Heterotopia Dalam Pemikiran Foucault [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

HETEROTOPIA DALAM PEMIKIRAN MICHEL FOUCAULT



PENGANTAR Pergeseran era dari industri ke informasi telah mengubah cara berpikir dan cara memandang dunia. Era Modern yang ditandai dengan revolusi industry, berkembangnya kapitalisme, dan individualisme sebagai kekuatan utama manusia berubah dengan ditemukannya kekuatan baru seiring dengan munculnya komputer. Informasi menjadi senjata utama memperoleh kekuatan dan kekuasaan. Maka muncullah era postmodern. Postmodern pada dasarnya adalah anti modern. Jika era modern menekankan pada nalar, kebenaran universal, struktur, dan kekuatan ekonomi, maka postmodern menekankan pada intuisi, kebenaran lokal, struktur yang tercecer, serta kekuatan informasi/pengetahuan. Postmodern menyadari pentingnya komunitas. Dalam komunitas lah kebenaran lokal terbentuk. Kebenaran universal tidak lagi dapat diterapkan karena postmodern percaya bahwa kebenaran sebagai aturan-aturan dasar muncul untuk mensejahterakan suatu komunitas. Karena ada banyak komunitas, maka ada banyak kebenaran se hingga kebenaran dalam postmodern bersifat relatif dan plural. Perubahan kebenaran universal menjadi kebenaran lokal secara otomatis menghilangkan titik pusat yang mengatur segala sesuatu. Tidak ada lagi standar umum yang digunakan untuk mengukur, menilai dan mengevaluasi segala hal. Michel Foucault, seorang filsul postmodern, menawarkan nama baru untuk dunia yang tidak memiliki titik pusat: heterotopia (Suwanto). Melalui pemikiran-pemikirannya yang revolusioner, Foucault menjabarkan fenomena yang berlangsung pada era postmodern ini PEMBAHASAN Michel Foucault adalah anak dari Anne Malapert dan Paul Foucault, seorang dokter bedah terkenal. Ia lahir di Poitiers, Perancis pada tanggal 15 Oktober 1926. Sebagai anak dari keluarga dokter, saudara dan kakeknya juga dokter, Michel diinginkan meneruskan profesi tersebut. Namun Michel lebih tertarik pada filsafat, sejarah dan psikologi. Setelah menamatkan sekolah dasar, Michel melanjutkan ke Kolose StaintStainlas dan berkenalan dengan filsafat Yunani dan Modern. Pemahamannya mengenai filsafat makin mendalam ketika ia melanjutkan ke Universitas Sorbonne dan memilih ENS (Ecole Normale Superiore). Di ENS ia mengenal tulisan-tulisan filsuf berpengaruh seperti Hegel, Marx dan Freud. Ia lulus pada tahun 1951 dan ditahun yang sama bergabung dengan Partai Komunis Perancis (PCF=Parti Communiste Francais). Karier akademisnya dimulai pada tahun 1955 ketika ia diundang sebagai tenaga pengajar sastra dan bahasa Perancis di Universitas Uppsala, Swedia. Setelah itu ia banyak diundang menjadi dosen ke berbagai negara dan berbagai universitas di Perancis dan



mendirikan Universitas Paris Vincennes, sebuah universitas eksperimental. Pada tahun 1984 Michel Foucault meninggal dunia di Paris karena penyakit AIDS. Dasar Pemikiran Michel Foucault Michel Foucault hidup pada masa pasca perang dunia II dimana Perancis didominasi oleh pemikiran Fenomenologi Eksistensialis dan Marxisme. Fenomenologi Eksistensialise, yang dirayakan oleh Sartre dan Beauvior, melihat kebebasan autentik sebagai kemungkinan mutlak dan menjadi tanggung jawab individu. Pemikiran ini bertentangan dengan Marxisme yang melihat ide kebebasan individu semata-mata rekaan kaum bourgeois, dan berpendapat bahwa hanya dengan perlawanan kolektif suatu kelompok sosial tertindas dapat membebaskan diri dari kelompok sosial dominan. Pemikiran Sartre yang menyatakan bahwa filsafat sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari, yang berarti seorang ilmuwan dapat berperan dalam skala global, dikritik oleh Foucault. Ia berpendapat bahwa seorang ilmuwan sebaiknya tidak menjadi ilmuwan ‘universal’ melainkan menjadi ilmuwan ‘spesifik.’ Yang ia maksud dengan ilmuwan ‘universal’ adalah ilmuwan yang menempatkan diri sebagai master of justice and truth. Sementara ilmuwan ‘spesifik’ adalah ilmuwan yang memiliki akses dan pemahaman pada satu disiplin ilmu dan menyadari bahwa konfigurasi-konfigurasi kuasa lokal menciptakan pengetahuan-pengetahuan yang dianggap sebagai kebenaran. Ini adalah dasar pemikiran Foucault yang juga menunjukkan keberpihakannya pada ide-ide sayap kiri serta penolakannya pada nilai-nilai bourgeois. Keberpihakannya pada pemikiran sayap kiri serta bergabungnya ia dengan Partai Komunis Perancis memperlihatkan pemikiran Foucault yang sejalan dengan pemikiran Marxis. Foucault menggunakan analis Marx untuk relasi kuasa dalam banyak karyanya. Namun metodologi yang ia pakai berbeda dengan Marx. Ketika Marx memperkenalkan filsafat global, Foucault fokus pada yang spesifik. Ketika Marx menekankan pada sistem, Foucault mencoba untuk melawan mitos kerja sistem. Dan yang paling penting adalah ketika Marx menyatakan revolusi sebagai cara kelompok proletarian mendapatkan kekuasaan, Foucault mengembangkan sebuah model relasi kuasa, sebuah jaringan pengaruh yang tidak pernah melanggengkan posisi penguasa di atas yang dikuasai. Dengan berkembangnya pemikiran Foucault, pengaruh Marx makin berkurang. Michel Foucault adalah pemikir yang banyak menghasilkan tulisan. Beberapa bukunya yang terkenal dan membawa pengaruh besar adalah Madness and Civilization, The Birth of Clinic, The Order of Things, The Archeology of Knowledge, Discipline and Punish serta History of Sexuality. Secara sederhana karya-karya Foucault dapat dibagi kedalam dua fase: fase awal dan fase akhir (Gauntlett 126). Di fase awal, tulisan-tulisan Foucault menyoroti wacana-wacana institusi beserta kelompok orang yang terlibat didalamnya yang membatasi kelompok lain dengan cara menghadirkan sudut pandang tertentu mengenai kelompok tersebut. Contoh nyata dihadirkan Foucault dalam bukunya Madness and Civilization (Foucault, Madness and Civilization. A History of Insanity in the Age of Reason) mengenai bagaimana para psikiater abad 17-19 mendefinisikan kegilaan. Pada bukunya yang lain, The Birth of the Clinic (Foucault, The Birth of the



Clinic. An Archaeology of Medical Perception), Foucault menampilkan bagaimana perubahan sejarah terhadap pemahaman atas tubuh berdampak pada perlakuan Negara atas warganya. Pada fase selanjutnya Foucault mengalihkan fokus pembahasannya dari kekuatan luar serta wacana yang membatasi manusia ke wacana yang dapat membuat individu membatasi dirinya. Dalam Discipline and Punish (Foucault, Discipline and Punish. The Birth of the Prison) selain mengungkapkan bagaimana tahanan dan kriminal didefinisakan oleh institusi dan para ahli kejiwaan, Foucault juga memperlihatkan bagaimana disiplin dan pengawasan terhadap tahanan mempengaruhi perilaku mereka. History of Sexuality (Foucault, The History of Sexuality Volume I: The Will to Knowledge) menekankan pada konstruksi sosial mengenai seksualitas sebagai identitas. Seksualitas kemudian tidak perlu secara aktif diatur pemerintah karena masyarakat telah melakukan monitor diri terhadap perilaku mereka. Fokus pembahasan Foucault bergeser dari dunia yang dikonstruksikan oleh wacana ke dunia yang dikonstruksikan oleh individu yang beradaptasi dengan lingkungannya. Lingkungan sosial tetap memegang peran penting, namun Foucault lebih tertarik pada subjektivitas individu dalam merespon lingkungan sosialnya. Arkeologi Arkeologi adalah metode yang mulai diperkenalkan Foucault dalam bukunya The Birth of Clinic. Sebagai metode, arkeologi difokuskan untuk menyingkap suatu wilayah praktik pengetahuan. Foucault menggunakan arkeologi untuk mengacu pada analisis terhadap kondisi-kondisi yang memungkinkan sebuah sistem pemikiran berlaku dan menjadi autoritatif. Istilah arkeologi dipakai sebagai metafor untuk hal-hal yang disebut arsip. Arsip disini adalah kumpulan aturan yang dijaga oleh peradaban tertentu yang menentukan hadir atau hilangnya sebuah wacana (wacana akan dibahas lebih jauh pada bagian selanjutnya). Aturan-aturan yang mendasari sistem pemikiran – aturan yang tidak selalu bersifat transparan bahkan untuk penggunanya – disebut sebagai historical unconscious (Downing 9) suatu periode, atau episteme. Salah satu tujuan Foucault memperkenalkan metode ini adalah untuk menjelaskan situasi saat ini dengan mengeksplorasi masa lalu. Arkeologi adalah sebuah sejarah. Bukan sejarah benda-benda atau manusia, melainkan sejarah mengenai kondisi-kondisi/situasi yang dibutuhkan bagi benda-benda atau manusia untuk hadir. Ia bersifat impersonal dan cenderung menjelaskan kumpulan pemikiran-pemikiran pada satu periode, bukan kronologis perkembangan pemikiran. Arkeologi juga bersifat internal – sebuah sejarah mengenai apa yang beroperasi pada manusia sehingga mereka berpikir dengan cara dan sudut pandang tertentu tanpa mereka sadari pengaruhnya. Sifat arkeologi yang internal tersebut merefleksikan pemikiran psikoanalisis karena arkeologi mengakui peran ketidasadaran, walaupun ketidaksadaran tersebut lebih bersifat kolektif daripada individual. Menurut Foucault ketidaksadaran adalah aturan, kepercayaan, kode-kode tersembunyi dan tidak terakses yang berdampak pada dunia nyata. Yang membedakannya dengan psikoanalisis adalah Foucault tidak



menawarkan interpretasi atau ‘obat’ atas ketidaksadaran tersebut, ia hanya mendeskripsikan apa-apa yang tersembunyi. Menurut Foucault tiap jaman memiliki episteme (sistem pemikiran) yang mengarahkan praktik ilmu pengetahuan pada jaman tersebut. Pemikiran ini didasarkan atas analisis arkeologi yang menggali dan mengeksplisitkan episteme pada satu periode. Foucault membedakan 3 jaman episteme dalam sejarah pemikiran Eropa: episteme abad Renaissance yang menekankan pada kemiripan (resemble), episteme abad Klasik yang menekankan pada representasi (representation), dan episteme abad Modern yang menekankan pada signifikasi (signification) (Jatmiko 130). Genealogi Ketertarikan Foucault terhadap sejarah makin nyata dengan digunakannya metode genealogi. Genealogi adalah sebuah metode menganalisis dampak dari berbagai operasi kuasa (baik itu kuasa dominan maupun kuasa tandingan) dalam sistem pemikiran. Yang membedakannya dengan arkeologi adalah fokus arkeologi terletak pada kondisi-kondisi yang memungkinkan munculnya sistem pemikiran, sementara genealogi fokus pada sejarah formasi sosial, asal muasal pemikiran. Metode genealogi Foucault banyak dipengaruhi oleh Nietzsche. Nietzsche membongkar operasi-operasi kuasa historis, false universals, dan ideologi yang dianggap sebagai fakta. Tujuan genealogi Nietzsche adalah membaca kembali sejarah serta menolak narasi besar sejarah abad 19 sebagai kemenangan atas kemajuan umat manusia. Kritik Nietzsche terhadap berbagai wacana mengenai kemajuan dan perkembangan abad 19 membuka jalan Foucault untuk mempertanyakan ‘kebenaran’ dan mengelompokkan beragam ilmu pengetahuan ke dalam institusi penguasa. Yang membedakan genealogi Foucault dengan Nietzsche adalah Foucault lebih tertarik pada kejadian biasa atau sejarah kecil yang diabaikan oleh sejarawan. Salah satu sejarah kecil yang luput dari pengamatan sejarawan dan menjadi bahan kajian Foucault adalah seksualitas. Menurut Foucault seksualitas merupakan sesuatu yang dibentuk secara historis, hasil dari sebuah jaringan besar yang melibatkan berbagai faktor, seperti perkembangan klinik-klinik berbasis psikologi, penerapan metode monitoring tubuh remaja, dan sebagainya. Kekhasan genealogi Foucault yang lain adalah fokusnya pada tubuh. Foucault mengatakan bahwa tubuh adalah wilayah beroperasinya kekuasaan. Tiap era memiliki cara tertentu memproduksi pembacaan terhadap tubuh yang mengukuhkan apa-apa yang diharapkan dan diinginkan era tersebut. Ilmu kedokteran berkembang dari bagaimana tubuh dimaknai. Kedokteran Barat melihat tubuh sebagai sumber penyakit, sehingga ilmu tersebut memusatkan perhatian pada pembasmian penyakit yang terdapat dalam tubuh dibandingkan mencari penyebab eksternalnya. Tidaklah heran tindakan preventif yang dianjurkan kedokteran Barat untuk menjaga kesehatan tubuh juga berpusat pada tubuh, seperti makan teratur, berolahraga, menghindari berbagai jenis substansi yang merusak tubuh, dan seterusnya. Pembacaan atas tubuh yang berbeda hadir di Timur yang melihat tubuh tidak semata-mata sumber penyakit. Kondisi eksternal dapat menjadi sebab



munculnya penyakit, seperti melecehkan Tuhan, terkena hukuman karena tidak berbuat baik, tidak mampu menghadapi masalah hidup (Saifuddin 176). Pengobatan dan tindakan preventif yang ditawarkan ilmu kedokteran Timur kemudian bersifat holistik, terapi secara menyeluruh antara pikiran, jiwa, dan tubuh serta keseimbangan sosial dan individu. Pengetahuan dan Kekuasaan Secara tradisional kekuasaan sering didefinisikan dalam pengertian negatif ysng muncul dalam sistem peradilan: yang membatasi, menghukum, melarang, dan menolak. Kekuasaan dikaitkan dengan penguasa yang sifatnya melarang; menguasai berarti berhak melarang. Dengan demikian melawan kekuasaan berarti melakukan pelanggaran. Dalam Marxisme kekuasaan dikonsepkan sebagai kepemilikian; sesuatu yang dimiliki kelompok dominan, kelompok pemilik modal. Sementara para pekerja dikategorikan sebagai kelompok lemah karena untuk mendapatkan biaya hidup mereka harus rela dieksploitasi kelompok dominan. Sementara Foucault memaknai kekuasaan bukan sebagai kepemilikan atau kemampuan yang berasal dari penguasa atau Negara, atau pemilik modal. Ia bukanlah komoditi yang dapat dimiliki dan direbut. Kekuasaan adalah sesuatu yang dihasilkan melalui interaksi. Ia berada dalam sebuah jaringan interaksi dan menyebar kemana-mana. Seseorang tidak dapat mengatakan dirinya atau orang lain berkuasa, tapi ia dapat mengatakan bahwa dirinya atau orang lain berada dalam posisi berkuasa atau memiliki kesempatan untuk menggunakan kekuasaannya. Foucault mengatakan: Power is everywhere; not because it embraces everything, but because it comes from everywhere … Power is not an institution, and not a structure, neither it is a certain strength we endowed with; it is the name that one attribu tes to a complex strategical situation in a particular society (Foucault, The History of Sexuality Volume I: The Will to Knowledge 83). Kutipan tersebut menunjukkan bahwa kekuasaan berada dimana saja, bukan milik satu kelompok. Kekuasaan adalah strategi individu beradaptasi dengan lingkungannya. Ia berada dalam suatu relasi sosial. Foucault menambahkan analisis kekuasaan tidak dipusatkan pada tujuannya, tapi pada bagaimana kekuasaan diterapkan. Kekuasaan tidak bersifat pasif; kekuasaan bersifat aktif dan produktif. Kekuasaan menciptakan realita, sebuah rezim kebenaran, yang berlaku di satu kelompok sosial dalam waktu tertentu. Selain itu kekuasaan juga menghasilkan resistensi/perlawanan. Perlawanan hadir dari kelompok atau mereka yang tidak setuju dengan rezim kebenaran yang dihasilkan oleh suatu kekuasaan. Perlawanan tersebut dapat hadir dalam bentuk ketegangan-ketegangan yang disembunyikan hingga protes dan kemarahan. Kebenaran yang hadir dari jaringan kekuasaan menciptakan sebuah pengetahuan atas sebuah objek. Pengetahuan tidak pernah lepas dari kekuasaan begitu pula sebaliknya. Tindakan-tindakan suatu kelompok dan lembaga menghasilkan pengetahuan yang mendukung sistem kekuasaan. Ketika terjadi penyimpangan perilaku sebagai dampak



modernitas, psikiater muncul dengan mendefinisikan perilaku menyimpang tersebut sebagai sebuah penyakit jiwa dan menghasilkan berbagai pengetahuan mengenai penyakit tersebut. Bersama dengan Negara, psikiater menciptakan rumah sakit-rumah sakit untuk mengisolasi individu-individu yang dikategorikan gila, menciptakan teknik perilaku dan pengawasan terhadap tubuh-tubuh gila tersebut untuk kembali menjadi normal. Fenomena tersebut merefleksikan bagaimana kekuasaan dan pengetahuan hadir bersamaan. Wacana Relasi antara kekuasaan dan pengetahuan menghasilkan sebuah sistem pengetahuan yang dianggap sebagai kebenaran oleh masyarakat. Rezim kebenaran yang disusun oleh berbagai sistem pengetahuan yang didalamnya terdapat relasi kekuasaan oleh Foucault disebut wacana/diskursus. Menurut Foucault wacana tidak hanya berupa rangkaian kata atau proposi dalam teks, tapi juga sesuatu yang memproduksi sesuatu yang lain. Foucault menekankan pada struktur/tata aturan wacana; bagaimana wacana dibentuk, apa saja yang dipilih dan dihilangkan untuk membentuk suatu wacana. Foucault melihat ada keterkaitan erat antara realita dengan wacana. Pandangan seseorang atas sebuah objek dibentuk dalam batas-batas yang telah ditetapkan oleh struktur wacana. Apa yang dianggap sebagai kebenaran atas satu objek sesunggguhnya adalah konstruksi wacana. Foucault telah memberikan banyak contoh mengenai realita/kebenaran yang dikonstruksi. Konsep gila dan tidak gila, sehat dan sakit, benar dan salah adalahh konsep yang dibentuk oleh wacana yang berkaitan dengan ilmu psikiatri, ilmu kedokteran dan ilmu pengetahuan pada umumnya. Kemampuan wacana untuk menentukan siapa yang gila atau tidak, sakit atau sehat merupakan perwujudan kekuasaan. Wacana tidak pernah bersifat tunggal. Kehadiran satu wacana akan menghadirkan wacana tandingannya, sehingga dalam satu masyarakat akan ada banyak wacana. Wacana tersebut ada yang dominan dan ada yang marginal. Wacana dominan adalah wacana yang didukung kelompok dominan dan Negara serta memiliki kekuasaan lebih dibandingkan wacana marginal. Menurut Foucault jika ingin memahami perilaku manusia pada tempat dan waktu tertentu maka carilah wacana yang mendominasi dan telusurilah cara kerja serta asal usul wacana tersebut. Karena wacana membatasi cara pandang seseorang terhadap satu objek, maka objek yang sama dapat menghasilkan lebih dari satu wacana. Foucault memberikan sebuah contoh bagaimana satu objek menghasilkan wacana berbeda. Pierre Riviere adalah anak petani yang membunuh ibu, saudara perempuan dan saudara laki-lakinya pada tahun 1835. Di dalam penjara ia menulis buku yang menceritakan bagaima na ia membunuh anggota keluarganya (Hidayat 100). Buku tersebut menimbulkan perdebatan panjang antara dua kelompok: dokter dan pengacara. Para dokter menyimpulkan Riviere gila karena perilaku ganjilnya dan harus ditempatkan di rumah sakit jiwa. Sementa ra para pengacara menyatakan Riviere tidak gila, terbukti dari kemampuannya mengingat apa yang telah ia lakukan dan menuangkannya dalam bentuk tulisan, sehingga pantas untuk



dihukum mati. Dua sudut pandang berbeda tersebut hadir dari sumber informasi yang sama. Pengetahuan yang dimiliki para dokter dan pengacara membuat mereka memiliki kekuasaan untuk melabelkan Riviere gila atau tidak, serta perlakuan apa yang ‘pantas’ untuknya. Satu teks, yaitu tulisan Riviere, dibaca dengan cara berbeda dan menghasilkan wacana berbeda. Michel Foucault dan Ilmu Susastra Pemikiran bahwa wacana menjadi kendaraan untuk kekuasaan menjadi sangat produktif dalam ilmu susastra. Karena wacana terdiri dari rangkaian kata dan pernyataan, maka kekuasaan hadir dalam bahasa dan bahasa adalah wilayah kajian susastra. Wacana bekerja seperti hegemoni Gramsci dan ideologi Althusser: semuanya diinternalisasi dan menawarkan ‘kenikmatan.’ Teks susastra juga bekerja dengan cara yang sama, menawarkan kenikmatan, sehingga teks-teks tersebut menjadi kendaraan ideal menyusupkan wacana tertentu, baik itu wacana dominan atau wacana marginal. Tema besar Foucault mengenai kekuasaan yang menyebar banyak diterapkan dalam penelitian sastra. Melalui metafor panoptikan, sebuah penjara dimana para tahanannya percaya mereka selalu diawasi, Foucault ingin menunjukkan bagaimana subjek menyesuaikan perilaku mereka terhadap kekuasaan. Foucault juga menunjukkan bahwa kekuasaan tidak bersifat vertikal, dari atas ke bawah, namun juga menyebar. Berbagai penelitian karya sastra menggunakan metafor panoptikan untuk membongkar kekuasaan dalam teks sastra. Novel One Flew Over the Cuckoo’s Nest merefleksikan pemikiran Foucault (Bertens 119). Novel tersebut mengambil tempat disebuah rumah sakit jiwa yang berada dalam pengawasan seorang perempuan (Big Nurse). Banyak dari penghuni rumah sakit tersebut datang dengan sukarela. Konsep ‘normal’ di ‘dunia luar’ telah meyakinkan para pasien tersebut bahwa mereka tidak normal sehingga mereka dengan sadar membutuhkan pengobatan untuk kembali menjadi ‘normal.’ Dengan kata lain pasien-pasien tersebut telah menempatkan diri mereka dalam wacana dan kekuasaan ilmu pengetahuan. Mereka menerima dan menginternalisasi wacana mengenai ‘normal,’ dan dengan sukarela menyerahkan ‘tubuh’ mereka ke dalam sebuah institusi yang sarat dengan pengawasan tubuh. Satu-satunya ‘pasien’ yang merasa dirinya normal dan lepas dari wacana tersebut adalah individu yang tidak mendapatkan pendidikan di sekolah atau gereja. Ironisnya, ia tidak memiliki kebebasan untuk keluar dari institusi tersebut, sementara yang lain bebas keluar setelah dinyatakan ‘sembuh.’ Tema wacana, pengetahuan dan kekuasaan hadir dalam novel tersebut melalui metafora panoptikan. KESIMPULAN Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa Foucault melihat era postmodern sebagai periode yang dikuasai oleh wacana. Informasi dan pengetahuan yang menjadi kekuatan besar postmodern dikemas menjadi sebuah wacana yang tidak pernah bebas dari kekuasaan. Kekuasaan tersebut hadir untuk menciptakan sebuah kebenaran atas subjek pada waktu dan tempat tertentu. Wacana tidak hanya menjadi milik kelompok dominan. Wacana hadir dalam setiap lapis masyarakat, dalam berbagai kelompok. Ini berarti



kebenaran hadir dengan berbagai versinya pada tiap masyaraka t/lingkungan sosial berbeda. Dunia postmodern, yang Foucault sebut heterotopias, adalah dunia dengan beragam wacana, beragam kebenaran, serta kekuasaan yang menyebar. Tidak ada yang bersifat tunggal, utuh atau kekal. DAFTAR PUSTAKA Bertens, Hans. The Basic Literary Theories. 2nd ed., Routledge, 2008. Downing, Lisa. The Cambridge Introduction to Michel Foucault. Cambridge University Press, 2008. Foucault, Michel. Discipline and Punish. The Birth of the Prison. Vintage Books, 1995. ---. Madness and Civilization. A History of Insanity in the Age of Reason . Vintage Books, 1988. ---. The Birth of the Clinic. An Archaeology of Medical Perception. Taylor & Francis, 2003. ---. The History of Sexuality Volume I: The Will to Knowledge. Penguin, 1998. Gauntlett, David. Media, Gender and Identity. Routledge, 2008. Hidayat, Medhy Aginta, translator. Panduan Pengantar Untuk Memahami Postrukturalisme & Posmodernisme. Jalasutra, 2008. Jatmiko, Sigit, translator. Teori-Teori Sosial, Observasi Kritis Terhadap Para Filsuf Terkemuka. Pustaka Pelajar, 2005. Saifuddin, Achmad Fedyani, translator. Pengantar Teori-Teori Sosial Dari Teori Fungsionalisme Hingga Post-Modernisme. Yayasan Obor Indonesia, 2009. Suwanto, Wilson, translator. Pengantar Untuk Memahami Postmodernisme. Yayasann Andi, 2001.