Jurnal 1 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

GEOLOGI DAERAH CIPANAS DAN SEKITARNYA KECAMATAN CIPANAS KABUPATEN LEBAK PROVINSI BANTEN DAN PEMETAAN GEOLOGI TEKNIK DENGAN METODE Q-SYSTEM UNTUK REKOMENDASI PENYANGGA TEROWONGAN DI TAMBANG CIURUG UBPE PONGKOR Andik Purwoko, ¹ ) dan Bambang Sunarwan, 2) ABSTRAK Penelitian dan pemetaan geologi dilakukan didaerah Cipanas dan sekitarnya , Kecamatan Cipanas, Kabupaten Lebak , Provinsi Banten. Secara geografis daerah penelitian terletak pada 106° 22' 30" - 106° 26' 50" Bujur Timur dan 6° 32' 20" - 6° 36' 10" Lintang Selatan dengan luas daerah penelitian sebesar 8,0 km x 7,0 km atau 56 km2.Hasil yang dicapai dalam penelitian dan pemetaan geologi daerah Cipanas dan sekitarnya, Kecamatan Cipanas, Kabupaten Lebak, Banten serta adalah sebagai berikut: Geomorfologi daerah penelitian berdasarkan morfogenesanya dapat dibagi menjadi 4 (empat) satuan geomorfologi, yaitu: (1). Satuan Geomorfologi Perbukitan Lipatan yang berstadia dewasa; (2). Satuan Geomorfologi Bukit-bukit Intrusi yang berstadia dewasa; (3). Satuan Geomorfologi Perbukitan Kaki Gunungapi berstadia muda dan (3). Satuan Geomorfologi Dataran Aluvial berstadia muda. Pola aliran sungai yang terdapat di daerah penelitian adalah berpola sub-trellis yang dikontrol oleh struktur perlipatan dan stadia erosi sungainya berada pada tahapan muda dan dewasa.Satuan batuan yang terdapat di daerah penelitian dari tua ke muda adalah satuan batuan batulempung sisipan batupasir dan batugamping Formasi Bojongmanik yang berumur N 10-N14 atau kala Miosen Tengah dan diendapkan pada kedalaman 0-20 meter atau pada lingkungan transisi – neritik tepi. Satuan batuan intrusi andsit menerobos satuan batuan batulempung sisipan batupasir dan batugamping Formasi Bojongmanik secara tidak selaras dengan jenis ketidakselarasan non-conformity. Satuan batuan breksi gunungapi diperkirakan diendapkan pada kala Plistosen Akhir pada lingkungan darat. Satuan endapan aluvial merupakan satuan termuda yang terdapat di daerah penelitian. Struktur geologi yang berkembang di daerah penelitian adalah struktur kekar, struktur lipatan dan struktur sesar. Struktur kekar berupa kekar gerus (shear fracture), kekar tarik (tensional joint). Struktur lipatan berupa Antiklin Cipanas, Sinklin Bintang Sari dan Antiklin Banjar Irigasi. Struktur sesar berupa Sesar Naik Giri Harja, Sesar Mendatar Banjar Irigasi, Sesar Mendatar Cimangeunteun, dan Sesar Mendatar Cipanas. Keseluruhan struktur geologi di daerah penelitian terjadi dalam satu periode tektonik yaitu Orogenesa Miosen Akhir (N15 – Pleistosen) yang melipat, mengangkat dan mensesarkan batuan-batuan dari Formasi Bojongmanik dengan arah gaya utama N 1750 E atau arah Utara – Selatan. Hasil pemetaan geologi teknik dengan metode Q-system pada terowongan ditambang Ciurug berupa litologi tuff breksian yang teralterasi propilit, argilik dengan vein kuarsa . Pada lokasi XC 495 A selatan, XC 464 A selatan dan XC 662 Central yang menunjukan Nilai Q kecil yang menunujukan kualitas kelas masa batuan Very poor – Extremely poor dengan nilai Maksimum Unsupported Span pendek untuk Rekomendasi penyangganya adalah dengan kombinasi Rockbolt dan shotcrete, sedangkan pada Lokasi XC 31 DFW, XC 636 Paralel dan Blok 4 Central yang memiliki nilai Q besar menunjukan kualitas kelas masa batuan Good- Very good dengan nilai Maksimum Unsupported Span lebih panjang serta rekomendasi penyangganya cukup menggunakan Rockbolt tanpa Shotcrete. Kata-kata Kunci: Geomorfologi, Stratigrafi, Struktur Geologi, dan Sejarah Geologi, Cipanas lebak. Geologi Teknik, Tambang Ciurug, Q-system. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Daerah Cipanas Kecamatan Cipanas Kabupaten Lebak Provinsi Banten, merupakan daerah perbukitan yang terletak pada Zona Antiklinorium Bogor dan sebagian Zona Gunungapi Kuarter. Batuan di daerah ini terdiri dari batuan sedimen Tersier yang berada dicekungan banten bagian timur (Soejono Martodjojo, 1984) yang terlipat dan tersesarkan kemudian diterobos oleh batuan beku, sedangkan batuan gunungapi Kuarter dijumpai menutupi sebagian sedimen Tersier di bagian Selatan dan



Daerah penelitian Gambar 1. Peta Lokasi Daerah Penelitian



Tenggara dengan penyebaran yang cukup luas. Batuan Tersier yang terdapat di daerah penelitian



Progam Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik-Universitas Pakuan



1



disusun oleh Formasi Bojongmanik (Sudjatmiko dan Santosa,1992). Berdasarkan pemaparan peneliti - peneliti terdahulu, mengenai bentuk fisiografi, sejarah sedimentasi dan pola struktur geologi yang mempengaruhinya di cekungan Banten Bagian Timur, maka penulis tertarik melakukan penelitian geologi menyangkut sejarah sedimentasi cekungan dan tatanan batuan yang diendapkan dalam cekungan serta gaya tektonik yang telah menyebabkan deformasi batuan pada daerah penelitian. Hingga membentuk bentangalam daerah penelitian seperti yang dapat diamati sekarang di daerah Cipanas, Kecamatan Cipanas, Kabupaten Lebak, Banten. 1.2 Metode Penelitian Metode penelitian dan pemetaan geologi yang dipakai dalam penelitian ini melalui beberapa tahapan sebagai berikut: (1). Tahap Persiapan yang meliputi kegiatan studi pustaka, penentuan rumusan masalah dan persiapan lapangan (2). Tahap Pekerjaan Lapangan yaitu melakukan pemetaan geologi (3). Tahap Pekerjaan Laboratorium dan Studio yang meliputi analisa petrografi, mikropaleontologi, analisa struktur dan pembuatan peta (4). Tahap Penyusunan Laporan Tugas Akhir. 1.3 Waktu dan Lokasi Penelitain Waktu yang diperlukan dalam penelitian dan pemetaan geologi ini dari tahap persiapan, pekerjaan lapangan (pemetaan geologi), pekerjaan laboratorium, pekerjaan studio dan penyusunan laporan tugas akhir diperlukan waktu selama 12 bulan, yaitu dimulai sejak bulan Juli 2016 sampai dengan bulan Juli 2017. Daerah penelitian 80% berada di wilayah Kecamatan Cipanas, Kabupaten Lebak, Banten dan 20% berada di wilayah Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Secara geografis daerah penelitian terletak pada 106° 22' 30" - 106° 26' 50" Bujur Timur dan 6° 32' 20" - 6° 36' 10" Lintang Selatan, dengan luas daerah penelitian sebesar 8,0 km x 7,0 km atau 56 km2. II. GEOMORFOLOGI 2.1 Fisiografi Regional Daerah Penelitian Menurut van Bemmelen, (1949) Jawa Barat dibagi menjadi 6 (enam) zona fisiografi yaitu : 1. Zona Dataran Aluvial Utara Jawa Barat 2. Zona Antiklinorium Bogor 3. Zona Depresi Tengah Jawa Barat 4. Zona Pegunungan Selatan Jawa Barat 5. Zona Kubah dan Pegunungan Pada Zona Depresi Tengah 6. Gunungapi Kuarter



Berdasarkan pembagian zona fisiografi Van Bemmelen (1949) dan memperhatikan bentukbentuk bentangalam dan batuan-batuan yang menyusun bentangalam yang ada di daerah penelitian, dimana di daerah penelitian memiliki ekspresi topografi berupa perbukitan bergelombang landai, terjal dan curam yang tersusun oleh batuan-batuan sedimen yang terlipat dan terpatahkan berumur Neogen serta batuan piroklastik berumur Kuarter, maka dapat dimasukan ke dalam Zona Bogor dan sebagian masuk Zona Gunungapi Kuarter.



Daerah penelitian



Gambar 2. Zona Fisiografi Jawa Barat (van Bemmelen, 1949)



2.2 Geomorfologi Daerah Penelitian Dari kenampakan ciri-ciri fisik di lapangan, daerah penelitian secara umum mempunyai bentuk morfologi punggungan dan lembah, memanjang dari barat - timur, yang tersusun oleh batulempung yang bersisipan dengan batupasir dan batugamping (Formasi Bojongmanik) dan kenampakan bentuk topografi berupa bukit terisolir yang merupakan bentuk dari kenampakan terobosan batuan beku, serta bentuk topografi perbukitan terjal yang ditempati oleh batuan piroklastik gunungapi, sedangkan untuk bentuk morfologi dataran, dijumpai terutama di sepanjang sungai utama daerah penelitian yaitu Sungai Ciberang dan Sungai Cimanggu sebagai dataran aluvial.



Gambar 3. Peta Geomorfologi Daerah Penelitian



Satuan geomorfologi daerah penelitian dapat dikelompokan menjadi 4 (empat) satuan geomorfologi berdasarkan genesa pembentukan



Progam Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik-Universitas Pakuan



2



bentangalam yang dikemukakan oleh Davis (1954) dalam Thornburry (1967) yaitu: (1).Satuan Geomorfologi Perbukitan Lipatan; (2). Satuan Perbukitan Bukit-bukit Intrusi, (3). Satuan Geomorfologi Perbukitan Kaki Gunung api dan (4). Satuan Geomorfologi Dataran Aluvial. 2.2.1 Satuan Geomorfologi Perbukitan Lipatan Satuan geomorfologi perbukitan lipatan merupakan morfologi yang dikontrol oleh struktur geologi berupa lipatan. Satuan geomorfologi ini di daerah penelitian dicirikan oleh pebukitan yang memanjang barat - timur berbentuk penjajaran punggungan bukit dan lembah yang ditempati oleh satuan batuan batulempung sisipan batupasir dan batugamping Formasi Bojongmanik.



Foto 1. Kenampakan satuan geomorfologi perbukitan lipatan yang memperlihatkan punggungan questa yang diambil di Desa Cipayung kearah Selatan.



Satuan geomorfologi perbukitan lipatan menempati 46% dari luas daerah penelitian dan pada peta geomorfologi diberi warna ungu. Penyebaran satuan geomorfologi ini berada di bagian utara lembar peta memanjang dari barat ke timur. Morfometri satuan ini berada pada ketinggian antara 153 - 455 mdpl dan kelerengan berkisar antara 5°–55° atau landai–terjal. Proses-proses geomorfologi yang teramati pada satuan geomorfologi ini adalah pelapukan berupa tanah dengan ketebalan berkisar antara 0.25 cm – 1,5 m dan hasil erosi / denudasi berbentuk alur-alur hasil dari “gully erotion” dan lembah-lembah hasil “valley erotion”. Stadia geomorfik satuan ini berdasarkan bentuk-bentuk bentangalamnya yang sudah mengalami perubahan yang cukup signifikan dari bentuk asalnya akibat dari proses eksogenik (pelapukan dan erosi/denudasi) yang bekerja pada satuan ini membentuk bentangalam berupa aluralur dan lembah serta gawir yang terjal menunjukan bahwa jentera geomorfik sudah berada dalam tahapan dewasa. 2.2.2. Satuan Geomorfologi Bukit-Bukit Intrusi Genetika pembentukan satuan geomorfologi ini adalah hasil terobosan batuan beku yang kemudian mengalami erosi/denudasi sehingga batuan yang menutupinya tererosi dikarena



kurang resisten dibanding dengan batuan bekunya. Satuan geomorfologi ini di daerah penelitian terletak di bagian tengah (G. Gebas) dan bagian utara (G. Ponggo dan G. Serendet) lembar peta, mencakup 5,0% dari luas daerah penelitian dan pada peta geomorfologi diberi warna merah. Satuan geomorfologi ini disusun oleh batuan terobosan andesit dengan bentuk kerucut berada pada ketinggian 300 – 585 mdpl (G. Gebas), 275 – 340 mdpl (G. Ponggo) dan 225 – 375 mdpl (G. Serendet), dengan kelerengan berkisar 30° – 55°. Proses-proses geomorfologi yang terjadi pada satuan ini adalah hasil pelapukan batuan berupa tanah dengan ketebalan tanah berkisar 20 cm - 1,2 meter dan hasil dari erosi/denudasi berupa alur-alur hasil “ravine erosion” dan gully erosion”. Jentera geomorfik satuan ini berada dalam tahap dewasa didasarkan pada awal proses pembentukan batuan intrusi berada dibawah permukaan tanah yang kemudian oleh proses eksogenik mengakibatkan batuan penutup yang kurang resisten ter-erosi sedangkan batuan beku andesit yang lebih resisten akan membentuk topografi yang lebih menonjol dibandingkan dengan sekitarnya.



Foto 2. Kenampakan Geomorfologi Bukit Intrusi yang terdapat di Gunung Gebas.



2.2.3 Satuan Geomorfologi Perbukitan kaki Gunungapi Genetika satuan geomorfologi perbukitan kaki gunungapi terbentuk dari hasil pengendapan material piroklastik yang berasal dari aktivitas gunungapi Kuarter. Satuan batuan penyusun satuan geomorfologi ini adalah satuan breksi gunungapi menempati 47% luas daerah penelitian dan pada peta geomorfologi diberi warna merahmuda. Penyebaran satuan ini di bagian selatan dan menerus kearah timur lembar peta yang meliputi G. Tumpang. Pasir Cipundung, Cipadu, G. Malang, G. Talaga, G. Limbung, Desa Lebaksangka, G. Padurung, Pasir Gombong, Desa Lebak Gedong, dan Desa Banjarsari Satuan ini dicirikan oleh batas perbukitan dengan batas gawir terjal atau beda ketinggian yang mencolok . Morfometri satuan



Progam Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik-Universitas Pakuan



3



geomorfologi ini berada pada ketinggian antara 250 - 800 mdpl dan kelerengan berkisar antara 20° - 35°.



dari batuan yang lebih tua yang kemudian terangkut oleh air sungai dan terendapkan di daerah sekitar sungai Ciberang. III. STRATIGRAFI 3.1 Mandala Sedimentasi Jawa Barat. Berdasarkan ciri sedimennya Jawa Barat dibagi menjadi 3 mandala sedimentasi, (Soejono, M., 1984) yaitu: 1). Mandala Sedimentas Paparan Kontinen; 2). Mandala Sedimentasi Cekungan Bogor 3). Mandala Sedimentasi Cekungan Banten.



Foto 3. Kenampakan satuan geomorfologi perbukitan gunungapi yang diambil di Desa Padurung ke arah tenggaara.



Proses-proses geomorfologi yang terjadi pada satuan geomorfologi ini adalah pelapukan batuan berupa tanah dengan ketebalan berkisar antara 0,20 – 1,4 m dan hasil erosi berbentuk alur-alur dengan diameter 5 cm – 2 meter hasil “rill erotion” dan “ravine erostion”. Jentera geomorfik satuan geomorfologi perbukitan gunungapi ini dapat dimasukkan dalam stadia muda, hal ini didasarkan pada kenampakan bentuk bentangalam yang belum banyak mengalami perubahan dari bentuk asalnya dengan ekspresi topografi halus - sedang yang menandakan bahwa proses erosi/dedudasi terhadap bentangalam perbukitan gunungapi masih belum merubah bentuk aslinya 2.2.4 Satuan Geomorfologi Dataran Aluvial Genetika satuan geomorfologi dataran aluvial terbentuk dari hasil pengendapan sungai berupa material lepas berukuran lempung hingga bongkah. Satuan geomorfologi dataran aluvial ini menempati 2,0% dari luas daerah penelitian, tersebar di sepanjang Sungai Ciberang dan Sungai Cimanggu yang mengalir dari selatan ke utara dan pada peta geomorfologi diberi warna abu-abu.



Gambar 4. Peta Mandala sedimentasi Jawa Barat (Soejono M., 1984)



3.2 Stratigrafi Mandala Sedimentasi Banten bagian timur



Tabel 1. Kolom Stratigrafi Mandala Sedimentasi Banten bagian timur (Soejono Martodjojo, 1984)



3.3 Stratigrafi Daerah Penelitian



Foto 4. Kenampakan satuan geomorfologi dataran aluvial berupa dataran banjir dan gosongpasir di sungai Ciberang.



Secara morfometri, satuan geomorfologi dataran aluvial memiliki kisaran kelerengan 0% 3%, dengan kisaran ketinggian 100 - 150 meter di atas permukaan laut. Satuan geomorfologi ini disusun oleh material- material lepas yang berukuran lempung sampai bongkah yang merupakan hasil dari proses pelapukan dan erosi Progam Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik-Universitas Pakuan



Gambar 5. Peta Geologi Daerah Penelitian



4



Berdasarkan hasil pengukuran dan pengamatan singkapan batuan di lapangan dan didukung dengan analisa petrografi batuan di laboratorium, maka batuan-batuan yang terdapat di daerah penelitian dikelompokan menjadi 4 (empat) satuan batuan, dari tua ke muda adalah sebagai berikut : 3.3.1 Satuan Batuan Batulempung Sisipan Batupasir dan Batugamping Satuan batuan ini menempati 46 % dari luas daerah penelitian, pada peta geologi diwarnai dengan warna hijau dengan penyebaran di bagian utara yang memanjang dari barat sampai ke timur daerah penelitian, meliputi Desa Sipayung, Desa Bintangsari, Desa Cipanas, Desa Bintang resmi, Desa Giriharja, Desa Banjar irigasi, Desa Luhurjaya, Desa Cileuksa, Sungai Ciberang bagian hilir, dan tersingkap sepanjang Sungai Cimanguli bagian hilir, Sungai Cibaliung, Sungai Cimangeunten dan sungai Cikeusal bagian hilir.



Foto 5. Singkapan batupasir sebagai sisipan pada satuan batuan batulempung sisipan batupasir dan batugamping yang di jumpai di lokasi pengamatan AP-17, Sungai Cimanguli.



Kedudukan lapisan satuan batuan ini memiliki jurus yang berarah Timur-Barat N 85°E – N 105°E dengan kemiringan berkisar 20°- 40° dan N 260° E – N 290°E dengan kemiringan berkisar 14°- 38° membentuk struktur perlipatan sinklin dan antiklin. Ketebalan satuan batuan ini berdasarkan pengukuran penampang geologi memiliki ketebalan berkisar 756 m. Ciri fisik satuan batuan ini mulai dari bagian bawah dicirikan oleh batulempung bersisipan dengan batugamping dan batupasir dengan ketebalan batulempung 30 – 50cm dan batugamping 20 - 30 cm dan batupasir berkisar 40 - 50 cm. Kearah bagian tengah satuan, sisipan batugamping semakin berkurang sedangkan pada batulempungnya banyak dijumpai fragmen (nodul) batugamping dengan ukuran 5 cm - 30 cm. Pada bagian atas satuan ini mulai dijumpai lagi sisipan batugamping dengan ketebalan lapisan batugamping 25 cm - 2,4 meter dan batupasir dijumpai dengan ketebalan lapisannya berkisar 10 – 20 cm.



Secara megaskopis batulempung berwarna abu-abu kehitaman, ukuran butir lempung, bersifat masif - retas, di beberapa tempat menyerpih dan mengandung nodule batugamping pasiran serta fosil moluska. Sisipan Batugamping secara megaskopis satuan batugamping umumnya berwarna abu-abu kecoklatan, tersusun dari algae, cangkang moluska, fosil foram besar dan foram kecil, memperlihatkan tekstur klastik, bentuk butir membulat-membulat tanggung, fragmen sebagian utuh kompak dan padat, serta sebagian kecil terubah menjadi kalsit, berlapis, bersifat klastik, berwarna abu-abu kecoklatan, tersusun dari cangkang-cangkang coral, algae dan foram, berukuran 0.3 – 2 mm, bentuk butir membundar menyudut tanggung, kemas terbuka, pemilahan buruk. Komposisi: Foram 60%, Algae 10%, Ganggang 10% dan Mikrit 20%. Nama sayatan Wackestone (Dunham, 1962). Sisipan Batupasir secara megaskopis berwarna abu-abu kekuningan, ukuran butir halus - sedang, bentuk butir menyudut tanggungmembulat tanggung, terpilah baik, kemas tertutup, semen karbonat, dan dijumpai struktur sedimen paralel laminasi. Komposisi mineral Kuarsa 30%, Feldspar 45% dan Lithik 20%. Nama sayatan Subfeldspatik lithik (William, Turner, dan Gilbert, 1953). Berdasarkan analisa persebaran foraminifera planktonik yang dimulai dari munculnya Orbulina universa, Orbulina satualisdan punahnya Globoquadrina advena maka dapat disimpulkan bahwa umur satuan batuan batulempung sisipan batugamping dan batupasir adalah N10-N14 atau Miosen Tengah. Sedangkan dari analisa fosil foraminifera bentonik yang terdapat pada lokasi pengamatan dapat disimpulkan bahwa ligkungan pengendapan satuan batuan batulempung sisipan batugamping dan batupasir adalah 0 - 20 meter atau Transisi Neritik tepi dengan dicirikan oleh kehadiran fosil indeks Cibicides sp, dan Rotalia beccari. Berdasarkan ciri fisik litologinya, satuan batuan yang tersingkap di daerah penelitian tersusun dari litologi batulempung sisipan batupasir dan batugamping yang dapat disebandingkan dengan Formasi Bojongmanik. 3.3.2 Satuan Batuan Intrusi Andesit Satuan batuan terobosan andesit di daerah penelitian dijumpai menerobos satuan batuan batulempung sisipan batupasir dan batugamping. Berdasarkan bentuk dan dimensi ditafsirkan batuan terobosan andesit ini berupa intrusi yang berbentuk Stock.



Progam Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik-Universitas Pakuan



5



Penyebaran satuan batuan terobosan andesit di daerah penelitian berada di 3 lokasi , yaitu di G. Gebas yang berada di bagian tengah lembar peta, G. Ponggo di bagian utara lembar peta dan G. Serendet di sebelah tenggara G. Ponggo. Satuan batuan terobosan andesit menempati sekitar 5.0% dari luas daerah penelitian dan pada peta geologi satuan batuan ini diberi warna merah. Satuan batuan andesit ini dilapangan tersingkap dalam kondisi segar hingga lapuk dan memeperlihatkan struktur kekar tiang dan kekar lembar, secara megaskopis berwarna abu-abu terang, hipokristalin, afanitik, subhedral - anhedral ,equigranular, tersusun oleh feldspar, kuarsa, orthoklas, horblende dan gelas. Berdasarkan sayatan tipisnya, batuan terobosan yang terdapat di daerah penelitian adalah “Andesite” (William, 1952).



Foto 6 Singkapan batuan terobosan andesit yang memperlihatkan kekar sheeting joint dan colummnar joint yang dijumpai di G. Ponggo AP-53



3.3.3 Satuan Batuan Breksi Gunungapi Satuan batuan breksi gunungapi tersingkap di bagian selatan lembar peta, dengan pelamparan barat - timur dan di menerus ke arah utara di bagian timur peta menempati 47% dari luas daerah penelitian dalam peta geologi berwarna coklat muda. Singkapan dapat dijumpai di bagian barat disekitar desa Lebak Sangka, desa Pasir Haur, desa Padurung, desa Lebak Gedong, desa Karang Payung, desa Banjar Sari, desa Ranca Nangka, desa Cileuksa, desa Lemah Jaya, G. Malang, G. Tumpang dan G. Talaga.



Foto 7. Batuan breksi gunungapi yang tersingkap pada lokasi AP-38 di Sungai Ciberang.



Kedudukan satuan batuan ini menindih tidak selaras diatas satuan batuan batulempung sisipan batupasir dan batugamping dengan kedudukan lapisannya relatif horisontal atau mengikuti topografi sebelumnya (asalnya). Batuan beku sebagai komponen berwarna lapuk hitam kecoklatan, berwarna segar abu-abu kehitaman, berukuran 2 cm – 1 m, berbentuk menyudut - menyudut tanggung. Tuff sebagai matriks berwarna segar abu-abu terang, warna lapuk coklat kekuningan, ukuran butir halus – kasar, bentuk butir menyudut tanggung – membundar, pemilahan buruk, kemas terbuka, dan agak keras. Hubungan antara komponen dan matriks sangat kompak dan kadang sangat sulit membedakan antara matriks dengan komponennya. Berdasarkan analisa mikroskopis dari sayatan fragment didapatkan nama batuan Andesit (William, 1952). Sedangkan nama batuan dari hasil analisa mikroskopis untuk sayatan tipis masa dasarnya adalah Tuff Kristal (Pettijohn, 1952). Ciri litologi satuan breksi gunungapi yang tersingkap di daerah penelitian secara umum kondisinya lapuk sampai segar. Batu breksi secara fisik dijumpai bersifat masif dan pemilahan buruk dengan fragmen yang tersusun dari satu jenis (breksi monomik), yaitu fragmen batuan beku andesit dengan masa dasar tufa. Berdasarkan data lapangan dan posisi stratigrafi, satuan batuan breksi gunungapi menindih secara tidak selaras diatas satuan batuan batulempung sisipan batupasir dan batugamping Forrmasi Bojongmanik. Hasil analisa formaminifera planktonik diketahui bahwa umur satuan batuan Formasi Bojonmanik adalah N10 N14 atau kala Miosen Tengah. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa umur Satuan Batuan Breksi Gunungapi berumur lebih muda dari umur Miosen Tengah. Berdasarkan genesa pembentukan batuan piroklastik diketahui bahwa pembentukan gunungapi (volkanisme) berhubungan atau berasosiasi dengan aktivitas tektonik (orogenesa). Di daerah penelitian diketahui bahwa orogenesa (aktivitas tektonik) dimulai pada N15 atau kala Miosen Akhir dan aktivitas volkanisme biasanya terjadi pada fase akhir orogenesa, yaitu diperkirakan pada kala Akhir Pliosen atau Awal Pleistosen. Dengan demikian dapat ditafsirkan bahwa umur satuan batuan breksi gunungapi yang ada di daerah penelitian berumur Plistosen Akhir. Berdasarkan ciri batuan yang terdapat di daerah penelitian yang tersusun dari “tuff breccia” dan “lapili tuff” maka apabila disebandingan dengan model yang dibuat oleh



Progam Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik-Universitas Pakuan



6



Vassel dan Davis (1981), batuan gunungapi yang terdapat di daerah penelitian diendapkan di lingkungan darat pada facies “Proximal volcanoclastis facies”.



Foto 8. Sayatan tipis silang nikol Fragment breksi vulkanikLokasi pengaambilan sample AP-40 Sungai Ciberang.



Satuan batuan breksi gunungapi yang terdapat di daerah penelitian dapat disebandingkan dengan endapan gunungapi muda dari Efendi, dkk (1992). 3.3.4 Satuan Endapan Aluvial Satuan ini menempati sekitar ± 2 % luas daerah penelitian dan diberi warna abu-abu pada peta geologi, Satuan endapan aluvial ini umumnya menempati daerah dengan relief datar, umumnya tersebar di sekitar sungai utama yaitu Sungai Ciberang dan Sungai Cimanggu. Penyebaran satuan ini berada di bagian utara daerah penelitian, terutama tersebar disekitar sungai Ciberang dan sebagian di sepanjang Sungai Cimanggu di bagian Timur daerah penelitian. Ketebalan satuan ini berdasarkan pengamatan di lapangan, memiliki ketebalan antara 0,5 - 4 m. IV. STRUKTUR GEOLOGI DAERAH PENELITIAN Tektonik Jawa Barat Utara pada zaman Tersier merupakan suatu cekungan belakang busur (back arc basin) dan busur magmatik (magmatic arc) di bagian selatan. Selanjutnya busur ini mengalami migrasi ke arah selatan hingga Kuarter (Asikin, 1974). Pola struktur Jawa Barat menurut Sukendar Asikin (1986), dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) kelompok sesar, yaitu: 1).Sesar dengan arah Baratlaut - Tenggara, secara umum sesar ini membatasi daerah Bogor, Purwakarta, Bandung, Sumedang, Tasikmalaya, Banjar dan menerus ke sebagian Jawa Tengah. Sebagian besar daerah ini termasuk ke dalam Zona Fisiografi Bogor. 2).Sesar dengan arah Barat - Timur, memotong sepanjang jalur Pegunungan Selatan, merupakan sesar normal dengan bagian Utara yang relatif turun terhadap bagian Selatannya.



3).Sesar dengan arah Timurlaut - Baratdaya, seperti yang terlihat di lembah Cimandiri dekat Pelabuhan Ratu. Berdasarkan hasil pengamatan lapangan, pengukuran unsur-unsur struktur geologi berupa bidang gores garis, cermin sesar, milonitisasi, ketidak teraturan kedudukan perlapisan batuan, arah kekar dan didukung oleh penafsiran peta topografi berupa kelurusan lembah, kelurusan bukit, kelurusan sungai, pembelokan sungai secara tiba-tiba, maka struktur geologi yang terdapat di daerah penelitian adalah: Kekar, Lipatan, dan patahan/sesar. Untuk mempermudah dalam pengenalan dari setiap struktur-struktur geologi yang berkembang pada daerah penelitian, maka penamaannya disesuaikan dengan nama lokasi geografis setempat. Adapun struktur geologi yang terbentuk yaitu: 4.1 Struktur Kekar



Foto 9. Kekar gerus dengan kedudukan N30°E/80° dan N325°E/85° yang dijumpai pada lokasi pengamatan AP-48 di Sungai Cimangeunteun.



Struktur kekar yang dijumpai di daerah penelitian mempunyai ukuran panjang yang bervariasi, mulai dari ukuran beberapa centimeter sampai berukuran meter. Struktur kekar tersebut dijumpai pada semua satuan batuan yang ada di daerah penelitian, yaitu pada satuan batulempung sisipan batugamping dan batupasir, satuan intrusi andesit dan satuan breksi gunungapi . Struktur kekar yang berkembang di daerah penelitian terdapat 3 (tiga) jenis yaitu: 1). kekar gerus (shear joint); 2). kekar tension dan 3). kekar tarik (compression joint). Di daerah penelitian kekar gerus dijumpai berarah N30°E - N35°E dengan kemiringan berkisar antara 75° - 82°, dan pasangannya dengan arah umum N320°E sampai N335°E dengan kemiringan berkisar antara 78° -80°. Kekar tarik berarah N3550E - N100E, sedangkan kekar release berarah N900 E - N1000E. 4.2 Struktur Perlipatan Struktur perlipatan yang terdapat di daerah penelitian adalah antiklin dan sinklin. Struktur Antiklin meliputi antiklin Cipanas, sinklin Bintang Sari dan antiklin Banjar Irigasi. Struktur



Progam Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik-Universitas Pakuan



7



perlipatan ini diperkirakan terbentuk akibat gaya kompresional berarah utara - selatan pada periode tektonik Miosen Akhir -Pliosen. Lipatan Antiklin Cipanas Antiklin Cipanas terletak di bagian utara lembar peta membentang dari barat - timur (Lihat Lembar Peta Geologi). Penamaan antiklin Cipanas ini didasarkan pada sumbu antiklin yang melalui Desa Cipanas dengan panjang sumbu ± 7,1 km. Keberadaan struktur antiklin ini didasarkan pada rekonstruksi arah jurus dan kemiringan batuan yang saling berlawanan, dengan kedudukan batuan di bagian sayap utara adalah N 2600 E - N 2950 E dengan kemiringan berkisar 200 - 280 sedangkan kedudukan batuan di sayap bagian selatan adalah N 800 E – N 1200 E dan kemiringan lapisan batuannya 200 - 300. Berdasarkan besar kemiringannya yang reltif sama maka antiklin Cipanas merupakan antiklin yang simetri. Lipatan Sinklin Bintang Sari Sinklin Banjar Sari terletak di bagian tengah lembar peta membentang dari barat - timur (Lihat Lembar Peta Geologi). Penamaan sinklin Banjar Sari didasarkan pada sumbu sinklin yang melewati Desa Bintang Sari dengan panjang sumbu ± 4,1 km. Keberadaan struktur sinklin ini didasarkan pada rekonstruksi arah jurus dan kemiringan batuan yang saling berhadapan, dengan kedudukan batuan di bagian sayap utara adalah N850E - N1000E dengan kemiringan berkisar 300 - 350 sedangkan kedudukan batuan di sayap bagian selatan adalah N2700E - N2900E dan kemiringan lapisan batuannya 300 - 400. Berdasarkan besar kemiringannya yang reltif sama maka sinklin Bintang Sari merupakan sinklin yang simetri. Lipatan Antiklin Banjar Irigasi Antiklin Banjar Irigasi terletak pada bagian tengah lembar peta dan membentang dengan arah barat - timur (Lihat Lembar Peta Geologi). Antiklin ini melewati Desa Banjar Irigasi dengan panjang sumbu ± 2,8 km. Keberadaan struktur antiklin ini didasarkan pada rekonstruksi arah jurus dan kemiringan batuan yang saling berlawanan, dengan kedudukan batuan di bagian sayap utara adalah N 2550 E - N 2800 E dengan kemiringan berkisar 250 - 380 sedangkan kedudukan batuan di sayap bagian selatan adalah N 700 E – N 1200 E dan kemiringan lapisan batuannya 280 - 400. Berdasarkan besar kemiringannya yang reltif sama maka antiklin Banjar Irigasi merupakan antiklin yang simetri.



4.3 Struktur Sesar Berdasarkan hasil pengamatan dan pengukuran di lapangan terhadap indikasi-indikasi struktur geologi yang dijumpai di lapangan berupa bidang sesar, cermin sesar, breksiasi/zona hancuran dan offset batuan, kedudukan batuan yang tidak teratur serta di dukung oleh unsurunsur topografi seperti kelurusan sungai dan peembelokan arah sungai yang tiba-tiba (offset saluran sungai). Maka struktur sesar yang terbentuk didaerah penelitian antara lain : Sesar Naik Giriharja Penamaan sesar naik Giri Harja dikarenakan bukti indikasi sesar ini terdapat di sekitar desa Giri Harja. Pada peta geologi, sesar ini berada di bagian tengah lembar peta memanjang dari barat timur dengan panjang sekitar 5,5 km.



Foto 10. Kedudukan lapisan tegak dengan kedudukan N75°E/82° yang dijumpai pada lokasi pengamatan AP-22, di Sungai Cimanguli.



Adapun bukti-bukti dari sesar naik Bintang Sari di lapangan adalah adanya Seretan lipatan (drag fold) yang dijumpai di sepanjang lintasan sungai Cimanggu berupa pembalikan arah kemiringan lapisan membentuk perlipatan sinklin dan antiklin,Milonitisasi yang dijumpai di Sungai Cimanguli (anak sungai Ciberang) pada lokasi pengamatan AP-19, dan Kedudukan lapisan batuan dengan kemiringan tegak yang dijumpai di lokasi pengamatan AP- 22. Berdasarkan indikasi struktur tersebut maka dapat ditafsirkan bahwa Sesar Giri Harja adalah sesar naik, dimana blok bagian selatan relatif naik terhadap blok bagian utara. Sesar Mendatar Banjar Irigasi Penamaan mendatar Banjar Irigasi dikarenakan sesar ini melalui desa Banjar Irigasi. Pada peta geologi, sesar ini berada di bagian tengah lembar peta memanjang dari baratdaya timurlaut dengan panjang sekitar ± 6,1 km. Adapun bukti-bukti dari sesar mendatar Banjar Irigasi yang ditemukan dilapangan antara lain Bidang sesar dengan kedudukan bidang sesar N2400E/870, dijumpai pada lokasi pengamatan AP-49 di Sungai Cikeusal, Kedudukan lapisan batuan yang tidak teratur di lokasi pengamatan



Progam Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik-Universitas Pakuan



8



AP-50 Sungai Cimangeunteun dan Kelurusan Sungai Ciberang. Berdasarkan pergerakan relatif dari sesar mendatar Banjar Irigasi, maka jenis sesar mendatar Banjar Irigasi adalah Sesar Geser Jurus Mengiri (Sinistral Strike Slip Fault). Sesar Mendatar Cipanas Penamaan mendatar Cipanas dikarenakan sesar ini melalui desa Cipanas. Pada peta geologi, sesar ini berada di bagian tengah lembar peta memanjang dari baratlaut - tenggara dengan panjang sekitar 5.9 km.



mendatar Cimangeunteun adalah Sesar Geser Menganan (Dextral Strike Slip Fault).



Foto 12. Bidang Sesar dengan kedudukan N321°E/80°; gores garis 12°,N153°E dan pitch 20° yang dijumpai pada lokasi pengamatan AP-58 di Sungai Cimangeunteun



4.4



Foto 11. Batugamping terbreksikan berarah N3300E yang terdapat pada lokasi pengamatan AP-32 di Sungai Ciberang



Adapun bukti-bukti dari sesar mendatar Cipanas yang ditemukan dilapangan yaitu :Breksiasi pada singkapan batugamping berarah N3300E yang dijumpai pada lokasi pengamatan AP-32 di Sungai Ciberang, Bidang Sesar dengan kedudukan N333°E/75°; gores garis 20°,N145°E dan pitch 15° yang dijumpai pada lokasi pengamatan AP-34 di Sungai Ciberang, Mata air panas yang terdapat di Cipanas Berdasarkan pergerakan relatif dari sesar mendatar Cipanas, maka jenis sesar mendatar Cipanas adalah Sesar Geser Jurus Menganan (Dextral Strike Slip Fault). Sesar Mendatar Cimangeuteun. Penamaan mendatar Cimangeunteun dikarenakan indikasi sesar berada di Sungai Cimngeunteun. Pada peta geologi, sesar ini berada di bagian utara sebelah timur lembar peta memanjang dari baratlaut - tenggara dengan panjang sekitar 3,1 km. Adapun bukti-bukti dari sesar mendatar Cimangeunteun yang ditemukan di lapangan berupa breksiasi pada batugamping dengan arah N3250E yang dijumpai pada lokasi pengamatan AP-57 di Sungai Cimangeunteun, Bidang Sesar dengan kedudukan N321°E/80°; gores garis 12°,N153°E dan pitch 20° yang dijumpai pada lokasi pengamatan AP-58 di Sungai Cimangeunteun. Berdasarkan pergerakan relatif dari sesar mendatar Cimangeunteun, maka jenis sesar



Mekanisme Pembentukan Struktur Daerah Penelitian Berdasarkan data dan pengamatan dilapangan dan dipadukan dengan konsep pembentukan struktur dari Moody and Hill (1954), maka arah umum gaya yang bekerja di daerah penelitian mempunyai arah N1750E atau Utara-Selatan, dimana arah gaya adalah tegak lurus dari nilai rata-rata jurus perlapisan di daerah penelitian yang berarah N 800 E - N 1100 E dan N2650E - 2950E. Gaya yang bekerja di daerah penelitian merupakan hasil aktivitas tektonik yang terjadi pada N15 atau kala Miosen Akhir - Pleistosen, sehingga gaya menekan satuan batuan batulempung sisipan batupasir dan batugamping Formasi Bojongmanik membentuk struktur lipatan sinklin Bintang sari, antiklin Cipanas dan Antiklin Banjar Irigasi yang sumbunya berarah BaratTimur. Gaya yang menekan daerah ini berlangsung hingga melewati batas ambang elastisitas batuan, sehingga menyebabkan deformasi atau pergeseran membentuk sesar-naik Giri Harja berarah Barat – Timur dan kemudian diikuti oleh sesar mendatar Banjar Sari dan diakhiri oleh sesar-sesar mendatar Cipanas dan Cimangeunteun V. SEJARAH GEOLOGI DAERAH PENELITIAN Sejarah geologi daerah penelitian dimulai pada N10 atau kala Awal Miosen Tengah dengan mulai diendapkannya satuan batuan batulempung sisipan batupasir dan batugamping Formasi Bojongmanik pada kedalaman 0 - 20 meter atau pada lingkungan transisi - neritik tepi. Pengendapan satuan ini berlangsung hingga N14 atau kala Miosen Tengah Bagian Akhir. Kondisi paleogeografi daerah penelitian pada kala tersebut (N10 – N14) berupa daerah transisi – neritik tepi. Pada N15 atau kala Awal Miosen Akhir daerah penelitian mulai mengalami orogenesa



Progam Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik-Universitas Pakuan



9



(tektonik) yang menyebabkan satuan batuan batulempung sisipan batupasir dan batugamping Formasi Bojongmanik mulai mengalami perlipatan dan pengangkatan. Proses orogenesa ini terus berlanjut dan diperkirakan pada kala Miosen Akhir batuan-batuan dari Formasi Bojongmanik mulai terpatahkan/tersesarkan



Tabel. 2. Kronologi sejarah geologi daerah penelitian dari Kala Miosen Tengah (N11) sampai Kala Resen (N23)



Pada kala Pliosen proses orogenesa masih terus berlangsung dan diperkirakan di daerah penelitian mulai terjadi aktivitas magma dikarenakan adanya zona-zona lemah yang terjadi akibat sesar-sesar yang terbentuk di daerah penelitian dan naiknya magma ke permukaan ini membentuk batuan-batuan terobosan andesit. Pada kala Pleistosen proses orogenesa terus berlangsung dan diperkirakan aktivitas magma terus meningkat hingga mencapai permukaan bumi menghasilkan aktivitas gunungapi (volkanisme). Produk dari aktivitas gunungapi berupa batuan piroklastik terendapkan sebagian diendapkan di daerah penelitian sebagai breksi gunungapi. Paleogeografi daerah penelitian pada kala Pleistosen diperkirakan sudah berupa daratan, sehingga proses-proses geomorfologi berupa pelapukan, erosi/denudasi dan pengendapan/sedimentasi mulai bekerja di daerah penelitian. Seiring dengan waktu geologi maka proses pelapukan terhadap batuan-batuan yang ada yang kemudian dierosi dan diangkut oleh sungai-sungai yang terdapat di daerah penelitian dan diendapkan disepanjang aliran sungai sebagai endapan aluvial sungai. VI. PEMETAAN GEOLOGI TEKNIK DENGAN METODE Q-SYSTEMUNTUK REKOMENDASI PENYANGGA PADA TEROWONGAN DITAMBANG CIURUG UBPE PONGKOR



Berdasarkan peta geologi regional dikawasan Unit Bisnis Pertambangan Emas (UBPE) Pongkor, serta hasil penelitian terdahulu diketahui bahwa tipe bijih emas ephitermal low sulfidation berupa urat kuarsa yang memanjang dan menyebar mengikuti arah struktur geologinya. Hal ini akan memepengaruhi keragaman kondisi batuan dan kondisi air tanah sehingga diperlukan penyesuaian penguatan kestabilan terowongan yang tepat, salah satunya dengan metode Qsystem . Sedangkan dipilihnya tambang Ciurug karena lokasi ini memiliki karakterisitik yang kompleks dan merupakan tambang terbesar dan andalan yang dimiliki pongkor. Tujuan penelitian pemetaan Geologi teknik dengan metoda Q-System adalah untuk memberikan informasi dan data antara lain mengenai: 1. Kondisi geologi, struktur geologi dan diskontinuitas seluruh massa batuan didalam terowongan 2. Kondisi karakteristik massa batuan berdasarkan Q-system 3. Nilai maksium unsupprted span terowongan berdasarkan penggunaan data dari Q-system 4. Rekomendasi penguatan terowongan yang tepat berdasarkan penilaian dari system Q-system Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan cara pengukuran langsung dan bersifat obyektif serta mengacu pada studi litaratur yang sudah ada dengan maksud menguji atau mengevaluasi. Hasil yang diperoleh dari alat (instrumen) dengan pengukuran terkontrol, sehingga hasinya merupakan fakta. Dan diharapkan mampu menjelaskan hubungan sebab dan akibat dari permasalahan yang ada.



Gambar 6. Bagan alur metode Pemetaan Geologi teknik Q-system



Rock mass quality system atau disebut juga sebagai Tunneling Qualty index pertama kali



Progam Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik-Universitas Pakuan



10



diusulkan oleh Barton (1974) di Norwegian geolothenical institute (NGI) yang diperbaharui pada tahun 2015 berdasarkan stusdi kasus pada 1950 kasus kestabilan terongan dbeberapa benua.Q-system merupakan metode pendekatan empiris yang telah digunakan untuk mengetahui kualitas massa batuan disekeliling terowongan sehigga dapat ditentukan penyanggan yang optimal untuk kondisi massa batuan tersebut. Dalam Q-system kualitas masa batuan dikuantifikasi melalui pembobotan 6 parameter, dengan persamaan sebagai berikut :



Dimana : RQD / Jn adalah Ukuran blok batuan (joint set number) RQD : Rock Quality Desain Jn : Joint set number (banyaknya family se joint) Jr / Ja adalah kondisi kuat geser antar blok baan (joint friction) Jr : Joint roughness number (derajat kekasaran bidang diskontinyu) Ja : Joint alteration number ( derajat alterasi bidang diskontinyu) Jw / SRF adalah tegangan (stress) yang terjadi disekitar terowongan Jw : Joint water reduction (kuantitas keterdapatan aliran air) SRF : Stress Reduction Factor Nilai Q yang didapat ddihubungkan dengan kebutuhan penyanggan terowongan dengan menetapkan dimensi ekivalen (equivalent dimention)dari galian (Barton). Dimensi ekivalen merupakan fungsi darii ukuran dan kegunaan dari galian. Didapat dengan membagi span, diameter atau tinggi dinding galian dengan harga yangdisebut excavation support ratio (ESR):



Gambar 7. Grafik rekomendasi penyanggan berdasarkan metode Q-system.



Sedangkan Rekomendasi penyangga dalam penelitian ini ditentukan melalui grafik yang diberikan oleh Grimstad dan Barton (1993) (Gambar 7) . Pada lokasi yang baru saja dibuka atau kemajuan baru karena membutuhkan waktu sebelum dilakukanya penyanggan, perlu dipertimbangkan juga span maksimum yang yang tidak disangga dengan persamaan (Barton,1974) : 6.1 Hasil Penelitian dan Pembahasan Penelitian dilakukan di lokasi-lokasi tambang vein Ciurug, perbedaan lokasi ini memberikan karakteristik keteknikan yang berbeda. Secra garis besar kondisi geologis masih dalam satuan geologi yang sama yang membedakan adalah elevasi yang berpengaruh pada zona permukaaan air tanah dan karakter alterasi.Adapun lokasi penelitian ditampilkan pada tabel berikut.



Tabel 3. Data Situasi Lokasi penelitian



6.2. Karakter Fisik Geologi Lokasi Penelitian Adapun litologi yang dijumpai adalah breksi tuff dengan warna abu-abu kehijauan, teralterasi medium dengan matrik berupa tuff lapilli, sub rounded, kemas terbuka dengan fragmen batu andesit dengan ukuran 2-5cm. kekar yang ada umumnya terisi ineral lempung dan kuarasa. Urat kuarasa yang ada umumnya memiliki lebar 1-5 meter pada zoa stockwork-massive. Asosiasi mineral yang dapat ditemukan pada urat kuarasa antara lain pirit,kalkopirit, dan mangan. Proses alterasi massa batuan yang terjadi pada lokasi penelitian berupa alterasi argilik (dominan) dan propilitik (minor). Tingkat pelapukan pada permukaan bidang diskontiuitas didevelopmen dan produksi pada lokasi yang jauh dari permukaan relative tidak terlapukan. Sedangkan tingkat perlapukan pada permukaan bidang diskontinuitas pada lokasi yang dekat permukaan terlapukan sedang. Secara umum kandungan air tanah pada lokasi pengamatan dipengaruhi oleh letak lokasi pengamatan terhadap zona permukaan airtanah dan struktur geologi. Pada lokasi tambang ciurug zona pemrukaan air tanah berada pada elevasi



Progam Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik-Universitas Pakuan



11



±460mdpl. Semakin dekat zona permukaan air tanah maka semakin besar kandungan aliran air tanah.



Foto 13. Lokasi penelitian pada XC.31 DFW Timur Vein yang memperlihatkan Vein Quartz dengan hostrock batuan Tuff litik teralterasi Propilitik



6.3. Sifat Keteknikan Lokasi Penelitian Berdasarkan Parameter Q-System Pengukuran kelas massa batuan tidak dilakukan secara kontinyu setiap meter, melainkan hanya pada setiap bukaan terowongan. Hal ini dikarenakan batuan yang ditemui pada sepanjang lokasi penelitian memiliki litologi yang sama meskipun dengan karakter keteknikan yang berebeda akibat pengaruh alterasi hidrotermal. Berdasarkan pengambilan data yang dilakukan pada beberapa lokasi, didapatkan data diskontinuitas berupa kekar-kekar dengan kemenerusan 1-5 m. kekar-kekar tersebut terisi mineral kuarsa dengan warna putih, keras smapai freeable, dan sesar lokal yang menunjukan bahwa lokasi penelitian pada tunel Ciurug secara umum memiliki tegasan yang relative memiliki arah ±N165°E/35°. Dari data ini dapat diketahui bahwa lokasi penelitian tekanan paling umum yang terjadi berarah utara-selatan. Secara umum kualitas kekerasan masa batuan dilokasi penlitian berdasarkan uji PLI menunjukan kualitas sangat lemah pada batuan berupa alterasi clay argilik dan zona lapukan dan kulaitas kuatsangat kuat pada batuan kuarsa dan breksi tuff yang terpropilitasi. Pada lokasi penelitian dengan karakterisitik masa batuan lunak, pelapukan kuat, adanya aliran air tanah dan pada zona clay argilik memiliki nilai Q yang lebih kecil ini dikarenakan kandungan lempung yang mengisi bidang diskontinuitas dianggap sebagai zona lemah yang akan memeberikan bobot pembagi sangat besar dalam perhitungan yaitu pada lokasi XC 495 A selatan, XC 464 A selatan dan XC 662 Central ,Sedangkan pada lokasi penelitian XC 31 DFW, XC 636 Paralel dan Blok 4 Central yang memiliki karakterisitik masa batuan kuarsa, keras, kering,



dan breksi tuff yang teralterasi propilit yang mengisi bidang diskontinuitas dianggap memberikan keuntungan perhitungan kelas massa batuan karena tidak dijumpainya zona lemah.



Tabel 4. Nilai kuat tekan batuan UCS dan perbandingannya terhadap nilai tegangan tangensial roof (ԏꝊ) lokasi penelitian



6.4. Maksimum Unsuported Span (MUS) Span maksimum yang tidak disangga (MUS) pada kemajuan baru perlu diperhatikan agar pada kemajuan baru karena membutuhkan waktu sebelum dilakukanya penyanggan pada terowongan.



Tabel 5. Nilai MUS pada lokasi penelitian



Pada lokasi penelitian dengan Nilai Q yang kecil yaitu pada lokasi XC 495 A selatan, XC 464 A selatan dan XC 662 Central , nilai Span kemajuan yang direkomendsikan lebih pendek untuk menhindari ambrukan ini dikarenakan karakterisitik massa batuan yang lemah Sedangkan pada Lokasi XC 31 DFW, XC 636 Paralel dan Blok 4 Central yang memiliki nilai Q besar, nilai Span kemajuan dapat dilakukan lebih panjang ini dikarenakan karakterisitik masa batuan yang lebih kuat. 6.5 Rekomendasi Penyanggan Lokasi Penelitian Rekomendasi penyanggaan diperoleh dari penggabungan Nilai Q dan dimensi ekivalen yang dimasukan kedalam grafik rekomendasi penyanggan berdasarkan Q-system yang diberikan oleh Grimstad dan Barton (1993) . Pada lokasi penelitian dengan Nilai Q yang kecil yaitu pada lokasi XC 495 A selatan, XC 464



Progam Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik-Universitas Pakuan



12



A selatan dan XC 662 Central , menunjukan kualitas kelas masa batuan Very poor – Extremely poor dan Rekomendasi penyangganya adalah dengan kombinasi Rockbolt dan shotcrete. Semakin kelas massa batuan buruk maka spasi penggunaan Rockbolt semakin rapat dan ketebalan Shotcrete semakin tebal.



Tabel 7. Rekomendasi panjang minimal rockbolt yang harus digunakan pada lokasi penelitian



Foto 14. Pekerjaan shotcrete untuk penguatan terowongan



Sedangkan pada Lokasi XC 31 DFW, XC 636 Paralel dan Blok 4 Central yang memiliki nilai Q besar menunjukan kualitas kelas masa batuan Good- Very good Rekomendasi penyangganya hanya menggunakan Rockbolt



Tabel 6. Kelas masa batuan dan rekomendasi minimal penyangganya pada lokasi penelitian



Pada lokasi penelitian dengan rekomendasi penyanggan berupa Shotcrete dengan ketebalan lebih dari 5cm diperlukan beberapa tahapan Shotcrete yaitu : Tahap 1 : Shotcrete layer pertama dengan ketebalan 5cm Tahap 2 : Pemasangan weld mesh sampai full dinding bukaan serta rapat mengikuti profil bukaan , dengan pemasangan rockbolt pola arching Tahap 3 : Shotcrete layer kedua dengan ketebalan sisa rekomendasi Hal ini dilakukan untuk menghindari Rebound jatuhnya adukan Shotcrete ketika disemprotkan karena terlalu tebal tidak menempel dan juga memberikan keuntungan pada terowongan agar masa batuan yang baru dibuka lebih cepat tertutup untuk menghindari pelapukan dan rontokan kecil.



Foto 15 Anyaman kawat tipe weld mesh (kiri) dan Rock Bolt tipe split set (kanan)



VII. KESIMPULAN DAN DISKUSI Berdasarkan hasil pembahasan dari aspekaspek geomorfologi, stratigrafi, struktur geologi di daerah Cipanas Dan Sekitarnya, Kecamatan Cipanas, Kabupaten Lebak, Banten serta Pemetaan geoteknik dengan metoda Q-system pada terowongan bawah tanah tambang Ciurug, UBPE Pongkor, Kecamatan Nanggung, Jawa Barat dapat disimpulkan sebagai berikut: 1.Geomorfologi daerah penelitian secara morfogenesa dapat dibagi menjadi 4 (empat) satuan geomorfologi, yaitu: (a). Satuan Geomorfologi Perbukitan Lipatan yang berstadia dewasa; (b). Satuan Geomorfologi bukit-bukit Intrusi berstadia Dewasa; (c) Satuan Geomorfologi Perbukitan kaki Gunungapi berstadia muda dan (d). Satuan Geomorfologi Dataran Aluvial yang berstadia muda. Pola aliran sungai yang terdapat di daerah penelitian berpola dendritic dibagian selatan dan sub-trelis disebelah utara dengan jenis sungai Insekuen, Obsekuen dan Konsekuen serta stadia erosi sungai muda dan dewasa. 2.Tatanan batuan yang terdapat di daerah penelitian dari yang tertua dan termuda adalah: Satuan batuan batulempung sisipan batupasir dan baatugamping Formasi Bojongmanik, berumur N10 – N14 atau kala Miosen Tengah dan diendapkan pada kedalam 0 - 20 m atau transisi – neritik pinggir. Satuan batuan terobosan andesit berumur Awal Pliosen. Satuan batuan breksi



Progam Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik-Universitas Pakuan



13



gunungapi yang berumur Plistosen Akhir diendapkan di lingkungan darat pada facies “proximal volcaniclastic”. Satuan termuda adalah satuan endapan aluvial berumur Holosen. 3.Struktur geologi yang terjadi di daerah penelitian adalah kekar jenis kekar gerus, kekar tarik. Struktur lipatan berupa Antiklin Cipanas dan Sinklin Bintang Sari dan Antiklin Banjar irigasi berarah barat -timur. Struktur sesar berupa sesar mendatar Banjar Irigasi, sesar mendatar Cipanas dan sesar mendatar Cimangeunteun. Struktur geologi di daerah penelitian terjadi dalam 1 periode, yaitu Orogenesa Miosen Akhir – Plistosen yang menyebabkan Formasi Bojongmanik terdeformasi menghasilkan pengkekaran, perlipatan, pengangkatan dan pensesaran dengan arah gaya utama N 1750 E. 4.Sejarah geologi daerah penelitian dumulai pada miosen tengah dengan diendpakan nya satuan batuan batulempung sisipan batugamping dan batupasir. Selanjutnya pada kala miosen akhirpleistosen terjadi oriogenesa yang menyebabkan satuan batuan batulempung sisipan batugamping dan batupasir terangkat,terlipat dan terpatahkan dan terintrusi batuan andesit. Pada kala pleistiosen akhir dari orogenesa membentuk aktifitas gunung api dengan diendapkanya satuan batuan breksi gunungapi endut. Selanjutnya proses pelapukan terhadap batuan-batuan yang ada yang kemudian dierosi dan diangkut oleh sungai-sungai yang terdapat di daerah penelitian dan diendapkan disepanjang aliran sungai sebagai endapan aluvial sungai seperti saat ini.5. Berdasarkan hasil pemetaan Geologi teknik dengan metoda Qsystem pada tambang bawah tanah Ciurug berupa litologi tuff breksian yang teralterasi propilit, argilik dengan vein kuarsa. Pada lokasi XC 495 A selatan, XC 464 A selatan dan XC 662 Central yang menunjukan Nilai Q kecil yang menunujukan kualitas kelas masa batuan Very poor – Extremely poor dengan nilai Maksimum Unsupported Span pendek untuk Rekomendasi penyangganya adalah dengan kombinasi Rockbolt dan shotcrete, sedangkan pada Lokasi XC 31 DFW, XC 636 Paralel dan Blok 4 Central yang memiliki nilai Q besar menunjukan kualitas kelas masa batuan Good- Very good dengan nilai Maksimum Unsupported Span lebih panjang serta Rekomendasi penyangganya cukup menggunakan Rockbolt tanpa Shotcrete. DAFTAR PUSTAKA Asikin, S., 1986. Geologi Struktur Indonesia, Departemen Teknik Geologi Institut Teknologi Bandung.



Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional., 2008. Peta Rupabumi Digital Indonesia Lembar Gajrug No. 1109-334, Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional, Cibinong, Bogor. Barton, N.R., 1974. Enginering Classification Of Rock Masses. Canada,Springer. Blow, W. H. and Postuma J. A. 1969. Range Chart, Late Miosen to Recent Planktonic Foraminifera Biostratigraphy, Proceeding of The First. Dunham, R.J., 1962. Classification of Carbonat Rock According to Depositional Texture, Houston, Texas, USA. Effendi, K. dan Hermanto, B. (1998). Peta Geologi Lembar Bogor, skala 1 : 100.000, Pusat Penelitian dan Pemetaan Geologi Bandung. Faeyumi, M. (2012). Sebaran Potensi Emas Ephitermal di Area Eksplorasi PT. Antam Tbk Unit Geomin Kabupaten Bogor. Depok, Universitas Indonesia. Lobeck, A.K., 1939. Geomorphology: an Introduction to the study of Landscape, New York and London: Mc Graw-Hill Book Company. Inc. Martodjojo, S., 1984. Evolusi Cekungan Bogor, Jawa Barat. Disertasi Doktor, ITB, Bandung. Norwegian Geotechnical Institute. 2015. Using Qsystem Rock Mass Classification and Support Design. Oslo. Allkopi As. Pettijon, F.J., 1957. Sedimentary Rock, Harper & Row, Newyork Nelson, Stephen A., 2006, Clay Minerals Tulane University, New Orleans. Pheleger, F.B., 1951. Ecology of Foraminifera, Nortwest Gulf of Mexico, GSA Memoir 46. Sujatmiko dan Santosa, S., 1992. Geologi Lembar Leuwidamar, Skala 1 : 100.000, Pusat Penelitian dan Pemetaan Geologi Bandung. Thornbury, W.D., 1969. Principles of Geomorphology, John Willey & Sons, New York. van Bemmelen, R.W., 1949. The Geology of Indonesia, Vol. IA: General Geology of Indonesia and Adjacent Archipelagoes, The Hague, Martinus Nijhoff, vol. 1A, Netherlands. Williams, H., Turner, F.J., dan Gilbert, C.M., 1954, Petrography, an Introduction to The Study of Rock in Thin Sections, W.H. Freeman and Company, New York. Penulis: 1. Andik Purwoko,ST.(Alumni Tahun 2017) Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Pakuan. 2. Dr. Ir. Bambang Sunarwan, MT. Staf dosen Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Pakuan.



Progam Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik-Universitas Pakuan



14