disebut diare inflamatorik, 8) Infeksi dinding usus disebut diare infeksi. Diare osmotik, diare tipe ini disebabkan meningkatnya tekanan osmotik intralumen dari usus halus yang disebabkan oleh obat-obat/ zat kimia yang hiperosmotik ( MgSO4, Mg(OH)2), malabsorpsi umum dan defek dalam absorpsi mukosa usus missal pada defisiensi disakaridase, malabsorpsi glukosa/galaktosa. Diare sekretorik, diare tipe ini disebabkan oleh meningkatnya sekresi air dan elektrolit dari usus, menurunnya absorpsi. Yang khas pada diare ini yaitu secara klinis ditemukan diare dengan volume tinja yang banyak sekali. Diare tipe ini akan tetap berlangsung walaupun dilakukan puasa makan/minum. Penyebab dari diare tipe ini antara lain karena efek enterotoksin pada infeksi Vibrio cholera, atau Escherichia coli, reseksi ileum (gangguang absorpsi garam empedu), dan efek obat laksatif (dioctyl sodium sulfosuksinat dll). Malabsorbsi asam empedu atau malabsorbsi lemak: diare tipe ini didapatkan pada gangguan pembentukan/produksi empedu dan penyakit-penyakit saluran bilier dan hati. Defek sistem pertukaran anion/traspor elektrolit aktif di enterosit: diare tipe ini disebabkan adanya hambatan mekanisme transport aktif Na+, K+, ATPase di enterosit dan absorpsi Na+ dan air yang abnormal. Motilitas dan waktu transit usus abnormal: diare tipe ini disebabkan hipermotilitas dan iregularitas motilitas usus sehingga menyebabkan absorpsi yang abnormal di usus halus. Penyebab gangguan motilitas antara lain: diabetes mellitus, pasca vagotomi, hipertiroid.



6



Gangguan permeabilitas usus: diare tipe ini disebabkan permeabilitas usus yang abnormal disebabkan adanya kelainan morfologi membran epitel spesifik pada usus halus. Inflamasi dinding usus (diare inflamatorik): diare tipe ini disebabkan adanya kerusakan mukosa usus karena proses inflamasi, sehingga terjadi produksi mukus yang berlebihan dan eksudasi air dan elektrolit ke dalam lumen, gangguan absorpsi air-elektrolit. Inflamasi mukosa usus halus dapat disebabkan infeksi (disentri Shigella) atau non infeksi (kolitis ulseratif dan penyakit Crohn). Diare infeksi: infeksi oleh bakteri merupakan penyebab tersering dari diare. Dari sudut kelainan usus, diare oleh bakteri dibagi atas non invasif (tidak merusak mukosa), dan invasif (merusak mukosa). Bakteri non invasif menyebabkan diare karena toksin yang disekresikan oleh bakteri tersebut, yang disebut diare toksigenik. Contoh diare toksigenik adalah kolera. Enterotoksin yang dihasilkan kuman Vibrio cholera merupakan protein yang dapat menempel pada epitel usus, yang lalu membentuk adenosine monofosfat siklik (AMF siklik) di dinding usus dan menyebabkan sekresi aktif anion klorida yang diikuti air, ion bikarbonat dan kation natrium dan kalium. Mekanisme absorpsi ion natrium melalui mekanisme pompa natrium tidak terganggu karena itu keluarnya ion klorida diikuti ion bikarbonat, air, natrium, ion kalium dapat dikompensasi oleh meningginya absorpi ion natrium diiringi oleh air, ion kalium dan ion bikarbonat dan klorida. Kompensasi ini dapat dicapai dengan pemberian larutan glukosa yang diabsorpsi secara aktif oleh dinding sel usus. Penularan gastroenteritis bisa melalui fekal-oral dari satu klien ke klien yang lainnya. Beberapa kasus ditemui penyebaran patogen dikarenakan makanan dan minuman yang terkontaminasi.



2.6



Patogenesis Yang berperan pada terjadinya diare akut terutama karena infeksi yaitu



faktor kausal (agent) dan faktor penjamu (host). Faktor penjamu adalah kemampuan tubuh untuk mempertahankan diri terhadap organisme yang dapat



7



menimbulkan diare akut, terdiri dari faktor-faktor daya tangkis atau lingkungan internal saluran cerna yaitu keasaman lambung, motilitas usus, imunitas dan juga lingkungan mikroflora usus. Faktor kausal yaitu daya penetrasi yang dapat merusak sel mukosa, kemampuan memproduksi toksin yang mempengaruhi sekresi cairan usus halus serta daya lekat kuman. Patogenesis diare karena infeksi bakteri / parasit terdiri atas: Diare karena bakteri non invasif (enterotoksigenik). Bakteri yang tidak merusak mukosa misal V.cholerae Eltor, Enterotoxigenic E.coli (ETEC)dan C. Perfringens, V. Cholerae eltor mengeluarkan toksin yang terikat pada mukosa usus halus 15-30 menit sesudah diproduksi vibrio. Enterotoksin ini menyebabkan kegiatan berlebihan nikotinamid adenine dinukleotid pada dinding sel usus, sehingga



meningkatkan



kadar



adenosine



3’,5’-siklik



monofosfat



(siklik



AMP)dalam sel yang menyebabkan sekresi aktif anion klorida ke dalam lumen usus yang diikuti oleh air, ion bikarbonat, kation natrium dan kalium.



Tabel 3. Perbedaan diare inflamasi dengan non inflamasi 8



Diare karena bakteri/parasit invasive (enterovasif). Bakteri yang merusak antara lain Enteroinvasive E.Coli (EIEC), Salmonella, Shigella, Yersinia, C.perfrinen tipe C. diare disebabkan oleh kerusaan dinding usus berupa nekrosis dan ulserasi. Sifat diarenya sekretorik eksudatif. Cairan diare dapat tercampur lender dan darah. Walau demikian infeksi kuman-kuman ini dapat juga bermanifestasi sebagai diare koleformis. Kuman Salmonella yang sering menyebabkan diare yaitu S. paratyphi B, Styphimurium, S. enterriditis, S. choleraesuis. Penyebab parasit yang sering yaitu E. histolitika dan G.lambia. Akibat paling fatal dari diare yang berlangsung lama tanpa rehidrasi yang adekuat adalah kematian akibat dehidrasi



yang menimbulkan renjatan



hipovolemik atau gangguan biokimiawi berupa asidosis metabolik yang berlanjut. Pasien yang kekurangan cairan akan merasa haus, berat badan berkurang, mata cekung, lidah kering, tulang pipi tampak lebih menonjol, turgor kulit menurun serta suara menjadi serak. Keluhan dan gejala ini disebabkan oleh deplesi air yang isotonik. Karena kehilangan bikarbonat (HCO3) maka perbandingannya dengan asam karbonat berkurang mengakibatkan penurunan pH darah yang merangsang pusat pernapasan sehingga frekuensi pernapasan meningkat dan lebih dalam (pernapasan Kussmaul). Gangguan kardiovaskuler pada tahap hipovolemik yang berat dapat berupa renjatan dengan tanda-tanda denyut nadi cepat (> 120 x/menit), tekanan darah menurun sampai tidak terukur. Pasien mulai gelisah, muka pucat, akral dingin dan kadang-kadang sianosis. Karena kekurangan kalium pada diare akut juga dapat timbul aritmia jantung. Penurunan tekanan darah akan menyebabkan perfusi ginjal menurun sampai timbul oliguria/anuria. Bila keadaan ini tidak segera diatsi akan timbul penyulit nekrosis tubulus ginjal akut yang berarti suatu keadaan gagal ginjal akut.



9



Tabel 4. Korelasi patogenesis dan gejala diare



2.7



Manifestasi Klinis dan Diagnosis Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan



pemeriksaaan penunjang. Dalam menganamnesis pasien diare akut perlu ditanyakan mengenai onset, lama gejala, frekuensi, serta kuantitas dan karakteristik feses. Feses dapat mengandung darah atau mukus. Adanya demam merupakan temuan diagnostik yang penting karena menandakan adanya infeksi bakteri invasif virus enterik, atau suatu patogen sitotoksik seperti, C. difficile dan E. histolytica. Adanya feses yang berdarah mengarahkan kemungkinan infeksi oleh patogen invasif dan yang melepaskan sitotoksin; infeksi EHEC bila tidak terdapat leukosit pada feses; serta bukan infeksi virus atau bakteri yang melepaskan enterotoksin. Muntah sering terjadi pada diare yang disebabkan oleh infeksi virus atau toksin bakteri misalnya S. aureus. Tenesmus merupakan penanda dari diare inflamasi. Walaupun demikian, tidaklah mudah untuk mengenali patogen spesifik 10



penyebab diare hanya berdasarkan gambaran klinisnya semata karena beberapa patogen dapat menunjukkan gambaran klinis yang sama. Untuk mengidentifikasi penyebab diare diperlukan juga data tambahan mengenai masa inkubasi, riwayat perjalanan sebelumnya, riwayat mengkonsumsi makanan tertentu, risiko pekerjaan, penggunaan antibiotik dalam 2 bulan terakhir, riwayat perawatan, binatang peliharaan, serta risiko terinfeksi HIV. Waktu timbulnya gejala setelah paparan terhadap makanan yang dicurigai juga dapat mengarahkan penyebab infeksi, seperti berikut ini: 1.



Gejala yang timbul dalam waktu 150 sel/mm3 sama seperti pada individu dengan fungsi imun yang normal. Sebaliknya, pada pasien HIV dengan fungsi imun yang lebih buruk terjadi penyakit yang lebih berat dan tidak dapat mengalami remisi. Cyclospora dan Microsporidium merupakan patogen usus kecil. Gambaran klinis diare yang disebabkan oleh Cyclospora khas dengan lamanya yang rerata >3 minggu, disertai rasa letih dan lemah yang kuat. Dehidrasi pada diare akibat infeksi Microsporidium biasanya lebih ringan dibandingkan pada diare yang disebabkan oleh Cryptosporidium. Gejala inflamasi, seperti perut kembung, kram, dan banyak flatus biasa dijumpai. Microsporidium jarang menyebabkan diare pada pejamu yang immunocompetent. Diare Nosokomial. Diare nosokomial didefinisikan sebagai penyakit diare dengan onset >72 jam sesudah masuk rumah sakit. Penyakit ini dapat menambah lama perawatan di rumah sakit pada orang dewasa sampai >1 minggu, dan pada usia lanjut sampai >1 bulan. Insiden dan mortalitas tertinggi dijumpai kelompok 14



pasien yang berusia >70 tahun. Diare nosokomial dapat disebabkan oleh infeksi ataupun noninfeksi. Akan tetapi, diare nosokomial lebih sering disebabkan oleh penyebab noninfeksi yang multipel, seperti penggunaan tube feeding atau obatobatan yang dapat menimbulkan diare. Penyebab infeksi tersering adalah Clostridium difficile.Kolitis pseudomembranosa hampir selalu disebabkan oleh C. difficile. Organisme ini juga menjadi penyebab dari 20% diare tanpa kolitis akibat pemakaian antibiotik. Kolitis pseudomembranosa berkisar dari diare ringansedang hingga kolitis berat. Sebenarnya semua antibiotik telah dihubungkan dengan infeksi C. difficile, akan tetapi penyebab tersering adalah golongan penisilin berspektrum luas, cephalosporin, dan clindamycin. Sebagian besar pasien mengalami gejala selagi masih memakai antibiotik, tetapi diare dapat juga baru timbul 1-3 minggu sesudah antibiotik dihentikan. Infeksi C. difficile juga dapat timbul pada pasien-pasien yang mendapat kemoterapi.



Tabel 3. Gejala klinis diare berdasarkan sumber infeksi (Source: WHO guideline practice guidelines) Berdasarkan Kliegman, Marcdante dan Jenson (2006), dinyatakan bahwa berdasarkan banyaknya kehilangan cairan dan elektrolit dari tubuh, diare dapat dibagi menjadi :



15



 Diare tanpa dehidrasi Pada tingkat diare ini penderita tidak mengalami dehidrasi karena frekuensi diare masih dalam batas toleransi dan belum ada tanda-tanda dehidrasi.  Diare dengan dehidrasi ringan (3%-5%) Pada tingkat diare ini penderita mengalami diare 3 kali atau lebih, kadangkadang muntah, terasa haus, kencing sudah mulai berkurang, nafsu makan menurun, aktifitas sudah mulai menurun, tekanan nadi masih normal atau takikardia yang minimum dan pemeriksaan fisik dalam batas normal.  Diare dengan dehidrasi sedang (5%-10%) Pada keadaan ini, penderita akan mengalami takikardi, kencing yang kurang atau langsung tidak ada, irritabilitas atau lesu, mata dan ubun-ubun besar menjadi cekung, turgor kulit berkurang, selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak kering, air mata berkurang dan masa pengisian kapiler memanjang (≥ 2 detik) dengan kulit yang dingin yang dingin dan pucat.  Diare dengan dehidrasi berat (>10%) Pada keadaan ini, penderita sudah banyak kehilangan cairan dari tubuh dan biasanya pada keadaan ini penderita mengalami takikardi dengan pulsasi yang melemah, hipotensi dan tekanan nadi yang menyebar, tidak ada penghasilan urin, mata dan ubun-ubun besar menjadi sangat cekung, tidak ada produksi air mata, tidak mampu minum dan keadaannya mulai apatis, kesadarannya menurun dan juga masa pengisian kapiler sangat memanjang (≥ 3 detik) dengan kulit yang dingin dan pucat.



16



Pada pemeriksaan fisik perlu dinilai keadaan umum, kesadaran, berat badan, temperatur, frekuensi nafas, denyut nadi, tekanan darah, turgor kulit, kelopak mata, serta mukosa lidah. Selain itu, perlu dicari tanda-tanda dehidrasi dan kontraksi volume ekstraseluler, seperti denyut nadi >90 kali/menit dan lemah, hipotensi postural/ortostatik, lidah kering, kelopak mata cekung, serta kulit yang dingin dan lembab. Pemeriksaan abdomen merupakan sesuatu yang sangat penting pada kasus diare. Kualitas bising usus dan ada tidaknya distensi abdomen serta nyeri tekan dapatmembantu klinisi dalam menentukan etiologi.Tanda-tanda peritonitis juga perlu dicari karena merupakan petunjuk adanya infeksi oleh patogen enterik invasif.



17



Pada pasien yang mengalami dehidrasi, toksisitas atau diare yang berlangsung selama beberapa hari, diperlukan beberapa pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan darah tepi lengkap, kadar elektrolit, ureum dan creatinin, feses lengkap dan terkadang ELISA untuk mendeteksi giardiasis dan tes serologi amebiasis serta x-ray abdomen. Pasien dengan kecurigaan infeksi virus biasanya akan memperlihatkan jumlam dan hitung leukosit yang normal atau limfositosis. Pada infeksi bakteri, terutama pada infeksi bakteri yang ivasif ke mukosa akan memperlihatkan leukosistosis dengan tingakat blast yang lebih tinggi. Neutropenia dapat timbul pada infeksi salmonella. Pemeriksaan ureum dan creatinin diperiksa untuk menilai adanya kekurangan volume cairan dan mineral pada tubuh. Pemeriksaan tinja dilakukan unuk melihat adanya leukosit pada tinja yang kemungkinanan mengarahkan kepada infeksi bakteri, adanya telur cacingdan parasit dewasa dengan hasil metaanalisis tentang pemeriksaan ini menunjukkan sensitivitas dan spesifisitas hanya sebesar 70% dan 50%.Akan tetapi, adanya darah samar dan leukosit pada feses mendukung diagnosis diare akibat infeksi bakteri.Pada pasien yang mendapatkan pengobatan antibiotik dalam 3 bulan terakhir atau yang mengalami diare di rumah sakit sebaiknya dilakukan pemeriksaan tinja untuk pengukuran toksin Clostridium difficile.Kultur tinja untuk memastikan kausa diare namun pemeriksaan ini biasanya hanya dikerjakan pada pasien diare > 72 jam, diare akut setelah perawatan di rumah sakit, dan pasien dengan imunocompromised.Pemeriksaan lain seperti endoskopi umumnya tidak dibutuhkan dalam mendiagnosis diare akut. Akan tetapi, pemeriksaan ini dapat digunakan untuk: 1. Membedakan inflammatory bowel disease dari diare akibat infeksi. 2. Mendiagnosis infeksi C. difficile dan menemukan pseudomembran pada pasien yang toksik sambil menunggu hasil pemeriksaan kultur jaringan. Namun, saat ini pemeriksaan enzyme linked immunosorbent assays (ELISA) dari feses untuk toksin A telah mempersingkat waktu untuk mendiagnosis infeksi C. difficile dan mengurangi kebutuhan pemeriksaan endoskopi pada kasus-kasus tersebut.



18



3. Mendiagnosis adanya infeksi oportunistik (seperti, cytomegalovirus) pada pasien immunocompromise. 4. Mendiagnosis adanya iskemia pada pasien kolitis yang dicurigai namun diagnosisnya masih belum jelas sesudah pemeriksaan klinis dan radiologis.



2.8



Penatalaksanaan Dalam penanganan diare terdapat beberapa komponen yang harus



diperhatikan, diantaranya: pencegahan, rehidrasi, diet, obat antidiare dan antibiotika. 2.8.1 Pencegahan Menurut dinas kesehatan tahun 2004, terdapat 3 cara yang dapat dilakukan untuk mencegah diare trutama pada anak yaitu: 1. Minumlah air yang direbus hingga mendidih dan makanan yang sudah dimasak hingga matang. 2. Susuilah atau beri ASI anak anda selama mungkin, disamping makanan lainnya yang dapat diberikan sesuai dengan umur si kecil agar jika anak sudah besar memiliki daya taha tubuh yang kuat. 3. Tetaplah memberikan ASI walaupun anak anda menderita diare. Selain hal di atas, menyediakan sanitas dasar yang sehat seperti air bersih, jamban yang representatif, mencuci tangan dengan sabun antiseptik akan mengurangi insiden penyakit diare. 2.8.2 Rehidrasi Hal utama yang perlu ditangani pada pasien gastroenteritis adalah dehidrasi. Kebanyakan kasus gastroenteritis yang menyebabkan kematian adalah disebabkan hidrasi yang tidak ditangani secepatnya (Burkhart M., 1999). Upaya Rehidrasi Oral (URO) merupakan cara administrasi cairan secara oral untuk mencegah atau mengkoreksi dehidrasi yang merupakan komplikasi diare. Dengan adanya URO dapat menurunkan biaya dan meningkatkan efikasi terapi gastroenteritis akut. Oralit dengan osmolaritas yang rendah berhubungan dengan penurunan gejala



19



muntah, BAB yang cair serta menurunkankebutuhan pasien akan pemberian cairan secara intravena dibandingkan dengan oralit standar. Cairan URS-WHO juga direkomendasikan sebagai cairan rehidrasi pada dewasa dan anak dengan kolera. Dalam memberikan URO pada pasien harus dinilai terlebih dahulu derajat dehidrasi pasien. Prinsip dalam menentukan jumlah cairan harus disesuaikan dengan jumlah cairan yang keluar dari tubuh. Terdapat beberapa macam perhitungan kehilangan cairan, diantaranya: 1. BJ plasma dengan rumus :



2. Metode Pierce berdasarkan klinis -



Dehidrasi Ringan : 5% x BB (kg)



-



Dehidrasi Sedang: 8% x BB (kg)



-



Dehidrasi berat : 10% x BB (kg)



3. Metode Daldiyono berdasarkan skor



20



Tabel 5. Skor penilaian Klinis Dehidrasi Klinis



Skor



Rasa haus/muntah



1



Tekanan darah sistolik 60-90 1 mmHg Tekanan darah sistolik < 60 2 mmHg Frekuensi nadi > 120 kali/menit



1



Kesadaran apati



1



Kesadaran



somnolen,



spoor 2



atau koma Frekuensi napas > 30 kali/menit 1 Facies cholerica



2



Vox cholerica



2



Turgor kulit menurun



1



Washer woman’s hand



1



Ekstremitas dingin



1



Sianosis



2



Umur 50-60 tahun



-1



Umur > 60 tahun



-2



Bila skor kurang dari 3 dan tidak terdapat tanda syok, maka hanya diberikan cairan peroral (sebanyak mungkin sedikit demi sedikit). Bila skor lebih atau sama dengan 3 disertai syok maka diberikan cairan secara intravena. Pada kasus diare sedang/berat pasien sebaiknya diberikan cairan secara intravena. Sedangkan dehidrasi ringan/sedang dapat diterapi dengan pemberian URO secara oral atau melalui selang nasogastrik (NGT). Pemberian cairan rehidrasi terbagi atas: a. Dua jam pertama (tahap rehidrasi awal) : jumlah total kebutuhan cairan menurut BJ atau Daldiyono diberikan langsung agar tercapai rehidrasi optimal secepat mungkin.



21



b. Satu jam berikutnya (tahap 2) pemberian diberikan atas kehilangan cairan selama 2 jam tahap rehidrasi awal. Bila tidak terjadi syok atau skor Daldiyono < 3 dapat diganti cairan per oral. c. Jam berikutnya pemberian cairan berdasarkan kehilangan cairan melalui tinja dan IWL. 2.8.3 Diet Pasien dengan gastroenteritis akut dianjurkan minum-minuman sari buah, teh, makanan yang mudah dicerna seperti pisang, nasi dan sup,kecuali pasien muntah hebat. Pemberian makanan sebaiknya diberikan setelah 4 jam URO atau cairan intravena. Susu sapi harus dihindarkan karena adanya defisiensi laktase transien yang disebabkan oleh infeksi vrus dan bakteri. Minuman berkafein dan alkohol harus dhindarkan karena akan meningkatkan motilitas dan sekresi usus. 2.8.4 Obat Antidiare Penggunaan obat antidiare tidak membunuh kausa dari diare. Pada anak, penggunakan obat initidak memiliki manfaat secara klinis. Beberapa obat yang dapat digunakan diantaranya: Antimotilitas. Loperamide merupakan agen pilihan pertama (pada dewasa 4-6 mg/hari, dan 2-4 mg/hari pada anak > 8 tahun). Obat ini merupakan derivat opioid yang tidak adiktif dan memiliki efek samping paling kecil dibandingkan dengan tinktur maupun difenoksilat-atropin. Obat ini merupakan pilihan pertama pada diare pada traveler dengan dehidrasi ringan sedang tanpa gejala klinis yang mengarah ke diare invasif. Obat ini bekerja dengan cara menginhibisi pengeluaran acetilkolin melalui reseptor opioid prasinaps di usus sehingga mengakibatkan penurunan peristaltik usus dan efek memiliki antisecretory yang ringan.Sebaiknya dihindari penggunaannya pada bloody/mucoid diarrhea atau suspek inflamasi (dengan demam). Nyeri abdomen hebat yang mengarahkan suatu diare inflamatif termasuk kontraindikasi untuk pemberian loperamide. Antisekretory.Bistmuth subsalicylate bisa menurunkan pengeluaran BAB pada anak atau gejala seperti diare, mual dan nyeri abdomen diare pada traveler.



22



Bistmuth subsalisilat 30 ml atau 2 tablet tiap 30 menit sebanyak 8 dosis bermanfaat pada beberapa pasien. Racecadotril merupakan enkepalinase inhibitor (nonopiat) dengan aktivitas antisekresi yang telah mendapatkan lisensi diberbagai negara diberikan dengan dosis 3 x 100mg terutama pada diare anak dan kolera dewasa. Adsorbent. Agen seperti kaolin-pectin, arang aktif , dan attapulgite bekrja dengan cara mengabsorbsi air dan senyawa dari larutan dan kemngkinan mengikat bahan yang berpotensi toksik pada usus. Menurut WHO efikasi pengobatan diare dengan agen ini masih diragukan. Probiotik. Probiotik adalah mikroorganisme hidup yang bila diberikan dalam jumlah yang adekuat akan menguntungkan bagi kesehatan pejamu. Berbagai penelitian menunjukkan manfaat probiotik dalam pengobatan diare infeksi dan diare akibat pemberian antibiotik. Probiotik akan berkompetisi dengan bakteri patogen pada tempat menempelnya bakteri di mukosa usus dan memodulasi sistem imun pejamu. Terdapat beberapa spesies yang telah diteliti dan digunakan sebagai probiotik, yakni Lactobacillus bulgaricus, Lactobacillus acidophilus, Lactobacillus casei, Lactobacillus GG, Bifidobacterium bifidum, Bifidobacterium longum, Streptococcus thermophilus, Enterococcus faecium, dan Saccharomyces boulardi. Yang umum digunakan adalah kelompok laktobasilus dan bifidobakteria. Masih diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui dosis yang tepat, jangka waktu pemberian serta bentuk sediaan yang ideal agar probiotik yang diberikan dapat efektif sesuai dengan yang diharapkan. 2.8.5 Antibiotika Kebanyakan pasien memiliki gejala penyakit yang ringan, self limited disease karena virus atau bakteri noninvasif, sehingga pengobatan empiris tidak dianjurkan pada semua pasien diare. Pengobatan empiric diindikasikan pada pasien-pasien



yang



diduga



mengalami



infeksi bakteri



invasive



(feses



berdarah/mucoid, terdapat darah samar atauleukosit pada feses), diare turis (traveler’s



diarrhea)



atau



imunosupresif.



Obat



pilihan



yaitu



kuinolon



(siprofloksasin 500 mg 2 x/hari selama 5-7 hari). Obat ini baik terhadap bakteri pathogen invarsif termasuk Campylobacter, Shigella, Salmonella, Yersinia, dan 23



Aeromonas



species.



Sebagai



alternative



yaitu



kotrimoksazol



(trimetropin/sulfametoksazol), 160/800 mg/hari, atau erotromisin 250-500 mg 4 x/hari selama 7 hari diberikan bagi yang dicurigai giardiasis, tetracyclin (doksisiklin 2 x 100 mg) pada kecurigaan kolera, serta pada amebiasis dapat digunakan tetraciclin atau metronidazole. Untuk turis tertentu yang berpergian ke daerah resiko tinggi, kuinolon (misal siprofloksasin 500 mg/hari) dapat dipakai sebagai profilaktik yang memberikan perlindungan sekitar 90%. Obat profilaktik lain termasuk trimetropim-sulfametoksazol dan bismuth subsalisilat. Pathogen spesifik yang harus diobati adalah Vibro cholera, Clostridium difficile, parasit, traveler’s diarrhea, dan infeksi karena penyakit seksual (gonorrhea, sifilis, klamidiosis, and herpes simpleks). Pathogen yang mungkin di obati termasuk Vibro non kolera, Yersinia, dan Camphylobacter, dan bila gejala lebih lama pada infeksi aeromonas, Plesiomonas dan E coli enteropathologenic. Obat pilihan bagi diare karena Clostridium difficile yaitu metonidazol oral 25-500 mg 4 x/hari selama 7-10 hari. Vankomisin merupakan obat alternative, tetapi bila diberikan secara parenteral. Metronidazol intravena diberikan pada pasien yang tidak dapat mentoleransi pemberian per oral. Obat antimikroba dapat dilihat pada Tabel 4.



24



Tabel 4. Penggunaan antibiotika dalam terapi diare (dosis dewasa). Sumber: PAPDI



25



BAB III KESIMPULAN Gastroenteritis akut merupakan masalah yang sering terjadi baik di negara berkembang maupun negara maju. Sebagian besar bersifat self limiting sehingga hanya perlu diperhatikan keseimbangan cairan dan elektrolit. Bila ada tanda dan gejala diare akut karena infeksi bakteri dapat diberikan terapi antimikrobial secara empirik, yang kemudian dapat dilanjutkan dengan terapi spesifik sesuai dengan hasil kultur. Pengobatan simtomatik dapat diberikan karena efektif dan cukup aman bila diberikan sesuai dengan aturan. Prognosis diare akut infeksi bakteri baik, dengan morbiditas dan mortalitas yang minimal. Dengan higiene dan sanitasi yang baik merupakan pencegahan untuk penularan diare infeksi bakteri.



26