Jurnal Kompleks Inklusi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Pembentukan Kompleks Inklusi Famotidin dan β-siklodekstrin dengan metode kneading Auzal Halim1), Winda Rizal2),dan Erizal3) Universitas Andalas Padang Abstrak Telah dilakukan penelitian tentang pembentukan kompleks inklusi famotidin dan β-siklodekstrin dengan metode kneading dengan variasi mol 1:1, 1:2 dan 2:1. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kelarutan dan laju disolusi famotidin. Berdasarkan



hasil karakterisasi pembentukan kompleks inklusi yang dilakukan dengan



menggunakan Scanning Microscopy electron (SEM) dan Differential Thermal Analyzer (DTA) memperlihatkan adanya interaksi antara famotidin dan β-siklodekstrin sedangkan hasil difraksi sinar-x menunjukkan adanya penurunan intensitas puncak difraktogram yang sangat tajam dibandingkan dengan famotidin murni. Hasil disolusi pembentukan kompleks inklusi famotidin dan β-siklodekstrin menunjukkan terjadinya peningkatan laju disolusi terhadap famotidin tunggal Kata kunci: Kompleks Inklusi, famotidin, β-siklodekstrin, dan metode Kneading



PENDAHULUAN Bioavaibilitas suatu sediaan oral dapat dipengaruhi



beberapa



obat



dapat



berubah



karena



faktor



terbentuk kompleks inklusi. Kompleks yang



diantaranya laju disolusi, kelarutan, dan laju



terbentuk dapat meningkatkan kelarutan,



absorpsi dalam saluran cerna. Bioavaibilitas



laju disolusi, bioavabilitas,



obat yang sukar larut dapat ditingkatkan



obat (Bekers et al., 1991).



dengan



oleh



senyawa



memperbaiki



kelarutan



dan



kecepatan disolusi (Loftsson T & Brewster ME,



1996).



disolusi



Kelarutan



dapat



dan



ditingkatkan



kecepatan melalui



pengembangan kompleks inklusi padat.



Beberapa membuat pengeringan



metode kompleks beku,



dan stabilitas



digunakan



untuk



inklusi,



seperti



kopresipitasi,



co-



grinding, dan kneading. Metode kneading merupakan teknik pembentukan kompleks



Proses pembentukan kompleks inklusi



inklusi yang didasarkan pada pencampuran



terutama dipengaruhi oleh sifat hidrofob



lebih dari satu substansi melalui pengadukan



senyawa obat yang berinteraksi dengan



sehingga



bagian dalam rongga siklodekstrin. Selain



(Chowdary KPR & Srinivas SV, 2006).



itu, interaksi juga dipengaruhi oleh bentuk



Efektivitas metoda yang digunakan sangat



dan ukuran senyawa obat. Sifat fisiko kimia



didapatkan



serbuk



halus



dipengaruhi oleh karakteristik obat dan



untuk mengembangkan sistem pengiriman



siklodekstrin.



obat yang efektif (Liu, 2000).



Famotidin adalah antagonis reseptor-H2. Famotidin



banyak



diresepkan



Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk



untuk



meneliti mengenai pembentukan kompleks



pengobatan gastric ulcers, duodenal ulcers,



inklusi famotidin dan β-siklodekstrin dengan



Zollinger-Ellison



dan



metode kneading untuk mendapatkan laju



gastroesofageal reflux. Untuk penanganan



disolusi famotidin dan dapat meningkatkan



gastric ulcers dan duodenal ulcers dosisnya



kelarutan dan ketersediaan hayati obat



40 mg/hari sebelum tidur selama 4-8



famotidin sebagai senyawa model obat dan



minggu.



pengembangan sifat fisiko kimia famotidin.



syndrome,



Famotidin



tidak



diabsorpsi



sempurna di seluruh saluran pencernaan. Bioavaibilitas



rendah



(40-45%),



waktu



paruh biologis yang singkat (2,5-4 jam) dan juga memiliki efek samping seperti diare, pusing, sakit kepala, mual muntah, dan juga efek toksik lainnya jika digunakan dalam jangka waktu panjang (Kumar et al., 2009). Siklodekstrin (CD), dengan kemampuan mereka



untuk



kompleks



membentuk



inklusi



molekul



dengan



zat



tanpa



mempengaruhi



sifat



farmakologis. Sebagai konsekuensi dari proses inklusi, banyak sifat fisikokimia seperti kelarutan, laju disolusi, stabilitas, dan bioavailabilitas



siklodekstrin



Alat dan Bahan Peralatan gelas standar laboratorium, timbangan digital (Shimadzu-Aux 220), spektrofotometer UV (Shimadzu UV-1700), XRD (PAN Analythical, Netherland), SEM (Jeol, Japan), DTA ( Analyzer Mettler Toledo FP 80) dan alat uji disolusi (Hansen Research).



obat



mempengaruhi banyak sifat kimia fisik dari obat



Metode Penelitian



Famotidin siklodekstrin



Famotidin



dapat dengan



para



ilmuwan formulasi dalam upaya mereka



kalium natrium



Pembuatan Kompleks Inklusi



menawarkan



bagi



Husada),



β-



hidroksida (Bratachem), dan aquadest.



dicampur



baru



(Signa



Farma),



dihidrogen fosfat (Bratachem),



dipengaruhi. Dengan demikian, hal ini dapat harapan



(Kimia



dilakukan



dalam air



sama



dan



β-siklodekstrin



mortir atau lumpang banyak,



penekanan



kemudian



setempat



atau



kneading selama 1 jam kemudian hasil



penggerusan di keringkan di dalam oven



memperlihatkan



pola



titik



lebur



dari



dengan suhu 45˚ - 50˚ C selanjutnya



senyawa tunggal famotidin dan kompleks



divakumkan dan diayak dengan ayakan 100



inklusi yang terbentuk.



dan ditempatkan dalam desikator. Uji disolusi Analisis Difraksi Sinar-X Penetapan pola difraksi sinar-X serbuk kompleks



inklusi



dilakukan



dengan



Penentuan disolusi famotidin dan kompleks



inklusi



famotidin



dilakukan



Analisis



dengan metode dayung dengan kecepatan 50



difraksi sinar-X serbuk sampel dilakukan



rpm. Labu diisi dengan medium dapar fosfat



pada suhu ruang dengan kondisi pengukuran



pH 4,5 sebanyak 900 mL dengan suhu diatur



sebagai berikut : target logam Cu, filter Kα,



pada 37oC ± 0,5oC, setelah suhu tersebut



voltase 40 kV, arus 40 mA, analisis



tercapai, masukkan sejumlah serbuk yang



dilakukan pada rentang 2 theta 50 – 350 .



telah ditimbang setara dengan 40 mg



Sampel diletakkan pada sampel holder



famotidin ke dalam labu disolusi. Setelah



(kaca) dan



itu, larutan dalam labu dipipet sebanyak 5



menggunakan



difraktometer.



diratakan



untuk



mencegah



orientasi partikel selama penyiapan sampel.



mL pada menit ke 5, 10, 15, 30, 45, dan 60. Serapan larutan yang telah dipipet dari



Scanning Electron Miscroscopy Sampel serbuk diletakkan pada sampel holder aluminium dan dilapisi dengan emas dengan ketebalan 10 nm. Sampel kemudian diamati berbagai perbesaran alat SEM. Voltase diatur pada 20 kV dan arus 12 mA. Analisis Differential Thermal Gravimetric



medium disolusi diukur pada panjang gelombang maksimum. Kadar famotidin yang terdisolusi pada setiap waktu dapat dihitung



Analisis dilakukan menggunakan alat DTA-TG terhadap sampel famotidin murni F1, F2 dan F3. Suhu pemanasan dimulai dari 30 - 350 0C, dengan kecepatan pemanasan per



kurva



kalibrasi. Hasil Dan Pembahasan Analisis difraksi sinar-X dilakukan kompleks



5C



menggunakan



pada famotidin dan β-siklodekstrin dan



Analysis



0



dengan



menit.



Analisis



ini



akan



inklusi



famotidin







β-



siklodekstrin. Hasil difraktogram famotidin murni menunjukkan karakteristik kristalin. Puncak-puncak kristalin famotidin terlihat pada sudut 2Ѳ : 10o; 12 o, 20o dan 24o



Puncak kristalin β-siklodekstrin terlihat jelas



.Jadi



pada 2Ѳ : 4o; 16o; 20o; 24o; dan 35o. Pada



bersama



kompleks inklusi formula 1



dengan



siklodekstrin akan mengakibatkan ukuran



perbandingan molar 1:1, puncak kristalinitas



partikel menjadi lebih kecil sehingga obat



terlihat pada sudut 2Ѳ: 10o setinggi 1036.



akan lebih mudah masuk ke dalam rongga β-



Pada kompleks inklusi formula 2 dengan



siklodekstrin



perbandingan molar 1:2, puncak kristalinitas



Grassi, 2009).



dengan



dilakukannya



obat



dengan



(Colombo,



penekanan



polimer



G.Grassi,



β-



M.



terlihat pada sudut 2Ѳ: 10o setinggi 1409 , sedangkan pada kompleks inklusi formula 3 dengan perbandingan kristalinitas



molar 2:1, puncak



yang terlihat pada sudut 2Ѳ:



10o setinggi 936. kompleks



Difraktogram hasil



inklusi



siklodekstrin



famotidin



dan



menunjukkan



β-



terjadinya



penurunan intensitas yang sangat tajam dari puncak famotidin sampai mendekati profil difraktogram β-siklodekstrin.



Gambar 1. Difraksi Sinar-X (A) Famotidin



Hal ini menunjukkan bahwa molekul famotidin



telah masuk ke dalam struktur



rongga dari β-siklodekstrin. Sehingga yang



murni (B) β-siklodekstrin (C) Kompleks inklusi F1 (D) Kompleks Inklusi F2 (E) Kompleks Inklusi F3



terlihat hanya difraktogram β-siklodekstrin. Penurunan intensitas puncak menunjukkan perubahan kompleks



derajat inklusi



perbandingan penurunan



kristalinitas. formula



mol



intensitas



1:2



2



Pada dengan



menunjukkan



puncak



famotidin



Pada



evaluasi



mikroskopis



Kompleks Inklusi dilakukan dengan foto SEM (Scanning Electron



Microscope)



Famotidin, β-siklodekstrin dan Kompleks Inklusi. Gambar famotidin ditampilkan pada



dan



perbesaran 200 dan 2000 kali sedangkan etil



formula 3 dengan perbandingan mol 2 : 1



β-siklodekstrin perbesaran 100 dan 2000



menunjukkan penurunan intensitasnya yang



kali. Hasil SEM Kompleks Inklusi dilakukan



paling tajam dibanding formula yang lain



pada perbesaran 200 dan 2000 kali untuk



kurang



tajam



dibanding



formula



masing-masing formula.



melainkan berubah menjadi bentuk yang tidak beraturan atau amorf amor membentuk aglomerat. Dimana terlihat permukaan yang tidak rata tersebut diperkirakan telah terjadi 1



2



interaksi



antara



zat



aktif



dengan



β β-



siklodekstrin.. Kompleks inklusi F2 dengan perbandingan 1:2 perbesaran 2000 kali 3



terlihat adanya penggabungan famotidin dan



4



β-siklodekstrin siklodekstrin membentuk suatu agregat dengan permukaan yang lebih kasar. ka Pada formula 3 dengan perbandingan molar 2:1 dengan perbesaran 2000 kali menunjukkan



5 Gambar 2. Hasil SEM (1) Famotidi murni



bentuk yang lebih halus dimana bentuk



(2) β-siklodekstrin (3) Kompleks Inklusi F1



famotidin



dan



(4) Kompleks Inklusi F2 (5)) Kompleks



dibedakan



walaupun



Inklusi F3



morfologi dari β-siklodekstrin. siklodekstrin. Hal ini menunjukkan



Analisis menggunakan Microscope perbesaran dari



bentuk



perbesaran



dengan



pembentukan



masih



bahwa



serbuk



kompleks



sulit terlihat hasil inklusi



alat



Scanning



Electron



menghasilkan senyawa yang sifatnya lebih



(SEM)



dengan



berbagai



amorf karena sifat kristalinitasnya telah



memperlihatkan



famotidin,



kompleks



partikel



β-siklodekstrin siklodekstrin



inklusi.



karakteristik



β-siklodekstrin siklodekstrin Pada



berkurang.



dan



hasil



SEM



2000 kali, famotidin terlihat



seperti silinder dan β-siklodekstrin siklodekstrin pada perbesaran 100 kali terlihat seperti seper batang. Pada



kompleks



inklusi



F1



dengan



perbandingan 1:1 perbesaran 2000 kali



Analisis termal menggunakan alat



masih terlihat sebagian kecil morfologi



DTA dilakukan an untuk melihat titik lebur dan



famotidin murni sedangkan morfologi ββ



mengevaluasi interaksi antara famotidin dan



siklodekstrin



β-siklodekstrin siklodekstrin



murni



tidak



terlihat



lagi



dalam



beberapa



perbandingan



formula.



Dari



hasil



oleh β–siklodekstrin, namun masih tetap



karakterisasi deengan menggunakan DTA,



muncul puncak endotermik dari famotidin



famotidin menunjukkan adanya puncak



dengan bergesernya ke suhu yang lebih



0



endotermik yang tajam pada suhu 168,50 C



rendah dibandingkan dengan termogram F1



yang merupakan titik lebur dari famotidin .



dan F2 yaitu pada suhu 166,090C.



Sedangkan β–siklodekstrin



menunjukkan



transisi gelas pada suhu 86,700C. Pada kompleks inklusi masing-masing formula masih terlihat puncak endotermik dari masing-masing bahan dengan intensitas puncak



yang



tidak



setajam



puncak



endotermik dari hasil karakterisasi masingmasing bahan.



F1



Dari hasil termogram DTA kompleks inklusi



masing-masing



dikatakan



bahwa



formula



dengan



dapat



bertambah



banyaknya β–siklodekstrin yang digunakan maka titik lebur dari famotidin akan terjadi pergeseran ke suhu yang lebih tinggi. Hal ini menunjukkan telah terjadi kompleks inklusi antara famotidin dengan β-siklodekstrin.



Termogram DTA komplek inklusi



Sesuai



(menunjukkan



puncak endotermik famotidin ini dapat



adanya



puncak



dengan



literatur,



berkurangnya



endotermik yang melebar pada 72,860C



disebabkan



yang merupakan transisi gelas yang dimiliki



amorf, dimana famotidin masuk ke dalam



oleh β–siklodekstrin, tetapi masih muncul



rongga β–siklodekstrin (Jug, et al, 2005).



puncak endotermik dari famotidin dengan



Struktur non kristalin akan memberikan



bergeser ke suhu yang lebih rendah yaitu



kurva titik lebur yang tidak tajam dan tidak



166,190C. Pada termogram komplek inklusi



defenitif (Charumanee, 2004). Jika suatu



F2 menunjukkan adanya puncak endotermik



molekul guest masuk ke dalam rongga β–



yang melebar pada 70,630C yang merupakan



siklodekstrin, maka titik lebur molekul guest



transisi



β–



tersebut akan menghilang atau bergeser ke



siklodekstrin dan puncak endotermik dari



suhu yang lebih rendah (Manca, et al, 2005).



gelas



yang



dimiliki



oleh



famotidin masih terlihat dengan bergeser ke suhu yang lebih rendah yaitu 166,550C. Sedangkan



pada



termogram



kompleks



inklusi F3 juga menunjukkan adanya puncak endotermik yang melebar pada 64,520C yang merupakan transisi gelas yang dimiliki



karena



terbentuknya



kristal



% Zat Terdisolusi



Penetapan



100



model



kinetika



pembentukan kompleks inklusi famotidin



75 F murni



50



Formula 1



25



Formula 2



0 0



50



Formula 3



100



telah



dilakukan



berdasarkan persamaan orde nol, orde satu, persamaan



Higuchi,



persamaan



peppas. Dari kelima model kinetika tersebut,



Gambar 3. Profil Disolusi (F) famotidin murni (f1) kompleks inklusi



(1:1), (f2)



kompleks inklusi (1:2), (f3) kompleks inklusi (2:1)



koefisien



korelasi



dari



persamaan



Langenbucherlah yang paling mendekati satu. Harga koefisien korelasi formula 1, formula 2 dan formula 3 secara berturut – turut dalam medium dapar fosfat pH 4,5



Persentase disolusi pada menit ke-5 untuk famotidin murni dan kompleks inklusi F1, F2, F3 berturut-turut adalah 78,663%, 84,879%; 88,112% dan 83,879%. Pada menit ke-60 adalah 89,709 % dan pada kompleks inklusi F1 adalah 94,186%, F2 adalah 96,369% dan F3 adalah 90,994%. Dari hasil yang diperoleh, persen terdisolusi yang paling bagus adalah kompleks inklusi formula 2 dengan perbandingan mol 1:2. menyatakan



bahwa



semakin



banyak jumlah polimer yang digunakan, maka persentase disolusi akan semakin meningkat (Barzegar-Jalali, et al.,2007). Dari hasil



β-siklodekstrin



Langenbucher dan persamaan Korsemeyer-



waktu (menit)



Literatur



dan



terlihat peningkatan



persen



adalah 0,982; 0,964 dan 0,975 (Lampiran 10, Tabel 4.10). Berdasarkan tinjauan dari aspek



kinetika



tersebut



maka



disolusi



pembentukan kompleks inklusi mengikuti persamaan Langenbucher dimana nilai b > 1 sehingga kurva membentuk S atau sigmoid dan jika nilai b < 1 maka kurva akan berbentuk



parabola



dengan



kemiringan



(slope) awal yang tinggi dan setelah itu konsisten terhadap eksponensial. Nilai b ini dapat menggambarkan proses pelepasan obat yang terjadi (Lucida, Erizal, & Rahmi, 2006) Analisa statistik anova satu arah antara perbandingan formula Kompleks



disolusi dibandingkan dengan famotidin



inklusi dan



tunggal.



efisiensi



famotidin dengan persen



disolusi



yang terlampir



pada



menunjukan data bahwa F hitung lebih besar



dari pada F tabel. Hal ini menunjukan



jika dibanding dengan famotidin



adanya pengaruh yang nyata



murni. 4. Hasil



penelitian



menunjukkan



terbentuknya kompleks inklusi,



KESIMPULAN Dari



DTA



yang



dilakukan



dapat



hal ini dapat dilihat karena



disimpulkan



bahwa



telah



terjadi



adanya interaksi antara molekul



pembentukan



kompleks



inklusi



dengan



famotidin dengan molekul β-



metoda kneading dengan variasi mol F1



siklodekstrin



(1:1), F2 (1:2) dan F3 (2:1).



bergesernya titik lebur famotidin



1. Pembentukan kompleks inklusi famotidin



dan



β-siklodekstrin



menyebabkan masuknya molekul famotidin ke dalam molekul βsiklodekstrin



,



pembentukan



kompleks inklusi dapat dilihat dari hasil sinar X, DTA dan meningkatnya



kelarutan



famotidin pada disolusi. 2. Hasil



SEM



menunjukkan



terjadinya perubahan morfologi dari masing-masing bahan dan juga



terjadinya



sebagian



rekristalisasi pada waktu proses pembentukan kompleks inklusi. 3. Hasil



difraksi



menunjukkan



sinar-X terbentuknya



kompleks inklusi famotidin dan β-siklodekstrin



yaitu kompleks



inklusi menunjukkan terjadinya penurunan



intensitas



puncak



difraktogram yang sangat tajam



dengan



ke suhu yang lebih rendah. 5. Hasil disolusi juga menunjukkan terjadinya peningkatan kelarutan dan



persentase



kompleks dengan



inklusi famotidin



terdisolusi dibanding tunggal.



Berdasarkan hasil karakterisasi dan uji disolusi pembentukan kompleks inklusi yang paling baik secara berurutan adalah dengan F2 (1:2), F1 (1:1) dan F3 (2:1). 6. Dari hasil uji Anova satu arah untuk persen zat terdisolusi pada menit



ke-60



hasil



yang



memperlihatkan bermakna



atau



berbeda nyata antara famotidin murni



dan



kompleks



semua inklusi,



formula dimana



signifikansi dari uji anova kecil dari 0,05.



DAFTAR PUSTAKA Abdou, H. M. 1989. Dissolution, bioavaibility and bioequivalence. Pennsylvania: Mack Publishing Company. Anonim. 2001. Introduction to fourier transform infrared spectrometry. United States of America : Thermo Nicolet Corporation. Anonim. 2003. United states pharmacopoeia XXVI (revision). Rockville : United State Pharmacopoeia Conventing Inc. Anonim, 2008. Cavamax Cyclodexstrin Forming ang Analyzing Drug Inclusion Complexes. International Specialty Products: USA Anonim. 2010. Scanning electron microscopy. West Lafayette: Radiological & Environmental Management, Purdue University. Arya, Rajeshwar Kamal Kant., Ripudam Singh., Vijay Juyal. 2010. Mucoadhesive Microspheres of Famotidine : Preparation Characterization and In Vitro Evaluation. Int. J Eng Scie and Tech Vol. 2(6), 1575-1580. Asyarie,S., Noerono,S., Yenti, R. 2007. Pengaruh Pembentukan Kompleks βInklusi Ketoprofen dalam siklodekstrin terhadap Laju Disolusi Ketoprofen. (Majalah Kedokteran Indonesia,vol 57, no : 1). Bandung : Institut Teknologi Bandung. Bhagyashree A. Chavan., Kailas K. Mali., Remeth J. Dias., Laxman D. Kate., 2011 Solid state characterization of multicomponent inclusion complex domperidone with β-cyclodextrin,



polyvinyl pyrrolidone and citric acid. Der Pharmacia Lettre, 2011: 3 (5) 281-290. Bazegar-Jalali, M., Valizadeh, H., Adibkia, K., 2007, Enhancing Dissolution Rate of Carbamazepine via Cogrinding with crosspovidone and Hydroxypropylmethylcellulose, Iranian Journal of Pharmaceutical Research, 6(3), 159-165. Bekers, O., Uijtendaal, E.V., Beijnen, J.H., Bult, A., and Undenberg, W.J.M.,1991, Cyclodextrin in Pharmaceutical Field, Drug Dev. Ind. Pharm, 17 (11), 1503 –1549. Ben, E. S.. 2008. Teknologi Tablet. Padang: Universitas Andalas.



Brittain, H. G. 1999. Analytical profiles of drugs substances and excipients (Volume 26). California : Academic Press. British Pharmacopoeia Commission. 2009. British pharmacopoeia 2009. London: The Pharmaceutical Press. Challa, C., Ahuja, A., Ali, J., Khar, R.K., 2005, Cyclodextrins In Drug Delivery An Updated Review, AAPS Pharm. Sci. Tech., 26 January 2005, hal. 13 Charumanee, S 2004, ‘Amorphization and Dissolution Studies of Acetaminophen – β siklodekstrin Inclusion Complexes, vol. 3, no. 1, pp. 13-2. Chowdary KPR, Buchi NN. Nimesulide and β- cyclodextrin inclusion complexes: physicochemical characterization and dissolution rate studies. Drug



Dev Ind Pharm 2000; 26 (11): 12171220 Colombo, Grassi, G., Grassi, M. 2009. Drug Mechanochemical Activation, Journal of Pharmaceutical sciences, 98, 11. Dachriyanus 2004, Analisis struktur senyawa organic secara spektroskopi, Padang, Universitas Andalas Press. Dalimunthe, GI 2011, ‘Penetapan kadar famotidine dalam sediaan tablet secara spektrofotometer ultraviolet’, Kultura, vol.12, no.1. Dokoumetzidis, A. & Macheras, P. 2006. A century of dissolution research : from noyes and whitney to the biopharmaceutics classification system, Int J. Pharms, 321, 1–11. Ditjen POM. 1995. Farmakope Indonesia edisi IV. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta : 665666. Frank SG., 1975,



Inclusion compound, J



Pharm Sci, 64(10), 1585- 1601. Geneidi, AS., Elshamy, AH & Awad, GAS 2004, ‘Solid dispersion of famotidine: factorially designed capsule formulation and in vivo evaluation of antiulcer activity’,J Saudi Pharm, vol. 12, no. 4, pp. 119129. Katzung, B.G. 1998. Farmakologi Dasar dan Klinik. (Edisi VI). Penerjemah : A. Agoes. Jakarta : EGC. Kumar, Ravi., M.B Patil, et al. 2009. Formulation and Evaluation of Effervescent Floating Tablet of Famotidine.



Liu, Rong. 2000. Water Insoluble Drug Formulation. United States of America : CRC Press LLC.



Loftsson T, Brewster ME. 1996. Pharmaceutical applications of bsiklodekstrin I, drug solubilization and stabilization. J Pharm Sci, 85(10), 1017- 1024. Lucida, H., Erizal, Rahmi, S. 2006. A comparative dissolution test between generic and branded name of furosemide tablets. Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi, 11 (2), 58-62. Manca, A., Rice,N., Sculpher, M. J., and Briggs, A. 2005. Assessing generalisability by location in trialbased cost-effectiveness analysis: the use of multilevel models. Health Economics 14(5), 471–485. Martin, A., Swarbrick, J., & Cammarata, A. 1990. Farmasi Fisika, Dasar- dasar Kimia Fisik dalam Ilmu Farmasetik. Jilid 1. Edisi II. Diterjemahkan oleh Yoshita. Universitas Indonesia Jakarta. Martindale, 1982, The Extra Pharmacopeia 28th ed, London : The Pharmaceutical Press. Neha, Preeti, C., Atin, K., Rajan, P., Kumar, M. R., Santanu, M., Pardeep, K., Munsab, A., & Shamim, A. 2012. Approaches to improve the solubility and bioavailability of poorly soluble drugs and different parameter to screen them, Int. J Pharm Scie, 1(4), 171-182. Reimer, L. 1998. Scanning electron microscopy : physics of image



formation and microanalysis (Edisi 2). London : Springer. Rowe, R. C., Sheskey, P. J., and Weller, P. J., 2009, Handbook of Pharmaceutical Excipients Sixth Edition, London : Pharmaceutical Press. Shargel, L. & Yu, A. B. C. 1988. Biofarmasetika dan farmakokinetika terapan (Edisi 2), diterjemahkan oleh Fasich dan Siti Sjamsiah. Surabaya: Airlangga University Press. Shavi, GV., Kumar, AR., Usha YN., Armugam, K., Ranjan, OP., Ginjupally, K & Udupa, N 2010, Enhanced dissolution and biovaibility of gliclazide using solid dispersion techniques, Int. J. Drug Deliv, vol 2, pp 49-57. Silverstein, R.M., Bassler, G.C., Morrill, T.C., (1981). Spectrometric Identification of Organic Compounds, 4th ed., New York: John Wiley & Sons, hal. 108-120, 166170. Sweetman, S.C. (Ed). 2009. Martindale, The Complete Drug Reference (36th Ed). London: The Pharmaceutical Press. Szetjli, J.: Cyclodextrins ang their Inclusion Complexes, Akademiai Kiado, Budapest, 1982,24. Wade, A. and Paul J,W. 1994. Handbook of Pharmaceutical Excipient, (2nd Ed). London: The Pharmaceutical Press. West, A. R. 2001. Basic solid state chemistry (Edisi 2). Toronto : John Wiley & Sons.`