Kelompok 1 Paradigma Penelitian [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PARADIGMA METODOLOGI PENELITIAN RINGKASAN MATERI Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Metodologi Penelitan Non-Positif



Oleh: Alphasyah Lazuardy Sidarta Alvin Aulia Havas Dhika Aji Wardhani



PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2021



1. Pendahuluan Suatu pengetahuan dibangun berdasarkan pada asumsi-asumsi filosofis tertentu. Menurut Burrel dan Morgan (1979) : “… conceptualise social science in terms of four sets of assumptions related to ontology, epistemology, human nature and methodology” Menurut Barrel dan Morgan (1979) menyebutkan bahwa sifat ontologi merupakan asusmsi yang menyangkut esensi fenomena yang sedang diselidiki. Apakah Sesuatu benar-benar ada atau hanya merupakan ide dalam dalam pemikiran. Epistemology membahas bagaimana asal- usul fenomena awalnya dipahami sehingga kemudian muncul sebagai pengetahuan yang dipelajari manusia. Human nature yaitu membahas apakah manusia dipengaruhi atau ditentukan oleh lingkungannya atau manusia memiliki kehendak bebas dan bisa menentukan sendiri apa lingkungannya. Metodologi yaitu ketiga asumsi sebelumnya menentukan metodologi apa yang akan digunakan Ketika menyelidiki suatu fenomena. Terdapat dua titik ekstrem pandangan tentang realitas sosial. Yang pertama bahwa realitas sosial adalah sesuatu yang kokoh, eksternal dan objektif. Kegiatan-kegiatan ilmiah focus pada analisis mengenai hubungan-hubungan dan keteraturan yang terbentuk di antara berbagai elemen di dalamnya. Kedua, lebih menekankan pentingnya pengalaman subjektif individu dalam menciptakan dunia sosial. Kedua titik ekstrem subjektif dan objektif ini memiliki pendekatan asumsi yang berbeda terhadap ilmu sosial yang ditunjukkan dengan skema berikut:



Skema Subjektif-Objektif, Burrell dan Morgan (1979)



Subjektif Ontologi



Objektif



Nominalis: Menganut paham bahwa Realism: Menganut paham bahwa social world dibentuk oleh kognitif social world yang dibentuk oleh individual bersifat tidak lebih dari kognitif individual bersifat hard, label, nama dan konsep.



tangible, dan struktur yang sulit dirubah.



Epistimologi



Anti-positivism: menganut paham Positivism:



untuk



mencari



bahwa social world bersifat relatif dan penjelasan dan memprediksi apa hanya dapat dipahami jika individu yang terjadi di social world dengan terlibat langsung dalam aktifitas yang mencari regularitas dan hubungan sedang dipelajari.



kausal yang terdapat antara elemen di dalamnya.



Human



Voluterisme: Menganggap bahwa Determinism: Menganggap bahwa



Nature



manusia



bersifat



bebas



dan manusia dan aktifitasnya ditentukan



independen.



oleh situasi dan lingkungan tempat dia berada.



Metodologi



Ideografik: Menilai bahwa untuk Nomothetic: Melakukan pendekatan memahami



social



world



dilakukan



pengamatan



subjek



investigasi



harus dengan cara menekankan pentingnya



terhadap penelitian menggunakan protokol secara yang sistematis dan teknik.



komprehensif. Metode ini dilakukan dengan berinteraksi dengan situasi setiap hari dari subjek yang diinvestigasi.



2. Paradigma Perdebatan yang terjadi antara empat hal di atas direfleksikan dalam dua kelompok tradisional utama. Kelompok pertama adalah socialogical positivism yang berusaha untuk mengaplikasikan model dan metode dari natural science untuk mempelajari masalah yang terjadi di masyarakat, Kelompok kedua adalah german idealism yang memiliki dasar pandangan bahwa kebenaran utama terdapat pada spirit atau ide daripada data yang ditangkap oleh indera. Burrell & Morgan (1979) membagi paradigma tersebut sebagai a) paradigma fungsionalis (The functionalist paradigm), b) paradigma interpretif (The Intrepretive Paradigm), c) paradigma radikal structuralis (The Radical Structuralist Paradigm) dan d) paradigma radikal humanis (The Radical Humanist Paradigm) yang digambarkan dalam tabel berikut:



Kuadran Paradigma Ilmu Sosial, Burrel dan Morgan (1979) Paradigma Functionalist berakar pada sociology of regulation dengan menggunakan sudut pandang objektif. Karakteristiknya adalah perhatian yang besar pada penjelasan-penjelasan mengenai status quo, keteraturan sosial, consensus, integritas sosial, solidaritas, pemenuhan dan kebutuhan aktualisasi. Paradigma Interpretative berakar pada sociology of regulation dengna sudut pandangnya subjektif. Perhatian utamanya yaitu pada bagaimana memahami dunia sebagaimana adanya, memahami tabiat dasar dari dunia sosial dari pengalaman subjektif. Paradgima ini berupaya untuk menjelaskan bingkai rujukan hal yang ingin dipelajari dengan terlibat langsung, bukan sebagai pengamat, berdasarkan kesadaran seseorang. Paradigma Radical Humanist didefinisikan dengan pengamatan utamanya untuk mengembangkan sociology of radical change dari sudut pandang subjektif. Pandangannya yaitu sebuah masyarakat penting untuk melanggar batas-batas yang ada dalam pengaturan sosial yang akhirnya melahirkan perubahan. Paradigma Radical Structuralist berasal dari pandangan sociology of radical change dari sudut pandang objektif. Pandangan ini sangat gigih dalam membahas isu-isu perubahan



radikal, emansipasi, dan potensiality, analisis yang menekankan konflik structural, dominasi, kontradiksi dan pengambilalihan (deprivation). Perubahan sudah menjadi bagian dalam masyarakat. Sedangkan Chua (1986) membagi paradigma dalam ilmu sosial menjadi 3 paradigma yaitu a) The Functionalist (Mainstream) Paradigm, b) The Interpretive Paradigm dan c) The Critical Paradigm. Menurut Chua (1979), pernyataan yang diungkapkan oleh Burrell & Morgan untuk paradigma radikal humanis dengan paradigma radikal strukturalis dapat digabungkan menjadi satu paradigma yaitu paradigma kritis (The Critical Paradigm). Pada dasarnya ilmu yang dikembangkan masing – masing ilmuan adalah sama karena didasarkan pada empat dimensi yang ada dalam filsafat ilmu pengetahuan yaitu dimensi ontologis, dimensi epistemologis, dimensi human nature dan dimensi metodologis. selanjutnya adalah 4 paradigma sesuai dengan



paradigma



yang



diungkapkan



para



peneliti



sebelumnya



yaitu



paradigma



fungsionalis/positivisme, paradigma interpretif/construktivisme, paradigma kritis dan paradigma postpositivisme. Paradigma postpositivisme ini muncul ketika adanya gugatan terhadap positivisme pada tahun 1970-1980an. Tokohnya; Karl R. Popper, Thomas Kuhn, para filsuf mazhab Frankfurt (Feyerabend, Richard Rotry). Paham ini menentang positivisme, alasannya tidak mungkin menyamaratakan ilmu-ilmu tentang manusia dengan ilmu alam, karena tindakan manusia tidak bisa diprediksi dengan satu penjelasan yang mutlak pasti, sebab manusia selalu berubah. Menurut Bisman (2010) postpositivisme merupakan perbaikan positivisme yang dianggap memiliki kelemahan-kelemahan, dan dianggap hanya mengandalkan kemampuan pengamatan langsung terhadap objek yang diteliti. Secara ontologis aliran postpositivisme bersifat critical realism (realisme kritis) dan menganggap bahwa realitas memang ada dan sesuai dengan kenyataan dan hukum alam tapi mustahil realitas tersebut dapat dilihat secara benar oleh peneliti. Kata ‘kritis’ dalam nama realisme kritis menegaskan bahwa pengetahuan tentang kenyataan tidak bisa dikembangkan terlepas dari gagasan dan konsep yang telah ada. Berarti, pengetahuan atau teori yang dihasilkan tentang kenyataan tidak dengan sendirinya benar, tetapi dapat salah dan perlu dikritik dengan cara menguji ketidakbenarannya. Kemungkinan salah dapat dilihat dari sejarah perkembangan amat panjang dan sering menyesatkan yang mendahului teori tersebut dan perdebatan hangat mengenai keberlakuannya sesudah diumumkannya.



Sebagai aliran filsafat ilmu pengetahuan realisme kritis mempunyai tempat tersendiri dalam proses perkembangan pemikiran. Tepatnya, realisme kritis adalah reaksi atas dua aliran filsafat ilmu pengetahuan yang mendahuluinya, positivisme dan interpretif. Positivisme berangkat dari asumsi dasar bahwa terdapat pemisahan mutlak antara pengetahuan (pikiran) manusia dan kenyataan; idealisme menyatakan sebaliknya, bahwa pengetahuan (pikiran) manusia dan kenyataan tidak bisa dipisahkan sama sekali. Reaksi realisme kritis terhadap dua aliran tersebut rumit. Artinya, realisme kritis di satu pihak menolak unsur-unsur positivisme dan idealisme, di lain pihak mengangkat unsur-unsur tertentu dari dua aliran tersebut dan mengintegrasikannya dalam pandangan baru. Pada intinya realisme kritis menawarkan pendapat lain sekali tentang cara membangun ilmu pengetahuan dibandingkan positivisme dan idealisme.



Sumber: Bisman (2010) 3.Paradigma Metode Penelitian a. Paradigma Positivisme dan Postpositivisme Paradigma ini memiliki pendekatan yang berusaha untuk menjelaskan hubungan sosial dengan pemikiran yang rasional, dengan orientasi yang pragmatik berkaitan dengan pengetahuan tepat guna dan mengedepankan regulasi yang efektif serta pengendalian hubungan sosial. Pendekatan ini cenderung mengartikulasikan dunia sebagai dunia artefek empiris dan hubungan yang ada dapat diidentifikasi dan diukur dengan ilmu natural seperti biologi dan mekanik. Paradigma ini di dasarkan pada norma rasionalitas purposif (Burrel & Morgan, 1979).



Karakteristik Positivisme dan Post-Positivisme No. 1.



Aspek Ontologi



Karakter/Sifat Utama Critical Realism: kenyataan harus diperiksa secara kritis agar dapat dipahami sesempurna mungkin, walaupun sebenarnya tidak bisa sempurna sekali. Realitas itu ada tetapi tetapi tidak sempurna karena keterbatasan kemampuan intelektual manusia serta keterbatasan dalam memahami gejala alam yang terjadi



2.



Epistemologi Modifikasi sifat dualistik/objektif. Dualistik diabaikan namun objektivitas tetap dipertahankan. Objektivitas eksternal lebih ditekankan pada tradisi kritis, apakah sesuai dengan pengetahuan yang sudah ada dan kritik para ahli. Pengulangan yang dilakukan untuk menemukan kebenaran yang bersifat probably.



3.



Metodologi



Memodifikasi eksperimen dan memanipulasi objek. Perhatian didasarkan pada critical multiplism sebagai cara membuktikan kepalsuan (falsification) hipotesis. Metodologi ditujukan untuk mengupas berbagai permasalahan yang telah ditetapkan sebelumnya. Penelitian dalam kondisi alamiah, pengumpulan informasi pada berbagai situasi dan memperkenalkan penemuan sebagai elemen penelitian. Penggunaan cara pandang emic untuk membantu memahami makna dan maksud yang terkandung dalam tindakan manusia. Metode yang terkenal adalah grounded research. Semua hal di atas dilakukan dengan menggunakan teknik-teknik kualitatif



4.



Aksiologi



Seperti pada positivisme, “nilai” etika dan pilihan moral harus berada di luar proses penelitian. Peneliti harus dapat membebaskan diri dari objek yang sedang dikaji, karena sikap ilmiah menghendaki adanya jarak yang menetralisir kedudukan peneliti. Sikap yang diambil oleh pihak postpositivisme lebih reaktif sebab sudah mulai disadari bahwa objektivitas mulai diragukan.



b. Paradigma Interpretif/Idealist



Menurut Burrell & Morgan (1979) Paradigma Interpretif mengadaptasi pendekatan yang sesuai dengan apa yang pernah dijelaskan mengenai sosiologi regulasi dengan pendekatan secara subjektif atau implisit. Melihat dunia sosial sebagai sebuah kemunculan proses sosial dimana proses ini dibuat oleh individu-individu yang ada. Paradigma interpretif lebih menekankan pada peranan bahasa, interpretasi dan pemahaman akan makna dari realitas (Chua 1969). c. Paradigma Kritis 1. Menurut Burrell dan Morgan (1979) Paradigma yang dibentuk karena adanya kepedulian dalam mengembangkan sosiologi perubahan radikal menggunakan sudut pandang subjektif. 2. Menurut Burrell dan Morgan (1979) Paradigma Radical Terstruktur yaitu dengan melakukan sosiologi perubahan radikal dari sudut pandang objektif. Paradigma ini berkonsentrasi terhadap hubungan yang terstruktur dalam dunia sosial. 3. Chua (1986) mengungkapkan bahwa upaya interpretif tetap memiliki kelemahan. Ada 3 kritisme dari paradigma interpretif ini (Habermas, 1978; Bernstein, 1976; Fay, 1975 dalam Chua, 1986) yaitu: Pertama, persetujuan pelaku sebagai standar penilaian kelayakan penjelasan masih menjadi ukuran yang sangat lemah, kedua, perspektif kurang mempunyai dimensi evalutif, ketiga, peneliti interpretif memulai dengan asumsi order sosial dan konflik yang berisi skema interpretif, sehingga terdapat kecenderungan untuk mengacuhkan konflik kepentingan antar kelas dalam masyarakat.(Chua, 1986) Dari kelemahan-kelemahan yang terdapat dalam paradigma interpretif, maka paradigma kritis dikembangkan dari konsepsi kritis terhadap berbagai pemikiran dan pandangan yang sebelumnya.



REFERENSI Burrel, Gibson and Gareth Morgan. 1979. Sociological Paradigms and Organizational Analysis: Elements of the Sociology of Corporate Life. London: Heinemann. Chua, W.F. 1986. Radical Developments in Accounting Thought, The Accounting Review. Bisman, Jayne. 2010. Post-positivism and Accounting Research : A (Personal) Primer on Critical Realism, Australasian Accounting Business and Finance Journal,



PARADIGMA METODE PENELITIAN ALPHASYAH LAZUARDY SIDARTA ALVIN AULIA HAVAS DHIKA AJI WARDHANI



FILOSOFI PARADIGMA Suatu pengetahuan (knowledge) dibangun berdasarkan asumsi-asumsi filosofis tertentu. Menurut Burrel dan Morgan (1979), asumsi-asumsi tersebut adalah (1) Ontologi, (2) Epistemologi, (3) Hakikat manusia, dan (4) Metodologi. Suatu pengetahuan (knowledge) dibangun berdasarkan asumsi-asumsi filosofis tertentu. Menurut Burrel dan Morgan (1979), asumsi-asumsi tersebut adalah (1) Ontologi, (2) Epistemologi, (3) Hakikat manusia, dan (4) Metodologi. 2



PARADIGMA RISET SOSIAL BURREL & MORGAN (1979)



Radical Change



Radical Humanist



Radical Structuralist



Subjective



Objective Functionalist Paradigm



Interpretive Paradigm



Regulation



3



PARADIGMA CHUA (1986)



Menurut Chua pernyataan yang diungkapkan oleh Burrell & Morgan (1979) untuk paradigma radikal humanis dengan paradigma radikal strukturalis dapat digabungkan menjadi satu paradigma yaitu paradigma kritis (The Critical Paradigm).



4



The Functionalist (Mainstream) Paradigm



The Interpretive Paradigm



The Critical Paradigm



PARADIGMA POSITIF • pendekatan yang diadopsi dari ilmu alam yang menekankan pada kombinasi antara angka dan logika deduktif (umum ke khusus) dan penggunaan alat-alat kuantitatif dalam menginterpretasikan suatu fenomena secara “objektif”. • To explain and to predict



5



PARADIGMA INTERPRETIF • Pendekatan ini memfokuskan pada sifat subjektif dunia sosial dan berusaha untuk memahami kerangka berpikir objek yang sedang dipelajarinya. Fokusnya ada pada diri individu dan persepsi manusia terhadap realitas, independen di luar mereka. • to interpret and to understand



6



PARADIGMA KRITIS • Paradigma Kritisme lahir karena ketidakpuasan dari paradigma yang lahir terlebih dahulu yaitu paradigma positivisme dan paradigma interpretifis. • Memfokuskan pada alasan teoritis dan prosedur dalam memilih, mengumpulkan dan menilai data empiris. Paradigma ini lebih mementingkan pada alasan, prosedur dan bahasa yang digunakan dalam mengungkap kebenaran. • To emancipate to transform 7



PARADIGMA RADIKAL HUMANIS • Paradigma radikal humanis lebih menekankan pada perkembangan sosiologi perubahan radikal dari titik pandang subyektifisme. • Ciri dasar paradigma ini bahwa kesadaran manusia didominasi oleh struktur idiologi kuat yang berinteraksi dengan dirinya.



8



PARADIGMA RADIKAL STRUKTURALIS • Paradigma radikal strukturalis dibentuk oleh sifat struktur sosial. • Paradigm ini mengacu pada perubahan radikal, emansipasi dan potensi.



9



BISMAN, (2010) Dalam tulisannya dengan judul postpositivism and accounting research: a (personal) primer on critical realism Bisman memaparkan bahwa muncul paradigma postpositivisme ketika adanya gugatan terhadap positivisme. postpositivisme merupakan perbaikan positivisme yang dianggap memiliki kelemahan kelemahan, dan dianggap hanya mengandalkan kemampuan pengamatan langsung terhadap objek yang diteliti.



10



BISMAN, (2010) Characteristics of the Qualitative – Quantitative Research Continuum



Adapted from Bright (1991,p25) and Wiersma (1995,p14), with the addition of critical realism and various for other forms of research.



11



REFERENCE • Burrel, Gibson and Gareth Morgan. 1979. Sociological Paradigms and Organizational Analysis: Elements of the Sociology of Corporate Life. London: Heinemann. • Chua, W.F. 1986. Radical Developments in Accounting Thought, The Accounting Review, Vol. LXI, No. 4 pp. 601-632 • Bisman, Jayne. 2010. Post-positivism and Accounting Research : A (Personal) Primer on Critical Realism, Australasian Accounting Business and Finance Journal, Vol. 4, pp. 3-25



12



13