John Dollar Dan Neil Miller [PDF]

  • Author / Uploaded
  • Ferr
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

A. JOHN DOLLAR DAN NEIL MILLER Dollard & Miller mengemukakan sebuah teori yang sudah tak asing lagi, sama halnya seperti Pavlov, Dollard & Miller juga memakai konsep respon dan stimulus (R-S) dalam pembahasannya mengenai kepribadian manusia. Teori Dollard & Miller menekankan pada kebiasaan-kebiasaan yang timbul dari hasil hubungan antara respon dan stimulus yang terus terjadi, menurut mereka perilaku seseorang tidaklah muncul dari hasil spontan respon yang seseorang berikan karena adanya sebuah stimulus saja, melainkan juga harus ada dorongan-dorongan dari dalam diri (drive) yang ia tidak sadari ataupun dorongan yang ia sadari yang akhirnya membuat individu itu bergerak. Selain hanya mengandalkan stimulus dan respon Dollard & Miller juga memasukan unsur-unsur kognitif atau proses berpikir (train of tough) dalam teorinya. Menurutnya sebuah stimulus yang diterima oleh seseorang bisa bergeneralisasi menjadi model stimulus yang lain, begitu juga dengan responnya. Individu bisa memberikan sebuah pemaknaan yang lain dan berbeda-beda dalam sebuah stimulus dan respon contohnya dalam penggunaan bahasa. Setiap individu bisa memberikan reasoning atas apa yang ingin atau yang harus ia perbuat untuk memunculkan respon tertentu.



B. BIOGRAFI a. John Dollard John Dollard dilahirkan di Menasha, Wisconsin, pada tanggal 29 Agustus 1900. Ia menerima gelar A.B. dari Universitas Wisconsin pada tahun 1922 dan berturut-turut meraih M.A. (1930) dan Ph.D.nya (1931) dalam bidang sosiologi di Universitas Chicago. Dari tahun 1926 sampai dengan 1929 la menjadi salah seorang pembantu rektor Universitas Chicago. Pada tahun 1932, ia menerima jabatan rektor di bidang antropologi di Universitas Yale dan pada tahun berikutnya menjadi rektor di bidang sosiologi pada Institute of Human Relations yang 1



baru saja didirikan. Pada tahun 1935, ia menjadi peneliti pada institut tersebut dan pada tahun 1948 menjadi peneliti dan profesor di bidang psikologi. Ia dipensiunkan sebagai profesor pada tahun 1969. Ia memperoleh pendidikan dalam psikoanalisis dari Institut Berlin



dan



menjadi



anggota



dari



Western



New



England



Psychoanalytic Society. Keyakinan Dollard dan dedikasi pribadinya terhadap penyatuan ilmu-ilmu pengetahuan sosial tercermin tidak hanya dalam tulisan-tulisannya, tetapi juga dalam fakta bahwa ia pernah mengemban tugas-tugas akademik di bidang antropologi, sosiologi, dan psikologi pada satu universitas. Dollard telah menulis banyak artikel teknis dalam ilmu-ilmu pengetahuan sosial, mulai dari etnologi sampai psikoterapi. Ia telah mengarang sejumlah buku yang juga mencerminkan minatnya yang luas itu. Caste and Class in a Southern Town (1937) adalah suatu penelitian lapangan yang sangat dihargai mengenai peranan orangorang kulit hitam dalam suatu masyarakat di bagian selatan di AS dan merupakan salah satu contoh karya awal analisis kebudayaan dan kepribadian. Karya ini disusul oleh sebuah buku serupa, Children of Bondage (1940), yang ditulis bersama Allison Davis. Ia menerbitkan dua buku berisi analisis psikologis tentang rasa takut; Victory Over Fear (1942) dan Fear in Battle (1943); dan suatu monograf penting mengenai penggunaan bahan sejarah kehidupan, Criteria for The Life History (1936). Bersama Frank Auld dan Alice White, ia menerbitkan Steps in Psychotherapy (1953), sebuah buku yang



menyajikan



suatu



metode



psikoterapi



yang



mencakup



pendeskripsian yang rinci tentang individu yang sedang dalam perawatan, dan bersama Frank Auld menerbitkan Scoring Human Motives (1959). 2



b. Neal Miller Neal Miller dilahirkan di Milwaukee, Wisconsin, pada tanggal 3 Agustus



1909



dan



meraih



gelar



B.S.-nya



dari



Universitas



Washington pada tahun 1931. Ia meraih gelar M.A.-nya dari Universitas Stanford pada tahun 1932 dan Ph.D.-nya di bidang psikologi dari Universitas Yale pada tahun 1935. Dari tahun 1932 sampai dengan tahun 1935, ia menjadi asisten di bidang Psikologi pada Institute of Human Relations dan antara tahun 1935-1936, ia mendapat beasiswa dari Social Science Research Council dan memanfaatkannya



untuk



mengikuti



pendidikan



analisis



pada



Institut Psikoanalisis Wina. Dari tahun 1936 sampai tahun 1940, ia menjadi asisten dosen dan selanjutnya rektor pada Institute of Human Relations. Ia menjadi peneliti dan rektor pada tahun 1941. Dari tahun 1942 sampai tahun 1946, ia memimpin suatu proyek penelitian psikologi untuk Angkatan Udara AS. Pada tahun 1946, ia kembali ke Universitas Yale, menjadi profesor dalam program kuliah James Rowland Angell di bidang psikologi pada tahun 1952. Ia menetap di Yale sampai tahun 1966n dan selanjutnya menjadi profesor psikologi dan kepala Laboratorium Psikologi Fisiologis pada Universitas Rockefeller. Selain karena kerjasamanya dengan John Dollard, Miller juga sangat terkenal di kalangan psikologi berkat karya eksperimental dan teoritisnya yang cermat tentang proses pemerolehan dorongandorongan, hakikat perkuatan, dan penelitian tentang konflik. Penelitian awalnya semata- mata bersifat behavioral, tetapi sejak tahun 1950-an Miller mulai menaruh perhatian pada mekanismemekanisme fisiologis yang mendasari dorongan dan perkuatan serta



3



gejala-gejala sejenis lainnya. Karya ini disajikan secara rinci dalam terbitan-terbitan jurnal, meskipun banyak di antaranya telah pula diringkaskan dalam tiga bab buku pegangan yang sangat elok (Miller,



1944,



sumbangannya



1951,



1959).



tercermin



Penghargaan



pada



berbagai



atas



sumbangan-



tanda



jasa



yang



diterimanya. Ini meliputi keanggotaannya dalam National Academy of Science yang bergengsi itu, terpilih menjadi ketua American Psychological Association (1959), menerima medali Warren dari Society of Experimental Psychologist (1957), dan menerima Medal of Science dari Presiden (1965), suatu tanda kehormatan yang hanya dimilikinya bersama dua ilmuwan behavioral lain. Miller dan Dollard bersama-sama telah menulis dua buku yang berisi penerapan versi yang disederhanakan dari teori Hull pada masalah-masalah yang menjadi garapan psikolog sosial (Social Learning and Imitation, 1941) dan pada masalah-masalah yang menjadi



perhatian



psikolog



klinis



atau



psikolog



kepribadian



(Personality and Psychotherapy, 1950). C. PSIKOANALISIS TEORI BELAJAR SOSIAL Pada 1930 hingga 1950-an, sekelompok psikolog dan ilmuwan sosial saintis belajar dengan Clark L. Hull di Universitas Yale mulai menerapkan prinsip-prinsip pengkondisian untuk perilaku sosial yang kompleks. Disebut Yale Group, tim ini terdiri dari ilmuwan terkemuka seperti Neal Miller, John Dollard, O. Hobart Mowrer, dan Leonard Doob. Kontribusi mereka, baik sebagai kelompok dan individu, memiliki dampak pada psikologi sampai saat ini. Dollard dan Miller (1941) yang tertarik dalam menerjemahkan berbagai wawasan psikoanalitik Freud dan hipotesis ke dalam formulasi lebih diuji psikologi stimulus-respon. Upaya tersebut pertama adalah Frustrasi-agresi. Hipotesis ditulis



4



bersama-sama oleh para anggota Yale Group (Dollard, Doo, Miller, Mowrer, & Sears, 1939: Miller, 1941), di mana mereka menterjemahkan konsep Freud tentang insting agresif menjadi teori perilaku menyatakan dengan jelas, istilah diuji. Titik utama buku ini, hipotesis frustrasi agresi, adalah bahwa agresi merupakan hasil dari upaya menghalangi seseorang untuk mencapai tujuan (Berkowits 1969: Dollard et al, 1939.). Yale Grup telah menunjukkan bahwa formulasi klinis Freud bisa diubah menjadi proposisi perilaku diuji. Dalam pekerjaan mereka, mereka juga menemukan bahwa intervensi (kognitif) variabel baru harus dianggap sama dengan tugas mengubah konsep Freud menjadi proposisi diuji. Setelah pekerjaan mereka dengan hipotesis frustrasi-agresi, Dollard dan Miller terus memodifikasi teori perilaku awal untuk mengakomodasi harapan manusia, konflik, dan pertahanan. Pada tahun 1941, mereka menerbitkan laporan lengkap pertama mereka dari psikodinamik, konflik, dan pertahanan. Pada tahun 1941, mereka menerbitkan laporan lengkap pertama mereka dari teori pembelajaran sosial psikodinamik. Dalam teori ini, mereka menambahkan konsep pembelajaran imitasi dengan prinsip-prinsip yang ada pengkondisian klasik dan instrumental. Pada tahun 1950, Dollard dan Miller menerbitkan kontribusi besar mereka. Kepribadian dan Psikoterapi, di mana mereka secara sistematis ditetapkan formulasi perilaku cita-cita utama Freud tentang psikopatologi dan psikoterapi. D. STIMULUS-RESPON



DITERJEMAHKAN



KECEMASAN



DAN



REPRESI Dollard dan Miller menunjukkan bahwa ada cara-cara ilmiah layak cita-cita pengujian Freud, dan bahwa benturan paradigma perilaku dan psikodinamik tidak inheren dapat didamaikan. Mereka berusaha untuk menggabungkan kekuatan dari metodologi perilaku dan pengamatan psikoanalitik. Sampel pekerjaan mereka bahwa kami memeriksa menyangkut reformulasi mereka kecemasan dan represi, dua konsep kunci dalam model kepribadian Freud. 5



1. Langkah pertama: Kecemasan sebagai Sinyal Bahaya O. Hobart Mowrer dan Neal Miller melakukan langkah pertama dalam memahami konsep-konsep Freud menggunakan prinsip perilaku. Mowrer (1939) memuji rumusan Freud yang menekankan kecemasan sebagai sinyal bahaya. Pendekatan Mowrer menggunakan model pengkondisian Pavlov untuk menjelaskan akuisisi sinyal bahaya. Ia menerapkan model pengkondisian operan ke account untuk pemeliharaan penghindaran (defensif) perilaku yang dihasilkan. Untuk Mowrer, sakit fisik adalah respon berkondisi atau terpelajar ke berkondisi atau terpelajar stimulus berbahaya. Setiap rangsangan netral yang menyertai stimulus, akan menjadi belajar atau menandakan rangsangan. Disebut "traumatis" ("menyakitkan") stimulus (yang timbul baik dari cedera eksternal, dari jenis apa pun, atau dari kebutuhan organik yang parah) menimpa pada organisme dan menghasilkan pertahanan yang lebih atau kurang kekerasan (berjuang) reaksi. Selanjutnya, urutan stimulus-respon seperti biasanya didahului atau disertai dengan awalnya "acuh tak acuh" rangsangan, yang bagaimanapun, setelah satu atau lebih temporal berdekatan asosiasi dengan stimulus traumatis, mulai dianggap sebagai sinyal bahaya, yaitu, mendapatkan kapasitas untuk menimbulkan sebuah "kecemasan" reaksi. (Mowrer, 1939, 0,554) Pavlov pengkondisian-stimulus substitusi oleh asosiasi-digunakan dalam stimulus-respon (SR) terjemahan untuk menjelaskan "sinyal" fungsi kecemasan. Seorang anak, misalnya, yang telah dibakar oleh pemanas uap akhirnya takut denga suara mendesis dari uap dan menggunakannya sebagai petunjuk untuk menghindari pemanas uap panas. Mowrer secara meyakinkan menunjukkan, Freud menyarankan bahwa setelah kecemasan didirikan, perilaku defensif tertentu belajar untuk melindungi organisme dari memiliki lagi untuk mengalami hal itu. Untuk melakukannya, harus menghindari rangsangan mirip dengan yang terkait dengan insiden pembakaran. Untuk menghindari sinyal bahaya kecemasan, tidak hanya harus anak menghindari pemanas dekatnya yang mendengar klaim mendesis, itu juga harus 6



menghindari dekat mendesis terdengar sendiri karena sinyal yang membangkitkan pengalaman yang tidak menyenangkan dari kecemasan. Untuk menjelaskan menghindari lanjutan dari kecemasan terkait dengan insiden bakar, Mowrer mengusulkan faktor kedua yang terlibat dalam kecemasan belajar, faktor penguatan negatif. Setiap perilaku yang mengurangi emosi yang menyakitkan kecemasan dalam mengantisipasi nyeri secara fungsional setara dengan melarikan diri asli dari pemanas pembakaran. Tetapi perhatikan bahwa sekarang melarikan diri tidak dari rasa sakit luka bakar yang sebenarnya: melarikan diri adalah dari sinyal emosional yang tidak menyenangkan dari rasa sakit potensial. Menghindari sinyal kecemasan (mendesis uap) sedang diperkuat oleh semakin menjauh dari stimulus aversif AC. Menghindari uap mendesis mengurangi pengalaman yang tidak menyenangkan dari kecemasan. Seperti kita ketahui dari teori penguatan, setiap perilaku yang berakhir atau mengurangi kenaikan rangsangan permusuhan di probabilitas. Kecemasan adalah negatif memperkuat yang mempertahankan perilaku penghindaran. Adanya UCS berbahaya aslinya. Mengatakan hal yang sama dengan cara lain, perilaku penghindaran negatif diperkuat oleh pengalaman pengurangan kecemasan. Seorang anak yang memiliki pengalaman negatif di sekolah mungkin merasa kurang kecemasan dengan bermain agar membolos untuk menghindari sekolah sama sekali. Membolos akan diperkuat oleh pengurangan kecemasan oleh fakta dari anak muda menghindari situasi kecemasan-merangsang. Dalam contoh kita dari luka bakar radiator, respon penghindaran mungkin anak dapat belajar tidak hanya untuk menghindari mendesis pemanas, tetapi juga untuk tetap keluar. Pada usia lanjut, anak bisa belajar untuk mengubah katup pemanas dan mematikan sinyal (mendesis) dan berbahaya UCS (panas) dihentikan. Ini perilaku memutar katup off akan menjadi respon instrumental dan akan diperkuat. Singkatnya, kecemasan (takut) adalah AC dari reaksi rasa sakit, yang memiliki fungsi yang sangat berguna memotivasi dan perilaku memperkuat yang cenderung menghindari atau mencegah terulangnya sakit-memproduksi (berkondisi) stimulus. (Mowrer, 1939, p 554) 7



2. Langkah kedua: Ketakutan sebagai Dorongan Kecemasan Langkah kedua dalam merumuskan terjemahan SR teori Freudian adalah untuk mengkonversi Model Mowrer kecemasan sebagai motif belajar menjadi dari diuji di bawah kondisi laboratorium yang terkontrol. Miller (1948) tidak hanya itu dengan menunjukkan bahwa tikus bisa belajar respon tuas menekan untuk melarikan diri dari kotak putih di mana mereka telah terkejut. Setelah belajar membuat respon melarikan diri melarikan diri dari rasa sakit sengatan listrik, tikus tidak pernah lagi terkejut di kotak putih. Hanya dengan melihat kotak putih itu cukup takut-membangkitkan memprovokasi tikus untuk membuat tuas menekan respon yang akan membuka pintu sebuah hodeng hitam yang lebih aman. Berpikir "outside of the box," Miller berubah prosedur. Tempatkan lagi ke dalam kotak putih, tikus sia-sia ditekan tuas. Pintu tidak menjatuhkan terbuka. Setelah berlarian panik, mengais-ngais, dan perilaku mendaki, banyak dari tikus ditemukan (tetapi beberapa lakukan) yang memutar roda di dinding kotak membuka pintu. Sejak saat itu, dalam waktu lima detik memasuki kotak putih, tikus melompat ke roda, dan bergegas melalui pintu dibuka ke dalam kotak hitam yang aman. Gambar 16.1 menggambarkan pengaturan percobaan ini. Miller telah menunjukkan bahwa setelah rasa takut klasik dikondisikan untuk isyarat dari kotak putih, takut dari warna putih akan berfungsi sebagai drive yang diperoleh yang memotivasi belajar pelarian baru. Dengan demikian, tikus dikembangkan ketakutan sebagai drive yang diperoleh, Miller mengenganggap sebagai kecemasan. Tak satu pun dari tikus pernah mengalami sengatan listrik setelah respon pelarian awal yang telah dipelajari. Belajar respon baru roda balik demikian dimotivasi oleh ketakutan kotak putih dan diperkuat, bukan dengan melarikan diri shock, tapi dengan pengurangan kecemasan terkait dengan meninggalkan kotak putih. Ini demonstrasi tikus belajar untuk melarikan diri kotak putih, namun elegan, masih tidak secara langsung sebanding dengan teori Freud "melarikan diri" dari represi. Apa yang sekarang dibutuhkan adalah demonstrasi bahwa manusia belajar 8



kecemasan sebagai sinyal bahaya, dan bahwa penghindaran-learning ini blok sadar meskipun pelajaran tentang tertentu dalam cara yang Freud telah dijelaskan. Pada tingkat ini, yang ideal, pikiran, dan kata-kata adalah rangsangan dan perilaku yang psikolog eksperimental yang diperlukan untuk menghadiri tepat. Berpikir hendak dilihat melalui lensa teori perilaku. 3. Ketiga Langkah: Kesetaraan Fungsional Kata dan Pikiran Langkah ketiga adalah untuk memberikan bukti eksperimental untuk proposisi bahwa pikiran cemas dan tindakan cemas secara fungsional setara. Sebagai bagian dari disertasi doktoralnya, Miller berfokus pada demonstrasi tersebut. Eksperimen Miller (1950) menunjukkan bahwa perilaku penghindaran kecemasan-termotivasi bisa melekat rangsangan abstrak seperti kata-kata. Oleh generalisasi, kecemasan melekat pada kata-kata yang menyebar ke pikiran disampaikan dengan kata-kata. Tidak berpikir pikiran, dan menghindari mengucapkan kata-kata dua tanggapan menghindari yang datang sangat dekat dengan apa yang telah disebut Freud sebagai represi. Desain eksperimental Miller menyerukan subjek yang akan ditampilkan huruf T dan nomor 4 di seri acak, dengan subjek yang diperlukan untuk mengatakan dengan keras apa pun rangsangan ia ditunjukkan. Setiap kali huruf T muncul, subjek menerima sengatan listrik yang menyakitkan, tetapi tidak pernah menerima satu ketika jumlah 4 ditunjukkan. Subjek cepat belajar untuk merespon dengan kecemasan antisipatif untuk huruf T, seperti yang ditunjukkan oleh respon kulit galvanik subjek (GSR). GSR adalah salah satu komponen dari beberapa tanggapan sistem saraf otonom yang dapat dipantau oleh poligraf. Selama fase pembelajaran, subjek GSR rekaman menunjukkan puncak besar setiap kali T diikuti oleh shock, dan tidak ada puncak besar dalam menanggapi setiap penampilan nomor 4. Pada tahap berikutnya dari studi Miller, subjek ditunjukkan serangkaian titiktitik. Dia diminta untuk berpikir, tidak mengatakan dengan lantang, T untuk pertama dot, kemudian berpikir 4 untuk dot berikutnya, dan seterusnya, di bolak seri pikir 25 9



titik. Gambar 16.2 mereproduksi rekaman GSR dalam tahap think tanpa kejutan untuk tiga blok dari lima segmen percobaan. Menjiplak pada Gambar 16.2 menunjukkan bahwa setiap kali subjek berpikir T, ada puncak GSR besar menunjukkan kecemasan yang tinggi. Berpikir empat, sebaliknya, menimbulkan perubahan yang sangat sedikit GSR. Oleh sidang 25 di blok ketiga, puncak untuk T berkurang kepunahan (subjek tidak menerima guncangan lebih), tapi ada efek residu untuk setiap pikiran dari T masih dilihat. Kecemasan telah dipelajari dalam menanggapi UCS shock berikut presentasi dari T. tetapi jelas menjadi digeneralisasi untuk memikirkan T ketika satu-satunya stimulus yang jelas adalah titik. Miller telah menunjukkan, oleh karena itu, bahwa ada kesetaraan fungsional antara mengucapkan sepatah kata dan berpikir itu. Perilaku memikirkan isi tertentu setidaknya sama efektif dalam mediasi respon kecemasan GSR sebagai perilaku verbalisasi stimulus terkejut. Untuk memahami makna penuh demonstrasi Miller, mempertimbangkan contoh dari nasib anak kecil ketika dia dimarahi untuk beberapa kelakuan buruk. Ketika dia berpikir tentang kenakalan serupa di masa depan, perasaan yang sama kecemasan yang melekat pada tindakan atau dimarahi, bahkan lebih: Kadang-kadang orang tua, dengan kecerdasan unggul dan pengalaman, dapat mengatakan bahwa anak cenderung lakukan sebelum ia mengatakan atau melakukan sesuatu yang jelas. Dengan demikian mereka dapat memperingatkan anak ketika bagaimana memiliki pikiran jahat sebelum ia telah membuat tanggapan yang jelas kotor. Peringatan seperti melampirkan takut untuk meskipun dan membantu untuk memecah diskriminasi antara pikiran di satu sisi dan kata yang diucapkan dan tindakan di sisi lain. Untuk anak kecil seolaholah orang tua bisa membaca pikirannya. (Dollard & Miller, 1950, p 207). Dollard dan Miller dikonseptualisasikan berpikir sebagai perilaku yang, seperti langsung diamati dikondisikan. Selain itu, sebagai Freud menyarankan, memikirkan konten mengancam memprovokasi perilaku defensif dirancang untuk menyingkirkan salah satu dari pikiran. Miller telah mengusung berpikir sebagai penyebab perilaku 10



dalam teori SR. Langkah berikutnya adalah untuk menggambarkan hubungan antara berpikir pengalaman kecemasan-sarat dan manuver penghindaran disebut "represi". 4. Langkah keempat: Represi sebagai "Not-Thinking" Final dalam terjemahan langkah dari konsepsi Freud tentang represi ke dalam istilah SR diperlukan satu asumsi lanjut: Berpikir pikiran-pikiran tertentu yang sebelumnya dikaitkan dengan "rasa sakit" tunduk pada jenis yang sama menghindari seperti perilaku aktual yang terkait dengan hukuman atau sakit. "tidak berpikir" (“Not-Thinking) pikiran tertentu ini fungsional setara dengan menghindari tindakantindakan tertentu. Pikiran bawah sadar dalam rangka Freudian terlihat dalam terjemahan perilaku kognitif sebagai pengalaman seperti yang satu telah belajar "untuk tidak berpikir." Dollard dan Miller merekontruksi konsep represi Freud dalam kerangka teori perilaku. Berikut adalah tiga cara di mana Dollard dan Miller (1950) berpikir bahwa pertahanan represi Freud bisa dipahami menggunakan perilaku: 1. Pencegahan pelabelan dorongan verbal: Sebuah rangsangan orang dalam situasi di mana ia akan menemukan gairah seksual permusuhan (seperti berada di hadapan istri seorang teman) tidak label gairah erotis sebagai seksual. Self-protektif, individu ini mungkin melabeli gairah seksual sebagai "kegugupan" atau bahkan mengakui sifat seksual perasaan mungkin membangkitkan kecemasan "kebosanan."; memikirkan diri sendiri sebagai bosan tidak. Bagian A dari Gambar 16.3 menggambarkan bentuk "represi." 2. Pencegahan tanggapan dorongan memproduksi: Untuk melanjutkan contoh yang sama, rangsangan seksual orang mendeteksi gairah sendiri dengan memperhatikan bahwa ia memiliki ereksi. Tanggapan tubuh ini berarti "seks" dan berpikir tentang hal itu harus dihindari. Persepsi tentang respons tubuhnya meningkatkan kecemasannya. Dia cemas mengalihkan perhatiannya dari ereksinya dengan menyatakan bahwa ia lapar, dan rajin mulai mempersiapkan



11



atau makan makanan. Pergantian dari respon makan untuk satu seksual secara efektif. a. NOT LABELING OR MISLABELING A DRIVE Conflicted Drive



Repression by Mislabeling



(sexual arousal)



(Calls arousal “nervousness.”) Anxiety Reduction (Reinforcement) (tidak ada konflik karena tidak ada gairah seksual)



b. INHIBITION SUBSTITUTION OF DRIVE RESPONSES Conflicted Drive



Repression by Substitution



(Gairah seksual



(Ternyata respon perhatian tidak



tubuh: ereksi)



kompatibel: makan) Anxiety Reduction (Reinforcement) (Tidak ada konflik karena mengganggu respon tubuh; sebaliknya, perhatian merupakan respon baru)



c. INHIBITION OF VERBAL MEDIATING DRIVE RESPONSES Conflicted Drive



Immediate Response



(Kemarahan yang



(Penindasan kemarahan)



Disebabkan penghinaan) Repression by “Not-Thinking”



Anxiety Reduction (Reinforcement)



(Ternyata pemikiran jauh



(Tidak ada konflik karena 12



dari ingatan penghinaan) Gambar 16.3 Bentuk Represi



bukan tentang berpikir) atau “not-thinking”. Tanggapan



menghindari dalam S-R. Based on Dollard and Miller, 1950 Blok lanjut memikirkan daya tarik seksual istri temannya. Pada akhirnya, penurunan kecemasan mengakibatkan kedua karena dia m=tidak lagi berpikir "seks," dan karena, pada kenyataannya, makan merupakan respon yang tidak kompatibel yang telah mengurangi gairah seksualnya. 3.



Penghambatan respon dorongan mediasi: Beberapa orang belajar untuk takut kemarahan mereka sendiri melalui hukuman untuk ekspresi kemarahan selama masa kanak-kanak. Ketika orang tersebut merasakan beberapa isyarat yang seharusnya memicu kemarahan (penghinaan yang diucapkan, misalnya), ia mengalami baik kemarahan sesuai dengan penghinaan dan kecemasan belajar tentang mengungkapkan hal itu. Dia sadar menekan kemarahan untuk saat ini. Tapi kemudian, berpikir tentang situasi memperbaharui perasaan marah serta kecemasan tentang mereka. Sekarang orang dapat mengontrol kecemasan dengan tidak memikirkan penghinaan, untuk saat itu bukan penghinaan itu sendiri, tapi pikiran itu, yang membangkitkan kecemasan. Ia berhenti berpikir tentang penghinaan. "Berpikir menghentikan" secara fungsional setara dengan penekanan asli dari



kemarahan



pada



saat



penghinaan



yang



sebenarnya,



tetapi



sekarangterjadi pada tingkat pemikiran. Bagian C dari Gambar 16.3 menggambarkan bentuk represi. Perhatikan bahwa semua 3 langkah dari Dollard dan Miller penjelasan represi mengurangi efek berbahaya dari kecemasan yang telah datang untuk dihubungkan dengan pikiran tertentu. Di masing-masing tiga contoh saja dibahas, tidak berpikir atau berpikir pikiran alternatif yang diganti untuk berpikir yang mengancam. Kecemasan dikonseptualisasikan sebagai drive yang mendorong pelarian negatif pikir bijaksana dari "tidak berpikir" atau dengan memikirkan sesuatu yang salah.



13



E. STRUKTUR, DINAMIKA DAN PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN 1. Struktur kepribadian Kebiasaan (habit) adalah satu-satunya elemen dalam teori Dollard dan Miller yang memiliki sifat struktural. Habit adalah ikatan atau asosiasi antara stimulus dengan respon, yang relatif stabil dan bertahan lama dalam kepribadian. Karena itu gambaran kebiasaan seseorang tergantung pada event khas yang menjadi pengalamannya. Namun susunan kebiasaan itu bersifat sementara. Maksudnya, kebiasaan hari ini mungkin berubah berkat pengalaman baru keesokan harinya. Dollard dan Miller menyerahkan kepada ahli lain rincian perangkat habit tertentu yang mungkin menjadi ciri seseorang, karena mereka lebih memusatkan bahasannya mengenai proses belajar, bukan kepemilikan atau hasilnya. Namun mereka menganggap penting kelompok habit dalam bentuk stimulus verbal dari orang itu sendiri atau dari orang lain, dan responnya yang umum juga berbentuk verbal. Dollard dan Miller juga mempertimbangkan dorongan sekunder (secondary drives), seperti rasa takut sebagai bagian kepribadian yang relatif stabil. Dorongan primer (primary drives) dan hubungan stimulus-respon yang bersifat bawaan (innate) juga menyumbang struktur kepribadian, walaupun kurang penting dibanding habit dan dorongan sekunder, karena dorongan primer dan hubungan stimulus-respon bawaan ini menentukan taraf umum seseorang, bukan membuat seseorang menjadi unik. 2. Dinamika Kepribadian a. Motivasi – Dorongan (Motivation – Drives) Dollard dan Miller sangat memerhatikan motivasi atau drive. Mereka tidak menggambar atau mengklasifikasi motif tertentu, tetapi memusatkan perhatiannya pada



motif-motif



yang



penting,



seperti



kecemasan.



Dalam



menganalisa



perkembangan dan elaborasi kecemasan inilah, mereka berusaha menggambarkan proses umum yang mungkin berlaku untuk semua motif. Dalam kehidupan manusia banyak sekali muncul dorongan yang dipelajari (secondary drives) dari atau berdasarkan dorongan primer seperti lapar, haus dan seks. Dorongan yang dipelajari 14



itu berperan sebagai wajah semu yang fungsinya menyembunyikan dorongan bawaan. Kenyataannya, di masyarakat Barat yang modern, dari pengamatan sepintas terhadap masyarakat dewasa, pentinganya dorongan primer sering tidak jelas. Sebaliknya, yang kita lihat adalah dampak dari dorongan yang dipelajari seperti kecemasan, malu dan kebutuhan kepuasan. Hanya dalam proses perkembangan masa anak-anak atau dalam periode krisis dapat dilihat jelas beroperasinya dorongan primer. Dollard dan Miller mengemukakan bahwa bukan hanya dorongan primer yang diganti oleh dorongan sekunder, tetapi hadiah atau penguat yang primer ternyata juga diganti dengan hadiah atau penguat sekunder. Misalnya senyum orang tua secara bijak terus menerus dihubungkan dengan aktivitas pemberian makanan, penggantian popok dan aktivitas yang memberi kenyamanan lainnya. “Senyum” akan menjadi hadiah sekunder yang sangat kuat bagi bayi sampai dewasa Penting diperhatikan bahwa kemampuan hadiah/penguat sekunder untuk memperkuat tingkah laku itu tidak tanpa batas. Hadiah/penguat sekunder lama kelamaan menjadi tidak efektif, kecuali kalau hadiah/penguat sekunder itu kadang masih berlangsung bersamaan dengan penguat primer. Dollard dan Miller setuju dengan Freud yang memandang kecemasan adalah tanda bahaya, semacam antisipasi menghindari rasa sakit (yang pernah dialami pada masa lalu). Behaviorisme menjelaskan perolehan kecemasan sebagai tanda bahaya itu melalui proses kondisioning klasik, dan penyebarannya ke dalam pribadi dijelaskan melalui perolehan reinforsemen dan generalisasi stimulus. b. Proses Belajar Dollard dan Miller melakukan eksperimen rasa takut terhadap tikus. Peralatannya adalah kotak yang dasarnya diberi aliran listrik yang menimbulkan rasa sakit. Kotak itu diberi sekat yang dapat diloncati tikus. Sisi satu diberi warna putih dan sisi lain diberi warna hitam. Dibunyikan bel bersamaan dengan pemberian kejutan listrik pada kotak putih yang membuat tikus kesakitan, yang segera dihentikan kalau tikus itu meloncat dari kotak putih ke kotak hitam. Ternyata sesudah terjadi proses belajar, warna kotak yang putih dan atau bunyi bel saja (tanpa kejutan 15



listrik) telah membuat tikus meloncati sekat. Ini adalah reaksi takut terhadap rasa sakit. Percobaan ditingkatkan dengan menutp sekat dan memasang pengumpil yang harus ditekan tikus agar pintu penghubung ke sekat hitam terbuka (tikus bisa lari ke kotak hitam yang bisa bebas dari kejutan listrik dan bel berhenti). Ternyata kemudian tikus berhenti berusaha menabrak sekat (yang tidak dapat diloncati lagi), dan menemukan cara baru yakni menekan pengumpil untuk membuaka pintu sekat. Eksperimen ini mendemonstrasikan beberapa prinsip belajar yakni; 1. Classical conditioning (tikus terkondisi merespon bel sebagai tanda aka nada kejutan listrik) 2. Instrumental learning (tikus belajar respon meloncati sekat sebagai instrumental menghindari rasa sakit) 3. Extinction (tingkah laku meloncat tidak dilakukan lagi, diganti dengan menekan pengumpil) 4. Tampak pula primary drive (rasa sakit dan tertekan) memunculkan learned atau secondary drive (rasa takut) yang kemudian memotivasi tingkah laku organisme bahkan ketika sumber rasa sakit sudah tidak muncul. Dari eksperimen-eksperimennya, Dollard dan Miller menyimpulkan bahwa sebagian besar dorongan sekunder yang dipelajari manusia, dipelajari melalui belajar rasa takut dan anxiety. Mereka juga menyimpulkan bahwa untuk bisa belajar orang harus menginginkan sesuatu, mengenali sesuatu, mengerjakan sesuatu dan mendapat sesuatu (want something, notice something, do something, get something). Inilah yang kemudian menjadi empat komponen utama belajar, yakni drive, cue, response dan reinforcement. 1. Drive adalah stimulus (dari dalam diri organisme) yang mendorong terjadinya kegiatan tetapi tidak menentukan bentuk kegiatannya. Kekuatan drives tergantung kekuatan stimulus yang memunculkannya. Semakin kuat drivenya, semakin kuat tingkah laku yang dihasilkannya. 2. Cue adalah stimulus yang memberi petunjuk perlunya dilakukan respon yang sesungguhnya. Pengertian cue mirip dengan pengertian realitas subjektif dari 16



Rogers, yakni cue adalah petunjuk yang ada pada stimulus sepanjang pemahaman subjektif individu. 3. Response adalah aktivitas yang dilakukan seseorang. Menurut Dollard dan Miller, sebelum suatu respon dikaitkan dengan suatu stimulus, respon itu harus terjadi terlebih dahulu. Dalam situasi tertentu, suatu stimulus menimbulkan respon-respon yang berurutan, disebut initial hierarchy of response. Belajar akan menghilangkan beberapa respon yang tidak perlu, menjadi resultant hierarchy yang lebih efektif mencapai tujuan yang diharapkan. 4. Reinforcement. Maksudnya, agar belajar terjadi, harus ada reinforcement atau hadiah. Dollard dan Miller mendefinisikan reinforcement sebagai drive pereda dorongan (drive reduction). Event yang hanya meredakan sebentar stimuli pendorongnya akan memperkuat respon apapun yang terlibat. Bisa dikatakan, reduksi drive menjadi syarat mutlak dari reinforcement. Hipotesis mengenai reduksi drive ini menimbulkan kontroversi, dan Miller sendiri terus berusaha mencari pembenarannya. c. Proses Mental yang Lebih Tinggi a. Perluasan Stimulus – Respon Dollard dan Miller memperluas apa yang dimaksud dengan stimulus–respon. Untuk contoh kasus, seorang pilot yang pesawatnya meledak karena diserang musuh, kemudian sang pilot menjadi fobia, takut terhadap hal-hal yang berkaitan dengan pesawat dan pertempuran. Konsep drive, cue, response dan reinforcement menjadi kurang tepat karena stimuli penyebab takut bukan lagi suara ledakan, tetapi juga pikiran dan ingatan tentang pesawat dan ledakannya, sehingga teori belajar bukan hanya menjelaskan tingkah laku yang sederhana, tetapi juga hal-hal yang makna dan terapannya berkaitan dengan persoalan kepribadian yang kompleks. Pakar teori belajar tradisional umumnya beranggapan bahwa mengaburkan objektivitas dari definisi stimulus dan respon akan membuat teori belajar menjadi berbahaya yang sama dengan yang dihadapi psikoanalisis yakni; menjadi sangat tidak 17



cermat dan menipu. Namun perluasan pengertian itu membuat teori belajar tradisional terhindar dari objektivitas yang steril. b. Generalisasi Stimulus Generalisasi stimulus merupakan respon yang dipelajari dalam kaitannya dengan suatu stimulus, dapat dipakai untuk menjawab stimulus lain yang berbentuk atau berwujud fisiknya mirip. Semakin mirip stimulus lain itu dengan stimulus aslinya, maka peluang terjadinya generalisasi tingkah laku, emosi, pikiran atau sikap semakin besar. c. Reasoning Reasoning memungkinkan seseorang menguji alternatif respon tanpa nyata-nyata mencobanya sehingga menyingkat proses memilih tindakan. Reasoning juga memberi kemudahan untuk merencanakan, menekankan tindakan pada masa yang akan datang, mengantisipasi respon agar menjadi lebih efektif. d.



Bahasa (Ucapan, Pikiran, Tulisan Maupun Sikap Tubuh)



Merupakan respon isyarat yang penting sesudah reasoning. Dua fungsinya yang penting sebagai respon isyarat adalah generalisasi dan diskriminasi. Dengan memberi label yang sama terhadap dua atau lebih event yang berbeda, terjadi generalisasi untuk meresponnya secara sama. Sebaliknya, label yang berbeda terhadap event yang hampir sama memaksa orang untuk merespon event itu secara berbeda pula. Perbedaan antara stimuli dipengaruhi oleh factor sosiokultural. Dollard dan Miller sangat mementingkan peran bahasa dalam motivasi, hadiah dan pandangan ke depan. Kata mampu dapat membangkitkan drive dan memperkuat atau memberi jaminan. Kata dapat menguatkan tingkah laku sekarang secara verbal dengan menggambarkan konsekuensi masa yang akan datang. e.



Secondary Drives



Menurut Dollard dan Miller, stimulus atau cue apapun yang sering berasosiasi dengan kepuasa n dorongan primer dapat menjadi reinforcement sekunder. Semua drive sekunder, dapat dianalisis asosiasinya dengan drive primer, walaupun terkadang asosiasi itu begitu kompleks sehingga sukar ditemukan jejaknya. 18



d. Model Konflik Formulasi tingkah laku konflik dari Dollard Miller sangat terkenal. Tidak ada seorang pun yang bebas dari konflik berbagai motif dan kecenderungan, dan konflik yang parah sering mendasari tingkah laku menyedihkan dan simptom neurotik, karena konflik itu membuat orang tidak dapat merespon secara normal dapat meredakan drives yang tinggi. Ada tiga bentuk konflik, yakni konflik approachavoidance (orang dihadapkan dengan pilihan nilai positif dan negatif yang ada di satu situasi), konflik avoidance-avoidance (orang dihadapkan dengan dua pilihan yang sama-sama negatif), dan konflik approach- approach (orang dihadapkan dengan pilihan yang sama-sama positif). Ketiga konflik itu yang mengikuti lima asumsi dasar mengenai tingkah laku konflik berikut: 1. Kecenderungan mendekat (Gradient of Approach); kecenderungan mendekati tujuan positif semakin kuat kalau orang semakin semakin dekat dengan tujuannya itu. 2. Kecenderungan menghindar (Gradient of Avoidance); kecenderungan menghindar dari stimulus negatif semakin kuat ketika orang semakin dekat dengan stimulus negatif itu. Dua asumsi di atas sebagian dapat dijelaskan dari prinsip yang lebih mendasar, yakni kecenderungan mendapat perkuatan (Gradient of Reinforcement) dan generalisasi stimulus (Stimulus Generalization). Pengertian kecenderungan mendapat perkuatan; hadiah dan hukuman yang segera diberikan memberi dampak lebih besar dibanding menundanya. Semakin dekat ke tujuan, kenikmatan sebagai dampak dari pencapaian tujuan itu akan semakin segera diperoleh. Sedang generalisasi stimulus adalah fenomena. Semakin jelas tujuannya, terjadi proses generalisasi tujuan sebagai stimulus, dan semakin kuat stimulus itu mendorong terjadinya respon yang sesuai. 3. Peningkatan gradient of avoidance lebih besar dibanding gradient of approach. 19



4. Meningkatnya



dorongan



yang



berkaitan



dengan



mendekat



atau



menghindar akan meningkatkan tingkat gradient. Jadi meningkatnya motivasi akan memperkuat gradient mendekat atau gradient menjauh pada semua titik jarak dari tujuan. Hal sebaliknya akan terjadi kalau dorongannya menurun. 5. Jikalau ada dua respon yang bersaing, yang lebih kuat akan terjadi. e. Ketidaksadaran Dollard dan Miller memandang penting faktor ketidaksadaran, tetapi formula analisis asal muasal factor ini berbeda dengan Freud. Dollard dan Miller membagi isiisi ketidaksadaran menjadi dua. Pertama, ketidaksadaran berisi hal yang tidak pernah disadari, seperti stimuli, drive dan respon yang dipelajari bayi sebelum bisa berbicara sehingga tidak memiliki label verbal, juga apa yang dipelajari secara nonverbal, dan detail dari berbagai keterampilan motorik. Kedua, berisi apa yang pernah disadari tetapi tidak bertahan dan menjadi tidak disadari karena adanya represi. Orang belajar melakukan represi, atau menolak memikirkan sesuatu yang menakutkan sehingga rasa takut akan berkurang. Kurangnya rasa takut itu dapat dipandang sebagai suatu reinforcement dari tingkah laku tidak memikirkan (represi) hal yang menakutkan. Orang kemudian memiliki repertoire tingkah laku tidak mudah takut. Kesadaran verbal sangat penting, karena label verbal sangat esensial dalam proses belajar. Generalisasi dan diskriminasi lebih efisien dengan memakai symbol verbal. Jika tanpa label, maka kita dipaksa untuk bekerja dengan tingkat intelektual yang primitif. Kita harus terikat dengan ikatan stimulus yang nyata, dan tingkah laku kita mirip dengan tingkah laku bayi atau binatang yang tidak berbahasa. 3. Perkembangan Kepribadian a. Perangkat Innate, Respon Sederhana dan Primary Process



20



Dollard dan Miller menganggap perubahan dari bayi yang sederhana menjadi dewasa yang kompleks sebagai proses yang menarik, sehingga banyak karyanya yang menjelaskan masalah ini. Bayi memiliki tiga repertoire penting, yakni: 1. Refleks spesifik (specifics reflexes); Bayi memiliki beberapa refleks spesifik yang kebanyakan berupa respon tertentu terhadap stimulus atau kelompok stimulus tertentu. Misalnya, rooting reflex; sentuhan pada pipi direspon dengan memutar kepala ke arah pipi yang disentuh. 2. Respon



bawaan



yang



hirarkis



(innate



hierarchies



of



response);



Kecenderungan melakukan respon tertentu sebelum melakukan respon lainnya. Misalnya, bayi berusaha menghindari stimulus yang tidak menyenangkan sebelum menangis. 3. Dorongan primar (primary drives); Stimulus internal yang kuat dan bertahan lama, yang biasanya berkaitan dengan proses fisiologik seperti lapar, haus dan rasa sakit. Drives ini memotivasi bayi untuk melakukan sesuatu tetapi tidak menentukan aktivitas spesifik apa yang harus dilakukan. Melalui proses belajar, bayi berkembang dari tiga repertoire tingkah laku primitif diatas menjadi dewasa kompleks. Makhluk bayi itu terus-menerus berusaha mengurangi tegangan, dorongan, memunculkan respon-respon, menjawab stimuli baru, memberi reinforsemen respon baru, memunculkan motif sekunder dari drive primer, dan mengembangkan proses mental yang lebih tinggi melalui mediasi generalisasi stimulus. b. Konteks Sosial Kemampuan memakai bahasa dan respon isyarat sangat dipengaruhi oleh konteks sosial dimana orang itu berkembang. Sebagian besar interaksi anak dengan lingkungannya berkenaan dengan bagaimana menghasilkan symbol komunikasi verbal (verbal cues), serta bagaimana memahami simbol verbal produk orang lain. Bahasa adalah produk sosial, dan kalau proses bahasa itu penting, lingkungan sosial pasti juga penting dalam perkembangan kepribadian. 21



Dollard dan Miller menekankan saling ketergantungan antara tingkah laku dengan lingkungan sosiokultural. Ditunjukkannya bagaimana psikolog memberikan prinsip belajar yang membantu ilmuwan sosial memeperhitungkan secara sistematik event kultural yang penting, dan sebaliknya bagaimana ilmuwan sosial membantu teoritisi belajar menyesuaikan prinsip-prinsip belajar dengan pengalaman nyata manusia yang menjadi kondisi belajar. Bagi Dollard dan Miller, prinsip-prinsip belajarnya dapat diterapkan lintas budaya. Mereka yakin bahwa tingkah laku orang dipengaruhi oleh masyarakatnya. c. Situasi Pembelajaran (Training Situation) Seperti teoritisi psikoanalitik, Dollard dan Miller menganggap 12 tahun kehidupan awal sangat penting dalam menentukan tingkah laku dewasa. Berbeda dengan orang dewasa (dan anak) yang memiliki cara untuk keluar dari situasi yang menimbulkan frustrasi. Ada banyak peristiwa dimana konflik mental parah yang tidak disadari dapat terjadi. Dollard dan Miller mengemukakan empat hal yang mudah menimbulkan konflik dan gangguan emosi, yakni; situasi pemberian makan, toilet training (latihan kebersihan), pendidikan seks awal, dan latihan mengatur marah dan agresi. Analisis Dollard dan Miller terhadap empat situasi latihan di atas banyak memakai formulasi Freud. c. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN TEORI 



Kelebihan



1. Konsep-konsep utamanya jelas dan memiliki rincian yang didukung oleh data empirik. 2. Jarang ada formulasi yang kabur semacam intuisi, karena memakai pendekatan positif secara keras. 3. Kecuali hal pendekatan positivis yang keras, teori S-R terbuka untuk merangkul fenomena empirik yang luas. Teori ini tidak keberatan memakai konsep-konsepnya untuk membantu mengembangkan fenomena kompleksitas



22



tingkah laku. Teori Dollard dan Miller berusaha menjelaskan konsep-konsep psikoalisis menjadi semakin “ilmiah”. 4. Teori Dollard dan Miller secara khas adalah teori proses belajar, sesuatu yang sangat penting dari semua teori kepribadian, tetapi tidak banyak mendapat perhatian. Karena itu teorinya menjadi model dari teoritisi lainnya. 5. Dollard dan Miller secara eksplisit memakai variable sosiokultural lebih dari pakar lainnya. Karena itu teorinya banyak dipakai oleh pakar antropologi cultural setara dengan pemakaian psikoanalisis. 



Kekurangan



1. Teori S-R dikritik dalam hal mementingkan tingkah laku sederhana, utamanya dalam tingkah laku binatang, dan mengabaikan fungsi kognitif yang kompleks. 2. Teoritisi Holistik berpendapat bahwa teori S-R yang terpisah-pisah, pendekatan atomistik tidak dapat memahami tingkah laku manusia seutuhnya.



DAFTAR PUSTAKA



23



Alwisol. 2011. Psikologi Kepribadian Edisi Revisi (Cetakan Ke-10). Malang: UMM Press. Monte, C. F., & Sollod R.N.2003. Beneath the Mask: An Introduction to Theories of Personality. USA: John Wiley & Sons, Inc.



24