Integrasi Ilmu Agama Dan Ilmu Umum [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

INTEGRASI ILMU AGAMA DAN ILMU UMUM



Makalah ini disusun untuk melengkapi tugas mata kuliah Agama Islam



Dosen: Fatoni Achmad, M. Pd. I



Disusun Oleh : Nadhilah Idzni Majdina



K1B016006



JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN PURWOKERTO 2018 i



DAFTAR ISI …………………………………………............................



i



……………………………………………………



ii



Kata Pengantar



……………………………………………



iii



Bab I Pendahuluan



……………………………………………



1



1.1. Latar Belakang



……………………………………



1



1.2. Rumusan Masalah



……………………………………



1



1.3. Tujuan ……………………………………………………



2



……………………………………………



3



………........................……



3



Cover Daftar Isi



Bab II Pembahasan



2.1. Pengertian Integrasi Ilmu



2.2. Perlunya Integrasi Ilmu Agama dan Ilmu Umum



........



5



.......…..…..



7



2.3. Pandangan Al-Qur’an dan As-Sunnah tentang Integrasi Ilmu Agama dan Ilmu Umum Bab III Penutup 1.1. Kesimpulan Daftar Pustaka



…………………………………………..



10



……………………………………



10



……………………………………………



11



ii



KATA PENGANTAR Puji syukur penulis ucapkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat-Nya makalah yang berjudul Integrasi Ilmu Agama dan Ilmu Umum ini dapat terselesaikan sesuai dengan yang diharapkan dan tepat pada waktunya. Makalah yang membahas tentang integrasi ilmu agama dan ilmu umum ini merupakan tugas dari Mata Kuliah Agama Islam. Dalam penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak. Penulis berharap, semoga makalah ini bermanfaat untuk para pembaca.



Purwokerto, 14 Juli 2018



iii



BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Agama Islam mengajarkan umatnya tentang konsep ad-dunya dan alakhirah, konsep ad-dunya adalah segala hal yang berhubungan dengan keduniawian atau hal yang bersifat material, sedangkan al-akhirah adalah segala hal yang berhubungan dengan nilai-nilai yang lebih detail, dan menekankan sebuah tujuan hidup dan moral manusia. Kedua konsep tersebut saling berkaitan satu dengan lainnya dan tidak dapat dipisahkan, tetapi fenomena yang terjadi di masyrakat justru memisahkan kedua konsep tersebut, dan menganggap sesuatu yang bersifat material dan immaterial merupakan hal yang jauh berbeda dan tidak mungkin disatukan. Fenomena tersebutlah yang mendasari adanya penggabungan konsep yang disebut dengan integrasi. Adanya integrasi ilmu adalah dampak dari dikotomi ilmu yang meluas, yang menganggap bahwasannya ilmu terbagi atas dua bagian yaitu ilmu umum dan ilmu agama. Hampir dari seluruh penduduk dunia ‘kompak’ dengan pemahaman tersebut. Hal itu tercermin pada banyaknya institusi pendidikan di Indonesia yang menawarkan pendidikan umum seakan mengesampingkan pendidikan agama, begitu juga sebaliknya. Dikotomi ilmu memberikan implikasi yang luas terhadap cara pandang manusia terhadap ilmu pengetahuan, sehingga sebuah lembaga pendidikan serta kurikulum pendidikan memisahkan dua konsep yang seharusnya berhubungan. Konsep integrasi ilmu belum diterima sepenuhnya oleh masyarakat karena pengaruh globalisasi sangat kuat terhadap pemisahan ilmu pengetahuan.



1.2. Rumusan Masalah Di dalam makalah ini mempunyai beberapa rumusan masalah antara lain: 1. Pengertian integrasi ilmu 2. Perlunya integrasi ilmu agama dan umum 3. Pandangan Al-Qur’an dan As-Sunnah tentang integrasi ilmu agama dan umum



1



1.3.Tujuan Makalah ini mempunyai beberapa tujuan yaitu : 1. Untuk mengetahui pengertian integrasi ilmu 2. Untuk mengetahui perlunya integrasi ilmu agama dan umum 3. Untuk mengetahui pandangan Al-Qur’an dan As-Sunnah tentang integrasi ilmu agama dan umum



2



BAB II PEMBAHASAN 2.1. Pengertian Integrasi Ilmu Dalam kamus bahasa Indonesia, kata integrasi mengandung arti mengenal keseluruhannya; meliputi bagian yang perlu untuk menjadikan lengkap, utuh, bulat, sempurna; tidak terpisah. Dan berintegrasi yaitu bergabung supaya menjadi kesatuan yang utuh, yang tidak akan bisa berubah lagi. Dalam bahasa inggris Echols dalam kamusnya menjelaskan terdapat tiga jenis yang merujuk pada kata integrasi, yaitu sebagai kata kerja to integrate yang berarti mengintegrasikan, menyatupadukan, menggabungkan, mempersatukan (dua hal atau lebih menjadi satu). Sebagai kata benda, integration yang berarti integrasi, pengintegrasian atau penggabungan atau integrity yang berarti ketulusan hati, kejujuran dan keutuhan. Bila berkaitan dengan bilangan, integrasi merujuk ke kata integer yang berarti bilangan bulat atau utuh. Dari kata ini dijumpai kata integrationist yang bermakna penyokong paham integrasi, pemersatu. Sebagai kata sifat, kata ini merujuk pada kata integral yang berarti hitungan integral, bulat, utuh. Bentuk kata sifat lainnya adalah integrated yang berarti yang digabungkan, yang terbuka untuk siapa saja seperti integrated school (sekolah terpadu), atau integrated society (masyarakat yang utuh). Salah satu istilah yang paling populer dipakai dalam konteks integrasi ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu umum adalah kata “islamisasi”. (Nata, 2003: 171) Menurut Echols dan Hasan Sadily, kata islamisasi berasal dari kata bahasa inggris “Islamization” yang berarti pengislaman. Dalam konteks Islamisasi, ilmu pengetahuan, yang harus mengaitkan dirinya pada prinsip tauhid adalah pencari ilmunya, bukan ilmu itu sendiri. Karena yang menentukan adalah manusia, manusialah yang menghayati ilmu. Penghayatan para pencari ilmu itulah yang menentukan, apakah ilmunya berorientasi pada nilai-nilai Islam ataukah tidak.



3



Lebih



lanjut,



Islamisasi



ilmu



pengetahuan,



menurut



Faruqi,



menghendaki adanya hubungan timbal balik antara realitas dan aspek kewahyuan. Dalam konteks ini, untuk memahami nilai-nilai kewahyuan, umat islam harus memanfaatkan ilmu pengetahuan. Karena realistasnya, saat ini, ilmu pengetahuanlah yang amat berperan dalam menentukan kemajuan umat manusia. Sejak abad kemunduran islam (abad ke-12 M), karena para penguasa Muslim kurang memberikan penghargaan terhadap ilmu pengetahuan hingga akhir abad ke-16, dimana mulai terputus hubungan antara Dunia Islam dengan aliran utama dalam sains dan teknologi, umat Islam sangat tertinggal jauh dibanding masyarakat Barat justru mulai bangkit dari kegelapan pengetahuan setelah sekian lama



terbelenggu dalam indoktrinasi teologi



Kristiani. Selain masalah ketertinggalan dalam penguasaan ilmu pengetahuan, hal terbesar yang dihadapi umat islam dewasa ini adalah berkaitan dengan paradigma berfikir. Umat Islam masih berpikir secara absurd. Bukan justru mengembangkan wacana-wcana keimanan, kemanusiaan, dan pengetahuan. Ini jelas menunjukan sebuah pola berpikir partikularistik dan ritualistik (Hidayat, 2000: 10). Dari definisi Islamisasi pengetahuan diatas, ada beberapa model Islamisasi pengetahuan yang bisa dikembangkan dalam menatap era globalisasi, antara lain: model purifikasi, model moderenisasi Islam, dan model neo-moderenisme. Model purifikasi bermakna pembersihan atau penyucian ilmu pengetahuan agar sesuai dengan nilai dan norma Islam. Model moderenisasi Islam ini berangkat dari kepedulian terhadap keterbelakangan umat islam di dunia kini, yang disebabkan oleh kepicikan berpikir, kebodohan, dan keterpurukan



dalam



memahami



ajaran



agamanya,



sehingga



sistem



pendidikan Islam dan ilmu pengetahuan agama Islam tertinggal jauh dibelakang non-Muslim (Barat). Sedangkan model neo-modernisme berusaha memahami ajaran-ajaran dan nilai-nilai mendasar yang terkandung dalam Al-Qur’an dan sunnah



4



dengan mempertimbangkan khaznah intelektual Muslim klasik serta mencermati kesulitan-kesulitan dan kemudahan-kemudahan yang ditawarkan oleh dunia iptek. Landasasan metodologis Islamisasi pengetahuan model ini, menurut Saiful Muzani (1993) adalah sebagai berikut: pertamporera, persoalanpersoalan kontemporer umat islam harus dicari penjelasannya dari tradisi dan hasil ijtihad para ulama yang merupakan hasil interpretasi terhadap Al-Quran. Kedua, bila dalam tradisi tidak ditemukan jawaban yang sesuai dengan kondisi kontemporer, harus menelaah konteks sosio-historis dari ayat-ayat Al-Quran yang menjadi landasan ijtihad para ulama tersebut. ketiga, melalui telaah historis akan terungkap pesan moral Al-Quran. Keempat, setelah itu baru menelaahnya dalam konteks umat Islam dewasa ini dengan bantuan hasil-hasil studi yang cermat dari ilmu pengetahuan atas persoalan yang bersifat evaluatif dan legiminatif sehingga memberikan pendasaran dan arahan moral terhadap persoalan yang ditanggulangi. (Nata, 2003: 175) Dari berbagai pengertian dan model Islamisasi pengetahuan diatas dapat disimpulkan bahwa Islamisasi dilakukan dalam upaya membangun kembali semangat umat Islam dalam mengembangkan ilmu pengetahuan melalui kebebasan penalaran intelektual dan kajian-kajian rasional empirik dan filosofis dengan tetap merujuk kepada kandungan Al-Quran dan sunnah Nabi,



sehingga



umat



Islam



akan



bangkit



dan



maju



menyusul



ketertinggalannya dari umat lain, khususnya Barat.



2.2. Perlunya Integrasi Ilmu Agama dan Ilmu Umum Usaha menuju integrasi keilmuan sejatinya telah dimulai sejak abad ke-9, meski mengalami pasang surut. Pada masa Al-Farabi (lahir tahun 257 H/890 M) gagasan tentang kesatuan dan hierarki ilmu yang muncul sebagai hasil penyelidikan tradisional terhadap epistemologi serta merupakan basis bagi penyelidikan hidup subur dan mendapat tempatnya. Tak peduli dari saluran mana saja. Dengan demikian, gagasan integrasi keilmuan Al-Farabi dilakukan atas dasar wahyu Islam dari ajaran-ajaran Al-Quran dan Hadist. (Nata, 2003: 177)



5



Usaha Natsir untuk mengintegralkan sistem pendidikan Islam direalisasikan dengan



mendirikan lembaga



pendidikan



Islam,



yang



menyatukan dua kurikulum, antara kurikulum yang dipakai sekolah-sekolah tradisional yang lebih banyak memuat pelajaran umum. Tidak beda jauh dengan gagasan yang dikembangkan Harun Nasution dalam upayanya menyatukan dikotomi ilmu-ilmu agama Islam dan ilmu-ilmu umum di lembaga pendidikan tinggi Islam. Setidaknya ada dua sebab utama kelemahan pendekatan ini. 



Pertama, akar keilmuan yang berbeda antara ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu umum.







Kedua, modernisasi dan Islamisasi ilmu pengetahuan melalui kurikulum dan kelembagaan, walaupun dilakukan dengan tujuan terciptanya integralisme dan integrasi keilmuan Islam Islam dan umum, sampai kapanpun akan tetap menyisakan dikotomi keilmuan. (Nata, 2003: 178)



Berbagai dikotomi antara ilmu-ilmu agama Islam dan ilmu-ilmu umum pada kenyataanya tidak mampu diselesaikan dengan pendekatan modernisasi sebagaimana dilakukan Abduh dan Ahmad Khan atau Mukti Ali dan Harun Nasution, amak Ismail Raji Al-Faruqi dan Naquib Al-Attas melakukan pendekatan berbeda dalam rangka Islamisasi pengetahuan (integrasi keilmuan), yakni dengan pendekatan purifikasi atau penyucian. Dikotomi keilmuan sebagai penyebab kemunduran berkepanjangan umat Islam ini sudah berlangsung sejak abad ke-16 hingga abad ke-17 yang dikenal sebagai abad stagnasi pemikiran Islam. Dikotomi ilmu-ilmu agama Islam dan ilmu-ilmu umum juga disebabkan karena adanya kolonialisme Barat atas Dunia Islam sejak abad ke-18 hingga abad ke-19, dimana negaranegara Islam tidak mampu menolak upaya-upaya yang dilakukan Barat, terutama injeksi budaya dan peradabannya. Dikotomi ini pada kelanjutannya, berdampak negatif terhadap kemajuan Islam. Menurut Ikhrom (2001: 87-89), setidaknya ada empat masalah akibat dikotomi ilmu-ilmu umum dan ilmu-ilmu agama.



6







Pertama, munculnya ambivalensi dalam sistem pendidikan Islam; dimana selama ini, lembaga-lembaga semacam pesantren dan madrasah mencitrakan dirinya sebagai lembaga pendidikan Islam dengan corak tafaqquh fi al-din yang menganggap persoalan mu’amalah bukan garapan mereka; sementara itu modernisasi sistem pendidikan dengan memasukan kurikulum pendidikan umum kedalam lembaga tersebut telah mengubah citra pesantren dan madrasah sebagai lembaga tafaqquh fi al-din tersebut.







Kedua, munculnya kesenjangan antara sistem pendidikan Islam dan



ajaran



Islam.



Sistem



pendidikan



yang



ambivalen



mencerminkan pandangan dikotomis yang memisahkan ilmu-ilmu agama Islam dan ilmu-ilmu umum (Kuntowijoyo, 1991: 352). 



Ketiga, terjadinya didintegrasi sistem pendidikan Islam, dimana masing-masing sistem: (modern/umum) Barat dan agama (Islam) tetap bersikukuh mempertahankan kediriannya.







Keempat, munculnya inferioritas pengelola lembaga pendidikan Islam. Hal ini disebabkan karena sistem pendidikan Barat yang pada kenyataanya kurang menghargai nilai-nilai kultural dan moraltelah dijadikan tolak ukur kemajuan dan keberhasilan sistem pendidikan bangsa kita.



Dengan demikian, paradigma integrasi ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu umum muncul sebagai bentuk kekhawatiran sebagian pemikir muslim terhadap ancaman yang sangat dominan terhadap pandangan non-muslim, khususnya



pandangan



ilmuwan



Barat



sehingga



umat



Islam



harus



menyelamatkan identitas dan otoritas ajaran agamanya.



2.3 Pandangan Al-Qur’an dan As-Sunnah tentang Integrasi Ilmu Agama dan Umum Al-Qur’an



dan



as-sunnah



sesungguhnya



tidak



membedakan



antara ilmu agama dan ilmu umum, yang ada dalam al-Qur’an adalah ilmu. Pembagian adanya ilmu agama islam dan ilmu umum adalah merupakan hasil 7



kesimpulan manusia yang mengidentifikasi ilmu berdasarkan sumber objek kajianya: (Nata, 2003: 69-70) 1. Jika objek kajian ontologisnya yang dibahas adalah wahyu (alQur’an) dan hadits dengan menggunakan metode ijtihad, maka yang dihasilkanya adalah ilmu-ilmu agama seperti: teologi, tafsir, tasawuf dan lain-lain. 2. Jika objek kajian ontologisnya yang dibahas adalah jagad raya seperti; langit, bumi beserta isinya dengan menggunakan metode penelitian eksperimen di laboratorium pengukuran, penimbangan dan lain-lain. maka yang dihasilkanya adalah ilmu-ilmu alam seperti: ilmu fisika, biologi, kimia, astronomi dan sebagainya. 3. Jika objek kajian ontologisnya adalah prilaku sosial dalam segala aspeknya, dengan menggunakan metode penelitian sosial maka yang akan dihasilkan adalah ilmu sosial seperti: ilmu politik, ekonomi, budaya dan sebagainya. 4. Jika objek penelitian adalah akal pikiran/pemikiran yang mendalam dengan menggunakan metode mujadalah atau logika terbimbing, yang dihasilkan adalah filsafat dan ilmu-ilmu humaniora. 5. Jika objek kajiannya berupa intuisi batin dengan menggunakan metode penyucian batin ilmu yang dihasilkan adalah ilmu ma’rifat. Ilmu-ilmu tersebut seluruhnya pada hakikatnya berasal dari Allah, karena sumber-sumber Ilmu-ilmu tersebut berupa wahyu. Dengan demikian para ilmuwan dalam berbagai bidang ilmu tersebut sebenarnya bukan pencipta ilmu tapi penemu ilmu, penciptanya adalah Tuhan. Dalam pengembangan ilmu dan teknologi observasi dan meniru mekanisme kerja ciptaan-Nya merupakan hal yang lazim. Misalnya, meniru konsep fungsi sayap dan ekor dalam pembuatan pesawat, capung dalam desain helikopter, serta ikan paus dalam pembuatan kapal selam, Dan sebagainya. Selain observasi dibutuhkan juga kemampuan imajinasi, analisis, dan sintesis. Terutama untuk menjawab pertanyaan yang susah untuk dijawab melalui observasi di laboratorium untuk dapat melakukan pengembangan ilmu pengetahuan melalui metode tersebut, al qur’an menginformasikan 8



bahwa Allah SWT telah memberikan alat panca indra yang ampuh, artinya al qur’an menghargai panca indra dan menetapkan bahwasanya indra tersebut adalah menjadi pintu ilmu pengetahuan (sebagaimana yang dijelaskan dalam Q.S al-Nahl: 78) Dalam epistemologi ilmu dalam pandangan al qur’an harus pula mengintegrasikan kesucian batin, keluhuran budi, dan kemuliaan akhlak. Selanjutnya



dalam



bidang



aksiologi



ilmu



pengetahuan,



al-qur’an



mengingatkan bahwa selain ilmu pengetahuan (agama dan umum) sebagai milik Allah SWT dan harus di abdikan dalam rangka beribadah kepada-Nya, juga harus disertai dengan memiliki sifat dan ciri-ciri tertentu pula. Antara lain yang paling menonjol adalah sifat khasyat yaitu takut dan kagum kepada Allah. (Nata, 2003: 77) Sebagaimana disebutkan di atas, bahwa menurut pandangan al-Qur’an dan sunnah sesungguhnya tidak ada istilah ilmu agama dan ilmu umum. Yang ada hanya ilmu itu sendiri dan seluruhnya bersumber dari Allah swt. Namun dilihat dari sifat dan jenisnya sulit dihindari adanya paradigma ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu umum, atau paling tidak paradigma tersebut hanya untuk kepentingan teknis dalam membedakan antara satu ilmu dengan ilmu lainnya. Dari uraian di atas, terlihat jelas bahwa al-qur’an dan hadits memiliki pandangan tentang pengembangan ilmu yang integrated, baik pada dataran ontologis, epistemologis, maupun aksiologis.



9



BAB III PENUTUP 3.1. Kesimpulan Integrasi adalah pembauran hingga menjadi kesatuan yang utuh atau bulat. Salah satu istilah yang paling populer dipakai dalam konteks integrasi ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu umum adalah kata “islamisasi”. Islamisasi adalah menunjuk pada proses pengislaman, dimana objeknya adalah orang atau manusia, bukan ilmu pengetahuan maupun objek lainnya. Paradigma integrasi ilmu berarti cara pandang tertentu atau model pendekatan tertentu terhadap ilmu pengetahuan yang bersifat menyatukan, disebut paradigma integrasi ilmu integratif atau singkatnya paradigma integrasi ilmu integralistik yaitu pandangan yang melihat sesuatu ilmu sebagai bagian dari keseluruhan. Agama dan ilmu dalam beberapa hal berbeda, namun dalam pada sisi tertentu memiliki kesamaan. Agama lebih mengedepankan moralitas dan menjaga tradisi yang sudah mapan (ritual), cenderung eksklusif, dan subjektif. Sementara ilmu selalu mencari yang baru, tidak terlalu terkait dengan etika, progresif, bersifat inklusif, dan objektif. Kendati agama dan ilmu berbeda, keduanya memiliki kesamaan, yakni bertujuan memberi ketenangan dan kemudahan bagi manusia.



10



DAFTAR PUSTAKA



Azra, Azyumardi 1999. Studi-studi Agama Di Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri Dalam Pendidikan Islam. Jakarta: Logos. Bagir, Zainal Abidin dkk. 2009. Integrasi ilmu dan agama: interpretasi dan aksi. Bandung: Mizan Bidin, Masri Elmahsyar. 2003. Integrasi Ilmu Agama dan Umum: Mencari Format Islamisasi Ilmu Pengetahuan. Jakarta: UIN Jakarta Press Hakim, Sudarnoto Abdul. 2006. Integrasi Keilmuan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta menuju Universitas Riset. Jakarta: UIN Jakarta Press. Hilmy, Masdar dan Akhmad Muzakki. 2005. Dinamika Baru Studi Islam. Surabaya: Arkola. Kuntowijoyo. 2008. Paradigma Islam Interpretasi Untuk Aksi. Bandung: Mizan. Mochtar, Affandi. 2001. Membedah Diskursus Pendidikan Islam. Jakarta: Kalimah. Nata, Abuddin. 2003. Integrasi Ilmu Agama dan Ilmu Umum. Jakarta: UIN Jakarta Press.



11