KD Pak Agus [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH ANATOMI DAN FISIOLOGI SISTEM PENGHIDU



OLEH : 1. Febriyanto Prasetyo U 2. Aliffia Yulanda P 3. Anggun Setiowati 4. Evi Triyani 5. Slamet 6. Pujen Tri Rahayu 7. Dias Aprida L 8. Melfina Yulianti 9. Anshar Rafi H 10. Gesty Wijining 11. Renaldi Gusela 12. Nur Fatikhatul J 13. Iffah Khairunnisa



(1611020067) (1611020068) (1611020070) (1611020082) (1611020083) (1611020085) (1611020095) (1611020096) (1611020098) (1611020100) (1611020102) (1611020103) (1611020106)



UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO FAKULTAS ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KEPERAWATAN S1 PURWOKERTO 2017



KATA PENGANTAR



Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Keperawatan Dewasa yang bertema “Indera Penciuman” dengan baik dan tepat pada waktunya. Dalam penyusunan makalah mungkin ada sedikit hambatan. Namun berkat bantuan dukungan dari teman-teman serta bimbingan dari Dosen pembimbing. Sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Dengan adanya makalah ini, diharapakan dapat membantu proses pembelajaran dan dapat menambah pengetahuan bagi pembaca. Tidak lupa pula kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak, atas bantuan, dukungan, dan doa-Nya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membaca makalah ini dan dapat mengetahui tentang Anatomi dan Fisiologi Indera Penciuman. Makalah ini mungkin kurang sempurna, untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran untuk penyempurnaan makalah ini. Purwokerto, 16 Desember 2017



Penulis



i DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR.................................................................................................................i DAFTAR ISI................................................................................................................................ii BAB I PENDAHULUAN............................................................................................................1 A. Latar belakang...................................................................................................................1 B. Tujuan ..............................................................................................................................1 BAB II PEMBAHASAN.............................................................................................................2 A. B. C. D. E.



Pengertian .........................................................................................................................2 Anatomi Gambar Organ....................................................................................................3 Fisiologi Fungsi organ......................................................................................................3 Mekanisme Fungsi Organ.................................................................................................8 Penyakit dan Kelainan Pada Hidung.................................................................................9



BAB III PENUTUP.....................................................................................................................13 A. Kesimpulan ......................................................................................................................13 B. Saran..................................................................................................................................13 DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................................



ii BAB I PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Tubuh kita tersusun atas berbagai macam reseptor untuk mengetahui bermacammacam rangsangan dari luar tubuh kita. Alat indera adalah organ yang berfungsi untuk menerima jenis rangsangan tertentu. Semua organisme memiliki resptor sebagai alat penerima informasi. Informasi tersebut dapat bersal dari dirinya sendiri atau dari luar. Reseptor diberi nama berdasarkan jenis rangsangan yang diterimanya, seperti kemoreseptor (penerima rangsang zat kimia), fotoreseptor (penerima rangsang cahaya), audio reseptor (penerima rangsang suara), dan mekanoreseptor (penerima rangsangan fisik seperti tekanan, sentuhan dan getaran). Selain itu dikenali pula beberapa reseptor yang berfungsi mengenali perubahan lingkungan luar tang dikelompokkan sebagai eksoreseptor. Sedangkan kelompok reseptor yang berfungsi mengenali lingkungan dalam tubuh disebut interoreseptor yang terdapat diseluruh bagian tubuh manusia. Eksoreseptor yang kita kenal ada lima macam yaitu, indera penglihat (mata), pendengar (telinga), peraba (kulit), pembau (hidung) dan pengecap (lidah). Dalam makalah ini kita akan membahas Eksoreseptor Indera Pembau (hidung), kita akan mengetahui tentang anatomi hidung, mekanisme kerja hidung serta gangguan-gangguan yang terdapat pada hidung.



B. Tujuan  Mengetahui Anatomi hidung  Mengetahui fisiologi hidung  Mengetahui mekanisme penciuman / pembau  Mengetahui gangguan pada hidung



1 BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Reseptor Pembau adalah komoreseptor yang dirangsang oleh molekul – molekul larutan dalam cairan hidung. Reseptor pembau merupakan reseptor jauh (tele reseptor) karena lintasan pembauan tidak memiliki hubungan dalam thalamus dan tidak terdapat di daerah proyeksi pada neocortex penciuman (Ganong, W.F, 1983, Fisiologi Kedokteran, Jakarta : CV. EGC.) Membrana offactoria terletak pada bagian superior rongga hidung. Di bagian medical ia melipat keatas concana superior dan bahkan ada yang berada di concha media. Pada setiap rongga hidung membrana olfactoria mempunyai luas permukaan 2,4 cm. Organon olfacus terdapat di dataran medical concha nasalis superior dan pada dataran septumasi yang berhadapan dengan concha masalis superior. Saat seseorang menarik nafas maka sesibilirasa pembanya akan lebih kuat karena letak organon olfacus disebelah atasnya. Sensai pembauan tergantung pada konsentrasi penguapan, misalnya skatol (bau busuk pada facces) karena konsentrasinya pekat maka baunya busuk (Guyton, A. C., 1983, Fisiologi Kedokteran 2, Jakarta : CV. EGC.) Impuls – impuls bau dihantarkan oleh filum olfactetorium yang bersinopsis dengan cabang – cabang dendrit sel mitral dan disebut sinopsis glomerulus. Neurit sel mitral meninggalkan bulbus olfactorius untuk berjalan di dalam area medialis dan berakhir di dalam area. Pusat pembauan ada di uneus. Neurit – beurit sel mitral mempunyai cabang – cabang yang menuju ke sel glanuta akan mengadakan sinopso di sinopsi axomatis. Sebagian dari neurit – neurit sel mitral berjalan dalam strialate ralis dan berakhir dalam incus, sebagian dari neurit tersebut berjalan di dalam stria medialis dan berakhir di dalam area septialis (Radiopoetro, R., 1986, Psikologi Faal 1, Yogyakarta : Yayasan Penerbitan Fakultas Psikologi UGM.) Jalannya impuls pembauan adalah sebagai berikut : Impuls – impuls bau dihantarkan oleh filum olfactorium yang bersinopsi dengan cabang – cabang dari dendrit sel mitral dan disebut siniopsis glomerulus. Neurit sel mitral meninggalkan bulbus olfactorius untuk berjalan di dalam area medialis dan berakhir di dalam area. Pusat pembauan ada di incus. Neurit – neurit sel mitral berjalan dalam strialate ralis dan berakhir dalam incus (Ganong, W.F, 1983, Fisiologi Kedokteran, Jakarta : CV. EGC.)



2 B. Anatomi Gambar Organ



C. Fisiologi Fungsi Organ Reseptor penghidu terletak pada superior nostril, yaitu pada septum superior pada struktur yang disebut membran olfaktori. Bagian dari saraf penghidu yang berkaitan langsung dengan odoran, molekul penghidu, yaitu silia dari sel olfaktori. Sebelum dapat menempel dengan silia sel olfaktori, odoran tersebut harus dapat larut dalam mukus yang melapisi silia tersebut. Odoran yang hidrofilik dapat larut dalam mukus dan berikatan dengan reseptor pada silia tersebut, yaitu pada protein reseptor pada membran silia sel olfaktori. Pengikatan antara reseptor dengan odoran menyebabkan aktivasi dari protein G, yang kemudian mengaktivasi enzim adenil siklase dan mengaktifkan cAMP. Pengaktifan cAMP ini membuka kanal Na+ sehingga terjadi influks natrium dan menyebabkan depolarisasi dari sel olfaktorius.



3 Depolarisasi ini kemudian menyebabkan potensial aksi pada saraf olfaktorius dan ditransmisikan hingga sampai ke korteks serebri.



Pada keadaan istirahat, resting potential dari sel olfaktori yaitu sebesar -55mV. Sedangkan, pada keadaan terdepolarisasi, membrane potential sel olfaktori yaitu sebesar -30mV. Graded potential dari sel olfaktori menyebabkan potensial aksi pada sel mitral dan tufted yang terdapat pada bulbus olfaktorius. Pada membran mukus olfaktori, terdapat ujung saraf bebas dari saraf trigeminus yang menimbulkan sinyal nyeri. Sinyal ini dirangsang oleh odoran yang bersifat iritan, seperti peppermint, menthol, dan klorin. Perangsangan ujung saraf bebas ini menyebabkan bersin, lakrimasi, inhibisi pernapasan, dan refleks respons lain terhadap iritan hidung.



4



Terdapat tiga syarat dari odoran tersebut supaya dapat merangsang sel olfaktori, yaitu:   



Bersifat larut dalam udara, sehingga odoran tersebut dapat terhirup hidung Bersifat larut air/hidrofilik, sehingga odoran tersebut dapat larut dalam mukus dan berinteraksi dengan silia sel olfaktorius Bersifat larut lemak/lipofilik, sehingga odoran tersebut dapat berikatan dengan reseptor silia sel oflaktorius Sel olfaktori mengalami adaptasi yang cepat pada detik pertama, yaitu sekitar 50% adaptasi terjadi. Sedangkan, 50% adaptasi sisanya terjadi dalam waktu yang lambat. Adaptasi ini diperankan oleh sel-sel pada glomerulus di bulbus olfaktorius dan sistem saraf pusat. Pada glomerulus, terdapat sel periglomerular dan sel granul. Kedua sel tersebut berperan dalam inhibisi lateral yang dicetuskan oleh sinyal pada sel mitral dan sel tufted. Sel mitral dan sel tufted yang teraktivasi kemudian melepaskan neurotransmiter glutamat dan menyebabkan eksitasi sel granul. Sel granul tersebut kemudian melepaskan GABA dan menginhibisi sel mitral dan sel tufted. Sel periglomerular dan sel granul tersebut juga berespon terhadap feedback dari sel saraf pusat yang menginhibisi sel olfaktorius, sehingga terjadi penekanan pada transmisi sinyal yang menuju bulbus olfaktorius. Selain itu, adaptasi ini juga diperankan oleh aktivasi ion Ca2+ melalui kanal ion CNG (cyclic nucleotide-gated) yang mengaktivasi kalmodulin. Ion Ca2+ ini menyebabkan adaptasi dari mekanisme transduksi dan penurunan respons terhadap stimulus. Sedangkan, adaptasi yang diperankan oleh sistem saraf pusat memiliki peran yang lebih besar dibandingkan adaptasi pada glomerulus.



5



Jaras olfaktorius Sinyal pada sel mitral dan sel tufted pada bulbus olfaktorius menjalar menuju traktus olfaktorius. Traktus olfaktorius kemudian menuju area olfaktorius primer pada korteks serebral, yaitu pada lobus temporalis bagian inferior dan medial. Aktivasi pada area ini menyebabkan adanya kesadaran terhadap odoran tertentu yang dihirup. Selain itu, traktus tersebut menuju dua area, yaitu area olfaktorius medial dan area olfaktorius lateral.1,3



6



  a.  Area olfaktorius medial Area ini terdiri atas sekumpulan nukleus yang terletak pada anterior dari hipotalamus. Nukleus pada area ini merupakan nukleus septal yang kemudian berproyeksi ke hipotalamus dan sistem limbik. Area ini berperan dalam ekspresi respons primitif terhadap penghidu, seperti salivasi. b.  Area olfaktorius lateral Area ini terdiri atas korteks prepiriformis, korteks piriformis, dan nukleus amygdala bagian korteks. Dari area ini, sinyal diteruskan ke sistem limbik dan hipokampus. Proyeksi tersebut berperan dalam pembelajaran terhadap respon dari odoran tertentu, seperti respon mual atau muntah terhadap odoran yang tidak disukai. Jaras pada kedua area tersebut tidak melewati talamus, seperti jaras pada saraf sensori lainnya. Namun, terdapat satu jaras olfaktori yang melewati talamus, yaitu nukleus talamus dorsomedial, dan bersinaps di korteks orbitofrontal kuadran lateroposterior. Jaras ini berperan pada analisis sadar dari odoran tertentu.



7 D. Mekanisme Proses Fungsi Organ



8 Reseptor bau terlokalisasi pada neuron sensorik penciuman, yang menempati area kecil di bagian atas epitel hidung. Setiap sel reseptor penciuman hanya mengungkapkan satu reseptor bau. Pada aktivasi, sinyal dari sel-sel reseptor penciuman disampaikan dalam daerah mikro yang didefinisikan oleh glomerulus di olfactory bulb. Sel-sel reseptor dari jenis yang sama secara acak didistribusikan pada mukosa hidung, tetapi berkumpul di glomerulus yang sama. Di glomerulus, ujung saraf reseptor merangsang sel-sel mitral yang meneruskan sinyal ke daerah yang lebih tinggi dari otak. E. Penyakit dan Kelainan pada Hidung Beberapa penyakit dan kelainan pada hidung antara lain sebagai berikut : 1. Salesma (Cold) dan Influenza (Flu) Influenza adalah kondisi alat pernafasan yang terinfeksi virus. Umumnya menyebabkan batuk, pilekm sakit leher, dan terkadang panas atau sakit persendian yang disertai dengan pusing. Pada anak kecil, biasanya disertai dengan gejala mencret ringan. Sebaiknya hindarilah penggunaan penicillin, tetracyline, atau antibiotik lainnya, karena obat jenis ini tidak dapat menyembuhkan penyakit influenza, san justru akan menimbulkan bahaya. Penyakit Influenza ini hampir selalu sembuh dengan sendirinya tanpa obat, anda hanya perlu melakukan beberapa hal sederhana berikut ini ketika sedang mengalami penyakit influenza:     



Hindari minuman dingin dan selalu konsumsi air hangat Istirahatlah yang cukup Jika mengalami panas dan skit kepala, cukup konsumsi aspirin atau acetaminiphen Untuk penyaki influenza ini tdiak ada pantangan khusus, dan bagi penderitanya sangat dianjurkan untuk mengkonsumsi makanan yang mengandung vitamin C. Jika mengalami sakit tenggorokan atau sakit leher, berkumurlah dengan air hangat.



Jika penyakit influenza ini berlangsung lebih dari 1 minggu atau menimbulkan panas, batuk, lendir, sampai sakit dada, maka kemungkinan penderita tersebut mengalami radang cabang tenggorokan (bronchitis) atay radang paru-paru (penumonia). 2. Peradangan hidung akibat alergi (Rhinitis Allergica) Penyakit ini bisa disebabkan karena adanya reaksi alergi pada hidung karena masuknya substansi asing dalam saluran tenggorokan. Anda juga bisa menggunakan antihistamin seperti chlorpheniramine, dimenhydrinate sebagai pencegah. Sebelumnyam, ketahuilah terlebih dahulu penyebab terjadinya alergi yang dialami apakah karena debu, bulu ayam, jamur, tepung, sari bunga atau alergi yang disebabkan oleh alergen lainnya.



9 3. Hidung tersumbat dan pilek Alergi atau salesma bisa menjadi penyebab hidung tersumbat atau pilek. Pada anak-anak, banyaknya lendir dalam hidung bisa menyebabkan infeksi telinga. Sedangkan pada orang dewasa, lendir berlebihan dapat mengakibatkan gangguan sinus atau peradangan dan berlangsung lama di dalam rongga tulang yang berhubungan dengan hidung. Cara mengatasi :  Menaruh uap air panas di dekat badan, dan menghirupnya dengan cara demikian maka akan dapat melegakan hidung yang tersumbat.  Jangan menghembuskan ingus kuat-kuat karena bisa menimbulkan sakit telinga bahkan sampai infeksi sinus.  Jika sering mengalami sakit telinga atau gangguan sinus kita dpat mencegahnya dengan memakai tetes hidung decongestan seperti phenylprine.



4. Polip Hidung



Ini merupakan salah satu kelainan pada hidung yakni berupa tumor kecil yang terdapat pada hidung. Ini merupakan tumor jinak yang terletak di hidung anda. Tumor ini perlu anda waspadai, meskipun statusnya jinak, akan tetapi tumor ini bisa menjadi tumor ganas seperti layaknya kanker. Polip ini merupakan suatu massa patologis yang terdapat pada rongga sinus hidung yang licin dan lunak.Warna dari polip ini adalah putih ke abuabuan dan mengkilat. Polip bukan lah penyakit yang berdiri sendiri, akan tetapi merupakan hasil dari penyakit yang diderita dalam waktu beberapa tahun yang tidak kunjung diatasi. Polip sendiri dibagi menjadi dua yakni : 



Polip tunggal. Polip tunggal adalah penyakit polip yang jumlah polipnya hanya satu dan berasal dari sel-sel yang berada pada permukaan dinding sinus tulang pipi atau maxilla.



10 



Polip ganda. Polip ganda merupakan polip yang jumlahnya lebih dari satu. Biasanya, polip ganda ini berasal dari permukaan dinding rongga tulang hidung bagian atas atau yang disebut juga dengan etimoid. Polip jenis ganda ini dapat timbul di kedua sisi rongga hidung.



5. Gangguan Sinus ( Penyakit sinusitis) Sinusitis atau peradangan sinus terjadi pada rongga-rongga dalam tulang yang berhubungan dengan rongga hidung. Adapun tanda-tanda atau gejala penyakit sinusitis adalah sebagai berikut:   



Terasa sakit di wajah, khususnya sekitar mata, terlebih lagi ketika anda mengetuk tulang atau menundukkan kepala. Hidung sering tersumbat karena adanya nanah atau ingus yang kental. Terkadang gejala yang timbul tersebut disertai dengan panas.



Penyakit sinusitis dapat kita obati dengan menggunakan metode penyembuhan secara alami dengan mengunakan bahan dan alat sederhana. Adapun cara mengatasi penyakti sinusitis secara alami  adalah sebagai berikut:    



Menghirup sedikit air garam ke dalam hidung Guankan tetes hidung decongestan seperti phenyleprine Letakkan kompres hangat di wajah Tetracyline, ampicillin atau penicillin merupakan jenis antibiotik yang bisa digunakan untuk meresakan sinusitis.



1. Deviated septum Kelainan berikutnya yang dialami oleh hidung adalah deviated septum. Biasanya, hidung yang memiliki dua rongga untuk bernafas ini ukuran rongganya sama. Akan tetapi, dalam beberapa kasus abnormal, ukuran rongga pada hidung bisa berbeda. Ketika kasus ini terjadi tapi masih dalam taraf ringan maka tidak akan membahayakan. Akan tetapi, pada beberapa kasus, deviated septum terjadi dengan taraf yang cukup membahayakan dimana satu-satunya cara untuk mengobatinya hanyalah dengan operasi. 2. Anosmia Anosmia merupakan salah satu kelainan pada hidung. Dalam hal ini, anosmia merupakan kelainan yang berhubungan dengan indera penciuman. Yang dimaksud dengan anosmia adalah keadaan dimana sang penderita tidak dapat mencium bau sama sekali.



11 Penyakit ini biasanya disebabkan oleh kecelakaan, gangguan saluran hidung, atau tumor sulkus olfaktorius. Anosmia ini bisa disembuhkan dengan mengkonsultasikannya pada dokter. Karena penyakit ini lebih kompleks dan dokter lebih mengerti bagaimana mengatasi anosmia ini. 3. Dinosmia Penyakit dinosmia ini adalah keadaan dimana sang penderita merasa selalu mencium bau yang tidak sedap. Hal ini terjadi karena terdapat kelainan dalam rongga hidung, infeksi pada sinus, dan kerusakan parsial pada saraf olfaktorius. Cara untuk menyembuhkan penyakit ini adalah dengan membawanya ke dokter ahli THT dan mengkonsultasikannya.



12 BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN Reseptor Pembau adalah komoreseptor yang dirangsang oleh molekul – molekul larutan dalam cairan hidung. Reseptor pembau merupakan reseptor jauh (tele reseptor) karena lintasan pembauan tidak memiliki hubungan dalam thalamus dan tidak terdapat di daerah proyeksi pada neocortex penciuman (Ganong, W.F, 1983, Fisiologi Kedokteran, Jakarta : CV. EGC.) Impuls – impuls bau dihantarkan oleh filum olfactetorium yang bersinopsis dengan cabang – cabang dendrit sel mitral dan disebut sinopsis glomerulus. Neurit sel mitral meninggalkan bulbus olfactorius untuk berjalan di dalam area medialis dan berakhir di dalam area. Pusat pembauan ada di uneus. Neurit – beurit sel mitral mempunyai cabang – cabang yang menuju ke sel glanuta akan mengadakan sinopso di sinopsi axomatis. Sebagian dari neurit – neurit sel mitral berjalan dalam strialate ralis dan berakhir dalam incus, sebagian dari neurit tersebut berjalan di dalam stria medialis dan berakhir di dalam area septialis (Radiopoetro, R., 1986, Psikologi Faal 1, Yogyakarta : Yayasan Penerbitan Fakultas Psikologi UGM.)



13 DAFTAR PUSTAKA Adams G., Boies L., Higler P., 1997. Buku Ajar Penyakit THT Edisi ke enam.Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta: 135 - 142. Ballenger JJ. 1994. Aplikasi Klinis Anatomi dan Fisiologi Hidung dan Sinus Paranasal. Dalam : Penyakit Telinga Hidung Telinga Tenggorok Kepala dan leher. Edisi ke-13.Jakarta : Binarupa Aksara, hal :1-25 Ganong, W.F, 1983, Fisiologi Kedokteran, Jakarta : CV. EGC. Guyton, A. C., 1983, Fisiologi  Kedokteran 2, Jakarta : CV. EGC. Radiopoetro, R., 1986, Psikologi Faal 1, Yogyakarta : Yayasan Penerbitan Fakultas Psikologi UGM