Hegemoni Paradigma Cartesian-Newtonian Ok [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

HEGEMONI PARADIGMA CARTESIAN-NEWTONIAN dari buku:



PARADIGMA HOLISTIK Dialog Filsafat, Sains dan Kehidupan menurut Shadra dan Whitehead



Oleh : Husain Heriyanto Disampaikan dalam diskusi Matakuliah Filsafat Ilmu Kimia Oleh : Nohong P0700314401



Meski pun sains modern mendeklarasikan independensinya dari aliran filsafat tertentu, namun ia sendiri tetap berdasarkan sebuah pemahaman filosofis partikular baik tentang karakteristik alam maupun pengetahuan kita tentangnya, dan unsur terpenting di dalamnya adalah Cartesianisme yang tetap bertahan sebagai bagian inheren dari pandangan dunia ilmiah modern (Sayyed Hossein Nasr)



Cartesian-Newtonian • Diambil dari nama filsuf Rene Descartes, ahli matematika dan filsafat abad ke-17; mengajukan argumentasi yang kuat untuk pendekatan rasionalis terhadap pengetahuan. (bpk Filsafat modern) Rasio merupakan sumber kebenaran. Hanya rasio sajalah yang dapat membawa orang pada kebenaran. • Dan Newton; ahli fisika; tokoh pembangun sains modern. Seluruh kejadian/alam semesta dapat dijelaskan melalui hubungan rumus-rumus matematika (spt. Mesin) • Paradigma Cartesian-Newtonian; Cara pandang yang memperlakukan manusia dan sistem sosial seperti mesin besar yang diatur menurut hukum-hukum obyektif, mekanistik, deterministik linier dan materialistik • Meskipun penjelasan matematika, tidak bisa membenarkan dirinya



Pokok Pemikiran Descartes 1. Cogito ergo sum yang lebih dikenal dengan “aku berfikir maka aku ada” ; (penyangsian) Penonjolan “aku” dan “yang lain” 2. Ide-ide bawaan Karena kesaksian apa pun dari luar tidak dapat dipercayai, maka menurut Descartes saya mesti mencari kebenaran-kebenaran dalam diri saya dangan menggunakan norma. Dalam diri saya sejak saya lahir dapat ditemukan tiga “ide bawaan” (Inggris: innate ideas). yaitu pemikiran, Tuhan, dan keleluasaan 3. Substansi Descartes; bahwa selain Tuhan, ada dua subtansi: Pertama, jiwa yang hakikatnya adalah pemikiran. Kedua, materi yang hakikatnya adalah keleluasan.



4 Norma Pemikiran Descartes •



Pertama, jangan pernah menerima apapun sebagai hal yg benar jika kita tidak mempunyai pengetahuan yg jelas dan terpilah mengenai kebenaran tersebut, dan hindari ketergesa-gesaan dan prasangka. (“aku berfikir maka aku ada”= metode penyangsian )







Kedua, membagi setiap kesulitan yang akan diuji atau diteliti menjadi bagian-bagian sekecil mungkin agar dapat dipecahkan lebih baik.







Ketiga, menata urutan pikiran mulai dari obyek yang paling sederhana dan paling mudah untuk dimengerti, kemudian maju sedikit demi sedikit menurut tingkatannya sampai pada pengetahuan yang lebih kompleks.







Keempat, memerinci keseluruhan dan meninjau kembali semua secara umum sedemikian sehingga diyakini tidak ada yang terabaikan Tahapan pertama adalah prinsip intuisi kritis, tahapan kedua adalah prinsip analisis, tahapan ketiga adalah prinsip sintesis, dan tahap yang keempat adalah prinsip enumerasi.



lanjutan:







Orang pertama pada akhir abad pertengahan yang menyusun argumentasi yang kuat yang dictinct, yang menyimpulkan bahwa dasar filsafat adalah akal, bukan perasaan, bukan iman, bukan ayat, serta bukan yang lainnya *)







Dalam pandangan Descartes, alam bekerja sesuai dengan hukumhukum mekanik, dan segala sesuatu dalam alam materi dapat diterangkan dalam pengertian tatanan dan gerakan dari bagianbagiannya. Tidak ada tujuan, kehidupan, dan spiritual dalam alam semesta.







Bagi Descartes, segala sesuatu yang jelas dan terpilah adalah kebenaran. Konsekuensi dari dalil ini bermuara kepada pembedaan yang mencolok antara rasio dengan tubuh; substansi rasio adalah pemikiran, sedang substansi tubuh adalah berkeleluasaan.







*)







[1] . Zubaedi, Filsafat Barat; dari logika baru Descartes hingga revolusi sains ala Thomas Khun, (Yogyakarta: Arruzz Media, 2010) hlm.18, dikutip dari Anton Bakker, Metode-Metode Filsafat, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1986) hlm.68.



[2] Atang Abdul hakim dan Beni Ahmad Saebani, Filsafat Umum ; dari Metodologi sampai teofilosofi, (Bandung : Pustaka Setia, 2008) hlm.248 diambil dari (Ahmad Syadali dan Mudzakir, 2004 : 107).



lanjutan:



Implikasi • Pemikiran Decartes sangat berpengaruh terhadap perkembangan ilmu pengetahuan karena mendorong manusia untuk berpikir kritis, namun pemikiran Decartes dapat mempercepat kerusakan bumi sebab ia berpendapat dalam alam tidak ada spiritual, tidak ada kehidupan, dan karena manusia lebih berkuasa atas obyek sehingga dapat dibuat apa saja oleh manusia untuk memenuhi segala kebutuhannya.



2. Pemikiran Newton • •



Terinspirasi oleh Copernicus, Kepler, Galileo, dan Bacon;



Copernicus (1473-1543) merintis Revolusi Ilmiah dengan mengubah pandangan manusia terhadap tatanan cosmos dari geosentris ke heliosentris; bahwa bumi dan planet-planet mengelilingi matahari. Bumi tidak lagi menjadi pusat alam semesta, tetapi hanya sebagai salah satu sekian planet yang mengelilingi sebuah bintang kecil di ujung galaksi, dan manusia didepak dari kedudukan sebagai gambaran sentral dari ciptan Tuhan • Johannes Kepler (1571-1626) mendukung system Copernucus dengan merumuskan hukum-hukum empiris tentang gerak planet. Kepler mungkin orang pertama yang mengganti teologi langit Skolastisisme dengan fisika langit. Ia menganggap benda-benda angkasa tidak berkehidupan dan lembab tak berdaya. Ia menolak hirarki langit dan menganggapnya sebagai isotropis, demikian pula dengan bumi



lanjutan:



• Galileo (1546-1642) yang berhasil menetapkan hipotesis Copernicus menjadi teori ilmiah yang diterima secara umum oleh ilmuwan. Ia juga orang pertama yang memadukan percobaan ilmiah dengan bahasa matematika untuk merumskan hukum-hukum alam yang ditemukannya seperti pada gerak jatuh dan hukum bintang jatuh. • Francis Bacon (1561-1626) tercatat sebagai tokoh Revolusi Ilmiah yang mengintroduksi metode eksperimental dalam metode keilmuan. Ia sangat menekankan metode induksiempiristik dan menjadikan satu-satunya sebagai metode ilmiah yang sah dalam pengembangan ilmu . Sikap dominasi terhadap alam lebih nampak pada Bacon yang terkenal dengan pernyataannya “Pengetahuan adalah kekuasaan” Baginya ilmu hanya bermakna jika dapat diterapkan secara praktis. Bacon berperan penting dalam mempopulerkan sains baru yang lebih berperan sebagai pencarian kekuasaan guna mendominasi alam daripada memahami alam, sedemikian rupa sehingga berakibat pada pemaksaan alam untuk melayani kepentingan material manusia.



lanjutan:







Newton menggabungkan mimpi visioner rasionalisme Descartes dan visi empirisme Bacon agar dapat ditransformasikan ke dalam kehidupan nyata melalui peletakan dasar-dasar mekanika. Ia memadukan Copernicus, Kepler, dan Galileo di bawah asumsi kosmologis Descartesian yang mekanistik, atomistik, determenistik, linier, dan serba kuantitatif, dan pada saat yang sama, ia menerapkan metode eksperimental-induktif Baconian







Sesuai dengan pandangan mekanistik Cartesan, Newton mereduksi semua fenomena fisik menjadi gerak partikel benda, yang disebabkan oleh kekuatan yang tarik menarik, kekuatan grafitasi. Pengaruh kekuatan ini pada partikel atau obyek benda lain digambarkan secara matematis oleh persamaan gerak Newton, yang menjadi dasar mekanika klasik







Teori grafitasi (walaupun Newton sendiri tidak dapat menunjukkan seperti apa wujud grafiasi itu)







Subyek dan Obyek terpisah; subyek memiliki keberleluasaan sedang obyek tidak memiliki keberlleluasaan



lanjutan:



• Berdasarkan uraian di atas; lahirnya ilmuwan modern karena pengaruh pemikiran Decartes yang ingin melanjutkan usaha-usaha dalam ilmu pengetahuan, mencari penjelasan rasional secara detail sampai dengan tingkat aplikasi sehingga ilmu itu dapat bermanfaat bagi manusia. • Newton memulai dalam pengaplikasian ilmu pengetahuan dan berhasil menemukan teori-teori baru dalam bidang fisika kemudian diikuti oleh ilmuwan-ilmuwan lainnya, namun tanpa disadari berimplikasi pada terjadinya over eksploitasi obyek oleh subyek karena subyek memiliki keberleluasaan atas obyek



Hegemoni Cartesian-Newtonian • Peradaban modern dibangun sejak abad-17 M • Cara berada dari system, pola, dan dinamika moderenisme yg dicirikan dg meluasnya paradigma Cartesian-Newtonian, dalam cara pandang, visi, dan sistem nilai yang dianut masyarakat • Kenyataan sejarah, peradaban modern dibangun atas dasar ontologi, kosmologi, dan metodologi yang dibentuk oleh penggerak modernisme yaitu Rene Descartes dan Isaac Newton



Pegertian • Hegemoni; dominasi pengaruh • Paradigma; (Thomas Kuhn, 1970); berarti: matriks disipliner, ‘model’, atau ‘pola’ berfikir dan pandangan dunia kaum ilmuwan • Secara umum, Paradigma; seperangkat asumsi-asumsi teoritis umum dan hukum-hukum serta teknik-teknik aplikasi yang dianut secara bersama oleh para anggota suatu komunitas ilmiah (Mautner,T.,1996) • Suatu pandangan-dunia atau cara-pandang yang di dlalamnya terkandung asumsi-asumsi ontologis dan epistemologis tertentu, visi realitas, dan sistim nilai yang menjadi kesadaran kolektif dan dianut secara pervasif oleh suatu komunitas (Heriyanto, H., 2003)



Komponen Paradigma Cartesian-Newtonian Ada 2 komponen paradigma C-N 1. Prinsip-prinsip dasar adalah asumsi-asumsi teoretis yang mengacu pada sistem metafisis, ontologis dan epistemologis tertentu. 2. Kesadaran intersubjektif adalah kesadaran kolektif terhadap prinsip-prinsip dasar itu yang dianut secara bersama sedemikan sehingga dapat melangsungkan komunikasi yang mempunyai frame of reference yang sama. Sebagai contoh, konsep progress (maju) dalam paradigma Cartesian-Newtonian berarti “bertambahnya kepemilikan dan penguasaan manusia terhadap alam”.



lanjutan:



• Pengertian ‘maju’ telah menjadi kesadaran kolektif dan memungkinkan berlangsungnya komunikasi antar manusia modern • Negara maju; negara yang mampu mengeksploitasi alam melalui industri (walaupun terjadi praktik dehumanisasi) • Negara tidak maju (berkembang); negara yg tidak mampu mengeksploitasi alam melalui industri (meski negara itu damai dan beradab)



Asumsi-Asumsi Paradigma Caretseian-Newtonian 1.



Subjektivisme-Antroposentristik Memperesentasikan modus khas kesadaran modernisme bahwa manusia merupakan pusat dunia.



2.



Dualisme Penganut paradigma Cartesian-Newtonian membagi realitas menjadi subjek dan objek, manusia dan alam, dengan menempatkan superior subjek atas objek Dualisme ini juga meliputi pemisahan yang nyata antara kesadaran dan materi, antara pikiran dan tubuh, antara jiwa cogitan dan benda exensa, serta antara nilai dan fakta. Pemisahan Cartesan antara akal dan tubuh atau antara kesadaran subjek dan realitas eksternal telah menimbulkan pengaruh yang luar biasa pada pemikiran barat yang pada gilirannya juga terhadap pemikiran dunia modern.



lanjutan:



3. Mekanistik-Determenistik Paradigma Cartesian-Newtonian ditegakkan atas dasar asumsi kosmologis bahwa alam raya merupakan sebuah mesin raksasa yang mati, tidak bernyawa, dan statis. Bahkan segala sesuatu yang di luar kesadaran subjek dianggap sebagai mesin yang bekerja menurut hukum-hukum matematika yang kuantitatif, termasuk tubuh manusia. Sesuai dengan paham mekanistik, paradigma CartesanNewtonian menganggap realitas dapat dipahami dengan menganalisis dan mecah-mecahnya menjadi bagian-bagian kecil, lalu dijelaskan dengan pengukuran kuantitatif. Alam semesta termasuk manusia, dipandang sebagi mesin besar yang dapat dipahami dengan menganalisis bagianbagiannya. setelah itu digabungkan dan dijumlahkan kembali. Determenistik Paradigma ini memandang alam sepenuhnya dapat dijelaskan, diramal, dikontrol berdasarkan hukum-hukum yg deterministik sedemikian rupa sehingga memperoleh kepastian yang setara dengan kepastian matematis



lanjutan:



4.



Reduksionisme-Atomistik



Selaras dengan pandangan mekanistik-determenistik paradigma Cartesian-Newtonian mengandung paham reduktsionisme-atomistik. Alam semesta semata-mata dipandang sebagai mesin yang mati tanpa makna simbolik dan kualitatif, tanpa nilai, tanpa cita rasa etis dan estetis. Alam betul-betul hampa dan kosong dari nilai spiritualitas. Alam raya, termasuk seluruh realitas hanya terbangun dari “balok-balok” materi yg dibangun dari atom-atom, perbedaan materi satu dg yg lainnya disebabkan oleh perbedaan kuantitas dan bobot. Whitehead menulis: “dalam pandangan sains modern, alam adalah sesuatu yg mati, sepi, tak bersuara, tidak berbau, tidak berwarna; ia hanyalah seonggok materi yg tidak bertujuan, dan tidak bermakna”



lanjutan:



5.



Intrumentalisme Modus berpikir dalam sains modern adalah berpikir instrumentalistik. Kebenaran suatu pengetahuan atau sains diukur dari sejauh mana ia dapat digunakan untuk memenuhi kepentingan-kepentingan material dan praktis



6.



Materialisme-Saintisme Sebagai konsekuensi alamiah dari pandangan dualisme, mekanistikdetermenistik, atomisme, dan instrumentalistik yang dikandung, paradigma Cartesan-Newtonian juga bertendensi kuat untuk menganut paham materialisme-saintisme Newton yang berpandangan bahwa Tuhan pertama-tama menciptakan partikelpartikel benda, kekuatan-kekuatan antar partikel, dan hukum gerak dasar. Setelah tercipta, alam semesta terus bergerak seperti sebuah mesin yang diatur oleh hukum-hukum determenistik, dan TUHAN tidak diperlukan lagi kehadiranNya dalam kosmos ini. (Meski pun sesungguhnya Descasrtes & Newton adalah orang yg percaya kepada adanya TUHAN)



PROSES HEGEMONISASI PARADIGMA CARTESIAN-NEWTONIAN 1.



Perspektif Historis Peradaban Modern: Pembentukan Subjetivitas Manusia Peradaban modern bermula dan petualangan manusia Eropa untuk mencanangkan kedaulatan dirinya atas segenap kehidupannya di dunia. Mereka berpetualang mencari jati dirinya, hakikat eksistensi kemanusiaannya. Dengan berpangkal pada akal budinya, manusia modern mencari jati dirinya melalui gerakan- gerakan seperti Renaisans, Antroposentrisme filsafat /pemikiran modern, Reformasi, dan Pencerahan yg berujung pada desakralisasi pengetahuan suci (teologis) menuju ranah sekularisasi. Dimana manusia berpaling dari “dunia sana” ke “dunia sini dan sekarang ini” hingga agama, teologi, dan metafisika disingkirkan dari wacana keilmuan dan kehidupan- sosial kemanusiaan dan menjadikannya sebagai urusan individu belaka. (bahkan Karl Max menyebut agama adalah candu bagi rakyat) lalu mencapai puncak ATHEISME pada abad ke 19.



lanjutan:



2. Pendasaran Filosofis Menuju Positivisme



Epistimologi Cartesan yang dualistik dan mekanistik terus bertahan menjadi fondasi yang kokoh bagi pengembangan sains hingga kini, tidak saja sains alam namun juga telah merambah sains social dan manusia. Dalam perjalanan sejarah pemikiran dan filsafat modern, banyak kritikan yang ditujukan kepada dualisme Cartesan, (misal oleh Imanuel Kant) namun kritikan itu lebih bersifat reformatif-konstruktif sedemikian rupa sehingga lebih bekemampuan untuk beradaptasi dan dipertahankan. Kant mempertajam dualisme dan subjektivisme Descartes sedemikian sehingga lebh sulit untuk dikritik dan ditentang. Ia mentransformasikan semangat Cartesan ke dalam analisis filosofis dengan argument-argumen ontologism dan epistemologis yang jauh lebih tangguh. Dalam hal ini, Kant mirip dengan Newton. Jika Newton menterjemahkan epistemology Cartesan ke dalam filsafat alam yang mekanistik, maka Kant menstranformasikan subjektivisme dualisme Cartesian ke dalam filsafat kritis. Karena alasan itulah, mengapa tendensi dualisme-mekanistik Cartesan masih berpengaruh mendalam terhadap kebudayaan modernisme



lanjutan:



3. Budaya Saintisme Epistemologi Cartesian mampu bertahan dalam pandangan dunia modern setelah melalui pemolesan, perbaikan, dan penajaman sedemikian, sehingga dapat menjadi fondasi bagi kelahiran posivitisme. Positivisme adalah titik kolminasi dari semakin independensinya sains terhadap filsafat, dan dari segenap prinsip-prinsip kearifan kemanusiaan. Positivisme menolak segala modus berpikir dan mengetahui yang non linier materialistik, non mekanistik seraya menganggapnya sebagai ilusi-ilusi dan mitos-mitos yang tak bermakna. Oleh karena itu, Chalmes menuding saintisme telah menjadi ideologi dunia modern. Ia mencontohkan bagaimana psikologi behavioristik salah satu bentuk positivisme dalam psikologi telah mendorong perlakuan terhadap rakyat sebagai mesin, begitupun penggunaan yang luas terhadap hasil-hasil studi IQ di dalam system pendidikan yang dibela atas nama ilmiah



lanjutan:



Mengenai dominasi budaya saintisme dalam peradaban modern, Roger Trigg menulis: “ Metode-metode dan penemuan-penemuan sains modern telah mendominasi dunia, dan filsafat hanya dianggap sebagai pelayan sains. Kesuksesan dan kemajuan ilmiah telah diterima begitu saja sebagai kebenaran, dan sains telah dianggap sinonim dengan pengetahuan. Konaepsi dunia ilmiah mendikte apa yang boleh diterima secara filosofis. Karena filsafat diturunkan menjadi peran sekunder, tugas justifikasi praktis sains tidak lagi dianggap esensial. Sains menentukan apa yang dimaksudkan dengan kebenaran, dan tidak ada ruang untuk mempertanyakan apakah sains satu-satunya jalan atau hanya salah satu jalan menuju kebenaran. Metafisika menjadi objek cemoohan”. Setelah membangun system fisika/mekanika yang mekanistikdetermenistik dengan membawa kemajuan yang cukup spetakuler, paradigma Cartesan-Newton merambah ke pelbagai bidang studi lainnya. Fisika Cartesian-Newtonian secara bertahap dan menjadi primadona dan ‘ratu sains’ sedemikian rupa, sehingga metodenya yang kantitatif linier reduksionis pun menjadi model dan rujukan bagi bidang-bidang studi lainnya.



Beberapa bidang studi yg dipengaruhi pemikiran C-N • Selain Fisika, Kimia, Biologi adalah sains yang berurusan dengan fenomena-fenomena hayati pada organisme hidup. Sains ini memuat pandangan Cartesian bahwa binatang atau tubuh organisme hidup adalah seperti sebuah mesin yang lebih rumit dan kompleks. Dengan kata lain, tidak ada perbedaan esensial antara mesin dengan organisme kecuali dalam tingkat kerumitannya. Dengan pandangan semacam ini, sebuah organisme lalu diperlakukan seperti mesin yang dapat dipotongpotong atau dilepas bagian-bagiannya satu persatu, dan kemudian dianalisis satu demi satu untuk dapat digabungkan lagi. • Di bidang kedokteran pun juga tampak adanya paradigma Cartesian-Newtonian yang berifat mekanistik-reduksionistik. Tubuh manusia lalu dipandang seperti mesin yang mana ada bagian-bagian tertentu yang perlu diperbaiki. Dalam hal ini manusia tidak dilihat lagi sebgai manusia yang utuh dan holistik. Praktek-praktek kedokteran hanya berfokus pada tubuh manusia semata tanpa dikaitkan dengna jiwa dan pikirannya maupun dengan lingkungan sosialnya.



lanjutan:



• Ilmu psikologi. Sebagai contohnya adalah para kaum behavioris yang memandang bahwa manusia tak ubahnya seperti hewan atau robot dimana segenap perilakunya dapat diatur dan dikontrol oleh lingkungan eksternal dengan penelitian S-R (stimulus-respons). B.F. Skinner bahkan mengemukakan 3 macam asumsinya yang terkenal, yakni: pertama, perilaku (manusia) itu mengikuti hukum tertentu; kedua, perilaku itu dapat diramalkan/diprediksi; ketiga, perilaku itu dapat dikontrol. • Dalam bidang sosiologi pun juga ditemukan paradigma Cartesian-Newtonian. August Comte sebagai salah seorang tokoh positvisme meyakini bahwa penemuan hukum-hukum alam akan membukakan batas-batas yang pasti yang melekat dalam kenyataan sosial. Comte melihat masyarakat sebagai suatu keseluruhan organik yang pada kenyataannya melebih sekedar jumlah bagian-bagian yang saling tergantung. Untuk memahami kenyataan ini, metode penelitian empiris perlu digunakan dengan keyakinan bahwa masyarakat adalah suatu bagian dari alam seperti halnya gejala fisik. Sosiologi positivistik ini pun kerap dijuluki sebgai fisika sosial karena asumsi dan metode yang diterapkan mencontoh fisika mekanistik.



Kesimpulan • Dari uraian sebelumnya, dapat dilihat bahwa ternyata paradigma Cartesian-Newtonian ini memperlakukan manusia dan alam keseluruhan seperti mesin besar yang dapat diatur dan dikontrol menurut hukumhukum objektif, mekanis, deterministik, linier, reduksionis dan materialistik. Paradigma ini telah mengisolasi dan mendistorsi keanekaragaman dan dinamika realitas. • Tidak ada nilai yang mengontrol sehingga subyek sangat berkuasa atas obyek • Realitas alam yang plural, dan saling terkait satu sama lain menjadi tidak dapat dipersepsi. • Menurut Fritjof Capra: “cara pandang yang semacam ini pada tataran praktis telah melahirkan berbagai krisis global, seperti krisis ekologis, dehumanisasi, dan konflik-kekerasan yang akut. Sedangkan pada tataran teoretis, paradigma Cartesian-Newtonian tidak mampu lagi memberi penjelasan terhadap fenomena-fenomena dari sains mutakhir seperti relativitas dan teori kuantum. Oleh karenanya, diperlukan sebuah paradigma baru, visi baru tentang realitas bagi masyarakat modern saat ini untuk menyelamatkan masa depan peradaban dengan visi yang lebih baik, yang lebih manusiawi, dan tidak melupakan ekologi”.



• Paradigma Cartesian-Newtonian disatu sisi berhasil mengembangkan sains dan teknologi yang memudahkan kehidupan manusia, namun di sisi lain mereduksi kompleksitas dan kekayaan manusia itu sendiri, • Semangat mencari ilmu pengetahuan yang tidak dibarengi dengan spiritual yang baik akan menyebabkan tidak ada kontrol dalam segala aspek kehidupan, akibatnya terjadi kecenderungan kehidupan yg tidak “memanusiakan manusia” • Einstein: “ilmu tanpa agama adalah buta, dan agama tanpa ilmu adalah lumpuh” • Dampak lain yg muncul adalah; sifat egoisme yg tinggi, Lunturnya keyakinan Teologis, Semua kesuksesan diukur dg materi Sedikit kegagalan akan menyebabkan frustasi, lalu mencari jalan pintas yg dianggap dapat menyelesaikan masalah, (melakukan tindakan- tindakan tercela)



• • • • • • •



• • • • •



Produk hanya mementingkan kemajuan pribadi atau kelompok, ampai menghasilakn kriis global Terjadi degradasi moral yang sangat menghawatirkan, Keidupan sosial sdh terjangkiti seluruhnya Ilmu bebas nilai, Persaingan antar ibnu Rus dan Algazali Algaali fundamentalis, ibnu rus rasionalitas Ibnu rus kalah lalu diktransfer ke eropa menghasilkan renaisans. Pengikut Al Gzali tidak mampu menterjemahkan pikiran Algaali shg kurang berkembang. Yg pada akhirnya terjadi pemisahan antara urusan agama dg urusan kemasayrakatan Cartesiandan newton menganggap kebenaran jikadapat dijabarkan dengan matematika, kajian agma tidak bisa dijabarakn dengan matamtaik maka kajian ini di luar kajian mereka 12% kemampuan manusai untuk rasio, 88% adalah kemampuan emosional Rasilnal, mempiris, metodologi Kebenaran rasional, empiris, metodologi dapat dijabarkan dengan matematika, kebenaran absolut berasal dari wahyu daalam agama. Oleh CN tidak dianut.karena tidak bisa dijabarkan dengan matematika. Bebas nilai, akibatnya malapetaka.