Kel 4 Bab 4 Filosofi Manajemen Organisasi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB 4 FILOSOFI MANAJEMEN ORGANISASI A. Definisi Organisasi Organisasi berasal dari bahasa Yunani, yaitu organon berarti alat. Para ahli manajemen memberikan pengertian organisasi sebagai berikut. 1. James D. Mooney mengatakan bahwa “Organization is the form of cvery human association for the attainment of common purpose” (organisasi adalah setiap bentuk kerja sama mencapai tujuan bersama). 2. Chester I. Barnard mengemukakan bahwa organisasi adalah sistem kerja sama antara dua orang atau lebih. 3. Dimock,



berpendapat



bahwa



organisasi



adalah



perpaduan



sistematis dari bagian-bagian yang saling bergantung untuk membentuk kesatuan yang bulat melalui kewenangan, koordinasi, dan pengawasan dalam usaha mencapai tujuan yang telah ditentukan. 4. Robbins mengatakan bahwa organisasi adalah sistem yang terdiri atas pola aktivitas kerja sama yang dilakukan dengan teratur dan berulang-ulang oleh sekelompok orang untuk mencapai tujuan. 5. Sondang P. Siagian mengemukakan bahwa organisasi merupakan bentuk persekutuan antardua orang atau lebih yang bekerja bersama secara formal dalam pencapaian tujuan. 6. Prajudi Atmosudirdjo menegaskan bahwa organisasi adalah Struktur tata pembagian kerja dan struktur tata hubungan kerja antara sekelompok orang pemegang posisi yang bekerja sama untuk mencapai suatu tujuan. Dari pengertian tersebut, terdapat empat unsur pokok dalam organisasi, yaitu sebagai berikut.



1



1. Sistem adalah kumpulan berbagai komponen atau subsistem yang integral dan saling berhubungan. Dalam organisasi, beberapa subsistem memegang peranan masing masing, memikul tugas dan kewajiban yang saling terkait. Meskipun setiap subsistem bekerja menurut bagiannya masing masing, seluruh kinerja harus sinergis diarahkan pada tujuan bersama. 2. Pola aktivitas, artinya kegiatan personal yang ada pada organisasi. Setiap kegiatan dilaksanakan setelah sebelumnya dibuat program kerja atau job description untuk masing masing bidang atau jabatan tertentu. Pola adalah bentuk bentuk kegiatan yang sesuai dengan kapasitas, tugas, dan wewenang jabatan dalam organisasi. Dengan demikian, bentuk aktivitasnya tidak sama. 3. Sekelompok orang yang bernaung dalam organisasi memiliki kedudukan, tugas, dan tanggung jawab masing masing berkaitan dengan aktivitasnya, tetapi seluruh aktivitas para pengurus organisasi diarahkan pada pencapaian tujuan bersama. Oleh karena itu, tujuan organisasi digah dari visi dan misi organusasi. Tujuan orgarusasi terdiri atas: a. Tujuan umum organisasi b. Tujuan khusus organisasi c. Tujuan bidang bidang dalam organisasi. 4. A. M. Williams dalam bukunya



Organization



of Canadian



Government Admmustration mengatakan bahwa organisasi harus mempunyai tujuan yang jelas karena organisasi dibentuk atas dasar tujuan yang angin dicapai. Secara ontologis, erganisasi adalah tujuannya itu sendiri. Dengan demikian, manajemen organisasi berpedoman pada prinsip dasar berikut: 1. Aspek sumber daya manusia yang merupakan aset organisasi; 2. Aspek legal formal; kebijakan, dan prosedur yang harus ditempuh dalam mencapai tujuan institusional; 2



3. Kultur; tata nilai yang melatarbelakangi perilaku manajerial institusi dalam mencapai tujuan, atau disebut dengan istilah Corporate culture (budaya perusahaan); 4. Integrasi; kesatupaduan dan kebersamaan dalam lingkungan sumber



daya



manusia



pada



organisasi,



sebagai



potensi



pencapaian tujuan Dengan empat prinsip tersebut, dalam manajemen organisasi selalu terdapat perilaku organisasi, yaitu sekumpulan aktivitas pengelola organisasi yang memiliki jabatan, tugas, dan wewenang yang berbedabeda. Dalam manajemen, perilaku organisasi merupakan disiplin ilmu yang mempelajari perilaku individu dan kelompok serta dampaknya terhadap kinerja (baik kinerja individual, kelompok maupun organisasi). Perilaku orgarusasi juga dikenal sebagai studi tentang organisasi, yang secara khusus mempelajari organisasi, dengan memanfaatkan metode metode dari ekonomi, sosiologi, ilmu politik, antropologi, dan psikologi.” B. Ontologi Manajemen Perspektif Psikologis Ontologi manajemen perspektif psikologis membicarakan hakikat pengelolaan organisasi perspektif psikologis, berkaitan dengan tingkah laku manusia, kepribadian, dan karakter terbentuknya tindakan manusia dengan tipe-tipe yang beragam. Oleh karena itu, kapannya senantiasa berhubungan dengan perilaku orang-orang yang memiliki hak dan kewajiban dalam organisasi. Perilaku adalah sikap atau tindakan yang dilakukan manusia sebagai individu ataupun kelompok. 1. Perilaku Individu Perilaku individu dalam organisasi adalah sikap dan tindakan individu dalam organisasi sebagai ungkapan dari kepribadian, persepsi, dan sikap jpwanya yang memengaruhi prestasi (kerja) dirinya dan orgarusasi. Manusia sebagai individu tidak serta merta berperilaku. Munculnya perilaku atas dasar tiga pertimbangan, yaitu: 1. Sistem berpikir yang dirancangnya 3



2. Sistem budaya yang membentuk kepribadiannya 3. Sistem nilai yang dianutnya. Prinsip dasar manusia berperilaku, menurut Davi A.N., Richard Hackman dan Edward E.L. adalah sebagai berikut: 1. Manusia



berbeda



perilakunya



karena



kemampuannya



beragam. 2. Kebutuhan manusia yang beragam: 3. cara berpikir dan pilihan hidup beragam 4. pengamalan dan rasionalisasi terhadap lingkungan berbeda 5. reaksi hidup dan kehidupan yang beragam,seperti rasa senang dan sedih yang muncul karena reaksi alamiah manusia yang beragam: 6. Faktor internal dan eksternal yang memengaruhi sikap dan tindakan yang beragam. Perilaku organisasi secara ontologis merupakan perilaku manusia karena itu berkaitan dengan kepribadian manusia. Menurut Allport, kepribadian merupakan sebuah organisasi dinamis pada sistem psikis dan fisik individu yang menentukan karakteristik perilaku dan pikiran manusia. Pervin dan John menyatakan bahwa kepribadian mewakili karakteristik individu yang terdiri atas polapola pikiran, perasaan, dan perilaku yang konsisten. Dalam teori kepribadian, konsistensi respons individu berkaitan dengan



situasi



dan



kondisi



yang



berbeda-beda.



Ada



tiga



teori



pengembangan kepribadian yang utama, yaitu teori psiko analitik (psycoanalytical theory), teori sifat atau perangai (Friat theory), dan teori kebutuhan (needs theory). 1. Teori psiko-analitik Teori ini pertama kali dikemukakan oleh Sigmund Freud. Menurut teart iri, untuk memahami kepribadian seseorang, kita harus melihat ke dalam dirinya (intrapsychic), apa yang menjadi dasar perilakunya. 4



Dalam diri setiap orang terdapat suatu “id” untuk mencari kepuasan bagi dirinya sendiri dan juga supcrego yang merupakan bagian dari jywa manusia yang mengandung unsur ideal dan pikiran yang baik. Tindakan atau perilaku manusia, menurut Freud, merupakan hasil konflik antara “id” dan “superego”. Konflik antara kedua faktor ini selalu berhasil didamaikan oleh “ego”. Pola perilaku manusia selalu bersifat defensif dan dapat dipikirkan berdasarkan pengamatan kompromistis yang terjadi antara “id” dan “superego”. 2. Teori sifat atau Perangai Menurut teori ini, kepribadian seseorang bersifat tetap dan sulit berubah. Sifat dan perangai seseorang merupakan pembeda antara dirinya dan orang lain. Sifat seseorang sudah ada sejak lahir yang dibagikan secara unik. Tidak berubah sepanjang masa, dapat diukur secara kuantitatif, dan dapat digunakan untuk menduga setiap tindakannya. 3. Teori Kebutuhan Dalam teori kebutuhan terdapat dua teori yang terkenal, yaitu teori Maslow dan teori McClelland. Maslow mempertegas teorinya sebagai berikut: Teori tingkat kebutuhan Teori hierarki kebutuhan (hierarchy of needs) merupakan Teori Maslow atau disebut dengan “Teori Motivasi”. Teori hierarki kebutuhan ada yang bersifat deduktif. Teori ini bertolak dari tiga asumsi pokok, yaitu: (1) Manusia adalah makhluk yang selalu berkeinginan. Keinginan mereka tidak pernah terpenuhi seluruhnya: (2) Kebutuhan atau keinginan yang sudah terpenuhi tidak akan menjadi pendorong lagi: (3) Kebutuhan manusia tersusun menurut kepentingannya yang hierarkis 5



Hierarki kebutuhan secara ontologis berkaitan dengan atribut kepribadian. Ada sejumlah atribut kepribadian, di antaranya sebagai berikut. 1.



Daerah pengendalian (locus of control) Daerah



pengendalian



berkaitan



dengan



keyakinan



sescorang



terhadap tindakannya yang akan memengaruhi imbalan yang akan diterimanya. Ada dua daerah pengendalian kepribadian, yaitu internal dan eksternal. Pengendalian internal adalah kepercayaan diri bahwa dialah yang mengendalikan dirinya sendiri. Adapun pengendalian eksternal adalah keyakinan seseorang bahwa tindakan dirinya ditentukan oleh lingkungan atau faktor luar lainnya. 2. Paham otoritarian Sifat kepribadian otoritarian yang tinggi memiliki intelektual yang kaku, membedakan



orang



atau



kedudukan



dalam



Organisasi,



mengeksploitasi orang yang memiliki status di bawahnya, suka curiga, dan menolak perubahan. 3. Orientasi prestasi Orientasi merupakan karakteristik kepribadian yang dapat digunakan untuk meramal perilaku seseorang. 4. Introversi dan ekstroversi Introversi adalah sifat kepribadian sescorang yang cenderung menghabiskan waktu dengan dunianya sendiri dan menghasilkan kepuasan atas pikiran dan perasaan. Ekstroversi merupakan sifat kepribadian yang cenderung mengarahkan perhatian kepada orang lain, kejadian pada lingkungan yang menghasilkan kepuasan. 5. Persepsi Persepsi merupakan proses memerhatikan dan menyeleksi, mengorganisasikan dan menafsirkan stimulus lingkungan. Behaviorisme memandang bahwa pola pola perilaku dapat dibentuk melalui proses pembiasaan dan penguatan (reinforcement) dengan 6



mengondisikan atau menciptakan stimulus stimulus (rangsangan) tertentu dalam lingkungan. Adapun aliran holistik atau humatusme memandang bahwa perilaku itu bertujuan, yang berarti aspek aspek intrinsik (niat, motif, dan tekad) dari dalam diri individu merupakan faktor penentu lahirnya perilaku, meskipun tanpa ada stimulus yang datang dari lingkungan. Holistik atau humanisme menjelaskan mekanisme perilaku individu



dalam



konteks



what



(apa), how (bapaimana),



dan



why



(mengapa). What (apa) menunjukkan tujuan (goals/incentives/purpose) yang hendak dicapai dengan perilaku itu. How (bagaimana) menunjukkan jenis dan bentuk cara mencapai lujuan (goals/incentives/pupose), yaitu perilakunya itu sendiri. Adapun why (mengapa) menunjukkan motivasi yang menggerakkan terjadinya dan berlangsungnya perilaku (how), baik bersumber dari diri individu itu sendiri (motivasi intrinsik) maupun yang bersumber dari luar individu (motivasi ekstrinsik). Perilaku individu diawali dari adanya kebutuhan. Setiap individu, demi



mempertahankan



kelangsungan



dan



meningkatkan



kualitas



hidupnya, akan merasakan adanya kekurangan atau kebutuhan tertentu dalam dirinya. Dalam hal ini, Maslow mengungkapkan jenis kebutuhan individu secara hierarkis, yaitu: 1. kebutuhan fisiologikal, scperti sandang, pangan, dan papan 2. kebutuhan keamanan, tidak dalam arti fisik, tetapi mental, psikologikal, dan intelektual, 3. kebutuhan kasih sayang atau penerimaan, 4.kebutuhan prestise atau harga diri, yang pada umumnya tercermin dalam berbagai simbo-simbol status: 5. kebutuhan aktualisasi diri. Berdasarkan data-data yang diperoleh olch DeGiovani, serta hukum deformasi yang dirumuskan oleh DeGiovani, Viola dalam berbagai penyelidikannya menemukan tiga macam tipe manusia berdasarkan keadaan tubuhnya, yaitu: (1) microsplanchnis: ukuran ukuran menegak 7



relatif dominan, sehingga orangnya kelihatan tinggi jangkung: (2) macrosplanchinus: ukuran-ukuran mendatarnya relatif dominan, sehingga orangnya kelihatan pendek gemuk, (3) normosplanchnis: ukuran-ukuran menegak



dan



mendatar



seimbang,



sehingga



orangnya



kelihatan



scimbang. Bermacam-macam bentuk tubuh demikian beralas pada keturunan. Menurut mazhab Prancis, keadaan serta bentuk tubuh manusia serta kelainan-kelainannya pada pokoknya ditentukan oleh lingkungan, yaitu: (1) ada lingkungan yang berwujud udara yang menjadi sumber reaksi respiratoris; (2) ada sekitar yang berwujud makan-makanan yang menjadi sumber reaksi-reaksi digestif; (3) ada lingkungan yang berwujud keadaankeadaan alam yang menjadi sumber reaksi-reaksi muskuler; (4) ada lingkungan yang berwujud keadaan sosial yang menimbulkan reaksireaksi cerebral. Kretschmer menggolongkan tipe manusia secara jasmaniah menjadi empat tipe berikut. 1. Tipe piknis: badan agak pendek, dada membulat, perut besar, bahu sempit, leher pendek dan kuat, lengan dan kaki lemah, kepala agak “merosot” ke muka di antara kedua bahu, schingga bagian atas dari tulang punggung kelihatan sedikit melengkung: banyak lemak, sehingga urat-urat dan tulang-tulang tak kelihatan nyata tipe ini memperoleh bentuknya yang nyata setelah seseorang berumur 40 tahun. 2. Tipe leptosom: ukuran-ukuran menegaknya lebih dari keadaan biasa, sehingga orangnya kelihatan tinggi jangkung, badan langsing/kurus, jangkung, perut kecil, bahu sempit, lengan dan kaki lurus, tengkorak agak kecil, tulang-tulang di bagian muka kelihatan jelas, muka bulat telur, dan berat relatif kurang. 3. Tipe atletis: ukuran-ukuran tubuh yang menegak dan mendatar dalam perbandingan yang seimbang, sehingga tubuh kelihatan selaras. Tipe ini dapat dipandang sebagai sintesis dari tipe piknis 8



dan tipe leptosom. Sifat sifat khas tipe ini ialah tulang-badan kukuh dan tegap: tinggi cukup: bahu lebar dan kuat: perut kuat, panggul dan kaki xuat, dalam perbandingan dengan bahu dan kelihatan agak kecil, tengkorak cukup besar dan kuat, kepala dan leher tegap: muka bulat telur, lebih pendek dari tipe lepsotom. 4. Tipe displatis: merupakan penyimpangan dari ketiga tipe yang telah dikemukakan itu, tidak dapat dimasukkan ke dalam salah satu di antara ketiga tipe itu, karena tidak memiliki ciri ciri yang khas menurut tipe-tipe tersebut. Bermacam-macam bagian yang seolaholah bertentangan satu sama lain ada bersama-sama. Kretschmer menganggap tipe displastis ini menyimpang dari konstitusi normal. Tipe tipe manusia menurut temperamennya dapat dikemukaxan sebagai berikut: 1. Tipe schizothym, yaitu bertemperamen schizothym sifat-sifat jiwanya bersesuaian dengan para penderita schizoprenia, hanya sangat tidak jelas, ada kecenderungan ke arah autisme: menutup diri sendiri, hidup dengan dirinya sendiri. 2. Tipe cyklothym, yaitu bertemperamen chizothym, sifat-sifat jiwanya bersesuaian dengan para penderita manisdefresif, hanya sangat tidak jelas. Golongan int juga mudah untuk ikut merasakan suka dan duka orang lain. Apabila dihubungkan antara tipologi Kretschmer dengan tipologi manusia menurut temperamennya, ada dua macam tipe, yaitu: 1. Orang yang konstitusi piknis bertemperamen cyklothym, atau orang-orang



yang



bertemperamen



cyklothym



mayoritas



berkonstitusi prknis: 2. Orang-orang yang berkonstitusi leptosom, atletis, dan displastis kebanyakan bertemperamen schizothyum, atau orang-orang yang



9



bertemperamen schizothym kebanyakan berkonstitusi leptosom, atau atletis atau displastis. Menurut teori Sheldon, kepribadian manusia terdiri atas komponen komponen berikut: 1. Komponen kejasmanian, terdiri atas sebagai berikut. a. Komponen-komponen kejasmantan primer, yaitu: (1) Endomorphy, orang yang komponen endomorphynya tinggi, sedangkan kedua komponen lainnya rendah ditandai oleh sifat lembut, gemuk, berat badan relatif kurang: (2) Mesomorphy, orang yang komponen mesomorphynya tinggi, sedangkan komponen yang lain rendah, otot-otot dominan, pembuluh pembuluh darah kuat, jantung juga donunan, Orang bertipe ini tampak kukuh, keras, otot kelihatan bersegi-segi, dan tahan sakit: (3) Ectomorphy, orang-orang yang termasuk pada golongan tipe ini organ organnya berasal dari ectoderm yang terutama berkembang, yaitu kulit, sistem saraf, dengan Ciri-ciri: jangkung, dada pipih, lemah, otot-otot hampir tidak tampak berkembang. b. Komponen kejasmanian sekunder, yang terdiri atas: (1)



Dysplasia,



yaitu



setiap



ketidaktepatan



dan



ketidak



lengkapan campuran ketiga komponen primer itu pada berbagai daerah tubuh: (2) Gynandromorphy, yang menunjukkan sejauh mana jasmani mermuhiki sifat-sifat yang biasanya terdapat pada jenis kelamin lawannya. Komponen ini oleh Sheldon dinyatakan dengan huruf “g” jadi orang laki-laki yang memiliki komponen “g” tinggi akan memiliki tubuh yang lembut, panggul besar, dan sifat-sifat wanita yang lain. Seseorang yang memiliki komponen "g" ini maksimal adalah banci, 10



(3)



Texture, yaitu komponen yang menunjukan bagaimana Orang itu tampaknya keluar.



2. Komponen komponen temperamen Komponen-komponen temperamen terdiri atas tiga komponen berikut. a. Tipe viscerotonis. Sifat-sifat orang yang bertipe viscerotonis adalah: (1) sikap tidak tegang (2) suka akan hiburan (3) gemar makan-makan, (4) besar kebutuhan akan resonansi orang lain, (5) tidurnya nyenyak, (6) apabila menghadapi kesukaran membutuhkan orang lain. b. Tipe somatotonis. Sifat-sifat temperamen somatotonis adalah: (1) sikapnya gagah: (2) perkasa, (3) kebutuhan bergerak besar, (4) suka terus terang, (5) suara lantang: (6) tampak lebih dewasa dari yang sebenarnya, (7) apabila menghadapi kesukaran, tipe ini membutuhkan bantuan orang lain, (8) melakukan gerakan-gerakan. c. Tipe celebrotonis. Sifat-sifat orang yang bertipe cerebrotonis adalah: (1) sikapnya kurang gagah, (2) ragu-ragu: (3) reaksinya cepat, (4) kurang berani bergaul dengan orang banyak (ada sociopobia): (5) kurang berani berbicara di depan orang banyak: 11



(6) kebiasaan-kebiasaannya tetap, hidup teratur, (7) suara kurang bebas: (8) tidur kurang nyenyak (sukar): (9) tampak lebih muda dari yang sebenarnya: (10) kalau menghadapi kesukaran, tipe ini mengasingkan diri 3. Komponen-komponen pskiatris, terdiri atas: (1) affective, bentuknya ekstrem terdapat pada para penderita psikosis jenis manis defresif (2) paranoid, yaitu banyak angan-angan, pikiran, gambaran yang sangat jauh dari kenyataan. (3) heboid, yaitu bentuk ekstremnya terdapat pada para penderita hebehrenia, yaitu suatu bentuk dari pschzoprenia (asosial, anti sosial). Dilihat dari keadaan kejiwaan manusia, terdapat beberapa tipologi, yaitu sebagai berikut. 1. Tipologi Plato Plato membedakan tiga bagian jiwa, yaitu: (1) pikiran (logos) yang berkedudukan di kepala, (2) kemauan (thumos) yang berkedudukan di dada, (3) hasrat (epsthumid) yang berkedudukan di perut. 2. Tipologi Queyrat Queyrat menyusun tipologi atas dasar domunasi daya jiwa, daya kognutif, afektif, dan konatif. salah satu daya yang dominan adalah: (a) tipe mediatif atau intelektual, daya kognitif dominan, (b) tipe emosional, daya afektif dominan, (c) tipe aktif, daya konatif dominan.



12



Dua daya dominan terdiri atas: (1) Tipe mediatif emosional atau daya kognitif atau afektif dominan, (2) Tipe aktif emosional atau garang: daya konatif dan afektif dominan (3) Tipe aktif-mediatif: daya konatif dan kognitif dominan. Menurut Gordon W. Allport, kepribadian adalah organisasi system jiwa raga yang dinamis dalam diri individu yang menentukan penyesuaian dirinya yang unik terhadap lingkungannya. Ada beragam kepribadian yang sudah lama dikenal, misalnya pemaaf, pemarah, pendendam, pendiam, hiperaktif, agresif, pasif, aktif, dan sebagainya yang merupakan bagian dari unsur unsur kepribadian yang



juga



dipelajari



secara



mendalam



oleh



psikologi.



Tipe-tipe



kepribadian yang tersebut hanyalah gambaran bahwa objek kajian psikologi tentang kepribadian secara substansial dapat mengungkap latar belakang tingkah laku seseorang dilihat dari kepribadiannya yang khas, atau sebaliknya setiap kepribadian seseorang yang telah diteliti, dapat digolongkan ke dalam tingkah polah dengan bentuknya yang sudah dipandang ilmiah. Kemudian, kepribadian itu menjadi bagian dari perilaku organisasi



karena



aktivitas



organisasi,



maju



mundurnya,



dan



pengembangannya tidak dapat terlepas dari kepribadian anggota organisasi, mulai level teratas hingga level terendah. Kepribadian juga berhubungan secara langsung dengan perilaku, sedangkan perilaku dipandang sebagai citra dari kepribadian seseorang dan manusia pada umumnya Perilaku dari pandangan biologis merupakan suatu kegiatan atau aktivitas organisme yang bersangkutan. Perilaku manusia pada hakikatnya adalah suatu aktivitas dan manusia itu sendiri. Oleh sebab itu, perilaku manusia mempunyai bentangan yang sangat luas,



mencakup



berjalan,



berbicara,



bereaksi,



berpakaian,



dan



sebagainya. Bahkan kegiatan internal (internal activity), seperti berpikir, persepsi, dan emosi juga merupakan perilaku manusia. Perilaku adalah 13



segala sesuatu yang dikerjakan oleh manusia, baik dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung. Perilaku dan gejala perilaku tersebut dipengaruhi faktor genetik (keturunan) dan lingkungan. Secara umum, dapat dikatakan bahwa faktor genetik dan lingkungan merupakan penentu dan perilaku makhluk hidup, termasuk perilaku manusia. Perilaku dapat dipandang sebagai gejala kepribadian atau sebagai bentuk kepribadian, sebagaimana dikemukakan sebelumnya bahwa secara garis besar, perilaku manusia dapat dilihat dari tiga aspek, yaitu: 1. Aspek fisik, 2. Aspek psikis: 3. Aspek sosial Perilaku manusia merupakan refleksi dari berbagai gejala kejiwaan, seperti pengetahuan, keinginan, kehendak, minat, motivasi, persepsi sikap, dan sebagainya. Gejala kejiwaan ditentukan oleh berbagai faktor di antaranya: 1. faktor pengalaman: 2. keyakinan, 3. sarana fisik: 4. sosial-budaya masyarakat. Berdasarkan uraian tentang perilaku manusia dalam manajemen organisasi,



dapat dipahami



bahwa



kajian



ontologis atau



hakikat



organisasi, terutama yang berkaitan dengan perilaku anggota organisasi sebagai individu ataupun kelompok, berhubungan secara langsung dengan kajian psikologi perusahaan, yaitu psikologi yang berhubungan dengan



soal-soal



perusahaan.



Menyangkut



penlaku



manajemen,



hubungan antarkaryawan, strategi pemasaran, dan kinerja perusahaan dilihat dalam perspektif psikologi. Misalnya, psikologi yang menguraikan kepuasan kerja. Kepuasan kerja dalam menempatt peringkat yang tinggi dalam kehidupan para pekerja sebab 1a berkaitan dengan tujuan manusia untuk merealisasikan dan mengaktualisasikan potensi dirinya dalam pekerjaan. 14



Kepuasan kerja berkaitan dengan motivasi kerja yang kadang terbendung oleh berbagai ragam kerutinan, hambatan lingkungan kerja yang kurang seimbang, atau situasi dan perangkat kerja yang secara ergonomis tidak mendukung peningkatan produktivitas kera. Stres yang dialami karyawan dan kepuasan kerja yang didambakan merupakan dua kondisi yang tidak hanya berkartan, tetapi sekaligus antagonustis. Karyawan dan perusahaan merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Karyawan memegang peran utama dalam menjalankan roda kehidupan perusahaan. Apabila karyawan memiliki semangat kerja yang tinggi, tidak ulet dalam bekerja, dan memuliki moral yang rendah. Dengan keadaan itu, dalam psikologi perusahaan dianalisis, misalnya tugas manajemen agar karyawan memiliki semangat kerja dan moral



yang



tinggi



serta



ulet



dalam



bekena.



Faktor-faktor



yang



memengaruhi suasana kera dapat ditemukan dalam jenis pekerjaan dan manajemen perusahaannya karena kepuasan kerja karyawan tidak mutlak dipengaruhi oleh gap semata. Banyak faktor yang memengaruhi kepuasan kerja karyawan, di antaranya adalah kesesuaian pekerjaan, kebijakan organisasi termasuk kesempatan untuk berkembang, lingkungan kerja, dan perilaku atasan. Menurut Angelina Yuri Puji Listiyani, perusahaan terdiri atas input, proses, dan oxtcomes. Input adalah komponen-komponen yang ada di luar lungkungan organisasi, antara lain sumber daya manusia dan peraturan pemerintah. Proses meliputi komponen-komponen, antara lain motivasi, persepsi, komunikasi, kepemimpinan, dan konflik. Adapun komponen outcomes meliputi kinerja individu dan kelompok, serta efektivitas organisasi. Untuk memahami lebih dalam mengenai salah satu komponen dari organisasi, kita perlu juga memahami bahwa setiap individu merupakan sumber daya yang dalam suatu organisasi memuliki nilai-nilai kerja (work values), yaitu keyakinan pribadi tentang hasil yang diperkirakan dari pekerjaannya dan keharusan dia berperilaku dalam bekerja. 15



Pandangan



tersebut



mempertegas



pentingnya



psikologi



perusahaan, terutama untuk mengetahui kondisi kejiwaan perusahaan dari sisi sinergitas perusahaan itu. Kejiwaan perusahaan adalah persepsi dan motivasi kerja yang ada dalam suasana para pekerja serta daya tarik perusahaan, yang secara manajerial mendukung terbentuknya suasana kepuasan kerja. Pakar psikologi vang berbicara mengenai kepribadian selain Freud adalah Carl Gustav Jung (1875-1961). Jung adalah seorang psikiater lulusan sekalah Psikoanalis Freud. Buku yang paling terkenal dari Jung adalah Psychologische Typen. Teorinya adalah Analytical Psyicology yang, memiliki perbedaan dengan gurunya, Freud. Menurut Jung, ketidak sadaran disebabkan oleh hereditas dan warisan yang bersifat rastal. Menurut Jung, struktur otak manusia tidak berubah, sehingga aspek ketidaksadaran berada pada collective unconscious yang terdiri atas jejik ingatan yang diturunkan dari generasi terdahulu, cakupannya sampai pada masa pra-manusia yang sifatnya transpersonal, dan menjadi dasar kepribadian seluruh manusia. Menurut Jung, primordial images merupakan archetype yang dibentuk oleh pengalaman tradisional yang turun-temurun, seperti adanya persona, anima, shadow dan self. Dengan demikian, jiwa merupakan totalitas semua peristiwa psikis dalam keadaan sadar ataupun tidak sadar. Dalam kesadarannya, jwa beradaptasi dengan semua faktor eksternal, sedangkan dalam kondisi tidak sadar, ta bermasyuk dengan dirinya dari dalam dan menjadi pusat energi kesadaran manusia. Jadi, kesadaran bersifat eksternal, sedangkan ketidaksadaran berada pada peristiwa psius batiniah yang internal. Manusia memiliki penggerak utama bagi kesadarannya, yaitu kesadaran yang membangkitkan seluruh pusat kreativitas manusia. Antara ketidaksadaran dan kesadaran senantiasa saling memotivasi lahirnya tingkah laku yang sadar dari semua ego manusia. Ada empat fungsi mendasar dari kesadaran, yaitu dua fungsi rasional dan rasio dan 16



perasaan dan dua fungsr lagi dari yang irasional berupa pengindraan dan intuisi. Dari keempat fungsi yang dimaksudkan Jung, fungsi superior memiliki kemampuan adaptabilitas yang kuat dan dominan. Sikap penonyolan jiwa manusia didorong kuat oteh fungsi supenor sehingga setiap manusia memiliki tipologi tertentu dari cara berpikir, merasa, mencermati dengan pancaindra, dan kekuatan intuisinya. Fungsi superior pertama adalah pikiran yang berada di dalam kesadaran, sedangkan perasaan berada di alam ketidaksadaran. Adapun pengindraan dan intuisi berada di antara kesadaran dan ketidaksadaran. Pertimbangan-pertimbangan kompensatoris keempat fungsi tersebut, memerlukan keseimbangan fungsional. Karena jika fungsi superioritas melonjak menjauhi fungsi imperior, terjadilah ketidakseimbangan jiwa manusia. Kejiwaan perusahaan itu disebabkan oleh yang harus didesak ke dalam dan dilupakan. Adapun ketidaksadaran adanya saling mendahului fungsi-fungsi tersebut. Mendahulukan kolektif diturunkan secara hercditas, yang merupakan garis keakuan berarti melahirkan ketidakstabilan sosial, sementara ketidaksadaran deterministik manusia sebagai makhluk yang berakal. mendahulukan kehidupan sosial dapat melemahkan stabilitas Ketidaksadaran kolektif sudah ada sebelum manusia diciptakan, individu. Keseimbangan fungsi rasio dan hati, fungsi indra dan intuisi artinya sudah ada sejak zaman azali yang melebihi pengetahuan dapat melahirkan manusia yang memuliki tingkat kesadaran yang kesadaran manusia sendiri. optimal, mandiri, dan utuh secara jasmani ataupun rohaninya. Manakala manusia menyikapi kesadarannya yang terdapat dalam pikiran dan jiwanya, serta menyikapi ketdaksadaran dalam pengindraan dan intuisinya, muncul berbagai tipe kepribadian manusia, yang disebut oleh Jung dengan tipe ekstravert dan tipe introvert.



17



Cara menyikapi yang diarahkan ke dunia luar merupakan ciri dari tipe ekstravert. Oleh karena itu, tipe kepribadiannya dibentuk oleh pengaruh lingkungan. Adapun sikap yang diarahkan sepenuhnya ke lorong-lorong batiniah yang dalam akan melahirkan kesadaran introspektif dalam kehidupannya, tetapi cenderung memiliki kelemahan beradaptasi dengan dunia luar. Jung menjelaskan bahwa keseimbangan hanya akan diperoleh keinginan yang belum terbuktikan. apabila sikap manusia tidak cenderung ke dalam ataupun keluartetapi berada pada garis keseimbangan, seperti akal dengan hati. Berpikir memakai hati, merasakan memakai akal. Jika keseimbangan tidak diperhatikan, kehidupan manusia akan berada pada pola hidup seseorang dan sikap yang statis, primitif, dan ada kemungkinan terganggu pengalamannya dan menggambarkan kebutuhan dasar individu yang kejiwaannya atau neurotis. Selain teorinya tentang dua tipe kepribadian, Jung rnistk dapat menjadi pendorong kenwaan karena merupakan bagian mengemukakan teori persona, yaitu bentuk penampilan lahiriah dari ketidaksadaran. individu yang menjadi media manusia dalam konteks batinian dan lahuriah. Dunia luar berbentuk perilaku konkret yang merupakan citra dunia dalam. Jadi, hati dan pikiran, pikiran dan perbuatan seharusnya memiliki hubungan integral yang seimbang. Apabila penampilan lahiriah berbeda dengan isi hati yang sebenarnya, terjadilah kelanan kejiwaan yang dapat berupa ketidakstabilan, kurang percaya diri, dan definisi archetype



Pearson



menunjukkan



keberadaan



tipologi



sebagainya



sehingga memerlukan terapi. Keadaan



ketidaksadaran



dan



kesadaran



manusia



sering



menghadapi tantangan dari luapan emosi yang tidak terkendali sehingga melahurkan kompleksitas kejiwaan dan ketidakseimbangan kesadaran. Hal itulah yang melahirkan konflik batin dan merusak struktur kesadaran yang utama dari fungs: superioritas ataupun inferioritas kesadaran yang



18



diaktualisasikan ke dalam bentuk lahiriah Atau tingkah laku. Misalnya, salah kata, salah ucap, salah tulis, salah baca, dan lupa. Jung juga menganalisis faktor ketidaksadaran yang ada dalam mimpi. Mimpi merupakan kesadaran lahiriah dari sesuatu yang tidak sempat direspons oleh kesadaran fisikal manusia ketika sedang terjaga. Jadi, keinginan yang tdak kesampaian biasanya akan dijawab melalui mumpi. Oleh karena ite, rumpi merupakan jawaban terhadap keinginan yang belum terbuktikan. Teori Jung mengenai tipologi juga mengutarakan arcketype, yaitu struktur, tema, atau karakter utama yang merepresentasikan diri seseorang,



yang



memengaruhi



cara



individu



memersepsikan



pengalamannya dan menggambarkan kebutuhan dasar individu yang berusaha dipenuh:. Archetype bersumber pada ingatan yang bersifat mistik, mitos, dan demon-demon, seperti roh dan setan. Pengalaman mistik dapat menjadi pendorong kejiwaan karena merupakan bagian dari ketidaksadaran. Pearson mengartikan archetype dengan “The invrsible patterns in the mind that control how we cxpereence the world” (Pearson, 1991). Dan “Narrative structures, themes, and defineable characters that if achiwed, give us temporary sense of success, fulfillment, and statrsfactton.” Definisi archetype Pearson menunjukkan keberadaan tipologi manusia yang berbeda-beda disebabkan oleh keinginan dan tujuan hidup yang berbeda. Setiap individu memiliki karakteristik vang berbeda-beda, termasuk kesadaran mentalitasnya, yang disebabkan oleh aktivitas kepwaan masing-masing sebagai archetype yang mengisi unsur-unsur psikisnya. Dengan demikian, cara pandang individu dan cara memersepsi terhadap dunia luar dan dirinya sendiri tidak sama. Kepuasan hidup tidak bermakna tunggal, telapi berkembang mengikuti tata cara manusia memersepsi tentang kepuasan itu sendiri. Ada dua belas archetype, dan pada setiap archetype terdapat sifat sifat yang melekat pada diri individu, seperti keberadaan karakteristik 19



kepemimpinan,



kecenderungan



kehidupan



sehari-hari,



masalah



pertemanan, kecerdasan dalam menyelesaikan masalah, prinsip-prinsip kehidupan, kebutuhan, hobi yang mendominasi, termasuk karakteristik individu yang berkaitan dengan cmosi dan kekuatan rasanya, motivasi, persepsi diri dan orang lain, manfaat bagi kehidupan pribadi dan orang lain, sikap-sikap dan kepedulian sosialnya jika ia menjadi bos atau karyawan, dan masih banyak lagi yang dapat dipelajari dari kedua belas tipe yang dimaksudkan. Kedua belas jenis archetype adalah innocent, orphan, warrior, caregrver, seeker, lover, destroyer, creator, ruler, magician, sage, dan jester. 1. The Innocent Innocent artinya suci atau tidak bersalah, salah satu tipe manusia yang memandang kehidupannya tidak bermasalah, dan masalah yang dihadapinya bukan masalah yang harus dengan serius dihadapi. Hal ini karena ia melihat masalah sebagai bagian dari kebaikan. Individu dengan archetype innocent adalah individu yang menikmati kehidupan dunia sebagai tempat yang aman dan nyaman. Ciri-ciri yang paling menonjol dari innocent adalah sebagai berikut. a. Dunia adalah tempat yang damai, aman, dan penuh kebahagiaan, b. Semua manusia tidak ada yang bermusuhan, c. Keadilan ada di mana mana: d. Masalah bukanlah masalah serius: e. Penuh harapan dan selalu optimistis: f. Kesederhanaan mendatangkan kebahagiaan. g. Orang lain akan membantu masalahnya karena semua orang berbudi luhur: h. Tidak ada ancaman dalim menghadapi kehidupan: i. positive thinking,



20



j.



mencari



orang



yang



profesional



untuk



membantu



menyelesaikan masalah yang dihadapi k.



ketergantungan yang kuat kepada orang lain:



l. penumpukan masalah m. semuanya hal yang mudah n. percaya diri yang kuat o. memberikan tanggung jawab yang berat kepada orang lain p. inspiratif dan membenkan kesempatan kepada orang lain q.



selalu ingin memperlihatkan kesucian diri di hadapan orang lain,



r.



tidak mau merugikan orang lain.



2. The Orphan The orphan artinya yatim piatu, yaitu tipe individu yang selalu dekat dengan problem kesuhtan hidup. Ciri-ciri utama archetype Orphan adalah sebagai berikut. a. Hidup adalah masalah, b. Selalu menghadapi kesulitan dan tragedi yang menyedihkan, c.



tantangan hidup semakin banyak,



d. mengenal lebih kuat akan adanya tantangan hidup e. mampu bertahan hidup sesulit apa pun f. tidak mudah putus asa g. rasa’empati yang kuat terhadap nasib orang lain h. tidak menunda nunda menyelesaikan problem hidup i.



bercermin pada pengalaman orang lam dalam mempelajari solusi masalah pribadinya



j. tidak mengemis agar orang lain membantu pemecahan masalahnya, tetapi dia sendiri yang membantu masalah orang lain untuk mencari perhatian agar orang lain membantunya k. tidak mudah percaya kepada orang lain 21



l. terlalu berhati hati menjalani hidup karena takut bertambah masalahnya: m. banyak kehilangan kesempatan baik bagi dirinyan. n. bersifat sinis dan mudah tersinggung o. curiga yang terlampau kuat kepada orang lain p. merasa selalu disakiti dan direndahkan, q. Salah tafsir terhadap maksud kebaikan dari orang lain r. pola kepemimpinannya realistis, apa adanya, dan tidak neko-neko: s. traumatis kepemimpinan, sehingga penuh perhitungan, t. pemimpin yang kuat menghadapi masalah,penuh empati, dan tidak mengenal kata menyerah, u. tidak mudah dimanfaatkan oleh orang lain. 3. The Warrior The warrior (prajurit), memiliki karakteristik sebagai berikut: a. pemberani dan tidak kenal rasa takut b. menghadapi masalah dengan sekuat mungkin, c.



idealisme yang kuat



d. berpegang pada prinsip e. pembelaan diri yang kuat, f. penuh kemauan dan keberanian yang sejati g. berani menghadapi tantangan dan persaingan, h. merukmati tantangan sebagai dinamika hidup, i. pandai mengatur strategi dalam menyelesaikan masalah, j.



penyebab masalah adalah orang lain yang merupakan musuh yang harus ditaklukkan,



k.



hidup baginya adalah kontroversi dan antagonistik



l. selalu waspada, m. kemenangan selalu nomor satu,



22



n. mengembangkan berbagai strategi untuk menjadi nomor satu, o. terkadang menghalalkan semua cara memandang orang lain lemah, p. sok pahlawan, q. penyenang cerita cerita dan film-film kepahlawanan, r. prajurit tak terkalahkan dan dongeng-dongeng tokoh yang pemberani, misalnya film Rambo, Commando, Rocky, dan dunia bela diri, s. sifat kepemimpinan yang tidak pernah menyerah untuk menjadi yang terbaik dengan mengatur kerja sama yan ideal, t.



hidup baginya perjuangan dan jangan ada kata menyerah untuk menjadi pejuang sejati,



u. menghadapi masalah dengan kekuatan yang optimal. 4. The Caregiver The Caregiver, artinya pemerhati Ciri-ciri individu dengan archetype caregrver adalah sebagai berikut: a. penuh dengan cinta dan kepedulian kepada sesame b. penyayang dan pemaaf: c. memperbaiki hubungan demi kelanggengan dan kenyamanan hidup, d. penolong sejati, bagaikan Ilin yang membiarkan dirinya habis terbakar asalkansemua orang menikmati cahaya terang benderang e. orang lain menjadi bergantung pada kasih sayangnya f. pembimbing, pengayom, dan memiliki kecerdasan emosional yang kuat g. peduli terhadap isu penderitaan, penindasan, dan ketidakberdayaan yang dialami orang lain 23



h. pengorbanan yang tinggi dalam membantu korban peperangan, bencana, kelaparan,kebaryiran, dan sebagainya i. kepemimpinannya penuh dengan dedikasi, pelayan yang baik” dan membuat suasana menjadi nyaman penuh dengan kedamaran j. berjiwa sosial dan royal dalam membantu sesama manusia. 5. The Seeker The Seeker, artinya pencari. Individu dengan archetype seeker memiliki ciri-ciri berikut: a. hidup mandiri b. petualang sejati c. haus akan pengalaman baru d. penuh dedikasi dalam menemukan kepuasan yang ada di lingkungan atau tempat yang sulit di tempuh e. ambisius, f. individualis dan egois g. tanpa kompromistis dalam mencari jati dirinya, h. memliki pertahanan dir yang kuat i. lari dari masalahoranglain j. Penemu ide solusi masalah bagi orang lain, k. penuh kebebasan dan tidak mau terikat l. selalu tampil beda m. eksentrik n. penyepi dan pengkhayal yang kuat dalam mencari ide baru: o. petualang dan mudah putus asa, p. mudah bosan dan mencari yang terbaru q. senang keunikan, eksotik, dan pandangan yang futuristis, r. terkadang deviasi dari lingkungannya membuatnya bersikap nekoneko menurut pandangan orang lain. 24



6. The Lover The Lover adalah pecinta. Individu dengan archetype lover memiliki ciri-ciri berikut: a. Penuh cinta terhadap orang lain b. Berbagi cinta dalam berbagai aktivitas kehidupannya c. Pencipta keromantisan hidup, d. Universalitas cinta bagi semua orang, bagi yang butuh atau tidak butuh rasa cinta darinya, e. Penuh penjagaan terhadap hubungan cinta orang lain f.



Penerima curahan hati orang lain dalam perantaannya



g. penyuluh rumah tangga yang baik h. menyelesaikan masalah dengan cinta i. ada kerenggangan hubungan, solusinya memberikan cinta yang maksimal bagi setiap pasangan j. cinta bagi dirinya adalah hati yang terbuka k. menciptakan suasana apa pun melalui energi libido seksualitas yang tinggi dan kemesraan cinta l. menyukai flm percintaan meskipun dalam suasana peperangan dan menghadapi bahaya m. Kharismatik n. menekuni pekerjaan yang dicintainya o. Sukses berkarier karena jenis pekerjaan yang sesuai dengan kata hatinya p. Banyak teman, menciptakan loyalitas kepemimpinan yang kuat q. Memiliki hasrat untuk selalu dicintai banyak orang. 7. The Destroyer The destroyer, artinya perusak. Individu dengan archetype destroyer memiliki ciri-ari berikut: a. Destruktif terhadap ide-ide yang kusam dan kedaluarsa



25



b. Rela dengan cobaan yang menimpa dan segera sadar untuk melanjutkan hidupnya c. Benci terhadap ketidakadilan, d. Provokator yang efektif dalam membela kebenaran, e. Tidak keras kepala terhadap sesuatu yang bukan miliknya f. menyingkir dari kehidupan yang tidak menguntungkan bagi dirinya, g. Pelopor reformasi bagi perubahan hidup h. Tidak sabar menyelesaikan krisis kehidupan yang selalu tertunda i. Bombastis terhadap peristiwa yang menyakiti sesamanya dan segera menyingkurkan sang pelaku j. suka main hakim sendiri, k. Tidak mau dipersalahkan l. membenarkan tindakannya yang menurut orang lain salah m.Penganut rasionalisme yang individual, sehingga semua dirasionalisasi n. Penghancur tatanan tradisional dan norma norma yang birokratis o. tidak menyukai kehidupan yang terjebak oleh aturan aturan normatif, p. Penuh ketelitian memilih anak buah, q. Pemimpin yang tegas bagi karyawan yang ndak berprestasi r. rencana yang irasional dan gagal s. Menyelesaikan masalah sendia dan jarang melibatkan orang lain. 8. The Creator The creator artinya pencipta. Individu dengan archetype creator memiliki ciri-ciri berikut : a. spiratif dan imajinatif b. Kreatif dengan ide-ide yang cemerlang dan menguntungk dirinya dan orang lain c. Estetis dan penuh perhitungan hidup d. Berkembang dengan penemuan yang baru 26



e. Senang dengan tantangan dan memiliki kecerdasan yang tinggi dalam menyelesaikan masalah serius f. meninggalkan masalah yang sepele g. hidup baginya adalah seni dan keindahan, h. Kurang percaya pada ide orang lain i. Penafsir yang cerdas tentang makna makna simbolik kebudayaan dan unsur-unsur estetika kehidupan, j. Memiliki kebebasan berekpresi k.



kurang menyukai norma dan aturan yang tertutup



l. senang dengan ketelanjangan budaya, terbuka, dan penuh kreativitas m. mudah menemukan solusi masalah n. pengusaha yang sukses, o. Mencerminkan kebijaksanaan seorang pemimpin yang memiliki kacamata multidimensi dalam mencari penemuan baru, p. Pinovatif, kontruktif, dan inspiratif q. Tidak tertarik oleh ide-ide dangkal dan memandang tidak berguna, menggeluti yang sifatnya lazim dan umum. 9. The Ruler The ruler artinya pengatur dan orang yang serba memakai aturan. Individu dengan archetype ruler memiliki ciri-ciri berikut: a. Tidak senang dengan sesuatu yang acak-acakan b. pengawas yang baik bagi orang lain c. Pengambil alih kekuasaan dan urusan orang lain d. penuh aturan e. Tegas kepada siapa pun yang melanggar aturan f. Rasa tanggung jawab yang tinggi terhadap pekerjaannya g. mendidik dan membimbing anak buah dengan aturan yang normatif, h. Memiliki anak buah yang disiplin, 27



i. Menjadi suri teladan bagi orang lain j. Pencipta sistem kepemimpinan yang jujur, adil, berwibawa, tegas, hitam putih, dan prosedural k. Tidak gegabah menafsirkan aturan l. Mengutamakan kepentingan orang lain sesuai aturan masalah diselesaikan sesuai aturan dan prosedur yang berlaku m. kaku dalam bergaul n. Formalistis o. Strukturalis p. Menyesuaikan diri dengan lingkungan di mana pun ia berada dengan memerhatikan norma yang berlaku q. Hati-hati terhadap kebodohan dan kesulitan yang pernah ialaminya, schingga tidak mengalami untuk kedua kalinya r. Pemimpin yang disegani yang menjadikan masyarakat s. bangga akan kepribadian dan keadilannya. 10.The Magician The Magician adalah penyihir. Individu dengan archetype magician memiliki ciri-ciri berikut: a. Penuh kharismatik b. Menggugah perasaan orang Jain dengan wibawanya yang kuat, c. Naturalis yang menciptakan penyembuhan bagi orang yang merasakan gejala sahit yang tidak jelas penyebabnya, d. Menciptakan kekaguman dalam suasana apa pun, e. Pandai menghiptonis orang lain dengan cerita-ceritanya, f. Menggetarkan suasana meskipun dalam keramaian, g. Pemegang kendali sosial yang baik dengan visi dan misi h. Yang menjanjikan pencipta rasa percaya yang tinggi bagi orang lain i. Hidup baginya merupakan kescimbangan antara jasad, roh dan Sang Pencipta,



28



j. Memecahkan masalah dengan banyak berdoa, meditasi, menyatukan pikiran dan perasaan, mengendalikan emosi dan mencari keajaiban Tuhan dengan permenungan kontemplatifnya k. Tidak menyepelekan masalah l. Semua masalah harus diselesaikan dengan baik: m. mengembangkan diri agar bermanfaat bagi orang lain n. tidak menciptakan rasa bersalah kepada orang lain o. kadang-kadang irasional, p. Tidak mengenal kegagalan dalam hidup karena kehidupan bukan hanya fisikal q. Ada alam lain yang menerima rencana hidup kita jika di dunia tidak terbukti r. sekuat mungkin menjadikan sesuatu yang menjadi real dan menemukan realitas dari unsur metafisiknya, s. Pandai memberi dorongan moral dan semangat hidup bagi orang lain, t. penyembuh jiwa yang sejati u. pemimpin yang bijaksana. 11. The Sage Individu dengan archetype sage merniliki ciri-ciri sebagai berikut : a. Ilmuwan sejati b. Bijaksana c. Rasa ingin tahu yang tinggi d. Idealis, e. Konseptualis f. Analis, g. Objektif melihat masalah, h. Menyederhanakan masalah, i. Menempatkan segala sesuatu secara proporsional j. Haus terhadap ilmu dan rulai-nilai kebenaran, 29



k. Tanggap terhadap peristiwa yang dihadapinya l. Introspektif dan memperbaiki kesalahan diri dengan cepat, m.tingkat kesadaran yang tinggi n. Tenang, sabar, tidak tergesa-gesa, dan penuh kewaspadaan, o. Pencari solusi masalah yang terakurat dan melakukan evaluasi masalah yang dihadapi, p. Penuh pertimbangan dan memperlambat solusi, q. rasionalistis r. Suka menggurui s. Menyukai tantangan baru dalam ilmu pengetahuan t. teknologis u. Penyuluh dan pembimbing yang baik dan telaten, v. Perencana yang baik w. Futurahstis, menatap masa depan, dan merencanakannya dengan matang dan ideal, x. Selalu tenang menghadapi suasana kepanikan. y. Semua peristiwa diukur secara rasional dan dicari penyebabnya sehingga ditemukan solusinya yang terbaik, z. Kebenaran adalah kebutuhan dan tujuan hidup. 12. The Jester Individu dengan archetype jester memiliki ciri-ciri berikut: a. Humoris b. penghibur sejati c. pencipta suasana menjadi nang gembira d. pengobat stres bagi kawan dekatnya e. pengajar yang baik tentang cara-cara merukmati hidup f. ketegangan hidup harus dilenyapkan dengan ketenangan hidup dan keindahan menikmannya g. menyelesaikan masalah dengan santai dan mencampurkankelucuannya dalam setiap menghadapi masalah 30



h. terkadang orang lain tidak menerima humonitasnya karena terlampau memandang masalah secara serius i. Sepertinya tidak ada masalah yang serius, tetaptia selesaikan dengan serius, dan hanya kelucuan dan keriangannya menghilangkan beban keseriusannya j. Pandai mengundang orang lain untuk membantu masalahnya melalui sifat-sifatnya yang menyenangkan orang lain k. Terjebak ke dalam sifat hidup yang terlalu berlebihan, l. Sukar menampilkan keseriusan m.Tidak senang menjadi pemimpin karena baginya penuh keseriusan, n. pandai menyelesaikan pertikaian dan mudah mendamaikan orang lain yang sedang bermusuhan o. Menciptakan anak buah yang penuh keriangan menghadapi pekerjaan kantor, tetapi kurang perhatian terhadap kinerja bawahan, p. kepemimpinan dirinya bukan alat untuk memperdaya orang lain. Bagi dirinya, hidup adalah kebebasan dan kesenangan. Hidup adalah kelucuan. Hadapilah segala masalah hidup dengan penuh kelucuan. Mark M, Pearson S. C. Dalam The Hero and the Outlaw: Building Ertraordinary Brands through the Power of Archetypes mengatakan bahwa memahami karakteristik manusia secara tidak langsung akan menemukan sisi baik dan buruh dari karakteristik individu tertentu. Manusia dengan tipe the jester, penuh keriangan dan kelucuan. Tidak ada masalah yang menegangkan dan mengakibatkan stres dan putus asa. Akan tetapi, di balik itu, masalah tidak kunjung selesai atau sukar terpecahkan karena ia bekerja sambil tertawa, sehingga energinya habis oleh lelucon dan tertawa. Pekerjaan pun terbengkalai karena kurang serius melaksanakan pekerjaannya.



31



The



jester



melihat



perang



bukan



dari



sisi



kekejaman



dan



kepedihannya, melainkan memerhatikan kelucuan di dalamnya. Misalnya, ketika seorang prajurit lari terbirit-birit dikejar musuh, hingga ia lupa celananya telah terbuka dan ia telanjang bulat, atau melihat kelucuannya dalam film-film yang seharusnya menakutkan. Dia tertawa melihat para pemimpin yang korup karena sesungguhnya koruptor adalah orang-orang yang menggali kuburannya sendiri dan mempersiapkan dirinya terhina di tengah-tengah masyarakat dan di akhirat kelak. Dalam perspektif behaviourisme dan psikologi kognisi, tipe manusia dapat dibentuk dan dikondisikan Hanya, jika mengacu pada pandangan tentang keadaan yang bukan aslinya, sehingga dalam keadaan tidak sadar, meskipun telah dibentuk, ia akan kembali pada tipe bawaannya yang sudah tercipta secara deterministik. Secara filosofis, perilaku yang berkaitan dengan karakteristik dan tipetipe kepribadian manusia dapat dipandang sebagai mental attitude, sebagai bakat dan pembawaan yang memengaruhi cara berpikir dan cara bertindak cescorang Dengan demikian, perliku manajemen dan perilaku organisasi tidak dapat dilepaskan secara hitam-putih dari bakat naturalgenetik, tipe, dan kepribadian seseorang. Faktor-faktor psikologis secara ontologis dapat dipahami sebagai perwujudan harapan dan ambisi manusia yang berupaya mencapai tujuan yang paling aktual. 2 Perilaku Kelompok Kelompok didefinisikan sebagai dua individu atau lebih, yang berinteraksi dan saling bergantung dalam bekerja sama untuk mencapai tujuan. Ada dua alasan sescorang bergabung dalam kelompok. Pertama, merasa kesulitan apabila bekerja sendiri untuk mencapai tujuan. Kedua, dalam kelompok, seseorang dapat terpuaskan kebutuhannya dan mendapatkan penghargaan sosial, seperti rasa bangga, rasa dimiliki, cinta, pertemanan, dan memperkaya silaturahmi Besarnya anggota 32



kelompok memengaruhi interaksi dan keputusan yang dibuatnya. Brainstorming dalam mengambil keputusan kelompok akan efektif apabila anggota kelompok terdiri atas 5-10 orang. Kohesivitas kelompok merupakan derajat yang memperkuat anggota kelompok saling menyukai, memiliki tujuan yang sama, dan selalu mendambakan kehadiran anggota lainnya. Biasanya kohesivitas ini dikaitkan dengan produktivitas kelompok. Akan tetapi, tidak semua bentuk kohesivitas kelompok ini berdampak positif karena anggota bisa merasa tertekan untuk selalu mematuhi norma kelompok. Beberapa pakar memberikan pengertian kelompok sebagai berikut. 1. WHY. Sprott mendefinisikan bahwa kelompok adalah beberapa orang yang bergaul satu dengan yang lain 2. Kurt Lewin berpendapat bahwa “Thie essence of a group is not the simularity or dissinularaty of its members but their interdepence” (kelompok pada hakikatnya terdiri atas anggota-anggota yang saling bergantung) 3. H. Smith menyebutkan bahwa kelompok adalah unit yang terdiri atas beberapa individu, yang mempunyai kemampuan berbuat dengan kesatuannya dengan cara dan atas dasar kesatuan persepsi. 4. Kelompok adalah sekumpulan dua orang atau lebih, yang satu sama hain saling berinteraksi dalam mencapai tujuan bersama. Dari beberapa pengertian tersebut, dapat dismpulkan bal kelompok adalah himpunan satu orang atau lebih dua orang yang satu sama lainberinteraksi dalam mencapa tujuan yang



telah di tetakan secara



bersama-sama dalam suatu wadah tertentu Salah satu ciri wadah individu adalah organmasi yang disebut sebagai kelompok formal. Kelompok formal adalah kelompok yang ditetapkan berdasarkan struktur organisasi, dengan penugasan kerja yang sudah ditentukan Dalam kelompok formal, perilaku-penlaku yang harus ditunjukkan dalam



33



kelompok ditentukan oleh dan diarahkan ke sasaran orgaru asi, disebut kelompok formal apabila memuliki ciri-ciri sebagai berikut: 1. Keberadaan tugastugas



para



anggotanya



organisasi



atau



dalam



rangka



melaksanakan



pekerjaan-pekerjaan



yang



tidak



berkaitan, 2. orang-orang peranannya



yang



ditunjuk



oleh



organisasi



secara



resmi



sesuai



dengan



menjalankan jabatan



dan



kewenangannya, 3. Memiliki struktur, hubungan tugas, dan hierarkis yang telah digariskan dengan jelas. Sebaliknya, kelompok informal adalah persekutuan yang tidak terstruktur secara formal dan tidak ditetapkan secara organisasi. Kelompok im terbentuk secara alamiah dalam suasana kerja yang muncul sebagai tanggapan terhadap kebutuhan kontak sosial. Pada kelompok formal terdapat solidaritas organik, yaitu keterikatan antaranggota karena diatur secara struktural organisasi, misalnya kepala bidang produksi berhubungan dengan kepala bidang Asaran. Dalam kelompok



informal



terdapat



solidantas



mekanik,



yaitu



munculnya



hubungan yang bersifat mekanis tanpa diatur secara formal sehingga ada tidaknya tidak memengaruhi satu sama lainnya. Kelompok dapat disubklasifikasikan menjadi kelompok komando, tugas, kepentingan, dan persahabatan. Kelompok komando atau tugas dibentuk oleh organisasi formal. Sedangkan kelompok kepentingan dan persahabatan merupakan persekutuan informal, sebagaimana yang bersifat organik dan mekanik. Kelompok komando ditentukan oleh bagan organisasi. Kelompok itu terdiri atas individu-individu yang melapor langsung kepada manajer tertentu.



Kelompok



tugas



juga



ditetapkan



oleh



Organisasi,



dan



kelompoknya, menyelesakan tugas-tugas hubungan hirerarke yang, memiliki



hubungan



lintas



komando.



Semua



kelompok



komando



merupakan kelompok tugas tetapi karena kelompok tugas dapat bersifat 34



lintas organisasi, belum tentu kelompok tugas itu merupakan kelompok komando. Orang-orang yang, mungkin dalam waktuKomando atau kelompok tugas



berafiliasi



untuk



mencapai



tujuan



khusus



yang



menjadi



Parhatiannya, Kelompok model tersebut adalah kelompok kepen aa ama, kelompok yang tugasnya berbeda-beda. Tetap kepentingdan gaji misalnya seluruh karyawan menuntut perusahaan menaikan gajin mereka. Ada juga yang disebut dengan kelompok yang terbentuk karena para lebih pandaan karakteristik. Bentuk imi disebut sebagai kelompok persahabatan. Demikian pula, stlah persekutuan sosial yang sering dikembangkan dari situasi kerja, yang dapat didasarkan pada usia atau keturunan, dan etnis yang sama. Kelompok informal memberi jasa yang sangat penting karena dapat memenuhi kebutuhan sosial para anggotanya. Akibat interaksi yang dihasilkan dari berdekatannya tempat kera atau interaksi tugas, jenis interaksi



di



antara



individu-ndividu



ini,



meskipun



informal



bersifat



universal



dapat



memengaruhi peritaku dan kinerja mereka. Prinsip-prinsip



dasar



dalam



bertindak



dan



mengendalikan semua tipe perilaku manusia, tanpa memandang konteks sosial budaya tertentu. Hal yang mendasar dar perilaku individu adalah memuliki subjektivitas dan orientasi yang berbeda dan perbedaan itu dapat duntegrasikan oleh adanya norma-norma tertentu. Norma yang ada dapat membawa orientasi motivasional dan orientasi nilai menjadi satu karena adanya interaksi struktural dengan tujuan yang sama yang ditetapkan



oleh



organisasi



sebagai



himpunan



individu.



Misalnya,



organisasi yang bergerak dalam nuansa keagamaan yang menetapkan adanya sistem moral yang disepakati kelompoknya. Moralitas dalam agama merupakan sistem nilai yang menentukan tujuan yang sama dalam setap kepentingan dan orientasi individu dalam berperilaku. Oleh sebab itu, baik dimensi motivasional maupun dimensi nilai sebagai unsur orentasi diri manusia, dapat lebur menjadi satu bentuk penlaku organisasi. 35



Oricntasi individu yang dimaksudkan adalah (1) enentasi motivasional yang berdimensi kognibif, katektik, dan evaluatif, dan (2) orientasi nilai dengan dimensi kogrutif, apresiatif, dan dimensi moral. Dimensi kognitif dalam orientasi motivasional pada dasarnya menunjuk pengetahuan orang yang bertindak mengena situasinya, khususnya jika dihubungkan dengan kebutuhan dan tujuan-tujuan pabadi, Dimensi ini mencerminkan kemampuan dasar manusia ontuk membedakan antarrangsangan yang berbeda dan membuat generalisasi dari satu rangsangan dan rangsangan lainnya. Dimensi katektik dalam orientasi motivasional menunjuk pada reaksi apresiatif atau emosional dari orang yang bertindak terhadap situasi atau pelbagai aspek di dalamnya. Ini juga mencerminkan kebutuhan dan tujuan individu. Umumnya, orang memiliki reaksi emosional positif terhadap elemen-elemen dalam lingkungan, yang memberikan kepuasan atau dapat digunakan sebagai alat dalam mencapai tujuan, dan atau reaksi negatif terhadap aspek-aspek dalam lingkungan yang mengecewakan. Dimensi evaluatif menunjuk pada dasar pilihan alternatif seseorang antara orientasi kogrutif atau katektik. Ia selalu memiliki banyak kebutuhan dan tujuan, dan untuk kebanyakan atau kalau bukan semua situasi, ada kemungkinan banyak interpretasi kognitif dan reaksi katektik. Kriteria yang digunakan individu untuk memilih alternatif-alternatif ini merupakan dimensi evaluatif. Ketiga dimensi orientasi nilat tersebut mencerminkan pola-pola sosial normatif yang diresapi setiap individu yang menjadi bagsan dan organisasi.



Dimensi-dimensi



mengklasifikasikan



itu



aspek-aspek



dapat sistem



juga



digunakan



budaya



yang



untuk



berbeda.



Sebagaimana dimensi kognitif berhubungan dengan sistem kepercayaan budaya, dimensi apresiatif berhubungan dengan sistem budaya yang berhubungan



dengan



simboiisme



ekspresif.



Dan



dimensi



moral



berhubungan dengan sistem budaya dalam onentasi rular. Intinya,



36



konsep-konsep tni memberikan semacam analisis paralel mengenai polapola budaya dan onentasi subyektif individu. Perbedaan dalam setiap onentasi individu akan bertahan karena terdapat prioritas tertentu, seperti orientasi motivasional dalam konteks dimensi kognitif diprioritaskan pada tipe tindakan yang merupakan manifestasi intelektual. Kegratan ekspresif akan muncul kalau dimensi katektik yang dipnontaskan, dan jika dimensi evaluanf yang dipnoritaskan, hasilnya akan berupa tindakan moral. Seperti halnya berbagai dimensi orientasi tindakan individu dapat diklasifikasikan secara sistematis, begitu pula hanya dengan pelbagai dimensi situasi. Perbedaan yang paling fundamental adalah antara benda-benda nonsosial dan yang sostal. Benda-benda nonsosial diklasifikasikan ke dalam benda-benda tisik dan benda-benda budaya. Adapun benda-benda sosial adalah makhluk hidup yang dinamis, baik individu-induvidu maupun kolektisitas individual dalam berintegrasi dan berinteraksi “ Interaksi sosial adalah wujud kolektivitas dari interaksi individual yang diwarnai oleh oreentasi mohvasional dan orientasi nilai dengan segala dimensinya. Aksi sosial adalah perilaku yang saling berinteraksi. Dengan demikian, interaksi menjadi sangat penting dalam membentuk kebudayaan kolektif yang merupakan bagian dari perilaku organisasi atau fnstihicsional brhetnor. Tindakan yang diwujudkan individu, bagamnana dapat berintegrasi dengan tindakan individu lain?, mengapa dapat berinteraksi dan berinterelasi?, apa hasil dari interaksi tersebut? Hasil interaksi dapat berbuah kebudayaan yang di dalarnnya terdapat normanorma sosial yang baru. Pada sisi lain, norma yang ada dapat membentuk perilaku social yang diakui dan diyakini sesuai dengan maksud dan tujuan yang hendak dicapai organisasi. Tujuan yang dimaksud adalah perpaduan antara orientasi



motivasonai



dan



orientasi nilai



seluruh



anggota



organisasi. Pemahaman tersebut secara substansial, menegaskan pola interaksi yang berpangkal pada motivasi individu masing-masing. Oleh karena itu, 37



dilakukan pengamatan terhadap individu sebagai pelaku atau aktor tindakan. Pada dasarnya, tindakan individu berhubungan dengan individu lainnya dan setiap individu memiliki kepentingan yang berbeda-beda. Karena adanya perbedaan orientasi, hubungan sosial menjadi dinamis dan saling berkolaborasi secara aktif. Akan tetapi, ujung dari interaksi dengan menekankan tujuan kolektif, dinamikanya semakin berkurang bahkan bisa hilang, karena semua pihak yang terlibat dalam interaksi saling menyesuaikan diri dan menyeimbangkan kepuasan masing-masing. Kebutuhan individu terpuaskan oleh adanya interaksi timbal balik dan fungsionai yang berlangsung lama dalam organisasi. Ineraksi yang berjalan lama akan menguatkan pertahanan budaya kolektifnva sehingga dapat menjelma menjadi kultur khas, masyarakat khas, perilaku khas dan terinstitusikan. Apabila perilaku yang bersangkutan telah internalistik, kepentingan-kepentingan dapat disatusuarakan untuk mencapai tujuan bersama. Sistem perilaku merupakan sistem organisasi dan bagian dari sistem sosial yang terbentuk dari individu yang pada interaksinya menjamin kebutuhan dasar yang seimbang. Setiap tindakan sosial merupakan tindakan himpunan individu atau sebagai tindakan kolektif. Melalui konsep kolektivitas organisasi sosial yang khusus, seperangkat posisi tertentu dan orang-orang dengan posisinya masing-masing saling berinteraksi. Institusi disebut sebagai suatu kompleks keutuhan peran vang melembaga yang secara struktur penting dalam melembagakan tindakan andividu-indinidu, Kompleksitas tindakan disistimatisasikan institusi bersangkutan. Institusi yang dirnaksudkan adalah seperangkat tipe peran dan pola normatif yang berhubungan dengan fungsi-fungsi tindakan, bukan sebagai oeganssasi,



contohnya



ekonomi



merupakan



institusi,



sedangkan



perusahaan dagang merupakan organisasi. Akan tetapi, organisasi itu merupakan bagian dari institusi. Dengan demikian, tindakan, penlaku, atau aksi yang berkaitan dengan anasir-anasir tertentu, seperti ekonomi, kebudayaan, agama, politik, dan sejenisnya adalah institusi. Tindakan 38



yang terinstitusikan disebut “perilaku kolektif” yang dikaitkan dengan struktur sosal khusus, yang di dalamnya setiap individu memiliki peran masing-masing secara timbal balik dan fungsioral. Suatu kolektivitas adalah suatu sistem peran yang secara konkrit bersifat tidak terbatas. Misalnya, suatu perusahaan dagang dapat merupakan kolektivitas karena peran dan tindakannya terkolektifkan, dan saling keterlibatan dalam peran mereka merupakan institusi atau merupakan pola-pola yang melembaga dalam ekonomi.” Demikian pula, perilaku sosial. perilaku beragama, dan perlaku politik, dengan fungsi dan perannya masing-masing akan terlembagakan. Perilaku yang melembaga sebagai sistem sosial berproses melalui strategi fungsional. Strategi analisis fungsional menegaskan bahwa struktur sosial dan tindakan manusia mencerminkan orientasi nilai dasar dan keharusan menyesuaikan diri dengan lingkungan. Terlebih lagi tindakan yang dimaksudkan tertuju pada pelembagaan oleh berbagai persyaratan dalam norma-norma tindakan. Kehudupan masyarakat akan terus berlangsung jika persyaratan normatif dari tindakan dengan orientasi motivasional dan orintasi nilainya secara pasti dipola secara struktural dan dilembagakan. Terlembagakannya tindakan sosial adalah karena tingkat integritasnya ditopang sedemikian rupa oleh struktur institusional dalam suatu masyarakat dan organisasi. Ada empat persyaratan dalam proses pembentukan peniaku organisasi, yatu sebagai berikut: 1. Keharusan bagi sistem sosial untuk menghadapi lingkungannya. Ada dua dimensi yang terjadi dalam proses adaptasi ini. Pertama, harus ada “penyesuaian dari sistem atau terhadap ‘tuntutan kenyataan’ yang keras yang tidak dapat di ubah (Inflexible) yang datang dari lingkungan atau sebagai “kondisi tindakan” yang tidak dapat di ubah. Kedua, ada proses “transformasi aktif dari situasi itu” meliputi penggunaan segi-segi situasi yang dapat di manipulasi sebagai alat untuk mencapai tujuan. 39



2. Tindakan diarahkan pada tujuan. Tujuan ini bukan tujuan pribadi, melainkan tujuan bersama para anggota organisasi sebagai bagian dari sistem sosial. Fungsi ini menyatakan bahwa pencapaian tujuan merupakan kuluminasi tindakan yang secara intrinsik



memuaskan,



dengan



mengikuti



kegiatan-kegiatan



penyesuaian persiapan. Menurut skema alat-lujuan (means-end schema), pencapaian maksud ini adalah tujuannya, sedangkan kegiatan penyesuaian yang sudah terjadi merupakan alat untuk merealisasikan tujuan ini. Pada tingkat individu dan Sistem sosial terdapat berbagai tujuan yang diinginkan. Dengan demikian, persyaratan



fungsional



untuk



mencapai



tujuan



meliputi



pengambilan keputusan yang berhubungan dengan prioritas dari sekian banyak tujuan. 3. Interelasi antara para anggota dan sistem sosial. Agar sistem sosial berfungsi efektif sebagai satu kesatuan, harus ada tingkatan solidaritas di antara individu yang termasuk di dalamnya. Masalah integrasi menunjuk pada kebutuhan untuk menjamin ikatan emosional yang cukup yang menghasilkan solidaritas dan kerelaan bekerja sama sehingga dapat dikembangkan dan dipertahankan Ikatan-ikatan emosional ini tidak boleh bergantung pada keuntungan yang diterima atau sumbangan yang diberikan untuk tercapainya tujuan individu atau kolektif. Kalau tidak, solidaritas sosial dan kesediaan untuk kerja sama akan jauh lebih goyah sifatnya karena hanya didasarkan pada kepentingan diri pribadi. 4. Para anggota dalam sistem sosial mengalami keletihan dan kejenuhan serta tunduk pada sistem sosial lainnya yang secara langsung terlibat. Oleh karena itu, semua sistem sosial harus berjaga-jaga



bilamana



sewaktu-waktu



sistem



yang



ada



kacaubalau dan para anggotanya tidak lagi bertindak atau berinteraksi



sebagai



anggota



sistem



(outside



of



system). 40



Komitmen para anggota harus dibina dengan pelbagai pertemuan yang interaktif, melalui berbagai ritual seremonial atau melalui berbagaidorongan



motivasional



yang



mempertahankan



pola



budaya dalam sistem yang sudah laten Dengan demikian, dapat dipahami bahwa setiap tndakan individu dianalisis dengan paradigma secara struktural dan fungsional. Tindakan individu diadaptasikan dengan individu lainnya sehingga terjadilah anterelasi dan interaksi yang, saling memahami situasi dan kondisinya Tindakan yang telah menjadi kesatuan diarahkan pada tujuan yang hendak dicapai oleh para anggota institusi, sehingga semua pelaku tindakan menyamakan persepsinya dengan tujuan yang ada. Kesatuan tindakan tersebut adalah proses integrasi dalam upaya menyatukan persepsi dan tujuan bersama. Apabila tindakan itu telah terintegrasikan, terbentuklah sistem sosial yang dilindungi oleh kesepakatan terhadap sstem nilar tertentu. Pengaruh sistem nilai ini sangat signifikan terhadap sistem sosial. Di samping mewujudkan kebudayaan sosial yang khas, perwujudan sistem sosial itu merupakan proses menormatifkan perilaku yang telah integral. Gejala sosial yang menyatu atau telah terintegrasikan lamakelamaan bisa berubah jika sumber daya kognitif dalam struktur sosial bersangkutan mulai kacau sehingga ikatan primordial yang ada dalam sistem sosial yang dinginkan semakin lemah. Terlebih lagi, jika jalinan interaksi dan interelasi tidak terpelihara dengan baik dan komitmen para anggota telah rusak oleh berbagai kepentingan pribadi. Dalam masyarakat paguyuban, sistem ini lebih akurat. Masyarakat dengan sistem sosial seperti ini bersifat afektif dengan orientasi kolektif dan partukular. Oleh karena itu, solidaritas sosial yang dibangun lebih pada mekanisasi kelestarian emosional. Mesktpun sistem sosial itu berada dalam lembaga sosial, pengaruh ideologis dan kepentingan yang kabur lebih besar dalam menekan potensi perilaku sosial yang semula bersifat netral. Orientasi diri 41



dan universalitas tujuan yang mengacu pada prestasi dan profesional, tidak begitu besar dorongannya terhadap sistem sosial yang ada. Itulah sebabnya, Parsons memandang bahwa konsep latensi menunjukkan statisnya interaksi dalam sistem sosial, bukan hanya karena adanya keletihan dan kejenuhan, melainkan bisa juga karena sistem nilai yang berlaku telah dipandang memiliki kebenaran mutlak oleh para anggota sistem sosial bersangkutan. Norma atau kaidah sosial merupakan produk budaya yang sematamata disebabkan oleh adanya interaksi setiap tindakan yang dilakukan oleh individu dalam masyarakat. Hubungan yang dibangun dalam interaksi dapat



merupakan



hubungan



fungsional



pragmatis dan



hubungan



fungsional kompetitif, Hubungan fungsional pragmatis menekankan kepentingan material yang memenuhi kebutuhan antarindividu, sedangkan hubungan kompetitif mengedepankan hubungan prestasi dan prestise atau pertentangan kepentingan dengan tujuan ullimate yang sama. Kedua hubungan



tersebut



membutuhkan



aturan



main



yang



mampu



mengendalikan peran dan fungsi sostal masing-masing. Peraturan uu adalah kesepakatan sosial, norma, ajaran agama, dan peraturan organisasi yang merupakan hukum sosial. Dari pemahaman stulah, hukum terlihat sebagai akibat adanya hubungan sosial adapuf atau yang bersifat konfrontatif. Persyaratan fungsional terjadinya sistem scsial mempersoalkan konsep anstitusi dan internalisasi yang terjadi dalam sistem sosial berikutnya. Idenufikasi berbagai persyaratan fungsional dalam norma yang berlaku tradisional, khususnya masyarakat, merupakan pokok permasalahan dalam paradigma fungsional struktural. Hal iru karena sistem sosial terbentuk dari individu-individu, sebagai suatu persyaratan umum yang menjamin kebutuhan dasar suatu sistem sosial dan norma sosial. Perhatian terhadap cara kebutuhan individu itu dipenuhi dalam konleks sistem sosial dan tekanan pada persyaratan fungsional yang digambarkan oleh struktur hubungan sosial yang bersifat umum yang 42



memberikan jawaban atas segala kebutuhan sosial yang telah terbentuk. Dalam teori struktural fungsional, strategi dasar pendekatan ini adalah mengidentifikasi persyaratan fungseonal yang pakok dalam sistem yang sedang dipelajari serta menganalisis struktur-struktur tertentu yang memenuhi persyaratan-persyaratan fungsional. Di samping pandangan tersebut, ada juga pandangan bahwa membuat peralihan dari tendakan-tindakan individual kepada straktur sosial memerlukan penjelasan cksphsit mengenai beberapa konsep tambahan. Konsep peran merupakan organisasi tindakan dalam suatu tipc hubungan interaksi khusus. Peran ini dapat debadakan dalam dua dimensi, yaitu kewajiban dan ak Tindakan yang diharapkan dilaksanakan oleh seseorang merupakan tanggung jawab suatu peran, sedangkan tindakan atau respons orang jau menapakan hak. Konsep peran dihubungkan dengan konsep status. Dalam penggunaan ini, status hanya menunjuk pada posist seseorang dalam hubungan interaksi, bukan pada prestise yang terdapat pada seseorang. Peran, atau lcbih tepatnya, peranstatus, adalah satuan struktural yang paling fundamental yang dalam istilah



Parsons



merupakan



mekanisme



pnmer



sebagai



prasyarat



fungsional yang penting bagi terpenuhinya sistem itu. Menurut Parsons, setiap aksi dari berbagai aksi yang ada diorganisastkan menjadi peran-peran, dan peran-peran itu diorganisasikan menjadi satuan-satuan yang lebih besar, yaitu intitusiintitusi Dikatakan Parsons, suatu institusi disebut sebagai kompleks keutuhan peran yang melembaga yang secara struktur penting dalam sistem sosial yang ada. Institusi yang dimaksudkan adalah pelembagaan peran dan fungsi dari tindakan yang menyatu dalam satuan sistem sosial, sebagaimana perilaku organisasi. Perilaku Organisasi merupakan bagian dari perilaku institusi Konsep institusi yang dimaksudkan adalah konsep tentang seperangkat hpe peran dan pola-pola normatif yang berhubungan dengan sistem sosial 43



serta persyaratan fungsionalnya dan pengaruh dari masing-masing tindakan. Sebagaimana konsep kolektivitas pada organisasi sosial khusus, suatu kolektivitas merupakan seperangkat pasisi tertentu, adanya orang-orang yang menduduki posisi itu saling berinteraksi, langsung atau tidak langsung menurut perannya masing-masing. Perilaku sebagai tindakan kolektif merupakan himpunan tindakan individu sehingga menjadi sistem tindakan kolekuf yang Otomatis merupakan sistem sosial. Perilaku demikian melembaga dan membentuk hukum sosial struktural Peran dan fungsi peran yang dimanifestasikan dalam pola interaksi kolektif, mulai pada tingkat individu, budaya, dan struktur sosial merupakan bagian dari konsepkonsep penting terwujudnya perilaku normatif. Dalam perilaku ini ada individu dan individu lainnya, peran, status dan perannya, kewajiban dan hak, struktur, dan interaksi kolektif, dan dari semua unsur tersebut, sislem normatif sosial cenderung terbentuk. Integrasi semua tindakan yang ditujukan ke arah yang sama secara serempak lebih cepat membentuk perilaku kolektif, dan integritas pada setiap pelaku tindakan tebih sempurna. Dalam hal ini, harapan terhadap peran pasangan dalam suatu hubungan Interaksi, serta komitmen nilai umum yang dianut bersama oleh individu dan pasangan interaksinya akan memudahkan perilaku terintegrasikan. Kesempurnaan integrasi perilaku akan ditentukan pula tingkat Kesesuaian antara perilaku dan ortentasinya. Bagaimana



suatu



tindakan



melahirkan



kesesuaian,



di



sinilah



diperlukannya konscp institusionalisasi dan internalisasi. Internalisasi adalah proses mendarahdagingnya orientasi nilai budaya dan harapan dari menyatunya semua tindakan kolektif dengan sistem Kepribadian. Jadi, tindakan kolektif yang awalnya berupa kumpulan tindakan personal dengan nilai-nilai personalitas masing-masing. Jika tindakan kolektif mendarah daging, semua sistem nilai dan sistem budaya 44



yang ada menjadi sangat personal. Personalitas yang menyangkut harga diri, kerelaan mempertahankan kepentingan kolektif dan cenderung menolak tindakan di luar norma yang berlaku adalah internalisasi. Internalisasi nilai akan melembagakan perilaku karena integritasnya sempurna dan motivasi yang murni dikolektifkan dalam struktur sosial yang ada sehingga semua motivasi dan orientasi diperankan dan difungsikan sesuai dengan harapan. Itulah sebabnya, internalisasi menciptakan



institusionalisasi.



Internalisasi



menunjuk



pada



sistem



kepribadian, institusionalisasi menunjuk pada sistem sosial. Apabila Komitmen



nilai



yang



diinternalisasi



individu



secara



konsisten



menghasilkan tindakan yang memenuhi harapan orang lain dan mereka memberikan tanggapan menyetujuinya, nilai-nilai seperti itu serta tindakan yang diakibatkannya dianggap telah melembaga. Hal ini terjadi kalau orang lain memiliki komitmen nilai umum yang sama. Konformitas terhadap standar orientasi nilai memenuhi kedua kriteria ini, artinya dari titik pandangan siapa saja yang bertindak dalam sistem itu, yaitu bentuk pemenuhan kebutuhannya sendiri dan kondisi “mempertinggi” rcaksi orang lain yang bertindak itu, standar itu dapat dikatakan melembaga. Norma sosial merupakan perilaku yang telah melembaga jika dari aspek orientasi nilai dan standar personalitasnya telah ada penyesuaian. Oleh karena itu, perilaku yang dimaksudkan tidak mungkin terbentuk jika antara orientasi nilai dan orientasi motivasional tidak sesuai. Dengan kata lam, telah ada penyesuajan antara sistem kepribadian dan sistem sosial, kesesuaian antara internalitas dan instilusionalitas suatu tindakan. Dalam paradigma fungsional struktural, terdapat keteraturan pada setiap elemen, saling terkait, menyatu, dan ada dalam kescimbangan. Setiap struktur dalam sistem sosial fungsional terhadap struktur sosial yang lain. Jika terdapat struktur sosial yang tidak sesuai, artinya tidak komitmen, struktur sosial akan hilang dengan sendirinya. Hilangnya struktur sosial ini



45



disebabkan oleh deviasinya sistem itu sendiri, yang jika dipaksakan akan timbul konflik sosial. Selain kebutuhan terhadap kesesuaian antara sistem kepribadian, sislem sosial, dan sistem budaya, terdapat persyaratan fungsional tambahan yang dapat ditunjuk dalam sistem-sistem yang berbeda, yaitu kebutuhan individu yang secara situasi dan kondisi berbedabeda. Dalam hal ini, kebutuhan individu yang disesuaikan dengan sistem sosial dan sistem budaya merupakan pengorbanan sistem kepribadian yang ada sejak awal. Keseimbangan antara pengorbanan kebutuhan individu tersebut terpenuhi dengan sendirinya jika sistem personalitas telah berwujud menjadi perilaku kolektif dan terinternalisasi dalam wujud akhir sebuah institusi perilaku. Dengan kata lain, individu bukan hanya mengorbankan kepentingan dan orientasinya, melainkan menukarnya dengan orientasi yang lebih baik menurut pandangan kompleksitasnya. Ada harapan yang lebih terbuka daripada harus mempertahankan kebutuhannya yang bertolak belakang dengan harapan sistem nilai, sistem budaya, dan sistem sosial yang ada. Dalam perilaku yang demikian menurut pandangan Turner dan Killian, sebagaimana dikatakan oleh Paul B. Harton, perilaku model itu merupakan tindakan paling rasional dan terarah pada suatu sasaran. Perilaku institusional selanjutnya akan melahirkan teori kemunculan norma (emergent norm) yang menyatakan bahwa dalam situasi yang memungkinkan timbulnya perilaku kolektif, terintegrasikannya orientasi nilai dan sistem sosial, terlembagakan, lahirlah norma tertentu yang ikut mengendalikan perilaku secara lebih komprehensif. Kebutuhan terhadap hukum menentukan berlaku tidaknya hukum dalam kehidupan sosial. Apabila masyarakat tidak peduli dan kurang perhatian terhadap hukum dengan berbagai sebab tertentu, keberadaan hukum akan sia-sia. Hal ini karena hukum yang tidak dipedulikan, apalagi 46



tidak dibutuhkan, tidak akan membentuk adaptasi sosial, apalagi menjadi norma sosial. Kebutuhan terhadap hukum menentukan berlaku tidaknya hukum dalam kehidupan sosial. Apabila masyarakat tidak peduli dan kurang perhatian terhadap hukum dengan berbagai sebab tertentu, keberadaan hukum akan sia-sia. Hal ini karena hukum yang tidak dipedulikan, apalagi tidak dibutuhkan, tidak akan membentuk adaptasi sosial, apalagi menjadi norma sosial. Saling peduli atau adaptabiltas sosial dalam merespons berbagai peraturan ke dalam bentuk kolektiviatas perilaku yang diorgansasikan melalu proses penyesuaian fungsi-fungsi struktural dan sistem budaya dalam pala interaksi tertentu, merupakan indikator utama terbentuknya sosal nomatif. Fungsi-fungsi struktural dengan semua sistem yang ada diarahkan dan dipimpin oleh berbagai ortentasi dan motivasinya. Ada berbagai fator determinan, yang menurut Horton dan Chester berpengaruh terhadap proses terbentuknya norma sasial dan hukum Sosial, yaitu: (1) Kesesuaian straktural, yaltu antara anggota kelompok dan lembaga yang ada sangat Kondusif, (2) harapan pasti setelah individu tertentu mengalami ketegangan bertindak, (3) persamaan persepsi dalam melakukan pemecahan berbagai masalah, baik dari segi kognitif maupun afektifitasnya, (4) mobilitas Tindakan,



sebagaimana adanya pemimpin



yang memulai, menyarankan dan mengarahkan, (5) ada yang melakukan kontrol sosial, baik secara struktural maupun kultural karena perilaku institusional didominasi oleh homogenitas perilaku. Norma sosial, sebagai tolok ukur perilaku masyarakat yang melembaga, secara langsung atau tidak dilembapakan oleh sistem sosial dan sistem nilai yang berlaku. Fred Luthan berpendapat bahwa secara konkret dan lebih empiris, perilaku institusional dapat dilihat dalam perilaku organisasi dengan tetap menjadikan kesesuanan antara sistem 47



nilai, sistem sosial, dan budaya sebagai term of reference. Ada kompleksitas perilaku yang secara langsung atau tidak saling berinteraksi dalam lingkungan sosial, dan lingkungan organisasi dan perilaku sosial secara partisipatif saling melakukan kontrol terhadap bentuk perilaku interaktif. Kontrol peritaku diidealisasikan pula oleh fungsi kognitif yang merepresentasikan realitas arah dan menunjukkan berbagai konsekuensi dari perilaku yang relevan dengan tujuan masyarakat. Dengan demikian, terbentuklah norma-norma sosial kolektif yang menetapkan bentuk sistem sosial yang seharusnya. Karakter sosial dan norma yang berlaku merupakan budaya yang terdapat dalam perilaku yang merujuk pada tatanan hukum yang dibangun melalui interaksi yang kontinu dan diorientasikan pada kesesuaian antara sistem nilai dan sistem sosial, serta diinternalisasikan sehingga sistem nilai dan sistem sastal melebur menjadi sistem kepribadian. Untuk keteraturan dan integrasi harus ada mekanisme kerjasama dalam merespons berbagah perilaku yang diarahkan pada orientasi nilal yang sama dan dibutuhkan. Mekanisme yang dijalankan bertujuan mempertahankan keharmonisan hubungan interaktif. Dalam hal ini sistem sosial yang ada dilengkapi oleh fasilitas, penghargaan, otoritas, dan kekuasaan yang diintegrasikan dalam tipe tindakan pada system budaya. Di



dalamnya



terdapat



juga



kebutuhan



untuk



menepakkan



atau



mempertahankan tingkat konsistensi minimal dan kesesuaian simbolis. Compton dan Galaway, mengutip Thomas J.



Kiresuk dan Geoffrey



Garwich, menyatakan bahwa fasilitas yang diterapkan dalam perilaku sosial normatif dan hukum sosial merupakan dasar dalam pencapalan tujuan dengan ukuran paling standar. Hal ini karena ukuran paling mendalam dari upaya mencapai tujuan adalah meleburnya sistem sosial dan budaya menjadi sistem kepribadian. Hal ini lebih bersifat kesadaran



48



semata-mata dan telah adanya kemapanan berperilaku dan rasa nikmat yang berlebihan. Norma sosial dapat dipahami pula sebagai perilaku yanp terstruktur. Perilaku ilu menjadi simbol dari keyakinan terhadap tujuan institusi yang bersangkutan, dan merupakan ciri dari perilaku sosial kelompoknya, Struktur-struktur yang ada dalam masyarakat juga berkaitan dengan genetik manusia, seperti struktur kekerabatan yang berhubungan dengan status sosial, ekonomi, dan prestasi tertentu, yanp disebut dan struktur prestasi Instrumental dan stratifikasi. Struktur teritorialitas, yang berkaitan dengan wilayah suatu negara, kekuasaan politik, dan integrasi dalam sistem kekuasaan yang ada, serta struktur agama dan integrasi nilai. Pentingnya nilai-nilai yang dianut bersama sering ditekankan. Adapun masalah membatasi nilai dan komitmen yang kuat terhadap nilainilai itu sangat erat kaitannya dengan institusi. Secara tradisional, setiap institusi memberikan kerangka arti simbolis yang bersifal umum sehingga sistem nilai dalam masyarakat memperoleh makna akhir atau mutlak. Dengan kata lain, pandangan dunia yang mendasar dalam masyarakat berkaitan dengan struktur organisasinya. Pandangan dunia merupakan kerangka umum bagi orientasi kognitif yang primer dan sistem simbol ekspresif yang dianut bersama dalam masyarakat. Artinya, kepercayaan dasar serta sentiment secara khas di bentuk oleh system organisasi. Ada lima proses terbentuknya tindakan kelompok yang normatif, yaitu : 1. sumber nilai organisasi yang diyakini kebenarannya 2. kebutuhan yang sama dari anggota terhadap keadilan, hak, dan tanggung jawab organisasi 3. Sosialisasi peran individu dalam organisasi 4. struktur kepemimpinan dan kekuasaan yang otoriter atau kharisma yang teradaptasikan secara turun-temurun, 5. Persepsi yang sama tentang kemaslahatan yang diperoleh secara sosial oleh organisasi. 49



C. Fase Pembentukan Kelompok Pembentukan kelompok pada dasarnya merupakan rangkaian proses yang dinamis, yang terdiri atas beberapa fase berikut. 1. Forming (pembentukan). Fase ini merupakan fase awal yang Keadaannya masih belum memiliki kepastian adanya tujuan, struktur, dan kepemimpinan kelompok. Fase ini berakhir pada saat para angyota mulaiberpikir bahwa diri mereka merupakan bagian dari sebuah kelompok. 2. Storing (merebut hati). Fase ini diwirikan oleh adanya konflik intrakelompokanggota



menenma



keberadaan



kelompok,



tetapi



menolak pengendalian kelompok oleh individu tertentu. Fase ini berakhir manakala didapatkan hierarki kepemimpinan yang relatif jelas dalam kelompok. 3. Norming (pengaturan norma). Fase ini menggambarkan adanya perkembangan hubungan dan kelompok menunjukkan adanya kohesi (kepaduan). Fase ini berakhir dengan adanya struktur kelompok yang semakin solid dan terjadi perumusan yang benar dan diterima atas berbagai harapan serta perilaku kelompok. 4.



Performing (melaksankan). Fase ini memperlihatkan fungsi kelompok berjalan dengan baik dan diterima oleh anggota. Energi kelompok bergerak dari tahap saling mengenal dan saling mengerti pada arah pelaksanaan tugas-tugas. Untuk kelompok yang, relatif permanen, fase ini merupakan fase terakhir dari fase perkembangan.



5. Anjourning (pengakhuran) Fase itu merupakan fase terakhir yarg terdapat pada kelompok yang bersifat temporer, yang dalamnya tidak lagi berkenan dengan pelaksanaan tugas-tugas, tetapi berakhirnya rangkaian kegiatan.



50



D. Epistemologi Budaya Organisasi Pemahaman tentang budaya organisasi tidak lepas dari konsep dasar tentang budaya itu sendiri, yang merupakan salah satu terminologi bidang antropologi. Budaya meliputi segala manifestasi kehidupan manusia yang di dalamnya memuat cara berpikir dan bertindak manusia dan masyarakat dalam membentuk peradabannya. Budaya berhubungan dengan status dan peran kehidupan manusia, misalnya menyangkut agama, kesenian, filsafat, ilmu pengetahuan, tata negara, dan institusi. Budaya dipandang sebagai sesuatu yang lebih dinamis, berhubungan dengan seluruh aktivitas manusia. Marvin Bower memberikan pengertian budaya sebagai “cara kita melakukan hal-hal di sini”. Sementara Edgar Schein dalam karyanya Orgamzational Culture and Leadership mendefinisikan budaya sebagai: TA pattern of shared basic assumphons tiat the group Icarned as at solved its problems of external adaptatton and internal Integration, that has worked well enough to be considered valid and, therefore, to be taught to new members as Hhe correct ray you percerne, think, and foel an relatton to those problems”. Dengan demikian, pengertian budaya adalah shared basic assumptions atau menganggap pasti terhadap sesuatu yang meliputi belief (keyakinan) dan value (nilai). Belief merupakan asumsi dasar tentang Perputaran dunia. Belief (keyakinan) merupakan state of mind (lukisan pikiran) yang terlepas dari ekspresi materiil yang diperoleh suatu konfurintas. Adapun value (nilai) merupakan ukuran normatif yang memengaruhi manusia melaksanakan tindakan yang dihayatinya. Menurut Vijay Sathe dalam Tahziduhu nilai merupakan asumsi dasar kehidupan manusia dan cara manusia bertahan hidup. Dalam budaya Organisasi, sharing atau berbagi nilai dan keyakinan yang sama dengan seluruh anggota organisasi merupakan bagian dari budaya. 51



Menurut Edgar Schein, budaya organisasi dapat dibagi ke dalam dua dimensi, yaitu: 1. Dimensi external environments, terdiri atas lima hal yang esensial, yaitu (a) misaion and strategy: (b) goals: (c) means to achieve goals: (d) measurement: dan (e) correction. 2. Dimensi internal integration, terdiri atas enam aspek utama, yaitu: (a) common language, (b) group boundarres for inclusion and excluston: (c) distributing power and status: (d) developing norms of intimacy, Friendship, and love: (e) reward and punishment: dan (f) cxplaining and explainable: ideology and religion. Pada



bagian



lain,



Edgar



Schein



mengetengahkan



sepuluh



karakteristik budaya organisasi, yaitu: (1) observe behavior: language, customs, traditions: (2) groups norms: standards and values, (3) espoused values” published, publicly announced values: (4) formal philosophy. Mission, (5) rules of the game: rules to all in organization: (6) climate: climate of group an interaction, (7) embedded skills: (8) habits of thunking, acting, paradigms: shared knowledge for soaalrzation: (9) shared meanings of the group: dan (10) metaphors or symbols. Fred Luthan mengetengahkan enam karakteristik penting dari budaya organisasi, yaitu: 1. Obeserved



behavioral



regularities,



yaitu



keberaturan



cara



bertindak dari para anggota yang tampak teramati. Ketika anggota organisasi berinteraksi dengan anggota lainnya, mereka mungkin menggunakan bahasa umum, istilah, atau ritual tertentu. 2. Norms, yaitu berbagai standar perilaku yang ada, termasuk di dalarnnya tentang pedoman sejauh mana suatu pekerjaan harus dilakukan.



52



3. Dominant values, yaitu adanya nilai-nilai inti yang dianut bersama oleh seluruh anggota organisasi, misalnya tentang kualitas produk yang tinggi, absensi yang rendah, atau efisiensi yang tinggi. 4. Philosophy, yaitu adanya kebijakan yang berkenaan dengan keyakinan organisasi dalam memperlakukan pelanggan dan karyawan. 5. Rules, yaitu adanya pcdoman yang ketat, dikaitkan dengan kemajuan organisasi. 6. Organization climate, yaitu perasaan keseluruhan (an overall of feeting) yang dilukiskan melalui kondisi tata ruang, cara berinteraksi para anggota organisasi, dan cara anggota organisasi memperlakukan dirinya dan customer. Dengan demikian, budaya organisasi dapat dipandang sebagai sebuah sistem yang mencakup umpan balik (feed back) dari masyarakat, profesi, hukum, kompetisi, dan lainnya. Dilihat dari prosesnya, budaya organisasi mengacu pada asumsi, nilai, dan norma. Adapun dilihat dari output, berkaitan dengan pengaruh budaya organisasi terhadap perilaku organisasi, teknologi, strategi, image, dan produk. John P. Kotter dan James L. Heskett membagi budaya organisasi menjadi dua tingkatan yang berbeda. Pada tingkatan yang lebih dalam dan kurang terlihat, rulai-nilai yang dianut bersama dalam kelompok cenderung bertahan meskipun anggota kelompok sudah berubah. Pada tingkatan ini, budaya sukar berubah, sebagian karena anggota kelompok sering tidak sadar akan banyaknya nilai yang mengikat mereka bersama. Pada tingkat yang terlihat, budaya menggambarkan pola atau gaya perilaku organusasi, sehingga karyawan-karyawan baru “secara otomatis terdorong untuk mengikuti perilaku sejawatnya.



53



John P. Kotter dan James L. Heskett menjelaskan tiga konsep budaya organisasi, yaitu: (1) budaya yang kuat: (2) budaya strategis: (3) budaya adaptif.” . Organisasi yang memiliki budaya yang kuat, ditandai dengan adanya kecenderungan secara bersama-sama menganut seperangkat nilai dan metode dalam menjalankan usaha organisasi. Gaya dan nilai budaya cenderung tidak banyak berubah dan akar-akarnya sudah mendalam, walaupun terjadi penggantian manajer. Dalam organisasi dengan budaya yang kuat, karyawan cenderung mengikuti kesepakatan dalam kebersamaan alau bersama-sama karena kesepakatan. Nilai-nilai dan penlaku yang dianut bersama membuat orang merasa nyaman dalam bekerja, rasa komitmen, dan loyalitas membuat seseorang berusaha lebih keras. Jadi budaya yang kuat memberikan struktur dan kontrol yang dibutuhkan, tanpa harus bersandar pada birokrasi formal yang kaku dan tabu dengan inovasi. Oleh karena itu, dalam berbudaya terdapat proses transgenerasi dan paternalisasi, yaitu



pewarisan



budaya



perilaku



organisasi dan pembentukan yang bersifat paternalistik. Sementara itu, budaya strategis memiliki arah budaya yang selaras dan memotivasi anggota untuk meningkatkan kinerja organisasi. Budaya strategis merupakan budaya yang kontekstual, artinya senantiasa mengembangkan relevansi dengan situasi dan kondisi organisasi. Dalam kajian manajemen strategis, pengukuran hasil (performance) memegang peran sangat penting karena berkaitan dengan penentuan keberhasilan dan menjadi ukuran keberhasilan strategi atau sebaliknya. Artinya, hasil akan dijadikan ukuran baik tidaknya strategi yang berjalan. Apabila organisasi tidak dapat mencapai hasil, diagnosis pertama menunjukkan bahwa strategi tidak berjalan. Dalam bisnis diakui adanya “cause and effect relations”, hasil yang diperoleh akibat dari tindakan perusahaan. Juga adanya konsep win fall yang menunjukkan satu perusahaan mendapat keuntungan di luar strategi yang dirancang oleh 54



perusahaan itu sendiri. Dalam model pengajaran bisnis yang modern, salah satu tahapan yang dikenal adalah “pengukuran hasil”, sebagai ukuran yang dapat digunakan dan memenuhi tuntutan, misalnya Total Juality Management yang menekankan adanya komitmen terhadap perbaikan mutu. Mutu dalam kaitan ini diakui sebagai jiwa perusahaan. Perusahaan yang tidak mempunyai mutu akan runtuh. Oleh karena itu, di samping



memperoleh



keuntungan,



perusahaan



juga



diharapkan



menerapkan prinsip perbaikan mutu. Seluruh unit perusahaan ataupun organisasi diharuskan dapat menerapkan perbaikan mutu. Salah satu kebutuhan terhadap alat ukur adalah alat ukur yang komprehensif, yang tidak harus mempertentangkan satu perspektif Terhadap perspektif lain misalnya, orientasi terhadap pelanggan akan menpakibutkan perhatian terhadap penenmaan Hal demikian harus dicatat karena berbagat aliran dalam manajemen, seperti total gualrty, dan pendekatan tim dipandang sebagai alat ukur. Artinya, alat ukur menjadi kebutuhan, bukan hanya sebagai alat evaluasi, melainkan sebagai bagian dari strategi yang mempunyai posisi strategis untuk mencapai ukuran. Adapun ukuran yang hendak dicapai harus memenuhi kriteria: 1. Mewakili visi misi organisasi, 2. Menjawab kebutuhan pemangku kepentingan sehungga harus fleksibel 3. Dapat terukur dengan baik tanpa membutuhkan waktu yang lama 4. Menjawab kebutuhan perusahaan di tengah-tengah industri. Strategi menjelaskan



korporasi penyebab



diturunkan kegagalan



dan



visi



penerapan



dan



misi.



strategi,



Whelen



yaitu:



(1)



Komunikasi yang sulit antarstaf: (2) komitmen manajemen operasional lemah, (3) gagal menerima umpan balik dan mekanismenya: (4) basis



55



perencanaan tidak valid, formulasi strategi tidak valid: (5) perencanaan fungsional tidak konsisten, (6) penilaian sumber daya tidak konsisten. Menurut Kaplan, terjemahan visi harus diuji oleh kriteria: (1) sasaran, (2) ukuran, dan (3) inisiatif. Penerjemahan visi dan misi tersebut menunjukkan adanya satu siklus, yaitu keuntungan perusahaan hanya dapat tumbuh apabila perusahaan mempunyai posisi di benak pelanggan (share value), sementara posisi di benak pelanggan hanya mungkin apabila perusahaan mempunyai proses belajar. Satu hal yang sangat nyata dari hubungan yang ditunjukkan oleh Kaplan bahwa satu dengan lainnya saling berhubungan. Dalam bukunya yang terakhir (Strategy Map), Kaplan menunjukkan berbagai cara empiris. Kaplan menjelaskan pentingnya intangible asset sebagai rangkaian pencapaian tujuan. Adapun budaya



adaptif



merupakan



budaya



yang



membantu



organisasi



mengantisipasi dan beradaptasi dengan perubahan lingkungan, yang diasosiasikan dengan kinerja organisasi secara kontinuitas. Budaya adaptif merupakan budaya yang siap menanggung risiko, percaya, dan proaktif terhadap kehidupan individu. Para anggota secara bersama-sama aktif mendukung usaha satu Lama lam dan melakukan pemevahan masalah organnas secara benamu-ama Mereka penava dan yakin terhadap kemaguan organisasi dan keluar dan permasalahan organisasi. Budaya adapttif mampu mengembangkan kewirausahaan dan mampu beradaptasi



dengan



berbagai



perubahan



lingkungan,



dengan



mengidentifikan dan mengekspolitasi peluang-peluang baru. Taliziduhu Ndraha menyelaskan tentang sumbersumber pembentuk budaya organisasi, di antaranya” (1) pendiri orgamisasi (2) pemilik organwasi (3) sumber daya manusia asing, (4) luar organnasi: (5) orang yang berkepentingan dengan organisasi (stakeholder): (6) masyarakat. Ia menegaskan bahwa proses budaya dapat terjadi dengan cara: (1) kontak budaya, (2) benturan budaya, dan (3) penggalian budaya.” 56



Bambang Tri Cahyono mengemukakan empat alternatif pendekatan terhadap manajemen budaya organisasi, yaitu: (1) melupakan kultur: (2) mengendalikan lingkungan: (3) mengubah unsur-unsur kultur agar cocok dengan strategi. (4) mengubah strategi. Ada lima alasan yang membenarkan perubahan budaya, yaitu: (1) Jika organisasi memuliki nilai-nilai yang kuat, tetapi tidak cocok dengan lingkungan yang berubah: (2) jika organisasi sangat beruung dan bergerak dengan kecepatan kilat: (3) jika organsasi berukuran sedang-sedang saja atau lebih buruk lagi: (4) pka organisasi mulai memasuki penngkat yang sangat besar. (3) pka organssasi kecil tetapi berkembang pesat.” Karakteristik budaya organisasi berkaitan dengan hal berikut. 1. Observed



behavioral



regularities,



ditandai



dengan



adanya



keberaturan cara bertindak dari seluruh anggota. Keberaturan berperilaku berbentuk acara-acara ritual tertentu, bahasa umum yang digunakan atau simbol-simbol tertentu, yang mencermankan rula:rulai yang dianut olch anggota organisasi. 2. Norms, yakni budaya organisasi ditandai oleh norma-norma yang berisi standar perilaku anggota, baik bagi anggota bawahan maupun atatasan. Standar perilaku berdasarkan kebijakan internal Orgarusasi atau pada eksternal organisasi. 3. Dominant values, yaitu keyakinan bersama pada setiap anggota organisasi. 4. Philosophy, yaitu budaya organisasi yang ditandai oleh adanya keyakinan seluruh anggota organisasi dalam memandang sesuatu secara hakiki. 5. Rules, yaitu budaya organisasi yang ditandai oleh adanya ketentuan dan aturan mamin yang mengikat seluruh anggota organisasi.



57



6. Organization climate, yaitu budaya organwan yang ditanda: oleh iklim organisasi. Interaksi yang saling memengaruhi antarindividu dengan lingkungannya, baik lingkungan fisik maupun sosial, akan dipersepsi dan dirasakan oleh individu sehingga merumbulkan kesan dan perasaan tertentu. Lingkungan kerja yang kondusif, baik



lingkungan



fisik,



sosial



maupun



psikologis



dapat



menumbuhkan dan mengembangkan motivasi untuk bekerja lebah baik baik dan produktif. 7. Secara filosofis, budaya organisasi berkaitan dengan tiga hal mendasar, yaitu: a.Hakikat kebersamaan dalam organisasi yang membentuk kerja sama untuk mencapai tujuan b. Setiap perilaku yang mencermunkan rulai nilai kebudayaan dalam berorganisasi digali dari nilai dan kesepakatan Organisasi, baik secara struktural maupun kultural. c. Budaya yang dimanifestasikan oleh organisasi menarik manfaat yang universal untuk kehidupan para anggota organisasi



dan



manfaat



untuk



masyarakat



eksternal



organisasi, baik manfaat sasal maupun manjast ekonomi.



58