Kasus Dr. Dadiya Varikokel Rienty [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN KASUS Congenital Talipes Equino Varus Diajukan untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik dan Melengkapi Salah Satu Syarat Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Bedah di RST dr. Soedjono Tingkat II Magelang



Disusun oleh : Andhika Tatag Prahara 01.211.6324 Pembimbing : Letkol CKM dr. Basuki Widodo, Sp.OT



KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG 2017



1



LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN KASUS Congenital Talipes Equino Varus Diajukan untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik dan Melengkapi Salah Satu Syarat Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Bedah di RST dr. Soedjono Tingkat II Magelang



Disusun oleh : Andhika Tatag Prahara 01.211.6324 Telah disetujui dan disahkan oleh : Dokter pembimbing



Letkol CKM dr. Basuki Widodo, Sp.OT



2



KATA PENGANTAR



Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan laporan kasus dengan judul “Congenital Talipes Equino Varus”. Laporan kasus ini ditulis untuk menambah pengetahuan dan wawasan mengenai Congenital Talipes Equino Varus dan merupakan salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang. Pada



kesempatan



dosen pembimbing,



dr.



ini Basuki



penulis



ingin



Widodo



mengucapkan



Sp.OT



yang



terima



telah



kasih



meluangkan



kepada waktu



untuk membimbing dan memberikan pengarahan dalam penyusunan laporan kasus ini dari awal hingga selesai. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan kasus ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritikan yang membangun dan saran demi perbaikan dimasa yang akan datang. Semoga laporan kasus ini dapat berguna bagi kita semua.



Magelang, Januari 2017



Penulis



3



BAB I LAPORAN KASUS I.



IDENTITAS PASIEN Nama



: An. JA



Umur



: 6 Bulan



Jenis Kelamin



: Laki-laki



Pekerjaan



:-



Alamat



: Temanggung



Status Perkawinan



: Belum menikah



Agama



: Katholik



Tanggal Masuk RS



: 13 Desember 2016



Tanggal Pemeriksaan : 15 Desember 2016 Bangsal II.



: Cempaka



ANAMNESIS Anamnesis didapatkan secara aloanamnesis pada tanggal 14 Desember 2016 pukul 07.00 WIB. -



Keluhan Utama Pergelangan kaki kanan bengkok ke dalam sejak lahir



-



Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang ke Poli Bedah RST dr. Soedjono Magelang dengan keluhan terdapat benjolan pada kemaluan sebelah kiri sejak ±1 bulan SMRS disertai rasa nyeri. ±4 bulan SMRS pasien hanya merasakan nyeri pada kemaluan sebelah kirinya. Nyeri hilang timbul. Nyeri biasanya timbul apabila pasien melakukan aktifitas berat seperti olahraga. Nyeri berkurang dengan beristirahat. Kemudian sejak 1 bulan SMRS rasa nyeri timbul disertai dengan adanya benjolan pada kemaluan sebelah kiri. Benjolan dirasa semakin membesar, tidak dirasakan panas maupun kemerahan. Buang air besar dan buang air kecil dalam batas normal. Demam (-). Pasien tidak mengeluhkan keluhan lain. Pasien merasa terganggu dengan keluhan tersebut kemudian datang ke poli bedah RST dr. Soedjono Magelang.



4



-



-



Riwayat Penyakit Dahulu : Riwayat keluhan sama



: disangkal



Riwayat Merokok



: disangkal



Riwayat Konsumsi alkohol



: disangkal



Riwayat operasi



: disangkal



;iwayat Penyakit Jantung



: disangkal



Riwayat HT



: disangkal



Riwayat alergi



: disangkal



Riwayat Penyakit Keluarga : Keluarga pasien tidak ada yang mempunyai keluhan serupa



-



Riwayat Sosial Ekonomi : Pasien dirawat di bangsal Cempaka, ditanggung oleh BPJS



III.



PEMERIKSAAN -



-



Status Generalis



:



o Keadaan umum



: tampak sakit ringan



o Kesadaran



: kompos mentis/ GCS : E4V5M6



o Vital Sign



:



o Tekanan darah



: 120/70 mmHg



o Nadi



: 82 x/menit , isi cukup, reguler



o Respirasi



: 20 x/menit



o Suhu



: 36,6 0C



Pemeriksaan Fisik Kepala



: Normocephal, distribusi rambut merata, tidak mudah dicabut.



Mata



: Pupil bulat isokor +/+ 3mm/3mm, konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-). 5



Hidung



: Deviasi septum (-).



Leher



: Jejas (-), pembesaran KGB (-), deviasi trakea (-).



Thorax



:



Paru o Inspeksi



: Simetris, ketinggalan gerak (-), retraksi dada (-/-), jejas (-).



o Palpasi



: Pengembangan paru yang tertinggal (-), fremitus taktil (n/n).



o Perkusi



: Sonor



o Auskultasi



: SDV (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-).



Jantung o Inspeksi



: iktus cordis tak tampak.



o Palpasi



: iktus cordis tak kuat angkat.



o Perkusi



: Tidak terdapat pelebaran batas jantung.



o Auskultasi



: BJ 1-BJ 2 reguler, murmur (-), gallop (-).



Abdomen : o Inspeksi



: Datar, simetris, massa (-), jejas (-), sikatrik (-).



o Auskultasi



: Bising usus (normal).



o Palpasi



: Supel, nyeri tekan (-), hepar/lien tidak teraba besar.



o Perkusi



: Timpani.



Ekstremitas



:



o Ekstremitas superior : o Akral dingin (-/-), sianosis (-/-), oedem (-/-) capillary refill < 2 detik. o Ekstremitas inferior



:



o Akral dingin (-/-), sianosis (-/-), oedem (-/-), capillary refill < 2 detik.



-



Pemeriksaan status lokalis At regio scrotalis Inspeksi



: 6



Tampak asimetris scrotum dextra dan sinistra. Tampak pembesaran pada skrotum sinistra, warna sama dengan kulit sekitarnya. Palpasi



:



Nyeri tekan (-), permukaan tidak rata, konsistensi lunak. Dilakukan pemeriksaan transiluminasi hasil : tidak diafan



IV.



DIAGNOSA Varikokel sinistra



V.



PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan laboratorium darah lengkap



VI.



VII.



PLANNING -



Infus RL 20 tpm.



-



Inj Ceftriaxon 1 x 1 gr iv



-



Inj. Ketorolac 2 x 30 mg



-



Pro varikokelektomi



RIWAYAT RAWAT INAP Follow up Pre-operasi ( 31 Oktober2016) Subjektif: Keluhan: benjolan pada scrotum sinistra , nyeri (+) hilang timbul, BAB dan BAK dalam batas normal, demam (-) mual (-), muntah (-), puasa (+) Objektif: a. Vital sign : i. Tekanan darah



: 110/70 mmHg



ii. Nadi



: 78 x/menit



iii. Respirasi



: 22 x/menit



iv. Suhu



: 36,70 7



b. Status Generalis : i. Keadaan umum



: tampak sakit sedang



ii. Kesadaran



: composmentis/ GCS : E4V5M6



iii. Kepala/Leher



: dbn



iv. Thorax



: dbn



v. Abdomen



: dbn



c. Status Lokalis



:



At regio scrotalis Inspeksi



:



Tampak asimetris scrotum dextra dan sinistra. Tampak pembesaran pada skrotum sinistra, warna sama dengan kulit sekitarnya.



Palpasi



:



Nyeri tekan (-), permukaan tidak rata, konsistensi lunak. Dilakukan pemeriksaan transiluminasi hasil : tidak diafan



Assessment



: Varikokel sinistra



Planning



:



o Infus RL 20 tpm o Inj Ceftriaxon 1 x 1 gr iv o Inj. Ketorolac 2 x 30 mg o Pro varikokelektomi Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan



Hasil



Nilai Rujukan 8



WBC



7.3



3.5-10.0



LYM#



2.3



0.5-5.0



MID#



0.6



0.1-1.5



GRAN#



4.4



1.2-8.0



LYM%



32.3



15.0-50.0



MID%



7.0



2.0-15.0



GRA%



60.7



35.0-80.0



RBC



5.41



3.50-5.50



HGB



15.5



11.5-16.5



HCT



44.6



35.0-55.0



MCV



82.4



75.0-100.0



MCH



28.7



25.0-35.0



MCHC



34.9



31.0-38.0



PLT



207.000/ul



150.000-450.000/ul



MPV



8.2



8.0-11.0



9



CT/ BT



3’/1’30”



PEMRIKS



Operasi (31 Oktober 2016) Dokumentasi Saat Operasi (31 Oktober 2016)



10



Follow up post operasi hari 1 (1 November 2016) Subjektif



: nyeri pada luka post operasi



Objektif



:



a. Vital sign : i. Tekanan darah : 120/70 mmHg ii. Nadi



: 84 x/menit



iii. Respirasi



: 22 x/menit 11



iv. Suhu b. Status Generalis



: 36,50 :



i. Keadaan umum: tampak sakit sedang ii. Kesadaran



: compos mentis/ GCS : E4V5M6



iii. Kepala/Leher : dbn iv. Thorax



: dbn



v. Abdomen



: dbn



c. Status Lokalis



:



At regio scrotalis Inspeksi : terdapat luka bekas operasi di regio scrotalis sinistra, tertutup perban (+), hipafix (+), rembesan darah (-), pus (-) Palpasi : Nyeri tekan (+)



Assessment



: Post op varikokel sinistra



Planning



:



-



Infus RL 20 tpm. Inj Ceftriaxon 1 x 1 gr Inj. Ketorolac 2 x 30 mg



Follow up post operasi hari 2 (2 November 2016) Subjektif



: nyeri pada luka post operasi



Objektif



:



b. Vital sign : i. Tekanan darah : 110/70 mmHg ii. Nadi



: 78 x/menit



iii. Respirasi



: 20 x/menit



iv. Suhu



: 36,60



b. Status Generalis



:



i. Keadaan umum: tampak sakit sedang ii. Kesadaran



: compos mentis/ GCS : E4V5M6 12



iii. Kepala/Leher : dbn iv. Thorax



: dbn



v. Abdomen



: dbn



c. Status Lokalis



:



At regio scrotalis Inspeksi : terdapat luka bekas operasi di regio scrotalis sinistra, tertutup perban (+), hipafix (+), rembesan darah (-), pus (-) Palpasi : Nyeri tekan (+)



Assessment



: Post op varikokel sinistra



Planning



:



o Boleh pulang o Aff infus o Cefadroxil 2 x 500 mg o Asam Mefenamat 3 x 500 mg



13



BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.



Anatomi Pada pria dewasa, masing-masing testis merupakan suatu organ berbentuk oval yang terletak didalam skrotum. Beratnya masing-masing kira-kira 10-12 gram, dan menunjukkan ukuran panjang rata-rata 4 sentimeter (cm), lebar 2 cm, dan ukuran anteroposterior



2,5



cm. Testis



memproduksi sperma dan androgen (hormon seks



pria). Tiap testis pada bagian anterior dan lateral diliputi oleh membran serosa, tunika vaginalis. Membran ini berasal dari peritoneum cavum abdominal. Pada tunika vaginalis terdapat lapisan parietal (bagian luar) dan lapisan visceral (bagian dalam) yang dipisahkan oleh cairan serosa. Kapsul fibrosa yang tebal, keputihan disebut dengan tunika albuginea yang membungkus testis dan terletak pada sebelah dalam lapisan visceral dari tunika vaginalis. Pada batas posterior testis, tunika albuginea menebal dan berlanjut ke dalam organ sebagai mediastinum testis. Tunika albuginea berlanjut ke dalam testis dan membentuk septum jaringan konektif halus, yang membagi kavum internal menjadi 250 lobulus terpisah. Tiap-tiap lobulus mengandung sampai empat tubulus seminiferus yang sangat rumit, tipis dan elongasi. Tubulus seminiferus mengandung dua tipe sel: (1) kelompok nondividing support cells disebut sel-sel sustentacular dan kelompok dividing germ cells yang terus menerus memproduksi sperma pada awal pubertas.



14



Cavum



yang



mengelilingi



tubulus



seminiferus



disebut



kavum



intersisial.



Dalam cavum intersisial ini terdapat sel-sel intersisial (sel leydig). Luteinizing hormone



menstimulasi sel-sel intersisial untuk memproduksi hormon disebut



androgen. Terdapat beberapa tipe androgen, yang paling umum ialah testosteron. Meskipun



korteks adrenal mensekresi sejumlah kecil androgen, sebagian besar



androgen dilepaskan melalui sel-sel intersisial di testis, dimulai pada masa pubertas. Duktus dalam testis;



rete testis merupakan suatu jaringan berkelok-kelok saling



terhubung di mediastinum testis yang menerima sperma dari tubulus seminiferus. Saluran-saluran rete testis bergabung membentuk ductulus eferen. Kira-kira 12-15 ductulus eferen menghubungkan rete testis dengan epididimis. Epididimis merupakan suatu struktur berbentuk koma terdiri dari suatu duktus internal dan duktus eksternal melingkupi jaringan konektif. Head epididimis terletak pada permukaan superior testis, dimana body dan tail epididimis pada permukaan posterior testis. Pada bagian dalam epididimis berisi duktus epididimis panjang, berkelok yang panjangnya kira-kira 4 sampai 5 meter dan dilapisi oleh epitel berlapis silindris yang memuat stereocilia (microvilli panjang). Duktus deferens juga disebut vas deferens, saluran ini meluas dari tail epididimis melewati skrotum, kanalis inguinalis dan pelvis bergabung dengan duktus dari vesica seminalis membentuk duktus ejakulatorius pada glandula prostat. Testis diperdarahi oleh arteri testicular, arteri yang bercabang dari aorta setinggi arteri renal. Banyak pembuluh vena dari testis pada mediastinum dengan suatu kompleks



pleksus vena disebut pleksus vena pampiniformis, yang terletak superior.



Epididimis dan skrotum diperdarahi oleh pleksus vena kremaster. Kedua pleksus beranastomose dan berjalan superior, berjalan dengan vas deverens pada spermatic cord. Spermatic cord dan epididimis diperdarahi oleh cabang arteri vesical inferior dan arteri epigastrik inferior (arteri kremaster). Skrotum diperdarahi cabang dari arteri pudendal internal (arteri scrotal posterior), arteri pudendal eksternal cabang dari arteri femoral, dan cabang dari arteri epigastrik inferior (kremaster). Aliran vena testis melalui pleksus vena pampiniformis, terbentuk pada bagian atas epididimis dan berlanjut testikularis



melalui



cincin



inguinal.



Vena



ke



vena



testikularis kanan bermuara ke vena



kava inferior dengan suatu acute angle, dimana vena testikularis sinistra mengalir ke vena renalis sinistra dengan suatu right angle5. 15



Testis adalah organ genitalia pria yang pada orang normal jumlahnya ada dua dan masing-masing terletak didalam skrotum kanan dan kiri. Bentuknya ovoid dan pada orang dewasa ukurannya adalah 4 x 3 x 2,5 cm, dengan volume 15-25 ml. Kedua buah testis terbungkus oleh jaringan tunika albuginea yang melekat pada testis. Diluar tunika albuginea terdapat tunika vaginalis yang terdiri dari lapisan viseralis dan parietalis, serta tunika dartos. Otot kremaster yang berada di sekitar testis memungkinkan testis dapat digerakkan mendekati ruang abdomen untuk mempertahankan temperatur testis agar tetap stabil. 1



Gambar 1. Anatomi skrotum.



Secara histopatologi, testis terdiri dari ±250 lobuli dan tiap lobulus terdiri dari tubuli seminiferi. Didalam tubulus seminiferi terdapat sel-sel spermatogonia dan sel sertoli, sedangkan diantara tubulus seminiferi terdapat sel-sel leydig. Sel-sel spermatogonium pada proses spermatogenesis menjadi spermatozoa. Sel-sel setoli berfungsi untuk member makan pada bakal sperma, sedangkan sel-sel leydig atau disebut juga sel-sel interstisial testis berfungsi untuk menghasilkan hormone testosteron.1 Sel-sel spermatozoa yang diproduksi di tubulus seminiferi testis disimpan dan mengalami pematangan/maturasi di epididimis. Setelah mature (dewasa) sel-sel spermatozoa bersama-sama dengan getah dari epididimis dan vas deferens disalurkan menuju ampulla vas deferens. Sel-sel itu setelah bercampur dengan cairan-cairan di epididimis, vas deferens, vesikula seminalis, serta cairan prostat membentuk cairan semen dan mani.1 Gambar 2.Histologi testis 16



Testis mendapat darah dari beberapa cabang arteri, yaitu arteri spermatika interna yang merupakan cabang dari aorta, arteri diferensialis cabang dari arteri vesikalis inferior, dan arteri kremasterika yang merupakan cabang dari epigastrika. Pembuluh darah yang meninggalkan testis berkumpul membentuk pleksus pampiniformis.1 2.2



VARIKOKEL



2.2.1



Definisi Varikokel merupakan varikositas pleksus pampiniformis korda spermatika, yang membentuk benjolan skrotum yang terasa seperti “kantong cacing” .2 Varikokel merupakan suatu dilatasi abnormal dan tortuous dari vena pada pleksus pampiniformis dengan ukuran diameter melebihi 2 mm. Dilatasi abnormal vena-vena dari spermatic cord biasanya disebabkan oleh ketidakmampuan katup pada vena spermatik internal6.



Gambar 3.Varikokel



17



2.2.2



Epidemiologi Varikokel jarang menjadi masalah klinis yang jelas sebelum masa remaja awal. Karena varikokel jarang dilaporkan timbul pada orang-orang yang lebih tua, tampak bahwa populasi dari anak laki-laki dengan varikokel mungkin mewakili populasi dari dewasa yang akan punya varikokel. Prevalensi varikokel pada remaja, berhubungan dengan infertilitas pada laki-laki, dan peningkatan kualitas sperma yang mungkin terlihat pada orang-orang infertil setelah ligasi varikokel telah meningkatkan daya tarik untuk mempelajari varikokel pada remaja dan hubungannya dengan disfungsi spermatogenik. Walaupun varikokel muncul pada kira-kira 20% populasi laki-laki secara umum, kebanyakan terjadi pada populasi subfertil (40%). Faktanya, varikokel skrotum umumnya merupakan penyebab rendahnya produksi sperma dan penurunan kualitas sperma. Varikokel mudah diidentifikasi dan dikoreksi dengan prosedur pembedahan. Pada referensi lain disebutkan varikokel ditemukan kira-kira pada 15% anak remaja laki-laki dan predominan pada sisi sebelah kiri. Hal ini didokumentasikan pada tahun 1880-an yang menyebutkan bahwa varikokel lebih dominan pada sisi kiri, jarang muncul sebelum pubertas, dan dalam beberapa hal berhubungan dengan hilangnya volume testis ipsilateral yang tampak dan reversibel dalam beberapa peristiwa setelah ligasi varikokel.3



2.2.3



Etiologi Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab varikokel, tetapi dari pengamatan membuktikan bahwa varikokel sebelah kiri lebih sering dijumpai daripada sebelah kanan (varikokel sebelah kiri 70–93 %). Hal ini disebabkan karena vena spermatika interna kiri bermuara pada vena renalis kiri dengan arah tegak lurus, sedangkan yang kanan bermuara pada vena kava dengan arah miring. Di samping itu vena spermatika interna kiri lebih panjang daripada yang kanan dan katupnya lebih sedikit dan inkompeten.1 Jika terdapat varikokel di sebelah kanan atau varikokel bilateral patut dicurigai adanya: kelainan pada rongga retroperitoneal (terdapat obstruksi vena karena tumor), muara vena spermatika kanan pada vena renails kanan, atau adanya situs inversus.1 Etiologi varikokel secara umum:



1. Dilatasi



atau



hilangnya



mekanisme



pompa



otot



atau



kurangnya



struktur



penunjang/atrofi otot kremaster, kelemahan kongenital, proses degeneratif pleksus pampiniformis. 2. Hipertensi v. renalis atau penurunan aliran ginjal ke vena kava inferior. 18



3. Turbulensi dari v. supra renalis kedalam juxta v. renalis internus kiri berlawanan dengan kedalam v. spermatika interna kiri. 4. Tekanan segment iliaka (oleh feses) pada pangkal v. spermatika . 5. Tekanan v. spermatika interna meningkat letak sudut turun v. renalis 90 derajat. 6. Sekunder : tumor retro, trombus v. renalis, hidronefrosis. a. Etiologi Anatomi Suplai arteri testis mempunyai 3 komponen mayor yaitu: arteri testikular, arteri kremaster dan arteri vasal. Walaupun kebanyakan darah arterial pada testis berasal dari arteri testikular, sirkulasi kolateral testikular membutuhkan perfusi yang adekuat dari testis, walaupun arteri testikular terligasi atau mengalami trauma. Drainase venous dari testis diprantarai oleh pleksus pampiniformis, yang menuju ke vena testikular (spermatika interna), vasal (diferensial), dan kremasterik (spermatika eksternal). Walapun varikokel dari vena spermatika biasanya ditemui pada saat pubertas, sepertinya terjadi perubahan fisiologi normal yang terjadi saat pubertas dimana terjadi peningkatan aliran darah testikular menjadi dasar terjadinya anomali vena yang overperfusi dan terkadang terjadi ektasis vena.4 b. Peningkatan Tekanan Vena Perbedaan letak vena spermatika interna kanan dan kiri menyebabkan terplintirnya vena spermatika interna kiri, dilatasi dan terjadi aliran darah retrogard. Darah vena dari testis kanan dibawa menuju vena cava inferior pada sudut oblique (kira – kira 300). Sudut ini, bersamaan dengan tingginya aliran vena kava inferior diperkirakan dapat meningkatkan drainase pada sisi kanan (Venturi effect). Sebagai perbandingan, vena testikular kiri menuju ke arteri renalis kiri (kira – kira 90 0). Insersi menuju vena renalis kiri sepanjang 8 – 10 cm lebih ke arah kranial daripada insersi dari vena spermatic interna kanan, yang berarti sisi kiri 8 – 10 cm memiliki kolum hidrostatik yang lebih panjang dengan peningkatan tekanan dan relatifnya aliran darah lebih lambat pada posisi vertikal. Vena renalis kiri dapat juga terkompres di daerah proksimal diantara arteri mesenterika superior dan aorta (0.7% dari kasus varikokel), dan distalnya diantara arteri iliaka komunis dan vena (0.5% dari kasus varikokel). Fenomena nutcracker ini dapat juga menyebabkan peningkatan tekanan pada sistem vena testikular kiri.4



19



c. Anastomosis Vena Kolateral Studi anatomi menggambarkan terdapat anastomosis sistem drainase superfisial dan interna, bersamaan dengan kiri-ke-kanan hubungan vena pada ureter (L3-5), spermatik, skrotal, retropubik, saphenus, sakral dan pleksus pampiniformis. Vena spermatika kiri memiliki cabang medial dan lateral pada level L4-penemuan ini penting dan harus dilakukan untuk menentukan penanganan varikokel. Prosedur yang dilakukan diatas level L4 memiliki risiko kegagalan lebih tinggi karena percabangan multipel dari sistem vena spermatika. d. Katup Yang Inkompeten



20



Pada tahun 1966, Ahlberg menjelaskan bahwa pembuluh testis berisi katup yang protektif terhadap varikokel, dan ini merupakan kekurangan atau ketidakmampuan pada sisi kiri yang menyebabkan terjadinya varikokel. Untuk mendudung gagasan ini, ia menemukan tidak adanya/hilangnya katup pada 40% postmortem vena spermatika kiri dibandingkan dengan 23% hilangnya pada sisi kanan. Keraguan telah dilemparkan pada teori ini, namun, dari studi radiologi terbaru yang dilakukan oleh Braedel dkk menemukan bahwa 26.2% pasien dengan katup yang kompeten tetap ditemukan varikokel. Beberapa anatomis kini bahkan menjelaskan bahwa sebenarnya tidak terdapat katup baik pada vena spermatika sisi kanan maupun kiri.4 Terdapat beberapa etiologi varikokel ekstratestikular seperti refluks renospermatik, insufisiensi katup vena spermatika interna, refluks ileospermatik, neoplastik, atau penyakit retroperitoneal lainnya, sindrom malposisi visceral, dan pembedahan sebelumnya pada regio inguinal dan skrotum. Varikokel intratestikular sering dihubungkan dengan atrofi testikular ipsilateral terkait kelainan parenkhimal, tetapi apakah varikokel intratestikular merupakan suatu penyebab atau akibat dari atrofi testikular tetap belum jelas. Varikokel intratestikular biasanya, tetapi tak selalu, terjadi berkaitan dengan suatu varikokel ekstratestikular ipsilateral7.



2.2.4



Patogenesis



Varikokel dapat menimbulkan gangguan proses spermatogenesis melalui beberapa cara, antara lain: 1. Terjadi stagnasi darah balik pada sirkulasi testis sehingga testis mengalami hipoksia karena kekurangan oksigen. 2. Refluks hasil metabolit ginjal dan adrenal (antara lain katekolamin dan prostaglandin) melalui vena spermatika interna ke testis. 3. Peningkatan suhu testis. 4. Adanya anastomosis antara pleksus pampiniformis kiri dan kanan, memungkinkan zat-zat hasil metabolit tadi dapat dialirkan dari testis kiri ke testis kanan sehingga menyebabkan gangguan spermatogenesis testis kanan dan pada akhirnya terjadi infertilitas. 2.2.5



Patofisiologi Varikokel terjadi akibat peningkatan tekanan vena dan ketidakmampuan vena



spermatika interna. Aliran retrograde vena spermatika interna merupakan mekanisme pada perkembangan varikokel. Varikokel ekstratestikular merupakan suatu kelainan yang umum terjadi. Sebagian besar kasus asimptomatik atau berhubungan dengan riwayat 21



orchitis,



infertilitas, pembengkakan skrotum dengan nyeri. Varikokel intratestikular



merupakan suatu keadaan yang jarang, ditandai oleh dilatasi vena intratestikular. Varikokel lebih sering ditemukan pada sebelah kiri karena beberapa alasan berikut ini:



(a)



vena



testikular



kiri



lebih



panjang;



(b)



vena



testikular



sinistra



memasuki vena renal sinistra pada suatu right angle; (c) arteri testikular sinistra pada beberapa pria melengkung diatas vena renal sinistra, dan menekan vena renal sinistra; dan (d) distensi colon descendens karena feses dapat mengkompresi vena testikular sinistra6. Beberapa mekanisme telah menjadi hipotesa untuk menjelaskan fenomena dari subfertilitas yang ditemukan pada pria dengan varikokel unilateral atau bilateral, termasuk peningkatan suhu skrotal yang menyebabkan disfungsi gonadal bilateral, refluks renal, metabolit adrenal dari vena renalis, hipoksia, dan akumulasi gonadotoksin.4 a. Disfungsi Bilateral Penyebab disfungsi testikular bilateral disamping varikokel unilateral masih dalam studi. Aliran darah retrograd sisi kanan didapatkan pada pria dengan varikokel sisi kiri dan menjadi mekanisme yang memungkinkan. Zorgniotti dan MacLeod membuat hipotesa pada era tahun 1970an, dengan data yang disebutkan pada pria dengan oligosperma dengan varikokel memiliki temperarur intraskrotal dimana 0.6 0C lebih tinggi dibandingkan pada pasien dengan oligosperma tanpa varikokel. Saypol dkk dan Green dkk keduanya mendeskripsikan peningkatan aliran darah testikular bilateral dan peningkatan temperatur pada eksperimen dengan binatang yang dibuat varikokel artifisial unilateral. Sebagai tambahan, dilakukan perbaikan dari varikokel tersebut dengan hasil normalisasi dari aliran dan temperatur. Setelah itu, peneliti mendemonstrasikan bahwa aktivitas DNA polimerase dan enzim DNA rekombinan pada sel germ sensitif terhadap temperatur, dengan suhu optimal kira- kira 33 0C. Temperatur optimal untuk sintesis protein pada spermatid berkisar antara 34 0C. Proliferasi sel germ mungkin dipengaruhi dari peningkatan suhu dari varikokel akibat inhibisi 1 atau lebih dari enzim – enzim yang penting. Trauma hipertermi konsisten dengan penurunan jumlah spermatogonal akibat adanya apoptosis yang ditemukan dari biopsi sampel pasien dengan varikokel. Disamping temuan ini, tidak semua peneliti menemukan adanya hubungan antara meningkatnya temperatur intratestis dan varikokel.



b. Refluks dari Metabolit Vasoaktif Karena adrenal kiri dan vena gonadal menuju ke proksimitas terdekat satu sama lain dari vena renalis, MacLeod menyebutkan bahwa derivat – derivat dari 22



ginjal atau adrenal dapat menuju ke vena gonadal. Jika metabolit ini bersifat vasoaktif (mis: prostaglandin), maka dapat menjadi berbahaya pada fungsi testis. Hasil dari beberapa studi tidak mensuport teori ini, tetapi peningkatan jumlah norepinefrin, prostaglandin E dan F, adrenomedulin (vasodilator poten) ditemukan pada vena spermatika pria dengan varikokel. Metabolit lainnya seperti renin, dehidroepiandrosteron, atau kortisol tidak ditemukan. Beberapa penulis menyebutkan dengan adanya metabolit, refluks tidak mengubah/mempengaruhi spermatogenesis. c. Hipoksia Pada era 1980an, Shafik dan Bedeir berteori bahwa perbedaan gradien tekanan (dan gradien oksigen subsekuen) antara vena renalis dan gonadal dapat menyebabkan hipoksia diantara vena gonadal. Dua teori hipoksia lainnya yaitu: peningkatan tekanan vena dengan olahraga dapat menyebabkan hipoksia, dan stasis dari darah menyebabkan penurunan tekanan oksigen. Menurut Tanji dkk, pria dengan varikokel memiliki “atrophy pattern” muskulus kremaster dari studi histokimia. Disamping penemuan ini, tidak ada perbedaan yang signifikan diantara kontrol dan tekanan gas oksigen, yang dilakukan percobaan pada binatang. d. Gonadotoksin Beberapa studi telah mendemonstrasikan bahwa pria yang merokok memiliki efek samping yang lebih tinggi dibandingkan yang tidak merokok. Perokok setidaknya memiliki insiden 2 kali lebih tinggi untuk terkena varikokel, dan yang telah memiliki varikokel setidaknya 10 kali terjadi peningkatan insiden oligospermia jika dibandingkan dengan pria varikokel yang tidak merokok. Nikotin memiliki implikasi sebagai kofaktor pada patogenesis varikokel. Cadmium, gonadotoksin yang mudah dikenal sebagai penyebab apoptosis, ditemukan secara signifikan pada konsentrasi testikular yang lebih tinggi dan penurunan spermatogenesis pada pria dengan varikokel daripada pria dengan varikokel dengan normal spermatogenesis atau obstruktif azoospermia.



2.2.6



Manifestasi Klinis Pasien datang ke dokter biasanya mengeluh belum mempunyai anak setelah beberapa tahun menikah, atau kadang-kadang mengeluh adanya benjolan di atas testis yang terasa nyeri. Varikokel jarang menimbulkan rasa tidak nyaman. Keluhan yang biasa dimunculkan antara lain adanya rasa sakit yang tumpul atau rasa berat pada sisi dimana varikokel terdapat, hal tersebut biasanya muncul pada saat setelah berolahraga berat atau setelah berdiri cukup lama dan jika pasien berada dalam posisi tidur, rasa berat dan tumpul tersebut menghilang.



23



Karena varikokel pada remaja biasanya asimptomatik, banyak yang ditemukan melalui pemeriksaan fisik rutin sebelum masuk sekolah, ujian SIM, atau pemeriksaan medis preseason kompetisi olahraga. Sementara itu disisi yang lain karena penyebaran informasi mengenai kanker testis, banyak remaja yang datang ke dokter untuk melakukan pemeriksaan medis karena teraba massa yang tidak nyeri pada skrotumnya. Banyak massa pada skrotum yang tidak diketahui asalnya didiagnosis sebagai varikokel. Hernia inguinalis, communicating hidrokel, hernia omental, hidrokel of the cord, spermatokel, dan hidrokel skrotum adalah diagnosis banding untuk massa pada skrotum yang tidak nyeri pada remaja. Beberapa pasien dengan varikokel dapat mengalami nyeri skrotal dan pembengkakan, namun yang lebih penting, suatu varikokel dipertimbangkan menjadi suatu penyebab potensial infertilitas pria. Hubungan varikokel dengan fertilitas menjadi kontroversi, namun telah dilaporkan peningkatan fertilitas dan kualitas sperma setelah terapi, termasuk terapi oklusif pada varikokel.Varikokel pada remaja biasanya asimptomatik dan untuk itu diagnosis khususnya diperoleh saat pemeriksaan fisik rutin. Kadang pasien akan datang karena adanya massa skrotum atau rasa tak nyaman di skrotum, seperti berat atau rasa nyeri setelah berdiri sepanjang hari (Werner, 2014). Varikokel ekstratestikular secara klinis berupa teraba benjolan asimptomatik, dengan nyeri skrotal atau hanya menyebabkan infertilitas dengan perjalanan subklinis. Secara klinis varikokel intratestikular kebanyakan hadir dengan gejala seperti varikokel ekstratestikuler, meskipun sering varikokel intratestikuler tidak berhubungan dengan varikokel ekstratestikuler ipsilateral. Manifestasi klinis paling umum pada varikokel intratestikular adalah nyeri testikular (30%) dan pembengkakan (26%). Nyeri testis diperkirakan berhubungan dengan peregangan tunika albuginea. Manifestasi klinis lain yang telah dilaporkan mencakup infertilitas (22%) dan epididimorchitis (20 %)8. 2.2.7



Klasifikasi varikokel



Grade



Temuan dari pemeriksaan fisik



Grade I



Ditemukan dengan palpasi, dengan valsava



Grade II



Ditemukan dengan palpasi, tanpa valsava, tidak terlihat dari kulit skrotum



Grade III



Dapat dipalpasi tanpa valsava, dapat terlihat di kulit skrotum



Gambar 5. Orkidometer 24



2.2.8



Diagnosis Diagnosis



varikokel



ditegakkan



berdasarkan



anamnesa,



pemeriksaan



fisik,



pemeriksaan radiologi dan analisis semen. Pemeriksaan fisik harus dilakukan dalam posisi berdiri.



Refluks



vena



dapat



dievaluasi



dengan



cara



manuver



valsava.



Pemeriksaan radiologi yang dapat digunakan yaitu pemeriksaan ultrasonografi, CT scan, MRI dan angiografi. Pemeriksaan Utrasonografi merupakan pilihan pertama dalam mendeteksi varikokel. Pemeriksaan ultrasonografi dan terutama Color Doppler menjadi metode



pemeriksaan



paling



terpecaya



dan



berguna



dalam



mendiagnosis



varikokel subklinis. Gambaran varikokel pada ultrasonografi tampak sebagai stuktur serpiginosa predominan echo free (Struktur tubular anekoik/ lingkaran cacing yang multiple) dengan ukuran diameter lebih dari 2 mm. Pada CT scan dapat menunjukkan gambaran vena – vena serpiginosa berdilatasi menyangat yaitu gambaran struktur yang menyebar dari mediastinum testis ke parenkim testikular. Pada MRI varikokel tampak sebagai suatu massa dari dilatasi, serpiginosa pembuluh darah, biasanya berdekatan dengan caput epididimis. Spermatic canal melebar, dan intrascrotal spermatic cord atau pleksus pampiniformis prominen. Spermatic cord memiliki intensitas signal heterogen. Spermatic cord memuat struktur serpiginosa dengan intensitas



signal



tinggi. Peranan



MRI



dalam



diagnosis varikokel belum terbukti



karena tidak cukupnya jumlah pasien yang telah diperiksa dengan MRI. Venografi dapat menunjukkan dilatasi vena testikular, dapat menunjukkan aliran retrograde bahan kontras ke arah skrotum. Sebagian besar varikokel digambarkan sebagai primer atau idiopatik dan diperkirakan terjadi karena kelainan perkembangan katup dan / atau vena. Varikokel primer



jauh



lebih



mungkin



pada



sebelah



kiri,



dimana



setidaknya



dijumpai



95%. Sebagian kecil terjadi akibat tidak langsung dari suatu lesi yang mengkompresi atau mengoklusi vena testikular. Varikokel sekunder akibat dari peningkatan tekanan pada vena spermatik yang ditimbulkan oleh proses penyakit seperti hidronefrosis, sirosis, atau tumor abdominal (Sharlip, 2001). Varikokel



klinis



didefinisikan



sebagai



pembesaran



pleksus



pampiniformis



yang dapat diraba, dimana dapat dibagi menjadi derajat 1, 2, 3 menurut klasifikasi Dubin 25



and Amelar. Varikokel subklinis didefinisikan sebagai refluks melalui vena spermatika interna, tanpa distensi yang dapat teraba dari pleksus pampiniformis. Dubin and Amelar menemukan suatu sistem penilaian yang berguna untuk varikokel yang dapat teraba. derajat 1: varikokel dapat diraba hanya pada waktu manuver valsava; derajat 2: varikokel dapat diraba tanpa manuver valsava; derajat 3: varikokel tampak pada pemeriksaan sebelum palpasi (Rajeev dan Rupin, 2005). Kelainan analisis semen berupa oligozoospermia, asthenozoospermia dapat disebabkan oleh varikokel. Mac Leod (1965) pertama kali mengemukakan trias oligospermia, penurunan motilitas sperma, dan peningkatan persentase sel-sel sperma immatur merupakan karakteristik semen yang khas pada pria infertil dengan varikokel. Koreksi varikokel sering menghasilkan peningkatan kualitas semen, beberapa



penelitian



menghubungkan



ukuran



dengan



efektivitas



pembedahan varikokel.



Pemeriksaan fisik Gambar 4. Pemeriksaan fisik varikokel



26



tatalaksana



Pemeriksaan dilakukan di ruangan yang hangat dengan pasien dalam posisi berdiri tegak, untuk melihat dilatasi vena. Skrotum haruslah pertama kali dilihat, adanya distensi kebiruan dari dilatasi vena. Jika varikokel tidak terlihat secara visual, struktur vena harus dipalpasi, dengan manuver valsava (mengedan) ataupun tanpa manuver. Varikokel yang dapat diraba dapat dideskripsikan sebagai “bag of worms”, walaupun pada beberapa kasus didapatkan adanya asimetri atau penebalan dinding vena. Pemeriksaan dilanjutkan dengan pasien dalam posisi supinasi, untuk membandingkan dengan lipoma cord (penebalan, fatty cord ditemukan dalam posisi berdiri, tapi tidak menghilang dalam posisi supinasi) dari varikokel. Palpasi dan pengukuran testis dengan menggunakan orchidometer (untuk konsistensi dan ukuran) dapat juga memberi gambaran kepada pemeriksa ke patologi intragonad. Apabila disproporsi panjang testis atau volum ditemukan, indeks kecurigaan terhadap varikokel akan meningkat. Kadangkala sulit untuk menemukan adanya bentukan varikokel secara klinis meskipun terdapat tanda-tanda lain yang menunjukkan adanya varikokel. Untuk itu pemeriksaan auskultasi dengan memakai stetoskop Doppler sangat membantu, karena alat ini dapat mendeteksi adanya peningkatan aliran darah pada pleksus pampiniformis. Varikokel yang sulit diraba secara klinis seperti ini disebut varikokel subklinik. Diperhatikan pula konsistensi testis maupun ukurannya, dengan membandingkan testis kiri dengan testis kanan. Untuk lebih objektif dalam menentukan besar atau volume testis dilakukan pengukuran dengan alat orkidometer. Pada beberapa keadaan mungkin kedua testis teraba kecil dan lunak, karena telah terjadi kerusakan pada sel-sel germinal. Untuk menilai seberapa jauh varikokel telah menyebabkan kerusakan pada tubuli seminiferi dilakukan pemeriksaan analisis semen. Menurut McLeod, hasil analisis semen pada varikokel menujukkan pola stress yaitu menurunnya motilitas sperma, meningkatnya jumlah sperma muda (immature) dan terdapat kelainan bentuk sperma (tapered). 2.2.9



Pemeriksaan Penunjang Beberapa teknik yang dapat digunakan sebagai pencitraan varikokel: • Angiografi/venografi • USG • MRI • CT Scan • Nuclear Imaging



Angiografi/venografi 27



Venografi merupakan modalitas yang paling sering digunakan untuk mendeteksi varikokel yang kecil atau subklinis, karena dari penemuannya mendemonstrasikan refluks darah vena abnormal di daerah retrograd menuju ke ISV dan pleksus pampiniformis. Karena pemeriksaan venografi ini merupakan pemeriksaan invasif, teknik ini biasanya hanya digunakan apabila pasien sedang dalam terapi oklusif untuk menentukan anatomi dari vena. Biasanya, teknik ini digunakan pada pasien yang simptomatik. 



Positif palsu/negatif Vena testikular seringkali spasme, dan terkadang, ada opasifikasi dari vena dengan



kontras medium dapat sulit dinilai. Selebihnya, masalah dapat diatasi dengan menggunakan kanul menuju vena testikular kanan. Gambar 7. Left Testikular Venogram



Ultrasonografi Penemuan USG pada varikokel termasuk: 



Struktur anekoik terplintirnya tubular yang digambarkan yang letaknya berdekatan







dengan testis. Pasien dengan posisi berdiri tegak, diameter dari vena dominan pada kanalis inguinalis biasanya lebih dari 2.5 mm dan saat valsava manuever diameter meningkat







sekitar 1 mm. Varikokel bisa berukuran kecil hingga sangat besar, dengan beberapa pembesaran







pembuluh darah dengan diameter ± 8 mm. Varikokel dapat ditemukan dimana saja di skrotum (medial, lateral, anterior, posterior,







atau inferior dari testis) USG Doppler dengan pencitraan berwarna dapat membantu mendiferensiasi channel







vena dari kista epidermoid atau spermatokel jika terdapat keduanya. USG Doppler dapat digunakan untuk menilai grade refluks vena: statis (grade I), intermiten (grade II),dan kontinu (grade III)



28







Varikokel intratestikular dapat digambarkan sebagai area hipoekoik yang kurang jelas pada testis. Gambarannya berbentuk oval dan biasanya terletak di sekitar mediastinum testis.



Dengan menggunakan diameter sebagai kriteria dilatasi vena, Hamm dkk menemukan bahwa USG memiliki sensitivitas sekitar 92.2%, spesifitas 100% dan akurasi 92.7%. 



Positif palsu/negatif Kista epidermoid dan spermatokel dapat memberi gambaran seperti varikokel. Jika



meragukan, USG Doppler berwarna dapat digunakan untuk diagnosa. Varikokel intratestikular dapat memberi gambaran seperti ektasis tubular.



Gambar 8. USG Skrotum pasien Varikokel



29



Gambar 9. Phlebogram (Venogram) pasien dengan Varikokel



2.2.10 Penatalaksanaan Masih terjadi silang pendapat di antara para ahli tentang perlu tidaknya melakukan operasi pada varikokel. Di antara mereka berpendapat bahwa varikokel yang telah menimbulkan gangguan fertilitas atau gangguan spermatogenesis merupakan indikasi untuk mendapatkan suatu terapi.1



30



Gambar 10. Algoritma Penanganan Varikokel



Analisis Sperma : 1. Oligospermia : volume ejakulat < 1 cc 2. Hiperspermia : volume ejakulat > 4 cc 3. Aspermia : volume ejakulat 0 cc 4. Normozoospermia : jumlah hitungan sperma > 20 jt/cc 5. Hiperzoospermia : spermatozoa > 250 juta/cc 6. Oligozoospermia : spermatozoa 5 - 20 jt/cc 7. Oligozoospermia ekstrim : spermatozoa < 5 jt/cc 8. Kriptozoospermia : Hanya ditemukan beberapa spermatozoa saja 9. Teratozoospermia : Morfologi spermatozoa yg normal < 30 % 10. Astenozoospermia : motilitas spermatozoa < 50 %



Indikasi Tindakan Operasi Kebanyakan pasien penderita varikokel tidak selalu berhubungan dengan infertilitas, penurunan volume testikular, dan nyeri, untuk itu tidak selalu dilakukan tindakan operasi. Varikokel secara klinis pada pasien dengan parameter semen yang abnormal harus dioperasi dengan tujuan membalikkan proses yang progresif dan 31



penurunan durasi-dependen fungsi testis. Untuk varikokel subklinis pada pria dengan faktor infertilitas tidak ada keuntungan dilakukan tindakan operasi. Varikokel terkait dengan atrofi testikular ipsilateral atau dengan nyeri ipsilateral testis yang makin memburuk setiap hari, harus dilakukan operasi segera. Ligasi varikokel pada remaja dengan atrofi testikular ipsilateral memberi hasil peningkatan volume testis, untuk itu tindakan operasi sangat direkomendasikan pada pria golongan usia ini. Remaja dengan varikokel grade I – II tanpa atrofi dilakukan pemeriksaan tahunan untuk melihat pertumbuhan testis, jika didapatkan testis yang menghilang pada sisi varikokel, maka disarankan untuk dilakukan varikokelektomi.



Alternatif Terapi Untuk pria dengan infertilitas, parameter semen yang abnormal, dan varikokel klinis, ada beberapa alternatif untuk varikokelektomi. Saat ini terdapat teknik nonbedah termasuk percutaneous radiographic occlusion dan skleroterapi. Teknik retrogard perkutaneus dengan menggunakan kanul vena femoralis dan memasang balon/coil pada vena spermatika interna. Teknik ini masih berhubungan dengan bahaya pada arteri testikular dan limfatik dikarenakan sulitnya menuju vena spermatika interna. Radiographic occlusion juga meiliki komplikasi seperti migrasi embolisasi materi menuju ke vena renalis yang mengakibatkan rusaknya ginjal dan emboli paru, tromboflebitis, trauma arteri, dan reaksi alergi dari pemberian kontras. Tindakan oklusi antegrad varikokel dilakukan dengan tindakan kanulasi perkutan dari vena pampiniformis skrotum dan injeksi agen sklerotik. Teknik ini memiliki angka performa yang tinggi tetapi angka rekurensi jika dibandingkan dengan yang teknik retrograd, dapat memberikan risiko trauma pada arteri testikular. Teknik Operasi Ligasi dari vena spermatika interna dapat dilakukan dengan berbagai teknik. Teknik yang paling pertama dilakukan dengan memasang clamp eksternal pada vena lewat kulit skrotum. Operasi ligasi varikokel termasuk retroperitoneal, inguinal atau subinguinal, laparoskopik, dan microkroskopik varikokelektomi. 1. Teknik Retroperitoneal (Palomo) Teknik retroperitoneal (Palomo) memiliki keuntungan mengisolasi vena spermatika interna ke arah proksimal, dekat dengan lokasi drainase menuju vena renalis kiri. Pada bagian ini, hanya 1 atau 2 vena besar yang terlihat. Sebagai tambahan, arteri testikular belum bercabang dan seringkali berpisah dari vena spermatika interna. Kekurangan dari teknik ini yaitu sulitnya menjaga pembuluh limfatik karena sulitnya mencari lokasi pembuluh retroperitoneal, dapat menyebabkan hidrokel post operasi. Sebagai tambahan, angka kekambuhan tinggi karena arteri testikular terlindungi oleh plexus periarterial (vena comitantes), dimana akan terjadi dilatasi seiring berjalannya waktu dan akan menimbulkan kekambuhan. Paralel inguinal atau retroperitoneal kolateral bermula dari testis dan bersama dengan vena spermatika interna ke arah atas ligasi (cephalad), dan vena kremaster yang tidak 32



terligasi, dapat menyebabkan kekambuhan. Ligasi dari arteri testikular disarankan pada anak – anak untuk meminimalkan kekambuhan, tetapi pada dewasa dengan infertilitas, ligasi arteri testikular tidak direkomendasikan karena akan mengganggu fungsi testis. Prosedur tindakan:     



Pasien dalam posisi supinasi pada meja operasi. Insisi horizontal daerah iliaka dari umbilikus ke SIAS sepanjang 7 – 10 cm tergantung besar tubuh pasien. Aponeurosis M. External oblique diinsisi secara oblique. M. Internal oblique terpisah 1 cm ke arah lateral dari M. Rectus abdominis dan M. Transversus abdominis diinsisi. Peritoneum dipisahkan dari dinding abdomen dan diretraksi. Gambar 11. Teknik Retroperitoneal (Palomo)



   



Pembuluh spermatic terlihat berdekatan dengan peritoneum, sangatlah penting menjaganya tetap berdekatan dengan peritoneum. Dilanjutkan memotong dinding abdomen menuju M. Psoas posterior. Dengan retraksi luas memudahkan untuk mengindentifikasi vena spermatika, dan < 10% kasus arteri spermatika mudah dilihat, terisolasi dari seluruh struktur spermatik dan mudah dikenali. Proses operasi ditentukan dari penemuan intraoperatif. Pada kasus dengan vena tunggal dan tidak ada kolateral, arteri dapat dikenali dan hanya akan dijaga apabila tidak bersamaan dengan vena kecil yang menyatu dengan arteri. Pada kasus dengan vena multipel, kolateral akan teridentifikasi dan seluruh pembuluh darah dari ureter menuju dinding abdomen terligasi. Pembuluh darah spermatika secara umum terinspeksi pada jarak 7 – 8 cm dan diligasi dengan pemisahan/pemotongan, kemudian dijahit permanen.



33



  



Setelah hemostasis dipastikan, M. Oblique internal, M. Transversus abdominis, dan M. External oblique ditutup lapis demi lapis dengan jahitan yang dapat diserap. Fasia scarpa ditutup dengan jahitan yang akan diserap. Kulit dijahit subkutikuler dengan jahitan yang dapat diserap.



2. Teknik Inguinal (Ivanissevich) 



Insisi dibuat 2 cm diatas simfisis pubis.







Fasia M. External oblique secara hati – hati disingkirkan untuk mencegah trauma N. ilioinguinal yang terletak dibawahnya.







Pemasangan Penrose drain pada saluran sperma.







Insisi fasia spermatika, kemudian akan terlihat pembuluh darah spermatika.







Setiap pembuluh darah terisolasi, kemudian diligasi dengan menggunakan benang yang nonabsorbable.







Setelah semua pembuluh darah kolateral terligasi, fasia M. External oblique ditutup dengan benang yang absorbable dan kulit dijahit subkutikuler.



Gambar 12. Teknik Inguinal (Ivanissevich)



3. Teknik Laparoskopik Teknik ini merupakan modifikasi dari teknik retroperitoneal dengan keuntungan dan kerugian yang hampir sama. Pembesaran optikal dibutuhkan untuk melakukan teknik ini, untuk memudahkan menyingkirkan pembuluh limfatik dan arteri testikular sewaktu melakukan ligasi beberapa vena spermatika interna apabila vena comitantes bergabung dengan arteri testikular. Teknik ini memiliki beberapa komplikasi seperti trauma pada usus, pembuluh darah intraabdominal dan visera, emboli, dan peritonitis. Komplikasi ini lebih serius dibandingkan dengan varikokelektomi open.



34



Gambar 13. Teknik Laparoskopik



Indikasi dilakukan operasi: 



Infertilitas dengan produksi semen yang jelek







Ukuran testis mengecil







Nyeri kronis atau ketidaknyamanan dari varikokel yang besar



Komplikasi 



Perdarahan







Infeksi







Atrofi testis atau hilangnya testis







Kegagalan mengkoreksi varikokel







Apabila varikokel berhasil dikoreksi: tidak terabanya palpasi varix setelah 6 bulan postoperasi, orchalgia, oligoastenospermia)



4. Microsurgical varicocelectomy (Marmar-Goldstein) Microsurgical subinguinal atau inguinal merupakan teknik terpilih untuk melakukan ligasi varikokel. Saluran spermatika dielevasi ke arah insisi, untuk memudahkan pengelihatan, dan dengan menggunakan bantuan mikroskop pembesaran 6x hingga 25x, periarterial yang kecil dan vena kremaster akan dengan mudah diligasi, serta ekstraspermatik dan vena gubernacular sewaktu testis diangkat. Fasia intraspermatika dan ekstraspermatika secara hati – hati dibuka untuk mencari pembuluh darah. Arteri testikular dapat dengan mudah diidentifikasi dengan



35



menggunakan mikroskop. Pembuluh limfatik dapat dikenali dan disingkirkan, sehingga menurunkan komplikasi hidrokel



.



36



Gambar 14.Microsurgical varicocelectomy (Marmar-Goldstein)



Komplikasi 



Hidrokel







Rekurens; dikarenakan ligasi inkomplit







Iskemia testis dan atrofi; karena trauma dari arteri testikular



5. Teknik Embolisasi 



Embolisasi varikokel dilakukan dengan anestesi intravena sedasi dan lokal anestesi.



37







Angiokateter kecil dimasukkan ke sistem vena, dapat lewat vena femoralis kanan atau vena jugularis kanan.







Kateter dimasukan dengan guiding fluoroskopi ke vena renalis kiri (karena kebanyakan varikokel terdapat di sisi kiri) dan kontras venogram.







Dilakukan ISV venogram sebagai “peta” untuk mengembolisasi vena.







Kateter kemudian dimanuever ke bawah vena menuju kanalis inguinalis internal.







Biasanya vena atau cabangnya terembolisasi dengan injeksi besi atau platinum spring-like embolization coils.







Vena kemudian terblok pada level kanalis inguinalis interna dan sendi sakroiliaka.







Dapat ditambahkan sclerosing foam untuk menyelesaikan embolisasi.







Pada tahap akhir, venogram dilakukan untuk memastikan semua cabang ISV terblok, kemudian kateter dapat dikeluarkan.







Dibutuhkan tekanan manual pada daerah tusukan selama 10 menit, untuk mencapai hemostasis.







Tidak ada penjahitan pada teknik ini. Setelah selesai, pasien diobservasi selama beberapa jam, kemudian dapat dipulangkan. Angka keberhasilan proses ini mencapai 95%.



38



Gambar 15. Teknik Embolisasi



Evaluasi Pascaoperasi Pasca tindakan dilakukan evaluasi keberhasilan terapi, dengan melihat beberapa indikator antara lain: 



Bertambahnya volume testis







Perbaikan hasil analisis semen (yang dikerjakan setiap 3 bulan)







Pasangan menjadi hamil



Pada kerusakan testis yang belum parah, evaluasi pascabedah vasoligasi tinggi dari Palomo didapatkan 80% terjadi perbaikan volume testis, 60-80% terjadi perbaikan analisis semen, dan 50% pasangan menjadi hamil. 2.2.11 Prognosis  Quo ad vitam



: dubia ad bonam



 Quo ad functionam



: dubia ad bonam



39



 Quo ad sanactionam : bonam



DAFTAR PUSTAKA 1. Purnomo, Basuki B. 2012. Varikokel. In : Dasar–dasar Urologi. Edisi 3. EGC, Jakarta. 2. Dorland, W.A. Newman. 2012. Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 29. EGC, Jakarta . 3. Graham, Sam D, Keane Thomas E. 2009. Varicocele. In : Glenn’s Urologic Surgery. Lippincott Williams and Wilkins. Hal 397-401.



40



4. Schneck FX, Bellinger MF. 2007. Varicocele:Abnormalities of the testes and scrotum and their surgical management. In: Wein AJ, ed. Campbell-Walsh Urology. 9th edition. Philadelphia, Pa: Saunders Elsevier. Chap. 67 hal. 3793-3798. 5. Martini, Frederick H. 2004. Fundamentals of Anatomy & Phsyology. 6th edition. San Fransisco: Pearson Education, Inc. 6. Rajeev, K., Rupin, S. Varicocele and Male Infertility: current status. The Journal of Obstetrics and Gynecology of India. 2005. Vol. 55: 505-516 7. Sharlip, I. D., et al. 2001. Infertility: Report on Varicocele and Infertility. American Urology Association 8. Werner, M. A. 2014. Varicoceles. Private Practice Limited to Male Infertility and Sexual Dysfunction



41