Kelompok 1, Kebijakan [PDF]

  • Author / Uploaded
  • Aida
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH KEBIJAKAN DALAM PELAYANAN KESEHATAN “KEBIJAKAN DALAM KEBIDANAN”



DISUSUN OLEH: ADE ANJAR WATI



P05140320051



ADESTINA



P05140320052



AIDA FIKHRIATI



P05140320053



ANGGI PUSPITA SARI



P05140320054



KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN BENGKULU PROGRAM STUDI DIPLOMA IV JURUSAN KEBIDANAN 2021



KATA PENGANTAR Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Esa atas rahmat dan hidayahnya sehingga penyusun dapat menyelesaikan Tugas Mata Kuliah Kebijakan Dalam Pelayanan Kesehatan “Kebijakan Dalam Kebidanan”.             Penyusun menyadari Makalah ini masih jauh dari kata sempurna , Oleh karena itu  penyusun berharap kritik dan saran membangun untuk memperbaiki laporan ini di lain kesempatan demikian saya sampaikan dan terimakasih



Bengkulu, Juli 2021



Penyusun



DAFTAR ISI KATA PENGANTAR.......................................................................................................... DAFTAR ISI......................................................................................................................... BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ................................................................................................................... B. Rumusan Masalah ............................................................................................................. C. Tujuan ................................................................................................................................. BAB II TINJAUAN TEORI A. Kebijakan dalam kebidanan ................................................................................................ 1. Peran gender dalam ..................................................................................................... a. Konstruksi feminitas dan maskilinitas ............................................................ b. Kekuasaan ....................................................................................................... c. Kontek Social Politik (Kebijakan) .................................................................. d. siklus repro-duksi ............................................................................................ 2. Evaluasi Pelayanan Kebidanan Dalam Multiperspektif............................................... BAB III PENUTUP A. Kesimpulan ......................................................................................................................... B. Saran ...................................................................................................................................



DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gender merupakan suatu konsepsi yang selama ini disebut sebagai penyebab ketimpangan hubungan antara laki-laki dan perempuan, dimana pihak perempuan berada pada status sosial yang lebih rendah daripada pihak laki-laki. Di Indonesia sendiri, kasus keadilan di seputar kesetaraan gender masih menjadi isu yang hangat bahkan tidak jarang menjadi polemik di masyarakat. Hal tersebut dapat terjadi disebabkan oleh beberapa hal, contohnya, pada saat Indonesia menanggapi isu-isu bias gender secara tidak tuntas. Dapat dilihat dari banyaknya wanita yang menuntut adanya pemberlakuan keadilan di antara mereka yang tidak setara apabila dibandingkan lawan jenisnya, yakni kaum pria. Di Indonesia, pendekatan gender telah dilakukan dalam rangka peningkatan status sosial perempuan melalui peningkatan peran perempuan dalam pembangunan. Peran perempuan memang menjadi satu topik diskusi yang sangat menarik untuk dibahas karena selama ini peran perempuan di dalam pembangunan masih dapat dikategorikan terbelakang bahkan sering dipandang sebelah mata. Partisipasi politik yang dilakukan oleh kaum Hawa misalnya, di Indonesia sendiri masih terbilang minim. Bidang ini masih dianggap sebagai bidang yang hanya cocok dilakukan oleh kaum Adam.Pada kenyataannya hak politik merupakan hak semua warga negara Indonesia. Hak politik memberikan peluang bagi setiap individu untuk memilih dan dipilih, maka dari itu hak politik tidak hanya milik golongan tertentu atau gender tertentu saja, namun termasuk juga kaum perempuan. Kaum perempuan juga mempunyai hak politik yang sama dengan kaum pria, tanpa terkecuali. Dikarenakan



hal



itu,



munculah



gerakan



Feminis



yang



bertujuan



untuk



memperjuangkan hak-hak perempuan agar kaum perempuan lebih didengar yang nantinya dapat berujung kepada tercapainya kesetaraan gender. B. Rumusan Masalah Rumusan masalah pada makalah ini adalah 1. Bagaimana peran gender



2. Bagaimana evaluasi pelayanan kebidanan dalam multiperspektif C. Tujuan Tujuan dari makalah ini adalah agar pembaca dapat memaham kebijakan gender dalam kebidanan



BAB II TINJAUAN TEORI A. Kebijakan Dalam Kebidanan 1. Peran Gender dalam a. Konstruksi sosial Feminitas dan Masklinitas Berbicara mengenai konsep gender harus dibedakan kata gender dengan kata sex (jenis kelamin). Pengertian jenis kelamin merupakan penyifatan atau pembagian dua jenis kelamin manusia yang ditentukan secara biologis yang melekat pada jenis kelamin tertentu. Misalnya, bahwa manusia jenis laki-laki bersifat seperti daftar berikut ini: laki-laki adalah manusia yang memiliki penis, jakun dan memproduksi sperma. Sedangkan perempuan memiliki alat reproduksi seperi rahim dan saluran untuk melahirkan, memiliki sel telur, memiliki vagina, dan mempunyai payudara. Gender berbeda dari jenis kelamin biologis. Jenis kelamin biologis merupakan pemberian Sedangkang gender adalah konstruksi sosial. Pengertian Peran Gender Menurut Bem (dalam Wathani 2009), gender merupakan karakteristik kepribadian, seseorang yang dipengaruhi oleh peran gender yang dimilikinya dan dikelompokkan menjadi 4 klasifikasi yaitu maskulin, feminin, androgini dan tak terbedakan. Brigham (1986) dalam Naully (2003) peran gender lebih menekankan terhadap konsep stereotipe di dalam membahas mengenai peran gender, dan menyebutkan bahwa peran gender merupakan karakteristik status, yang dapat digunakan untuk mendukung diskriminasi sama seperti yang digunakan untuk mendukung diskriminasi sama seperti yang digunakan terhadap status-status yang lain seperti ras, kepercayaan, dan usia. Orientasi Peran Gender Bem dalam Wathani (2009) menyatakan bahwa terdapat dua model orientasi peran gender di dalam menjelaskan mengenai maskulintas dan feminitas, dalam kaitannya dengan laki-laki dan perempuan, yaitu model tradisional dan model non tradisional, Nauly (2003). 1) Model tradisional memandang feminitas dan maskulinitas sebagai suatu dikotomi. Model tradisonal menyebutkan bahwa maskulinitas dan feminitas merupakan titiktitik



yang berlawanan pada sebuah kontinum yang bipolar. Pengukuran yang ditujukan untuk melihat maskulinitas dan feminitas menyebabkan derajat yang tinggi dari maskulinitas yang menunjukkan derajat yang rendah dari feminitas; begitu juga sebaliknya, derajat yang tinggi dari feminitas menunjukkan derajat yang rendah dari 11 maskulinitas (Nauly, 2003). Menurut pandangan model tradisional ini, penyesuaian diri yang positif dihubungkan dengan kesesuaian antara tipe peran gender dengan gender seseorang. Seorang pria akan memiliki penyesuaian diri yang positif jika ia menunjukkan maskulinitas yang tinggi dan feminitas yang rendah. Dan sebaliknya, seorang wanita yang ,memiliki penyesuaian diri yang positif adalah wanita yang menunjukkan feminitas yang tinggi serta maskulinitas yang rendah (Nauly, 2003). 2) pandangan nontradisonal menyatakan



bahwa



maskulinitas



dan



feminitas



lebih



sesuai



dikonseptualisasikan secara terpisah, dimana masing-masing merupakan dimensi yang independen. Model yang kedua ini memandang feminitas dan 12 maskulinitas bukan merupakan sebuah dikotomi, hal ini menyebabkan kemungkinan untuk adanya pengelompokan yang lain, yaitu androgini, yaitu laki-laki atau perempuan yang dapat memiliki ciriciri maskulinitas sekaligus ciri-ciri feminitas. Model non tradisional ini dikembangkan sekitar tahun 1970-an oleh sejumlah penulis, Bem (1974) dalam Wathani (2009) yang menyatakan



bahwa



maskulinitas



dan



feminitas



lebih



sesuai



dikonseptualisasikan secara terpisah, karena masing-masing merupakan dimensi yang independen. b. Peran Gender dalam Kekuasaan Machali (2001 : 10) mengatakan bahwa sistem kekuasaan di indonesia sangat dipengaruhin oleh Jepang selama masa penjajahannya di negeri ini. Menyitir pendpat Anderson, Machali mengatakan bahw da 4 poin dasar yang memberi kejelasan tentang jejak kekuasaan Jepang pada sistem kekuasaan di Indonesia. Bagi Jepang kekuasaan itu adalah sesuatu yang konkret, homogen, konstan atau tetap pada total kualitas, dan tanpa ada implikasi moral di dalamnya. Kekuasaan berada di luar jangkauan para pemakainya. Kekuasaan dianggap bersal dari kekuatan Tuhan, tidak tampak dan misterius, karenanya berasal dari satub sumber dan termaniufestasi dalam satu bentuk. Sehingga walaupun distribusi



kekuasaan bisa saja berbeda-beda dan banyak, akan tetapi secra kuntitas kekuasaan itu dalah tetap dan tidak berubah. Konsekuensinya adalah kekuasaan terkonsentrasi pada satu orang, dengan usaha menghilangkan kekuasaan yang berada di pihak atau orang lain. Ketika kekuasaan sudah terpegng pada satu orang maka tidak bolah ada pertanyaan tentang keabsahan dan legitimassi kekuasaan itu, dan akhirnya sama sekali tidak mempunyai implikasi moral apa pun. Sejak teori feminisme kritis masuk pada ilmu-ilmu sosil, muncul perdebatan antropologis seputar status laki-laki dan perempuan di Jawa. Dalam perdebtn itu, seringkali dikatakan bahwa status perempuan di Asia tenggara mempunyai posisi lebih tinggi dibandingkan posisi perempuan di wilyah dunia lainnya. Akan tetapi beberapa teoritikus seperti Robinson (1990 : 22), Sullivan (1994), Htley (1990) dan Keeler (1990) menytkan bahwa walupun perempuan jawa lebih mempeunyai peran dalam mengontrol finansial rumah tangga hasil dari perdagangan kecil, hal ini sama sekali bukan prestise yang besar. Menurut Brenner (1995) posisi ini sebenrnya menjadi justifikasi atas diominasi laki-laki atas perempuan ketika lakilaki lebih menyukai menggunakan uangnya untuk berjudi, mabuk dan bermain perempuan. c. Peran Gender dalam Kontek Social Politik (Kebijakan) Politik pada hakekatnya adalah upaya untuk merebut peran kekuasaan, termasuk akses dan kontrol dalam pengambilan keputusan. Hingga saat ini, kondisi perpolitikan yang ada di Indonesia masih sangatlah didominasi oleh lakilaki, baik di tingkat yang paling sederhana yaitu keluarga, tingkat masyarakat hingga tingkat politik formal. Gender menjadi isu yang banyak dibicarakan seirama dengan perkembangan akses perpolitikan bagi perempuan. Melalui akses perpolitikan, maka kesadaran untuk membincang relasi gender di dalam kehidupan masyarakat menjadi semakin mengedepan. Peran politik perempuan adalah kegiatan-kegiatan di tingkat masyarakat, mengorganisir di tingkatan formal politik, sering kali dalam kerangka kerja politik nasional. Pekerjaan ini biasanya dilakukan oleh pria, dan biasanya dibayar secara langsung (uang) atau tidak langsung (meningkatnya kekuasaan dan status). d. Peran Gender dalam siklus repro-duksi Peran Reproduksi adalah aktivitas untuk menjamin reproduksi angkatan kerja. Hal ini termasuk pembatasan anak, penjarangan anak, perawatan terhadap anggota



keluarga seperti orang tua, anak-anak dan pekerja. Tugas-tugas tersebut umumnya tidak mendapatkan upah dan kebanyakan dilakukan oleh perempuan. 2. Evaluasi Pelayanan Kebidanan Dalam Multiperspektif Berpikir holistik berarti berpikir secara menyeluruh dengan mempertimbangkan segala aspek yang mungkin mempengaruhi tingkah laku manusia atau suatu kejadian. Multiperspektif artinya cara memandang dari beragam sudut pandang sehingga menghasilkan banyak pertimbangan maupun pendapat yang berbeda. a. Peran Bidan dalam memberikan Pelayanan yang Berkualitas Peran bidan dalam memberikan pelayanan yang berkualitas antara lain adalah : 1) Peran bidan sebagai Pendidik Memberikan pendidikan dan penyuluhan kesehatan kepada individu, keluarga kelompok dan masyarakat tentang penanggulangan masalah kesehatan khususnya yang berhubungan dengan pihak terkait, kesehatan ibu, anak dan keluarga berencana. (a)Bersama klien mengkaji kebutuhan akan pendidikan dan penyuluhan kesehatan masyarakat khususnya dalam bidang kesehatan ibu, anak dan keluraga berencana. (b)Bersama klien pihak terkait meyusun rencana penyuluhan kesehatan masyarakat sesuai dengan kebutuhan yang telah dikaji, baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang. (c)Menyiapkan alat dan bahan pendidikan dan penyuluhan sesuai dengan rencana yang telah disusun. (d)Melaksanakan program/rencana pendidikan dan penyuluhan sesuai dengan rencana jangka pendek dan jangka panjang yang melibatkan unsur-unsur terkait termasuk masyarakat. (e)Bersama klien mengevaluasi hasil pendidikan/penyuluhan kesehatan masyarakat dan menggunakannya untuk perbaikan dan meningkatkan program di masa yang akan datang. (f) Mendokumentasikan  semua kegiatan dan hasil pendidikan/penyuluhan kesehatan masyarakat secara lengkap dan sistematis. 2) Peran bidan sebagai Pelaksana



Bidan harus mengetahui dan menguasai IPTEK untuk melakukan kegiatan, antara laian : (a) Bimbingan terhadap kelompok remaja masa pranikah. (b) Pemeliharaan kesehatan bumil, nifas dan masa interval dalam keluarga. (c) Pertolongan persalinan di rumah. (d) Tindakan pertolongan pertama pada kasus kegawatdaruratan obstetri di keluarga. (e) Pemeliharaan kesehatan kelompok wanita dengan gangguan reproduksi di keluarga. (f) Pemeliharaan kesehatan anak balita. 3) Peran bidan sebagai Pengelola Bidan sebagai pengelola kegiatan kebidanan unit kesehatan ibu dan anak di puskesmas, polindes, posyandu dan praktik bidan, memimpin dan mengelolah bidan lain atau tenaga kesehatan yang pendidikannya lebih rendah. Perannya sebagai pengelola anatara lain : (a) Mengembangkan



pelayanan



dasar



kesehatan



terutama



pelayanan



kebidanan untuk individu keluarga kelompok khusus dan masyarakat diwilayah kerja dengan melibatkan masyarakat/klien. (b) Berpartisifasi dalam tim untuk melaksanakan program kesehatan dan sektor lain di wilayah kerjanya melalui peningkatan kemampuan dukun bayi, keder kesehatan dan tenaga kesehatan lain yang berada dibawah bimbingan dalam wilayah kerjanya. 4) Peran bidan sebagai Peneliti Peran peneliti yang dilakukan oleh bidan dalam bidang kesehatan secara dasarnya bidan harus mengetahui bagaimana pencatatan, pengelahan dan analisis data. Secara sederhana bidan dapat memberikan kesimpulan atau hipotesis atau hasil analisisnya. Berdasarkan data tersebut bidan dapat menyusun rencana atau tindakan sesuai dengan permasalahan yang ditemukan. Bidan juga harus dapat melaksanakan evaluasi atas tindakan yang dilakukan  tersebut.



BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Bidan adalah seorang yang telah menjalani program pendidikan bidan yang diakui oleh negara tempat ia tinggal, dan telah berhasil menyelesaikan studi terkait serta memenuhi persyaratan untuk terdaftar dan atau memiliki izin formal untuk praktek bidan.Sebagai anggota profesi, bidan mempunyai ciri khas yang khusus. Sebagai pelayan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan. Bidan sebagai tenaga profesional termasuk rumpun kesehatan untuk menjadi jabatan profesional bidan harus menunjukkan ciri-ciri jabatan profesional. Salah satu organisasi bidan adalah IBI (Ikatan Bidan Indonesia) yang bertujuan menggalang persatuan dan persaudaraan antara sesama bidan serta kaum wanita pada umumnya dalam rangka memperkokoh persatuan bangsa. Ruang lingkup pelayanan kebidanan berfokus pada upaya pencegahan, promosi kesehatan, pertolongan persalinan normal, deteksi komplikasi pada ibu dan anak, melaksanakan tindakan asuhan sesuai dengan kewenangan atau bantuan lain jika diperlukan, serta melaksanakan tindakan kegawatdaruratan. B. Saran 1) Agar pemerintah terus



berupaya



mendukung



profesi



bidan



dengan



cara



meningkatkan kwalitas SDM (Sumber Daya Manusia) bidan melalui penyediaan fasilitas pendidikan bagi bidan. 2) Bagi organisasi diharapkan agar terus berupaya mengembangkan pelayanan dan pengetahuan bagi semua bidan secara adil dan merata. 3) Bidan sebagai tenaga profesional diharapkan dapat berpartisipasi secara aktif dalam organisasi dan mampu melaksanakan tugas dan kewajibannya sesuai dengan etika profes



DAFTAR PUSTAKA Mansour Fakih, 2013, “Analisis Gender & Transformasi Sosial”, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, hal 7