Kelompok 1 Konsep Belajar Sepanjang Hayat [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

TUGAS KELOMPOK KONSEP BELAJAR SEPANJANG HAYAT Makalah ini disusun untuk melengkapi tugas mata kuliah Ilmu Dasar Keperawatan 2



Dosen Pengajar : Yuliani Budiarti,Ns.M.Kep.,Sp.Kep.Mat Nama Kelompok : 1. Nurhayati NPM. 1814201210069 2. Nor Hair NPM. 1814201210104 3. Reza Herdian Fadilla NPM. 1814201210076 4. Ria Nurliana Sari NPM. 1814201210078 5. Rinsa Dewi NPM. 1814201210080 6. Yustina Arista Devi NPM. 1814201210100



PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN B FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN TAHUN AJARAN 2018/2019



1



DAFTAR ISI Cover..............................................................................................................1 Daftar isi.........................................................................................................2 A. Definisi......................................................................................................3 B. Ciri-Ciri Belajar.........................................................................................5 C. Bentuk-Bentuk Belajar..............................................................................6 D. Prinsip-Prinsip Belajar............................................................................10 E. Pengertian Pendidikan Seumur Hidup (Sepanjang Hayat)......................10 F. Konsep dan Teori Belajar Sepanjang Hayat............................................11 G. Proses Belajar Sepanjang Hayat..............................................................17 DAFTAR PUSTAKA



2



A. Definisi Belajar Sejak dilahirkan, manusia telah begitu banyak mengalami proses belajar. itu berarti bahwa aktivitas belajar sangat akrab dengan kehidupan manusia. Banyak ahli pendidikan, pembelajaran, dan psikologi yang telah mencoba mendefinisikan “belajar”. Seringkali perumusan dan penafsiran yang dihasilkan berbeda satu sama lain sesuai sudut pandang masing-masing. Namun demikian, pada bagian ini kita hanya akan melihat beberapa pendapat ahli yang relatif lebih mirip dan lebih sederhana sehingga rnemudahkan untuk menarik definisi sendiri. Menurut Hamalik (2007) belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman (learning is defined as the modification or strangethening of behavior through experiencing). Menurut pengertian ini, belajar adalah suatu proses, suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas daripada itu, yaitu mengalami. Hasil belajar bukan suatu penguasaan hasil latihan, melainkan perubahan kelakuan (perilaku dan tingkah laku). Definisi belajar yang diutarakan oleh Hamalik (2007) Juga diikuti oleh ahli pendidikan lain di Indonesia. Dengan sepenuhnya mengacu pada pendapat Gagne, Dahar (2011) mendefinisikan belajar sebagai suatu proses di mana suatu organisasi beruhah perilakunya sebagai akibat pengalaman. Definisi ini menurutnya lebih sederhana tetapi lebih bermakna dan berarti. Suprihatiningrum (2013) memberikan definisi lebih luas. Ia mencoba menggabungkan pendapat 3 tokoh hesar, yaitu Hilgard & Bower (penulis Theories of Learning, 1966), Klein (penulis Learning Princi pleas and Applications, 1996), dan Winkel (penulis Psikologi Pengajaran, 2007). Belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan individu secara sadar untuk memperoleh perubahan tingkah laku tertentu, baik yang dapat diamati secara langsung sehagai pengalaman (latihan) dalam interaksinya dengan lingkungan. Belajar merupakan suatu aktivitas mental dan psikis yang berlangsung dalam 3



interaksi aktif dengan lingkungan dan menghasilkan perubahan dalam pengetahuan dan pemahaman, keterampilan serta nilai-nilai, dan sikap. Definisi tersebut berbeda dengan dua pendapat sebelumnya namun masih sejalan atau sama dalam hal tujuan belajar. Definisi ini lebih



menekankan



pada



adanya



latihan-latihan



sebagai



proses



pembentukan kebiasaan dan juga menitikberatkan pada interaksi individu dengan lingkungan. Interaksi individu dengan lingkungan inilah yang menyebabkan terjadinya serangkaian pengalaman belajar. Definisi ini tentu sejalan dengan pendapat yang telah lama dikenal, bahkan sejak tahun 1960-an. Salah satunya adalah pendapat Burton (1962) bahwa a good learning situation consist of a rich and varied series of learning experiences unified around a vigorous purpose, and carried on in interaction with a rich, varied, and provocative environment. Apabila ingin mengkaji definisi belajar lebih lanjut, kita pun sebenamya akan menemukan berbagai definisi yang berbeda. Hal ini wajar, karena memang belajar memiliki makna yang sangat luas dan kompleks sehingga pengertian belajar banyak dipengaruhi oleh teoriteori belajar yang juga dianut oleh seseorang. Definisi belajar yang disampaikan oleh masing-masing aliran teori belajar akan berbeda. Aliran behavioristik memiliki deuinisi sendiri, begitu pula kognitivistik, konstruktivistik, humanistik, sihernetik. revolusi sosokultural, dan aliran neurosains.



4



B. Ciri-Ciri Belajar Berbagai definisi tentang belajar sebagaimana yang telah disampaikan sebelumnya, membawa kita pada batasan mengenai belajar, sesuatu yang menjadi ciri-ciri belajar. Belajar jelas berbeda dengan kematangan. Belajar juga berbeda dengan perubahan fisik dan mental. Belajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku, dan hasilnya relatif menetap. Ciri-ciri belajar tersebut dapat kita uraikan sebagai berikut.1 1. Belajar berbeda dengan kematangan Pertumbuhan Juga menyebabkan perubahan tingkah laku. Bila tingkah laku berubah secara wajar tanpa adanya pengaruh latihan, maka dikatakan bahwa dikatakan hahwa itu berkat kematangan (maturation), bukan karena belajar. Proses perubahan tersebut terjadi karena pertumbuhan dan perkembangan organisme-organisme secara fisiologis. Perubahan dalam sifat sifat fisik, misalnya tinggi dan bcrat hadan tidak termasuk dalam belajar. Berjalan dan berbicara pada manusia umumnya lebih banyak disebahkan oleh kematangan daripada belajar. Namun demikian, seringkali terjadi interaksi yang cukup rumit antara kematangan dan belajar dalam mengubah tingkah laku, misalnya dalam hal berbicara. Setiap anak akan mengalami kematangan dalam berbicara, tetapi berkat pengaruh percakapan keluarga atau orang-orang di lingkungannya anak dapat berbicara lebih cepat, tepat waktu, atau agak terlambat. 2. Belajar berbeda dengan perubahan fisik dan mental Perubahan musik dan mental juga dapat menyehahkan teradinya peruhahan tingkah laku. Kondisi kelelahan mental, stress, konsentrasi menurun, jenuh, dan galau dapat menyehabkan terjadinya perubahan tingkah laku. Perubahan tingkah laku tersebut tidak termasuk dalam belajar karena bukan merupakan suatu hasil 1



https://book.google.co.id/books?id=F5xjDwAAQBAJ&pg=PAI&dq=Konsep



+belajar+sepanjang+hayat&hl=id&sa=X&ved=OahUKEwiP8rqtnKHfAhWIRo8KHVcGGzYQ6AEIOjAE#v=onepag e&q=Konsep%20belajar%20sepanjang%20hayat&f=false, hal 5-7



5



dan latihan dan pengalaman. Batasan tentang pengalaman dan latihan inilah yang penting untuk dipahami schingga kita bisa melihat perubahan tingkah laku manakah yang sebenarnya merupakan akibat dan belajar. 3. Belajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku dan hasilnya relatil menetap i Belajar akan menghasilkan perubahan tingkah laku yang relatif menetap (mantap) dan sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan. Tingkah laku itu berupa performance yang nyata dan dapat diamati. Tentu saja, perubahan akibat belajar itu membutuhkan waktu. Apabila kita ingin melihat perubahan tingkah laku tersebut maka kita dapat membandingkan cara seseorang bertingkah laku pada waktu A dengan caranya bertingkah laku pada waktu B tetapi dalam suasana. C. Bentuk-Bentuk Belajar Gagne (1985) mengemukakan bahwa ada 5 bentuk belajar, yaitu a) belajar responden, b) belajar kontiguitas, c) belajar operant, d) belajar observasional, dan e) belajar kognitif. Masing-masing bentuk belajar tersebut diuraikan secara umum dengan juga mengacu kepada Dahar (2011) sebagai berikut.2 1. Belajar Responden Belajar semacam ini terjadi karena suatu respon dikeluarkan oleh suatu stimulus yang telah dikenal. Semua hal dalam lingkungan dapat



menjadi



berpasangan



dengan



suatu



stimulus



yang



menimbulkan respons emosional. Kata-kata guru yang ramah atau kata-kata guru yang kasar dapat menimbulkan perasaan senang atau perasaan takut. Adapun contohnya adalah Doni dapat menjawab pertanyaan gurunya dengan tepat. Guru merespon positif jawaban 2



Yossy Firdawati Ermawan, PENANAMAN KONSEP LIFE LONG EDUCATION PADA SISWA SEKOLAH DASAR,



Jurnal Tunas Bangsa, ISSN 2355-0066



6



tersebut dengan memberikan senyuman dan pujian. Pengalaman tersebut mengakibatkan Doni semakin giat belajar. Senyum dan pujian guru ini merupakan stimulus tak terkondisi. Tindakan guru ini menimbulkan perasaan yang menyenangkan bagi Doni sehingga membuatnya lebih giat lagi dalam belajar. 2. Belajar Kontiguitas Belajar kontiguitas sederhana bisa dilihat jika seseorang memberikan respon atas pertanyaan yang belum lengkap, seperti “dua kali dua sama dengan?” Maka pasti bisa menjawab “empat”. itu adalah contoh asosiasi berdekatan antara stimulus dan respon dalam waktu yang sama. Bentuk belajar kontiguitas yang lain adalah stereotyping, yaitu adanya peristiwa yang terjadi berulang-ulang dalam bentuk yang sama, sehingga terbentuk dalam pemikiran kita. 3. Belajar Operant Belajar bentuk ini sebagai akibat dan reinforcement, hukan karena adanya stimulus, sebab perilaku yang diinginkan timbul secara spontan ketika organisme beroperasi dengan lingkungannya. Maksudnya, perilaku individu dapat ditimbulkan dengan adanya reinforcement segera setelah adanya respon. Respon ini bisa berupa pernyataan, gerakan dan tindakan. Misalnya, respon menjawab pertanyaan guru secara sukarela, maka reinforcer bisa berupa ucapan guru “bagus sekali, “kamu dapat satu poin”, dan sebagainya. 4. Belajar Observasional Konsep belajar ml memperlihatkan bahwa orang dapat belajar dengan mengamati orang lain melakukan apa yang akan dipelajari. Misalnya anak kecil belajar makan itu dengan mengamati cara makan yang dilakukan oleh ibunya atau keluarganya. 5. Belajar Kognitif Bentuk belajar ini memperhatikan proses-proses kognitif selama belajar, proses semacam itu menyangkut insight (berpikir) dan reasoning” (menggunakan logika deduktif dan induktif). Bentuk



7



belajar ini mengindahkan persepsi siswa, insight, kognisi dan hubungan esensial antara unsur-unsur dalam situasi ini. Jadi, belajar tidak



hanya



timbul



dan



adanya



stimulus-respon



maupun



remforcoment, melainkan melihatkan tindakan mental individu yang sedang belajar. Terkait dengan hakikat manusia yang memilki beragam potensi, karakter, dan kebutuhan dalam belajar, Gagne (1985) juga mencatat ada 8 bentuk belajar yang dilakukan manusia, yaitu: a. Belajar Isyarat (signal learning) Ternyata tidak semua reaksi spontan manusia terhadap stimulus sebenarnya tidak menimbulkan respon. Dalam konteks inilah signal learning terjadi. Contohnya: scorang guru yang memberikan istarat kepada siswanya yang gaduh dengan bahasa tubuh tangan diangkat kemudian diturunkan. b. Belajar Stimulus Respon Belajar tipe ini memberikan respon yang tepat terhadap stimulus yang diberikan. Reaksi yang tepat diberikan penguatan (Reinforcement) sehingga terbentuk perilaku tertentu (shaping). Contohnya: seorang guru memberikan suatu bentuk pertanyaan atau gambaran tentang sesuatu yang kemudian ditanggapi oleh siswanya.



Guru



memberi



pertanyaan



kemudian



siswa



menjawab. c. Belajar Merantaikan (chaining) Tipe ini merupakan belajar dengan membuat gerakangerakan motorik sehingga akhirnya membentuk rangkaian gerak dalam urutan tertentu. Contohnya: pengajaran tari yang dan awal membutuhkan proses-proses dan tahapan untuk mencapai tujuannya. d. Belajar Asosiasi Verbal (verbal Association) Tipe ini merupakan belajar menghubungkan suatu kata dengan suatu obyek yang berupa benda, orang atau kejadian dan



8



merangkaikan sejumlah kata dalam urutan yang tepat. Contohnya: membuat langkah kerja dan suatu praktek dengan bantuan alat atau objek tertentu, dan membuat prosedur dan praktek kayu. e. Belajar Membedakan (discrimination) Tipe belajar ini memberikan reaksi yang berbeda-beda pada stimulus yang mempunyai kesamaan. Contohnya: seorang guru memberikan sebuah bentuk pertanyaan dalam berupa katakata atau benda yang dalam satu bagian dalam jawaban yang benar. Guru memberikan sebuah hentuk (kubus) siswa menerka ada yang hilang berbentuk kotak, seperti kotak kardus, kubus, dan sebagainya. f. Belajar Konsep (concept learning) Belajar mengklsi fikasikan stimulus, atau menempatkan obyek-obyek dalam kelompok tertentu yang membentuk suatu konsep (konsep: satuan arti yang mewakili kesamaan ciri). Contohnya: memahami sebuah prosedur dalam suatu praktek atau juga teori. Memahami prosedur prakek uji bahan sebelum praktek atau konsep dalam kuliah mekanika teknik. g. Belajar Dalil (rule learning) Tipe ini merupakan tipe belajar untuk menghasilkan aturan atau kaidah yang terdiri dan penggabungan beberapa konsep. Hubungan antara konsep biasanya dituangkan dalam bentuk kalimat. Contohnya: seorang guru memberikan hukuman kepada siswa yang tidak mengerjakan tugas yang merupakan kewajiban siswa, dalam hal itu hukuman diberikan supaya siswa tidak mengulangi kesalahannya. h. Belajar Memecahkan Masalah (problem solving) Tipe ini merupakan tipe belajar yang menggabungkan beberapa kaidah untuk memecahkan masalah, sehingga terbentuk kaedah yang lebih tinggi (higher order rule). Contohnya: seorang guru memberikan kasus atau permasalahan



9



kepada siswa-siswanya untuk memancing otak mereka mencari penyelesaian dan masalah tersebut. D. Prinsip-Prinsip Belajar Menurut Hamalik (2004) William Burton seorang pakar pembelajaran di amerika serikat menyempulkan uraiannya yang cukup panjang tentang prinsip-prinsp belajar, yaitu: 1. Proses belajar iyalah, berbuat, mereaksi, dan melampaui (under going) 2. Proses itu melalaui bermacam-macam ragam pengalaman dan mata pelajaran (mata kuliah yang terpusat pada suatu tujuan tertentu) 3. Pengalaman belajar secara maksimum bermakna bagi kehidupan siswa 4. Pengalaman belajar bersumber dari kebutuhan dan tujuan siswa sendiri yang mendorong motivasi yang kontinyu 5. Prorses belajar dan hasil belajar di syarati oleh herditas dan lingkungan 6. Proses belajar dan hasil usaha belajar secara marteril di pengaruhi oleh perbedaan-perbedaan individual dikalangan siswa-siswi 7. Proses belajar berlangsung secara efektif apabila pengalaman dan hasil-hasil yang dinginkan sesuai dengan kematangan siswa 8. Proses belajar yang baik apabila siswa mengetahui status dan kemajuan. 9. Proses belajar merupakan kesatuan fungsional dari berbagai prosedur. Hasil-hasil belajar secara fungsional berkalian satu sama lain, tetapi dapat didiskusikan secara terpisah E. Pengertian Pendidikan Seumur Hidup (Sepanjang Hayat) Life long education atau pendidikan sepanjang hayat atau juga sering disebut pendidikan sepanjang hayat sebetulnya bukanlah sebuah konsep yang baru. Pendidikan sepanjang hayat didefinisikan sebagai tujuan atau ide formal untuk pengorganisasian dan peng-strukturan 10



pengalaman pendidikan, pengorganisasian dan pengstrukturannya diperluas mengikuti seluruh rentangan usia, dari yang paling muda sampai yang paling tua. (Tirtarahardja,2005, hlm.37). Pendidikan sepanjang hayat bertumpupada keyakinan bahwa pendidikan itu tidak identik dengan persekolahan. Pendidikan sepanjang hayat merupakan suatu proses berkesinambungan yang berlangsung sepanjang hayat.2 Pendidikan sepanjang hayat merupakan suatu prinsip yang menjadi dasar seluruh organisasi sistem pendidikan yang ada. Dengan kata lain pendidikan sepanjang hayat tidak mengenal batas kelembagaan dan proses pendidikan. John Dewey, ahli filsafat dan pendidikan dari Amerika (1859-1952) menaruh keyakinan bahwa yang pokok dalam pendidikan adalah kegiatan anak itu sendiri. Kegiatan itu merupakan manifestasi dari kehidupan. Tidak ada kehidupan tanpa kegiatan. Sepanjang hidup harus ada keaktifan. Anak wajib memperoleh pengetahuan dari usahanya sendiri. (Hasan,2007, hlm.2) Pendidikan seumur hidup adalah sebuah konsep pendidikan yang menerangkan tentang keseluruhan peristiwa kegiatan belajar mengajar dalam proses pembinaan kepribadian yang berlangsung secara kontinyu dalam keseluruhan hidup manusia. Proses pembinaan kepribadian memerlukan rentang waktu yang relatif panjang, bahkan berlangsung seumur hidup. Pendidikan seumur hidup, yang disebut dengan Life Long Education adalah pendidikan yang menekankan bahwa proses pendidikan berlangsung terus menerus sejak seseorang dilahirkan hingga meninggal dunia, baik dilaksanakan dijalur pendidikan formal, non formal maupun informal3.



3



“Fathul Jannah, Juni 2013, PENDIDIKAN SEUMUR HIDUP DAN IMPLIKASINYA, Jurnal



Dinamika Ilmu Volume 13 No. 1"



11



F. Konsep dan Teori Belajar Sepanjang Hayat Ide pendidikan sepanjang hayat (lifelong education) pertama kali dicetuskan oleh komisi internasional untuk Pembangunan Pendidikan ICDE, suatu badan internasioal di bawah UNESCO. Kegiatan pendidikan sepanjang hayat sesungguhnya merupakan fenomena alamiah dalam kehidupan manusia. Muncul dan berkembangnya kegiatan pendidikan sepanjang hayat ini, pada dasarnya memenuhi kebutuhan belajar (learning needs) dan kebutuhan pendidikan



(ducational needs) yang berkembang



secara berkelanjutan dalam sejarah kehidupan manusia. Misi pendidikan sepanjang hayat pada dasarnya adalah membentuk masyarakat belajar (learning society) dan masyarakat berencana (planning society). Dalam perkembangannya, gagasan pendidikan sepanjang hayat telah sejak lama dilontarkan oleh para ahli4, diantaranya: 1.



Ditemukan dalam tulisan Mattew Arneld, yang melukiskan tentang



konseptualisasi



pendidikan



sebagai



alat



untuk



pengembangan diri setiap individu yang akan belajar sepanjang hayat agar menjadi bernilai bagi masyarakatnya. 2.



Joh Dewey, mengemukakan pandangannya lebih dari 80 tahun lalu bahwa pendidikan dan belajar



adalah proses sepanjang



hayat. 3.



Laporan terhadap pemerintah inggris pada akhir perang dunia pertama, oleh Kementerian Komite Rekonstruksi Pendidikan Orang Dewasa tahun 1919, secara khusus memberikan rekomendasi bahwa pendidikan harus sepanjang hayat, sebagai persoalan penting Nasional.



4



Peter Jarvis, The Age of Learning: Education and Knowledge Society (London: Kogan Page, 2001), 64.



12



4.



Demikian pula secara aplikatif fenomena di lapangan, pendidikan sepanjang hayat sesungguhnya telah sejak lama dilaksanakan oleh setiap individu ataupun masyarakat, bahwa lembaga



keagamaan telah mengenal sistem pendidikan



semacam ini, aeperti sistem pndok di Malaysia, pondok pesantren di Indonesia, sekolah minggu di negara-negara Eropa dan Amerika Serikat. Sistem magang dalam berbagai bentuk dilaksanakan baik oleh lingkungan keluarga untuk mempelajari keterampilan-keterampilan tertentu, ataupun oleh sanggarsanggar kerajinan rakyat, pabrik bengkel kerja, dan sebagainya, yang semuanya melibatkan orang dewasa belajar.5 Gagasan atau fenomena lapangan tentang pendidikan sepanjang hayat di atas semula masih merupakan sesuatu yang belu m begitu dipahami dan dikenal secara meluas. Melalui satu lembaga di bawah UNESCO yaitu international Comission on the Development of Education (ICDE), berupa tulisan sebagai laporan yang dipublikasikan, berjudul: Learning To Be: The World of Education Today and Tomorrow. Laporan tersebut ditulis Edgare Faure dkk, dan terkenal dengan istilah laporan Faure. Adapun isi laporan tersebut



memuat



rekomendasi



pertama



untuk



perencana-perencana



pendidikan. Rekomendasi tersebut dalam bentuk proposal yang disebut pendidikan sepanjang hayat akan diadptasikan sebagai master concept untuk inovasi pendidikan di masa mendatang. Rekomendasi ditujukan kepada negara maju dan juga negara sedang berkembang. Diskurs tentang belajar sepanjang hayat dalam konteks kekinian, erat kaitannya dengan perubahan teknologi, ekonomi dan posisi negara. Di masa mendatang dengan perubahan teknologi informasi yang begitu peat masyarakat memilki akses dan kesempatan yang luas untuk belajar sepanjang hayat. Kapan saja dan dimana saja, serta siapa saja dapat melakukan proses belajar tersebut. Masyarakat menjadi masyarakat belajar dan berpengetahuan.6 5



UNESCO, Global Report on Adults Learning ang Education (Hamburg: UNESCO Institut for Lifelong Learning, 2009, 23. 6 J. Michael Hatton, Lifelong Learning: Policies, Practice and Programs (Toronto: School of Media Studies at Hamburg College, 2007), 360.



13



Belajar sepanjang hayat, masyarakat belajar dan masyarakat berpengetahuan memiliki makna dan spektrum yang luas.7 Di skandinavia, terutama di Swedia, belajar sepanjang hayat digunakan untuk reformasi seluruh teori pendidikan sekolah dan sangat sukses mengembangkan mekanisme belajar sepanjang hayat. Belajar sepanjang hayat yang dikembangkan di Swedia juga mampu memnuhi kebutuhan dan tuntutan perubahan masyarakat sekaligus menjawab ketidakmampuan lembaga pendidikan formal memenuhi harapan masyarakat, sebagai akibat atau akses berkembangnya paham menganggap



sekolah



de-schooling . Yakni suatu pandangan sebagai



biang



kegagalan



membangun



yang dan



mengembangkan potensi individu, akibat kekakuan dan keterkungkungan individu selama mengikuti praktek pendidikan di sekolah. Disamping dalam beberapa tulisan yang lain, seperti dibahas oleh Aspin dan Chapman8, terminologi teori belajar sepanjang hayat (theory of lifelong learning) juga dideskripsikan oleh Jarvis dalam volume 2 dari trilogi tulisannya tentang globalisasi, belajar sepanjang hayat dan masyarakat belajar. Menurut Jarvis, belajar sepanjang hayat merupakan kombinasi proses dalam keseluruhan hidup seseorang-baik jasmani (genetik, fisik, dan biologis) dan pikiran (pengetahuan, kecakapan, sikap, nilai, emosi keyakinan, dan perasaan)-situasi pengalaman sosial, ide/gagasan yang kemudian ditransformasikann secara kognitif, afektif, dan praktek (atau melalui beberapa kombinasi transformasi), dan diintegrasikan kedalam biografi



kehidupan



seseorang



yang



mengahsilkan



perubahan



atau



pengalaman secara berkelanjutan.9 Teori belajar sepanjang hayat distimulasi oleh pikiran-pikiran dari teori belajar manusia (theory of human learning), yang mengakui adanya the lifelong nature dalam suatu aktivitas belajar seseorang. Penting dicatat, bahwa belajar merupakan proses interaksi dan relasi yang berlansung sepanjang hidup seseorang dalam suatu konteks sosial tertentu, hingga 7



Peter Jarvis, The Age of Learning: Education and Knowledge Society, 65. David N Aspin and Judith D Chapman (ed), Values Education and Lifelong Learning: Principles, Polices, Programmes. Dordrecht, the Netherlands: Springer, 2007, 87. 9 Peter Jarvis, Globalication, Live Long Learning and the Learning Society: Sociological Perspektif, 1. 8



14



berakhir dengan kematian.10 Artinya bahwa, belajar merupakan suatu proses transformasi pengalaman yang dimiliki seseorang dan akan selalu terjadi ketika individu berinteraksi dengan lingkungan sosial yang lebihl luas. Pengalaman tersebut dimulai dari sensasi tubuh (body sensation) , seperti suara, cahaya, bebauan, dan lain-lain. Selanjunya seseorang dapat mentransformasikan sensasi tersebut dan belajar membuatnya bermakna bagi dirinya. Inilah sesungguhnya tahap pertama di dalam belajar manusia. Secara historis, konsep belajar sepanjang hayat tidak lepas dari proses pembangunan peradaban manusia.11 Perspektif belajar dari buaian sampai liang lahat (the cradle to grave ) dikenal luas dan dipromosikan di banyak negara. Seiring dengan berjalannya waktu dan kebutuhan belajar yang bervariasi, konsep dan bentuk belajar dan pendidikan menjadi lebih luas, sinergi dengan semangat dan kebutuhan untuk belajar secara terus menerus dalam berbagai kesempatan. Dalam konteks saat ini, belajar sepanjang hayat dilihat sebagai proses yang mencakup tujuan (purposive) dan belajar lansung (directed learning). Setiap individu



menyusun serangkaian



tujuan belajar dan berupaya



mencapainya dengan



berbagai sumber di masyarakat. Orang yang



berkomitmen



belajar



terhadap



sepanjang hayat, akan memperoleh



keuntungan penuh dari setiap kesemoatan belajar yang ada. Keuntungan tersebut



dianataranya



bahwa seseorang akan mampu menjadi seorang



pembelajar yang mandiri (autonomous learners). Belajar sepanjang hayat, selanjutnya, mempomosikan kemandirian belajar diantara sesama anggota masyarakat sebagai parameter pembangunan sosial berkelanjutan. Dalam perspektif Comission Communication of European Union12, belajar sepanjang hayat didefinisikan sebagai ‘”all learning activity undertaken throughout life, with the aim improving knowledge, skilss and competence, within a personal, civic, social and/or employment-related 10



Peter Jarvis, Globalication, Live Long Learning and the Learning Society: Sociological Perspektif, 2. 11 Ehsanur Rahman, et. Al, Ganokendra People’s Forum for Lifelong Learning and Social Development ( The Bangladesh Experience: Adult Education and Development Institut for Internasional Zusammnarbeit des Deutschen Volkschochschul-Verbandes, 2010), 23. 12 Comission Communication, Making European Area of Lifelong Learning a Reality, Report Brussel, 2001, 673.



15



perspective”. Aktivitas belajar sepanjang hayat berorientasi pada upaya pengembangan potensi manusia melalui proses yang mendukung secara terus menerus, yang menstimulusi dan memberdayakan individu-individu agar memperoleh semua pengetahuan, nilai-nilai, keterampilan-keterampilan dan pemahaman. Semuanya itu akan diperoleh dalam keseluruhan hidup individu dan kemudian menerapkannya dengan penuh percaya diri, penuh kreativitas,



dan



menyenangkan



dalam



seluruh



peran,



iklim,



dan



lingkungan.13 Menurut Chen-Yen Wang belajar sepanjang hayat adalah “to learns as long as to live” (belajar sepanjang hidup), dan “learning has no boundaries” (belajar tanpa mengenal batas). Lebih lanjut Wang menyimpulkan bahwa belajar sepanjang hayat merupakan unsure “revolusi tenang’’ yang berimplikasi pada perubahan dalam berbagai aspek kehidupan seperti kehidupan politik, ekonomi, sosial, dan pendidikan. Terminologi lain yang dikemukakan Wang dan memilki konotasi yang smaa dengan belajar sepanjang hayat adalah “life-time learninh, life-wide learning, dan life-span learning”. Budaya belajar sepanjang hayat amat flesksibel, kreatif dan responsive sehingga akan mampu memuaskan individu dan masyarakat dalam kehidupannya.14



13



Norman Longworth and W. Keith Davies, Lifelong Learning: Learning (London: Kogan page, 2006), 14 CY. Wang, Advancing Lifelong Learning through Adult Education in Chinese Taipei, 2007, 56.



16



G. Proses Belajar Sepanjang Hayat Proses belajar dalam pendidikan sepanjang hayat dapat diartikan sebagai upaya seseorang, kelompok, atau suatu masyarakat dalam mencari, memperoleh, atau meningkatkan pengetahuan, keterampilan, sikap dan apresiasi yang dilakukan secara berkelanjutan di dalam kehiupan nyata guna meningkatkan kemampuan dan kepuasan diri sesuai dengan laju perubahan kehidupan yang semakin cepat.15 Belajar sepanjang hayat merupakan proses kontinum dari elemenelemen yang saling berkaitan (interdependent), yang dilandasi oleh kebutuhan individu dalam pendidikan sepanjang hidupnya. Longworth dan Davies16 melukiskan proses belajar sepanjang hayat yang merentang dari pendidikan formal, nonformal hingga informal. Aksis A-pemelajar-adalah nilai, keterampilan, dan atribut belajar sepanjang hayat yang akan membawa pemelajar kea rah kemajuan melalui siklus belajar sepanjang waktu sebagai sebagaimana ditunjukkan dalam Aksis B. Aksis B adalah sepanjang hayattingkat perbedaan perjalanan hidup semua pemelajar ditempuh melalui perolehan pengetahuan dan pemahaman, melalui system belajar formal hingga system belajar informal. Aksis C adalah belajar merupakan seperangkat pendukung dari system belajar sepanjang hayat dimana pemelajar beradaptasi dengan kebutuhan belajarnya. Tahapan-tahapan belajar dalam pendidikan sepanjang hayat dijalankan melalui program pendidikan. Tahapan-tahapan proses belajar dimaksud adalah: 1.



Mengindentifikasi kebutuhan belajar yang dirasakan



2.



Mendiskusikan tujuan yang ingin dicapai,



3.



Menyusun rancangan program yang telah direncanakan,



4.



Melakukan penilaian terhadap proses, hasil dan pengaruh dari program yang dilaksanakan.



15



H. Djudju Sudjana, Pendidikan Non Formal: Wawasan, Sejarah, Perkembangan, Filsafat, Teori Pendukung, Asas, 228. 16 Norman Longworth and W. Keith Davies, Lifelong Learning: Learning, 19.



17



Langkah-langkah sejenis dalam proses belajar sepanjang hayat tergambarkan dalam model self learning yang terdiri dari: 1.



Mengamati



orang



lain



yang



sedang



mengerjakan



atau



melakukan pekerjaa tertentu. 2.



Membantu orang lain yang sedang membuat atau mengerjakan sesuatu pekerjaan tertentu.



3.



Ikut serta dengan orang lain yang sedang bekerja membuat atau mengerjakan sesuatu pekerjaan tertentu.



4.



Mengerjakan sendiri sesuatu pekerjaan yang menghasilkan sesuatu barang atau jasa tertentu.



5.



Mengembangkan cara, model, dan produksi barang atau jasa tertentu sebagai hasil proses belajar yang diperoleh sebelumnya.



Proses belajar sepanjang hayat harus menempatkan nilai-nilai kecakapan hidup (life skills) sebagai muatan strategis yang terintegrasi dengan materi belajar sepanjag hayat. Nilai kecakapan hidup dan kecakapan sosial dalam dunia belajar sepanjang hayat akan sangat baik bila dikembangkan melalui system kemitraan (partnership system) dengan melibatkan orangtua, gubernur, organisasi profesi, kelompok minat dan industri. Dalam gambar berikut terlihat ada sepuluh daftar kecakapan hidup paling atraktif bagi pengembangan wawasan dan nilai belajar sepanjang hayat. Pentingnya belajar dari dan dalam dunia kehidupan nyata tidak terbatas pada upaya untuk memiliki dan meningkatkan pengetahuan, keterampilan, sikap, dan aspirasi saja. lebih jauh dari itu kegiatan belajar mencakup segi-segi kehidupan yang lebih luas seperti nilai keagamaan, hubungan sosial, adat istiadat, dan norma-norma yang berkembang dalam masyarakat. Kegiatan belajar diperlukan pula untuk menyesuaikan diri dengan perubahan positif yang terus berkembang dalam kehidupan. Dengan perkataan lain kegiatan belajar sepanjang hayat adalah untuk menyiapkan diri guna mencapai suatu kehidupan yang lebih baik di masa yang akan datang.



18



DAFTAR PUSTAKA



“Fathul Jannah, Juni 2013, PENDIDIKAN SEUMUR HIDUP DAN IMPLIKASINYA, Jurnal Dinamika Ilmu Volume 13 No. 1" "Hairani Esi, April 2018, PEMBELAJARAN SEPANJANG HAYAT MENUJU MASYARAKAT BERPENGETAHUAN , Jurnal Pemikiran Keislaman dan Kemanusiaan Volume 2 N0. 1” https://book.google.co.id/books? id=F5xjDwAAQBAJ&pg=PAI&dq=Konsep +belajar+sepanjang+hayat&hl=id&sa=X&ved=OahUKEwiP8rqtnKHfAh WIRo8KHVcGGzYQ6AEIOjAE#v=onepage&q=Konsep%20belajar %20sepanjang%20hayat&f=false Yossy Firdawati Ermawan, PENANAMAN KONSEP LIFE LONG EDUCATION PADA SISWA SEKOLAH DASAR, Jurnal Tunas Bangsa, ISSN 2355-0066



19



20



i