Kel.13 Madzhab Tafsir Tafsir Sufi Dan Salafi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Makalah “TAFSIR SUFI DAN SALAFI” Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah: Madzahib al-Tafsir Dosen Pengampu: Muhammad Ridho, MA.



Disusun oleh: Kelompok 13 1. Alfina Muamarotul Hikmah



(12301193007)



2. Nafiatun Nailiyah



(12301193026)



3. Fadhila Zulfa Finasari



(12301193044)



JURUSAN ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR(5-A) FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SAYYID ALI RAHMATULLAH TULUNGAGUNG 1



DAFTAR ISI BAB I................................................................................................................................ 3 PENDAHULUAN ............................................................................................................ 3 Rumusan Masalah ......................................................................................................... 3 Tujuan Penulisan........................................................................................................... 4 BAB II .............................................................................................................................. 5 PEMBAHASAN............................................................................................................... 5 Tafsir Sufi ..................................................................................................................... 5 Kelebihan dan kekurangan Tafsir Sufi ......................................................................... 7 Jenis-jenis Tafsir Sufistik.............................................................................................. 9 Tafsir Salafi................................................................................................................. 11 Prinsip-prinsip salafi : ................................................................................................ 12 Kriteria tafsir salafi : ................................................................................................... 13 Kesimpulan ..................................................................................................................... 14 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 16



2



BAB I PENDAHULUAN Al-Qur’an merupakan petunjuk seluruh umat manusia dan menjadi sumber utama rujukan umat islam. Dalam memahami kandungan Al-Qur’an, seseorang melakukan penafsiran. Penafsiran Al-Qur’an berbagai macam bentuk dan coraknya. Keberagaman tersebut memunculkan banyak perbedaan. Dalam melakukan penafsiran seorang mufassir harus memperhatikan beberapa kaidah, seperti kemampuan bahasa arab, nahwu, sorof, munasabah, asbabul nuzul, dan lain sebagainya. Kitab tafsir Al-Qur’an semakin beragam. Hal tersebut dipengaruhi dengan ragamnya metode dan corak. Adapun metode penafsiran yaitu tahlily, ijmali, muqorin, dan maudhu’i. tidak berbeda dengan metode penafsiran, corak tafsir Al-qur’an yang hadir di tengah-tengah umat islam juga beragam, diantaranya corak fiqhi, ilmi, falsafi, sufi, adabi, ijtima’i, dan lain-lain. Berangkat dari keberagaman yang telah disebutkan, penulis akan mengulas tentang corak tafsir salafi dan sufi, serta mengetahui lebih jauh terkait kelebihan dan kekurangan corak tafsir tersebut. Rumusan Masalah A. Apa yang dimaksud dengan Tafsir Sufi dan Tafsir Salafi ? B. Bagaimana sejarah dari Tafsir Sufi ? C. Siapa tokoh dari Tafsir Sufi ? D. Apa kekurangan dan kelebihan dari Tafsir Sufi ? E. Apa saja jenis Tafsir Sufistik ?



3



F. Apa prinsip-prinsip dari salafi ? G. Apa kriteria tafsir salafi ? Tujuan Penulisan A. Mengetahui pengertian dari Tafsir Sufi dan Tafsir Falsafi. B. Mengetahui sejarah dari Tafsir Sufi. C. Mengetahui tokoh dari Tafsir Sufi, D. Mengetahui kekurangan dan kelebihan dari Tasir Sufi. E. Mengetahui jenis-jenis tafsir Sufistik. F. Mengetahui prinsip-prinsip dari salafi. G. Mengetahui kriteria salafi.



4



BAB II PEMBAHASAN



A. Tafsir Sufi Dalam tradisi ilmu tafsir klasik, tafsir bernuansa tasawuf atau juga sufistik sering didefinisikan sebagai suatu tafsir yang berusaha menjelaskan makna ayatayat al-Quran dari sudut esotorik atau berdasarkan isyarat-isyarat tersirat yang tampak oleh seorang sufi dalam suluknya. Kata tasawuf sendiri menurut Muhammad Husen alDzahabi adalah transmisi jiwa menuju Tuhan atas apa yang ia inginkan atau dengan kata lain munajatnya hati dan komunikasinya ruh. Tafsîr al-Shufiyah, yakni tafsir yang didasarkan atas olah sufistik, dan ini terbagi dalam dua bagian, yaitu tafsîr shûfi nadzary dan tafsîr shûfi isyary. Tafsir sufi nadzary adalah tafsir yang didasarkan atas perenungan pikiran sang sufi (penulis) seperti renungan filsafat dan ini tertolak.15 Tafsir sufi isyary adalah tafsir yang didasarkan atas pengalaman pribadi (kasyaf) si penulis seperti tafsîr al-Quran al‘Adzîm karya al-Tustari, Haqâiq al-Tafsîr karya al Sulami dan ‘Arâis al-Bayân fî Haqâiq al-Quran karya al-Syairazi. Tafsir sufi isyari ini bisa diterima (diakui) dengan beberapa syarat, (1) ada dalil syar’i yang menguatkan; (2) tidak bertentangan dengan syariat/rasio; (3) tidak menafikan makna zahir teks. Jika tidak memenuhi syarat ini, maka ditolak.



Corak penafsiran sufi ini didasarkan pada argumen bahwa setiap ayat alQuran secara potensial mengandung empat tingkatan makna: zhahir, bathin, hadd, dan matla’. Keempat tingkatan makna ini diyakini telah diberikan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan bila corak penafsiran semacam ini memang bukan hal yang baru, bahkan telah dikenal sejak awal turunnya al-Quran kepada Rasulullah SAW, sehingga dasar yang dipakai dalam penafsiran ini umumnya juga mengacu pada penafsiran ini alQuran melalui hierarki sumber-sumber Islam tradisional yang disandarkan kepada



5



Nabi SAW, para sahabat, dan pendapat kalangan tabi’in. Di samping itu, selain penafsiran yang didasarkan melalui jalan periwayatan secara tradisional, ada sebuah doktrin yang cukup kuat dipegangi kalangan sufi, yaitu bahwa para wali merupakan pewaris kenabian. Mereka mengaku memiliki tugas yang serupa, meski berbeda secara substansial. Jika para Rasul mengemban tugas untuk menyampaikan risalah ilahiyah kepada umat manusia dalam bentuk ajaran-ajaran agama, maka para sufi memikul tugas guna menyebarkan risalah akhlaqiyyah, ajaran-ajaran moral yang mengacu pada keluhuran budi pekerti.17 Klaim sebagai pengemban risalah akhlaqiyyah memberi peluang bagi kemungkinan bahwa para sufi mampu menerima pengetahuan Tuhan berkat kebersihan hati mereka ketika mencapai tahapan ma’rifat dalam tahap-tahap muraqabah kepada Allah SWT. Sebuah konsep mistik yang oleh Ibn ‘Arabi dikategorikan sebagai kemampuan para sufi dalam mencapai kedudukan yang disebutnya sebagai al-nubuwwat alamma al-muktasabah (predikat kenabian umum yang dapat diusahakan). Berbeda dengan predikat para Rasul dan Nabi yang menerima nubuwwat al-ikhtisas (kenabian khusus) ketika mereka dipilih oleh Allah sebagai utusannya, kenabian umum bisa dicapai oleh siapa saja, bahkan setelah pintu kenabian tertutup sampai akhir zaman nanti.18 Walhasil, dalam penafsiran sufi mufassir-nya tidak menyajikan penjelasan ayat-ayat al-Quran melalui jalan i‘tibari dengan menelaah makna harfiah ayat secara zhahir, tetapi lebih pada menyeruakan signifikansi moral yang tersirat melalui penafsiran secara simbolik, atau dikenal dengan penafsiran isyari. Yaitu, bukan dengan mengungkapkan makna lahiriyahnya seperti dipahami oleh penutur bahasa Arab kebanyakan, tetapi dengan mengungkapkan isyarat-isyarat yang tersembunyi guna mencapai makna batin yang dipahami oleh kalangan sufi. Contoh karya yang menampilkan corak tafsir sufi adalah Tafsir al-Quran al-Azhim karya Sahl al-Tustari (w. 283 H). Haqaiq alTafsir karya Abu Abd al-Rahman al-Sulami (w. 412 H). lata’if al-Isyarat karya alQusyairi, dan ‘Ara’is al-Bayan fi Haqaiq al-Quran karya al-Syirazi (w. 606 H).



6



Kelebihan dan kekurangan Tafsir Sufi Berbicara tentang karya tidak lepas dengan sebuah kelebihan dan kekurangan, tak lain halnya tafsir sufi. Di dalamya terdapat beberapa kelebihan dan kekurangan, antara lain sebagai berikut. a) Kelebihan •



Mampu memaknai ayat pada wilayah esoterik atau melalui dimensi bathiniyah







Mengungkap makna Al-Qur’an secara dzahir dan bathin Yang dimaksud aspek dzahir yaitu teks ayat, sedangkan aspek bathin yaitu upaya penta’wilan ayat yang tekstual.1







Mengungkap isyarat-isyarat yang terdapat dalam Al-Qur'an2







Tepat untuk rujukan orang yang hendak meningkatkan martabat spiritual







Penafsiran banyak yang memfokuskan ayat akhlak.



b) Kekurangan •



Hanya dapat difahami kalangan tertentu Biasanya tafsir yang bercorak sufistik hanya mampu difahami oleh para sufi atau orang yang menafsirkan ayat itu sendiri karena mereka menafsirkan dengan mengandung subjektivitas sendiri.







Maknanya sulit untuk ditangkap secara tematis



1



Ulil M. Abshor, Pendekatan Sufistik dalam Menafsirkan Al-Qur'an, Jurnal Syifa al-Qulub, Vol.2 No 1 Juli 2017, hlm.8 2 Ibid., hlm.11



7



Karya tafsir sufistik banyak menggunakan metode tahlily dan metode penafsirannya mengikuti mushaf Utsmani. Metode inilah yang menyebabkan seseorang sulit untuk menangkap makna al Qur’an secara sitematis.3 •



Tolok ukur validitas tafsirnya kurang begitu jelas







Tafsirnya diambil dari isyarat-isyarat yang samar







Bercampur dengan teori filsafat Adanya percampuran dengan teori filsafat ini menyebabkan tafsir sufi tidak bisa berkembang seperti tafsir lain4







Dengan mengambil makna bathin, dikhawatirkan syariat agama dilecehkan karena seringkali didapatkan dari hasil pengalaman ruhaniyahdan juga kurang sesuai dengan kaidah-kaidah bahasa Arab.







Banyak menyimpang dari kaidah penafsiran dan tata gramatikal arab Dikatakan demikian karena dalam tafsir sufistik mengandalkan makna bathin sehingga tata bahasa dan kaidah – kaidah bahasa arab kurang begitu diperhatikan.







Banyak karya tafsir yang tidak berhasil dituntaskan 1 Al Qur'an penuh







Banyak campur tangan tokoh lain ketika melakukan penafsiran Maksudnya yaitu dalam sebuah karya sering kali diselesaikan oleh beberapa tokoh. Dengan kata lain satu tokoh berusaha menafsirkan,



3



Ibid., hlm.12 http://kutaradja92.blogspot.com/2014/02/tafsir-sufi.html?m=1 Diakses pada hari Minggu, 12 September 2021 pukul 05.43 4



8



kemudian kadang kala belum sampai tuntas kemudian dihimpun oleh tokoh yang lain. •



Jarang ditemui wujud konkretnya







Mengandung tingkat subjektivitas yang tinggi



Jenis-jenis Tafsir Sufistik Tafsir sufistik dibagi menjadi 2, yaitu Tafsir Sufi Nazari dan Tafsir Isyari. Berikut penjelasan dari tafsir sufi Nazari dan Tafsir Sufi Isyari : 1. Tafsir Sufi Nazari Tafsir Sufi Nazari adalah tafsir yang berpegang pada landasan teoritis dan menggunakan metode simbolis yang tidak berhenti hanya pada aspek kebahasaan saja. Tafsir ini sering digunakan untuk memperkuat teori-teori mistis dari kalangan ahli sufi. Ulama yang dianggap ahli dalam bidang ini adalah Muhyiddin bin ‘Arabi, karena beliau dianggap sering bergelut dengan kajian tafsir ini. Corak tafsir sufi Ibn ‘Arabi ini banyak diikuti oleh murid-muridnya. Terdapat pula karakteristik dan ciri-ciri dari Tafsir Sufi Nazari. Menurut al-Dzahabi menjelaskan ciri-ciri dari Tafsir Sufi Nazari, yakni : a) dalam penafsiran ayat-ayat Alquran sangat besar dipengaruhi oleh filsafat. b) hal-hal yang ghaib dibawa ke dalam sesuatu yang nyata atau dengan kata lain mengqiyaskan yang ghaib kepada yang nyata. c) terkadang tidak memperhatikan kaidah-kaidah nahwu dan hanya menafsirkan apa yang sejalan dengan ruh dan jiwa mufassir.



9



Karakteristik Tafsir Sufi Nazari : a) Menjadikan teori filsafat sebagai asas (dasar) dalam penafsiran ayatayat Alquran. b) Memberikan perumpamaan terhadap sesuatu yang ghaib (abstrak) kepada sesuatu yang syahid (tampak/jelas). c) Terkadang tidak memperhatikan kaidah nahwu atau balaghah. Kaidah ini akan digunakan jika senada dengan pemikirannya. Jika tidak, maka kaidah ini diabaikan. 2. Tafsir Sufi Isyari Menurut al-Dzahabi menakwilkan ayat-ayat Alquran yang berbeda dengan maknanya yang dzahir (Eksoteris) berdasarkan isyarat (petunjuk) khusus yang diterima oleh para ahli sufi. Menafsirkan Alquran berdasarkan isyaratisyarat Ilahi yang diilhamkan Allah swt. Jadi Tafsir Isyari bisa dikatakan menta’wil ayat-ayat Alquran berbeda dari makna lahirnya menurut isyarat-isyarat rahasia yang ditangkap oleh para pelaku suluk atau ahli ilmu makrifah, dan maknanya dapat disesuaikan dengan kehendak makna lahir dari ayat Alquran. Adapaun kriteria dari Tafsir Sufi Isyari, menurut al-Dzahabi : a) Penafsirannya sesuai dengan makna lahir yang ditetapkan dalam bahasa Arab. Sekiranya sesuai maksud bahasanya, maka tidak berusaha melebihlebihkan makna lahir. b) Harus ada bukti syar’i yang bisa menguatkan. c) Tidak menimbulkan kontradiksi, baik secara syar’i maupun ‘aqli.



10



d) Harus mengakui makna lahirnya ayat dan tidak menjadikan makna batin sebagai satu-satunya makna yang berlaku sehingga menafikan makna lahir.5



B. Tafsir Salafi Tafsir ini termasuk aliran/corak tafsir klasik. Tafsir salafi, yaitu tafsir yang berpedoman pada aliran atau atau pendapat salaf, yang konsisten dalam berpegang teguh pada Al-Qur’an dan as-Sunnah tanpa ada penambahan atau pengurangan.6 Salafi atau Salafiyah menurut bahasa adalah telah lalu. Kata Salaf juga bermakna seseorang yang telah mendahului (terdahulu) dalam ilmu, iman, keutamaan dan kebaikan. Ibnu Manzhur mengatakan bahwa salaf berarti orang yang mendahului anda, baik dari bapak maupun orang-orang terdekat (kerabat) yang lebih tua umurnya dan lebih utama. Adapun salaf menurut istilah adalah sifat yang khusus dimutlakkan kepada para sahabat. Ketika disebutkan salaf, maka yang maksud pertama kali adalah para sahabat. Adapun selain mereka itu ikut serta dalam makna salaf ini, yaitu orang–orang yang mengikuti mereka. Artinya bila mereka mengikuti para sahabat, maka disebut Salafiyyun. Apakah pembatasan dari segi zaman ini cukup untuk membatasi pengertian salaf, sehingga setiap orang yang hidup pada tiga generasi awal adalah termasuk dalam kriteria



5



M. Ulil Abshor, EPISTEMOLOGI IRFANI (Sebuah Tinjauan Kajian Tafsir Sufistik), Volume 3 No. 2, Desember 2018, hlm.257-259 6 Pupu Fatkhurozi, Metode dan Corak Tafsir Al-Qur’an, Surbassyi



11



salaf. Tentu saja tidak demikian, sesungguhnya sudah banyak golongan dan kelompok muncul pada masa masa tersebut. Terdahulu berdasarkan masa, tidak cukup untuk menentukan itu salaf atau tidak. Harus ditambahkan syarat dalam hal ini yatiu kesesuaian dengan al-Qur’an dan Sunnah, sehingga siapapun yang akalnya menyelisihi kedua sumber tersebut bukanlah salafi, meskipun dia hidup ditengah-tengah para sahabat dan tabi’in. Ada beberapa hal di dalam memahami pengertian Salafi yaitu: Al-salaf yaitu mereka tiga generasi pertama dan paling utama dari umat islam, yaitu para sahabat (mereka yang hidup sebagai muslim pada masa Nabi, pernah bertemu dengan beliau, serta wafat sebagai muslim), Tabi’in (mereka yang hidup di masa sahabat dan wafat sebagai muslim), dan Tabi’ut Tabi’in (mereka yang hidup di masa tabi’in dan wafat dalam keadaan muslim). Salafiyah adalah sebuah gerakan dakwah yang sama artinya dengan gerakan dakwah Ahlul Sunnah wal Jama’ah. Gerakan dakwah ini sudah mulai dari masa Rasulullah, lalu terus berlanjut dan mempertahankan eksistensinya hingga menjelang akhir zaman kelak. Prinsip-prinsip salafi : 1. Sumber aqidah adalah al-Qur’an dan al-Hadits yang shahih dan ijma’ salaful shalih. Sumber rujukan dalam memahami aqidah dalam manhaj salaf hanya terbatas pada tiga, yaitu al-Qur’an, Hadits, dan Ijma’ salaful shalih. Aqidah dalam agama Islam adalah perkara yang ghaib, yakni yang tidak dapat diketahui dengan sunnah dan ijma’ ahlul sunnah karena ijma’ mereka ma’sum. Yang menjadi tolok



12



ukur dan patokan dalam menjelaskan persoalan tauhid kepada manusia adalah alQur’an dan al-Sunnah tanpa membuat kebid’ahan, atas menimba dalil-dalil dari ilmu filsafah yang tidak pernah dapat sinkron dengan al-Qur’an as sunnah. 2. Berhujjah dengan sunnah yang sahih dalam masalah aqidah, baik sunnah yang yang sahih itu mutawatir maupun ahad. 3. Menerima yang dibawa wahyu, tidak menentangnya dengan akal dan tidak berdalam- dalam membahas masalah ghaib yang tidak ada peranan akal didalamnya. 4. Tidak bergelut dengan ilmu kalam dan filsafat. 5. Menolak penakwilan yang batil. 6. Menggabungkan nash-nash dalam satu masalah. Kriteria tafsir salafi : 1. Tafsir al-Qur’an dengan al-Qur’an. 2. Tafsir al-Qur’an dengan Hadits shahih. 3. Tafsir al-Qur’an dengan ucapan para shahabat, 4. Tafsir al-Qur’an dengan ucapan para tabi’in, 5. Tafsir al-Qur’an dengan bahasa Arab.7



7



Drs. H. Muhammaddin, M.Hum, MANHAJ SALAFIYAH, JIA/Desember 2013/Th.XIV/Nomor 2/147-161



13



Kesimpulan Dalam tradisi ilmu tafsir klasik, tafsir bernuansa tasawuf atau juga sufistik sering didefinisikan sebagai suatu tafsir yang berusaha menjelaskan makna ayat-ayat al Quran dari sudut esotorik atau berdasarkan isyarat-isyarat tersirat yang tampak oleh seorang sufi dalam suluknya. Tafsir sufi nadzary adalah tafsir yang didasarkan atas perenungan pikiran sang sufi (penulis) seperti renungan filsafat dan ini tertolak.15 Tafsir sufi isyary adalah tafsir yang didasarkan atas pengalaman pribadi (kasyaf) si penulis seperti tafsîr al-Quran al-‘Adzîm karya al-Tustari, Haqâiq al-Tafsîr karya al Sulami dan ‘Arâis al-Bayân fî Haqâiq al-Quran karya al-Syairazi. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan bila corak penafsiran semacam ini memang bukan hal yang baru, bahkan telah dikenal sejak awal turunnya al-Quran kepada Rasulullah SAW, sehingga dasar yang dipakai dalam penafsiran ini umumnya juga mengacu pada penafsiran ini al-Quran melalui hierarki sumber-sumber Islam tradisional yang disandarkan kepada Nabi SAW, para sahabat, dan pendapat kalangan tabi’in. Sebuah konsep mistik yang oleh Ibn ‘Arabi dikategorikan sebagai kemampuan para sufi dalam mencapai kedudukan yang disebutnya sebagai alnubuwwat al-amma al-muktasabah (predikat kenabian umum yang dapat diusahakan). Berbeda dengan predikat para Rasul dan Nabi yang menerima nubuwwat al-ikhtisas (kenabian khusus) ketika mereka dipilih oleh Allah sebagai utusannya, kenabian umum bisa dicapai oleh siapa saja, bahkan setelah pintu kenabian tertutup sampai akhir zaman nanti.18 Walhasil, dalam penafsiran sufi mufassir-nya tidak menyajikan penjelasan ayatayat al-Quran melalui jalan i‘tibari dengan menelaah makna harfiah ayat secara zhahir, tetapi lebih pada menyeruakan signifikansi moral yang tersirat melalui penafsiran secara simbolik, atau dikenal dengan penafsiran isyari. Tafsir salafi, yaitu tafsir yang berpedoman pada aliran atau atau pendapat salaf, yang konsisten dalam berpegang teguh pada Al-Qur’an dan as-Sunnah tanpa ada penambahan atau pengurangan. Ada beberapa hal di dalam memahami pengertian Salafi yaitu: Al-salaf yaitu mereka tiga generasi pertama dan paling utama dari umat islam, yaitu para sahabat (mereka yang hidup sebagai muslim pada masa Nabi, pernah bertemu



14



dengan beliau, serta wafat sebagai muslim), Tabi’in (mereka yang hidup di masa sahabat dan wafat sebagai muslim), dan Tabi’ut Tabi’in (mereka yang hidup di masa tabi’in dan wafat dalam keadaan muslim). Aqidah dalam agama Islam adalah perkara yang ghaib, yakni yang tidak dapat diketahui dengan sunnah dan ijma’ ahlul sunnah karena ijma’ mereka ma’sum. Yang menjadi tolok ukur dan patokan dalam menjelaskan persoalan tauhid kepada manusia adalah al-Qur’an dan al-Sunnah tanpa membuat kebid’ahan, atas menimba dalil-dalil dari ilmu filsafah yang tidak pernah dapat sinkron dengan al-Qur’an as sunnah. Berhujjah dengan sunnah yang sahih dalam masalah aqidah, baik sunnah yang yang sahih itu mutawatir maupun ahad. Menerima yang dibawa wahyu, tidak menentangnya dengan akal dan tidak berdalam- dalam membahas masalah ghaib yang tidak ada peranan akal didalamnya.



15



DAFTAR PUSTAKA Ulil M. Abshor, Pendekatan Sufistik dalam Menafsirkan Al-Qur'an, Jurnal Syifa alQulub, Vol.2 No 1 Juli 2017 http://kutaradja92.blogspot.com/2014/02/tafsir-sufi.html?m=1 Diakses pada hari Minggu, 12 September 2021 pukul 05.43 U. Abdurrahman, METODOLOGI TAFSIR FALSAFI DAN TAFSIR SUFI, ‘Adliya, Vol. 9 No. 1, Edisi: Januari-Juni 2015. Pupu Fatkhurozi, Metode dan Corak Tafsir Al-Qur’an, Surbassyi Drs. H. Muhammaddin, M.Hum, MANHAJ SALAFIYAH, JIA/Desember 2013/Th.XIV/Nomor 2/147-161. M. Ulil Abshor, EPISTEMOLOGI IRFANI (Sebuah Tinjauan Kajian Tafsir Sufistik), Volume 3 No. 2, Desember 2018.



16