Identifikasi Sel Leukosit Granulosit Pada Sapi Bali [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Identifikasi Sel Granulosit Leukosit Pada Sapi Bali (IDENTIFICATION OF BALI CATTLE LEUCOCYTE GRANULOCYTES) Ibran Eka Putra1, Ni Ketut Suwiti1, I Ketut Suatha2 1



Laboratorium Histologi Veteriner, 2 Mahasiswa Kedokteran Hewan Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana. Jl. P.B.Sudirman Denpasar Bali, Tlp. 0361-223791 Email: [email protected] ABSTRACT Sapi bali adalah jenis sapi keturunan banteng (Bos Banteng, Bos Javanicus, Bos Sondaicus) yang sudah di domestikasi dan merupakan sumber plasma nutfah ternak asli di Indonesia. Kajian tentang identifikasi sel granulosit pada sapi bali untuk mengetahui bentuk, ukuran dan menghitung jumlah neutrofil, eosinofil dan basofil dalam sel darah putih. Pengambilan sampel dilakukan di Kabupaten Tabanan, Bangli, Karangasem dan Jembrana. Preparat hapus darah dibuat dengan metode slide dan pewarnaan preparat hapus darah dilakukan dengan metode pewarnaan Harris Hematoxillin-Eosin. Variabel yang diamati adalah morfologi dan persentase leukosit yang bergranulosit yaitu neutrofil, eosinofil dan basofil. Pemeriksaan preparat dilakukan dengan menggunakan metode penghitungan straight-edge dan data yang diperoleh di analisis secara deskriptif kualitatif dan deskriptif kuantitatif. Berdasarkan hasil gambaran pengamatan dari identifikasi granulosit, neutrofil sapi bali berbentuk lobus yang berjumlah dua sampai lima lobus dengan rataan persentase 25.08±11.12% dan berdiameter 9.56±1.45µm. Gambaran morfologi eosinofil terdiri dari dua lobus dengan rataan persentase 8.50±7.23% dan berdiameter 9.67±1.20µm. Sedangkan gambaran morfologi basofil berbentuk irreguler, sitoplasma terisi granul yang lebih besar sehingga menutupi inti. Rataan persentase basofil 2.88±1.99% dengan diameter 10.37±1.34µm. Kata kunci: sapi bali, granulosit, neutrofil, eosinofil, basofil. ABSTRACT Bali cattle is one of the bull descendant domesticated which is one of the germplasm of Indonesia. The research on the identification of bali cattle granulocytes aimed to determine the size, shape, and count the number of neutrophils, eosinophils, and basophils to the white blood cells. The sampling was conducted in Tabanan, Bangli, Karangasem and Jembrana. The preparation was conducted using a blood smear slide preparation and coloring blood smears conducted by Harris hematoxylin-eosin staining. The variables observed were morphological and percentage of granular leukocytes namely neutrophils, eosinophils and basophils. The examination of preparations carried out by using the straight-edge calculation method and the data obtained in the descriptive analysis of qualitative and quantitative descriptive. Based on the results of the granulocytes picture identification, neutrophils of bali cattle is shaped lobes of two to five with the average percentage of 25.08±11.12% and a diameter 9.56±1.45µm. The morphology picture of eosinophil consists of two lobes with the average percentage of 8:50±7:23% and a diameter of 9.67±1.20μm. Whereas the morphology picture of basophil are irregular shaped, charged cytoplasmic granules is bigger so it covers the core. The average of the percentage of basophils 2.88±1.99% and a diameter 10.37±1.34µm.



Keywords: bali cattle, granulocytes, neutrophils, eosinophils, basophils. PENDAHULUAN Pembangunan peternakan di Indonesia sebagaimana ditetapkan dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) tahun 1993, terus dilanjutkan melalui peningkatan diversifikasi, intensifikasi dan ekstensifikasi ternak, di dukung oleh usaha pengembangan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi. Peningkatan usaha tersebut diarahkan untuk mencapai beberapa sasaran, diantaranya dengan menyediakan sumber pangan yang berkualitas bagi masyarakat, mampu menciptakan lapangan kerja, meningkatkan ekspor dan menghasilkan devisa negara. Salah satu yang ditempuh untuk mewujudkan peningkatan usaha yaitu dengan jalan mengembangkan plasma nutfah serta tetap mempertahankan kelestariannya (Herissuparman, 1998). Sapi Bali adalah jenis sapi keturunan banteng yang sudah di domestikasi (Payne, 1970) dan merupakan sumber plasma nutfah ternak asli di Indonesia. Menurut Yasin dan Dilaga (1993), ternak asli Indonesia ini mempunyai potensi genetik dan nilai ekonomis yang cukup potensial untuk dikembangkan sebagai ternak potong. Pane (1990) melaporkan bahwa sapi bali memiliki beberapa keunggulan, diantaranya tingkat kesuburan (fertilitas) sangat tinggi, sebagai sapi pekerja yang baik dan efisien, daya penyesuaian yang tinggi terhadap lingkungan yang kritis dan porsentase karkas tinggi. Disamping keunggulan tersebut, terdapat pula beberapa kelemahan yaitu pertumbuhannya lambat, rentan terhadap penyakit jembrana (Jembrana Disease), Malignant Catarhal Fever (MCF) dan Bali Ziekte. Sapi bali memiliki fungsi penting bagi masyarakat bali sendiri, yaitu sebagai tenaga kerja pertanian, sebagai sumber pendapatan, sebagai sarana upacara keagamaan, hiburan dan objek pariwisata. Melihat fungsinya yang begitu penting, oleh karena itu penelitian ini penting dilakukan. Ada pun identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah morfologi dan berapakah porsentase sel granulosit (neutrofil, eosinofil, basofil). Tujuannya untuk mengidentifikasi sel granulosit mengenai bentuk, ukuran, sifat penyerapan warna dan menghitung jumlah neutrofil, eosinofil dan basofil dalam 100% sel darah putih. METODE PENELITIAN Sampel penelitian ini menggunkan preparat ulas darah sapi bali yang dikoleksi dari Kabupaten Tabanan, Bangli, Karangasem dan Jembrana. Pewarnaan preparat ulas darah dilakukan di Laboratorium Patologi Balai Besar Veteriner Denpasar dan pengamatan sediaan ulas darah di Laboratorium Histologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana. Prosedur pelaksanaan kegiatan meliputi pembuatan hapus darah menggunakan metode slide dan pewarnaan hapus darah dikalukan dengan metode pewarnaan Harris Hematoxillin-Eosin. Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah morfologi dan porsentase sel darah putih yang bergranulosit (neutrofil, eosinofil dan basofil). Cara pengambilan data dari pemeriksaan preparat dilakukan dengan menggunakan metode penghitungan Straight-edge, dimana penghitungan dimulai dari satu sisi bergerak ke sisi yang lain, lalu berpindah untuk beberapa lapang pandang. Pada setiap lapang pandang ke kiri atau ke kanan, dihitung jumlah neutrofil, eosinofil dan basofil. Pengamatan dilakukan menggunakan mikoskop cahaya binokuler dengan minyak emersi (1000x). Data yang diperoleh dari hasil identifikasi morfologi di analisis secara deskriptif kualitatif, sedangkan jumlah sel neutrofil, eosinofil dan basofil di analisis secara deskriptif kuantitatif.



HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengamatan penelitian dari identifikasi granulosit pada sapi bali yang di amati dengan mikroskop cahaya pembesaran 1000x, yaitu neutrofil, eosinofil dan basofil. Gambaran Darah Sel Granulosit Sapi Bali



Gambar 1. Neutrofil (HE; 1000x) Ket : (a) Sitoplasma (b) Nukleus (c) Granul (d) Eritrosit



Gambar 2. Eosinofil (HE; 1000x) Ket : (a) Sitoplasma (b) Nukleus (c) Eritrosit



Gambar 3. Basofil (HE; 1000x) Ket : (a) Dinding sel (b) Nukleus (c) Eritrosit Tabel 1. Persentase Sel Granulosit Sapi Bali. No . 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28.



Neutrofil (%) 31 24 22 16 20 31 42 39 44 26 22 7 2 25 20 24 20 19 15 17 34 33 36 11 17 16 43 10



Eosinofil (%) 5 10 1 5 5 8 3 4 7 36 17 7 5 2 11 2 2 3 14 8 6 13 15 8 9 27



Basofil (%) 4 1 1 2 2 1 2 1 4 1 4 2 4 1 4 5 4 8



29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40. ∑ X SD



23 29 39 22 19 25 40 35 43 36 3 23 1003 25.08 11.12



3 6 4 21 12 10 6 5 3 9 8 3 323 8.50 7.23



2 3 2 5 3 1 5 72 2.88 1.99



Tabel 2. Diameter Sel Granulosit Sapi Bali. No . 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28.



Neutrofil (µm) 9.1 8.6 10.2 11.1 9.6 8.7 11.5 8.5 11.2 9.5 8.5 10.3 8.6 7.7 10 10.4 8.3 8 9.1 9.2 9.6 9.1 9.6 10.6 10.1 12 11.2 3.6



Eosinofil (µm) 8.9 8.3 9.6 10.2 11.6 9 11.7 8.4 9.6 8.5 11.2 8.8 9.6 9.6 8.8 8 12 9.1 9.7 9.6 88 9.3 9.8 10.5 11 9.5



Basofil (µm) 10.8 8 9.6 11.2 11.2 11.2 9.6 12.8 8.4 8 9.6 11.2 9.6 12.8 12 10.8 10.8 8.4



29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40. ∑ X SD



9.4 9.5 10.5 9.3 7.6 9.4 11.4 9.3 11 10.9 10.1 9.9 382.2 9.56 1.45



10.1 9 10.4 8.07 7 9.7 11.7 8 11.7 10.6 10 10.1 367.47 9.67 1.20



9.6 9.6 11.2 10.8 11.2 11.2 9.6 259.2 10.37 1.34



Gambaran Sel Darah Putih Granulosit Neutrofil Gambaran leukosit neutrofil sapi bali yang diperoleh dengan inti neutrofil tidak berbentuk bulat melainkan berlobus yang berjumlah dua sampai lima lobus. Tampak jelas sitoplasma mengelilingi inti dan juga dinding nukleus tampak dengan jelas. Memiliki butir halus dalam sitoplasmanya dan intinya bergelambir, selain itu kromatin intinya pekat dan mengelompok. Menurut Dharmawan (2002), benang kromatin antar gelambir jelas terdapat pada manusia dan ruminansia. Namun kadang-kadangtampak juga pada kucing, kuda dan babi, tetapi pada anjing tidan terlihat. Karena kontriksi ini tidak sempurna, maka sulit menentukan gelambir secara pasti pada leukosit neutrofil dari hewan. Neutrofil merupakan garis pertahanan seluler terhadap invasi jasad renik dan memfagosit pertikel kecil dengan aktif. Dengan adanya asam amino D-oksidase dalam granula azurofilik penting dalam pengenceran dinding sel bakteri yang mengandung asam amino D. Selama proses fagositosis dibentuk peroksidase. Mielo-peroksidase yang terdapat dalam neutrofil berikatan dengan peroksida dan halida bekerja pada molekul tiroksin dinding sel bakteri dan menghancurkannya. Dibawah pengaruh zat toksik tertentu seperti streptocillin toksik streptokokus membran granula-granula pecah, mengakibatkan proses pembengkakan di ikuti oleh aglutulasi organel-organel dan destruksi neutrofil. Neutrofil mempunyai metabolisme yang sangat aktif dan mampu melakukan glikolisis baik secara aerob maupun an-aerob. Kemampuan neutrofil untuk hidup dalam lingkungan an-aerob sangat menguntungkan, karena mereka dapat membutuh bakteri dan membantu membersihkan debris pada jaringan nekrotik (Guyton, 1990). Sedangkan Dharmawan (2002) mengatakan leukosit neutrofil kadang-kadang menunjukkan adanya mitokondria yang jelas, sedikit poliribosom dan butir oksigen. Pada perkembangannya, butir azurofil lebih awal terbentuk dari pada yang lain, yang disebut butir primer. Pembentukan butir ini terhenti dengan munculnya butir sekunder. Karena itu, jumlah butir primer berkurang separuhnya pada mitosis berikutnya, sehingga pada sel dewasa hanya tinggal kira-kira 10-20% butir sitoplasma. Sebaliknya, butir spesifik menonjol karena selalu terbentuk pada tiap pembelahan mitosis. Butir spesifik ini mengandung lisozim yang bersifat bakterisida dan lisozim ini mampu menghidrolisis glikosida yang terdapat pada dinding sel bakteri. Komponen penting lainnya adalah butir spesifik lektoferin, yaitu suatu protein yang



berikatan dengan ion besi dan bersifat bakterisida terhadap bakteri yang memerlukan zat besi. Laktoferin dikenal sebagai penghambat produksi leukosit neutrofil, karena itu aktivitasnya merupakan hasil putaran umpan balik dalam produksi leukosit neutrofil. Kedua butir ini bekerja sama dalam menghancurkan benda asing yang di fagositosis. Eosinofil Pada gambaran pengamatan morfologi menunjukkan sel eosinofil dipenuhi granul yang mempunyai afinitas eosin berwarna merah muda, ini dikarenakan granul eosinofil menyerap warna merah eosin. Disekeliling sel eosinofil terlihat sel eritrosit yang kurang jelas, hal ini disebabkan karena pecahnya sel eritrosit pada proses ulas darah. Selain itu tampak juga dengan jelas sitoplasma, namun dinding sel eosinofil tidak begitu jelas. Leukosit eosinofil sapi bali intinya terdiri dari dua lobus yang dipisahkan oleh bahan inti dan butir-butir kromatinnya tidak begitu padat bila dibandingkan dengan inti neutrofil. Selain itu, yang menjadi ciri utama dari granulnya yang bersifat asidofil atau berwarna merah dengan eosin. Intinya bergelambir dua yang dikelilingi oleh butir-butir asidofil yang cukup besar. Granulosit eosinofil dapat bergerak aktif dan sedikit fagositik, hanya berperan sedikit dalam sistem pertahanan terhadap infeksi mikroorganisme (Subowo, 1992). Dharmawan (2002) mengatakan jika dibandingakn dengan hewan peliharaan lain, butir leukosit eosinofil ukurannya sangat bervariasi, begitu pula dengan bentuk, jumlah, serta aktivitasnya terhadap zat warna. Pada anjing butirnya jarang terlihat jelas, paling-paling tampak dua atau tiga butir yang berukuran 3-4 mm. Butir ini mengambil warna pucat, hampir seperti pada eritrosit dan tidak pernah bercorak merah seperti lazimnya leukosit eosinofil pada hewan lain. Sitoplasma beraspek biru pucat, tampak diantara sebaran butir-butir yang jarang. Leukosit eosinofil pada babi butirnya bulat, warnanya orange kotor dan mengisi penuh sel. Intinya berbentuk lonjong atau seperti ginjang dan memiliki dua gelambir. Pada kuda, leukosit eosinofil cukup khas dan untuk mengenalinya cukup dengan melihat selnya. Butir-butirnya besar dan rapat sehingga membran plasma memberikan bentuk khusus seperti murbei. Butirnya yang besar berwarna orange cerah dan sering menutupi inti. Basofil Pada gambaran morfologi basofil terdiri dari satu inti, yang berbentuk irreguler serta sitoplasmanya berisi granul yang lebih besar sehingga inti. Pada gambar juga menunjukkan bahwa sel basofil tersebut terdiri dari dinding sel dan nukleus. Sel basofil berwarna biru ungu yang disebabkan sel basofil pada preparat menyerap biru eosin yang bersifat basofilik. Pada gambar juga terlihat jelas sel eritrosit yang mengelilingi sel basofil dengan jelas. Granulosir basofil merupakan sel mediator utama dalam sirkulasi dan dapat melepaskan bahan-bahan yang mempunyai aktivitas biologik, antara lain meningkatkan permeabilitas vasculer, menimbulkan kontraksi otot polos dan meningkatkan respon imflamasi. Basofil mengandung antikoagulasi heparin dan histamin yang mempunyai efek vasodilatasi yang kuat. Sebagai tambahan juga mengandung substansi alergi yang bereaksi lambat yang terdiri dari campuran tiga substansi yang disebut lekotin (Ganong, 1983). Menurut Dharmawan (2002), leukosit basofil pada anjing butirnya sedikit dan sitoplasmanya mengandung vakuola akibat degranulasi dari butir yang mudah larut dalam air. Basofil kucing menunjukkan butir spesifik yang memiliki selaput, berbentuk bulat atau lonjong dan besar. Pada kambing, butir yang berwarna ungu memiliki lingkaran berwarna merah (red halo) yang sedikit memberi warna pada sitoplasma. Sedangkan pada babi, penampakkannya agak berbeda karena butirnya berbentuk panjang seperti halter.



Persentase Sel Daran Putih Granulosit Neutrofil Berdasarkan hasil penghitungan terhadap 40 sampel hapusan darah sapi bali, diperoleh jumlah neutrofil 25.08±11.12%. sedangkan jumlah normal neutrofil sapi menurut Dharmawan (2002) berkisar antara 15-45% dengan rata-rata 28%. Walaupun persentase jumlah neutrofil yang didapat dari penelitian ini masih sedikit dibawah rata-rata yaitu 25.08%, namun masih dapat dikatakan jumlah neutrofil masih dalam keadaan normal. Jika dibandingkan dengan persentase jumlah neutrofil pada babi landrace di Kabupaten Jembrana dari hasil penelitian (unpublished data) Tangkonda (2007) yaitu sekitar 15.3% dengan pewarnaan giemsa. Sedangkan menurut Coles (1980) jumlah normal neutrofil babi berkisar antara 28-47%. Selanjutnya dapat dikatakan bahwa babi landrace mengalami penurunan jumlah neutrofil dan kemungkinan disebabkan oleh infeksi bakteri dan parasit. Jika ditinjau dari sitem pemeliharaan oleh masyarakat setempat yang masih menggunakan sistem peternakan trasdisional dan lingkungan kandang yang kurang bersih yang merupakan jalan masuknya parasit (Tangkonda, 2007 Unpublished data). Menurut Dharmawan (2002) perubahan yang menyebabkan terjadinya penurunan jumlah neutrofil disebut dengan neutropenia yang disebabkan oleh degenerasi, depresi, deplasi dan destruksi sumsum tulang. Degenerasi disebabkan oleh keadaan yang merusak sumsum tulang sehingga tidak dapat membuat sel lagi. Pada depresi, sumsum tulang tidak membentuk sel yang normal sehingga pada darah tepi terlihat penurunan jumlah neutrofil dan sedikit jumlah neutrofil muda atau tidak ada sama sekali. Sedangkan terjadinya deplasi sumsum tulang karena tidak mampu lagi memproduksi sel yang disebabkan karena kerja keras akibat stimulasi suatu penyakit. Sementara itu, terjadinya destruksi sumsum tulang disebabkan oleh agen fisik dan kimia yang dapat merusak elemen pembentuk darah. Penyebab agen fisik ini seperti sinar X dan zat radio aktif, sedangkan agen kimia seperti antibiotik, contohnya cloramfenicol, penicillin dan streptomisin, analgetik contohnya antihistamin dan antipirin serta zat organik, contohnya Pb, cortison, sulfonamid dan bismut. Eosinofil Persentase jumlah eosinofil berdasarkan hasil penghitungan terhadap 40 sampel sel darah sapi bali yaitu 8.50±7.23%. jumlah ini masih normal karena menurut Dharmawan (2002) jumlah normal eosinofil sapi berkisar antara 2-8% dari jumlah leukosit. Sedangkan hasil perhitungan persentase jumlah eosinofil babi landrace di Kecamatan Melaya dari hasil penelitian (unpublished data) menurut Tangkonda (2007) adalah 5.55% dengan pewarnaan giemsa dan masih dalam kisaran normal yang ditemukan Coles (1980) berkisar antara 1-11%. Dilihat dari keadaan patologis sel eosinofil dapat berupa peningkatan jumlah eosinofil yang beredar dalam darah perifer, disebut dengan eosinofilia. Terjadinya peningkatan eosinofil dalam darah dapat disebabkan oleh parasit dan alergi. Menurut Dharmawan (2002), parasit yang dapat menaikkan jumlah eosinofil adalah parasit yang dapat menembus atau masuk ke jaringan. Sedangkan yang disebabkan alergi dapat berupa asma, bronchitis, dermatitis dan alergi makanan. Sel eosinofil juga mempunyai kemampuan melakukan fagositosis walaupun lebih lambat jika dibandingkan dengan neutrofil, namun kerja eosinofil lebih effektif. Eosinofil memfagositosis terhadap komplek antigen dan antibodi serta mengandung profibrinolisin yang diduga berperan dalam mempertahankan darah dari pembekuan. Basofil Dari data yang diperoleh, persentase jumlah basofil berdasarkan hasil perhitungan terhadap 40 sampel darah sapi bali yaitu 2.88±1.99% dari 100 sel darah putih. Hasil ini masih dalam kisaran normal jika dibandingkan dengan jumlah normal basofil sapi menurut



Dharmawan (2002) berkisar antara 0.5-1.5% dari seluruh leukosit dalam aliran darah dan berdiameter 10-12 mm. Hal yang sama juga diperoleh dari hasil penghitungan persentase jumlah basofil pada babi landrace di Kecamatan Melaya diperoleh sedikit lebih tinggi yaitu 2% (Tangkonda, 2007 Unpublished data). Sedangkan Coles (1980) menemukan jumlah basofil babi berkisar antara 0-2%. Leukosit basofil memiliki beberapa fungsi, namum beberapa diantaranya belum diketahui secara pasti. Leukosit dapat bertindak sebagai mediator untuk aktivitas pembarahan dan alergi, serta ikut berperan dalam metabolisme trigliserida, memiliki reseptor immunoglobulin E (IgE) dan immunoglobulin G (IgG) yang menyebabkan degranulasi. Granul basofil mengandung heparin, histamin, asam hialuron, kondroitin sulfat, serotin dan beberapa faktor kemotaktik. Dilihat dari keadaan patologisnya, sel basofil dapat terjadi kenaikan jumlah absolut basofil yang disebut basofilia. Namun basofilia jarang terjadi pada hewan, kalaupun ada biasanya disertai eosinofilia atau leukemia granulosit basofilik (Dharmawan, 2002). Diameter Sel Darah Putih Granulosit Neutrofil Dari hasil data penelitian yang diperoleh, rataan diameter jumlah neutrofil berdasarkan hasil penghitungan terhadap 40 sampel darah sapi bali yaitu 9.56±1.45µm. hasil yang diperoleh dari penelitian ini hampir sama dengan yang dikemukakan oleh Dharmawan (2002) bahwa ukuran leukosit neutrofil sapi dewasa antara 10-12µm. Granul primer neutrofil merupakan karakteristik dari neutrofil immatur dan sangat muda, biasanya lebih besar dengan diameter 0.4µm dan bagian dalam memiliki kepadatan elektron yang homogen. Sedangkan granul sekunder neutrofil merupakan karakteristik (spesifik) dari granulosit matur, lebih kecil dari 0.3µm dan memiliki bagian dalam yang lebih terang dari granul primer. Granulosit neutrofil sangat efektif dalam mempertahankan tubuh terhadap bakteri dan pembentukan sistem makrofag (Guyton, 1990). Eosinofil Rataan diameter jumlah eosinofil yang didapat sebesar 9.67±1.20µm dengan ukuran terkecil 0.4 µm dan terbesar 10µm. Sedangkan ukuran leukosit eosinofil menurut Dharmawan (2002) yaitu 10-15µm. Pada manusia, granula eosinofil merupakan 2-5% dari leukosit orang sehat tanpa alergi dengan diameter sel ±9µm dan berbentuk bulat, sitoplasmanya tipis, dibagian perifer sel granulanya bulat dengan ukuran 0.5-1µm (Subowo, 1992). Basofil Rataan diameter jumlah basofil berdasarkan hasil perhitungan terhadap 40 sampel darah sapi bali yaitu 10.37±1.34µm. Dharmawan (2002) menyebutkan bahwa diameter leukosit basofil berkisar antara 10-12µm. Granula basofil memiliki diameter 0.5µm dan bersifat padat elektron dan mengandung kristal (Ganong, 1983). SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Neutrofil sapi bali berbentuk lobus yang berjumlah 2-5 lobus dan dipenuhi granul yang berwarna netral karena granul neutrofil tidak menyerap warna apapun. Eosinofil sapi bali intinya terdiri dari 2 lobus yang dipisahkan oleh bahan inti dan butir-butir kromatinnya tidak begitu padat, serta dipenuhi granul yang mempunyai afinitas eosin merah muda karena menyerap warna merah eosin. Basofil sapi bali terdiri dari satu inti, besar dan berbentuk tidal teratur, serta sitoplasmanya terisi granul yang besar, sehingga menutupi inti. Persentase



granulosit neutrofil lebih besar (25.08%) dibandingkan dengan eosinofil (8.50%) dan basofil (2.88%). Rataan diameter granulosit neutrofil sebesar (9.56µm) sedangkan eosinofil (9.67µm) dan basofil (10.37µm). Saran Perlu adanya penelitian mengenai perbedaan jenis kelamin, umur dan dari segi pakan, serta lingkungan. UCAPAN TERIMAKASIH Ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya disampaikan kepada Prof. Dr. drh. Ni Ketut Suwiti, M.Kes dan Dr. drh. I Ketut Suatha, M.Si atas penyediaan sampel darah sapi bali dan telah banyak membantu dalam pelaksanaan penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA Coles, E.H. 1980. Veterinary Clinical Pathology. 3 rd Ed. W.B Saunders Company. Philadelphia, Toronto, London. Dharmawan, N.S. 2002. Pengantar Patologi Klinik Veteriner Hematologi Klinik Veteriner. Universitas Udayana. Denpasar. Ganong, W.F. 1983. Fisiologi Kedokteran. EGC. Jakarta. Guyton, A.C. 1990. Human Physiology and Mechanism of Diseases 3 rd Ed. ASM, Washington DC. Herissuparman, E. 1998. Gambaran Leukosit Sapi Bali Hari Ke-15 Sampai Hari Ke-40 Pasca Infeksi Virus Jembrana Secara Eksperimental. Skripsi. Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana Denpasar. Luna, L.G. 1968. Manual Histologi Staining Methods of Pathology. 3 rd Ed. The Blakiston Division Mc Graw-Hill Book Company, New York, Toronto, London, Sidney. Pane, I. 1990. Upaya Peningkatan Mutu Genetik Sapi Bali di P3 Bali. Seminar Nasional Sapi Bali 20-22 September 1990. Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana Denpasar-Bali. Payne, W.J.A. 1970. Cattle Production In The Tropics. Tropical Agriculture Series, Breeds and Breeding, Longman, 117-118. Subowo. 1992. Histologi Umum. Bina Aksara, Bandung. Tangkonda, E. 2007. Identifikasi Granulosit Babi Landrace Di Kecamatan Melaya Kabupaten Jembrana. Skripsi. Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana Denpasar. Yasin, S., S.H. Dilaga. 1993. Peternakan Sapi Bali dan Permasalahannya. Bumi Askara. Jakarta.