Karakteristik Arsitektur Kolonial Belanda Pada [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

KARAKTERISTIK ARSITEKTUR KOLONIAL BELANDA PADA BANGUNAN KANTOR POS BESAR MEDAN DAN LAWANG SEWU SEMARANG



SKRIPSI



OLEH



PRATIWI NINGTYAS 150406035



DEPARTEMEN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2019



Universitas Sumatera Utara



KARAKTERISTIK ARSITEKTUR KOLONIAL BELANDA PADA BANGUNAN KANTOR POS BESAR MEDAN DAN LAWANG SEWU SEMARANG



SKRIPSI



Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Dalam Departemen Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara



Oleh :



PRATIWI NINGTYAS 150406035



DEPARTEMEN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2019



Universitas Sumatera Utara



PERNYATAAN



KARAKTERISTIK ARSITEKTUR KOLONIAL BELANDA PADA BANGUNAN KANTOR POS BESAR MEDAN DAN LAWANG SEWU SEMARANG



SKRIPSI



Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.



Medan, 24 Juli 2019 Penulis,



(Pratiwi Ningtyas)



Universitas Sumatera Utara



Universitas Sumatera Utara



Universitas Sumatera Utara



Universitas Sumatera Utara



i



ABSTRAK



Arsitektur kolonial Belanda yang terdapat pada wilayah Nusantara Indonesia memiliki ciri karakteristik yang brasal dari arsitektur Eropa. Kantor Pos Besar Medan dan Lawang Sewu Semarang merupakan bangunan bersejarah yang memiliki nilai sejarah dan gaya arsitektur kolonial Belanda yang dinilai memiliki beberapa persamaan dan perbedaan dalam bentukan, fungsi dan perletakan. Penelitian ini mendeskripsikan tentang karakteristik arsitektur kolonial Belanda yang ada di Kantor Pos Besar Medan dan Lawang Sewu Semarang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik arsitektur kolonial Belanda kedua bangunan tersebut dengan melihat aspek fisik. Penelitian dilakukan dengan tahap pengumpulan data dengan mengamati dan mencatat kemudian mendeskripsikan hasil penelitian tersebut menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Hasil dari penelitian mengdeskripsikan tentang karakteristik arsitektur kolonial Belanda pada bangunan Kantor Pos Besar Medan dan Lawang Sewu Semarang.



Keywords : Arsitektur, Arsitektur Kolonial Belanda, Karakteristik Arsitektur Kolonial Belanda, Kantor Pos Besar Medan, Lawang Sewu Semarang.



Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara



ii



ABSTRACT



Dutch colonial architecture found in the Indonesian Archipelago region has the brasal characteristics of European architecture. Medan Great Post Office and Lawang Sewu Semarang are historic buildings that have historical value and Dutch colonial architectural style which are considered to have some similarities and differences in form, function and placement. This study describes the characteristics of Dutch colonial architecture in the Medan Post Office and Lawang Sewu Semarang. This study aims to determine the characteristics of the Dutch colonial architecture of the two buildings by looking at the physical aspects. The study was conducted with the stage of data collection by observing and taking notes and then describing the results of the study using a qualitative descriptive approach. The results of the study describe the characteristics of the Dutch colonial architecture in the Kantor Pos Besar Medan building and Lawang Sewu Semarang.



Keywords : Architecture, Dutch Colonial Architecture, Characteristics of Dutch Colonial Architecture, Medan Great Post Office, Lawang Sewu Semarang.



Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara



iii



KATA PENGANTAR



Puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah SWT atas berkah dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan penelitian ini dengan judul “Karakteristik Arsitektur Kolonial Belanda Pada Bangunan Kantor Pos Besar Medan dan Lawang Sewu Semarang”. Penelitian ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk menempuh Sarjana Teknik Program Studi Arsitektur di Universitas Sumatera Utara. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan ini masih banyak kekurangan dan masih jauh dari kata sempurna karena menyadari segala keterbatasan yang ada. Penulis berusaha untuk menghasilkan penelitian ini dengan sebaik-baiknya agar berguna bagi banyak pihak. Oleh karena itu, penulis sangat membutuhkan dukungan dan bantuan pikiran dengan bentuk kritik dan saran yang membangun. Penelitian ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak yang telah memberikan dorongan semangat dan doa kepada penulis sehingga pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1.



Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis.



2.



Kedua orang tua, ayahanda Alm.Purwadi S.T.,M.T dan Ibunda Supinah dan kepada saudara kandung saya Bandung Willy Wicaksana S.T.,M.T, Yerry Wengku Palaga S.T.,M.T dan Desi Supi Purwani A.Md serta kakak ipar saya Nur Lupita A.Md dan Yullya Hani S.T yang selalu memberikan doa, dukungan dan kasih sayang kepada penulis.



Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara



iv



3.



Bapak Ir.Novrial M.Eng selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan waktu, tenaga dan pikirannya dalam memberikan bimbingan saran, petunjuk, pengetahuan dan pengarahan selama penyusunan penelitian ini.



4.



Ibu Isnen Fitri S.T., M.Eng, dan Bapak Dr. Imam Faisal Pane S.T., IPM, selaku Dosen Penguji Studi Perencanaan Lingkungan Binaan II yang telah memberikan saran dan masukan untuk penelitian ini.



5.



Bapak dan Ibu Staf pengajar dan seluruh pegawai Departemen Teknik Arsitektur Fakultas Teknik Arsitektur Universitas Sumatera Utara.



6.



Teman seperjuangan penulis selama proses penyusunan skripsi, Natasha Shafira Jiemy dan Fahmi Ilmi Roihan.



7.



Saudara saya yang di Bogor dan Yogyakarta yaitu Tiara Elok dan Tika serta untuk semua Pakde saya yang selalu memberikan doa, dukungan dan kasih sayang kepada penulis.



8.



Buat Muhammad Yazdi Siregar dan keluarga yang telah senantiasa memberikan dukungan, semangat dan motivasi sehingga penulis mampu berjuang kembali untuk menyelesaikan skripsi ini.



9.



Buat Yalmon Supriono yang senantiasa meluangkan waktu, memberikan dukungan, semangat, motivasi, dan tenaga kepada penulis.



10.



Sahabat-sahabat saya, Masita Hanjayani, Rafika Hilmi, Uswatun Panjaitan, Andita Retnoningrum, Diandra Fakhira, Abduh, Nurul Izza, Azura Tia, Deni Saadah, Putri Ayu, dan Franssisco yang telah memberikan waktu, tenaga dan dukungan kepada penulis.



Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara



v



11.



Seluruh sahabat dan kerabat yang tidak dapat saya tuliskan satu persatu atas dukungannya yang sangat baik. Dengan selesainya laporan penelitian ini, penulis menerima saran dan



kritik yang membangun agar Tugas Akhir ini dapat lebih baik lagi. Penulis berharap penelitian ini dapat memberikan manfaat baik pada penulis pada khususnya maupun bagi semua pihak pada umumnya.



Medan, 24 Juli 2019



Pratiwi Ningtyas



Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara



vi



DAFTAR ISI



ABSTRAK .........................................................................................................



i



ABSTRACT ........................................................................................................



ii



KATA PENGANTAR ....................................................................................... iii DAFTAR ISI ...................................................................................................... vi DAFTAR TABEL ............................................................................................. ix DAFTAR GAMBAR .........................................................................................



x



BAB I PENDAHULUAN .................................................................................



1



1.1. Latar Belakang ...........................................................................................



1



1.2. Rumusan Masalah ......................................................................................



4



1.3. Tujuan Penelitian .......................................................................................



5



1.4. Manfaat Penelitian .....................................................................................



5



1.5. Batasan Penelitian ......................................................................................



6



1.6. Kerangka Berfikir ......................................................................................



7



1.7. Sistematika Penulisan ................................................................................



8



BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................... 10 2.1. Arsitektur ................................................................................................... 10 2.2. Sejarah Perkembangan Arsitektur Indonesia ............................................. 12 2.3. Arsitektur Kolonial Belanda ...................................................................... 13 2.4. Sejarah Kolonial Belanda Di Indonesia ..................................................... 15 2.5. Perkembangan Arsitektur Kolonial Belanda di Indonesia......................... 16 2.6. Periodesasi Arsitektur Kolonial Belanda ................................................... 17 2.6.1. Arsitektur Indische Empire Style (Abad 18-19) ................................. 17 2.6.2. Arsitektur Transisi (1890-1915) ......................................................... 19 2.6.3. Arsitektur Kolonial Modern (1915- 1940) ......................................... 20 2.7. Karakteristik Arsitektur Kolonial Belanda ................................................ 22 2.8. Sejarah Bangunan Kantor Pos Besar Medan ............................................. 33 2.9. Sejarah Bangunan Lawang Sewu Semarang ............................................. 35



Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara



vii



BAB III METODOLOGI PENELITIAN ....................................................... 39 3.1. Jenis Penelitian ......................................................................................... 39 3.2. Metode Pengumpulan Data........................................................................ 40 3.2.1. Studi Literatur ..................................................................................... 40 3.2.2. Observasi ............................................................................................ 41 3.2.3. Wawancara ......................................................................................... 42 3.2.4. Foto Dan Survey Visual ..................................................................... 44 3.3. Sumber Data .............................................................................................. 45 3.3.1. Sumber Data Primer ........................................................................... 45 3.3.2. Sumber Data Sekunder ....................................................................... 46 3.4. Metoda Analisa Data ................................................................................. 47 BAB IV DESKRIPSI OBJEK DAN KAWASAN PENELITIAN ............... 49 4.1. Deskripsi Objek Penelitian ........................................................................ 49 4.2. Deskripsi Bangunan Disekitaran Kantor Pos Besar Medan Dan Lawang Sewu Semarang ......................................................................................... 51 4.3. Deskripsi Transportasi Menuju Kantor Pos Besar Medan dan Lawang Sewu Semarang ................................................................................................... 52 BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN ...................................................... 54 5.1. Karakteristik Arsitektur Kolonial Belanda Pada Kantor Pos Besar Medan ........................................................................... 54 5.2. Karakteristik Kolonial Belanda Kantor Pos Besar Medan Berdasarkan Bentuk, Fungsi dan Perletakan .................................................................. 58 5.3. Karakteristik Arsitektur Kolonial Belanda Pada Lawang Sewu Semarang............................................................................ 76 5.4. Karakteristik Arsitektur Kolonial Belanda Pada Lawang Sewu Semarang Berdasarkan Bentukan, Fungsi, dan Perletakan ........................................ 82 5.5. Karakteristik Arsitektur Periode Indische Empire style (Abad 18-19) Pada Kantor Pos Besar Medan dan Lawang Sewu Semarang ............................ 102 5.6. Karakteristik Arsitektur Periode Transisi (1890-1915) Pada Kantor Pos Besar Medan dan Lawang Sewu Semarang............................................... 103 5.7. Karakteristik Arsitektur Periode Kolonial Modern (1915-1940) Pada Kantor



Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara



viii



Pos Besar Medan dan Lawang Sewu Semarang ........................................ 105 5.8. Analisis Perbedaan Karakteristik Arsitektur Kolonial Pada Kantor Pos Besar Medan dan Lawang Sewu Semarang ......................................................... 106 5.9. Analisis Persamaan Karakteristik Arsitektur Kolonial Pada Kantor Pos Besar Medan dan Lawang Sewu Semarang............................................... 113 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN........................................................... 117 6.1. Kesimpulan.............................................................................................. 117 6.2. Saran ....................................................................................................... 120 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 121



Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara



ix



DAFTAR TABEL NO



JUDUL



HALAMAN



5.1. Karakteristik Fisik Arsitektur Kolonial Belanda Di Kantor Pos Besar Medan dan Ketiga Periode di Indonesia .................................................................. 54 5.2. Karakteristik Fisik Arsitektur Kolonial Belanda Di Lawang Sewu Semarang dan Ketiga Periode di Indonesia ................................................................ 76



Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara



x



DAFTAR GAMBAR NO



JUDUL



HALAMAN



1.1. Flowchart Kerangka Berfikir .......................................................................



7



2.1. Berbagai Bentuk Gable ................................................................................ 23 2.2. Berbagai Bentuk Gevel ................................................................................ 23 2.3. Menara Atau Tower ..................................................................................... 24 2.4. Nok Acroteire atau Hiasan Puncak Atap ..................................................... 24 2.5. Berbagai Bentuk Dormer ............................................................................. 25 2.6. Berbagai Bentuk Windwijer ......................................................................... 25 2.7. Balustrade ................................................................................................... 26 2.8. Tympanum ................................................................................................ 27 2.9. Berbagai Bentuk Geveltoppen ..................................................................... 28 2.10. Ragam Hias Material Logam ..................................................................... 28 2.11. Ragam Hias Tubuh Bangunan ................................................................... 29 2.12. Cerobong Asap Semu................................................................................. 29 2.13. Berbagai RagamKolom .............................................................................. 30 2.14. Tipologi Fasad Kolonial Belanda .............................................................. 31 2.15. Entrance Dengan 2 Pintu............................................................................ 32 2.16. Cripedome ................................................................................................ 32 2.17. Tipologi Jendela ......................................................................................... 33 2.18. Arsitek Ir. Simon Snuyf ............................................................................. 34 2.19. Kantor Pos Besar Medan ............................................................................ 35 2.20. Arsitek Prof. Jacob F. Klinkhamer ............................................................. 37 2.21. Lawang Sewu Semarang ............................................................................ 38 4.1. Lokasi Bangunan Kantor Pos Besar Medan................................................. 50 4.2. Lokasi Bangunan Lawang Sewu Semarang ................................................. 50 4.3. Bangunan Disekitaran Kantor Pos Besar Medan ......................................... 51 4.4. Bangunan Disekitaran Lawang Sewu Semarang ......................................... 52 4.5. Transportasi Menuju Objek Penelitian......................................................... 53



Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara



xi



5.1. Bentukan Gable Pada Bangunan Kantor Pos Besar Medan ......................... 59 5.2. Bentukan Gevel Pada Bangunan Kantor Pos Besar Medan ......................... 60 5.3. Gevel Di Tiap Sisi Bangunan ....................................................................... 61 5.4. Tower dan Dormer Pada Bangunan Kantor Pos Besar Medan .................... 63 5.5. Tampak Atas Kantor Pos Besar Medan ....................................................... 63 5.6. Balustrade Pada Bangunan Kantor Pos Besar Medan.................................. 65 5.7. Tympanum Pada Bangunan Kantor Pos Besar Medan ................................ 66 5.8. Geveltoppen puncak pada Bangunan Kantor Pos Besar Medan .................. 67 5.9. Ragam Hias Luar Pada Bangunan Kantor Besar Medan ............................. 68 5.10. Ragam Hias Dalam Pada Bangunan Kantor Besar Medan ........................ 70 5.11. Lantai Marmer Pada Kantor Besar Medan ................................................ 70 5.12. Tampak Bangunan Pada Kantor Pos Besar Medan.................................... 71 5.13. Denah Bangunan Pada Kantor Pos Besar Medan ...................................... 72 5.14. Kolom Dalam Bangunan Pada Kantor Pos Besar Medan .......................... 73 5.15. Kolom luar Bangunan Pada Kantor Pos Besar Medan .............................. 73 5.16. Entrance Duan Daun Pintu Pada Kantor Pos Besar Medan ....................... 74 5.17. Jendela Kayu Pada Kantor Besar Medan ................................................... 75 5.18. Bentukan Gable Gedung A dan B Pada Lawang Sewu Semarang ............ 82 5.19. Bentuk Gevel Pada Lawang Sewu Semarang ............................................ 83 5.20. Tower Pada Lawang Sewu Semarang ........................................................ 84 5.21. Atap Dormer Pada Lawang Sewu Semarang ............................................. 85 5.22. Balustrade Bangunan A dan C Pada Lawang Sewu Semarang.................. 86 5.23. Tympanum Lawang Sewu Semarang......................................................... 87 5.24. Geveltoppen Dipuncak Tower Lawang Sewu Semarang........................... 88 5.25. Seniman Bernama Johannes Lourens Schouten ......................................... 89 5.26. Kaca Patri Lawang Sewu Semarang .......................................................... 90 5.27. Lantai marmer Lawang Sewu Semarang ................................................... 92 5.28. Keterangan Gedung A-D Lawang Sewu Semarang ................................... 94 5.29. Denah Gedung A Lawang Sewu Semarang ............................................... 95 5.30. Fasad Simetris Lawang Sewu Semarang ................................................... 96 5.31. Kolom-kolom Lawang Sewu Semarang .................................................... 97



Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara



xii



5.32. Dua Daun Pintu Lawang Sewu Semarang ................................................ 99 5.33. Cipredoma Lawang Sewu Semarang ......................................................... 100 5.34. Jendela Besar Berbingkai Kayu Lawang Sewu Semarang ........................ 101



Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara



1



BAB I PENDAHULUAN



1.1 Latar Belakang Arsitektur kolonial merupakan sebutan singkat untuk arsitektur yang berkembang selama masa pendudukan Belanda di Indoensia (Nusantara, 2010) dengan memiliki unsur Eropa yang masuk ke dalam komposisi penduduk sehingga menambah keanekaragaman arsitektur yang ada di Indonesia. Perkembangan asritektur kolonial di Indonesia diawali dengan datangnya penjajahan



Belanda,



Indonesia mengalami



pengaruh Occidental



(Barat)



dalam berbagai segi kehidupan. Hal tersebut antara lain dapat dilihat dalam bentuk kota dan bangunannya. Umumnya, jenis bangunan arsitektur kolonial Belanda yang tersebar di Indonesia adalah bangunan Pusat Pemerintahan, Perkantoran (Kantor Pos, Bank, Pengadilan) Stasiun, Rumah Sakit, Gereja dan sebagainya. Bangunan kolonial Belanda yang terdapat di wilayah Nusantara (Indonesia) sebagian besar memiliki karakteristik yang khas dari arsitektur kolonial Belanda dengan gaya arsitektur Eropa. Arsitektur kolonial Belanda di Indonesia yang dirancang sesuai dengan iklim setempat bergaya art-deco dengan perletakan disudut kota dapat ditemukan di wilayah Nusantara (Indonesia) salah satunya Kota Medan dan Kota Semarang. Bangunan yang terdapat di Nusantara (Indonesia) memiliki bentuk fisik dan kesamaan ciri yang ada pada karakteristik arsitektur kolonial Belanda, terutama pada jenis bangunan kantor. Beberapa



Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara



2



bangunan kantor kolonial Belanda tersebut diantaranya adalah (1) Kantor Pos Besar di Medan (2) Lawang Sewu di Semarang (3) Kantor Stasiun Percobaan (AVROS) di Medan. Munculnya bangunan kolonial Belanda di sejumlah kota wilayah Nusantara (Indonesia) memberikan dampak dan perubahan dalam aspek kehidupan terutama pada bagian bangunan dan tatanan kota Nusantara (Indonesia). Kota bersejarah dengan bangunan bergaya kolonial secara umum memiliki persamaan, yakni fakta bahwa bangunan bersejarah bergaya kolonial terbagi menjadi dua bagian. Bagian yang berasal dari penduduk lokal dan bagian yang merupakan hasil dari cipta karya pendatang orang asing, karena proses dari imposisi kota yang mereka hasilkan. Oposisi antara belahan campuran dan asing berakar pada sifat komunitas kolonial yang menekan dan karena hal ini, kota dengan bangunan kolonial sering kali dikatakan sebagai kota duality atau kota ganda (B. Adji Murtomo, 2008). Kantor Pos Besar Medan dan Lawang Sewu Semarang merupakan bangunan bersejarah yang memilki karakeristik arsitektur kolonial Belanda dengan gaya Eropa (art-deco) dan memiliki nilai sejarah tinggi pada bangunannya. Kedua bangunan dalam penelitian ini dinilai memiliki beberapa kesamaan dalam bentuk arsitekturalnya. Kantor Pos Besar Medan yang berada di sudut Jalan Balai Kota Medan dibangun pada tahun 1911 diarsiteki oleh Ir. Simon Snuyf. Beliau adalah seorang jawatan pemerintahan BOW (Burgelijke Openbare Werken) yang berasal dari Belanda. Bangunan Kantor Pos Besar Medan memiliki keunikan pada sebuah bentukan bangunannya, bangunan tersebut memiliki luas 1200 meter



Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara



3



persegi, dengan tinggi mencapai 20 meter (Backshall, Leffman, Reader, & Stedman, 2003). Sedangkan, Lawang Sewu Semarang yang berada di ujung Bodjongweng



Semarang



(Jalan



Pemuda)



bertepatan



disudut



pertemuan



Bojongwenf dan Semarang Naar Kendalweg (jalan raya menuju Kendal) juga memiliki keunikan dengan julukan seribu pintu tersebut dibangun pada tahun 1902 diarsiteki oleh Prof. Klinkhamer dan B.J.Quendag yang berasal dari Amsterdam. Kedua bangunan tersebut memiliki ciri kerakteristik arsitektur kolonial Belanda yang berfungsi sebagai Kantor merupakan salah satu bangunan bersejarah dan warisan budaya yang dilindungi. Hingga kini, bangunan Kantor Pos Besar Medan masih berdiri kokoh di Medan dan mempertahankan fungsinya hingga saat ini, dan bangunan Lawang Sewu Semarang dahulunya difungsikan sebagai kantor pusat perusahaan jawatan kereta api Hindia-Belanda yang sekarang beralih fungsi menjadi museum. Kantor Pos Besar Medan dan Lawang Sewu Semarang memiliki ciri karakteristik arsitektur kolonial Belanda dengan gaya Eropa yang dapat dilihat dari segi fisik bangunan bagian dalam maupun bagian luar. Bangunan Kantor Pos Besar dan Lawang Sewu Semarang dengan karakteristik arsitektur kolonial Belanda kini masih asli serta utuh dengan baik. Karakteristik yang dimiliki memiliki ciri-ciri karakteristik dari tiga periode yang ada di Indonesia yaitu; Indische Empire style (Abad 18-19), Arsitektur Transisi (1890-1915) dan Arsitektur Kolonial Modern (1915-1940). Dari latar belakang yang sampaikan, penelitian ini mendeskripsikan,dan memahami karakteristik arsitektur kolonial Belanda serta memahami periode



Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara



4



dalam karakteristik kolonial Belanda yang diterapkan pada bangunan Kantor Pos Besar Medan dan Lawang Sewu Semarang. Karakteristik yang ada, penting untuk ditelaah dan berguna untuk menyelamatkan identitas bangunan kolonial Belanda yang masih ada sampai saat ini di kota Nusantara, serta dapat menjadi tolak ukur pengetahuan tentang karakteristik arsitektur kolonial Belanda di Indonesia. Kajian karakteristik bangunan peninggalan kolonial Belanda dapat dimanfaatkan sebagai inspirasi perencanaan arsitektur pada masa kini dan masa mendatang dengan memahami ciri khas karakteristik arsitektur kolonial Belanda yang ada.



1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang disebutkan di atas, maka permasalahan yang akan dibahas pada penelitian ini, yaitu : 1.



Apa saja persamaan dan perbedaan karakteristik fisik arsitektural kolonial Belanda yang terdapat pada bangunan Kantor Pos Besar Medan dan Lawang Sewu Semarang?



2.



Bagaimana karakteristik fisik arsitektural kolonial Belanda yang terdapat pada Bangunan Kantor Pos Besar Medan dan Lawang Sewu Semarang?



Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara



5



1.3 Tujuan Penelitian Terkait permasalahan penelitian yang telah diuraikan, tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1.



Mengetahui persamaan dan perbedaan karakteristik fisik arsitektural kolonial Belanda yang terdapat pada bangunan Kantor Pos Besar Medan dan Lawang Sewu Semarang.



2.



Mendeskripsikan karakteristik fisik arsitektural kolonial Belanda yang terdapat pada bangunan Kantor Pos Besar Medan dan Lawang Sewu Semarang.



1.4



Manfaat Penelitian Manfaat penelitian baik bagi penulis maupun pembaca yaitu; untuk



mengetahui karakteristik arsitektur kolonial Belanda di Indonesia, khususnya pada bangunan Kantor Pos Besar Medan dan Lawang Sewu Semarang. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk memberi sumbangan positif dalam mengungkap ragam arsitektur kolonial, khususnya dalam perkembangan arsitektur di Indonesia. Hal ini juga menawarkan kontribusi yang tepat dalam penelitian untuk memahami warisan budaya demi mempertahankan karakteristik arsitektur kolonial Belanda yang terdapat di tiap daerah Indonesia. Hasil penelitian ini dapat juga memberikan manfaat kepada seluruh kalangan masyarakat baik secara teoritis maupun secara praktis. Dalam teoritis dari hasil penelitian dapat memberikan pengetahuan dan informasi kepada masyarakat luas dalam memahami dan mengatahui karakteristik arsitektur



Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara



6



kolonial Belanda terutama yang terdapat di bangunan Kantor Pos Besar Medan dan Lawang Sewu Semarang. Sedangkan manfaat praktis dari hasil penelitian ini yaitu dapat menjadi bahan pertimbangan dalam suatu desain.



1.5



Batasan Penelitian Penelitian ini terbatas, hanya berfokus pada karakteristik arsitektur



kolonial Belanda dari aspek fisik bangunan bagian luar dan dalam bangunan Kantor Pos Besar Medan dan Lawang Sewu Semarang antara lain; Geble, Gevel, Tower Atau Menara, Dormer, Cerobong Asap Semu, Tympanum, Geveltoppen, Ragam Hias Pada Tubuh Bangunan, Ragam Hias Material Logam, Denah Simetris, Fasade Simetris, Jendela Besar Berbingkai Kayu, Kolom-Kolom Berjajar, Cripedoma, Material Batu Bata dan Kayu (Tanpa Pelapis), Cripedoma, Nok Acroterie (Hiasan Puncak Atap), dan Windwijer (Petunjuk Angin).



Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara



7



1.6



Kerangka Berpikir Peneliti menyajikan kerangka berfikir untuk keteraturan langkah yang



dilakukan dari awal rumusan masalah sampai menuju kesimpulan. Kerangka berfikir dalam penelitian digambarkan dalam sebuah diagram: LATAR BELAKANG Bangunan kolonial Belanda yang terdapat di wilayah Nusantara sebagian besar memiliki karakteristik yang khas dari arsitektur kolonial Belanda. Arsitektur kolonial Belanda di Indonesia yang dirancang sesuai dengan iklim setempat dengan perletakan disudut kota ini dapat ditemukan di wilayah Nusantara (Indonesia) salah satunya kota Medan dan kota Semarang. Bangunan yang terdapat di Nusantara (Indonesia) memiliki bentuk fisik dan kesamaan ciri yang ada pada karakteristik kolonial Belanda terutama pada jenis bangunan kantor.



TUJUAN



RUMUSAN MASALAH Apa saja persamaan dan perbedaan karakteristik fisik arsitektural kolonial Belanda yang terdapat pada Bangunan Kantor Pos Besar Medan dan Lawang Sewu Semarang? Bagaimana karakteristik fisik arsitektural kolonial Belanda yang terdapat pada bangunan Kantor Pos Besar Medan dan Lawang Sewu Semarang?



Mengetahui persamaan dan perbedaan karakteristik fisik arsitektural kolonial Belanda yang terdapat pada Bangunan Kantor Pos Besar Medan dan Lawang Sewu Semarang. Mendeskripsikan karakteristik fisik arsitektural kolonial Belanda yang terdapat pada bangunan Kantor Pos Besar Medan dan Lawang Sewu Semarang.



MANFAAT Manfaat penelitian baik bagi penulis maupun pembaca yaitu; untuk mengetahui karakteristik arsitektur kolonial Belanda di Indonesia, khususnya pada bangunan Kantor Pos Besar Medan dan Lawang Sewu Semarang. Dengan demikian hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk memberi sumbangan positif dalam mengungkap ragam Arsitektur Kolonial, khususnya dalam perkembangan Arsitektur di Indonesia



TINJAUAN PUSTAKA



OBJEK PENELITIAN



ANALISA DAN PEMBAHASAN



METODE PENELITIAN Jenis penelitian deskriptif kualitatif. Pengumpulan data dengan studi literatur, wawancara, observasi dan pengambilan foto ke lapangan.



KESIMPULAN DAN SARAN Gambar 1.1 Flowchart Kerangka Berfikir (penelitian, 2019)



Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara



8



1.7



Sistematika Penulisan Rancangan sistematika penulisan secara keseluruhan pada laporan



penelitian ini terdiri dari 6 (enam) bab, uraian masing-masing bab adalah sebagai berikut: 1. Bab I Pendahuluan Bab ini berisi tentang latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan penelitian, kerangka berpikir dan sistematika penulisan. 2. Bab II Tinjauan Pustaka Bab kajian pustaka ini berisi tentang teori yang akan digunakan untuk melakukan pembahasan di bab lima. Tinjauan yang dimaksud yaitu mengenai arsitektur, arsitektur kolonial Belanda, perkembangan arsitektur kolonial Belanda, periodesasi arsitektur kolonial Belanda di indonesia, fungsi dan bentuk arsitektur, karakteristik arsitektur kolonial Belanda, bangunan bersejarah, sejarah bangunan Kantor Pos Besar Medan dan sejarah bangunan Lawang Sewu Semarang. 3. Bab III Metodologi Penelitian Merupakan bab metodelogi penelitian yang berisi langkah-langkah pelaksanaan penelitian dari cara pengambilan data, sampai dengan cara pengambilan kesimpulan dan saran. Maka penelitian akan dilakukan dengan metode deskriptif kualitatif yaitu penelitian berusaha untuk menuturkan pemecahan masalah yang ada saat ini berdasarkan data-data,



Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara



9



turut juga menyajikan data, menganalisis dan mengdeskripsikan suatu objek penelitian berdasarkan data yang ada. 4. Bab IV Deskripsi Objek Dan Kwasan Penelitian Berisi deskripsi lokasi objek penelitian, menjelaskan kedekatan bangunan terhadap sekelilingnya, dan menjelaskan transportasi untuk menuju lokasi objek penelitian. 5. Bab V Hasil Dan Pembahasan Berisi hasil dan pembahasan penelitian secara sistematis berdasarkan landasan teori dan kerangka berfikir serta metodelogi yang digunakan untuk mengkaji pokok permasalahan dan kasus studi yang diteliti. Hasil dari proses pembahasan, berupa deskripsi serta pengkajian perbandingan dan persamaan terkait fungsi, bentukan, dan perletakan berdasarkan karakteristik arsitektur kolonial Belanda pada bangunan Kantor Pos Besar Medan dan Lawang Sewu Semarang. 6. Bab VI Kesimpulan Dan Saran Bab ini berisikan kesimpulan dan saran dari hasil dan pembahasan pada Bab V.



Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara



10



BAB-II TINJAUAN PUSTAKA



2.1. Arsitektur Kata arsitektur dalam bahasa Yunani yaitu ’archi’ yang berarti kepala, ketua dan tecton yang berarti tukang, sehingga architecton berarti kepala tukang, merujuk kepada profesi, kemahiran dan keahlian menukang dalam hal bangunan. Pekerjaan merancang dengan memperhitungkan segala sesuatu yang berhubungan dengan rancang bangun, sehingga menjadikan arsitektur sebagi ilmu pengetahuan yang menggabungkan seni dan teknologi. Arsitektur adalah sebagai benda, konsep, pola dan wujudnya adalah interprestasi dan simbol-simbol emosi yang dapat ditemukan di dalam pikiran manusia yang memberikan tanggapan terhadap arsitektur (Prof. Ir. Eko Budihardjo, 1997). Arsitektur adalah cerminan dari kebudayaan, oleh karena itu, dari sebuah karya arsitektur, kita dapat mengetahui latar belakang budaya satu bangsa, (Hidayatun, 2005) Arsitektur adalah hasil proses perancangan dan pembangunan seseorang atau sekelompok orang dalam rangka memenuhi kebutuhan ruang untuk melaksanakan kegiatan tertentu. Arsitektur juga berarti seni bangunan, ilmu yang mempelajari tentang bangunan lebih (Mangun Wijaya, 1992). Arsitektur dalam bahasa jawa kuno adalah Wastuwidya (vastu-wastu = bangunan, vidia-widia = ilmu). Pengertian yang lebih luas dan menyeluruh jika dibandingkan dengan



Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara



11



kata-kata Yunani Archtectonicas (seni bangunan) yang berarti pembangunan utama atau ahli pembangunan. Arsitektur merupakan wujud aktivitas ’desain’ yang cukup tua sejalan dengan peradaban manusia itu sendiri. Sejak surutnya masa kejayaan kebudayaan Hindu dan Islam di Indonesia, pada masa kolonial awal pembangunan perumahan dan kawasan hunian memiliki kecenderungan mengadopsi kebudayaan arsitektur yang ada di Eropa (Hersanti, 2008). Menurut Wardani (2009) Arsitektur selalu berkembang sejajar dengan perkembangan kota, walau periodisasi perkembangannya tidak selalu sama. Hal ini dimungkinkan karena perkembangan arsitektur mempunyai gaya atau style tersendiri yang tidak selalu sama dengan perkembangan kota. Perkembangan arsitektur sejalan dengan perkembangan perbedaan manusia dari periode ke periode berikutnya. Dimana manusia membutuhkan ruang sebagai wadah kegiatan hidup dengan aman, nyaman, bermanfaat, dan dapat memberikan kenikmatan, dan rasa kebahagiaan. Beberapa pendapat diatas tentang arsitektur, maka dapat disimpulkan bahwa arsitektur adalah suatu teknik merancang dan merencanakan ruang sebagai wadah aktifitas kehidupan manusia yang nyaman dan memberikan rasa aman serta kebahagiaan pada waktu dan periode tertentu.



Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara



12



2.2. Sejarah Perkembangan Arsitektur Indonesia Perkembangan kebudayaan erat kaitannya dengan sejarah kebangasaan secara umum periodesasi sejarah budaya Indonesia dibagi atas tiga bagian besar yaitu Zaman Hindu-Budha, Zaman Islamisasi dan Zaman Modern, dengan proses oksidentalisasi. Perkembangan arsitektur mulai dari masa prasejarah akhir yang ditandai dengan ditemukannya kubur batu di Pasemah, Gunung Kidul dan Bondowoso. Kemudian situs-situs megalitikum punden perundak di Leuwilang, Matesih, Pasirangin. Sebagaimana



diketahui



bahwa



sejarah



budaya



yang



melahirkan



peningggalan budaya termasuk arsitektur sejalan dengan periodisasi tersebut diatas maka dapat dikategorikan sebagai arsitektur percandian, arsitektur selama peradapan Islam (bisa termasuk arsitektur lokal atau tradisonal, dan pra modern) dan arsitektur modern (termasuk arsitektur kolonial dan pasca kolonial). Keberadaan arsitektur lokal yang identik dengan bangunan panggung berstruktur kayu telah ada sebelum atau bersamaan dengan pembangunan candi-candi. Hal ini, ditunjukkan dari berbagai keterangan pada relief candi-candi dimana terdapat informasi tentang arsitektur lokal atau tradisonal (Isnen Fitri, 2006).



Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara



13



2.3. Arsitektur Kolonial Belanda Pada masa penjajahan Belanda, Indonesia mengalami pengaruh Occidental (Barat) dalam berbagai segi kehidupan termasuk dalam tata kota dan bangunan. Para pengelola kota dan arsitek Belanda banyak menerapkan konsep lokal atau tradisional dalam perencanaan dan pengembangan kota, permukiman dan bangunan-bangunan (Wardani, 2009). Arsitektur kolonial Belanda lebih banyak mengadopsi gaya neo-klasik, yakni gaya yang berorientasi pada gaya arsitektur klasik Yunani dan Romawi. Ciri menonjol terletak pada bentuk dasar bangunan dengan trap-trap tangga naik (cripedoma). Kolom-kolom dorik, ionik dan corinthian dengan berbagai bentuk ornamen pada kapitalnya. Bentuk pedimen, yakni bentuk segi tiga berisi relif mitos Yunani atau Romawi di atas deretan kolom. Bentuk-bentuk tympanum (konstruksi dinding berbentuk segitiga atau setengah lingkaran) diletakkan di atas pintu dan jendela berfungsi sebagai hiasan. Arsitektur kolonial Belanda merupakan arsitektur yang memadukan antara budaya Barat dan Timur. Arsitektur ini hadir melalui karya arsitek Belanda dan diperuntukkan bagi bangsa Belanda yang tinggal di Indonesia, pada masa sebelum kemerdekaan. Arsitektur yang hadir pada awal masa setelah kemerdekaan sedikit banyak dipengaruhi oleh arsitektur kolonial, disamping itu juga adanya pengaruh dari keinginan para arsitek untuk berbeda dari arsitektur kolonial yang sudah ada (Safeyah, 2006). Arsitektur kolonial Belanda merupakan arsitektur yang memadukan antara budaya Barat dan Timur. Arsitektur ini hadir melalui karya arsitek Belanda dan



Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara



14



diperuntukan bagi bangsa Belanda yang tinggal di Indonesia pada masa sebelum kemerdekaan (Safeyah, 2006). Arsitektur klonial Belanda adalah gaya desain yang cukup popular di Netherland tahun 1624-1820. Ciri-cirinya yakni (1) fasade simetris, (2) material dari batu bata atau kayu tanpa pelapis, (3) entrance mempunyai dua daun pintu, (4) pintu masuk terletak di samping bangunan, (5) denah simetris, (6) jendela besar berbingkai kayu, (7) terdapat dormer (bukaan pada atap) (Wardani, 2009). Arsitektur kolonial Belanda adalah arsitektur cangkokan dari negeri induknya Eropa kedaerah jajahannya, arsitektur kolonial Belanda adalah arsitektur Belanda yang dikembangkan di Indonesia, selama Indonesia masih dalam kekuasaan Belanda sekitar awal abad 17 sampai tahun 1942 (Soekiman,2011). Menurut Wardani (2009) arsitektur kolonial adanya pencampuran budaya, membuat arsitektur kolonial di Indonesia menjadi fenomena budaya yang unik. Arsitektur kolonial di berbagai tempat di Indonesia apabila diteliti lebih jauh, mempunyai perbedaan-perbedaan dan ciri tersendiri antara tempat yang satu dengan yang lain. Beberapa pendapat mengenai arsitektur kolonial Belanda, maka dapat disimpulkan bahwa arsitektur kolonial Belanda merupakan bangunan peninggalan pemerintah Belanda dan bagian kebudayaan bangsa Indonesia yang merupakan aset besar dalam perjalanan sejarah bangsa.



Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara



15



2.4. Sejarah Kolonial Belanda Di Indonesia Kolonial di wilayah Indonesia didahului oleh kemunduran dari pengaruh Majapahit



yang



berhasil



mempersekutukan



Nusantara.



Diawali



dengan



perdagangan bilateral yang dilakukan oleh persekutuan dagang Hindia Timur atau Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC) kemudian ekspansi ke penguasaan perdagangan dan wilayah. Sebelumnya ekspansi Portugis yang dipimpin oleh Alfonso De Albuquerque masuk melalui pendudukan yang dimulai di Malaka pada tahun 1511, setelah Malaka ditaklukkan oleh Postugis, sasaran berikutnya adalah kepulauan Maluku yang berpusat dikepulauan Banda dan Ternate dengan maksud menguasai perdagangan rempah yang sangat menguntungkan di Asia. Dimulai dari perhubungan dagang dengan masyarakat setempat, Portugis dan perusahaan Belanda yang dikenal sebagai VOC lalu kemudian meluas pada bangunan kerjasama dengan raja-raja karena pada masa itu umumnya pemerintahan Indonesia berbentuk karajaan. Sehingga pada saat itu raja-raja takhluk dan tunduk dengan pemerintahan kolonial yang disebut dengan pemerintahan Hindia Belanda. Untuk mengukuhkan penguasaan perdagangan rempah di Nusantara,VOC mendirikan pos-pos dagang yang terdiri dari gudang, penginapan bagi pedagang utama dan pegawainya di berbagai kota di wilayah Nusantara seperti Maluku, Banda, Batavia dan Makasar. Namun hubungan yang bergejolak dengan penduduk asli dan saingan Eropa, memerlukan pertahanan dan tingkat kelengkapan bagi pos dagang tersebut, sehingga akhirnya VOC membangun benteng-benteng dibeberapa dikota dagang tersebut. Setelah VOC memindahkan



Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara



16



pusat perdagangan di Batavia maka baru pertama dimulainya arsitektur kolonial menjadi kenyataan dengan didirikannya “Fort Batavia” yang kemudian berkembang pulau kota Batavia sebagai merupakan cikal kota Jakarta sekarang ini.



2.5. Perkembangan Arsitektur Kolonial Belanda di Indonesia Sejarah mencatat, bahwa bangsa Eropa yang pertama kali datang ke Indonesia adalah Portugis, yang kemudian diikuti oleh Spanyol, Inggris dan Belanda. Pada mulanya kedatangan mereka dengan maksud berdagang. Mereka membangun rumah dan pemukimannya di beberapa kota di Indonesia yang biasanya terletak dekat dengan pelabuhan. Dinding bangunan terbuat dari kayu dan papan dengan penutup atap ijuk. Namun karena sering terjadi konflik mulailah dibangun benteng. Hampir di setiap kota besar di Indonesia. Dalam benteng tersebut, mulailah bangsa Eropa membangun beberapa bangunan dari bahan batu bata. Batu bata dan para tukang didatangkan dari negara Eropa. Mereka membangun banyak rumah, gereja dan bangunan-bangunan umum lainnya dengan bentuk tata kota dan arsitektur yang sama persis dengan negara asal mereka. Dari era ini pulalah mulai berkembang arsitektur kolonial Belanda di Indonesia. Setelah memiliki pengalaman yang cukup dalam membangun rumah dan bangunan di daerah tropis lembab, maka mereka mulai memodifikasi bangunan mereka dengan bentuk-bentuk yang lebih tepat dan dapat meningkatkan kenyamanan di dalam bangunan.



Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara



17



2.6. Periodesasi Arsitektur Kolonial Belanda Perkembangan



Arsitektur



Kolonial



Belanda



di



Indonesia



dalam



perkembangannya menurut Handinoto (2012) terbagi menjadi tiga periode yaitu; Indische Empire style (Abad 18-19); Arsitektur Transisi (1890-1915) dan Arsitektur Kolonial modern (1915-1940), dapat dijelaskan sebagai berikut:



2.6.1 Arsitektur Indische Empire Style (Abad 18-19) Pemerintah Belanda mengambil alih Hindia Belanda dari VOC. Setelah pemerintahaan tahun 1811-1815 wilayah Hindia Belanda sepenuhnya dikuasai oleh Belanda. Pada tahun 1865 oleh karena jarak yang jauh dan komunikasi yang sulit dengan pemerintahan Belanda sehingga perkembangan kemajuan arsitektur modern di Belanda tidak sampai gemanya ke Indonesia. Pada saat itu, di Hindia Belanda terbentuk gaya arsitektur tersendiri yang dipelopori oleh Gubernur Jendral Hw yang dikenal dengan the Empire Syle,atau The Ducth Colonial Villa. Indische Empire Style adalah suatu gaya arsitektur kolonial yang berkembng pada abad 18-19, sebelum terjadinya “westernasi” pada kota-kota di Indonesia di awal abad ke-20. Pada mulanya gaya arsitektur tersebut muncul di daerah pinggiran kota Batavia (Jakarta) sekitar pertengahan abad-17, tapi kemudian berkembang di daerah urban, dimana banyak terdapat penduduk Eropa. Munculnya gaya arsitektur tersebut adalah sebagai akibat suatu kebudayaan yang disebut sebagai “ Indische Culture”, yang berkembang di Hindia Belanda sampaiakhir abad ke-19.



Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara



18



Arsitektur Indische Empire style di Indonesia menurut Handinoto (2008), diperkenalkan oleh Herman Willen Daendels saat dia bertugas sebagai Gubernur Jendral Hindia Belanda (1808-1811). Indische Empire Style (gaya Imperial) adalah suatu arsitektur yang berkembang pada pertengahan abad ke-18 sampai akhir abad ke-19. Arsitektur Indische Empire Style pada mulanya muncul di daerah pinggiran kota Batavia (Jakarta), munculnya gaya tersebut sebagai akibat dari suatu kebudayaan Indische Culture yang berkembang di Hindia Belanda. Indische secara harfiah berarti “Indies” atau Hindia. Kebudayaan Indische adalah percampuran kebudayaan Eropa, Indonesia dan sedikit kebudayaan dari orang China peranakan. Handinoto (2012) mengungkapkan karakteristik arsitektur Indische Empire Style antara lain; Denahnya berbentuk simetris, ditengah terdapat “central room” yang terdiri dari kamar tidur utama dan kamar tidur lainnya. “central room” tersebut berhubungan langsung dengan teras depan dan teras belakang (voor galeri dan achter galeri). Teras tersebut biasanya sangat luas dan diujungnya terdapat barisan kolom yang bergaya Yunani (Doric, Ionic, Corinthian). Dapur, kamar mandi atau WC, gudang dan daerah service lainnya merupakan bagian yang terpisah dari bangunan utama dan letaknya ada dibagian belakang. Kadangkadang disamping bangunan utama terdapat paviliun yang digunakan sebagai kamar tidur tamu. Kalau rumah tersebut berskala besar biasanya terletak pada sebidang tanah yang luas dengan kebun di depan, samping dan belakang. Bangunan Indische Empire Style memiliki tembok yang tebal, langit-langit tinggi, terdapat gevel dan tower diatas dan lantai berbahan marmer.



Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara



19



Arsitektur Indische Empire Style (Abad 18-19) menurut Handinoto (2006), memiliki karakter konstruksi atap perisai dengan penutup atap genteng, bahan bangunan konstruksi utamanya adalah batu bata (baik kolom maupun tembok), pemakaian kayu terutama pada kuda-kudanya, kusen maupun pintunya kayu dan pemakaian bahan kaca belum banyak dipakai.



2.6.2. Arsitektur Transisi (1890-1915) Peralihan abad 19-20 di Hindia Belanda dipenuhi oleh banyak perubahan masyarakat. Modernisasi dengan penemuan baru dalam bidang teknologi dan perubahan sosial akibat dari kebijakan politik pemerintah kolonial waktu itu juga mengakibatkan perubahan bentuk dan gaya dalam bidang arsitektur. Perubahan gaya arsitektur pada jaman transisi atau peralihan dari gaya arsitektur “Indische Empire” (abad 18-19) menuju arsitektur “Kolonial Modern” (setelah 1915) sering terlupakan karena waktu yang relative singkat (1890-1915). Hal yang sama terjadi pada arsitektur di Indonesia setelah kemerdekaan, antara tahun 1950-an sampai 1960-an, timbul bentuk atau gaya yang disebut “arsitektur jengki” yang relative kurang dikenal dalam perjalanan arsitektur Indonesia setelah kemerdekaan. Sebelum munculnya gaya arsitektur yang sering disebut sebagai “kolonial modern” sesudah tahun 1915, terdapat apa yang disebut sebagai gaya arsitektur transisi. Gaya arsitektur transisi ini sering luput dari penglihatan sejarawan arsitektur. Bahkan sering digolongkan sebagai arsitektur kolonial modern. Pada umumnya arsitektur transisi mempunyai bentukkan denah yang hampir mirip dengan arsitektur “Indische Empire”. Ciri-ciri seperti adanya teras depan dan teras



Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara



20



belakang serta ruang utama. Masing terdapat bangunan samping yang sering disebut “paviliun”. Arsitektur transisi ini sudah tidak tampak kolom-kolom atau pilar dengan daya Yunani yang menjadi ciri khas gaya “Indische Empire” (Handinoto, 2010). Arsitektur transisi mengunakan adanya gevel-gevel pada arsitektur Belanda yang terletak ditepi sungai muncul kembali, ada usaha untuk memberikan kesan romantis pada tampak dan ada usaha untuk membuat menara (tower). Atap pelana dan perisai dengan penutup genteng masih banyak dipakai dan ada usaha untuk memakai konstruksi tambahan sebagai ventilasi pada atap (dormer). Menurut Handinoto (2006), karakter arsitektur transisi memiliki konstruksi atap pelana dan perisai, penutup atap genteng, pemakaian ventilasi pada atap (dormer), bentuk atap tinggi, penggunaan bentuk lengkung, kolom order yunani sudah mulai ditinggalkan, kolom-kolom sudah memakai kayu dan beton, dinding pemikul, Bahan bangunan utama bata dan kayu dan pemakaian kaca (terutama pada jendela) masih sangat terbatas.



2.6.3. Arsitektur Kolonial Modern (1915- 1940) Gerakan pembaharuan dalam arsitektur baik di tingkat nasional maupun internasional. Hal ini mempengaruhi arsitektur kolonial Belanda di Indonesia. Pada awal abad 20, arsitek-arsitek yang baru datang dari luar negeri Belanda memunculkan pendekatann untuk rangcangan arsitektur di Hindia Belanda. Aliran baru ini, semula masih memegang unsur-unsur mendasar bentuk klasik, memasukkan unsur-unsur yang terutama dirancang untuk mengantisipasi matahari



Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara



21



hujan tropik lebat. Selain unsur-unsur arsitektur tropis, juga memasukkan unsur-unsur arsitektur tradisional (asli) Indonesia. Menurut Handinoto (1993), arsitektur modern merupakan sebuah protes yang dilontarkan oleh Arsitek-arsitek Belanda sesudah tahun 1900 atas Empire Style. Arsitek Belanda yang berpendidikan akademis mulai berdatangan ke Hindia Belanda, mereka mendapatkan suatu gaya arsitektur yang cukup asing, karena arsitektur Empire Style yang berkembang di Perancis tidak mendapatkan sambutan di Belanda. Arsitektur kolonial modern memiliki karakteristik denah lebih bervariasi, sesuai dengan anjuran kreatifitas dalam arsitektur modern. Bentuk simetri banyak dihindari, pemakaian teras keliling bangunan sudah tidak dipakai lagi, sebagai gantinya sering dipakai elemen penahan sinar. Berusaha untuk menghilangkan kesan tampak arsitektur gaya “Indische Empire” (tampak tidak simetri lagi), tampak bangunan lebih mencerminkan “Form Follow Function” atau “Clean Design”. Bentuk atap masih didominasi oleh atap pelana atau perisai, dengan bahan penutup genteng atau sirap. Sebagian bangunan dengan konstruksi beton, memakai atap datar dari bahan beton yang belum pernah ada pada jaman sebelumnya. Karakteristik Bangunan Kolonial Belanda di Indonesia memiliki karakteristikyang berbeda-beda, perbedaan karakteristikpada bangunan dapat kita lihat berdasarkan gaya arsitektur pada bangunan tersebut. Karakteristik arsitektur kolonial Moderen (1915-1940) menurut Handinoto (2006), antara lain; menggunakan atap datar dari bahan beton, pemakaian gevel, sudah mulai memakai bahan kaca dalam jumlah yang besar, penggunaan warna



Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara



22



putih yang dominan, dinding hanya berfungsi sebagai penutup dan penggunaan kaca (terutama pada jendela) yang cukup lebar.



2.7. Karakteristik Arsitektur Kolonial Belanda Karakteristik menurut Adenan (2012), dapat diartikan sebagai salah satu atribut atau fitur yang membentuk dan membedakan sebuah individu. Karakteristik dapat dipahami sebagai satu atau sejumlah ciri khas yang terdapat pada individu atau kelompok tertentu yang dapat digunakan untuk membedakan individu atau kelompok tersebut dari individu atau kelompok lainnya. Menurut Fajarwati (2011), karakteristik dari sebuah objek arsitektur merupakan keberagaman atau kekhasan yang tersusun menjadi ciri-ciri objek arsitektural atau susunan elemen dasar yang terangkai sehingga membuat objek tersebut mempunyai kualitas atau kekhasan yang membedakan dengan objek lain. Menururt Isnen Fitri (2006) secara umum, ciri dan karakteristik arsitektur kolonial di Indonesia yaitu: (1) menggunakan gevel (gable) pada tampak bangunan. Bentuk gable bervariasi seperti curvilinear gable, stepped gable gambrel gable, pediment (dengan entablure). (2) penggunaan tower pada bangunan, bentuknya bermacam-macam ada yang bulat, segiempat ramping, dan ada yang dikombinasikan dengan gevel depan. (3) penggunaan dormer. (4) penyesuaian bangunan terhadap iklim tropis basah, ventilasi yang lebar dan tinggi, membuat serambi sepanjang bangunan sebagai antisipasi dari hujan dan sinar matahari.



Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara



23



Sebagai arsitektur kolonial Belanda di Indonesia ini memiliki karakteristik tertentu yang membedakannya dari arsitektur lainnya di Indonesia. Karakteristik bangunan kolonial ini dapat terlihat secara fisik dan non fisik. Krakteristik fisik dapat terlihat dari fasad bangunan, material, dan pembentukan bangunannya (lantai, dinding, dan atap), serta ragam hias dari bangunan tersebut. Berikut merupakan beberapa karakteristik fisik yang dapat dilihat dari beberapa karakteristik yang digunakan pada bangunan kolonial (Wardani, 2009 dan Handinoto 1996).



I.



Gable dan Gavel Gable dan gevel bagian bentukan segitiga, vertical ujung atas dari



bangunan yang atapnya pelana (dua sisi miring), setengah lingkaran dan persegi. Gable dan Gevel ini biasa terletak di atas atap bangunan dan akan terlihat ditampak bangunan. Gable dan Gevel berfungsi sebagai ventilasi masuknya udara kedalam ruangan.



Gambar 2.1.



Gambar 2.2.



Berbagai Bentuk Gable (Handinoto 1996)



Berbagai Bentuk Gevel (Handinoto 1996)



Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara



24



II.



Tower atau Menara Tower merupakan ujung dari sebuah bangunan dari atap bangunan yang



memiliki bentuk yang sangat beragam, mulai dari bentuk kotak segi empat, segi enam, bulat, hingga bentuk-bentuk geometris lainnya, dan beberapa di antara memadukannya dengan gevel didepan. Tower atau menara biasanya berfungsi sebagai penanda pintu masuk bagian depan bangunan dan tempatnya di paling atas .



Gambar 2.3. Menara Atau Tower (Handinoto 1996)



III. Nok Acroteire atau Hiasan Puncak Atap Nok merupakan hiasan puncak atap terletak di atas atap yang biasanya digunakan sebagai penghias atap rumah-rumah para petani terbuat dari daun alang-alang (Stroo). Kemudian di negara Belanda hiasan ini dibuat menggunakan bahan semen.



Gambar 2.4. Nok Acroteire atau Hiasan Puncak Atap (Soekiman, 2000)



Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara



25



IV. Dormer Dormer merupakan atap dengan luas langit-langit cukup besar dengan bentukkan yang menjulang tinggi keatas dan besar. Dormer dipadukan dengan adanya gable diatasnya memiliki fungsi untuk penghawaan dan pencahayaan pada bangunan serta sebagai penanda tempat masuk bangunan.



Gambar 2.5. Berbagai Bentuk Dormer (Handinoto, 1996)



V.



Windwijer atau Petunjuk Angin Petunjuk arah terletak di atas tower atau atap yang berfungsi sebagai



petunjuk arah angin, biasanya diletakkan diatas nok dandapat berputar mengikuti arah angin.



Gambar 2.6. Berbagai Bentuk Windwijer (Soekiman, 2000)



Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara



26



VI. Balustrade Balustrade merupakan susuan dari balok horizontal, dibagi kedalam tiga bagian sebagai hiasan dari bawah keatas; architrave, frieze, dan cornice. Ukuran dan porporsi berbeda dari setiap aliran yang ada (dorik, ionic, korintein). Balustrade biasa terletak dibagian depan pintu sebagai teras dan memiliki fungsi sebagai pagar pembatas balkon, ataupun dek bangunan. Balustrade biasanya terbuat dari beton cor ataupun dari bahan metal.



Gambar 2.7. Balustrade (Yulianto Sumalyo, 2003)



VII. Tympanum Tympanum merupakan bagian dari bentuk geometri dan hiasan (dekorasi) yang berbentuk segitiga (kadang juga setengah lingkaran) diatas pintu, jendela atau portico di Indonesia banyak digunakan pada bagian atas portico, bentukan atap, serta diatas pintu dan jendela. Tympanum juga sebagai lambang dari masa pra-kristen • Diwujudkan pohon hayat, kepala kuda, roda matahari, Masa



Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara



27



Kristenan • Lambang gambar salib, gambar hati, jangkar, Lambang Roma Katholik • Miskelk dan hostie.



Gambar 2.8. Tympanum (Handinoto, 1996)



VIII. Geveltoppen Geveltoppen merupakan hiasan kemuncak tampak depan terletak dipuncak gevel atau tower. Hiasan yang dipatahkan seringkali berupa huruf yang distilisasi sehingga menjadi motif ragam hias. Bentuk segitiga pada bagian depan rumah disebut voorschot, yang dihias dengan papan kayu yang dipasang vertikal yang dipergunakan sampai abad ke-19, memiliki arti simbolik antara lain : • Lambang Manrune, mengandung arti kesuburan, digambarkan dengan huruf “M” atau bunga tulip atau leli. • Oelebord/uilebord/oelenbret, berupa papan kayu berukir. • Hiasan berupa Makelaar, yaitu papan kayu berukir, panjang 2m, ditempel secara vertikal, diwujudkan seperti pohon palem, orang berdiri, dan sebagainya.



Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara



28



Gambar 2.9. Berbagai Bentuk Geveltoppen (Soekiman, 2000)



IX. Ragam Hias Material Logam Hiasan logam yang melengkapi bangunan rumah dari bahan besi seperti pagar serambi (stoep), penyangga atap pada bagian depan rumah (kerbil), penunjuk arah mata angin, lampu taman, lampu ruangan, dan kursi kebun. Berfungsi sebagai hiasan pada bangunan.



.



Gambar 2.10. Ragam Hias Material Logam (Soekiman, 2000)



X.



Ragam Hias Pada Tubuh Bangunan Ragam hiasan biasanya berupa lubang angin di atas pintu atau jendela



(bovenlicht). Serta hiasan ornament pada dinding bangunan. Berikut beberapa hiasan pada tubuh bangunan;• Adanya ornamen ikal-ikal sulur tumbuhan berakhir membentuk lambing Aries ram yaitu kambing bertanduk. • Kolom Doric, Ionic, Korinthia, Komposit. • Gaya Doric, sesuai dengan watak dan jiwa bangsa Doria



Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara



29



yang berjiwa militer, cocok sebagai hiasan bangunan pemerintahan atau penguasa. • Gaya Ionic, bangsa Ionia menyukai keindahan dan keserasian. • Gaya Korinthia, menunjukkan kekayaan, kemakmurandan kemewahan. • Komposit, merupakan perpaduan antara Ionic dan Korinthia



Gambar 2.11. Ragam Hias Tubuh Bangunan (Handinoto, 1996)



XI. Cerobong Asap Semu Cerobong merupakan hiasan atau salurana asap yang menjulang tinggi yang terletak dibagian atas atap. Di Belanda, digantikan dengan cerobong asap semu yang berukuran pendek atau diwujudkan hiasan batu berukir ragam hias bunga.



Gambar 2.12. Cerobong Asap Semu (Handinoto, 1996)



Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara



30



XII. Material Dari Batu Bata dan Kayu (tanpa Pelapis) Penggunaan material batu bata dan kayu (tanpa pelapis) biasanya digunakan pada bangunan kolonial Belanda. Material yang digunakan sesuai dengan karakter dan material lokal yang terdapat di daerah Indonesia.



XIII. Denah Simetris Bentukan simetris pada bangunan kolonial Belanda menggunakan susunan dua jalur kolom (ruang) dengan koridor di tengah bangunan, sehingga terbentuk garis simetri bangunannya. Penataan ini sesuai dengan studi yang menunjukkan mengenai pola simetris bangunan kolonial. Aspek simetris pada bangunan dapat dilihat secara sebagian, dalam arti simetris pada unit ruang. Aspek simetris dapat terlihat pada tatanan fasad, yang terdiri atas penataan pintu dan jendela utama.



XIV. Kolom-Kolom Berjajar Karakteristik kolonial Belanda memiliki kolom-kolom yang berderet dibagian fasad serta sebagian kolom menerapkan perkembangan dari gaya klasik di Eropa( Doric, Ionic, Corinthian). Kolom tersebut berfungsi sebagai penopang beban atas bangunan agar tidak memberikan beban terhadap dinding.



Gambar 2.13. Berbagai Ragam Kolom (Soekiman, 2000)



Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara



31



XV. Fasad Simetris Fasad bangunan memiliki komposisi yang simetris dengan perulangan yang seimbang serta bentuk yang terpusat menurut skala, wujud dan perketakkan unsur-unsur fasad bangunan seperti pada kolom, jendela, serta tower dan memiliki nilai yang tinggi pada entrance sebagai komposisi yang dominan pada fasad bangunan.



Gambar 2.14. Tipologi Fasad Kolonial Belanda (Handinoto, 1996)



XVI. Entrance Mempunyai 2 Daun Pintu Penggunaan entrance utama bangunan kolonial biasanya menggunakan pintu dengan 2 daun pintu. Sedangkan pintu lain didalam ruangan menggunakan pintu dengan 1 daun pintu. Serta tipe rumah Kolonial memiliki ciri-ciri pintu rumah telah bergeser ke pinggir.



Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara



32



Gambar 2.15. Entrance Dengan 2 Pintu (Penelitian, 2019)



XVII. Cripedoma Cripredome merupakan trap-trap anak tangga untuk naik menuju bangunan (untuk masuk kebangunan melewati beberapa tingkat tangga). Trap ini terletak di bagian depan pintu masuk atau entrance.



Gambar 2.16. Cripedoma (Penelitian, 2019)



XVIII. Jendela Berbingkai Kayu Bangunan kolonial belanda identic dengan jendela-jendela besar dengan bingkai kayu. Terdapat 3 tipe bentuk jendela yaitu jendela tunggal dengan bukaan



Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara



33



satu arah, jendela rangkap ganda yaitu jendela dengan dua rangkap (kayu diluar, kaca didalam), dan jendela ganda yaitu jendela dengan dua bukaan keluar.



Gambar 2.17. Tipologi Jendela (Handinoto, 1996)



2.8. Sejarah Bangunan Kantor Pos Besar Medan Pada tahun 1800-an kota Medan semakin berkembang pesat sejak Perkebunan menjadi usaha utama di Tanah Deli. Nienhuys adalah pemimpin perusahaan perkebunan dari Belanda di Medan, dengan memproduksi tembakau Deli yang kualitasnya kemudian terkenal ke seluruh Eropa. Tembakau tersebutla yang kemudian mengangkat nama Medan dan membawanya ke arah pembangunan yang lebih maju. Pengusaha-pengusaha tembakau lain dari Eropa banyak bekerjasama dengan Kesultanan Deli untuk membangun perusahaan. Mereka menyewa lahan untuk membangun perusahaan-perusahaan yang mendukung operasional perdagangan. Perkembangan bisnis tembakau kemudian diikuti oleh pembangunan sejumlah infrastruktur, seperti jalur kereta api dan kantor pelayanan umum. Hal tersebut dilakukan untuk mengoptimal operasional usaha perkebunan tembakau. Salah satu dampak dari kemajuan perusahaan tembakau adalah pembangunan Kantor Pos Besar Medan. Kantor Pos Besar



Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara



34



Medan merupakan bangunan bersejarah yang hingga kini masih berdiri kokoh di kota medan. Letaknya berada di persimpangan jalan balai kota tepatnya menghadap ke Lapangan Merdeka Medan yang dulunya disebut “esplanade”.



Gambar 2.18. Arsitek Ir. Simon Snuyf (Wikipedia)



Bangunan Kantor Pos Besar merupakan bangunan bersejarah dan warisan budaya Kota Medan yang dilindungi dalam Perda Kota Medan No.2 Tahun 2012 ini dibangun pada tahun 1909-1911 oleh seorang arsitek bernama Ir. Simon Snuyf yang dulu merupakan Direktur Jawatan Pekerjaan Umum Belanda untuk Indonesia pada masa pemerintahan Belanda. Bangunan megah yang berdiri disudut Lapangan Merdeka bergaya art-deco memiliki luas bangunan 1200 M² dengan tinggi 20 meter, Panjang 60 meter dan Lebar 20 meter. Bangunan tersebut dibangun sebagai fungsi kantor pos dari awal berdirinya hingga saat ini. Diatas bangunan bertuliskan ANNO 1911 yang menjadi salah satu bukti tahun



Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara



35



dibangunnya Kantor Pos Besar Medan. Bangunan tersebut merupakan proyek besar pertama dilakukan oleh Ir.Simon Snuyf. Bangunan bersejarah tersebut memiliki aspek historis yang kental terutama dari segi bentuk arsitektur bangunannya yang sangat unik dan nampak sekali sudah sangat lama dan berbeda dengan bangunan-bangunan modern yang berada disekelilingnya.



Gambar 2.19. Kantor Pos Besar Medan (Penelitian, 2019)



2.9. Sejarah Bangunan Lawang Sewu Semarang Semarang merupakan salah satu kota di Indonesia yang kaya akan bangunan berjarah. Menurut surat keputusan pemerintah kota Semarang no 646/50/tahun 1992, terdapat 101 bangunan bersejarah yang dilindungi di wilayah kotamadya dati II Semarang. Salah satunya bangunan bersejarah yang dilindungi oleh surat keputusan ini adalah Lawang Sewu. Lawang sewu adalah bangunan peninggalan Belanda yang terletak di sudut kawasan Tugu Muda, Kota Semarang. Nama Lawang Sewu Merupakan gedung berpintu banyak, julukan tersebut merupakan dalam Bahasa Jawa yang diberikan



Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara



36



masyarakat Semarang sejak puluhan tahun lalu. Lawang artinya pintu, dan Sewu artinya seribu. Karena sulit dihitung maka jumlahnya dianggap seribu. Gedung ini dibangun oleh NIS di Semarang pada tahun 1904 dan diresmikan pada tahun 1907 sebagai kantor pusat administrasi kereta api di Jawa Tengah atau Het Hoofdkantoopvan Nederlandsch Indische Spoorweg Maatschapij yaitu kantor pusat administrasi NIS pada tahun 1862 dan perusahaan kereta api swasta Semarang-Joeana Stroomtraam Maatschappij (SJS) pada tahun 1881. NIS adalah perusahaan kereta api swasta dari Belanda yang memperoleh konsesi dari Pemerintah



Hindia



Belanda



untuk



membangun



jalur



kreta



api



yang



menghubungkan Semarang dengan daerah subur di wilayah Surakarta Dan Yogyakarta atau yang disebut sebagai Vostenlanden (Jongkie Tio, 2000). Pada awalnya, NIS tidak berniat membangun jalan rel untuk kereta api antar kota di pantai utara Jawa Timur ini karena saat itu daerah ini masih banyak rawa, hutan belukar, tanahnya lembek dan jumlah penduduknya sedikit. Namun demikian NIS kemudian menyatakan sanggup melaksanakan pembangunan jalan rel ini karena perusahaan kereta api ini sudah menjadi besar berkat angkutan gula, tembakau, kayu dan lain-lain yang berlimpah dari wilayah Solo, Yogyakarta dan Kedung ke pelabuhan Semarang. Pada tahun 1863, Nedelandsch Indische Spoorweg Maatscappij (NIS) berhasil membangun jalur kereta api antara Semarang-Solo-Yogyakarta, termasuk linatsan cabang Kedung Jati-Ambarawa, selesai di bangun. Keseluruhan jalur itu sepanjang 206 kilometer. Awalnya administrasi perkantoran NIS diselenggarakan di Stasiun Samarang NIS. Pertumbuhan Jaringan yang pesat itu, dengan sendirinya diikuti



Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara



37



aktivitas yang juga menjadi semakin sibuk, Demikian pula jumlah personil teknis maupun administrative. Salah satu akibatnya kantor pengelolaan di Stasiun Samarang NIS tidak lagi memadai. Sebagai jalan keluar sementara NIS menyewa beberapa bangunan milik perorangan. Tetapi karena dirasa tidak efisien dan lokasi kantor di Stasiun Samarang NIS berada di kawasan rawa-rawa yang kurang sehat, akhirnya, diputuskan untuk membangun kantor administrasi di lokasi baru. Pilihan jatuh ke lahan yang pada jaman itu berada di pinggir kota berdekatan dengan kediaman Residen. Lahan untuk kantor ini terletak di ujung Bodjongweg Semarang (sekarang dinamakan Jalan Pemuda), lokasinya di sudut pertemuan Bodjongweg dan Samarang naar Kendalweg (jalan raya menuju Kendal). NIS mempercayakan rancangan gedung kantor pusat NIS di Semarang kepada Prof. Jacob F. Klinkhamer (TH Delft) dan B.J. Ouendag, seorang arsitek di Amsterdam.



Gambar 2.20. Arsitek Prof. Jacob F. Klinkhamer (Penelitian, 2019)



Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara



38



Seluruh proses perancangan bangunan tersebut dilakukan di Nederland, baru kemudian gambar-gambar dibawa ke kota Semarang, Melihat dari blueprint Lawang Sewu tertulis bahwa site plan dan denah bangunan ini telah digambar di Amsterdam pada tahun 1903. Begitu pula kelengkapan gambar kerjanya dibuat dan ditandatangani di Amsterdam tahun 1903. Bangunan Lawang Sewu memiliki lima bangunan yang dibangun secara bertahap dan dibangun dengan gaya art-deco.



Pembangunan



Lawang



Sewu



juga



dilaksanakan



dengan



mempertimbangkan iklim tropis panas di wilayah Semarang. Pelaksanaan pembangunan dimulai 27 Februari 1904 dan selesai Juli 1907. Bangunan pertama yang dikerjakan adalah rumah penjaga dan bangunan percetakan, dilanjutkan dengan bangunan utama. Setelah dipergunakan beberapa tahun, bangunan kantor ini dirasa tidak memadai lagi untuk menampung aktifitas kantor yang makin banyak, sehingga diputuskan diperluas dengan membangun gedung baru di sisi Timur Laut. Rancang bangun gedung baru berukuran 23 m x 77 m. Perluasan kantor dilaksanakan dengan membuat bangunan tambahan tahun 1916-1918.



Gambar 2.21. Lawang Sewu Semarang (Penelitian, 2019)



Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara



39



BAB III METODE PENELITIAN



3.1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Deskriptif kualitatif yang bertujuan untuk memahami suatu fenomena dalam konteks sosial secara alamiah dengan mengedepankan proses interaksi komunikasi yang mendalam antara peneliti dengan fenomena yang diteliti. Penelitian yang dimaksud deskriptif adalah penelitian yang bertujuan untuk mendeskripsikan suatu objek secara sistematis, faktual dan akurat. Pendekatan kualitatif digunakan sebagai pemahaman tentang aspek-aspek yang mengandung suatu ciri dalam desain pada bangunan tersebut. Penelitian ini merupakan studi yang bersifat observasi, dokumentasi dan eksplorasi. Penelitian ini dimaksud untuk memahami hasil kajian arsitektur pada bangunan bersejarah pada Kantor Pos Besar Medan dan Lawang Sewu Semarang. Tujuan utama pada penelitian ini adalah sebagai upaya mempertahankan dan memahami unsur Arsitektur Kolonial Belanda pada bangunan Kantor Pos Besar Medan dan Lawang Sewu Semarang. Dalam studi ini, peneliti melakukan pengumpulan data dengan mengamati dan mencatat kemudian mendeskripsikan hasil penelitian tersebut menggunakan pendekatan deskriptif. Studi ini mendeskripsikan tentang arsitektur pada bangunan bersejarah berdasarkan pemahaman Arsitektur Kolonial Belanda dengan fokus pada segi fisik bangunan arsitektur kolonial agar dapat mengetahui karakteristik fisik arsitektur kolonial Belanda yang terdapat pada Kantor Pos Besar Medan dan



Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara



40



Lawang Sewu Semarang, untuk itu penelitian ini menggunakan metodologi kualitatif meliputi pengamatan, dokumentasi, telaah dokumen dan menghasilkan data deskriptif.



3.2. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data bertujuan untuk memperoleh data dengan menggunakan sumber data yang didapat melalui lisan dan tertulis. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan metode pengumpulan data antara lain studi literatur, observasi, wawancara dan foto (dokumentasi). Dalam hal ini, peneliti hanya mengumpulkan data langsung mengenai studi literatur, observasi dan wawancara pada narasumber yang memahami tentang bangunan Kantor Pos Besar Medan, sedangkan data Lawang Sewu Semarang didapatkan melalui studi literatur. Data-data yang didapat berupa data sejarah bangunan, riwayat fisik bangunan serta gambar arsitektur bangunan dahulu dan saat ini dikumpulkan dengan menyesuaikan dengan metode pengumpulan data.



3.2.1 Studi Literatur Studi literatur menjadi dasar acuan dalam pengumpulan data sekunder. Kegiatan studi literatur yang dilakukan dalam pengumpulan data yaitu mengumpulkan data dengan menelaah teori-teori mengenai objek penelitian melalui buku dan jurnal, mencari sumber informasi melalui media elektronik (internet).



Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara



41



3.2.2. Observasi Observasi merupakan metode pengumpulan data yang diperoleh melalui pengamatan terhadap objek penelitian. Dalam melakukan observasi terdapat dua cara yaitu observasi langsung dan observasi tidak langsung. Observasi langsung dilakukan dengan cara mengamati secara langsung pada objek penelitian, sedangkan observasi tidak langsung dilakukan dengan cara mengamati objek yang terdapat dari hasil rekaman berupa buku atau catatan. Dalam penelitian ini, studi banding dilakukan secara langsung menuju lokasi penelitian dan bangunan sekitar sebagai acuan dasar dalam memahami kondisi bangunan dengan mengambil data fisik dengan cara dokumentasi di lapangan. Observasi yang dilakukan yaitu berupa aspek fisik dari karakteristik arsitektur kolonial Belanda yang terdapat pada bangunan Kantor Pos Besar Medan dan Lawang Sewu Semarang. Karakteristik kolonial Belanda yang akan observasi yaitu; Geble Atau Gevel, Tower Atau Menara, Dormer, Cerobong Asap Semu, Tympanum, Geveltoppen, Ragam Hias Pada Tubuh Bangunan, Fasade Simetris, Entrance Mempunyai 2 Pintu, Denah Simetris, Jendela Besar Berbingkai Kayu, Kolom Kolom Berjajar, Cripedoma, Material Batu Bata dan Kayu (Tanpa Pelapis), Cripedoma, Nok Acroterie (Hiasan Puncak Atap), dan Windwijer (Petunjuk Angin). Karakteristik yang ada dapat dilihat dari fisik bangunan Kantor Pos Besar Medan dan Lawang Sewu Semarang baik dari luar bangunan maupun dalam bangunan. Karakteristik yang telah diobservasi akan dilakukaan analisa dengan kesamaan jenis lalu di deskripsikan secara terperinci dalam pembahasan terkait



Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara



42



persamaan dan perbedaan bentuk, fungsi dan perletakan. Karakteristik yang ada juga menyamakan dengan karakteristik pada kemasing tiga periode yaitu; Indische Empire style (Abad 18-19); Arsitektur Transisi (1890-1915) dan Arsitektur KolonialModern (1915-1940).



3.2.3. Wawancara Teknik wawancara (interview) adalah teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti untuk mendapatkan keterangan-keterangan lisan melalui bercakap-cakap dan berhadapan muka dengan orang yang memberikan keterangan pada peneliti. Dalam hal ini, peneliti melakukan wawancara dengan individu yang akan menjadi informan kunci yaitu Human Capital Supervisior Kantor Pos Besar Medan. Untuk melengkapi data yang diperoleh melalui wawancara dengan pertanyaan mengenai sejarah bangunan dan data fisik bangunan berkaitan dengan karakteristik kolonial belanda pada objek penelitian. Wawancara terbagi menjadi dua bagian, diantaranya sebagai berikut:



1.



Wawancara Terstruktur Wawancara terstruktur merupakan pertanyaan yang telah tersusun dan



akan diajukan kepada narasumber terkait permasalahan penelitian. Alat yang diperlukan untuk memenuhi pengumpulan data berupa perekam suara dan kamera. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan wawancara terstruktur dengan menyiapkan beberapa pertanyaan mengenai karakteristik arsitektur kolonial Belanda pada bangunan Kantor Pos Besar dan Lawang Sewu Semarang yaitu:



Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara



43



1.



Siapa dan pada tahun berapa bangunan Kantor Pos Besar Medan dan Lawang Sewu Semarang ini dibangun?



2.



Dimana lokasi bangunan Kantor Pos Besar Medan dan Lawang Sewu Semarang ini dibangun?



3.



Apa saja karakteristik fisik arsitektur kolonial Belanda yang terdapat Kantor Pos Besar Medan dan Lawang Sewu Semarang?



4.



Apa saja karakteristik yang paling dominan atau menarik dari bangunan Kantor Pos Besar Medan dan Lawang Sewu Semarang?



5.



Apakah ragam hias pada dinding yang dimiliki ada kaitan dari fungsi bangunan Kantor Pos Besar Medan dan Lawang Sewu Semarang?



6.



Apakah fungsi dari bangunan Kantor Pos Besar Medan dan Lawang Sewu Semarang sama seperti dulu?



7.



Apa arsitektur yang digunakan dari bangunan Kantor Pos Besar Medan Lawang Sewu Semarang?



8.



Bagaimana bentukan arsitektur yang diterapkan dari Kantor Pos Besar Medan dan Lawang Sewu Semarang?



9.



Apakah terdapat perubahan dalam segi material maupun bentuk pada bangunan Kantor Pos Besar Medan dan Lawang Sewu Semarang?



10.



Apa saja persamaan dan perbedaan karakteristik fisik arsitektur kolonial Belanda pada Kantor Pos Besar Medan dan Lawang Sewu Semarang?



Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara



44



2.



Wawancara Tidak Terstruktur Wawancara tidak terstruktur merupakan wawancara yang tidak tersusun



atau dilakukan secara spontan. Dalam penelitian ini, peneliti mengajukan pertanyaan tidak berdasarkan pada pertanyaan yang telah disiapkan sebelumnya. Hal ini dikarenakan narasumber yang memberikan keterangan secara spontan memberikan pernyataan diluar dari pertanyaan yang tersusun.



3.2.4. Foto Dan Survey Visual Survey visual dalam penelitian ini dilakukan untuk mengambil gambar yang berhubungan dengan karakteristik arsitektur kolonial Belanda pada Kantor Pos Besar Medan dan Lawang Sewu Semarang dengan menggunakan media kamera. Foto atau survey visual yang diambil berupa; Geble Atau Gevel, Tower Atau Menara, Dormer, Cerobong Asap Semu, Tympanum, Geveltoppen, Ragam Hias Pada Tubuh Bangunan, Fasade Simetris, Entrance Mempunyai 2 Pintu, Denah Simetris, Jendela Besar Berbingkai Kayu, Kolom Kolom Berjajar, Cripedoma, Material Batu Bata dan Kayu (Tanpa Pelapis), Cripedoma, Nok Acroterie (Hiasan Puncak Atap), dan Windwijer (Petunjuk Angin). Selanjutnya foto- foto hasil survey lapangan dapat dijadikan dalam kajian serta mendeskripsi mengenai karakteristik arsitektur kolonial Belanda pada Kantor Pos Besar Medan dan Lawang Sewu Semarang.



Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara



45



3.3. Sumber Data Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang merupakan sumber yang didapatkan melalui dokumen data terkait pembahasan dan studi literatur (data sekunder). Data lainnya diapatkan dari sumber langsung melalui tindakan wawancara, observasi dan dokumentasi (data primer). Dalam hal ini, peneliti menggunakan kedua sumber data pada bangunan Kantor Pos Besar Medan yaitu data primer dan sekunder untuk memperoleh data penelitian. Namun, pada bangunan Lawang Sewu Semarang menggunakan sumber data sekunder. Berikut penjelasan sumber data primer dan sekunder.



3.3.1. Sumber Data Primer Data primer adalah data utama yang diperoleh dari berbagai sumber yang memberitahu informasi secara langsung atau memberikan data langsung dari tangan pertama. Sumber data primer dalam penelitian ini adalah pengelola Kantor Pos Besar Medan melalui tindakan wawancara terhadap narasumber (informan) atau pelaku yang memahami atau menguasai tentang objek penelitian dan data fisik yang terdapat pada bangunan tersebut melalui pengamatan langsung berupa dokumentasi. Narasumber adalah individu atau pelaku yang memahami atau menguasai tentang objek penelitian. Penelitian ini membahas terkait karakteristik arsitektur pada bangunan Kantor Pos Besar Medan dan Lawang Sewu Semarang, dalam hal ini untuk mengetahui keterkaitan karakteristik arsitektur kolonial Belanda yang terdapat pada kedua bangunan tersebut. Dalam penentuan informan akan



Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara



46



digunakan metode penentuan suatu individu dapat menjadi informan berdasarkan persyaratan dan tujuan tertentu seperti memiliki data yang valid, bersedia memberikan informasi yang tepat dan lengkap, dan memiliki pengetahuan terkait sejarah yang berkaitan dengan topik penelitian. Dalam penelitian ini, pada bangunan Kantor Pos Besar Medan peneliti melakukan wawancara kepada satu orang yaitu Human Capital Supervisior yang berperan dalam memberikan izin untuk dapat mengamati secara langsung objek penelitian dan memberikan informasi mengenai sejarah bangunanm dan memberikan penjelasan mengenai arsitektur yang diterapkan terhadap bangunan Kantor Pos Besar Medan. Pada bangunan Lawang Sewu Semarang, peneliti melakukan wawancara kepada pihak pemandu Lawang Sewu Semarang yang menjadi narasumber dalam memberikan penjelasan mengenai sejarah bangunan, menjelaskan data-data yang ada dan arsitektur yang diterapkan pada bangunan Lawang Sewu Semarang.



3.3.2. Sumber Data Sekunder Data sekunder adalah sumber data yang diperoleh dari sumber-sumber yang berhubungan dengan permasalahan penelitian dan dapat menambah informasi dari sumber data primer. Data sekunder mengacu pada kumpulan informasi yang didapat berdasarkan data yang telah ada. Data sekunder antara lain seperti melakukan dokumentasi dilapangan yang didapat dan studi kepustakaan melalui jurnal, skripsi dan buku yang terkait dengan pembahasan dan permasalan penelitian.



Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara



47



3.4. Metoda Analisa Data Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Metode kualitatif yang menjadi dasar peneliti dalam menginterpretasi data dan kesimpulan yang didapatkan secara verbal. Penelitian kualitatif ini menggunakan metode analisa data secara deduktif yaitu dengan menganalisis teori-teori yang berkaitan dengan objek penelitian, kemudian membandingkan teori-teori tersebut pada objek penelitian agar dapat ditarik kesimpulan. Jenis penelitian ini merupakan gabungan dari deskripsi dan analisa perbandingan. Peneliti mengumpulkan data dan melakukan deskripsi serta menganalisis terhadap permasalahan penelitian mengenai karakteristik arsitektur kolonial Belanda berdasarkan dari bentukan, fungsi dan perletakan pada bangunan Kantor Pos Besar Medan dan Lawang Sewu Semarang. Adapun tahapan-tahapan untuk menganalisis data yang akan dilakukan dalam penelitian ini yaitu : 1.



Data-data yang telah yang dibutuhkan dikumpulkan dan dianalisa. Dalam tahap ini, data studi pustaka yang telah dikumpulkan dianalisa dengan hasil observasi dan dokumentasi di lapangan untuk mendapatkan data fisik mengenai evaluasi teori dan metode dalam mengetahui karakteristik arsitektur kolonial Belanda pada Kantor Pos Besar Medan dan Lawang Sewu Semarang.



2.



Mendeskripsikan serta menganalisis data yang didapat kemudian dilakukan pengkajian mengenai karakteristik arsitektural kolonial Belanda pada Kantor Pos Besar Medan dan Lawang Sewu Semarang.



Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara



48



3.



Melakukan pembahasan dengan mendeskripsikan karakteristik arsitektur kolonial Belanda yang terdapat pada Kantor Pos Besar Medan dan Lawang Sewu Semarang. Kemudian melakukan perbandingan terhadap bangunan Kantor Pos Besar Medan dan Lawang Sewu Semarang terkait karakteristik arsitektur kolonial Belanda.



4.



Deskripsi hasil, hasıl penelitian di evaluasi dan dideskripsikan agar dapat menentukan kesimpulan dan saran. Diakhir kesimpulan dan saran.



Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara



49



BAB IV DESKRIPSI OBJEK DAN KWASAN PENELITIAN



4.1. Deskripsi Objek Penelitian Dalam menentukan objek penelitian, penulis mengacu pada bangunan bersejarah kolonial Belanda dengan gaya Eropa pada Kantor Pos Besar Medan dan Lawang Sewu Semarang. Kedua bangunan tersebut menjadi pilihan objek untuk mengkaji persamaan dan perbedaan karakteristik pada masing-masing bangunan karena memiliki karakteristik yang terdapat pada bangunan di Eropa. Kantor Pos Besar Medan dan Lawang Sewu Semarang merupakan bangunan arsitektur kolonial Belanda dengan pendekatan gaya Eropa (art-deco). Bangunan Kantor Pos Besar Medan ini terletak di Jalan Balai Kota Kelurahan kesawan, Kecamatan Medan Barat, Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara dengan posisi menghadap ke Lapangan Merdeka. Sedangkan pada bangunan Lawang Sewu Semarang terletak di Jalan Pemuda Kota Semarang di sudut pertemuan Bodjongweg dan Samarang naar Kendalweg (jalan raya menuju Kendal) Provinsi Jawa Tengah.



Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara



50



Gambar 4.1 Lokasi Bangunan Kantor Pos Besar Medan (Penelitian, 2019)



Tugu Muda Semarang



Gambar 4.2 Lokasi Bangunan Lawang Sewu Semarang (Penelitian, 2019)



Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara



51



4.2. Deskripsi Bangunan Disekitaran Kantor Pos Besar Medan dan Lawang Sewu Semarang Deskripsi kawasan penelitian ini memperlihatkan kedekatan bangunan Kantor Pos Besar dengan bangunan sekitarnya. Antara lain sebagai berikut:



7. Bangunan Kantor Pos



1. Grand Aston City Hall



2. Bank Indonesia



❻ ❺ ❹ ❸







8. Bank BCA



❿ ❽❾ 10. Caffe















3. Grand Inna



9. Ruko



11. Lapangan Merdeka



6. Hauz Home Center



4. The Reiz Condo Gambar 4.3



Bangunan Disekitaran Kantor Pos Besar Medan (Penelitian, 2019)



Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara



52



Deskripsi kawasan penelitian ini memperlihatkan kedekatan bangunan Lawang Sewu Semarang dengan bangunan sekitarnya. Antara lain sebagai berikut: ❷



Tugu ❶ Muda Semarang



















1. Tugu Muda Semarang, 2.Dinas Perindustrian Semarang, 3. Gedung Bank Danamond 4. Lawang Sewu Semarang Gambar 4.4. Bangunan Disekitaran Lawang Sewu Semarang (Penelitian, 2019)



4.3. Deskripsi Transportasi Menuju Kantor Pos Besar Medan dan Lawang Sewu Semarang Untuk mencapai ke Kantor Pos Besar Medan dapat menggunakan beberapa pilihan angkutan umum yaitu: becak, taxi, bus serta jasa online. Bisa juga menggunakan kendaraan pribadi untuk menempuh lokasi penelitian. Sedangkan untuk mencapai ke objek Lawang Sewu Semarang, dapat menggunakan beberapa pilihan kendaraan seperti kendaraan pribadi, bus, taxi dan jasa online.



Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara



53











❹ ❷







1. Angkutan Umum, 2. Becak, 3. Bus, 4. Kendaraan Pribadi (Moto Dan Mobil), 5. Jasa Online (Grab Dan Gojek) Gambar 4.5. Transportasi Menuju Objek Penelitian (Penelitian, 2019)



Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara



54



BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN



5.1. Karakteristik Arsitektur Kolonial Belanda Pada Kantor Pos Besar Medan Bangunan Kantor Pos Besar Medan menerapkan karakteristik kolonial Belanda dengan gaya bangunan art-deco yang dapat dilihat pada Fisik bangunannya. Berdasarkan Wardani 2009 dan Handinoto 1996, menjelaskan beberapa karakteristik kolonial Belanda yang digunakan pada bangunan kolonial Belanda. Berikut tabel karakteristik arsitektur kolonial Belanda yang terdapat pada Kantor Pos Besar Medan dan ketiga periode di Indonesia:



Tabel 5.1. Karakteristik Fisik Arsitektur Kolonial Belanda Di Kantor Pos Besar Medan dan Ketiga Periode di Indonesia No



Karakteristik Arsitektur Kolonial



Ada



Tidak



Belanda



Indische



Transisi



Kolonial



Empire



1890-



Modern



Style



1915



1915-



Abad 18-19



I



Geble dan Gevel











1940







Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara



55



II



Tower Atau Menara



III



Nok Acroterie











































(Hiasan Puncak Atap) IV







Dormer 



V



Windwijer (Petunjuk 



Angin) VI







Balustrade 



VII







Tympanum 



Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara



56



VIII



Geveltoppen



IX



Ragam Hias Materi-











 



al Logam



X







Ragam Hias Pada











Tubuh Bangunan



XI







Cerobong Asap











Semu XII







Material Batu Bata















dan Kayu (Tanpa Pelapis) XIII







Denah Simetris











XIV



Kolom-Kolom Ber-















jajar



Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara



57



XV







Fasade Simetris 



XVI







Entrance Mempu



nyai 2 Pintu



XVII



Cripedoma



XVIII



Jendela Berbingkai



 























Kayu



Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara



58



5.2. Karakteristik Kolonial Belanda Kantor Pos Besar Medan Berdasarkan Bentuk, Fungsi dan Perletakan Dari tabel 5.1 di atas, pada sub bab 5.2 akan menjelaskan dan mendeskripsikan karakteristik fisik arsitektur kolonial Belanda berdasarkan bentukan, perletakan dan fungsi karakteristik yang terdapat di Kantor Pos Besar Medan. Karakteristik fisik arsitektur kolonial Belanda pada Kantor Pos Besar Medan antara lain: Gable, Gevel, Tower, Dormer, Balustrade, Tympanum, Geveltopen, Ragam Hias Material Logam, Ragam hias Pada Tubuh Bangunan, Denah Simetris, Kolom-Kolom Berjajar, Fasad Simetris, Entrance Dua Pintu Dan Jendela Berbingkai Kayu. Analisis karakteristik fisik arsitektur kolonial Belanda berdasarkan bentukan, fungsi dan perletakan yang terdapat di Kantor Pos Besar Medan tersebut sebagai berikut:



I.



Gable Dan Gevel Bangunan Kantor Pos Besar yang di bangunan oleh seorang arsitek



bernama Ir. Simon Snuyf yang dulu merupakan Direktur Jawatan Pekerjaan Umum Belanda untuk Indonesia pada masa pemerintahan Belanda, memiliki karakteristik arsitektur kolonial Belanda yang dapat dilihat dari fisik bangunanya. Bangunan megah yang berdiri disudut lapangan merdeka ini memiliki luas bangunan 1200 M² dengan tinggi 20 meter, Panjang 60 meter dan Lebar 20 meter. Karakteristik fisik yang dimiliki berupa Gable. Gable pada Kantor Pos Besar Medan memiliki bentuk persegi. Gable berbentuk persegi dipadukan jendela bukaan. Perletakan geble pada Kantor Pos Besar Medan mengelilingi atap yang



Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara



59



berbentuk persegi delapan. Gable yang dipadukan dengan jendela bukaan ini difungsikan sebagai ventilasi udara agar suasana bangunan Kantor Pos Besar Medan tidak panas. Gable pada bangunan akan terlihat jelas dari bagian depan tampak bangunan kantor pos besar Medan.



Gambar 5.1. Bentukan Gable Pada Bangunan Kantor Pos Besar Medan (Penelitian, 2019)



Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara



60



Gevel yang terdapat pada bangunan Kantor Pos Besar akan terlihat jelas di tampak bangunan dengan memiliki bentukan pediment yaitu bentuk segitiga. Gevel berbentuk segitiga dengan warna dominan putih dan orange serta memiliki jendela setengah lingkaran terbuat dari kayu dan sebagian jendela menggunakan jerjak besi. Bukaan banyak terdapat pada gevel guna untuk udara dan sinar matahari yang masuk ke dalam bangunan tidak terlalu besar. Gevel dengan posisi mengelilingi atap dormer memiliki overstack sepanjang 1 meter, sehingga air hujan tidak langsung mengenai bagian depan gevel. Perletakkan gevel dibagian mengelilingi dormer sebagai tanda bagian entrance atau pintu masuk bangunan.



Gambar 5.2. Bentukan Gevel Pada Bangunan Kantor Pos Besar Medan (Penelitian, 2019)



Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara



61



Posisi gevel dapat terlihat pada gambar diatas. Posisi gevel yang berbeda masing-masing menghadap kearah Lapangan Merdeka serta menghadap ke arah jalan Balai Kota Medan. Masing-masing gevel memiliki bentukan sama yaitu segitiga. Gevel memiliki warna orange mengenalkan warna khas dari sebuah pengiriman barang atau pos. Warna putih yang digunakan sebagai tanda tidak menghilangkan dominan warna bangunan pada zaman dulunya.



Gambar 5.3. Gevel Di Tiap Sisi Bangunan (Penelitian, 2019)



Gable dan gevel pada bangunan Kantor Pos Besar Medan sering di tampilkan pada bangunan bergaya kolonial Belanda lainnya. Hal tersebut dipertegas oleh hasil wawancara dengan pihak Kantor Pos Besar Medan yang menyatakan: “Bentukan bangunan Kantor Pos Besar ini memiliki karakteristik arsitektur kolonial Belanda. Dapat kita lihat pada bagian tampak bangunan memiliki bentukan atap kecil-kecil yang dinamakan gevel atau gable di tiap sisi atap yang berbentuk segi delapan. Warna pada bangunan ini dominan orange yang melambangkan dari bangunan ini yaitu Pos. Serta sebuah kesepakatan bahwa pos



Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara



62



menggunakan dominan warna orange (Narasumber: Pak Junaidi Abdillah, Human Capital Supervisior)”.



II.



Tower Atau Menara dan Dormer Tower yang terdapat Kantor Pos Besar Medan ini berbentuk segi delapan.



Penggunaan tower di atas bangunan banyak dilakukan arsitek Belanda di Indonesia mulai tahun 1900-an sampai tahun 1940-an (Hadinoto 1996). Tower berbentuk segidelapan diberi buka-bukaan kecil dengan material kayu. Bukaan kecil pada tower sebagai ornament dan memiliki fungsi untuk penghawaan serta pencahayaan pada bangunan agar ruangan tidak panas, hal ini menyesuaian terhadap iklim lokal di Indonesia khususnya di Kota Medan yang mempunyai iklim tropis. Tower juga sebagai penanda entrance bangunan atau pintu utama bangunan. Tower ini berdiri diatas atap dormer, jika dari fasad dormer pada bangunan Kantor Pos Besar Medan berbentuk segidelapan dan ukuran yang lebih besar dari gevel dan gable. Dormer dilihat dari dalam akan tampak megah yang disebut vestibule. Vestibule yang difungsikan sebagai tempat berkumpul. Atap dormer berbahan genteng di setiap sisinya dekelilingi oleh gable dengan bentuk persegi.



Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara



63



Tower Atau Menara



Atap Dormer Gambar 5.4. Tower dan Dormer Pada Kantor Pos Besar Medan (Penelitian, 2019)



Gambar 5.5. Tampak Atas Kantor Pos Besar Medan (Penelitian, 2019)



Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara



64



Jika dilihat dari atas bangunan, atap dormer berbentuk segi delapan dengan memiliki gabungan di tiap sisi terlihat seperti bentukkan sangkar burung. Bentukan sangkar burung diartikan sebagai fungsi bangunan yaitu Pos. Hal tersebut dipertegas oleh hasil wawancara dengan pihak Kantor Pos Besar Medan yang menyatakan: “Bangunan ini yang besar ini dinamakan tower yang di fungsikan dari dalam sebagai tempat berkumpul yang bernama vestibule. Atap yang disebut sebagia atap dormer ini dari tampaknya biasa saja namun jika kita lihat dari atasakan tampak seperti snagkar burung. Sangkar burung ini dikaitkan dengan fungsi Pos. Kantor Pos Besar ini yang merupakan pusat pengiriman barang. Tower yang paling atas memiliki bentukan yang sama mengikuti atap dormer yaitu segi delapan (Narasumber: Pak Junaidi Abdillah, Human Capital Supervisior)”.



III. Balustrade Kantor pos besar memiliki balustrade pada bagian samping bangunan, balustrade yang terdapat pada bangunan kantor pos hanya ada di bagian samping bangunan. Balustrade yang di fungsikan sebagai pagar pembatas balkon, ataupun dek bangunan serta berfungsi sebagai selasar pejalan pada lantai atas dan selasar (teras) pada bagian bawah. Dengan adanya balustrade pada bangunan, dapat sebagai penahan hujan masuk kearea selasar ataupun ruangan. Balustrade pada bangunan kolonial Belanda sering digunakan, balustrade yang ditampilkan akan terlihat pada tampak dengan adanya kolom-kolom yang berderet.



Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara



65



Gambar 5.6.



\



Balustrade Pada Kantor Pos Besar Medan (Penelitian, 2019)



IV. Tympanum Tympanum merupakan dekorasi atau hiasan pada bagian atas pintu masuk bangunan atau entrance. Bagian entrance bangunan Kantor Pos Besar akan terlihat sebuah hiasan dekorasi berbentuk setengah lingkaran dengan berbahan kaca dan sisi setengah lingkaran berbahan kayu. Tympanum berbahan kaca pada bangunan Kantor Pos Besar Medan dibuat langsung dari negara Belanda.



Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara



66



Tympanum dengan bentuk setengah lingkaran ini memiliki warna yang cerah dengan gabungan ornament persegi dan juga hiasan bunga, tympanum tersebut memberikan kesan romantic pada bangunan. Hal tersebut dipertegas oleh hasil wawancara dengan pihak Kantor Pos Besar Medan yang menyatakan: “Dekorasi pada atas pintu memiliki ornament berupa perpaduan kotak-kotak kecil dengan sisi-sisi setengah lingkaran di penuhi seperti bunga kecil. Ornament ini memiliki warna-warna yang cerah. Ornament ini terbuat dari kaca yang di datangkan langsung dari Belanda (Narasumber: Pak Junaidi Abdillah,Human Capital Supervisior)”.



Gambar 5.7. Tympanum Pada Kantor Pos Besar Medan (Penelitian, 2019)



Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara



67



V.



Geveltoppen Geveltoppen adalah hiasan puncak pada bagian atap. Karakteristik yang



dimiliki kolonial Belanda kerap menggunakan hiasan pada bagian atap bangunan yang difungsikan sebagai hiasan atap. Selain geveltoppen yang digunakan pada bagian atas atap biasa juga mengggunakan petunjuk arah mata angin. Pada bangunan Kantor Pos Besar Medan ini hanya memiliki hiasan puncak dibagian tower. Bentukkan geveltoppen pada Kantor Pos Besar Medan ini seperti bentukkan silang yang tidak memiliki arti khusus terhadap bangunan. Hal tersebut dipertegas oleh hasil wawancara dengan pihak Kantor Pos yang menyatakan: “Jika kita lihat bagian atas tower seperti antena, itu merupakan hiasan bangunan dengan bentukkan silang. (Narasumber: Pak Junaidi Abdillah, Human Capital Supervisior)”.



Gambar 5.8. Geveltoppen puncak pada Kantor Pos Besar Medan (Penelitian, 2019)



Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara



68



VI. Ragam Hias Pada Tubuh Bangunan dan Ragam Hias Material Logam Ragam hias pada tubuh luar bangunan Kantor Pos Besar Medan sudah terlihat pada tampak bangunannya. Ragam hias yang di tampilkan berbeda-beda, diantaranya ukiran terompet zaman dahulu, tulisan anno 1911 dan lambang burung Pos. Ragam hias yang ditampilkan dari ukiran terompet menceritakan arti fungsi pos. Anno 1911, merupakan bahasa Belanda yang diartikan sebagai tahun berdirinya bangunan Kantor Pos Besar Medan. Lambang burung pos suatu lambang dari fungsi bangunan dan juga suatu lambang pos Indonesia. Dari semua ragam hias yang ditampilkan dalam tubuh bangunan Kantor Pos Besar Medan merupakan bentuk sebuah perkenalan fungsi bangunan tersebut terhadap masyarakat.



c a



b



a



c



b



a. Terompet, b. tahun, c. lambang Pos Indonesia Gambar 5.9. Ragam Hias Luar Bangunan Pada Kantor Besar Medan (Penelitian, 2019)



Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara



69



Ragam hias lainnya terdapat juga di dalam tubuh bangunan Kantor Pos Besar Medan. Ragam hias bagian dalam terdapat di area Vestibule, yang merupakan tempat berkumpul dengan memiliki atap menjulang keatas berlapis kuningan terlihat megah, dihiasi lampu hias gantung yang antic dan lantai bermaterialkan marmer dengan ukuran 80 kali 80 cm kini beberapa masih ada. Selain ragam hias vestibule yang megah dengan dihiasin lampu gantung yang antic dan marmer yang ukuran besar, ada juga ornament binatang dan tumbuhan pada dinding bangunan. Ornament yang ditampilkan yaitu burung, bukit, dan tiang telepon. Dari kemasing-masing ornament yang di tampilkan memiliki arti tersendiri, seperti burung, kabel telepon dan terompet merupakan lambang suatu fungsi bangunan pos yaitu komunikasi atau menyampaikan suatu pesan dizaman dulu. Hal tersebut dipertegas oleh hasil wawancara dengan pihak Kantor Pos yang menyatakan: “Ragam hias yang di tampilkan pada bagian dalam bangunan sama halnya dengan yang diluar semua ragam menceritakan bangunannya sendiri atau memperkenalkan diri sendiri apa bangunan ini. Semua tidak terlepas dari ragam yang ditampilkan dari ornament burung, terompet dan lainnya. (Narasumber: Pak Junaidi Abdillah, Human Capital Supervisior)”.



Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara



70



a



b



c



a. Kuningan Vestibule, B. Ornament Burung, C. Ornament Gambar Terompet Gambar 5.10 Ragam Hias Dalam Bangunan Pada Kantor Besar Medan (Penelitian, 2019)



Gambar 5.11. Lantai Marmer Pada Kantor Pos Besar Medan (Penelitian, 2019) VII. Fasad Simetris dan Denah Simetris



Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara



71



Bangunan Kantor Pos Besar Medan ini memiliki luas 1200 M² dengan tinggi 20 meter, Panjang 60 meter dan Lebar 20 meter. Pada bagian bangunan Kantor Pos Besar Medan memiliki denah dan fasad yang simetris, dengan bentuk persegi panjang dan denah pada bagian bangunan Kantor Pos Besar Medan memiliki konfigurasi massa L serta memiliki dua lantai yang difungsikan sangat baik dari dulu hingga sekarang sebagai kantor pengantar barang. Denah simetris berfungsi sebagai hubungan ruangan secara langsung satu dengan yang lain atau dihubungkan ruang yang berbeda dan terpisah. Fasad yang simetris berfungsi sebagai penyeimbang suatu bangunan akan terlihat porporsi atau balance dalam skala yang sama dalam bangunannya. Hal tersebut dipertegas oleh hasil wawancara dengan pihak Kantor Pos yang menyatakan: “Dari tampak atau fasad jika perhatikan simetris, pada denah bangunan ini juga memilki bentukkan huruf l dan bangunan ini memiliki 2 lantai dan tiap ruang masih digunakan sebagai kegiatan kantor pos dalam pengiriman barang (Narasumber: Pak Junaidi Abdillah, Human Capital Supervisior)”



Gambar 5.12. Tampak Bangunan Pada Kantor Pos Besar Medan (Ahmad Mansuri Alkindi, 2019)



Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara



72



Gambar 5.13. Denah Bangunan Pada Kantor Pos Besar Medan (Ahmad Mansuri Alkindi, 2019)



VIII. Kolom-Kolom Berjajar Pada bagian dalam bangunan Kantor Pos yang berfungsi sebagai tempat berkumpul dinamakan vestibule akan terlihat kolom-kolom yang mengelilingi interior bagian vestibule. Kolom tersebut memiliki uluran 60 kali 60 dengan space antar kolom 4 meter tidak memiliki bentukan yang unik seperti kolom Eropa seperti doric di zaman dahulu. Bagian luar juga terlihat kolom yang sama besar. Kolom



bagian luar merupakan balustrade yang difungsikan sebagai pagar



pembatas balkon, ataupun dek bangunan dan penahan beban atas bangunan agar tidak menahan beban pada dinding. Pernyataan terkait kolom dipertegas oleh pihak Kantor Pos yang mengatakan: “Terlihat pada bagian vestibule yang difungsikan sebagai tempat berkumpul terdapat kolom-kolom yang berdiri kokoh mengelilingi bentukan ling-



Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara



73



karan pada vestibule.Kolom yang besar ini memiliki space yang cukup luas antar kolom lainnya. (Narasumber: Pak Junaidi Abdillah,Human Capital Supervisior)”.



Gambar 5.14. Kolom Dalam Bangunan Pada Kantor Pos Besar Medan (Penelitian, 2019)



Gambar 5.15. Kolom Luar Bangunan Pada Kantor Pos Besar Medan (Penelitian, 2019)



Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara



74



IX. Entrance Mempunyai 2 Pintu Pada bangunan Kantor Pos Besar Medan memiliki entrance dengan dua daun pintu. Dua daun pintu ini biasa digunakan pada kolonial Belanda pada bangunannya sebagai pintu masuk utama. Pintu dengan tinggi 2,5 meter dan lebar 2 meter ini menggunakan material kayu yang sangat kokoh dan juga tebal. Pintu ini juga di hiasin tympanum atau hiasan pada atas pintu. Pada bagian Kantor Pos Besar Medan kebanyakan memiliki dua daun pintu yang berbahan kayu. Pintu ini memiliki pegangan pintu dengan motif yang unik, dan pada tampilan tympanum pintu juga memiliki ornament yang terbilang sulit dicari di Indonesia karena ornament serta bahannya didatangkan langsung dari Belanda. Pintu tersebut hingga saat ini sangat kokoh berdiri dengan ketebalan



20cm. Hal tersebut



dipertegas oleh hasil wawancara dengan pihak Kantor Pos yang menyatakan: “Untuk bagian entrance bangunan ini memiliki dua daun pintu dengan bahan kayu, serta lebar pintu yang terbilang lebar dan juga panjang pintu juga tinggi, tidak pada pintu pada umumnya. Disetiap pintu-pintu lainnya juga memiliki dua daun pintu namun dengan lebar yang berbeda. Pintu pada entrance ditandai dengan memiliki hiasan diatasnya. (Narasumber: Pak Junaidi Abdillah, Human Capital Supervisior)



Gambar 5.16. Entrance Dua Daun Pintu Pada Kantor Pos Besar Medan (Penelitian, 2019)



Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara



75



X.



Jendela Besar Berbingkai Kayu Pada bagian ventilasi atau bukaan Kantor Pos Besar Medan terlihat pada



gambar berbahan kayu dan bentuk bukaan perpaduan setengah lingkaran dan persegi. Bukaan terdapat pada Kantor Pos Besar Medan ini terbilang banyak dan disetiap sisi bangunan ada. Banyaknya bukaan yang ada pada bangunan sebagai jalur masuknya udara kedalam ruangan dan juga cahaya. Sebagian bukaan pada bangunan Kantor Pos Besar Medan memiliki jendela bermaterialkan dari kaca dengan jerjak besi dan ada sebagian bermaterialkan dari kayu. Bentuk dari bukaan pada bangunan Kantor Pos Besar Medan berbeda-beda, ada yang setengah lingkaran dan persegi panjang. Keadaan pada bukaan tersebut sebagian ada yang baik dan sebagian ada yang tidak baik. Keadaan tidak baik ditandai seperti ditanami oleh tanaman liar, debu dan berkarat. Banyaknya bukaan pada bangunan kantor pos membuat ruangan menjadi sejuk. Pernyataan terkait kolom dipertegas oleh pihak Kantor Pos Besar Medan yang mengatakan: “pada bangunan ini dari segi tampak atau fasad sudah jelas memiliki banyak bukaan sehingga bangunan ini terasa sejuk. Dari tampak juga kita bisa tau jendela yang yang digunakan yaitu berbentuk setengah lingkaran dan persegi panjang. (Narasumber: Pak Junaidi Abdillah, Human Capital Supervisior)”.



Gambar 5.17. Jendela Kayu Pada Kantor Besar Medan (Penelitian, 2019)



Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara



76



5.3. Karakteristik Arsitektur Kolonial Belanda Pada Lawang Sewu Semarang Bangunan Lawang Sewu Semarang menerapkan karakteristik kolonial Belanda dengan gaya bangunan art-deco yang dapat dilihat pada Fisik bangunannya. Berdasarkan Wardani 2009 dan Handinoto 1996, menjelaskan beberapa karakteristik kolonial Belanda yang digunakan pada bangunan kolonial Belanda. Berikut tabel karakteristik arsitektur kolonial Belanda yang terdapat pada Lawang Sewu Semarang: Dari penjelasan karakteristik fisik arsitektur kolonial Belanda yang terdapat pada Lawang Sewu Semarang, karakteristik tersebut juga memiliki kesamaan pada karakteristik dalam ketiga periode yang berbeda-beda yaitu:



Tabel 5.2.Karakteristik Fisik Arsitektur Kolonial Belanda Di Lawang Sewu Semarang dan Ketiga Periode di Indonesia No



Karakteristik Arsitektur Kolonial



Ada



Belanda



Tidak



Indische



Transisi



Kolonial



Empire



1890-1915



Modern



Style



1915-1940



Abad 18-19



I



Geble dan Gevel











Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara



77



II



Tower Atau











Menara



III



Nok Acroterie











(Hiasan Puncak Atap) IV



Dormer



V



Windwijer (Pe-























tunjuk Angin)



Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara



78



VI



Balustrade



VII



Tympanum











 



VIII



Geveltoppen



IX



Ragam Hias















Material Logam



Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara



79



X



Ragam Hias Pada















Tubuh Bangunan



XI







Cerobong Asap 



Semu XII



Material Batu Ba-











ta dan Kayu (Tanpa Pelapis) XIII



Denah Simetris























Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara



80



XIV



Kolom-Kolom











Berjajar



XV



Fasade Simetris



XVI



Entrance











Mempunyai 2 Pintu



Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara



81



XVII



Cripedoma



XVIII



Jendela























Berbingkai Kayu



Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara



82



5.4. Karakteristik Arsitektur Kolonial Belanda Pada Lawang Sewu Semarang Berdasarkan Bentukan, Fungsi, dan Perletakan



I.



Gable dan Gevel Pada bangunan Lawang Sewu Semarang terdapat gable dan gevel. Gable



pada bangunan Lawang Sewu terdapat dibagian atas atap bermaterialkan genteng pada gedung A sebagai galeri atau pameran dan gedung B yang difungsikan sebagai ruang retail. Gable pada gedung A memiliki 8 gable yang berbentuk persegi dengan atap kerucut. Gable pada gedung B memiliki 6 gable yang berbentuk segidelapan dengan atap kerucut. Kedua gable yang terdapat pada gedung A dan B difungsikan sebagai ventilasi udara dan sebagai hiasan penanda bangunan Lawang Sewu merupakan bangunan kolonial. Kedua gable tersebut akan terlihat jelas pada fasad bangunan samping gedung A dan B. Kedua gable memiliki kisi-kisi yang sebagai jalur masuk udara dan juga sebagai ornament pada gable. ꓮ



B



Gambar 5.18. Bentukan Gable Gedung A dan B Pada Lawang Sewu Semarang (Penelitian, 2019)



Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara



83



Gevel yang terdapat bangunan Lawang Sewu Semarang akan terlihat jelas pada bagian fasad depan bangunan dari Tugu Muda Semarang. Gevel pada bangunan tersebut memiliki bentukan pediment atau bentukan segitiga dengan pewarnaan dominan putih, tidak hanya gevel bewarna putih bangunan keseluruhan Lawang Sewu juga bewarna putih. Gevel pada bangunan juga memiliki tiga pintu yang berdaun dua pintu. Gevel tersebut memiliki hiasan puncak dengan ornament berupa relief. Relief ini menggambarkan roda kereta api bersayap yang sampai jaman Djawatan Kereta Api (DKA) merupakan lambang perkeretaapian Indonesia. Di atas roda bersayap terdapat relief seperti yang ada di candi-candi di Jawa



Gambar 5.19. Bentuk Gevel Pada Lawang Sewu Semarang (Penelitian, 2019)



Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara



84



II.



Tower atau Menara dan Dormer Bangunan Lawang Sewu memiliki dua tower yang menjulang tinggi



dengan bentukan kubah. Tower tersebut akan terlihat pada fasad depan bangunan, kedua tower tersebut memiliki hiasan puncak. Kedua tower yang berbentuk kubah ini memiliki bukaan atau ventilasi yang berbentuk persegi, guna untuk memanilisirkan udara yang masuk ke dalam bangunan. Tower tersebut mengampit bagian gevel yang berbentuk segitiga. Tower yang penjulang tinggi diantara bentukan lainnya juga sebagai penanda pintu masuk atau entrance bangunan.



Gambar 5.20. Tower Pada Lawang Sewu Semarang (Penelitian, 2019)



Tower pada bangunan Lawang Sewu Semarang tersebut berdekatan dengan atap dormer yang dinamakan vestibule. Vestibule pada bangunan tersebut memiliki ragam hias bermaterialkan kaca yang disebut kaca patri. Dormer bermaterialkan atap genteng pada bangunan memiliki bentukan segidelapan, jika



Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara



85



dari fasad depan akan terlihat dormer sedikit lebih tinggi dari gevel bangunan dan dormer tersebut terlihat dari atas diapit oleh bangunan yang sebagai jalur masuk bangunan dan selasar menuju courtyard atau taman belakang bangunan. Dormer tersebut difungsikan juga sebagai penanda pintu masuk atau entrance bangunan.



Menuju courtyard belakang



Bagian menuju pintu masuk



Gambar 5.21. Atap Dormer Pada Lawang Sewu Semarang (Penelitian, 2019)



III.



Balustrade Bangunan Lawang Sewu Semarang memiliki balustrade pada bagian



gedung A dan C. Balustrade pada bagian gedung A akan terlihat pada fasad depan bangunan atau terlihat dari pintu masuk utama dilindungi oleh atapnya yang merupakan balkon luas yang terhubung langsung dengan bangsal utama bangunan. Balustrade lainnya terdapat di gedung C yang akan terlihat dari fasad samping kiri bangunan. Balustrade yang terdapat pada gedung A dan C ini berfungsi sebagai atap yang merupakan balkon dan juga sebagai atap selasar pada bagian bawah (teras) dan selasar atas. Adanya balustrade pada bangunan dapat



Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara



86



juga sebagai perluasan ruang, karena letaknya yang melekat langsung di samping ruang di lantai atas, dapat menegaskan perbedaan lantai dasar dan atas, dan dapat membuat bidang dinding menjadi "bernyawa". Dengan adanya balustrade tampilan fasad bisa lebih dinamis.



Gambar 5.22. Balustrade Bangunan A dan C Pada Lawang Sewu Semarang (Penelitian, 2019)



IV.



Tympanum Tympanum merupakan dekorasi atau hiasan pada bagian atas pintu masuk



atau entrance bangunan. Bangunan Lawang Sewu Semarang terdapat tympanum dibagian pintu masuk atau entrance yang terletak pada sudut pertemuan kedua sayap bangunan. Tympanum tersebut difungsikan sebagai hiasan pada atas pintu masuk dengan memiliki bentukan setengah lingkaran dan ukiran besi yang berbentuk persegi dengan ujung bentukan oval, ukiran tersebut mengikuti bentukan tympanum yang berbentuk setengah lingkaran. Tympanum dengan



Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara



87



ukiran yang sederhana tersebut juga sebagai penanda pintu masuk, sesuai dengan filosofi NIS, Direksi NIS bahwa bangunan itu di satu sisi harus mengesankan keserdehanaan tapi di satu sisi juga harus dirancang dengan baik.



Gambar 5.23. Tympanum Lawang Sewu Semarang (Penelitian, 2019)



V.



Geveltoppen Geveltoppen adalah hiasan puncak yang tepatnya diatas tower atau diatas



atap bangunan. Pada bangunan Lawang Sewu Semarang memiliki geveltoppen yang letaknya di atas tower yang berbentuk kubah. Geveltoppen yang terdapat pada bangunan tersebut berfungsi sebagai hiasan puncak pada bangunan dan sebagai penanda pintu masuk atau entrance. Bangunan Lawang Sewu Semarang memiliki dua geveltoppen yang letaknya sama di atas tower berbentuk



Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara



88



kubah. Kubah kecil di puncak kedua buah menara air dilapisi tembaga, sedangkan puncak menara dihiasi hiasan perunggu berbentuk bulat.



Gambar 5.24. Geveltoppen Dipuncak Tower Lawang Sewu Semarang (Penelitian, 2019)



VI.



Ragam Hias Pada Tubuh Bangunan Bangunan Lawang Sewu Semarang yang menarik dalam perancangan



gedung ini adalah ragam hias pada pintu masuk gedung adminstrasi NIS dihiasi ornamen karya seniman Jl. Schouten. Di ruang penerima terdapat kaca patri buatan J.L. Schouten dari studio Prinsenhoft di Delft.



Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara



89



Gambar 5.25. Seniman Bernama Johannes Lourens Schouten (http://www.vanderkrogt.net/standbeelden/object. php?record=ZH14am)



Kaca patri ini sampai sekarang menjadi salah satu daya tarik utama gedung ini. Lukisan kaca patri pada salah satu sisi Lawang Sewu Semarang memiliki warna-warna dominasi hijau biru kuning. Lukisan kaca pada bangunan Lawang Sewu Semarang bertepatan menghadap ke arah timur yang merupakan arah terbitnya matahari. Lukisan Kaca ini berada pada setengah lantai dari lobi penerimaan menuju lantai dua. Terdapat 3 lukisan yang terkait satu sama lain. Relief yang tergambar pada tiap sesi lukisan kaca melambangkan latar belakang dari pada bangunan Lawang Sewu Semarang sendiri. Berikut merupakan pembahasan pada tiap lukisan kaca patri:



Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara



90















Gambar 5.26. Kaca Patri Lawang Sewu Semarang (Sumber foto:htttp:// indonesianheritagerailway.com)



1. Kaca patri sebelah kanan atas menggambarkan keadaan dua kota besar penyokong perekonomian Amsterdam, yakni Semarang & Batavia, pada masa itu di dua kota inilah terletak pelabuhan besar yang menghubungkan Nusantara dan Negeri Belanda, dari kedua pelabuhan inilah komoditas terbaik di dunia di angkut dan kemudian untuk dijual demi kemakmuran Amsterdam pada khususnya dan Negeri Belanda pada umumnya. Masa Penjajahan dilakukan oleh Belanda dengan prinsip Gold, Glory, Gospel. Gold dilakukan dengan mengeksploitasi kekayaan rempah-rempah di tanah subur Indonesia menggambarkan Kota Maritim yaitu Batavia dan Semarang, kedua kota yang merupakan bandar–bandar besar, dan sebagai pusat aktivitas maritim untuk mendukung kesejahteraan kota Amsterdam. Hal ini juga kita bisa lihat dari



Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara



91



sejarah sebelum kolonial masuk, bandar Semarang tersebut sudah ramai sejak zaman dahulu kala, yaitu sejak zaman Mataram Kuno. 2. Kaca patri bagian tengah bawah menggambar adanya roda terbang yang mempunyai sayap dan dua orang wanita yang terdapat di kaca patri ini menggambarkan sosok figur Dewi Fortuna dan Dewi Venus. Dewi fortuna yang memberikan keberuntungan dan sosok Dewi Venus, dewi yang digambarkan sebagai perempuan cantik yang penuh rasa cinta dan kasih sayang. Kedua dewi tersebut mempunyai ikatan kepada bumi pertiwi untuk memberikan kejayaaan pada kereta api. 3. Kaca patri sebelah kiri atas terdapat banyak dedaunan menggambarkan kemakmuran tanah Pulau Jawa dan keindahan alamnya. Lukisan ini menggambarkan keberagaman flora dan fauna yang merupakan perpaduan Barat dan Timur. Kekayaan flora dan fauna tersebut diartikan sebagai pelindung jalur kereta api di Jawa. Lukisan kaca patri merupakan salah satu ornamen pada bangunan Lawang Sewu yang menggambarkan cerita atau sejarah dibalik bangunan tersebut. Lukisan ini juga sebagai dari perubahan fungsi bangunan dari kantor pusat kereta api, hingga tempat wisata sekaligus museum sejarah per-keretaapian Indonesia. Tidak hanya kaca patri sebagai ragam hias pada tubuh bangunan Lawang Sewu Semarang, pada bangunan Lawang Sewu Semarang juga memiliki hiasan pada lantai bangunan yang dilapisi bahan marmer cokelat dan hitam, serta keramik putih kusam berukuran 30 x 30cm. Lantai bermaterialkan marmer



Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara



92



terdapat pada ruangan dalam maupun selasar dengan lebar selasar 1,5 meter yang menghubungkan ruang yang satu dengan ruang yang lainnya.



Gambar 5.27. Lantai marmer Lawang Sewu Semarang (Penelitian, 2019)



VII.



Denah dan Fasad Simetris Lawang Sewu Semarang dibangun pada masa pemerintahan kolonial



Belanda, mulai dari 27 Februari 1904 hingga 1 Juli 1907. Lokasi yang dipilih adalah



di



ujung



Jalan



Pemuda



Semarang



(Bodjongweg).



Perencanaan



pembangunan kantor tersebut dipercayakan kepada Prof. Jacob F. Klinkhamer dan B.J. Ouendag dari Amsterdam. Bangunan ini didirikan diatas lahan seluas 14.216 m2 untuk Kantor Pusat Perusahan Kereta Api Swasta (Het Hoofdkantoor van de Nederlansch Indische Spoorweg Maatscappij-NIS) dan merupakan bukti awal sejarah perkembangan perkeretaapian di Indonesia. Bangunan Lawang Sewu Semarang memiliki denah dan fasad yang simetris. Bangunan Lawang Sewu Semarang terdiri atas beberapa gedung diantaranya bangunan A, B, C, dan D, kompleksnya bangunan Lawang Sewu Semarang dibangun secara bertahap. Bangunan pertama yang didirikan adalah



Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara



93



rumah penjaga (gedung D) dan percetakan (gedung C) yang dulunya digunakan sebagai bangunan direksi. Gedung utama (gedung A).Pada tanggal 1 Juli 1907 gedung A, gedung C, gedung D, dan gedung G selesai dibangun. Berikut diantaranya penjelasan dari beberapa bangunan: 1. Gedung A, Gedung A adalah bangunan utama kantor NIS. Gedung berlantai tiga memiliki luas 5.473,28 m² yang saat ini dimanfaatkan sebagai tempat pameran dan menjadi objek wisata dengan konfigurasi massa “L”. Konfigurasi massa L ini bagian depannya tampak berbentuk seperti layang-layang dengan



pintu masuk utama terletak pada sudut



pertemuan kedua sayap. Pada bagian



Vestibula di lantai dasar dirancang



sangat menarik dengan pintu kaca patri, lantai, dan dinding marmer. Ruang tersebut merupakan pengantar ke ruang di dalamnya tempat tangga utama berada, dengan hamparan jendela besar berkaca patri dari J. L. Schouten di Delft.Pada bagian bangunan memiliki selasar yang mengikuti konfigurasi massa L berfungsi untuk menghubungkan berbagai ruangan. 2. Gedung B, Gedung B merupakan perluasan dari gedung A, terdiri dari dua lantai utama, satu lantai ruang atap dan memiliki bentukan yang sederhana. Gedung B yang memiliki luas 4.145,21 m² secara umum dalam kondisi baik dan saat ini



sedang dalam proses pemeliharaan dan



perbaikan. Gedung B ini difungsikan sebagai ruang retail, ruang sewa perkantoran, food hall, dan fitness center. 3. Gedung C, Gedung C terdiri dari 2 lantai, lantai 1 dahulu berfungsi sebagai tempat mencetak tiket dan jadwal kereta api NIS. Bangunan



Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara



94



memiliki ukuran panjang 17 m, lebar 10 m, tinggi 11 m, dan luas 342 m². Dinding menghadap ke barat. Gedung C saat ini dalam kondisi terawat baik dan difungsikan sebagai ruang pameran di lantai 1 (satu) sedangkan lantai 2 (dua) untuk sementara digunakan sebagai kantor Divisi Heritage dan Arsitektur PT Kereta Api Indonesia (Persero). Di sisi tenggara terdapat bangunan tambahan yang digunakan untuk ruang audio-visual. 4. Gedung D, Gedung D merupakan bangunan satu lantai yang beratap limas dengan ukuran panjang 15,8 m, lebar 6,25 meter, dan luas 197 m². Gedung D terawat baik dan saat ini sedang dalam proses pemeliharaan dan perbaikan. 5. Gedung E, Gedung satu lantai ini memiliki luas 135 m², beratap pelana dengan penutup genteng, dan pintu serta jendela yang memiliki jalusi kayu. Gedung E terawat baik dan saat ini sedang dalam proses pemeliharaan dan perbaikan.



Gambar 5.28. Keterangan Gedung A-D Lawang Sewu Semarang (Pusat Pelestarian Benda dan Bangunan, PT KAI (Persero) 2010)



Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara



95



Gambar 5.29. Denah Gedung A Lawang Sewu Semarang (Pusat Pelestarian Benda dan Bangunan, PT KAI (Persero) 2010)



Selain denah, bangunan Lawang Sewu Semarang juga memiliki fasad yang simetris, fasad simetris ini dapat dilihat dari tampak depan dari Tugu Muda Semarang dan dapat dilihat dari jalan Pemuda Semarang. Fasad simetris tersebut akan terlihat adanya kolom-kolom yang berjajar, kolom-kolom berjajar tersebut sangat identik dengan bangunan kolonial. Tidak hanya kolom yang berjajar, banyaknya pintu dan jendela juga merupakan salah satu dari indentik bangunan kolonial. Dari fasad yang simetris dilihat dari Tugu Muda Semarang, kita akan



Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara



96



melihat adanya tower di kedua sisi bangunan, tower tersebut menandakan pintu masuk bangunan Lawang Sewu Semarang.



Gambar 5.30. Fasad Simetris Lawang Sewu Semarang



(Pusat Pelestarian Benda dan Bangunan, PT KAI (Persero) 2010) Masing-masing denah dan fasad simetris berfungsi sebagai hubungan ruangan secara langsung satu dengan yang lain atau dihubungkan ruang yang berbeda dan terpisah. Fasad yang simetris berfungsi sebagai penyeimbangkan suatu bangunan akan terlihat porporsi atau balance dalam skala yang sama dalam bangunannya.



Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara



97



VIII. Kolom-Kolom Berjajar Pada bangunan Lawang Sewu Semarang memiliki kolom yang dilihat dari dimensi kolom yang digunakan relatif tebal dengan bentukan ziggurat. Kolom tersebut masih belum menggunakan tulangan melainkan hanya terbuat dari batu bata yang disusun dalam sistem pasangan dua bata dengan ukuran 60x80 cm. Kolom-kolom yang berjajar pada bangunan Lawang Sewu Semarang dapat dilihat dari fasad bangunan samping dari jalan Pemuda Semarang. Kolom tersebut berfungsi sebagai pengantar beban atas bangunan atau penopang atap agar tidak memberikan beban pada dinding. Kolom-kolom secara detail terlihat memiliki bentukan lengkung dibagian atasnya yang memberikan kesan kolonial serta pada kolom terlihat adanya mengekspos bahan batu bata.



Gambar 5.31. Kolom-kolom Lawang Sewu Semarang (Penelitian, 2019)



Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara



98



IX.



Emtrance Mempunyai Dua Pintu Menurut Prabowo (2017) dalam bahasa Jawa, Lawang Sewu berarti



“seribu pintu”. Istilah tersebut digunakan karena bangunan Lawang Sewu memiliki pintu yang banyak walaupun sebenarnya jumlahnya tidak mencapai seribu, hanya 342 pintu. Menurut Haryadi (2011) masyarakat menyebut bangunan ini dengan Lawang Sewu Semarang karena memiliki banyak pintu pada setiap ruang maupun koridornya. Pada daerah entrance atau pintu masuk Lawang Sewu Semarang diapit oleh dua menara. Pintu masuk atau entrance terdapat dibagian depan bangunan A menggunakan dua daun pintu dengan lebar 4 meter dengan tinggi 3,5 meter yang difungsikan sebagai pintu masuk para wisata. Entrance tersebut merupakan pintu berdaun ganda atau dua daun pintu dengan panel tebal dan kedap yang terbuat dari kayu yang berwarna coklat dengan bentukan persegi dan dikombinasikan hiasan atas pintu berbentuk setengah lingkaran yang tiap sisi pintu terdapat hiasan bermaterialkan besi. Tidak hanya bagian entrance yang memilki dua daun pintu, pada bagian selasar bangunan A dengan memiliki banyak pintu dimana pola pintu mengikuti setiap sela-sela pengisi antar kolom terdapat bukaan untuk boventlicht yang terdapat diatas pintu sebagai ventilasi udara.



Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara



99



Gambar 5.32. Dua Daun Pintu Lawang Sewu Semarang (Penelitian, 2019)



Sesuai dengan filosofi NIS, Direksi NIS memberi arahan bahwa bangunan itu di satu sisi harus mengesankan keserdehanaan tapi di satu sisi juga harus dirancang dengan baik. Pengecualian di gedung administrasi NIS adalah pada ruang penerima (entrance hall) di sudut bangunan, yang sengaja dirancang megah.



X.



Cipredoma Bangunan kolonial identik dengan adanya cipredoma atau tarp-trap anak



tangga di bagian pintu masuk atau pada bagian pintu tertentu menuju bagian ruangan. Pada bangunan Lawang Sewu Semarang terdapat 3 cipredoma tepatnya dibagian depan pintu masuk atau entrance, dan dua di bagian belakang bangunan A. Cipredoma atau trap-trap pada bangunan Lawang Sewu Semarang memiliki 6 anak tangga dengan ketinggian 15cm. Dibagian entarance atau pintu masuk memiliki anak tangga yang difungsikan sebagai jalur pintu masuk ke bagian dalam bangunan yang akan terlihat langsung kaca patri.



Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara



100



Sedangkan cipredoma bagian belakang bangunan A difungsikan sebagai jalur kebagian halaman dalam (inner courtyard) di belakang bangunan Lawang Sewu Semarang.



Gambar 5.33. Cipredoma Lawang Sewu Semarang (Penelitian, 2019)



XI.



Jendela Besar Berbingkai Kayu Bangunan kolonial juga identik dengan ventilasi atau jendela yang



berbahan kayu atau berbingkai kayu. Bangunan Lawang Sewu Semarang dalam satu ruangan, memiliki jumlah jendela ditambah dengan pintu yang dapat mencapai 5 hingga 10 buah jendela. Tipe jendela yang digunakan pada bangunan tersebut adalah jendela ganda dengan krepyak dengan ukuran skala yang demikian tinggi 3 meter dengan ukuran lebar 2,5 meter yang berfungsi untuk



Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara



101



memaksimalkan udara yang masuk ke dalam ruangan. Selain itu ukuran seperti ini juga dapat memberi kesan megah dan monumental. Jendela yang difungsikan sebagai ventilasi masuknya udara dalam bangunan berbentuk setengah lingkaran dibagian atas dan persegi dibagian bukaan jendela. Jendela-jendela pada bangunan tersebut akan terlihat pada fasad bangunan, jendela tersebut dapat dilihat pada fasad terlihat dibagian lantai atas bangunan dalam perletakan jendela yang mengikuti bangunan berbentuk L. Jendela bangunan tersebut juga terdapat pada bgian tower dengan bentuk persegi. Wibawa (2015) mengungkapkan Masyarakat menyebut Lawang Sewu demikian karena terdapat banyak jendela yang berukuran besar. Jendela yang lebar dan tinggi ini kemudian sering dianggap sebagai pintu atau lawang pula.



Gambar 5.34. Jendela Besar Berbingkai Kayu Lawang Sewu Semarang (Penelitian, 2019)



Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara



102



Dari kajian analisis dan deskripsi karakteristik fisik arsitektur kolonial Belanda yang terdapat pada Kantor Pos Besar Medan dan Lawang Sewu Semarang berdasarkan bentuk, fungsi dan perletakan tersebut terdapat juga memiliki kesamaan dalam karakteristik ketiga periode di Indonesia, yaitu:



5.5. Karakteristik Arsitektur Periode Indische Empire Style (Abad 18-19) Pada Kantor Pos Besar Medan dan Lawang Sewu Semarang Bangunan Kantor Pos Besar Besar Medan memiliki kesesuaian karakteristik fisik dalam periode Indische Empire (abad 18-19). Karakteristik yang



dimiliki berupa Dinding Yang Tebal, Denah Simetris, Ragam Hias, Pintu



Dan Jendela Berbahan Kayu. Dinding pada bangunan Kantor Pos Besar Medan memiliki ketebal dengan ukuran 30cm. Karakteristik fisik yang dimiliki berupa ragam hias pada tubuh bangunan berupa lantai bermaterialkan marmer. Lantai marmer pada bangunan Kantor Pos Besar Medan dengan ukuran 80x80cm kini masih ada dan sebagian lagi sudah diganti dengan keramik yang berukuran 60x60cm. Karakteristik fisik dengan langit-langit yang tinggi pada bangunan Kantor Pos Besar Medan dinamakan vestibule. Vestibule tersebut memiliki langitlangit warna emas yang difungsikan sebagai tempat berkumpul. Serta karakteritik Indische Empire pada bangunan Kantor Pos Besar Medan yang dimiliki yaitu bagian pintu dan jendela yang bermaterialkan dari kayu. Pada bangunan Lawang Sewu Semarang memiliki kesamaan ciri karaktersitik fisik pada periode Indishce Empire Style. Karakteristik fisik yang dimiliki antara lain sama halnya dengan Kantor Pos Besar Medan, namun pada



Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara



103



bangunan Lawang Sewu Semarang tersebut memiliki halaman (inner courtyard) di belakang bangunan. Memiliki bagian servis bangunan berupa toilet terdapat di bagian belakang bangunan yang terpisah dari bangunan utama dan terdapat juga teras depan dan belakang pada bangunan yang panjang sebagai penguhubung bangunan atau ruangan pada bangunan. Memiliki langit-langit yang tinggi terdapat pada bagian pintu utama dengan dihiasi kaca patri. Kusen maupun pintu pada bangunan Lawang Sewu Semarang juga berbahan kayu serta atap bermaterialkan atap genteng atau tanah liat.



5.6. Karakteristik Arsitektur Periode Transisi (1890-1915) Pada Kantor Pos Besar Medan dan Lawang Sewu Semarang Bangunan Kantor Pos Besar Medan memiliki ciri karakteristik fisik dengan periode Transisi (1890-1915). Bangunan Kantor Pos Besar memiliki karakteristik fisik yaitu; Gevel, Gable, Tower, Atap Dormer Berbahan Genteng, Denah Dan Fasad Simetris. Tiap-tiap bagian karakteristik yang dimiliki



terlihat



jelas pada fisik bangunannya serta peletakkannya juga berbeda. Seperti gable yang terdapat pada bagian sisi-sisi dormer untuk menandakan bagian pintu masuk utama bangunan. Atap dormer berbahan genteng memiliki skala lebih besar berbentuk segidelapan yang difungsikan bagian dalam sebagai tempat berkumpul. Bagian sisi atap dormer memiliki gable yang berbentuk persegi dibagian tiap sisi segidelapan yang difungsikan sebagai ventilasi agar bagian dalam ruangan terasa dingin. Atap dormer pada bagian atas terdapat tower yang berbentuk segidelapan, bentuk yang sama dengan skala paling kecil dari dormer difungsikan sebagai



Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara



104



ventilasi ruangan. Denah Kantor Pos Besar Medan yang berbentuk L memiliki bentukan simetris dan fasad bangunan yang simetris. Bentukan denah dengan konfigurasi massa L ini menggunakan atap pelana dengan bahan genteng dan bagian bangunan Kantor Pos Besar Medan ditiap sisi bagian dormer terdapat gevel yang berbentuk segitiga. Gevel tersebut memiliki bagian jendela-jendela besar yang berbentuk setengah lingkaran dan persegi menggunakan bahan kayu dan sebagian menggunakan kaca. Pada bangunan Lawang Sewu Semarang memiliki ciri yang sama antara lain: Gevel, Gable, Tower, Atap Dormer Berbahan Genteng, Atap Pelana, Denah Dan Fasad Simetris. Bagian gevel pada bangunan Lawang



Sewu terdapat



bentukkan segitiga yang letaknya dibagian depan bangunan atau pintu masuk bangunan, gevel tersebut memiliki hiasan puncak diatas dan memiliki tiga pintu dengan dua daun pintu, tower pada Lawang Sewu Semarang dari fasad depan akan terlihat dengan bentukkan kubah yang menjulang keatas, tower tersebut memiliki hiasan perunggu dipuncak serta ditiap sisinya memiliki jendela-jendela kecil sebagai ventilasi serta penambahan untuk cahaya ruangan. Dormer pada bagian bangunan Lawang Sewu Semarang letaknya dibagian tengah bangunan berbentuk segidepan dengan bahan atap genteng. Dormer pada bagian dalamnya disebut juga dengan vestibule, vestibule tersebut identik dengan ragam hias kaca patri. Denah dan fasad simetris, fasad simsteris dapat dilihat dari depan Tugu Muda dan samping bangunan dari jalan Pemuda Semarang. Fasad simetris tersebut akan terlihat adanya kolom-kolom yang berjejer serta banyaknya pintu dan jendela pada bangunan berbentuk setengah lingkaran dan persegi. Denah



Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara



105



simetris, bangunan Lawang Sewu memiliki 4 gedung yang terpisah dan memiliki fungsi yang berbeda. Dari ke empat gedung yang terpisah salah satu contoh denah simetris yaitu gedung A difungsikan sebagai tempat galeri memiliki denah berlantai tiga yang simetris, denah tersebut dapat dilihat dari adanya sekat-sekat antar ruang yang berulang. Bangunan Lawang Sewu Semarang juga menggunkan atap pelana pada bagian bentukan konfigurasi massa L bermaterialkan atap genteng.



5.7. Karakteristik Arsitektur Periode Kolonial Modern (1915-1940) Pada Kantor Pos Besar Medan dan Lawang Sewu Semarang Bangunan Kantor Pos Besar Medan memiliki karakteristik fisik dengan periode Kolonial Modern (1915-1940). Bangunan Kantor Pos Besar Medan memiliki fisik dibagian luar yang terdapat kateristik sama dengan periode kolonial modern yaitu; Dinding Berwarna Putih, Memiliki Gevel, dan Pada Bagian Jendela Berbahan Kaca. Terlihat dari tampak bangunan kantor pos besar memiliki warna pada dinding dengan warna putih. Kantor Pos Besar Medan dominan dengan bangunan bewarna putih pada fasad bangunan agar keaslian warna bangunan Kantor Pos Besar Medan dahulu tidak hilang. Periode arsitektur modern memiliki karakteristik berupa gevel, gevel dengan perletakan ditiap sisi depan bangunan sebagai tanda entrance bangunan atau pintu utama untuk masuk kebangunan. Bagian bangunan Kantor Pos Besar Medan juga memiliki banyak bukaan sebagai ventilasi ruangan dengan berbahan kaca.Terlihat bagian gevel bangunan terdapat bagian kaca yang cukup besar dengan berbentuk setengah lingkaran.



Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara



106



Bangunan Lawang Sewu Semarang juga memiliki ciri karakteristik fisik pada arsitektur periode kolonial modern. Ciri tersebut antara lain: Dinding Berwarna Putih, Memiliki Gevel, dan pada bagian Jendela Berbahan Kaca. Lawang Sewu Semarang dari keseluruhan bangunan memiliki dinding dominan bewarna putih. Pada bagian fasad depan bangunan akan telihat gevel dengan bentukan segitiga yang sebagai tanda pintu masuk ke bangunan Lawang Sewu Semarang. Bangunan tersebut juga identik dengan banyak pintu dan jendela, pintu pada bangunan tersebut bermaterialkan kayu dan jendela bermaterialkan kaca dengan bentukan setengah lingkaran.



5.8. Analisis Perbedaan Karakteristik Arsitektur Kolonial Pada Kantor Pos Besar Medan dan Lawang Sewu Semarang Analisis perbedaan mengenai karakteristik arsitektur kolonial Belanda pada bangunan Kantor Pos Besar Medan dan Lawang Sewu Semarang tersebut dapat dilihat dari kesesuaian hasil analisa dan pembahasan berdasarkan karakteristik fisik yang terdapat kedua bangunan. Persamaan dapat dijelaskan dari bentukan, fungsi dan perletakan sebagai berikut:



I.



Gable dan Gevel Pada bagian gable dan gevel di bangunan Kantor Pos Besar Medan dan Lawang Sewu Semarang keduanya memiliki perbedaan dari bentukan dan perletakkan, antara lain sebagai berikut Kantor Pos Besar Medan memiliki gable berbentuk segiempat dengan penutup pelana dan gevel berbentuk



Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara



107



segitiga. Sedangkan pada Lawang Sewu Semarang memiliki gable dan gevel dengan dua bentukan pada bangunan dibagian gedung yang berbeda, gable berbentuk segiempat pada gedung A dengan penutup bentukan segiempat dan bentukan segidelapan pada gedung B dengan penutup berbentuk segidelapan. Gevel berbentuk segitiga, ini lebih dominan dengan gevel bangunan di Eropa pada umumnya. Perletakan gable dan gevel pada kedua bangunan tersebut memiliki perbedaan, yaitu gable Kantor Pos Besar Medan terletak di sekelilingan atap dormer yang berbentuk segidelapan dan gevel terletak di bagian sisi fasad dormer dan lebih tepatnya menghadap kejalan balai kota dan mengarah ke lapangan merdeka. Perletakan gable pada Lawang Sewu Semarang terletak diatas atap pelana gedung A dan gedung B Lawang Sewu dan gevel terletak di fasad depan bangunan.



II.



Tower atau Menara Tower atau menara yang terdapat pada bangunan Kantor Pos Besar Medan dan Lawang Sewu Semarang memiliki perbedaan berupa bentukan, fungsi dan perletakannya. Perbedaan bentuk tower dari dua bangunan tersebut yaitu: Kantor Pos Besar Medan memiliki bentukaan tower berbentuk segidelapan dengan penutup berbentuk segidelapan, sedangkan Lawang Sewu Semarang memiliki dua tower berbentuk kubah yang menjulang keatas. Tower dari kedua bangunan tersebut memiliki fungsi yang berbeda yaitu tower Kantor Pos Besar Medan difungsikan sebagai hiasan pada fasad dan sebagai ventilasi udara dalam ruangan vestibule, sedangkan fungsi



Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara



108



tower pada Lawang Sewu Semarang difungsikan sebagai hiasan pada fasad dan sebagai penanda pintu masuk bangunan. Perletakan tower Kantor Pos Besar Medan terletak di atas atap dormer dengan satu jenis tower dan dapat dilihat dari fasad depan bangunan, sedangkan Lawang Sewu Semarang perletakan tower terletak di kiri dan kanan pada fasad depan bangunan.



III.



Dormer Dormer Kantor Pos Besar Medan dan Lawang sewu Semarang memiliki perbedaan fungsi dan perletakkan. Untuk fungsi dormer pada Kantor Pos Besar Medan difungsikan sebagai penutup ruangan vestibule atau tempat berkumpul dan sebagai penanda pintu masuk, sedangkan pada Lawang Sewu Semarang dormer difungsikan sebagai penutup ruangan vestibule atau tempat galeri kaca patri. Pada perletakan dormer Kantor Pos Besar Medan terletak ditengah-tengah gevel, jika dilihat dormer terlihat bagian fasad depan bangunan, sedangkan perletakan dormer Lawang Sewu Semarang terletak ditengah bagian bangunan, atau diampit oleh bagian ruangan pintu masuk yang dinamakan gevel dan ruangan selasar menuju bagian courtyard belakangan bangunan.



IV.



Balustrade Kantor Pos Besar Medan dan Lawang Sewu Semarang memiliki balustrade dengan bentukan dan perletakkan yang berbeda. Balustrade pada Kantor Pos Besar Medan memiliki bentukan persegi dengan ujung menyerupai bentukan



Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara



109



dormer segidelapan, sedangkan bentukan balustrade pada Lawang Sewu Semarang berbentuk persegi dengan ujung bagian berbentuk ziggurat. Hal tersebut adanya gabungan bentukan balustrade pada bangunan Eropa dan bangunan nusantara Indonesia, namun tidak lebih dominan seperti balustrade yang dominan seperti ionic atau doric dengan memiliki ukiran yang khas. Perletakan balustrade pada Kantor Pos Besar Medan di bagian samping pintu masuk bangunan, tepatnya samping bangunan mengarah kelapangan merdeka, sedangkan perletakan balustrade pada Lawang Sewu Semarang terletak di depan bangunan gedung A dan samping bangunan gedung D.



V.



Geveltoppen Geveltoppen Kantor Pos Besar Medan dan Lawang Sewu Semarang memiliki perbedaan berupa bentukan dan perletakan. Bentuk geveltoppen dari bangunan Kantor Pos Besar Medan berbentuk konfigurasi massa X dengan bahan logam namun tidak memiliki arti yang khusus, sedangkan geveltoppen pada Lawang Sewu Semarang geveltooppern berbentuk lingkaran yang tidak memiliki arti signifikan terhadap bangunan ataupun sejarah. Untuk perletakan geveltoppen pada Kantor Pos Besar Medan terletak di bagian puncak atap tower. Dengan memiliki satu geveltoppen, sedangkan geveltoppen Lawang Sewu Semarang terletak di atas kedua puncak tower bagian kiri dan kanan pada fasad bangunan, dengan dua geveltoppen dimasing-masing tower.



Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara



110



VI.



Ragam Hias Material Logam Kantor Pos Besar Medan memiliki ragam hias material logam sedangkan pada Lawang Sewu Semarang tidak memiliki ragam hias bermaterialkan logam. Perbedaan tersebut meliputi bentukan, fungsi dan perletakan. Bentuk ragam hias pada Kantor Pos Besar Medan berbentuk segidelapan dengan ukiran yang sulit di buat karena tempahan langsung dari belanda, Fungsi ragam lampu hias bermaterialkan logam tersebut sebagai lampu hias pada ruangan vestibule (ruang berkumpul) dan perletakan ragam hias bermaterialkan logam tersebut terletak di bagian tengah vestibule, akan terlihat langsung dari pintu masuk atau entrance bangunan. Adanya hiasan material logam pada bangunan tersebut memberikan kesan suasana pada bangunan Belanda atau Eropa.



VII.



Ragam Hias Pada Tubuh Bangunan Ragam hias pada tubuh bangunan Kantor Pos Besar Medan dan Lawang Sewu Semarang memiliki perbedaan berupa bentukan, fungsi dan perletakan. Perbedaan dari bentukan ragam hias pada tubuh bangunan Kantor Pos Besar Medan berbentuk burung, terompet, dan tulisan Belanda, sedangkan ragam hias tubuh bangunan Lawang Sewu Semarang berbentuk persegi berupa kaca patri berlukiskan dewi fortuna dan dewi venus. Fungsi dari ragam hias Kantor Pos Besar Medan berfungsi sebagai bentuk perkenalan fungsi bangunan terhadap masyarakat, sedangkan fungsi pada Lawang Sewu Semarang kaca patri berfungsi sebagai pengenalan sejarah bangunan Lawang Sewu Semarang, dan sebagai hiasan pada ruangan vestibule. Untuk perletakan pada ragam hias



Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara



111



Kantor Pos Besar Medan tersebut terletak dibagian dinding luar yang beratapkan dormer, yang menghadap ke jalan Balai Kota Medan, hal tersebut mempermudah suatu pengenalan fungsi bangunan tersebut terhadap masyarakat, sedangkan perletakan ragam hias Lawang Sewu Semarang terletak di dinding ruangan vestibule (ruang galeri), hal tersebut memberikan kesan romantic dan elegant pada warna kaca patri, selain itu juga secara tidak langsung ketika wisatawan berkunjung melihat langsung kedalam ruangan adanya kacar patri sebagai bentuk pengenalan sejarah bangunan.



VIII.



Denah Simetris Kantor Pos Besar Medan dan Lawang Sewu Semarang memiliki denah simetris dari bentukan, fungsi dan perletakan yang berbeda. Bentukan denah simetris pada Kantor Pos Besar Medan berbentuk sangkar burung dan berbentuk konfigurasi masa L, sedangkan bentukan denah simetris dari Lawang Sewu Semarang berbentuk konfigurasi masa L. hal ini karena adanya ciri karakteristik pada bangunan kolonial Belanda dengan denah yang simetris. Untuk perbedaan perletakan denah simetris yang dimiliki pada Kantor Pos Besar Medan terlihat pada denah bagian belakang, karena adanya pemisahan ruangan yang berderet dengan ruangan lainnya. Perletakan denah simetris pada Lawang Sewu Semarang terlihat pada denah bagian konfigurasi massa L dibagian denah gedung A, adanya pemisahan ruangan yang berderet dengan ruangan lainnya.



Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara



112



IX.



Kolom-Kolom Berjajar Kantor Pos Besar Medan dan Lawang Sewu Semarang memiliki kolom yang berjajar dari bentukan dan perletakan yang berbeda. Bentuk kolom berjajar pada Kantor Pos Besar Medan memiliki bentuk persegi dengan ujung bentukkan segidelapan dan mengikuti bentukan setengah lingkaran pada bagian atas kolomnya, sedangkan pada kolom Lawang Sewu Semarang memiliki bentuk persegi dengan ujung berbentuk ziggurat. Perletakan kolom berjajar pada Kantor Pos Besar Medan terlihat dibagian dalam ruang vestibule dan pada bagian samping bangunan konfigurasi massa L, sedangkan perletakan kolom yang berjajar pada Lawang Sewu Semarang terletak pada konfigurasi massa L, dan akan terlihat pada fasad bangunan bagian samping.



X.



Cripedoma Lawang Sewu Semarang memiliki cipredoma berbeda dengan Kantor Pos Besar Medan yang tidak memiliki cipredoma. Cipredoma pada Lawang Sewu Semarang berbentuk persegi atau berbentuk tangga pada umumnya (persegi), berfungsi sebagai anak tangga menuju bangunan atau menuju sebuah ruangan dan terletak di bagian fasad depan bangunan, dan terletak di belakang menuju courtyard bagian belakang bangunan.



Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara



113



5.9. Analisis Persamaan Karakteristik Arsitektur Kolonial Pada Kantor Pos Besar Medan dan Lawang Sewu Semarang Analisis persamaan mengenai karakteristik arsitektur kolonia Belanda pada bangunan Kantor Pos Besar Medan dan Lawang Sewu Semarang tersebut dapat dilihat dari kesesuaian hasil analisa dan pembahasan berdasarkan karakteristik fisik yang terdapat kedua bangunan. Persamaan dapat dijelaskan dari bentukan, fungsi dan perletakan sebagai berikut:



I.



Gable dan Gevel Gable dan gevel pada Kantor Pos Besar Medan dan Lawang Sewu Semarang memiliki kesamaan dalam fungsi, yaitu: fungsi gable dan gevel pada bangunan Kantor Pos Besar Medan dan Lawang Sewu Semarang keduanya sebagai ventilasi udara dalam ruangan, hiasan dan sebagai penanda pintu masuk bangunan.



II.



Balustrade Balustrade pada Kantor Pos Besar Medan dan Lawang Sewu Semarang memiliki kesamaan fungsi, yaitu balustrade difungsikan sebagai selasar atas dan teras bawah bangunan serta penahan hujan dan panas.



III.



Dormer Dormer pada Kantor Pos Besar dan Lawang Sewu Semarang memiliki kesamaan bentuk, yaitu: dormer pada bangunan Kantor Pos Besar Medan



Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara



114



berbentuk segidelapan dengan penutup berbentuk segidelapan. Bentukan dormer lebih besar dari bagian bentukan bangunan tersebut, namun beentukan dormer Lawang Sewu Semarang tidak lebih besar dari bentukan bangunan tersebut.



IV.



Geveltoppen Gaveltoppen pada Kantor Pos Besar Medan dan Lawang Sewu Semarang memiliki kesamaan dalam fungsi, yaitu geveltoppen difungsikan sebagai hiasan puncak pada tower atau menara dan sebagai tanda pintu masuk.



V.



Denah Simetris Denah simetris yang dimiliki Kantor Pos Besar Medan dan Lawang Sewu Semarang memiliki kesamaan dalam fungsi, yaitu denah simetris berfungsi sebagai hubungan ruangan secara langsung dengan yang lain atau penghubung ruangan dengan ruangan yang berbeda atau terpisah.



VI.



Kolom-Kolom Berjajar Kolom berjajar yang dimiliki kedua bangunan memiliki kesamaan dalam fungsi, yaitu: kolom tersebut berfungsi sebagai penahan beban atas bangunan atau atap agar tidak memberikan beban pada dinding.



Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara



115



VII.



Tympanum Kantor Pos Besar Medan dan Lawang Sewu Semarang memiliki kesamaan dalam bentukan, fungsi dan perletakan tympanum, yaitu: bentuk tympanum berbentuk setengah lingkaran yang mengukuti bentukan ventilasi atas pintu. Fungsi tympanum difungsikan sebagai hiasan atas pada pintu dengan memiliki lukisan dan ukiran yang terbuat dari besi. Dan perletakan tympanum pada kedua bangunan tersebut terletak di atas pintu dibagian entrance atau pintu masuk bangunan



VIII.



Fasad Simetris Fasad simetri Kantor Pos Besar Medan dan Lawang Sewu Semarang memiliki bentuk, fungsi dan perletakan yang sama, antara lain: bentuk fasad simetris berbentuk garis lurus yang balance yang dapat dilihat dari fasad bangunan. Fungsi fasad yang simetris berfungsi sebagai penyeimbangkan suatu bangunan akan terlihat porporsi atau balance dalam skala yang sama dalam bangunannya. Dan perletakan fasad simetris dapat dilihat pada fasad samping dan depan.



IX.



Entrance Mempunyai Dua Pintu Entrance mempunyai dua pintu Kantor Pos Besar Medan dan Lawang Sewu Semarang memiliki bentukan, fungsi dan perletakan yang sama, antara lain: bentukan entrance dengan dua daun pintu berbentuk persegi. Fungsi entrance dengan dua daun pintu difungsikan sebagai pintu utama masuk bangunan. Dan



Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara



116



perletakan entrance dengan dua daun pintu terletak di depan bagian bangunan, terlihat pada bagian fasad depan bangunan.



X.



Jendela Berbingkai Kayu Jendela berbingkai kayu Kantor Pos Besar Medan dan Lawang Sewu Semarang dari bentukan, fungsi dan perletakan memiliki kesamaan, antara lain: bentuka jendela berbingkai kayu berbentuk mengikuti bentukan pintu dan jendela (persegi dan setengah lingkaran). Fungsi jendela berbingkai kayu difungsikan sebagai perletakan daun pintu, jendela, kaca dan teralis, selain fungsi dapat juga sebagai menambah keindahan dari bangunan tersebut. Dan perletakan jendela berbingkai kayu terletak dipingiran pintu atau jendela. Hal ini karena pada umumnya bangunan kolonial memiliki jendela dan pintu yang berbahan kayu dan juga menyamakan dari suatu bangunan nusantara Indonesia.



Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara



117



BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN



6.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisa dan pembahasan karakteristik fisik kolonial Belanda yang terdapat pada Kantor Pos Besar Medan dan Lawang Sewu Semarang adalah : Gable, Gevel, Tower, Dormer, Balustrade, Tympanum, Geveltopen, Ragam Hias Material Logam, Ragam Hias Pada Tubuh Bangunan, Denah Simetris, Kolom-Kolom Berjajar, Fasad Simetris, Entrance Dua Pintu, Cipredoma dan Jendela Berbingkai Kayu. Masing-masing karakteritik fisik memiliki persamaan dan perbedaan, dari segi bentukan, fungsi dan perletakan.



Perbedaan karakteristik fisik pada bangunan Kantor Pos Besar Medan dan Lawang Sewu Semarang antara lain yaitu: 1. Gable dan gevel pada Kantor Pos Besar Medan dan Lawang Sewu Semarang memiliki perbedaan dalam bentuk dan perletakan. 2. Tower dan menara pada Kantor Pos Besar Medan dan Lawang Sewu Semarang memiliki perbedaan bentukan, fungsi dan perletakan. 3. Dormer pada Kantor Pos Besar Medan dan Lawang Sewu Semarang memiliki perbedaan fungsi dan perletakan. 4. Balustrade pada Kantor Pos Besar Medan dan Lawang Sewu Semarang memiliki perbedaan bentuk dan perletakan.



Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara



118



5. Geveltoppen pada Kantor Pos Besar Medan dan Lawang Sewu Semarang memiliki perbedaan dari bentukan dan perletakan. 6. Ragam hias material logam terdapat pada Kantor Pos Besar Medan dan Lawang Sewu Semarang tidak memiliki ragam hias. 7. Ragam hias tubuh bangunan pada Kantor Pos Besar Medan dan Lawang Sewu Semarang jauh berbeda dari bentukan, fungsi dan perletakan . 8. Denah simetris pada Kantor Pos Besar Medan dan Lawang Sewu Semarang berbedaan dari bentukan dan perletakan. 9. Kolom-kolom berjajar pada Kantor Pos Besar Medan dan Lawang Sewu Semarang memiliki perbedaan dari bentukan dan perletakan. 10. Cipredoma terdapat pada Lawang Sewu Semarang sedangkan Kantor Pos Besar Medan tidak memiliki cipredoma. Cipredoma tersebut memiliki perbedaan dengan bentukan, fungsi dan perletakan.



Kesamaan karakteristik fisik pada bangunan Kantor Pos Besar Medan dan Lawang Sewu Semarang antara lain yaitu: 1. Gable dan gevel pada bangunan Kantor Pos Besar Medan dan Lawang Sewu Semarang memiliki kesamaan dalam fungsi. 2. Dormer pada Kantor Pos Besar Medan dan Lawang Sewu Semarang memiliki kesamaan bentuk. 3. Balustrade pada Kantor Pos Besar Medan dan Lawang Sewu Semarang meiliki kesamaan fungsi.



Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara



119



4. Tympanum pada Kantor Pos Besar Medan dan Lawang Sewu Semarang memiliki kesamaan pada bentukan, fungsi dan perletakan. 5. Geveltoppen pada Kantor Pos Besar Medan dan Lawang Sewu Semarang memiliki kesamaan fungsi. 6. Denah simetris dan fasad simetris pada Kantor Pos Besar Medan dan Lawang Sewu Semarang memiliki kesamaan dalam fungsi 7. Kolom-kolom sejajar pada Kantor Pos Besar Medan dan Lawang Sewu Semarang memiliki kesamaan pada bagian fungsi. 8. Entrance dua pintu pada Kantor Pos Besar Medan dan Lawang Sewu Semarang memiliki kesamaan dalam bentukan,fungsi dan perletakan. 9. Jendela berbingkai kayu pada Kantor Pos Besar Medan dan Lawang Sewu Semarang memiliki kesamaan pada bentukan, fungsi dan perletakan.



Karakteristik fisik berdasarkan pada masing-masing periode antara lain Indische Empire style (Abad 18-19); Arsitektur Transisi (1890-1915) dan Arsitektur Kolonial Modern (1915-1940) dapat disimpulkan; 1. Periode indische empire style memiliki ciri karakteristik fisik pada bangunan Kantor Pos Besar Medan dan Lawang Sewu Semarang antara lain denah simetris, ragam hias berupa lantai berbahan marmer, langit-langit tinggi dan jendela material kayu. Namun pada bagian bangunan Lawang Sewu Semarang terdapat courtyard di bagian belakang bangunan sedangkan pada Kantor Pos Besar Medan tidak ada courtyard. Dari hasil temuan pada



Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara



120



Lawang Sewu Semarang merupakan bangunan periode indische empire style, hal ini memiliki kesamaan dalam ciri karakteristik indische empire. 2. Periode arsitektur transisi memiliki ciri karakteristik fisik pada bangunan Kantor Pos Besar Medan dan Lawang Sewu Semarang antara lain denah simetris,



memiliki gevel, dormer, tower, atap dengan bahan genteng, dan



jendela yang berbahan kaca. Dari hasil temuan pada bangunan Kantor Pos Besar Medan merupakan bangunan periode transisi, hal ini adanya kesamaan ciri karakteristik yang dimiliki. 3. Periode Arsitektur Modern memiliki ciri karakteristik fisik pada bangunan Kantor Pos Besar Medan antara lain bangunan Kantor Pos Besar Medan memiliki warna dominan putih, bagian jendela berbahan kaca, atap berbahan genteng dan memiliki gevel.



6.2. Saran Dalam ini, hasil yang dibahas hanya fokus karakteristik fisik arsitektur kolonial Belanda. Untuk penelitian selanjutnya dapat mengkaji secara khusus membahas karakteristik kolonial Belanda pada bagian Non Fisik, seperti budaya kolonial Belanda.



Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara



121



DAFTAR PUSTAKA



Adenan, Khaerani, Etc. (2012).Karakter Visual Arsitektur A.F. Aalbersdi Bandung (1930-1946)- Studi Kasus: Kompleks Villa’s dan Woonhuizen. Bandung. Jurnal lingkungan binaan Indonesia. Ahmad



Mansuri



Alkindi



([email protected]).



6



Mei



2019.Kantor Pos Besar Medan Cad. E-mail kepada Pratiwi Ningtyas ([email protected]) B. Adji Murtomo, 2018. Arsitektur Kolonial Kota Lama Semarang. Jurnal Ilmiah Perancangan Kota dan Permukiman Backshall, S. Leffman, D. Reader, L. & Stedman, H. (2003). The Rough Guide to Indonesia. England: Rough Guides. Fajarwati, Nur Annisa. (2011). Pelestarian Bangunan Utama Eks Rumah Dinas Residen Kediri. Malang: e-journal arsitektur vol.4, Universitas Brawijaya. Handinoto. (2012). Arsitektur dan Kota-Kota di Jawa pada masa Kolonial. Yogyajakta: Graha Ilmu. Handinoto. (1993). Arsitek G.C. Citroen dan Perkembangan Arsitektur Kolonial Belanda di Surabaya (1915-1940). Jurnal Dimensi Teknik Arsitektur. Surabaya: Universitas Kristen Petra press. Handinoto. (2006). Arsitektur Transisi di Nusantara dari Akhir Abad 19 ke Awal Abad 20 ( Studi Kasus Kompleks Bangunan Militer di Jawa pada Peralihan Abad 19 ke 20).Jurnal Dimensi Teknik Arsitektur. Surabaya. Universitas Kristen Petra.



Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara



122



Hersanti, Pangarsa, Antariksa. 2008. Tipologi Rancangan Pintu dan Jendela Rumah Tinggal Kolonial Belanda di Kayutangan Malang Arsitektur e-Journal, Volume 1 Nomor 3. Jurusan



Arsitektur



Fakultas Teknik



Universitas Brawijaya Haryadi, Dwi. 2011. Upaya Perlindungan Benda Cagar Budya Lawang Sewu Semarang. Bangka Belitung: Universitas Bangka Belitung Handinoto.1996. Perkembangan Kota dan Arsitektur Kolonial Belanda di Surabaya 18701940.Diterbitkan atas Kerja Sama Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Kristen Petra Surabaya dan Penerbit Andi. Hersanti, Pangarsa, Antariksa. 2008. Tipologi Rancangan Pintu dan Jendela Rumah Tinggal Kolonial Belanda di Kayutangan Malang Arsitektur eJournal, Volume 1 Nomor



3. Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik



Universitas Brawijaya Hidayatun, M. I., & Wonoseputro, C. (June 2005). Telaah Elemen-elemen Arsitektur Gereja Puhsarang Kediri, sebuah pengayaan kosakata arsitektur melayu (nusantara). International Seminar on Malay Architecture as Lingua Franca (pp. 308-317). Jakarta: Trisakti University. Isnen, Fitri. 2006. Sejarah Teori Arsitektur Tiga. Medan: Universitas Sumatera Utara Keputusan Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Semarang Nomor 646 Tahun 1992 Tentang Konservasi Bangunan-bangunan Kuno / Bersejarah Di Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Semarang



Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara



123



Lostand, Wander. 1976. Kaca Patri di Lawang Sewu.Posted on February 2,2018 Mangunwijaya, Y.B. (1992). Wastu Citra. Jakarta: Gramedia Nusantara, D. (2010, Mei 29).Arsitektur Kolonial Retrieved from Pelestarian Arsitektur:http://deninusantara.blogspot.co.id/2010/05/arsitektur kolonial.html. Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Pelestarian Bangunan Dan Lingkungan Cagar Budaya. Prabowo, Faisal. 2017. Sejarah Kantor Nederlands-Indische Spoorweg (NIS) di Semarang, Bandung: Seminar Heritage IPLBI Prof. Ir. Eko Budihardjo, 1997. Arsitektur Sebagai Warisan Budaya, Jakarta: Djambatan Safeyah.M. (2006).Perkembangan arsitektur kolonial di kawasan potroagung. Jurnal rekayasa perencanaan. Soekiman, Djoko, Prof, Dr. 2000. Kebudayaan Indis dan Gaya Hidup Masyarakat Pendukungnya di Jawa (Abad XVIII – Medio Abad XX). Yayasan Bentang Budaya. Yogyakarta Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia.2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia.Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta; Balai Pustaka Unit Conservation & Heritage. 2013. Lawangsewu in Watercolor.Bandung : PT. Kereta Api Indonesia. Wardani, Laksmi. (2009). Gaya Desain Kolonial Belanda pada Interior Gereja Katolik Hati Kudus Yesus Surabaya. Surabaya: Jurnal Dimensi Interior Universitas Kristen Petra press. Wibawa, Bebet Adi. 2015. Perubahan Fungsi bangunan Lawang Sewu dan



Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara



124



Image Kota Semarang tahun 1904-2009. Semarang: Universitas Negeri Semarang Yulianto, Sumalyo. 1995. Arsitektur Kolonial Belanda Di Indonesia. Gadjah Mada University Press P.O Box 14, Bulaksumur, Yogyakarta Yulianto,Sumalyo. 2003. Arsitektur Klasik Eropa. Gadjah Mada University Press P.O Box 14, Bulaksumur, Yogyakarta.



Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara