Implementasi Moderasi Beragama Di Masdrasah [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

IMPLEMENTASI MODERASI BERAGAMA DI MASDRASAH Makalah ini disusun untuk penuhi tugas mata kuliah “Metode Penelitian Kualitatif PAI”



Dosen Pengampu: DR. Kharisul Wathoni, M.Ag.



Disusun oleh: Niko Septa Arnanda, S.Pd.



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PROGRAM PASCASARJANA INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PONOROGO 2022



DAFTAR ISI



HALAMAN COVER .......................................................................................i DAFTAR ISI .....................................................................................................ii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang .......................................................................................1 B. Rumusan Masalah ...................................................................................2 C. Tujuan Pembahasan.................................................................................2 BAB II PEMBAHASAN A. Konsep Moderasi Beragama ..................................................................3 B. Madrasah ................................................................................................9 C. Implementasi Moderasi Beragama di Madrasah ....................................11 BAB III PENUTUP Kesimpulan .................................................................................................16 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................18



ii



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehadiran Islam sebagai agama adalah untuk menarik manusia dari sikap ekstrim yang berlebihan dan memposisikannya pada posisi yang seimbang. Maka dalam ajaran-ajaran Islam terdapat unsur rabbaniyyah (ketuhanan) dan Insaniyyah (kemanusiaan), mengkombinasi antara Maddiyyah (materialisme) dan ruhiyyah (spiritualisme), menggabungkan antara wahyu (revelation) dan akal (reason), antara maslahah ammah (al-jamaaiyyah) dan maslahah individu (al-fardiyyah), dan lain-lain sebagainya. Konsekuensi dari moderasi Islam yaitu sebagai agama, maka tidak satupun unsur atau hakikat-hakikat yang disebutkan diatas dirugikan.1 Pendidikan Islam sebagai sebuah sistem yang secara konsep, metode maupun sebagai spirit telah di implementasikan di Madrasah, Pesantren dan Institusi Pendidikan Islam lainnya, adalah sebuah keniscayaan jika lembaga pendidikan



Islam



berusaha



melakukan



berbagai



inovasi



dan



pembaharuan secara menyeluruh dalam rangka meningkatkan kualitasnya.2 Tidak terkecuali dalam peningkatan moderasi beragama di lingkungan Madrasah, Moderasi beragama merupakan sesuatu yang harus ditanamkan dalam diri peserta didik. Dalam lingkungan Madrasah moderasi lebih terkhusus pada corak agama Islam dari masing-masing individu. Seperti yang kita ketahui dalam Islam terdapat 4 madhzab yang masing-masing mempunyai ciri khas tersendiri. Di sinilah peran moderasi sangat diperlukan agar antar tidak terjadinya perdebatan atau konflik antar umat Islam khususnya dalam lingkungan Madrasah. Maka dari itu, perlulah kita membahas tentang penanaman dan pengembangan moderasi beragama khususnya agama Islam di Madrasah. Dalam kesempatan kali ini kita akan membahas tentang “Impementasi Moderasi Beragama di Madrasah”.



1 A Ilyas Ismail, Abuddin Nata, dkk, Konstruksi Moderasi Beragama (Banten: PPIM UIN Jakarta, 2021), 65. 2 Kharisul Wathoni, ‘Implementasi Pendidikan Inklusi Dalam Pendidikan Islam’, Ta’allum, Volume 01, (2013) .



1



B. Rumusan Masalah Rumusan masalah makalah ini terfokus pada: 1. Bagaimana Penjabaran tentang konsep moderasi beragama? 2. Bagaimana gambaran madrasah di Indonesia? 3. Bagaimana implementasi moderasi beragama di Madrasah?



C. Tujuan Pembahasan Tujuan pembahasan makalah ini adalah untuk menjelaskan: 1. Konsep moderasi beragama. 2. Madrasah 3. Implementasi moderasi beragama di Madrasah.



2



BAB I PEMBAHASAN



A. KONSEP MODERASI BERAGAMA Kata moderasi berasal dari Bahasa Latin moderâtio, yang berarti ke sedangan (tidak kelebihan dan tidak kekurangan). Kata itu juga berarti penguasaan diri (dari sikap sangat kelebihan dan kekurangan). Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) menyediakan dua pengertian kata moderasi, yakni: 1. pengurangan kekerasan, dan 2. penghindaran ke ekstreman. Jika dika dikonsepkan pada manusia bisa dikatakan sebagai, “orang itu bersikap moderat”, kalimat itu berarti bahwa orang itu bersikap wajar, biasa-biasa saja, dan tidak ekstrem.3 Dalam bahasa Inggris, kata moderation sering digunakan dalam pengertian average (rata-rata), core (inti), standard (baku), atau non-aligned (tidak berpihak). Secara umum, moderat berarti mengedepankan keseimbangan dalam hal keyakinan, moral, dan watak, baik ketika memperlakukan orang lain sebagai individu, maupun ketika berhadapan dengan institusi negara.4 Moderasi dalam bahasa arab dikenal dengan kata wasath atau wasathiyah, keduanya memiliki persamaan makna dengan kata tawassuth (tengah-tengah), I’tidal (adil), dan tawazun (berimbang). Orang yang menerapkan prinsip wasathiyah bisa disebut wasith. Dalam bahasa Arab pula, kata wasathiyah bisa diartikan sebagai “pilihan terbaik”. Apa pun kata yang dipakai, semuanya menyiratkan satu makna yang sama, yaitu adil, yang dalam konteks ini berarti memilih posisi jalan tengah diantara berbagai pilihan ekstrem.5 Kalau dianalogikan, moderasi dapat diibarat gerak dari pinggir yang selalu cenderung menuju pusat atau sumbu (centripetal), sedangkan ekstremisme adalah gerak sebaliknya menjauhi pusat atau sumbu, menuju sisi terluar dan ekstrem (centrifugal). Ibarat bandul jam, ada gerak yang dinamis, tidak berhenti di satu sisi luar secara ekstrem, melainkan bergerak menuju ke tengah-tengah.6



3



Kementerian Agama RI, Moderasi Beragama (Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI, 2019), 15. 4 Kementerian Agama RI, Moderasi Beragama, 15. 5 A Ilyas Ismail, Abuddin Nata, dkk, Konstruksi Moderasi Beragama , 67. 6 Kementerian Agama RI, Moderasi Beragama, 17.



3



Jika dikaitkan dalam konteks beragama, maka bisa disebut sebagai moderasi beragama. Menurut Fauzi Nurdin Moderasi beragama adalah cara pandang kita dalam beragama secara moderat, yakni memahami dan mengamalkan ajaran agama dengan tidak ekstrem, baik ekstrem kanan maupun ekstrem kiri. Ekstremisme, radikalisme, ujaran kebencian (hate speech), hingga retaknya hubungan antar umat beragama, merupakan problem yang dihadapi oleh bangsa Indonesia saat ini.7 Sedangkan Muhammad Qasim berpendapat Moderasi beragama merupakan sikap berimbang dalam mengimpelementasikan ajaran agama, baik dalam ranah sesama pemeluk agama maupun ekstern, antar pemeluk agama. Menumbuhkan sikap moderasi tidak langsung hadir begitu saja namun melalui konstruksi pemahaman yang mapan dan pengimplementasian ilmu pengetahuan sesuai dengan tuntunan agama.8 Dalam buku Moderasi Beragama yang diterbitkan oleh Badan litbang dan Diklat Kementerian Agama tahun 2019 membuat analogi moderasi beragama sebagai gerak dari pinggir yang selalu cenderung menuju pusat atau sumbu (centripetal) berlawanan arti dengan ekstremisme yakni gerak yang bergerak menjauhi sumbu, menuju sisi terluar dan ekstrem (centrifugal). Ibarat bandul jam, ada gerak yang dinamis, tidak berhenti di suatu sisi luar secara ektrem, melainkan bergerak menuju ketengah-tengah.9 Jadi, dapat kita ketahui moderasi beragama secara istilah bisa diartikan sebagai cara beragama terbaik untuk kemaslahatan umat manusia. Karena agama diperuntukan untuk kebaikan manusia, maka wujud kebaikan dari semua ajaran agama harus dibermanfaatkan kepada sesama manusia.10 Selain itu moderasi beragama juga dapat dipahami sebagai cara pandang, sikap dan perilaku selalu mengambil posisi di tengah-tengah, selalu bertindak adil, dan tidak ekstrem dalam beragama.11 Fauziah Nurdin, ‘Moderasi Beragama Menurut Al-Qur’an Dan Hadist’, Jurnal Ilmiah Al Mu’ashirah, Vol. 18, N (2021), 62 . 8 Muhammad. Qasim, Membangun Moderasi Beragama Umat Melalui Integrasi Keilmuan, (Gowa: Alauddin University Press, 2020), 40. 9 Ibid., 41. 10 Aptiani Nur Jannah, Bobby Suwandi, dkk, Tanya Jawab Moderasi Beragama (Jakarta: Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Jakarta , 2022), 9. 11 Kementerian Agama RI, Moderasi Beragama, 17-18. 7



4



Adapun beberapa ciri pemahaman dan praktik amaliyah keagamaan moderasi Islam yaitu: 1. Tawassut (mengambil jalan tengah) Yaitu pemahaman dan pengamalan agama yang tidak ifrat (berlebihlebihan dalam beragama) dan tafrit (mengurangi ajaran agama). 2. Tawazun (berkeseimbangan) yaitu pemahaman dan pengamalan agama secara seimbang yang meliputi semua aspek kehidupan, baik duniawi maupun ukhrawi; tegas dalam menyatakan prinsip yang dapat membedakan antara inhiraf (penyimpangan) dan ikhtilaf (perbedaan). 3.



I’tidal (lurus dan tegas) Yaitu menempatkan sesuatu pada tempatnya, melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban dan tanggung jawab secara proporsional, bersikap tegas dan berpegang teguh pada prinsip.



4. Tasamuh (toleransi) Yaitu mengakui dan menghormati perbedaan, baik dalam aspek keagamaan dan berbagai aspek kehidupan lainnya dan oleh karena itu wasatiyyat menuntut sikap fair dan berada di atas semua kelompok/golongan. 5. Musawah (egaliter) Yaitu tidak bersikap diskriminatif pada yang lain disebabkan perbedaan keyakinan, status sosialekonomi, tradisi, asal usul seseorang, dan atau gender. 6. Syura (musyawarah) Yaitu menyelesaikan persoalan dengan jalan musyawarah untuk mencapai mufakat dengan prinsip menempatkan kemaslahatan di atas segalanya. 7. Ishlah (reformasi) Yaitu mengutamakan prinsip reformatif untuk mencapai keadaan lebih baik yang mengakomodasi perubahan dan kemajuan zaman dengan berpijak pada kemaslahatan umum (mashlahah ‘ammah) dengan tetap berpegang pada prinsip al-muhafazah ‘ala al-qadimi al-salih wa al-akhdzu bi al-jadid al-aslah.



5



8. Aulawiyah (mendahulukan yang prioritas) Yaitu kemampuan mengidentifikasi hal ihwal yang lebih penting harus diutamakan untuk diimplementasikan dibandingkan dengan yang kepentingan lebih rendah. 9. Tatawwur wa ibtikar (dinamis dan inovatif) Yaitu



selalu



terbuka



melakukan



perubahan



sesuai



dengan



perkembangan zaman serta menciptakan hal baru untuk kemaslahatan dan kemajuan umat manusia. 10. Tahadhdhur (berkeadaban) Yaitu menjunjung tinggi akhlakul karimah, karakter, identitas, dan integritas sebagai khair ummah dalam kehidupan kemanusiaan dan peradaban. k. Wathaniyah wa muwathanah, yaitu penerimaan eksistensi negara-bangsa (nation-state) di manapun berada dengan mengedepankan orientasi kewarganegaraan. 11. Qudwatiyah Yaitu melakukan kepeloporan dalam prakarsaprakarsa kebaikan demi kemaslahatan hidup manusia (common good and well-being) dan dengan demikian umat Islam yang mengamalkan Wasatiyat memberikan kesaksian (syahadah).12 Moderasi beragama sangat dibutuhkan, utamanya oleh masyarakat yang heterogen. Indonesia adalah negara dengan keragaman etnis, suku, budaya, bahasa, dan agama yang nyaris tiada tandingannya di dunia.13 Dalam tradisi Islam, perbedaan bukan perkara baru. Munculnya empat mazhab fikih menjadi bukti sahih betapa dunia Islam sangat menghargai perbedaan pemikiran.14 Moderasi beragama sesungguhnya merupakan kunci terciptanya toleransi dan kerukunan, baik di tingkat lokal, nasional, maupun global. Pilihan pada moderasi dengan menolak ekstremisme dan liberalisme dalam beragama adalah kunci keseimbangan, demi terpeliharanya peradaban dan terciptanya perdamaian.



Muhamad Syaikhul Alim dan Achmad Munib, “Aktualisasi Pendidikan Moderasi Beragama Di Madrasah”, Jurnal Pendidikan Agama Islam Universitas Wahid Hasyim, Volume 9, No. 2, (Desember 2021), 272-273. 13 Aziz Awaludin, Faiqoh , dkk, Pedoman Penguatan Moderasi Beragama di Masjid (Jakarta: Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Jakarta, 2020), 19. 14 Ibid., 20. 12



6



Dengan cara inilah masing-masing umat beragama dapat memperlakukan orang lain secara terhormat, menerima perbedaan, serta hidup bersama dalam damai dan harmoni. Dalam masyarakat multikultural seperti Indonesia, moderasi beragama bisa jadi bukan pilihan, melainkan keharusan.15 Moderasi beragama menjadi muatan nilai dan praktik yang paling sesuai untuk mewujudkan kemaslahatan masyarakat. Sikap mental moderat, adil, dan berimbang menjadi kunci untuk mengelola keragaman kita. Dalam berkhidmat membangun bangsa dan negara, setiap warga Indonesia memiliki hak dan kewajiban yang seimbang untuk mengembangkan kehidupan bersama yang tenteram dan menentramkan. Bila ini dapat kita wujudkan, maka setiap warga negara dapat menjadi manusia Indonesia seutuhnya, sekaligus menjadi manusia yang menjalankan agama, terlebih menjadi agama Islam yang seutuhnya.16 Secara umum, agama Islam meminta kepada umatnya untuk menghargai keragaman dan perbedaan serta menuntut mereka berkontribusi secara positif dalam konteks keragaman agar saling mengenal satu sama lainnya. 17 Pembahasan Islam juga telah diabadikan dalam Al-Qur’an yang menunjukan bahwa moderasi sangat urgen untuk diketahui oleh umat Islam, maka dari itu moderasi sangat penting untuk dihayati, mengingat begitu besarnya manfaat yang ditimbulkan dari moderasi beragama tersebut. Salah satu manfaat dari moderasi tersebut adalah untuk menjaga kedamaian dan kerukunan umat beragama ditengah-tengah heterogenitas umat beragama. Dengan adanya moderasi beragama hal ini mampu menjaga dan menjalin kerja sama sosial antar umat beragama. Hal ini searah dengan firman Allah SWT pada Al-Qur’an surah Al-Hujurat ayat 11 yang berbunyi: 18



‫ٓاٰيَيُّ َها الَّ ِذيْ َن ٓا َمنُ ْوا ََل يَ ْس َخ ْر قَ ْوٌم ِم ْن قَ ْوٍم َع ٓساى اَ ْن يَّ ُك ْونُ ْوا َخ ْي ًرا ِم ْن ُه ْم‬ َّۚ ِ ۤ ِ ِ ۤ ِ ٍ ِ ‫س ُك ْم‬ ‫ف‬ ‫ن‬ ‫ا‬ ‫ا‬ ‫و‬ ‫ز‬ ‫ْم‬ ‫ل‬ ‫ت‬ ‫َل‬ ‫و‬ ‫ن‬ ‫ه‬ ‫ن‬ ‫م‬ ‫ا‬ ‫ر‬ ‫ي‬ ‫خ‬ ‫ن‬ ‫ك‬ ‫ي‬ ‫ن‬ ‫ا‬ ‫اى‬ ‫س‬ ‫ع‬ ‫ء‬ ‫ا‬ ‫ا‬ ُ َّ ْ َ ُ َّ َّ ْ ٓ َ َ َ ْ َ ‫س‬ ُْ َ ُ ًَْ َ َ ‫ساءٌ م ْن ن‬ َ ‫َوََل ن‬



15



Kementerian Agama RI, Moderasi Beragama, 18. Ibid, 24. 17 A Ilyas Ismail, Abuddin Nata, dkk, Konstruksi Moderasi Beragama , 70. 18 M. Redha Anshari, Buku Monograf : Moderasi Beragama Di Pondok Pesantren (Yogyakarta: K-Media, 2021), 29. 16



7



َّۚ ِ ِۗ ‫وَل ت ناب زوا ِِبَللْق‬ ِ ‫اب بِْئس‬ ِ َّ ِ ‫ب‬ ‫ت‬ ‫ي‬ ‫َّل‬ ‫ن‬ ‫م‬ ‫و‬ ‫ان‬ ‫ف‬ ْ ‫ل‬ ‫ا‬ ‫م‬ ‫س‬ ‫اَل‬ ُ َ َ ْ ْ ُ َ َ َ ََ ْ ْ ُ َ ْ ْ َ َ َ‫س ْو ُق بَ ْع َد ْاَل ْْي‬ ُ ُ َ ۤ ٓ ِ ٓ ‫ك ُه ُم الظل ُم ْو َن‬ َ ‫فَاُول ِٕى‬ Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.” (QS. Al-Hujurat: 11)19 Berdasarkan ayat tersebut dapat dipahami bahwa umat Islam harus menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan, kebebasan, dan persamaan hak demi meratanya kesejahteraan yaitu rahmat bagi sekalian alam (rahmatan li al‘alamin). Buah dari moderasi beragama adalah terjalinnya persatuan dan kesatuan antar sesama manusia. Artinya adanya suatu hubungan yang baik antar sesama makhluk hidup dan sekitarnya, maupun hubungan baik kepada Allah SWT Sehingga apa yang dijanjikan oleh Allah akan kebahagian dan keselamatan baik di dunia maupun di akhirat dapat dicapai.20 Sebagai sebuah konsep yang seringnya bersifat abstrak, moderasi beragama memiliki ukuran atau indikator dalam melihat tingkat pengamalan ajaran agama yang berlandaskan moderasi. Berikut indikator moderasi beragama yang tentunya telah disesuaikan dengan keadaan masyarakat Indonesia yang beragama. 21 Dalam buku Moderasi Beragama, ada tiga alasan utama mengapa moderasi beragama diperlukan. 1. Moderasi beragama penting untuk mengembalikan praktik beragama agar sesuai dengan esensinya dan berfungsi menjaga harkat dan martabat manusia 2. Moderasi beragama penting untuk meredam konflik yang disebabkan fanatisme dan yang menyebabkan musnahnya peradaban manusia.



Departemen agama RI, Al Qur’an dan Terjemah (Bandung: CV Penerbit, 2005), 516. M. Redha Anshari, Buku Monograf : Moderasi Beragama Di Pondok Pesantren, 30 21 Aziz Awaludin, Faiqoh , dkk, Pedoman Penguatan Moderasi Beragama di Masjid , 22. 19 20



8



3. Moderasi beragama penting sebagai strategi kebudayaan dalam merawat keindonesiaan dengan memadukan nilai-nilai agama dan kearifan local.22



D. MADRASAH Kiprah madrasah dalam membangun karakter bangsa dengan penanaman nilai-nilai agama sebagai bagian dalam penyelenggaraan pendidikan disamping pemberian



ilmu



pengetahuan



umum



perlu



menjadi



perhatian.



Karena



penyeleggaraan pendidikan madrasah telah mendorong pendidikan di Indonesia semakin besar. Membantu pencapaian wajib belajar, serta meningkatkan angka partisipasi sekolah di Indonesia. Sebagai bagian integral dalam Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas).23 Madrasah yang pertama lahir di Indonesia adalah Madrasah Adabiyah di Padang, Sumatera Barat yang didirikan pada tahun 1090 oleh Syeh Abdullah Ahmad. Madrasah Adabiyah merupakan sekolah pendidikan Islam pertama yang memasukkan pelajaran umum kedalamnya. Selanjutnya pada tahun 1910 berdiri pula Madrasah School (sekolah Agama) yang dalam perkembangannya berubah menjadi Diniyah School (Madrasah Diniyah) yang kemudian berkembang hampir di seluruh Indonesia. Pada tahun 1916, di lingkungan pondok pesantren Tebu Ireng telah didirikan Madrasah Salafiah. Pada madrasah tersebut dilakukan pembaharuan dengan memasukkan pengetahuan umum pada kurikulum pada madrasah tersebut. Kemudian pada tahun 1918, juga didirikan Madrasah Muhammadiyah di Yogyakarta yang kemudian menjadi Madrasah Muallimin Muhammadiyah.24 Setelah berkembang cukup pesat, madrasah menjadi bagian penting dalam penyelenggaraan pendidikan di Indonesia. Madrasah di Indonesia tumbuh dan berkembang dengan cepat. Di awal kemerdekaan, madrasah telah dirasakan memiliki peran penting dalam penyelenggaraan pendidikan. Pemerintah telah merasakan peran madrasah untuk memajukan pendidikan sejak awal karena pada



22



Aziz Awaludin, Faiqoh , dkk, Pedoman Penguatan Moderasi Beragama di Masjid , 21-



22. 23 Faridah Alawiyah, “Pendidikan Madrasah Di Indonesia”, https://jurnal.dpr.go.id/index.php/aspirasi/article/view/449/346, Aspirasi Vol. 5 No. 1, (Juni 2014), 52 24 Faridah Alawiyah, 53.



9



saat itu pemerintahan belum bisa maksimal dalam menyelenggarakan pendidikan terutama untuk memenuhi sarana pendidikan bagi seluruh masyarakat Indonesia.25 Eksistensi madrasah sebagai Lembaga pendidikan khusus yang memiliki derajat sama dengan sekolah-sekolah yang bernaung di bawah Departemen Pendidikan pada saat itu mulai diakui pada tanggal 25 Maret 1975, yaitu dengan lahirnya Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga menteri. SKB tiga menteri ini mengatur dan memperjelas fungsi madrasah yang disejajarkan dengan sekolah umum, sekaligus menghindari adanya tumpang tindih peraturan antara Kemenag dan Kemendikbud saat itu. Madrasah memiliki tingkat yang sama dengan sekolah umum yang setingkat yaitu sebagai berikut: 1. Raudhatul Athfal (RA) Raudhatul Athfal (RA) adalah salah satu bentuk satuan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang menyelenggarakan program pendidikan dengan kekhasan agama Islam bagi anak yang berusia 4 (empat) tahun sampai dengan 6 (enam) tahun. Raudhatul Athfal merupakan salah satu bentuk pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang setara dengan Taman Kanak-Kanak (TK).26 2. Madrasah Ibtidaiyah (MI) Madrasah



Ibtidaiyah



(MI)



adalah



satuan



pendidikan



formal



yang



menyelenggarakan pendidikan umum dengan kekhasan agama Islam yang terdiri dari 6 (tingkat) pada jenjang pendidikan dasar.27 3. Madrasah Tsanawiyah (MTs) Madrasah Tsanawiyah (MTs) adalah satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan umum dengan kekhasan agama Islam yang terdiri dari 3 (tiga) tingkat pada jenjang pendidikan dasar sebagai lanjutan dari Sekolah Dasar, MI, atau bentuk lain yang sederajat, diakui sama atau setara Sekolah Dasar atau MI.28



25



Faridah Alawiyah, 53. Muhammad Rouf, “Memahami Tipologi Pesantren dan Madrasah sebagai Lembaga Pendidikan Islam Indonesia”, Vol 5, No 1 (2016), (DOI: http://dx.doi.org/10.30651/td.v5i1.345), 85. 27 Muhammad Rouf, 85. 28 Muhammad Rouf, 85. 26



10



4. Madrasah Aliyah (MA) setingkat Sekolah Menengah Tingkat Atas (SLTA) MA (Madrasah Aliyah) adalah pendidikan pada jenjang menengah yang setara dengan SMA (Sekolah Menengah Atas).49 Madrasah Aliyah pertama kali didirikan melalui proses penegerian berdasarkan SK Menteri Agama No. 80 Tahun 1967, yaitu dengan menegerikan Madrasah Aliyah AlIslam di Surakarta, dan kemudian Madrasah Aliyah di Magetan Jawa Timur, Madrasah Palangki di Sumatra Barat dan seterusnya. Sampai dengan tahun 1970, seluruhnya berjumlah 43 buah (pada waktu itu masih dengan nama Madrasah Aliyah Agama Islam Negeri atau MAAN). 29 Madrasah memiliki peran penting dalam proses transmisi ilmu dan upaya mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan di madrasah yang memadukan kehidupan akademik dengan kehidupan social dengan bekal pendidikan agama yang lebih dari pendidikan umum dari orang yang tinggal di lingkungannya. Hal ini menjadi nilai lebih dimana madrasah tidak hanya menawarkan peserta didiknya memiliki kematangan intelektual semata melainkan juga memiliki kematangan mental dan spiritual. Pendidikan di madrasah secara intensif dibekali dengan pendidikan keagamaan baik secara teori maupun praktik sehingga madrasah dapat menjadi alternatif pendidikan ditengah runtuhnya nilai dan norma agama yang terjadi di masyarakat.30



B. IMPLEMENTASI MODERASI BERAGAMA DI MADRASAH Madrasah merupakan bagian dari sistem pendidikan nasional yang diharapkan bisa tampil dan berbicara lebih banyak. Madrasah dan lembaga pendidikan Islam seperti pesantren, diniyah, dan perguruan tinggi Islam adalah garda terdepan kampanye moderasi Islam di Indonesia. Apalagi, Madrasah memiliki banyak kelebihan yang tak dimiliki sistem pendidikan lain. Madrasah selama ini juga sangat afirmatif terhadap kalangan rakyat yang rentan secara ekonomi, dibuktikan dengan biaya pendidikan yang murah terjangkau.31



29



Muhammad Rouf, 87. Faridah Alawiyah, 54-55. 31 Muhamad Syaikhul Alim dan Achmad Munib, “Aktualisasi Pendidikan Moderasi Beragama Di Madrasah”, 274-275. 30



11



Secara substantif moderasi beragama sebetulnya sudah menjadi bagian dari tradisi Muslim Indonesia, baik secara keagamaan maupun kebudayaan di Indonesia ini.32 Ide dasar moderasi beragama adalah untuk mencari persamaan dan bukan mempertajam perbedaan.33 Dalam sebuah Madrasah, guru menjadi sosok yang sangat penting dalam penanaman moderasi beragama. Kemampuan guru dalam berinteraksi dengan peserta didik memungkinkan terjadinya transfer nilai-nilai dan paradigma moderasi beragama sedini mungkin. Guru harus banyak melakukan inovasi dalam mengembangkan pembelajaran, mendesain kurikulum, serta menciptakan suasana pembelajaran yang komunikatif dan penuh inspirasi. Meskipun tidak memberikan seluruh sembilan nilai moderasi beragama pada saat yang sama, guru dengan kreativitasnya bisa mengintegrasikan satu atau beberapa nilai moderasi beragama dalam setiap pokok bahasan mata pelajaran yang disampaikan di kelas.34 Moderasi sering dijabarkan melalui tiga pilar, yakni: moderasi pemikiran, moderasi gerakan, dan moderasi perbuatan. 35 Terkait pilar yang pertama, pemikiran keagamaan yang moderat, antara lain, ditandai dengan kemampuan untuk memadukan antara teks dan konteks, yaitu pemikiran keagamaan yang tidak semata-mata bertumpu pada teksteks keagamaan dan memaksakan penundukan realitas dan konteks baru pada teks, tetapi mampu mendialogkan keduanya secara dinamis, sehingga pemikiran keagamaan seorang yang moderat tidak semata tekstual, akan tetapi pada saat yang sama juga tidak akan terlalu bebas dan mengabaikan teks.36 Pilar kedua adalah moderasi dalam bentuk gerakan. Dalam hal ini, gerakan penyebaran agama, yang bertujuan untuk mengajak pada kebaikan dan menjauhkan diri dari kemunkaran, harus didasarkan pada ajakan yang dilandasi dengan prinsip melakukan perbaikan, dan dengan cara yang baik pula, bukan sebaliknya, mencegah kemunkaran dengan cara melakukan kemunkaran baru berupa kekerasan.37 32



Lukman Hakim Saifuddin, Azyumardi Azra, dkk, Membincang Moderasi Beragama: Sebuah Intisari Serial Webinar (Ciputat: PPIM UIN Jakarta, 2021), 18. 33 Aziz Awaludin, Faiqoh , dkk, Pedoman Penguatan Moderasi Beragama di Masjid , 21. 34 Lukman Hakim Saifuddin, Azyumardi Azra, dkk, Membincang Moderasi Beragama: Sebuah Intisari Serial Webinar, 4. 35 Kementerian Agama RI, Moderasi Beragama, 27. 36 Kementerian Agama RI, Moderasi Beragama, 28. 37 Ibid., 28.



12



Pilar ketiga adalah moderasi dalam tradisi dan praktik keagamaan, yakni penguatan relasi antara agama dengan tradisi dan kebudayaan masyarakat setempat. Kehadiran agama tidak dihadapkan secara diametral dengan budaya, keduanya saling terbuka membangun dialog menghasilkan kebudayaan baru.38 Dari bebagai tenaga kependidikan yang ada di Madrasah, yang mempunyai peran paling besar dalam penanaman moderasi beragama ini adalah guru PAI. Guru Pendidikan Agama Islam memiliki peran strategis dalam penguatan dan pengembangan moderasi beragama. Mereka memiliki kesempatan untuk mempengaruhi 80% siswa secara nasional. Maka, seorang guru PAI harus kompeten dalam menjelaskan materi Pendidikan Agama Islam berbasis moderasi beragama akan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap peserta didiknya.39 Secara kelembagaan, pengembangan moderasi beragama bisa terlaksana dengan baik jika pimpinan sekolah turut berpartisipasi aktif dalam menciptakan suasana saling menghargai keberagaman dalam berkeyakinan dan beragama. Sudah semestinya mereka turut menciptakan suasana keberagaman yang harmonis dalam lingkungan sekolah. Keadaan tersebut akan lebih bisa bertahan lama jika nilai-nilai moderasi beragama dijadikan sebagai basis dalam pemahaman keagamaan. Dalam kurikulum Pendidikan Agama Islam, materi keagamaan yang diajarkan meliputi aspek akidah, syariah, dan akhlak. Namun, rincian materi pelajaran PAI kemudian dikembangkan dalam aspek keilmuan Islam yang lebih luas meliputi bidang Akidah-Akhlak, Al-Qur’an-Hadist, Fiqih, dan Sejarah Peradaban Islam. 40 Jadi dapat disimpulkan bahwa untuk mengimplementasikan moderasi beragama khususnya agama Islam di Madrasah, di samping modal dukungan dan komitmen dari segenap stakeholders sebagai prasyarat, diperlukan inovasi dan kreatifitas Madrasah sehingga mampu menghadirkan konsep implementasi moderasi beragama yang konseptual, segar, menarik dan efektif. Beberapa strategi



38



Ibid., 28. Lukman Hakim Saifuddin, Azyumardi Azra, dkk, Membincang Moderasi Beragama: Sebuah Intisari Serial Webinar, 5. 40 Lukman Hakim Saifuddin, Azyumardi Azra, dkk, Membincang Moderasi Beragama: Sebuah Intisari Serial Webinar, 5-6. 39



13



pengembangan berikut merupakan tawaran model implementasi moderasi beragama Islam yang dapat diterapkan di Madrasah antara lain: 1. Madrasah merumuskan visi dan misi berorientasi moderasi Islam Gerakan pengarusutamaan moderasi Islam harus berawal dari visi dan misi Madrasah. Mengingat visi adalah pandangan jauh ke depan yang ideal tentang cita-cita yang diharapkan. Sedangkan misi adalah langkah-langkah operasional untuk mencapai visi. Sedapat mungkin visi dan misi yang dirumuskan ini menempatkan moderasi Islam ini sebagai bagian profil ideal yang diharapkan. Visi dan misi ini hendaknya tidak hanya sekedar menjadi pajangan atau tulisan belaka tetapi hendaknya menjadi ruh dan spirit yang terus menerus digelorakan sehingga menjiwai seluruh warga Madrasah. Untuk itu visi dan misi Madrasah harus dirumuskan bersama dan disosialisasikan kepada seluruh pemangku kepentingan Madrasah 2. Madrasah



mengembangkan



kurikulum



yang



komprehensif



dengan



menginsersi nilai-nilai moderasi Islam. Kurikulum bisa dikatakan merupakan ruh dalam pendidikan dan pembelajaran. Hendak dibawa kemana peserta didik tercermin sepenuhnya dari muatan kurikulum yang dikembangkan dan diterapkan oleh Madrasah. Cara yang bisa ditempuh dengan jalan Madrasah menelaah kurikulum yang saat ini sedang diterapkan, mengidentifikasi kelemahan yang mungkin masih ada untuk kemudian merancang kurikulum secara lebih komprehensif yang diharapkan bernuansa nilainilai moderasi Islam. Standar isi dalam kurikulum perlu ditelaah betulbetul dan memasukkan nilai-nilai karakter moderasi Islam dalam kegiatan belajar mengajar (KBM) pada semua matapelajaran. Madrasah juga perlu menginsersi muatan moderasi Islam ke dalam program, kegiatan Madrasah baik intra, ekstra maupun ko-kurikuler Madrasah. Kegiatan ekstra kurikuler juga harus dirancang sedemikian rupa untuk memasukkan nilai-nilai karakter moderasi Islam. 3. Optimalisasi habituasi dan budaya Madrasah sebagai strategi internalisasi nilai-nilai karakter moderasi Islam. Nilai-nilai karakter moderasi Islam tidak akan terinternalisasi secara mendalam hanya dengan mengajarkannya saja. Dibutuhkan pembiasaan



14



secara terus-menerus dan konsisten sehingga menjadi budaya Madrasah. Dalam konteks ini keteladanan menjadi metode pendidikan yang paling efektif. Kepala Madrasah dan guru harus tampil menjadi figur panutan bagi peserta didik dalam menerapkan karakter moderasi Islam. Pembiasaan baik yang istikomah terkait misalnya adab berbicara dengan orang lain, tata cara bermuamalah dengan teman, guru dan warga Madrasah yang lain, pembiasaan ibadah mahdloh dan ghoiru mahdloh akan membentuk kepribadian peserta didik. 2. Madrasah mengembangkan program penguatan moderasi Islam Penguatan moderasi Islam melalui perancangan dan pelaksanaan program yang matang, konseptual, implementatif dan efektif perlu dikembangkan oleh Madrasah untuk semakin mengukuhkan pengarusutamaan moderasi Islam di Madrasah. Diantara program yang dapat dijalankan antara lain: a. Program fasilitasi dan penciptaan ruang interaksi dan dialog lintas budaya. Madrasah perlu mengkreasi atau setidaknya memfasilitasi kegiatankegiatan yang memberikan kesempatan berlangsungnya interaksi dan dialog lintas budaya, etnis bahkan agama. Program yang dapat dilaksanakan antara lain: program guru tamu (guest teacher) dari latar belakang etnis atau budaya yang berbeda, program kunjungan ke komunitas tertentu, program kegiatan bersama semisal kemah budaya. Dengan program-program tersebut diharapkan memberikan pengalaman berinteraksi dengan kelompok lain yang berbeda sehingga para siswa diharapkan tumbuh sikap penghargaan terhadap perbedaan dan toleransi. b. Program penguatan literasi moderasi beragama Program penguatan literasi berkaitan erat dengan pemerolehan informasi baik dari bahan tertulis maupun tidak tertulis. Madrasah perlu memfasilitasi peserta didik agar memperoleh kemudahan dalam akses informasi. Literasi ini juga dapat dimanfaatkan untuk memberikan motivasi dan spirit kebaikan. Misalnya Madrasah dapat memasang tulisan semboyan atau ajakan dan motivasi sesuai karakter moderasi



15



Islam, menyediakan bahan dan buku bacaan. Madrasah dapat pula mengagendakan penayangan film yang mengajarkan karakter moderasi Islam atau menggelar lomba bercerita pada momen dan even tertentu.41



Muhamad Syaikhul Alim dan Achmad Munib, “Aktualisasi Pendidikan Moderasi Beragama Di Madrasah”, 279-282. 41



16



BAB III PENUTUP



Kesimpulan 1. Moderasi beragama adalah upaya sadar dalam memahami, menanamkan dan menumbuhkan pemahaman atas keberagaman agama, etnis, ras dan budaya melalui berbagai macam pendekatan, strategi dan metode yang tepat sehingga tumbuh sikap dan perilaku moderat yang tercermin dalam nilainilai moderasi beragama antara lain, penghargaan terhadap keragaman, toleransi, moderat, keseimbangan, dan keadilan pada diri setiap peserta didik. 2. Madrasah di Indonesia memiliki derajat sama dengan sekolah-sekolah yang



bernaung di bawah Departemen Pendidikan. Munculnya SKB tiga menteri mengatur dan memperjelas fungsi madrasah yang disejajarkan dengan sekolah umum, sekaligus menghindari adanya tumpang tindih peraturan antara Kemenag dan Kemendikbud. Tingkat/jenjang madrasah yang disetarakan dengan sekolah umum yaitu, Raudhatul Athfal (RA), Madrasah Ibtidaiyah (MI), Madrasah Tsanawiyah (MTs), dan Madrasah Aliyah (MA) 3. Untuk memantapkan Madrasah agar dapat mengembangkan implementasi moderasi beragama antara lain melalui: perumusan visi dan misi berorientasi moderasi Islam, pengembangan kurikulum yang komprehensif yang menginsersi nilai-nilai moderasi Islam, Optimalisasi habituasi dan budaya Madrasah sebagai strategi internalisasi nilai-nilai karakter moderasi Islam, dan mengembangkan program penguatan moderasi Islam.



17



DAFTAR PUSTAKA



A Ilyas Ismail, Abuddin Nata, dkk. Konstruksi Moderasi Beragama. Banten: PPIM UIN Jakarta, 2021. Achmad Munib dan Muhamad Syaikhul Alim. “Aktualisasi Pendidikan Moderasi Beragama Di Madrasah”. Jurnal Pendidikan Agama Islam Universitas Wahid Hasyim. Volume 9, No. 2. Desember 2021. Anshari, M. Redha. Buku Monograf : Moderasi Beragama Di Pondok Pesantren. Yogyakarta: K-Media, 2021. Aptiani Nur Jannah, Bobby Suwandi, dkk. Tanya Jawab Moderasi Beragama. Jakarta: Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Jakarta , 2022. Aziz Awaludin, Faiqoh , dkk. Pedoman Penguatan Moderasi Beragama di Masjid . Jakarta: Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Jakarta, 2020. Departemen Agama RI. Al Qur’an dan Terjemah. Bandung: CV Penerbit, 2005. Kementerian Agama RI. Moderasi Beragama. Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI, 2019. Lukman Hakim Saifuddin, Azyumardi Azra, dkk. Membincang Moderasi Beragama: Sebuah Intisari Serial Webinar (Ciputat: PPIM UIN Jakarta, 2021. Nurdin, Fauziah. ‘Moderasi Beragama Menurut Al-Qur’an Dan Hadist’, Jurnal Ilmiah Al Mu’ashirah, Vol. 18, N (2021), 62 . Qasim, Muhammad. Membangun Moderasi Beragama Umat Melalui Integrasi Keilmuan. Gowa: Alauddin University Press, 2020. Wathoni, Kharisul. ‘Implementasi Pendidikan Inklusi Dalam Pendidikan Islam’, Ta’allum, Volume 01, (2013) .



18