Kel. 6 Makalah - Perilaku Organisasi Pendidikan [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH



TEORI ORGANISASI SUMBER DAYA MANUSIA (KLASIK-NEOKLASIK-MODERN) Dibuat untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah “Perilaku Organisasi Pendidikan Dosen Pengampu : Ulfa Dina Novienda, M.Pd,



Kelas C4/ Kelompok VI Oleh: Mochammad Rizal Agus Hibatullah T20183151 Abdul Hadi



T20183154



PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM FAKULTAS TARIYAH DAN ILMU KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI KH ACHMAD SIDDIQ APRIL 2021



KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Wr. Wb. Segala puji bagi Allah SWT yang telah menolong hamba-Nya menyelesaikan makalah ini dengan penuh kemudahan. Tanpa pertolongan Allah, penyusun tidak akan sanggup menyelesaikan dengan baik dan benar. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW. beserta keluarga dan sahabatnya hingga akhir zaman. Makalah ini memuat tentang “Teori Organisasi Sumber Daya Manusia (KlasikNeoklasik-Modern)”. Walaupun makalah ini mungkin kurang sempurna tapi juga memiliki detail yang cukup jelas bagi pembaca. Penyusun mengucapkan terimakasih kepada dosen pengampu Ulfa Dina Novienda, M.Pd, dan berbagai sumber yang telah membantu menyelesaikan makalah ini yang penyusun tidak bisa sebutkan satu persatu. Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca. Walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Penyusun mohon untuk saran dan kritiknya.Terima kasih atas perhatiannya. Wassalamu’alaikum Wr. Wb.



Jember, 12 April 2021



Penyusun



ii



DAFAR ISI



COVER KATA PENGANTAR......................................................................................................................i DAFAR ISI.....................................................................................................................................iii BAB I................................................................................................................................................. PENDAHULUAN............................................................................................................................1 A.



Latar Belakang...........................................................................................................................1



B.



Rumusan Masalah......................................................................................................................2



C.



Tujuan Penulisan.......................................................................................................................2



BAB II............................................................................................................................................... PEMBAHASAN..............................................................................................................................3 A.



Pengertian Pendidikan Anti Korupsi..........................................................................................3



B.



Tujuan Pendidikan Anti Korupsi...............................................................................................4



C.



Faktor-faktor yang Mempengaruhi Masyarakat dalam Pendidikan Anti Korupsi......................5



D.



Urgensi Peran Masyarakat dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi......7



E.



Bentuk-bentuk Pendidikan Anti Korupsi di dalam Masyarakat...............................................10



BAB III..........................................................................................................................................12 PENUTUP.....................................................................................................................................12 A.



Kesimpulan..............................................................................................................................12



DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................13



iii



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Maraknya korupsi yang terjadi di negara Indonesia sungguh memperhatinkan, ironisnya korupsi bisa terjadi kapanpun dan dimanapun, . B. Rumusan Masalah Dalam makalah ini kami akan membahas beberapa masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana pengertian pendidikan anti korupsi? 2. Bagaimana tujuan pendidikan anti korupsi? 3. Bagaimana faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat dalam pendidikan anti korupsi? 4. Bagaimana urgensi peran masyarakat dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi? 5. Bagaimana bentuk-bentuk pendidikan anti korupsi di dalam masyarakat? C. Tujuan Penulisan Sesuai dengan rumusan masalah di atas maka tujuan penulisan dalam makalah ini sebagai berikut: 1. Untuk mendeskripsikan pengertian pendidikan anti korupsi. 2. Untuk mendeskripsikan tujuan pendidikan anti korupsi. 3. Untuk mendeskripsikan faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat dalam pendidikan anti korupsi. 4. Untuk mendeskripsikan urgensi peran masyarakat dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi. 5. Untuk mendeskripsikan bentuk-bentuk pendidikan anti korupsi di dalam masyarakat.



1



BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Pendidikan Anti Korupsi Pemberantasan korupsi tidak hanya dapat dilakukan melalui penegakan hukum saja, tetapi korupsi juga dapat dicegah melalui menguatkan pendidikan anti korupsi di sekolah-sekolah. Ade Imelda berpendapat bahwa pendidikan anti korupsi merupakan pendidikan yang harus diberikan melalui pembelajaran sikap mental dan nilai-nilai moral bebas korupsi di sekolah, sehingga generasi penerus bangsa Indonesia diharapkan dapat memiliki pandangan dan sikap yang keras terhadap segala bentuk praktik korupsi.1 Pendapat ini juga sejalan dengan Yogi Suwarno, yang menyebutkan bahwa pendidikan anti korupsi merupakan salah satu upaya pencegahan sejak dini tindakan korupsi dengan menumbuhkan kesadaran terhadap masyarakat yang dalam hal ini adalah peserta didik sebagai generasi penerus bangsa mengenai dampak destruktif dari korupsi.2 Agus Wibowo berpendapat bahwa pendidikan anti korupsi merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan proses belajar mengajar yang kritis terhadap nilai-nilai anti korupsi. Bahwa program pendidikan anti korupsi bertujuan untuk menciptakan generasi muda yang bermoral baik dan berperilaku anti koruptif. Tujuan pendidikan anti korupsi tidak lain untuk membangun karakter teladan agar anak juga dapat menjadi promotor pemberantas korupsi.3 Pendidikan anti korupsi dapat dipahami juga sebagai usaha sadar dan sistematis yang diberikan kepada peserta didik berupa pengetahuan, nilai-nilai, sikap, keterampilan yang



dibutuhkan



agar



mereka



mau



mencegah



dan



menghilangkan



peluang



berkembangnya korupsi. Tujuan pendidikan anti korupsi adalah pembentukan pengetahuan dan pemahaman mengenai berbagai bentuk korupsi dan aspek-aspeknya. Ade Imelda Frimayanti, “Pendidikan Anti Korupsi (PAK) dalam Pendidikan Agama Islam”, Jurnal Pendidikan Islam, Vol. 8 No. 1, Agustus 2017, hal 92 2 Mukodi, Pendidikan Anti Korupsi: Rekonstruksi Interpretatif dan Aplikatif di Sekolah, (Pacitan: LPPM Press, 2014) 116 3 Agus Wibowo, Pendidikan Antikorupsi di Sekolah, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013) 35 1



2



Perubahan persepsi dan sikap terhadap korupsi. Pembentukan keterampilan dan kecakapan baru yang dibutuhkan untuk melawan korupsi.4 Pendidikan anti korupsi harus diberikan sejak dini dan dimasukkan dalam proses pembelajaran mulia dari tingkat pendidikan dasar, menengah dan pendidikan tinggi. Hal ini sebagai upaya membentuk prilaku peserta didik yang anti korupsi. Pendidikan anti korupsi ini tidak diberikan melalui suatu mata pelajaran tersendiri, melainkan dengan cara mengintegrasikan melalui beberapa mata pelajaran. Inti dari materi pendidikana antikorupsi ini adalah penanaman nilai-nilai luhur yang terdiri dari Sembilan nilai yang disebut dengan Sembilan nilai anti korupsi. Sembilan tersebut adalah tanggung jawab, disiplin, jujur, sederhana, mandiri, kerja keras, adil, berani, dan peduli. Pendidikan anti korupsi secara umum dikatakan sebagai pendidikan koreksi budaya yang bertujuan untuk mengenalkan cara berfikir dan nilai-nilai baru kepada peserta didik. Dalam pendidikan anti korupsi harus mengintegrasikan tiga domain, yakni domain pengetahuan (kognitif), sikap dan perilaku (afektif), dan keterampilan (psikomotorik). Implementasi pendidikan anti korupsi di jenjang sekolah bisa menggunakan strategi eksklusif maupun studi kasus. Selanjutnya pendidikan anti korupsi adalah program pendidikan yang diselenggarakan di sekolah/madrasah, dapat berbentuk penyisipan dalam materi mata pelajaran tertentu, diimplementasikan dalam bentuk materi kegiatan ekstra kurikuler siswa, dan melalui pengembangan budaya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pendidikan anti korupsi merupakan salah satu tindakan preventif untuk menanggulangi pemberantasan korupsi melalui bidang pendidikan. Dimana pendekatan prefentif ini lebih mengutamakan perbaikan moral dan penanaman karakter sehingga individu yang dalam hal ini peserta didik, akan sadar bahwa korupsi merupakan perilaku yang tidak terpuji dan harus dihindari. Untuk dikalangan masyarakat pendidikan anti korupsi biasanya juga melalui sosialisasi, beritaberita, dan sebagainya. B. Tujuan Pendidikan Anti Korupsi Pendidikan anti korupsi menjadi sesuatu yang sangat mendasar bagi pembentukan mental dan karakter setiap pribadi untuk teguh terhadap sesuatu yang benar dan kebenaran itu sendiri. Pendidikan anti korupsi bertujuan menjadi penggerak agar setiap individu nantinya mampu melindungi diri dari tindakan-tindakan korupsi yang merusak.



Direktur Jenderal Pendidikan Islam, Panduan Penyelenggaraan Pendidikan Anti Korupsi di Madrasah. (Jakarta : Dirjen Pendidikan Islam, 2013) 3 4



3



Dengan demikian pendidikan anti korupsi juga bertujuan untuk mengajarkan kepada setiap pribadi agar tegak berdiri melawan kerusakan-kerusakan moralitas.5 Tujuan dari pendidikan anti korupsi adalah menanamkan pemahaman dan perilaku anti korupsi. Jika merujuk pada UU No. 20 tahun 2003. Sisdiknas pasal 4 ayat 3 disebutkan bahwa pendidikan diselnggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat. Menurut Salahudin, ada dua tujuan yang ingin dicapai dari pendidikan antikorupsi, yaitu: 1. Menanamkan semangat anti korupsi pada setiap anak bangsa. Melalui pendidikan ini, semangat antikorupsi akan mengalir di dalam darah setiap generasi dan tercermin dalam perbuatan sehari-hari. Dengan demikian, pekerjaan membangun bangsa yang tertunda karena adanya korupsi tidak terjadi lagi pada masa depan. 2. Membangun nilai-nilai dan mengembangkan kapasitas yang diperlukan untuk membentuk posisi sipil murid dalam melawan korupsi.6 Tujuan pendidikan anti korupsi lainnya adalah : 1. Pembentukan pengetahuan dan pemahaman mengenai bentuk korupsi dan aspekaspeknya. 2. Pengubahan persepsi dan sikap terhadap korupsi. 3. Pembentukan keterampilan dan kecakapan baru yang dituduhkan untuk melawan korupsi.7 Manfaat jangka panjangnya dapat menyumbang pada keberlangsungan Sistem Integrasi Nasional dan program antikorupsi. Dalam jangka pendek adalah pembangunan kemauan politik bangsa Indonesia untuk memerangi korupsi. Dengan demikian, dapat disimpulkan adanya pendidikan anti korupsi ini diharapkan mampu mencetak generasi muda yang jujur, kreatif, dan anti korupsi. C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Masyarakat dalam Pendidikan Anti Korupsi Pendidikan anti korupsi akan meningkatkan kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam melakukan pengawasan terhadap pemerintah merupakan tujuan utama dari berdirinya sebagai salah satu organisasi yang merepresentasikan civil society dalam upaya pemberantasan korupsi. Bentuk dari peningkatan kesadaran dan partisipasi masyarakat ini adalah keterlibatan aktif masyarakat dalam proses pengambilan,



Moh. Yamin, Pendidikan Anti Korupsi, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2016) 57 Anas Salahudin, Pendidikan Anti korupsi, (Yogyakarta: Pustaka Setia, 2018) 54 7 Direktur Jenderal Pendidikan Islam, Panduan Penyelenggaraan Pendidikan Anti Korupsi di Madrasah. (Jakarta : Dirjen Pendidikan Islam, 2013) 3 5 6



4



penyusunan dan pengawasan pelaksanaan kebijakan publik. Menurut Maksum, berikut faktor-faktor yang mempengaruh pendidikan anti korupsi : 1. Faktor Eksternal a. Penanaman semangat anti korupsi dalam membangun kesadaran nilai-nilai anti korupsi Menanamkan semangat antikorupsi pada setiap anak bangsa. Melalui pendidikan anti korupsi, semangat antikorupsi akan mengalir di dalam darah setiap generasi dan tercermin dalam perbuatan sehari-hari. Dengan demikian, pekerjaa membangun bangsa yang tertunda karena adanya korupsi tidak terjadi lagi pada masa depan. nilai-nilai dan mengembangkan kapasitas yang diperlukan untuk membentuk posisi sipil dalam melawan korupsi. Dengan demikian, bahwa pemberantasan korupsi bukan hanya tanggung jawab lembaga penegak hukum, seperti Komisi Pemberantasan Korupsi, Kepolisian, Kejaksaan Agung, dan Organisasi Masyarakat Sipil melainkan tanggung jawab setiap warga masyarakat Indonesia. 2. Faktor Internal a. Program-program yang bersifat memerangi anti korupsi Organisasi



Masyrakat



Sipil



memiliki



bidang-bidang



pemberdayaan



dan



pendidikan, sehingga Program yang berispat memerangi korupsi dilakukan melalui pendekatan-pendekatan emosional dalam bentuk pendidikanpendidikan anti korupsi. b. Sebagai penyambung aspirasi rakyat terhadap pemerintah Organisasi Masyarakat Sipil Sebagai organisasi penengah, sehingga Ormas sipil menjadi refresentasi masyarakat sipil, yang dimana mampu menyalurkan aspirasiaspirasi rakyat dengan pemerintah lebih khususnya dalam memerangi korupsi itu sendiri.8 Jadi dapat disimpulkan, faktor-faktor yang mempengaruh pendidikan anti korupsi : 1. Faktor Eksternal a. Penanaman semangat anti korupsi dalam membangun kesadaran nilai-nilai anti korupsi 2. Faktor Internal a. Program-program yang bersifat memerangi anti korupsi b. Sebagai penyambung aspirasi rakyat terhadap pemerintah. 8



Ali Maksum, Paradigma Pendidikan Anti Korupsi Universal, (Yogyakarta: Ircisod, 2004) 53



5



D. Urgensi Peran Masyarakat dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Kejahatan korupsi di Indonesia sampai saat ini masih sangat memprihatinkan, karena hampir setiap lembaga atau institusi masih terjadi praktik-praktik korupsi. Kejahatan korupsi terjadi bukan hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di seluruh dunia. Hal tersebut sebagaimana tercantum dalam preambul ke-4 United Nations Convention Againts Corruption, tahun 2003 yang menyatakan: “meyakini bahwa korupsi tidak lagi merupakan



masalah



lokal,



melainkan



suatu



fenomena



transnasional



yang



mempengaruhi seluruh masyarakat dan ekonomi yang mendorong kerja sama internasional untuk mencegah dan mengontrolnya secara esensial.9 Semua negara di dunia sepakat bahwa kejahatan korupsi nmerupakan bentuk kejahatan yang dapat dikategorikan sebagai tindak pidana “luar biasa”. Disebut luar biasa karena umumnya dikerjakan secara sistematis, punya aktor intelektual, melibatkan stakeholder di suatu daerah, termasuk melibatkan aparat penegak hukum, dan punya dampak “merusak” dalam spektrum yang luas. Karakteristik inilah yang menjadikan pemberantasan korupsi semakin sulit jika hanya mengandalkan aparat penegak hukum biasa, terlebih jika korupsi sudah membudaya dan menjangkiti seluruh aspek dan lapisan masyarakat. Oleh karena itu, Operasionalisasi pemberantasan korupsi harus dilakukan secara komprehensif, integral, dan holistik.10 Dasar hukum bagi masyarakat untuk dapat berperan serta dalam pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebenarnya sudah diatur di dalam pasal 108 ayat 1 dan ayat 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undnag Hukum Acara Pidana (KUHP), yaitu: (1) Setiap orang yang mengalami, melihat, menyaksikan dan atau menjadi korban peristiwa yang merupakan tindak pidana berhak untuk mengajukan laporan atau pengaduan kepada penyidik dan atau penyidik, baik lisan maupun tertulis; (2) Setiap pegawai negeri dalam rangka melaksanakan tugasnya yang mengetahui tentang terjadinya peristiwa yang merupakan tindak pidana wajib segera Anastasia R Widyastuti, Disfungsionalisasi Birokrasi Sebagai Kendala dalam Pemberantasan Korupsi. Yustisia Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 4, No.3, Maret 2015, hal. 6 10 B. Waluyo, Optimalisasi Pemberantasan Korupsi Di Indonesia, Jurnal Yuridis, Vol.1, No.2, Juli 2014, hal. 169 9



6



melaporkan hal itu kepada penyelidik atau penyidik. Peran serta masyarakat dalam pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tambah semakin jelas lagi berdasarkan ketentuan Undang- undang No. 31 Tahun 1999 dan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi pada pasal 41 ayat 2 disebutkan bahwa peran serta masyarakat dalam pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dapat diwujudkan dalam bentuk: a. Hak untuk mencari, memperoleh dan memberikan informasi adanya dugaan telah terjadi Tindak Pidana Korupsi; b. Hak untuk memperoleh pelayanan dalam mencari, memperoleh dan memberikan informasi adanya dugaan telah terjadi Tindak Pidana Korupsi kepada penegak hukum yang menangani perkara Tindak Pidana Korupsi; c. Hak menyampaikan saran dan pendapat secara bertanggung jawab kepada penegak hukum yang menangani perkara Tindak Pidana Korupsi; d. Hak untuk memperoleh jawaban atas pertanyaan tentang laporannya yang diberikan kepada penegak hukum dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari; e. Hak untuk memperoleh perlindungan hukum dalam hal: Melaksanakan haknya sebagaimana dimaksud dalam huruf a,b, dan c; dan diminta hadir dalam proses penyelidikan, penyidikan dan di sidang pengadilan sebagai saksi pelapor, saksi atau saksi ahli, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Permasalahan memerangi tindak pidana korupsi memang selalu saja harus dikembangkan, karena ternyata angka korupsi selalu saja meningkat demikian juga dengan modus yang dilakukannya. Dalam upaya pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sering kali masyarakat hanya membebankan tugas tersebut kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan/atau kepada para penegak hukum lainnya. Sedangkan didalam konstitusi negara ini menyebutkan bahwa masyarakat harus ikut andil dalam menangani Tindak Pidana Korupsi tersebut dalam arti lain masyarakat berperan serta dalam upaya pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.11 Di Negara Indonesia menganut sistem pemerintahan yang demokrasi. Sesuai dengan prinsip-prinsip sistem pemerintahan demokrasi tersebut maka peran serta masyarakat sangat penting dalam pemberantasan korupsi di negara ini. Peran serta masyarakat yang dimaksud adalah peran aktif masyarakat untuk mewujudkan penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme yang dilaksanakan dengan Y. Garnasih, Paradigma Baru Dalam Pengaturan Anti Korupsi Di Indonesia Dikaitkan dengan Uncac 2003, Jurnal Hukum Prioris, Vol. 2, No. 3, Maret 2009, 161 11



7



mentaati hukum, moral dan sosial yang berlaku dalam lingkungan masyarakat, berbangsa dan bernegara. serta dapat diwujudkan dalam bentuk antara lain mencari, memperoleh, memberikan data, atau informasi tentang Tindak Pidana Korupsi dan hak menyampaikan saran, pendapat dan bertanggung jawab terhadap pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Berdasarkan



Undang-Undang



Nomor



30



Tahun



2002



Tentang



Komisi



Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, bahwa Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dirumuskan sebagai serangkaian tindakan untuk mencegah dan memberantas Tindak Pidana Korupsi melalui upaya koordinasi, supervisi, monitor, penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan dengan peran serta masyarakat berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Rumusan Undang-Undang tersebut menyiratkan bahwa upaya pemberantasan tindak pidana korupsi tidak akan pernah berhasil tanpa melibatkan peran serta masyarakat. Dengan demikian, dalam strategi pemberantasan Tindak Pidana Korupsi terdapat tiga unsur utama yaitu pencegahan, penindakan dan peran serta masyarakat.12 Pencegahan adalah seluruh upaya yang dilakukan untuk mencegah terjadinya perilaku koruptif. Pencegahan juga sering disebut dengan kegiatan anti korupsi yang sifatnya preventif. Penindakan adalah seluruh upaya yang dilakukan untuk menanggulangi atau memberantas terjadinya Tindak Pidana Korupsi. Penindakan juga disebut sebagai kegiatan kontra korupsi yang sifatnya represif. sedangkan peran serta masyarakat adalah peran aktif perorangan, organisasi masyarakat atau Lembaga Swadaya Masyarakat dalam pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.13 Dalam hal Peran masyarakat disini sangat diperlukan dalam pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Paling tidak, masyarakat harus ikut ambil bagian karena dua hal yakni masyarakat sebagai korban dan masyarakat sebagai komponen negara. Ditinjau dari masyarakat sebagai komponen negara bahwa suatu negara terdiri atas tiga komponen utama yaitu Pemerintah, Masyarakat dan Swasta. Keberhasilan suatu negara sangat tergantung pada kinerja dan kerja sama ketiganya jika kerja sama dilakukan dengan baik maka akan berpengaruh baik pada negara ini, begitupun sebaliknya jika buruk cepat lambatnya bangsa itu akan hancur. Tentu bukan hal yang mudah dalam memecahkan masalah korupsi, sekalipun harus melibatkan seluruh elemen bangsa termasuk rakyat, hal ini karena korupsi merupakan H. Nugraheni dkk, Mahasiswa Pelopor Gerakan Anti Korupsi, cet. 1. (Semarang: Politekkes Kemenkes, 2017) 49 13 Ibid, 50 12



8



kejahatan yang dinamakan dengan Kejahatan Kerah Putih serta sebagai kejahatan luar biasa. E. Bentuk-bentuk Pendidikan Anti Korupsi di dalam Masyarakat 1. Peran organisasi masyarakat Sipil dalam pendidikan anti korupsi Menurut maksum, peran serta organisasi masyarakat dalam pendidikan anti korupsi di Indonesia dapat dilakukan melalui cara sebagai berikut : a. Peran serta melalui media Koran, majalah, radio, dan televisi merupakan media yang ampuh dalam mencegah dan menaggulangi korupsi. Adanya dugaan kasus korupsi yang terjadi di suatu lembaga pemerintah atau dugaan korupsi oleh seorang pejabat Negara dapat diberitakan melalui media. Oleh lembaga berwenang, hasil pemberitaan dapat ditindak lanjuti. Melalui media, warga juga dapat menyampaikan adanya dugaan korupsi. b. Peran serta sebagai kekuatan pengimbang peran serta organisasi masyarakat sebagai kekuatan pengimbang dapat dilakukan dengan cara, sebagai berikut : 1) Advokasi kebijakan lewat lobi. 2) Membuat pernyataan politik 3) Membuat pernyataan lewat petisi 4) Aksi demonstrasi c. Peran serta sebagai pemberdaya masyarakat, melalui : 1) Aksi pengembangan kapasitas kelembagaan 2) Mengembangkan kesadaran masyarakat 3) Membangun partisipasi masyarakat 4) Memberikan pendidikan kepada masyarakat d. Peran serta sebagai lembaga perantara, melalui : 1) Masyarakat dengan pemerintah atau negara’masyarakat dengan LSM 2) LSM dengan masyarakat 3) Melakukan pendekatan lewat lobi 4) Melakukan koalisi 5) Mendampingi warga 6) Bekerjasma antar pelaku-pelaku dalam pelaksanaan hubungan nasioanl maupun iternasional. 2. Sosialisasi anti korupsi oleh organisasi masyarakat sipil



9



Menurut Maksum, sosialisasi Anti korupsi sebagai salah satu cara organisasi masyarakat sipil dalam porgres memerangi korupsi lebih khususnya di ruang lingkup Ormas, berikut bentuk dari sosialisasi anti korupsi yang dilakukan oleh Ormas yaitu : a) Menanamkan Nilai-nilai Anti Korupsi, dengan basis pendidikan dan Partisipasi anti korupsi. b) Memberikan penyadaran dan pencerahan terus menerus perihal sikap dan perilaku anti korupsi kepada masyarakat melalui media 3. Advokasi anti korupsi oleh organisasi masyarakat sipil Menurut Maksum, pencegahan korupsi adalah suatu alat untuk melaksanakan suatu tindakan (aksi), merupakan ikhtiar politis yang memerlukan perencanaan yang cermat untuk dapat mencapai tujuan yang diinginkan. Diperlukan langkah-langkah sistematis dengan melibatkan “masyarakat” bervariasi tergantung. Masyarakat atau suatu komunitas tertentu terlibat dalam pendidikan anti korupsi, tetapi di lain waktu bisa juga berperan sebagai saluran advokasi itu sendiri dan pada saat lain bisa berperan sebagai kelompok yang diwakili oleh seseorang dalam melakukan suatu tindakan. Berikut bentuk advokasi anti korupsi yaitu: a) Mendorong masyarakat untuk terlibat dalam pencegahan korupsi dan korporasi, gerakanya berpegang teguh pada prinsip dasar pemeberantasan korupsi sehingga menghilangkan keresahan yang terfokus pada pencegahan korupsi.14



14



Ali Maksum, Paradigma Pendidikan Anti Korupsi Universal, (Yogyakarta: Ircisod, 2004) 55-57



10



BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Dari pembahasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa dalam memberantas koruptor di Indonesia, dapat dimulai dari kesadaran adanya usaha tangung jawab untuk pemberantasan korupsi di Indonesia jadi pemberantasan ini tidak hanya menjadi tangungjawab penegak hukum saja tapi juga menjadi tanggungjawab setiap lapisan masyarakat khususnya kalangan muda, dimana mereka merupakan generasi penerus bangsa dan Negara, maka dari itu peranan pemuda dalam usaha pemberantasan korupsi di Indonesia sangatlah penting peranannya. salah satu point penting yakni Pendidikan yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari usaha pemeberantasan korupsi di Indonesia, karena hanya dengan pendidikan penanaman karakter anti korupsi kepada masyarakat khususnya pemuda dapat ditanamkan sejak dini. Di sinilah kaum muda dapat mengambil peranan dalam pemberantasan korupsi, mereka harus menuntut ilmu dengan giat yang kemudian ilmu tersebut diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, dan memperjuangkan untuk menyuarakan anti-korupsi sebab suara-suara para pemuda kerap kali dapat mengangkat realita sosial yang terjadi di masyarakat serta sikap idealisme mendorong mahasiswa untuk memperjuangkan sebuah aspirasi pada penguasa, dengan cara mereka sendiri. Dengan begitu mahasiswa dapat dikatakan sbagai faktor penekan bagi penegakan hukum bagi pelaku korupsi serta pendamping terciptanya kebijakan publik yang berpihak kepada kepentingan masyarakat banyak.



11



DAFTAR PUSTAKA Direktur Jenderal Pendidikan Islam. 2013. Panduan Penyelenggaraan Pendidikan Anti Korupsi di Madrasah. Jakarta : Dirjen Pendidikan Islam. Garnasih, Y. 2009. Paradigma Baru Dalam Pengaturan Anti Korupsi Di Indonesia Dikaitkan dengan Uncac 2003, Jurnal Hukum Prioris, Vol. 2, No. 3. Imelda, Ade Frimayanti. Agustus 2017.



“Pendidikan Anti Korupsi (PAK) dalam



Pendidikan Agama Islam”, Jurnal Pendidikan Islam. Vol. 8 No. 1 Maksum , Ali. 2014. Paradigma Pendidikan Anti Korupsi Universal. Yogyakarta: Ircisod. Mukodi. 2014. Pendidikan Anti Korupsi: Rekonstruksi Interpretatif dan Aplikatif di Sekolah. Pacitan: LPPM Press. Nugraheni, H dkk, 2017. Mahasiswa Pelopor Gerakan Anti Korupsi, cet. 1. Semarang: Politekkes Kemenkes. R, Anastasia Widyastuti. 2015. Disfungsionalisasi Birokrasi Sebagai Kendala dalam Pemberantasan Korupsi. Yustisia Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 4, No.3 Salahudin, Anas. 2018. Pendidikan Anti korupsi. Yogyakarta: Pustaka Setia. Undang- undang No. 31 Tahun 1999 dan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi pada pasal 41 ayat 2 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Waluyo, B. 2014. Optimalisasi Pemberantasan Korupsi Di Indonesia, Jurnal Yuridis, Vol.1, No.2 Wibowo, Agus. 2013. Pendidikan Antikorupsi di Sekolah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Yamin, Moh. 2016. Pendidikan Anti Korupsi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.



12