Ipa Teori Belajar Vygotsky [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

TEORI BELAJAR SOSIAL (VYGOTSKY)



MAKALAH Disusun sebagai syarat mata kuliah Pendidikan IPA



Dosen Pengampu : Dr. Sri Sulistyorini, M.Pd. Dewi Nilam Tyas, S.Pd., M.Pd.



Disusun oleh : Sofia Nafiatu Sholikha (1401418200) Rombel D



PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2019



1



KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Teori Belajar Sosial (Vygotsky) ini tepat pada waktunya. Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari Ibu Dr. Sri Sulistyorini, M.Pd. pada mata kuliah Pendidikan IPA. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang Teori Belajar Sosial (Vygotsky) bagi para pembaca dan juga bagi penulis. Saya mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Sri Sulistyorini, M.Pd. selaku dosen mata kuliah Pendidikan IPA Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang saya tekuni. Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini. Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan makalah ini.



Penyusun



2



DAFTAR ISI



HALAMAN JUDUL................................................................................................1 KATA PENGANTAR..............................................................................................2 DAFTAR ISI.............................................................................................................3 BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................4 1. Latar Belakang...............................................................................................4 2. Rumusan Masalah..........................................................................................4 3. Tujuan............................................................................................................4 BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................5 1. 2. 3. 4.



Pengertian Teori Belajar Vygotsky...............................................................5 Konsep Penting Teori Sosiogenesis Vygotsky..............................................6 Konsep Belajar Konstruktivisme Vygotsky..................................................9 Penerapan Teori Belajar Vygotsky dalam Pembelajaran............................12



BAB III PENUTUP................................................................................................17 1. Kesimpulan...................................................................................................17 2. Saran.............................................................................................................17 DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................18



3



BAB I PENDAHULUAN



1. Latar Belakang Belajar merupakan proses manusia untuk mencapai berbagai macam kompetensi, keterampilan dan sikap. Belajar dimulai sejak manusia lahir sampai akhir hayat. Kemampuan manusia untuk belajar merupakan karakteristik penting yang membedakan manusia dengan makhluk hidup lainnya. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, secara etimologis belajar memiliki arti “berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu” . Definisi ini memiliki pengertian bahwa belajar adalah sebuah kegiatan untuk mencapai kepandaian atau ilmu. Sedangkan menurut Hilgard dan Bower (Fudyartanto, 2002), belajar (to learn) memiliki arti: 1) to gain knowledge, comprehension, or mastery of trough experience or study; 2) to fix in the mind or memory; memorize; 3) to acquire trough experience; 4) to become in forme of to find out . Menurut definisi tersebut, belajar memiliki pengertian memperoleh pengetahuan atau menguasai pengetahuan melalui pengalaman dan mendapatkan informasi atau menemukan. Dengan demikian, belajar memiliki arti dasar adanya aktivitas atau kegiatan dan penguasaan tentang sesuatu. Sehingga terdapat banyak teori-teori belajar menurut para ahli yang sangat bermanfaat. Salah satunya teori belajar menurut Vygotsky yang menekankan pentingnya pola sosiokultural dimana individu menjadi salah satu unsurnya. 2. Rumusan Masalah 1) Bagaimana Teori Belajar menurut Vygotsky ? 2) Bagaimana Konsep penting Teori Sosiogenesis Vygotsky ? 3) Bagaimana konsep belajar Konstruktivisme menurut Vygotsky ? 4) Bagaimana penerapan konsep Teori Belajar Vygotsky dalam pembelajaran ? 3. Tujuan 1) Untuk mengetahui tentang teori belajar menurut Vygotsky. 2) Untuk mengetahui konsep penting teori sosiogenesis Vygotsky. 3) Untuk mengetahui konsep belajar konstruktivisme menurut Vygotsky. 4) Untuk mengetahui penerapan konsep teori belajar menurut Vygotsky dalam pembelajaran.



4



BAB II PEMBAHASAN



1. Pengertian Teori Belajar Vygotsky Lev Semyonovich Vygotsky (1896-1934) mengemukakan bahwa pandangan yang mampu mengakomodasi sociocultural-revolu-tion dalam teori belajar dan pembelajaran di. Ia mengatakan bahwa jalan pikiran seseorang harus dimengerti dari latar sosial-budaya dan sejarahnya. Artinya, untuk memahami pikiran seseorang bukan dengan cara menelusuri apa yang ada di balik otaknya dan pada kedalaman jiwanya, melainkan dari asal-usul tindakan sadarmya, dari interaksi sosial yang dilatari oleh sejarah hidupnya (Mollan, Pia& Greenberg, 1990). Peningkatan fungsi-fungsi mental seseorang berasal dari kehidupan sosial atau kelompoknya, dan bukan dari individu itu sendiri. Interaksi sosial demikian antara lain berkaitan erat dengan aktivitas-aktivitas dan bahasa yang dipergunakan. Kunci utama untuk memahami proses-proses sosial dan psikologis manusia adalah tanda-tanda atau lambang yang berfungsi sebagai mediator (Wertsch, 1990). Tanda-tanda atau lambang tersebut merupakan produk dari lingkungansosiokultural di mana seseorang berada. Mekanisme teori yang digunakannya untuk menspesifikasi hubungan antara pendekatan sosio-kultural dan pemfungsian mental didasarkan pada tema mediasi semiotik, yang artinya adalah tanda-tanda atau lanbang-lambang beserta makna yang terkandung di dalamnya berfungsi sebagai penengah antara rasionalitas dalam pendekatan sosio-kultural dan manusia sebagai tempat berlangsungnya proses mental (Moll,1994). Atas dasar pemikiran Vygotsky, Moll dan Greenberg (dalarm Moll,1994) melakukan studi etnografi dan menemukan adanya jaringan- jaringan erat, luas, dan kompleks di dalam dan di antara keluarga-keluarga. Jaringan-jaringan tersebut berkembang atas dasar confianza yang membentuk kondisi sosial sebagai tempat penyebaran dan pertukaran pengetahuan, ketrampilan, dan nilai-nilai sosial budaya. Anak-anak memperoleh berbagai pengetahuan dan ketrampilan melalui interaksi sosial sehari-hari. Mereka terlibat secara aktif dalam interaksi sosial dalam keluarga untuk memperoleh dan juga menyebarkan pengetahuanpengetahuan yang telah dimiliki. Ada suatu kerja sama di antara anggota keluarga dalam interaksi tersebut. Menurut Vygotsky, perolehan pengetahuan dan perkembangankognitif seseorang seturut dengan teori sociogenesis. Dimensi kesadaran sosial bersifat primer, sedangkan dimensi individualnya bersifat derivative atau merupakan turunan dan besifat skunder (Palincsar, Wertsch &Tulviste, dalam Supratiknya, 2002). Artinya, pengetahuan dan perkembangan kognitif individu berasal dari sumber-sumber sosial di luar dirinya. Hal ini tidak berarti bahwa individu bersikap pasif dalam perkembangan kogitifnya, tetapi Vygotsky juga menekankan pentingnya peran aktif seseorang dalam mengkonstruksi pengetahuannya. Maka



5



teori Vygotsky sebenamya lebih tepat disebut dengan pendekatan kokonstruktivisme. Maksudnya, perkembangan kognitif seseorang disamping ditentukan oleh individu sendiri secara aktif, juga oleh lingkungan sosial yang aktif pula. Konsep-konsep penting teori sosiogenesis Vygotsky tentang perkermbangan kognitif yang sesuai dengan revolusi-sosiokultural dalam teori belajar dan pembelajaran adalah hukum genetik tentang perkembangan (genetic law of development), zona perkembangan proksimal (zone of proximal development), dan mediasi. 1) Hukum genetik tentang perkembangan (genetic law of devel-орmепt). Menurut Vygotsky, setiap kemampuan seseorang akan tumbuh dan berkembang melewati dua tataran, yaitu tataran sosial tempat orangorang membentuk lingkungan sosialnya (dapat dikategorikan sebagai interpsikologis atau intermental), dan tataran psikologis di dalam diri orang yang bersangkutan (dapat dikategorikan sebagai intrapsikologis atau intramental). Pandangan teori ini menempatkan intermental atau lingkungan social sebagai factor primer dan konstitutif terhadap pembentukan pengetahuan serta perkembangan kognitif seseorang. Dikatakannya bahwa fungsi-fungsi mental yang lebih tinggi dalam diri seseorang akan muncul dan berasal dari kehidupan sosialnya. Sementara itu fungsi intramental dipandang sebagai derivasi atau keturunan yang tumbuh atau terbentuk melalui penguasaan dan internalisasi terhadap proses-proses sosial tersebut Pada mulanya anak berpartisipasi dalam kegiatan sosial tertentu tanpa memahami maknanya. Pemaknaan atau konstruksi pengetahuan baru muncul atau terjadi melalui proses internalisasi. Namun internalisasi. Namun internalisasi yang dimaksud oleh Vygotsky bersifat transformatif, yaitu mampu memunculkan perubahan dan perkembangan yang tidak sekedar berupa transfer atau pengalihan. Maka belajar dan berkembang merupakan satu kesatuan dan saling menentukan. 2) Zona perkembangan proksimal (zone of proximal develop-ment). Vygotsky juga mengemukakan konsepnya tentang zona perkembangan proksimal (zone of proximal development). Menurutnya, perkembangan kemampuan seseorang dapat dibedakan ke dalam dua tingkat, yaitu tingkat perkembangan aktual dan tingkat perkembangan potensial. Tingkat perkembangan aktual tampak dari kemampuan seseorang untuk menyelesaikan tugas-tugas atau memecahkan berbagai masalah secara mandiri. Ini disebut sebagai kemampuan intramental. Sedangkan tingkat perkembangan potensial tampak dari kemampuan seseorang untuk menyelesaikan tugas-tugas dan memecahkan masalah ketika di bawah bimbingan orang dewasa atau ketika berkolaborasi dengan teman sebaya yang lebih kompeten. Ini disebut sebagai kemampuan intermental. Jarak antara keduanya, yaitu tingkat



6



perkembangan aktual dan tingkat perkembangan potensial ini disebut zona perkembangan proksimal. Zona perkembangan proksimal diartikan sebagai fungsi-fungsi atau kemampuan-kemampuan yang belum matang yang masih berada pada proses pematangan. Ibaratnya sebagai embrio, kuncup atau bunga, yang belum menjadi buah. Tunas-tunas perkembangan ini akan menjadi matang melalui interaksinya dengan orang dewasa atau kolaborasi dengan teman sebaya yang lebih kompeten. Untuk menafsirkan konsep zona perkembangan proksimal ini dengan menggunakan scaffolding interpretation, yaitu memandang zona perkembangan proksimal sebagai perancah, sejenis wilayah penyangga atau batu loncatan untuk mencapai taraf perkembangan yang semakin tinggi. Gagasan Vygotsky tentang zona perkembangan proksimal ini mendasari perkembangan teori belajar dan pembelajaran untuk meningkatkan kualitas dan mengoptimalkan perkembangan kognitif anak. Beberapa konsep kunci yang perlu dicatat adalah bahwa perkembangan dan belajar bersifat interdependen atau saling terkait, perkembangan kemampuan seseorang bersifat context dependent atau tidak dapat dipisahkan dari konteks sosial, dan sebagai bentuk fundamental dalam belajar adalah partisipasi dalam kegiatan sosial. Berpijak pada konsep zona perkembangan proksimal, maka sebelum terjadi internalisasi dalam diri anak, atau sebelum kemampuan intramental terbentuk, anak perlu dibantu dalam proses belajarnya. Orang dewasa dan/atau teman sebaya yang lebih kompeten perlu membantu dengan berbagai memberikan feedback, menarik kesimpulan, dan sebagainya dalam rangka perkembangan kemampuannya. 3) Mediasi Menurut Vygotsky, kunci utama untuk memahami proses-proses sosial dan psikologis adalah tanda-tanda atau lambang-lambang yang berfungsi sebagai mediator. Tanda-tanda atau lambang-lambang tersebut merupakan produk dari lingkungan sosio-kultural di mana seseorang berada. Semua perbuatan atau proses psikologis yang khas manusiawi dimediasikan dengan psychological tools atau alat-alat psikologis berupa bahasa, tanda dan lambang, atau semiotika. Dalam kegiatan pembelajaran, anak dibimbing oleh orang dewasa atau oleh teman sebaya yang lebih kompeten untuk memahami alat-alat semiotik ini. Anak mengalami proses internalisasi yang selanjutnya alatalat ini berfungsi sebagai mediator bagi proses-proses psikologis lebih lanjut dalam diri anak. Mekanisme hubungan antara pendekatan sosiokultural dan fungsi-fungsi mental didasari oleh tema mediasi semiotik, artinya tanda-tanda atau lambang-lambang beserta makna yang terkandung di dalamnya berfungsi sebagai penghubung antara rasionalitas sosio-kultural (intermental) dengan individu sebagai tempat berlangsungnya proses mental (intramental) (Wertsch, 1990). Ada beberapa elemen yang dikemukakan oleh Bakhtin untuk memperluas 7



pendapat Vygotsky. Elemen-elemen tersebut terdiri dari ucapan, bunyi,suara, tipe percakapan sosial dan dialog, di mana secara kontekstual elemen-elemen tersebut berada dalam batasan sejarah, kelembagaan, budaya dan faktor-faktor individu. Ada dua jenis mediasi, yaitu mediasi metakognitif dan mediasi kognitif (Supratiknya, 2002). Mediasi metakognitif adalah penggunaan alat-alat semiotik yang bertujuan untuk melakukan self-regulation atau regulasi diri, meliputi self-planning, self-monitoring, self-checking, dan self-evaluating. Mediasi metakognitif ini berkembang dalam komunikasi antar pribadi. Selama menjalani kegiatan bersama, orang dewasa atau teman sebaya yang lebih kompeten biasa menggunakan alat-alat semiotic tertentu untuk membantu mengatur tingkah laku anak. Selanjutnya anak akan menginternalisasikan alat-alat semiotik ini untuk dijadikan regulasi diri. Mediasi kognitif adalah penggunaan alat-alat kognitif untuk memecahkan masalah yang berkaitan dengan pengetahuan tertentu atau subject-domain problem. Mediasi kognitif bisa berkaitan dengan konsep spontan (yang bisa salah) dan konsep ilmiah (yang lebih terjamin kebenarannya). Konsep-konsep ilmiah yang berhasil diinternalisasikan anak akan berfungsi sebagai mediator dalam pemecahan masalah. Konsep-konsep ilmiah dapat berbentuk pengetahuan deklaratif (declarative knowledge) yang kurang memadai untuk memecahkan berbagai persoalan, dan pengetahuan prosedural (procedural knowledge) berupa metode atau strategi untuk memecahkan masalah. Menurut Vygotsky untuk membantu anak mengembangkan pengetahuan yang sungguh sungguh bermakna, dengan memadukan anatara konsep-konsep dan prosedur melalui demonstrasi dan praktek. Berdasarkan pada teori Vygotsky di atas, maka akan diperoleh keuntungan jika: a) Anak memperoleh kesempatan yang luas untuk mengembangkan zona perkembangan proksimalnya atau potensinya melalui belajar dan berkembang. b) Pembelajaran perlu lebih dikaitkan dengan tingkat perkembangan potensialnya dari pada tingkat perkembangan aktualnya. c) Pembelajaran lebih diarahkan pada penggunaan strategi untuk mengembangkan kemampuan intermentalnya dari pada kemampuan intramentalnya. d) Anak diberi kesempatan yang luas untuk mengintegrasikan pengetahuan deklaratif yang telah dipelajarinya dengan pengetahuan prosedural yang dapat digunakan untuk melakukan tugas-tugas danmemecahkan masalah. e) Proses belajar dan pembelajaran tidak sekedar bersifat transferal tetapi lebih merupakan kokonstruksi, yaitu suatu proses mengkonstruksi pengetahuan atau makna baru secara bersama-sama antara semua pihak yang terlibat di dalamnya.



8



Aplikasi Teori Belajar Revolusi-Sosiokultural Dalam Pembelajaran Gagasan Vygotsky mengenai reconstruction of knowledge in social setting bila diterapkan dalam konteks pembelajaran, guru perlu memperhatikan hal-hal berikut. Pada setiap perencanaan dan implementasi pembelajaran perhatian guru harus dipusatkan kepada kelompok anak yang tidak dapat memecahkan masalah belajar sendiri yaitu mereka yang hanya dapat solve problems with help. Guru perlu menyediakan berbagai jenis dan tingkatan bantuan (helps) yang dapat memfasilitasi anak agar mereka dapat memecahkan permasalahan yang dihadapinya. Dalam kosa kata Psikologi Kognitif, bantuan-bantuan ini dikenal sebagai cognitive scaffolding. Bantuanbantuan tersebut dapat dalam bentuk pemberian contoh-contoh, petunjuk atau pedoman mengerjakan, bagan/alur, langkah-langkah atau prosedur melakukan tugas, pemberian balikan, dan sebagainya. Bimbingan atau bantuan dari orang dewasa atau teman yang lebih kompeten sangat efektif untuk meningkatkan produktifitas belajar. Bantuanbantuan tersebut tentunya harus sesuai dengan konteks sosio-kultural atau karakteristik anak. Bimbingan oleh orang dewasa atau oleh teman sebaya yang lebih kompeten bermanfaat untuk memahami alat-alat semiotik, seperti bahasa, tanda, dan lambang-lambang. Anak mengalami proses internalisasi yang selanjutnya alat-alat ini berfungsi sebagai mediator bagi proses-proses psikologis lebih lanjut dalam diri anak. Maka bentuk-bentuk pembelajaran kooperatif-kolaboratif, serta pembelajaran kontekstual sangat tepat diterapkan. Kelompok anak yang cannot solve problem meskipun telah diberikan berbagai bantuan, perlu diturunkan ke kelompok yang lebih rendah kesiapan belajamya sehingga setelah diturunkan, mereka juga berada pada zone of proximal development nya sendiri dan, oleh karena itu, siap memanfaatkan bantuan atau scaffolding yang disediakan. Sedangkan kelompok yang telah mampu solve problems independently harus ditingkatkan tuntutannya, sehingga tidak perlu buang-buang waktu dengan tagihan belajar yang sama bagi kelompok anak yang ada dibawahnya. Dengan pengkonsepsian kesiapan belajar demikian, maka pemahaman tentang karakteristik siswa yang berhubungan dengan sosio-kultural dan kemampuan awalnya sebagai pijakan dalam pembelajaran perlu lebih dicermati artikulasinya, sehingga dapat dihasilkan perangkat lunak pembelajaran yang benar-benar menantang namun tetap produktif.



2. Konsep Belajar Konstruktivisme Vygotsky Salah satu konsep dasar pendekatan konstruktivisme dalam belajar adalah adanya interaksi sosial individu dengan lingkungannya. Menurut Vygotsky (Elliot, 2003, 52), belajar adalah sebuah proses yang melibatkan dua elemen penting. Pertama, belajar merupakan proses secara biologi sebagai proses dasar. Kedua, proses secara psikososial sebagai proses yang lebih tinggi dan esensinya berkaitan 9



dengan lingkungan sosial budaya. Sehingga, lanjut Vygotsky, munculnya perilaku seseorang adalah karena intervening kedua elemen tersebut. Pada saat seseorang mendapatkan stimulus dari lingkungannya, ia akan menggunakan fisiknya berupa alat indranya untuk menangkap atau menyerap stimulus tersebut, kemudian dengan menggunakan saraf otaknya informasi yang telah diterima tersebut diolah. Keterlibatan alat indra dalam menyerap stimulus dan saraf otak dalam mengelola informasi yang diperoleh merupakan proses secara fisik-psikologi sebagai elemen dasar dalam belajar. Pengetahuan yang telah ada sebagai hasil dari proses elemen dasar ini akan lebih berkembang ketika mereka berinteraksi dengan lingkungan sosial budaya mereka. Oleh karena itu, Vygotsky sangat menekankan pentingnya peran interaksi social bagi perkembangan belajar seseorang. Vygotsky percaya bahwa belajar dimulai ketika seorang anak dalam perkembangan zone proximal, yaitu suatu tingkat yang dicapai oleh seorang anak ketika ia melakukan perilaku sosial. Zone ini juga dapat diartikan sebagai seorang anak yang tidak dapat melalukan sesuatu sendiri tetapi memerlukan bantuan kelompok dewasa. Dalam belajar, zone proximal ini dapat dipahami pula sebagai selisih antara apa yang bisa dikerjakan seseorang dengan kelompoknya atau dengan orang dewasa. Maksimalnya perkembangan zone proximal ini tergantung pada intensifnya interaksi antara seseorang dengan lingkungan sosial. Menurut Vygotsky (Slavin, 1994), fungsi mental tingkat tinggi biasanya ada dalam percakapan atau komunikasi dan kerja sama di antara individu-individu (proscs sosialisasi) sebelum akhirnya itu berada dalam diri individu (internalisasi). Oleh karena itu, pada saat seseorang berbagi pengetahuan dengan orang lain, dan akhirnya pengetahuan itu menjadi pengetahuan personal, disebut dengan "private speech". Di sini, Vygotsky ingin menjelaskan bahwa adanya kesadaran sebagai akhir dari sosialisasi tersebut. Dalam belajar bahasa, misalnya, ucapan pertama kita dengan orang lain adalah bertujuan untuk komunikasi, akan tetapi sekali kita menguasainya, ucapan atau bahasa itu akan terinternalisasi dalam diri kita dan menjadi "inner speech" atau "private speech". Private speech ini dapat diamati saat seorang anak sering berbicara dengan dirinya sendiri, terutama jika ia dihadapkan dengan tugas-tugas sulit. Namun demikian, sebagaimana studi-studi yang dilakukan, anak-anak yang sering menggunakan private speech ketika menghadapi tugas-tugas yang kompleks ini lebih efektif memecahkan tugas-tugas daripada anak-anak yang kurang menggunakan private speech. Menurut Vygotsky, pentingnya interaksi sosial dalam perkembangan kognitif telah melahirkan konsep perkembangan kognitif. Perkembangan kognitif manusia ini berkaitan erat dengan perkembangan bahasanya. Karena bahasa merupakan kekuatan bagi perkembangan mental manusia, untuk itu Vygotsky membagi perkembangan kognitif yang didasarkan pada perkembangan bahasa menjadi empat tahap (Ellio, 2003), yaitu preintellectual speech, naive psychology, egocentric speech dan inner spech. a) Preintelectual Speech Preintelectual Speech yaitu tahap awal dalam perkembangan kognitif ketika manusia baru lahir, yang ditunjukkan dengan adanya proses dasar secara biologis (menangis, mengoceh, dan gerakan-gerakan tubuh seperti 10



menghentakkan kaki, menggoyang-goyangkan tangan) yang secara perlahan-lahan berkembang menjadi bentuk yang lebih sempurna seperti berbicara dan berperilaku. Manusia dilahirkan dengan kemampuan bahasa untuk digunakan berinteraksi dengan lingkungannya sehingga perkembangan bahasa menjadi lebih maksimal. b) Naive Psychology Naive Psychology yaitu tahap kedua dari perkembangan bahasa ketika seorang anak 'mengeksplore’ atau menggali objek-objek konkret dalam dunia mereka. Pada tahap ini, anak mulai memberi nama atau label terhadap objek-objek tersebut dan telah dapat mengucapkan beberapa kata dalam berbicara. La dapat mencapai pemahaman verbal dan dapat menggunakannya untuk berkomunikasi dengan lingkungannya, sehingga hal ini dapat lebih mengembangkan kemampuan bahasanya yang akan memengaruhi cara berpikir dan lebih meningkatkan hubungannya dengan orang lain. c) Egocentric Speech Tahap ini terjadi ketika anak berusia 3 tahun. Pada tahap ini, anak selalu melakukan percakapan tanpa memedulikan orang lain mendengarkan mereka atau tidak. d) Inner Speech Tahap ini memberikan fungsi yang penting dalam mengarahkan perilaku seseorang. Misalnya, pikiran seorang gadis kecil usia 5 tahun yang ingin mengambil buku di atas almari. Ketika ia meraih buku itu dengan tangan, ternyata tangannya tidak dapat mencapai buku tersebut. Kemudian ia mengatakan pada dirinya, "aku butuh kursi untuk mengambil buku itu". Selanjutnya, ia mengambil kursi dan naik kursi untuk mengambil buku, dan ia mengatakan pada dirinya, "Ok, sedikit lagi aku dapat meraih buku. Oh ya, aku harus berjinjit agar dapat meraih buku itu". Dari contoh tersebut, dapat dilihat bagaimana ucapan yang ditujukan pada dirinya sendiri dapat memberi arah bagi perilakunya. Sama dengan gadis kecil tersebut, orang dewasa sering juga menggunakan inner speech atau private speech untuk mengarahkan perilaku dan menyelesaikan tugas-tugas sulit yang harus dipecahkan. Strategi Belajar Konstruktivisme : Pendekatan belajar konstruktivisme memiliki beberapa strategi dalam proses belajar. Strategi-strategi belajar (Slavin,1994) tersebut adalah: 1) Top-down Processing Dalam pembelajaran konstruktivisme, siswa belajar dimulai dari masalah yang kompleks untuk dipecahkan, kemudian menghasilkan atau menemukan keterampilan yang dibutuhkan. Misalnya, siswa diminta untuk menulis kalimat-kalimat, kemudian dia akan belajar untuk membaca, belajar tentang tata bahasa kalimat-kalimar tersebut, dan kemudian bagaimana menulis titik dan komanya. Belajar dengan pendekaran top-down processing ini berbeda dengan pendekatan belajar bottom-up processing yang tradisional di mana keterampilan 11



dibangun secara perlahan-lahan melalui kererampilan yang lebih kompleks. 2) Coorperative Learning Yaitu serategi yang digunakan untuk proses belajar, di mana siswa akan lebih mudah menemukan secara komprehensif konsep-konsep yang sulit jika mereka mendiskusikannya dengan siswa yang lain tentang problem yang dihadapi. Dalam strategi cooperative learning, siswa belajar dalam pasangan-pasangan atau kelompok untuk saling membantu memecahkan problem yang dihadapi. Cooperative learning ini lebih menekankan pada lingkungan sosial belajar dan menjadikan kelompok belajar sebagai tempat untuk mendapatkan pengetahuan, mengeksplorasi pengetahuan, dan menantang pengetahuan yang dimiliki oleh individu. Inilah kunci dari konsep-konsep dasar yang dikemukakan oleh Piaget dan Vygotsky. 3) Genarative Learning Strategi ini menekankan pada adanya integrasi yang aktif antara materi atau pengetahuan yang baru diperoleh dengan skemata. Sehingga dengan menggunakan pendekatan generative learning diharapkan siswa menjadi lebih melakakan proses adaptasi ketika menghadapi stimulus baru. Selain itu juga, generative learning ini mengajarkan sebuah metode yang untuk melakukan kegiatan mental saat belajar, seperti membuat pertanyaan, kesimpulan, atau analogi-analogi terhadap apa yang sedang dipelajarinya. 3. Contoh Penerapan Teori Belajar Vygotsky dalam Pembelajaran Kelas / Semester : IV / 2 Tema : 5 (Pahlawanku) Subtema : 1 (Perjuangan Para Pahlawan) Pembelajaran :1 KOMPETENSI DASAR 3.7 Menerapkan sifat-sifat cahaya dan keterkaitannya dengan indera penglihatan. 4.7 Menyajikan laporan hasil percobaan tentang sifat-sifat cahaya.







KOMPETENSI INTI 3. Memahami pengetahuan faktual dengan cara mengamati (mendengar, melihat, membaca dan menanya) dan menanya berdasarkan rasa ingin tahu tentang dirinya, makhluk ciptaan Tuhan dan kegiatannya, dan bendabenda yang dijumpainya di rumah, sekolah, dan tempat bermain.



Metode : Kooperatif Metode Pembelajaran Kooperatif adalah suatu metode pembelajaran yang menekankan pada sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu di antara sesama dalam struktur kerjasama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang atau lebih. Pembelajaran kooperatif adalah salah satu 12



bentuk pembelajaran yang berdasarkan faham sosial. Pembelajaran kooperatif merupakan metode pembelajaran dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap siswa anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran. Dalam pembelajaran kooperatif, belajar dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan pelajaran. Terdapat enam langkah utama (sintaks) dalam tahapan di dalam pengajaran yang menggunakan pembelajaran kooperatif. 1) Fase 1 Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa dalam materi Sifat-sifat Cahaya. Memotivasi siswa dengan meminta siswa menceritakan pengalamannya tentang “lampu padam” di malam hari ketika siswa sedang belajar. Tanyakan pada siswa apakah mereka dapat melihat benda-benda di sekitarnya. Apa yang harus dilakukan supaya benda-benda disekitarnya itu dapat terlihat kembali. Pada papan tulis, tuliskan kata-kata CAHAYA serta SIFAT-SIFAT CAHAYA. Menyampaikan kompetensti dasar dan indikator pembelajaran Menurut Vigotsky : Perkembangan kognitif dan bahasa anak-anak tidak berkembang dalam suatu situasi sosial yang hampa. Vygotsky mencari pengertian bagaimana anak-anak berkembang dengan melalui proses belajar, dimana fungsi-fungsi kognitif belum matang, tetapi masih dalam proses pematangan. 2) Fase 2 Menyajikan informasi Menyajikan informasi kepada siswa tentang manfaat cahaya dengan meminta siswa mendemonstrasikan “Kegiatan Penyelidikan: Akan seperti Apa Jadinya.” Menanyakan kepada siswa tentang apa yang dirasakan ketika matanya ditutup rapat. Vygotsky menekankan bagaimana proses-proses perkembangan mental seperti ingatan, perhatian, dan penalaran melibatkan pembelajaran menggunakan temuan-temuan masyarakat seperti bahasa, sistem matematika, dan alat-alat ingatan. 3) Fase 3 Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar Meminta siswa duduk dalam tatanan pembelajaran kooperatif sambil mengingat ketrampilan kooperatif yang akan dilatihkan dan bagaimana cara mengikuti pelatihan ketrampilan kooperatif.



13



Membagikan tugas: “Bagaimana Cahaya Merambat” kepada tiap siswa dan tiap kelompok diberi serperangkat alat dan bahan untuk melakukan kegiatan itu. Bila mungkin, masing-masing kelompok diminta untuk menyediakan sendiri alat dan bahannya. Menurut Vigotsky Zone of proximal developmnet merupakan celah antara actual development dan potensial development, dimana antara apakah seorang anak dapat melakukan sesuatu tanpa bantuan orang dewasa dan apakah seorang anak dapat melakukan sesuatu dengan arahan orang dewasa atau kerjasama dengan teman sebaya. Maksud dari ZPD adalah menitikberatkan ZPD pada interaksi sosial akan dapat memudahkan perkembangan anak. Ketika siswa mengerjakan pekerjaanya di sekolah sendiri, perkembangan mereka kemungkinan akan berjalan lambat. Untuk memaksimalkan perkembangan, siswa seharusnya bekerja dengan teman yang lebih terampil yang dapat memimpin secara sistematis dalam memecahkan masalah yang lebih kompleks. 4) Fase 4 Membimbing kelompok bekerja dan belajar Meminta siswa melakukan kegiatan. Guru membimbing tiap-tiap kelompok untuk melakukan kegiatan . Meminta siswa melakukan kegiatan dalamitu. Guru membimbing masing-masing kelompok untuk melakukan kegiatan itu. Teori Vygotsky yang lain adalah “scaffolding“. Scaffolding merupakan suatu istilah pada proses yang digunakan orang dewasa untuk menuntun anak-anak melalui Zone of proximal developmentnya. 5) Fase 5 Evaluasi Meminta satu-dua kelompok untuk menuliskan di papan tulis jawaban analisis. Kelompok lain diminta menanggapinya. Guru memastikan bahwa seluruh kelompok telah mengetahui jawaban yang benar. 6) Fase 6 Memberikan penghargaan Memberi penghargaan kepada siswa atau kelompok yang kinerjanya bagus. Cahaya dan sifat-sifatnya : Cahaya adalah pancaran elektromagnetik yang dapat terlihat oleh mata manusia. Atau definisi cahaya yang lainnya yaitu merupakan radiasi elektromagnetik, baik itu dengan panjang gelombang kasat mata maupun



14



yang tidak. Sedangkan benda yang memancarkan cahaya disebut dengan sumber cahaya.



Cahaya memiliki sifat – sifat diantaranya : 1) Cahaya dapat merambat lurus Lintasan cahaya dapat disebut sinar atau berkas cahaya. Contohnya sebagai berikut: a. Cahaya yang masuk melalui celah – celah jendela merambat lurus. b. Pergantian siang dan malam. Matahari memancarkan cahaya ke segala arah. Sebagian matahari terpancar lurus menuju bumi. Belahan bumi yang terkena cahaya matahari akan terjadi siang. Adapun belahan bumi yang tidak terkena cahaya matahari akan terjadi malam. 2) Cahaya menembus benda bening Benda – benda yang dapat ditembus cahaya disebut benda bening. Contohnya air bening, kaca, gelas bening, plastik bening, dan botol bening. Benda – benda yang tidak dapat ditembus cahaya desebut benda gelap. Contohnya kertas, air susu dan air kopi. Benda yang tidak tembus cahaya apabila dikenai cahaya akan membentuk suatu bayangan karena tidak dapat meneruskan cahaya yang mengenainya. 3) Cahaya dapat dibiaskan Pembiasan cahaya adalah pembelokan atau perubahan arah rambat cahaya ketika melalui dua medium yang berbeda keraptannya. Medium cahaya adalah zat perantara yang dilalui cahaya. Medium zat padat lebih rapat daripada medium air. Medium air lebih rapat daripada medim udara. a. Bila cahaya datang dari medium renggang ke medium yang lebih rapat, maka cahaya akan dibiaskan mendekati garis normal. Misalnya pembiasan dari udara ke air. b. Bila cahaya datang dari medium rapat ke medium renggang maka cahaya akan dibiaskan menjauhi garis normal. Misalnya pembiasan cahaya dari air ke udara. 4) Cahaya dapat dipantulkan Cahaya yang dapat dipantulkan atau disebut pencerminan adalah sebuah proses terpancarnya kembali cahaya dari permukaan benda yang terkena cahaya. Sifat pemantulan ini dapat dibagi menjadi dua yaitu pemantulan teratur dan pemantulan baur (difus). Pada pemantulan teratur berkas cahaya pantulnya sejajar. Ini terjadi ketika cahaya mengenai benda yang permukaanya rata dan mengkilap atau licin. Seperti pada cermin, yang merupakan benda yang dapat memantulkan cahaya paling sempurna. Hal ini dikarenakan cermin mempunyai bidang halus dan mengkilap yang bisa mematulkan cahaya sangat baik. Sedangkan dalam pemantulan baur terjadi ketika cahaya mengenai benda yang permukaanya tidak rata. Seperti pada tanah yang tidak rata atau pada air yang bergelombang. Adanya pemantulan baur, 15



tempat-tempat yang tidak ikut terkena cahaya secara langsung akan ikut menjadi terang. Contoh: alat perioskop, bayangan saat berdiri didepan cermin, bayangan air jernih.



16



BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Teori belajar Vygotsky memberi penekanan pada hakikat sosiokultural dari pembelajaran. Vygotsky menyatakan bahwa pembelajaran terjadi apabila peserta didik bekerja atau belajar dalam zone of proximal development. Zone of proximal developmnet merupakan celah antara actual development dan potensial development, dimana antara apakah seorang anak dapat melakukan sesuatu tanpa bantuan orang dewasa dan apakah seorang anak dapat melakukan sesuatu dengan arahan orang dewasa atau kerjasama dengan teman sebaya. Teori Vigotsky dalam kegiatan pembelajaran juga dikenal apa yang dikatakan scaffolding yaitu memberikan sejumlah besar dukungan kepada anak selama tahap-tahap awal pembelajaran dan kemudian mengurangi bantuan dan memberikan kesempatan kepada anak itu untuk mengambil tanggung jawab yang semakin besar segera setelah ia mampu melakukannya sendiri. B. Saran Sebaiknya lebih mempelajari setiap teori belajar dari setiap para ahli, karena jika kita mengacu pada satu teori saja mebuat kita tidak berpikiran luas. Jika kita memahami setiap teori maka dalam praktek ke pembelajaran akan sangat membantu.



17



DAFTAR PUSTAKA Dahar, Ratna Wilis. 2011. Teori-teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta. Erlangga. Baharuddin dan Esa Nur Wahyuni. 2008. Teori Belajar dan Pembelajaran. Jogjakarta. Ar-Ruzz Media. Budiningsih, Asri. 2004. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta. Rineka Cipta. https://www.kompasiana.com/baktigunawan/550d985b8133115d22b1e4d8/penerapan -teori-belajar-vygotsky-dalam-interaksi-belajar-mengajar http://dewiharususkses.blogspot.com/2016/06/teori-belajar-vygotsky.html



18