Hijrah Ke Habsyi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Hijrah ke Habsyi (Habasyah) A.



Sebab-sebab kaum muslimin hijrah ke Habsyi Nabi Muhammad saw tidak tahan menyaksikan penderitaan para sahabat



dan kaum muslimin karena kekejaman kaum kafir Quraisy. Oleh sebab itu, Rasulullah saw menghendaki agar kaum muslimin hijrah keluar kota mekah. Rasulullah khawatir kaum kafir Quraisy akan semakin kejam menyiksa dan menganiaya para sahabat dan kaum muslimin. Penghinaan dan penganiayaan yang dilakukan oleh kaum kafir Quraisy tidak saja ditujukan kepada pengikut nabi Muhammad saw. Namun, hal itu juga ditujukan kepada para sahabat terkemuka yang dahulunya sangat dihormati dan memiliki pengaruh dikalangan kaum Quraisy. Lemparan batu, kotoran hewan, bahkan lemparan kotoran manusia sudah tidak aneh lagi dirasakan umat islam. Beberapa sahabat meminta kepada Rasulullah saw agar diizinkan tetap bertahan di mekah. Mereka rela dan ikhlas menerima perlakuan orang kafir yang kejam itu. Mereka berjanji akan tetap mempertahankan akidah islam yan sudah tertanam di dalam hatinya walaupun harus mengorbankan nyawa. Beberapa sahabat yang lain mengusulkan untuk membalas kekejaman kaum kafir quraisy dengan kekejaman pula. Namun, Rasulullah saw selalu menasehati mereka dengan arif dan bijaksana untuk selalu bersabar, “Sesungguhnya Allah swt bersama orang-orang yang sabar”. Beliau juga menjelaskan bahwa dalam ajaran islam tidak ada balas dendam. Begitu pula bersabar bukan berarti menerima saja tanpa berusaha. Untuk itu jalan yang terbaik adalah menghindari kekejaman kaum kafir Quraisy dengan cara hijrah. Para sahabat pun siap untuk meninggalkan kota mekah. Diantaranya adalah sahabat terkemuka sepeti Utsman bin Affan dan Jafar bin Abu Thalib. Mereka diperintahkan untuk menyertai kaum muslimin hijrah. Sedangkan Rasulullah saw akan tetap tinggal di mekah. Sebab-sebab Rasulullah saw memilih Habsyi sebagai tempat hijrahnya kaum muslimin, antara lain karena raja negeri Habsyi terkenal sangat jujur, adil dan bijaksana. Dia tidak suka berbuat zalim sehingga tidak ada seorang pun di



negeri itu yang teraniaya. Selain itu negeri Habsyi adalah suatu negeri yang aman dan jauh dari jangkauan orang-orang kafir Quraisy. B.



Kaum muslimin hijrah ke Habsyi Habsyi (habasyah) disebut juga Abbesinia adalah negeri yang terletak di



Afrika timur. Sekarang negeri itu bernama Ethiopia. Raja Habsyi saat itu bernama Negus atau Najasi. Raja Negus adalah raja yang beragama Nasrani (Kristen). Sebagian besar penduduk Habsyi saat itu juga memeluk agama nasrani. Pada bulan rajab tahun ke 5 kenabian, berangkatlah rombongan kaum muslimin ke Habsyi. Mereka membawa harapan yang besar bahwa di Habsyi akan terlindung dari penderitaan yang disebabkan oleh kekejaman kaum kafir Quraisy. Rasulullah saw berpesan agar kaum muslimin tinggal di Habsyi sampai Allah swt memberi jalan keluar dari penderitaan yang menimpa kaum muslimin. Kaum muslimin berangkat ke Habsyi terbagi menjadi dua rombongan. Pada pemberangkatan pertama jumlah kaum muslimin yang hijrah sebanyak 24 orang yang terdiri dari 20 laki-laki dan 4 wanita. Kemudian bertambah lagi pada pemberangkatan kedua berjumlah 102 orang, terdiri dari 83 laki-laki dan 19 wanita, ditambah dengan beberapa orang anak-anak. Meraka yang hijrah itu adalah kaum muslimin dari kaum Quraisy. Diantara mereka terdapat para sahabat terkemuka antara lain Utsman bin Affan bersama istrinya yakni Ruqayah binti Rasulullah saw, Zubair bin al-‘Awwam, Abdurrahman bin ‘Auf, Ja’far bin Abu Thalib bersama istrinya Asma’ binti Umais, dan ‘Amr bin Sa’id bin Al-‘Ash bin Umayah bersama saudaranya yakni Khalid bin Sa’id. Kedatangan kaum muslimin diterima dengan baik oleh raja Negus dan keselamatan mereka dilindungi, sehingga mereka merasa hidup dengan aman. Berbeda dengan di Mekah, di Habsyi kaum muslimin diperlakukan dengan baik. Penduduknya ramah-ramah dan rajanya benar-benar melindungi mereka. Mereka pun bebas menjalankan ibadah sesuai dengan ajaran agama islam tanpa harus ketakutan disiksa dan dianiaya. Ketika kaum kafir Quraisy mengetahui bahwa kaum muslimin dan para sahabat Rasulullah saw telah hijrah ke Habsyi, mereka sangat marah. Terlebih setelah mereka mengetahui bahwa kaum muslimin dalam keadaan aman dan



tenteram berada di negeri itu. Mereka tidak rela melihat kebahagian kaum muslimin tersebut. Maka mereka pun bermusyawarah dan sepakat untuk mengutus dua orang Quraisy yang paling cakap dan kuat agar berangkat menemui raja Negus untuk meminta agar kaum muslimin diusir dari Habsyi. Utusan kaum kafir Quraisy tersebut adalah Abdullah bin Abu Rabi’ah dan ‘Amru bin Al-‘Ash. Berangkatlah kedua utusan itu dengan membawa hadiah untuk raja Negus. Sesampainya di Habsyi kedua utusan itu menemui dan menghasut raja Negus. Utusan itu mengatakan bahwa mereka yang meminta perlindungan itu adalah pembawa agama baru dan ajarannya menentang agama nenek moyang kaum Quraisy. Mereka pun meminta kepada raja Negus agar mengusir kaum muslimin dari Habsyi dan mengembalikannya ke Mekah. Raja Negus adalah seorang raja bijaksana. Beliau meminta kaum muslimin Quraisy untuk menghadap kepadanya. Raja Negus meminta penjelasan tentang agama baru yang dianutnya. Ja’far bin Abu Thalib menghadap raja Negus, dia pun menjelaskan keadaan bangsa Arab sebelum dan sesudah islam. Agama islam mengajarkan agar manusia meninggalkan penyebahan terhadap berhala dan hanya menyembah Allah swt. Agama islam juga mengajarkan agar manusia berahlak mulia. Kemudian Ja’far membacakan beberapa ayat al-quran yang telah diwahyukan kepada nabi Muhammad saw. Mendengar bacaan itu, raja Negus dan beberapa orang pendeta yang mendampingi raja menangis seraya berkata, “Sungguh apa yang kamu baca dari rasulmu itu dan apa ang dibawa oleh Isa adalah benar dan berasal dari sumber yang sama”. Setelah itu dia menoleh kepada dua utusan kafir Quraisy, “Pergilah kamu!” kedua utusan kafir Quraisy pun akhirnya pulang setelah diusir oleh raja Negus. Usaha mereka untuk menghasut raja agar mengusir kaum muslimin tidak berhasil walaupun telah beberapa kali mereka menemui raja Negus. Sementara itu, kaum muslimin diizinkan tetap tinggal di Habsyi dan mendapat perlindungan dari kerajaan Habsyi. Mereka hidup aman dan tentram tanpa adanya gangguan maupun ancaman dari orang-orang kafir Quraisy. Setelah beberapa lama mereka tinggal di Habsyi, sebagian dari mereka ada yang pulang ke mekah sebelum Rasulullah saw hijrah ke Madinah dan sebagian lagi ada yang



tetap tinggal di Habsyi sampai tahun ke 7 yakni atau tahun setelah Rasulullah hijrah ke Madinah.



C.



Meneladani kesabaran kaum muslimin ketika hijrah ke Habsyi Rasulullah saw mengajarkan kepada umatnya agar berlaku sabar atas



segala sesuatu yang menimpa dirinya. Namun, sabar bukan berarti kita harus diam tanpa usaha. Sabar yang sesungguhnya adalah berserah diri kepada Allah swt sambil melakukan suatu usaha. Demikian pula yang dilakukan kaum muslimin, mereka sabar dalam mempertahankan akidah, mereka juga sabar dalam menerima kekejaman kaum kafir Quraisy. Tetapi, mereka juga berusaha untuk menghindari kekejaman dengan cara mereka mengikuti perintah Rasulullah saw untuk melaksanakan hijrah ke Habsyi. Demikian pula kita harus meneladani kesabaran kaum muslimin dalam menempuh perjalanan jauh demi mempertahankan akidah. Mereka sabar dan tidak putus asa walaupun harus berjalan di padang pasir yang panas pada siang hari dan dingin sekali pada malam hari. Mereka yakin bahwa perjalanan mereka akan mendapat ridha Allah swt dalam mempetahankan ajaran islam yang dibawa oleh nabi Muhammad saw. Dengan keyakinan itu mereka akhirnya mendapat suatu kebahagiaan. Raja Habsyi menerima, melindungi, dan mengizinkan mereka tinggal di kerajaannya dengan aman dan tentram.



Hijrahnya Kaum Muslimin Ke HABASYAH Permusuhan dengan kaum kafir menyebabkan penderitaan dan kesu-sahan kaum Muslimin semakin bertambah. Akhirnya Rasulullah saw. meng-izinkan mereka meninggalkan Makkah. Banyak para sahabat yang hijrah ke negeri Habasyah, walaupun pada saat itu Habasyah dipimpin oleh seorang raja Nasrani pada waktu itu dia belum memeluk Islam yang terkenal karena kasih sayang dan keadilannya. Pada bulan Rajab tahun ke-5 sejak Rasulullah saw. menjalankan dakwah, rombongan pertama telah diberangkatkan ke Habasyah. Rombongan itu berjumlah



kurang lebih 12 orang lelaki dan 5 orang wanita. Orang-orang kafir Quraisy pun segera mengejar untuk menghalangi kaum muslimin, namun mereka tiba di pelabuhan setelah kapal kaum muslimin bertolak. Setibanya di Habasyah, rombongan kaum muslimin mendengar kabar burung bahwa seluruh orang Quraisy telah memeluk Islam dan Islam telah mendapat kemenangan. Mendengar berita itu, mereka sangat gembira. Mereka pun memutus-kan untuk kembali ke tanah air mereka. Tetapi ketika hampir tiba di Makkah mereka mendapati bahwa berita itu hanya tipuan belaka. Karena ternyata gangguan dan permusuhan terhadap orang-orang Islam tidak berkurang sedikit pun. Dengan terpaksa mereka segera berlayar kembali ke Habasyah, sedangkan sebagian dari mereka terus memasuki kota Makkah dengan perlindungan orang yang berpengaruh. Peristiwa ini dikenal dengan nama hijrah ke Habasyah yang pertama. Tidak lama setelah kejadian itu, satu rombongan sahabat yang lebih besar jumlahnya, yaitu sekitar 83 orang lelaki dan 18 orang wanita telah berhijrah ke Habasyah. Kepergian para sahabat yang kedua ini dikenal dengan sebuatan ‘Hijrah ke Habasyah yang Kedua’. Dalam rombongan hijrah yang kedua ini termasuk di antaranya sejumlah sahabat Nabi yang pernah ikut pada hijrah yang pertama. Kepergian orang-orang Islam ke Habasyah menimbulkan kemarahan kaum kafirin Quraisy. Mereka mengirim satu rombongan khusus ke Habasyah dengan membawa bermacam-macam hadiah untuk membujuk raja Najasyi dan orangorang penting di istananya serta pendeta-pendeta Nasrani. Setibanya di Habasyah, mereka segera menemui pembesar-pembesar istana dan para pendeta Nasrani. Dengan menyuap para pembesar istana dan para pendeta itu, mereka berhasil menemui raja. Mereka bersujud di hadapan raja sambil meletakan beraneka macam hadiah* di hadapannya, lalu mereka berkata, ‘Tuanku, sebagian dari warga kami telah meninggalkan agama nenek moyang kami dan telah memeluk agama baru yang bertentangan dengan agama’kami dan agama tuan. Mereka telah datang untuk menetap di sini. Pembesar-pembesar Makkah, orang tua dan kaum



kerabat mereka telah mengutus kami untuk membawa mereka kembali. Kami memohon agar tuan bersedia menyerahkan mereka kepada kami.” Raja Habasyah menjawab, “Kami tidak dapat menyerahkan orang yang telah meminta perlindungan kepada kami tanpa memeriksanya terlebih dahulu. Biarlah mereka dibawa ke hadapan kami supaya kami dapat menelaah perkataanperkataan mereka. Jika tuduhan kalian benar, kami akan menyerahkan mereka kepada kalian.” Kemudian raja Najasyi menyuruh pegawainya untuk membawa kaum muslimin ke hadapannya. Kaum muslimin merasa khawatir, karena tidak tahu apa yang harus diperbuat, tetapi Allah menolong mereka dan memberikan semangat kepada mereka. Sesampainya di hadapan raja, mereka menyampaikan salam kepada raja. Seorang aparat raja berkata, “Kalian tidak mempunyai sopan santun karena tidak bersujud kepada raja!” “Nabi kami telah melarang kami agar tidak bersujud kepada selain Allah” jawab mereka. Lalu sang raja meminta mereka untuk menceritakan perihal yang sebenarnya. Salah seorang sahabat, yaitu Ja’far r.a. bangun lalu berkata, “Wahai tuan raja! Dahulu kami ini manusia jahil. Kami tidak mengenal Allah dan Rasul-Nya, kami menyembah batu-batu dan memakan bangkai serta menger-jakan berbagai jenis kejahatan yang keji. Kami pun memutuskan hubungan silaturahmi. Yang kuat di antara kami akan menindas yang lemah. Dalam keadaan seperti itu, akhirnya datanglah seorang Nabi yang membawa pemba-haruan dalam kehidupan kami. Keturunannya yang mulia, kejujurannya, dan kehidupannya suci bersih sudah kami kenal dan telah tersebar luas. Beliau mengajak kami supaya menyembah Allah dan meninggalkan perbuatan-perbuatan syirik. Beliau memerintahkan kami agar melakukan yang ma’ruf dan meninggalkan yang mungkar. Beliau mengajarkan kepada kami supaya berkata benar, menunaikan amanah, menghormati kaum kerabat dan berbuat baik terhadap tetangga. Dari beliau kami belajar shalat, puasa, zakat dan berkelakuan baik. Beliau melarang perbuatan zina, berdusta, memakan harta anak yatim secara zhalim, dan memfitnah. Kami diajar supaya menjauhi perbuatan jahat, pertumpahan darah, dan sebagainya. Beliau juga mengajarkan kami al Quran, kitabullah yang mengagumkan. Oleh karena itu kami



percaya kepada beliau, kami mengikuti jejak langkahnya, dan menerima ajaran yang dibawanya. Karena hal itulah kami diganggu dan disiksa dengan harapan kami kembali kepada agama semula. Karena kekejaman mereka telah melampuai batas perikemanusiaan, maka dengan izin beliau kami datang ke negeri ini untuk memohon perlindungan tuan.” Raja Najasyi berkata, “Perdengarkanlah sedikit al Quran yang telah engkau pelajari dari Nabi itu.” Kemudian Ja’far r.a. membaca ayat permulaan surat Maryam. Ayat-ayat yang dibacanya sangat mengharukan hati pendengarnya, sehingga pipi-pipi mereka basah oleh air mata. “Demi Allah!” kata raja Najasyi. “kalimat-kalimat yang dibaca tadi sama dengan kalimat-kalimat yang telah diturunkan kepada Nabi Musa a.s. dan merupakan nur dari sumber cahaya yang sama.” Raja memandang per-wakilan kaum Quraisy lalu mengatakan bahwa ia tidak akan menyerahkan para pengungsi itu kepada mereka. Sungguhpun orang-orang Quraisy merasa malu dan hampa, namun mereka tidak mau mengaku kalah. Mereka bermusyawarah, kemudian salah seorang dari mereka berkata, “Aku akan mengatakan sesuatu yang tentu dapat menimbulkan kemarahan baginda raja terhadap mereka.” Usulan ini tidak disetujui oleh beberapa orang Quraisy. Sebagian mereka berpendapat bahwa dengan diterimanya usulan tersebut, berarti kaum muslimin terancam bahaya. Sedangkan mereka tidak menginginkan hal itu terjadi, karena sekalipun telah memeluk Islam, orang-orang itu adalah tetap darah daging dan kerabat mereka. Tetapi orang yang mengajukan usul itu tidak mau membatalkannya. Keesokan harinya perwakilan Quraisy ini menghasut raja Habasyah dengan mengatakan bahwa orang-orang Islam ini tidak percaya Nabi Isa itu anak Allah. Sekali lagi orang-orang Islam itu dibawa menghadap raja. Mereka gemetar karena ketakutan. Ketika ditanya mengenai Nabi Isa a.s., dengan tegas mereka menjawab, “Kami percaya kepada firman-firman Allah mengenai Isa a.s. yang diturunkan kepada Nabi kami, bahwa dia hanyalah seorang hamba dan pesuruh



Allah. Kami juga percaya dengan firman-firman Allah yang telah disampaikan kepada Maryam.”Copyright © fadlie.web.id Raja Najasyi berkata, “Demikian itulah pengakuan Isa tentang dirinya, tidak ada perbedaan sedikit pun.” Para pendeta yang mendengar perkataan raja bersungut-sungut mem-bantah pernyataan itu, tetapi raja tidak menghiraukan mereka. Raja berkata kepada para utusan Quraisy, “Katakan apa keinginan kalian?” Sambil berkata demikian, raja pun mengembalikan hadiah-hadiah yang telah diberikan oleh para utusan Quraisy itu. Kemudian raja mengalihkan perhatiannya kepada orang-orang Islam dan berkata, “Tinggallah kalian di sini dengan aman, orang-orang yang menganiaya kalian akan menerima hukuman yang berat.” Rombongan para utusan kafir Quraisy pun pulang dengan perasaan kecewa dan malu. Kegagalan perwakilan Quraisy dan kemenangan orang-orang Islam ini menyebabkan kaum musyrikin bertambah berang, apalagi setelah mendengar Umar memeluk Islam. Mereka terus memikirkan bagai-mana caranya menghancurkan kaum muslimin. Akibat kemarahan yang meluap ini maka para pemuka Quraisy mengadakan musyawarah yang tujuan utamanya adalah merencanakan pembunuhan Rasulullah saw. Copyright © fadlie.web.id Namun membunuh Muhammad itu bukanlah pekerjaan yang mudah. Bani Hasyim yang satu keturunan dengan Muhammad saw. yang jumlahnya cukup banyak dan sangat kuat pengaruhnya, sungguhpun banyak yang belum memeluk Islam, namun sudah pasti mereka tidak akan berdiam diri kalau salah seorang dari kalangan mereka dibunuh. Copyright © fadlie.web.id Akhirnya dalam musyawarah para pemuka Quraisy itu diputuskan untuk memboikot Bani Hasyim dan Bani Muthalib. Isi keputusan itu menya-takan bahwa orang-orang Quraisy tidak boleh bergaul dengan Bani Hasyim atau pun sebaliknya. Tidak boleh mengadakan jual beli dan berbicara dengan mereka, bahkan tidak boleh berkunjung ke rumah-rumah mereka. Keputusan ini terus berlaku selama Bani Hasyim tidak menyerahkan Muhammad saw. untuk dibunuh. Keputusan tersebut tidak hanya berupa kata-kata, bahkan mereka membuat maklumat tertulis pada tanggal satu Muharram tahun ketujuh kenabian. Maklumat



yang ditandatangani oleh tiap pemuka Quraisy itu digantung di dinding Ka’bah supaya semua orang dapat menge-tahui dan mematuhinya. Copyright © fadlie.web.id Pemboikotan itu berjalan selama tiga tahun dan selama itu Muhammad beserta Bani Hasyim dan Bani Muthalib terkurung di sebuah lembah di kota Makkah . Mereka tidak dibenarkan keluar dari lembah itu dan tidak diperbolehkan jual beli dengan kaum Quraisy bahkan dengan pedagang asing sekalipun. Mereka yang melanggar, dihukum dengan hukuman yang kejam. Pemboikotan ini sudah tentu mengakibatkan Bani Hasyim dan yang lainnya menderita kesusahan dan kelaparan. Karena mereka tidak bisa keluar dari lembah itu untuk mendapatkan keperluan mereka dari orang-orang Quraisy, pedagang lain pun tidak berani datang ke tempat mereka. Sebagian kaum wanita yang sedang menyusui, air susunya kering, sehingga tidak dapat menyusui bayinya dan anakanak mereka menangis menjerit-jerit kelaparan. Untung saja ada sedikit makanan yang diselundupkan oleh para lelaki kaum Quraisy yang telah menikah dengan wanita-wanita Bani Hasyim. Sungguhpun penderitaan mereka tidak terbayangkan beratnya, namun Nabi Muhammad saw. dan para sahabatnya tetap teguh dalam keimanan mereka, bahkan dalam keadaan demikian, mereka sempat pula menyampaikan risalah Ilahi kepada manusia yang senasib dengan mereka. Akhirnya setelah tiga tahun berlalu, atas kehendak dan kemurahan Allah Swt, maklumat yang digantung di dinding Kabah itu pun hancur dimakan rayap, dan pemboikotan yang dilakukan terhadap Bani Hasyim dan keluarganya itu dengan sendirinya tidak berlaku lagi. Hikmah dari kisah di atas: Demikianlah secara ringkas gambaran penderitaan yang dialami Nabi dan para sahabatnya. Kita yang mengaku sebagai pengikut-pengikut beliau, patutlah bertanya kepada diri sendiri mengenai usaha yang telah kita lakukan untuk menegakkan syi’ar Islam. Adakah pengorbanan yang telah kita berikan dl, jalan Allah? Kita menginginkan kemajuan dunia dan kenikmatan akhirat tetapi lupa dengan semua ini, bahwa hal ini tidak mungkin diperoleh tanpa pengorbanan di



jalan Allah. Saya mengkhawatirkan kalian, hai orang-orang Badwi, kalian tidak akan sampai ke Ka’bah, karena jalan yang kalian tempuh menuju ke Turkist.



http://asepbelief.blogspot.com/2013/05/hijrah-ke-habsyi.html http://kisahsahabatnabimuhammad.blogspot.com/2009/12/hijrahnya-kaummuslimin-ke-habasyah.html