Kelompok 4 Kesmas B - Marginal [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH PENGORGANISASIAN DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT “Membantu



Kelompok Yang Terpinggirkan Untuk Mendapatkan Kekuasaan”



DISUSUN OLEH : KELOMPOK 4



SITTI NURHAYATI



N 201 16 042



PUTRI RETNOSARI



N 201 16 012



MUSTAQIMA



N 201 16 172



DELVIORA PRAYU LESTARI



N 201 16 005



ARDIANSYAH



N 201 16 022



NI PUTU CRISDIANA WATI



N 201 16 177



PRODI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS TADULAKO 2019



KATA PENGANTAR



Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami dapat menyelesaikan laporan ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolonganNya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada dosen pengampuh yang telah membantu dalam proses pembuatan makalah ini. Keberhasilan penulisan makalah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Dengan terselesaikannya makalah ini tidak lupa penulis mengucapkan terimakasih kepada dosen pengampuh mata kuliah “Pengorganisasian dan Pengembangan Masyarakat” . Serta semua pihak yang terlibat dalam proses penyempurnaan makalah ini yang tidak dapat disebutkan satu-persatu. Akhirnya, tiada usaha besar akan berhasil tanpa dimulai dari usaha kecil. Semoga makalah ini bermanfaat bagi seluruh pembaca. Sebagai penanggung jawab, kami sangat mengharapkan kritik dan saran untuk penyempurnaaan lebih lanjut pada masa yang akan datang. Semoga makalah ini dapat menjadi media untuk menambah wawasan dan pengetahuan.



. Palu, 22 September 2019



Kelompok 4



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu negara sedang berkembang, memiliki masalah perkotaan yang sangat kompleks. Sebagai salah satu ciri negara berkembang adalah sangat pesatnya perkembangan penduduk perkotaan terutama kota-kota besar dari negara tersebut, sebagai akibat dari tingginya angka pertumbuhan penduduk dan urbanisasi. Kaum urban dari kalangan miskin, biasanya menyasar pinggiran kota yang belum memiliki fasilitas ruang kota, agar lebih murah. Salah satu akibatnya adalah munculnya permukiman kelompok sosial kota terpinggirkan, yang tidak terencana, tidak memiliki fasilitas infrastruktur, yang semakin lama semakin berkembang secara alami dan akhirnya tumbuh tidak terkendali menjadi wilayah permukiman yang serba semrawut dan kumuh. Sementara itu pemerintah kota belum siap dengan antisipasi suprastruktur (peraturan ruang kota yang pasti) dan kelengkapan imprastruktur ruang kota (fasilitas jalan, air bersih, riol, fasos, fasum) untuk wilayah tersebut. Salah satu ciri arsitektur permukiman dari kelompok sosial terpinggirkan adalah rumah dibangun tidak permanen, sangat sederhana dan sempit serta berdempetan sebagai akibat dari padatnya penduduk kampung. Sanitasi lingkungannya sangat buruk bahkan ada yang dapat disebut sebagai rumah tidak layak huni. Misalnya, ada rumah yang luasnya hanya beberapa meter persegi saja, tinggi satu meter, terbuat dari plastik atau kardus dan menempel pada tembok orang lain. Ketidakberdayaan ekonomi, latar belakang budaya, rendahnya daya saing pekerja perempuan, sempitnya lapangan pekerjaan dan terbatasnya akses terhadap kebutuhan dasar membuat banyak dari mereka terkondisikan dalam berbagai ragam aktivitas ekonomi bawah tanah yang jarang tersentuh atau bahkan sering terlupakan dalam program pemerintah daerah. Berbekal keterbatasan pendidikan, keterampilan dan dukungan finansial, simpul-simpul ekonomi yang ramai oleh aktifitas manusia merupakan tempat yang sesuai untuk mengais rejeki guna mempertahankan kehidupannya. Salah satu



persoalan yang menarik dari pembahasan kaum marjinal sebagai penyandang masalah kesejahteraan sosial yang kompleks di Indonesia adalah strategi kelangsungan hidup perempuan pekerja seks di wilayah-wilayah Kota yang sedang berkembang. Di sejumlah negara, kelompok minoritas acap mengalami diskriminasi, baik itu yang dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Di Prancis misalnya, pada 2009, Komnas HAM Prancis, HALDE, menerima 259 keluhan diskriminasi yang berbasis agama dan kepercayaan, sebagian besar melibatkan kalangan Muslim. Diskriminasi dialami di bidang pendidikan, lapangan kerja swasta, dan akses layanan umum. Selain itu sebuah masjid di Seine-et-Marne menjadi sasaran vandalisme dan digambari simbol Nazi serta kepala babi, sementara dua masjid lain juga menjadi sasaran grafiti brutal pada awal Februari lalu. Islamophobia Observatory menyebutkan sekitar 201 tindakan anti-Muslim dilaporkan pada 2012, yang berarti kenaikan 28 persen dibanding pada 2011. Di Indonesia sendiri pelanggaran atau diskriminasi terhadap kelompok minoritas makin meningkat, terutama –dalam konteks penulisan ini– terhadap kelompok minoritas agama. Menurut Setara Institute sebagaimana disitir oleh Human Rights Watch dalam laporannya, terdapat 216 kasus serangan terhadap minoritas agama pada 2010, 244 kasus pada 2011 dan 264 kasus pada 2012. Sedangkan The Wahid Institute mendokumentasikan 92 pelanggaran terhadap kebebasan agama dan 184 peristiwa intoleransi beragama pada 2011, naik dari 64 pelanggaran dan 134 peristiwa intoleransi pada 2010. Perlakuan keras terhadap kelompok minoritas ini diimbangi pula dengan aksi diskriminasi oleh negara. Gambaran kondisi diskriminasi ini tampak dari misalnya, kelompok minoritas keagamaan seringkali dipaksa untuk memeluk agama resmi pemerintah. Contoh lain menyangkut pemasangan agama di KTP. Warga Indonesia diwajibkan mencantumkan agama mereka pada kartu tanda penduduk, memilih satu dari lima agama yang diakui resmi oleh pemerintah–sebuah praktik yang mendiskriminasi, dan menempatkan posisi lemah, para penganut ratusan keyakinan minoritas. Meski



Undang-Undang Administrasi Kependudukan sekarang memberi warga negara pilihan untuk mengabaikan atau menyertakan agama/keyakinan mereka pada kartu tanda penduduk, mereka yang berharap mencantumkan keyakinan atau aliran kepercayaan tetap harus memilih daftar enam agama yang diakui hukum Indonesia. Individu yang enggan mencantumkan keyakinan berisiko dicap “tak bertuhan” oleh ulama atau pejabat, bahkan ada kemungkinan dijadikan subyek pidana penodaan agama. Padahal realitas sosial masyarakat adalah realitas yang majemuk, di mana setiap orang dalam meniti kehidupan berangkat dari latar belakang iman yang berlainan. Satu dengan yang lain tidak sama. Oleh sebab itu, tidak dapat disangkal bahwa tindakan negara (pemerintah) menyeragamkan keyakinan warga negara hanya pada enam agama resmi merupakan wujud diskriminasi. Sebagian data angka yang dibarengi dengan fakta konkret tindak diskriminasi terhadap kelompok minoritas terutama di Indonesia tersebut di atas, membuktikan bahwa minoritas, di wilayah tinggalnya, berada pada kedudukan yang subordinat dan tertindas. Tertindas karena tak bisa menjalankan ibadah menurut agama atau keyakinannya, tak punya tempat ibadah karena gereja dan masjid disegel, jadi warga negara kelas dua yang terombang-ambing tak punya tempat tinggal karena diusir dari tanah lahirnya, tak punya rasa aman karena dihantui ancaman-ancaman serta aneka ragam bentuk ketertindasan lain yang meresahkan. Menyaksikan betapa teraniayanya kelompok minoritas, maka dalam perbincangan hak asasi manusia, kelompok ini mendapat perhatian serius. Dengan semakin mengganasnya eskalasi diskriminasi terhadap kelompok minoritas, umat manusia kemudian disadarkan akan pentingnya pengakuan bahwa mereka adalah manusia yang sama dengan manusia yang lain, setara dalam hak dan bebas dalam menentukan pilihan. Oleh sebab itu ada hak khusus bagi kelompok minoritas. Hak khusus bukanlah merupakan hak istimewa, akan tetapi hak ini diberikan agar kaum minoritas mampu menjaga identitas, ciri-ciri dan tradisi khasnya. Hak khusus seperti halnya perlakuan non diskriminatif sama pentingnya untuk mencapai perlakuan yang sama. Oleh karenanya prinsip



kesetaraan, dan non diskriminasi (non-discrimination) menjadi sangat penting dalam hak asasi manusia. Hanya ketika kaum minoritas berdaya untuk menggunakan



bahasa-bahasa



mereka,



mendapatkan



keuntungan



dari



pelayanan-pelayanan yang mereka organisasikan sendiri, serta berpartisipasi dalam kehidupan politik dan ekonomi negara, barulah mereka mencapai status yang selama ini dimiliki oleh kelompok mayoritas. 1.2 Rumusan Masalah 1. Apa yang di maksud pada marginalis dalam kehidupan ? 2. Bagaimana studi kasus membantu kelompok yang terpinggirkan untuk mendapatkan kekuasaan ? 3. Bagaimana marginalis dalam kontes kesehatan masyarakat ? 4. Bagaimana pendekatan yang dilakukan untuk promosi kesehatan dan pemberdayaan pada kaum marginal ? 5. Bagaimana memperkuat pada komunitas pemberdayaan masyarakat ? 6. Bagaimana membangun Kebijakan Publik Yang Sehat Dan Menciptakan Lingkungan Yang Mendukung ? 7. Bagaimna jika kaum marginal berurusan dengan konflik ? 1.3 Manfaat 1. Untuk mengetahui pengertian dari Marginalis dalam kehidupan 2. Untuk mengetahui kasus agar membantu kelompok yang terpinggirkan untuk mendapatkan kekuasaan. 3. Untuk mengetahui kontes kelompok yang terpinggirkan dalam kontes kesehatan masyarakat 4. Untuk mengetahui bagaimana pendekatan yang dilakukan untuk promosi kesehatan dan pemberdayaan terhadap kaum yang terpinggirkan 5. Untuk mengetahui penguatan pada komunitas pemberdayaan masyarakat 6. Untuk mengetahui bagaimana kebijakan publik yang sehat dan menciptakan lingkungan yang mendukung 7. Untuk mengetahui bagaimana kaum marginal berurusan dengan konflik



BAB II TINJAUAN PUSTAKA



2.1 Pengertian Marginalis dalam kehidupan Kaum marjinal digambarkan sebagai suatu kelompok sosial tertentu yang keberadaannya dianggap sebagai kelompok masyarakat yang memiliki status sosial paling rendah dan terpinggirkan. Kelompok sosial terpinggirkan atau lebih tepatnya kelompok sosial marjinal yaitu kelompok sosial yang menjadi bagian dari dua budaya atau dua masyarakat, tetapi tidak termasuk secara penuh (utuh) pada salah satu budaya atau masyarakat tersebut miskin kota hidup dari berburu dan meramu di hutan belukar kota, yang setiap hari pergi berburu pekerjaan. Kehidupan mereka didasarkan atas sisa-sisa: sisa pekerjaan, sisa perdagangan, sisa ruang hidup, rumah terbuat dari sisa-sisa. Mereka mendiami celah-celah sistem industri kota dan makan dari buangannya. Akan tetapi, meskipun sifatnya marginal/terpinggirkan, pasukan compangcamping kaum miskin perkotaan itu menjalankan fungsi sosial yang penting meskipun masih belum diakui, khususnya bagi lahirnya kelas menengah di kota, yang sangat berhutang budi kepada adanya tenaga dan jasa murah. Kaum miskin bekerja sebagai pembantu rumah tangga, tukang kebun, pesuruh, sopir, dan sejumlah besar tenaga kasar berbagai bentuk. Kalau ada hubungan simbiosis antara masyarakat kota dan marginalitas, yang menarik keuntungan besar sudah pasti ialah kelas menengah. Secara



konseptual



pemberdayaan



atau



pemberkuasaan



(empowerment) berasal dari kata ‘power’ (kekuasaan atau keberdayaan). Pemberdayaan menunjuk pada kemampuan orang, khususnya kelompok rentan dan lemah sehingga mereka memiliki kekuatan atau kemampuan dalam (a) memenuhi kebutuhan dasarnya; (b) menjangkau sumber-sumber produktif; (c) berpartisipasi dalam proses pembangunan dan keputusan yang mempengaruhi mereka. Beberapa ahli mengemukakan definisi pemberdayaan berdasarkan tujuan, proses, dan cara-cara pemberdayaan dalam buku milik Suharto (2010)



 Pemberdayaan bertujuan untuk meningkatkan kekuasaan orang-orang yang lemah atau tidak beruntung  Pemberdayaan adalah sebuah proses dimana orang menjadi cukup kuat untuk berpartisipasi dalam berbagai pengontrolan atas, dan mempengaruhi terhadap kejadian-kejadian serta lembaga-lembaga yang mempengaruhi 16 kehidupannya. Pemberdayaan menekankan bahwa orang memperoleh keterampilan,



pengetahuan,



dan



kekuasaan



yang



cukup



untuk



mempengaruhi kehidupannya dan kehidupan orang lain yang menjadi perhatiannya  Pemberdayaan menunjuk pada usaha pengalokasian kembali kekuasaan melalui pengubahan struktur sosial  Pemberdayaan adalah suatu cara dengan nama rakyat, organisasi, dan komunitas diarahkan agar mampu menguasai (atau berkuasa atas) kehidupannya 2.2 Kasus Agar Membantu Kelompok Yang Terpinggirkan Untuk Mendapatkan Kekuasaan. Kekuasaan adalah konsep penting dalam setiap kajian fenomena sosial. Kekuasaan amat berpengaruh terhadap kehidupan manusia. Kekuasaan sering diwujudkan melalui bahasa, bahkan dilaksanakan melalui bahasa. Bahasa digunakan oleh si kuat untuk mendominasi si lemah. Bahasa sering hanya mewakili kelompok dominan. Label-label yang diberikan terhadap sebuah objek atau kejadian sering menimbulkan sesuatu yang tidak baik bagi konsumen teksnya. Sebaliknya, kelompok subordinat sering merasa tertindas oleh pelabelan itu. Mencullah apa yang disebut dengan kekerasan simbolik, yakni bentuk kekerasan yang halus dan tidak tampak yang di baliknya tersembunyi praktik dominasi. Untuk itu, karena setiap penggunaan bahasa dalam wacana publik sering terjadi penyalahgunaan



atau



penyelewengan,



sikap



selalu



kritis



harus



dikedepankan dalam mengkonsumsi wacana publik. Indonesia sebagai negara agraris, basis pemenuhan kebutuhan hidup masyarakatnya bergantung pada pola produksi pertanian, berkaitan



dengan pertanian sering dikaitkan sistem penguasaan tanah. Sering menimbulkan konflik lembaga negara dengan masyarakat petani yang menuntut



hak



kepemilikan



tanah,



atau



bahkan



hanya



sekedar



mempertahankan sebidang lahan pertanianya. Beberapa konflik agraria yang terjadi di Indonesia, mulai dari peristiwa Mesuji, Suku anak dalam di Jambi, Bima NTB, WTT Kulonprogo Yogyakarta, pegunungan kendeng Rembang Jawa Tengah, dan sederet panjang daftar gejolak konflik yang berawal dari bentuk komunikasi yang tidak terbangun dengan baik. Berdasarkan hal tersebut untuk Organisasi Tani yang berperan dalam rangka mendapatkan hak-hak atas pemilikan serta pengelolaan tanah, sebagai sumber kehidupan masyarakat petani Desa Punggelan Kecamatan Punggealan Jawa Tengah. Sebagai suatu gejala sosial, konflik agraria adalah suatu situasi proses interaksi antara dua (atau lebih) orang atau kelompok yang masingmasing memperjuangkan kepentingan atas objek yang sama, yaitu tanah dan benda-benda lainnya yang berkaitan dengan tanah, air, tanaman, minyak bumi dan juga udara yang berada diatas tanah yang bersangkutan. Pada tahapan saling “berlomba” untuk mendahului mencapai objek itu, sifatnya masih dalam batas “persaingan”. Tetapi pada saat mereka saling berhadapan untuk memblokir jalan lawan terjadilah situasi konflik Sebagai contoh studi kasus gerakan kolektif dari sebuah gerakan sosial yang terorganisir dapat terlihat pada masyarakat di kab. banjarnegara kec. Punggelan,Karangsari,Jambangan jawa tengah. Mereka membentuk sebuah organisasi perjuangan yang bersifat independen dengan nama organisasi tani HITAMBARA (himpunan tani masyarakat banjarnegara).



Organisasi



tani



HITAMBARA



bertujuan



untuk



mengakomodir semua kepentingan masyarakat lokal dan petani pengarap dalam rangka memperjuangkan hak ekonomi, politik, sosial budaya demi kelangsungan hidup mereka. Hal itu dapat tercermin dalam aktivitasaktivitas perjuangan seperti pemetahan,advokasih,audensi dan sosialisasi mereka selalu terorganisir dengan baik.



2.3 Kontes Kelompok Yang Terpinggirkan Dalam Kontes Kesehatan Masyarakat. Masyarakat adalah sekelompok orang yang memiliki perasaan sama atau menyatu satu sama lain karena mereka saling berbagi identitas, kepentingan-kepentingan yang sama, perasaan memiliki, dan biasanya satu tempat yang sama. Pengertian masyarakat menurut Peter.L.Berger adalah suatu bagian-bagian yang membentuk kesatuan hubungan antar manusia yang bersifat luas. Marx berpendapat bahwa pengertian masyarakat merupakan hubungan ekonomis dalam hal produksi atau konsumsi yang berasal dari kekuatan-kekuatan masyarakat itu adalah kelompok manusia yang bekerjasama dan hidup demi mencapai terkabulnya keinginan mereka bersama. Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial yang akan hidup berkolektif antara satu dengan yang lainnya. Kesatuan hidup kekolektifan tersebut biasa disebut dengan masyarakat. Dapat juga dikatakan bahwa masyarakat adalah sekumpulan peran-peran yang saling berinteraksi satu sama lain. Masyarakat ditentukan coraknya oleh kebudayaan



yang



dimiliki.



Dalam



berinteraksi,



seseorang



akan



menggunakan pengetahuan budaya yang dimilikinya. Masyarakat terdiri dari komuniti lokal, komuniti pendatang, dan komuniti industri yang saling mempengaruhi. Pengertian pelayanan kesehatan adalah sebuah konsep yang digunakan dalam memberikan layanan kesehatan kepada masyarakat. Pengertian pelayanan kesehatan menurut Depkes RI (2009) adalah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok dan atupun masyarakat. Dalam proses inisiasi dan sosialisasi program terungkap bahwa Desa Aik Berik belum memiliki data dasar yang lengkap dan akurat. Kegiatan pertama dalam implementasi model ini adalah melakukan pendataan “dari, oleh dan untuk masyarakat”. Untuk pengumpulan data



dilakukan dengan metode Participatory Rural Appraissal (PRA), yaitu sekumpulan pendekatan dan metode yang mendorong masyarakat pedesaan untuk turut serta meningkatkan dan menganalisis pengetahuan mereka mengenai hidup dan kondisi mereka sendiri, agar mereka dapat membuat rencana dan tindakan. Penerapan PRA merupakan salah satu strategi memberdayakan masyarakat perdesaan. Dalam PRA masyarakat berlaku sebagai subjek dan bukan objek, dan peneliti serta praktisi menempatkan diri sebagai ”insider”, bukan ”outsider”. Masyarakat yang membuat peta, model, diagram, mengurutkan, memberi nilai, mengkaji, memberikan contoh, mengidentifikasi dan menyeleksi prioritas masalah, menyajikan hasil, mengkaji ulang dan merencanakan kegiatan aksi. Penjadwalan kegiatan PRA dilakukan bersama-sama masyarakat pada awal bulan Februari 2004, bersamaan dengan kegiatan sosialisasi. Sesuai dengan sasaran kegiatan implementasi model, yaitu diperolehnya kesepakatan rencana aksi dengan stakeholders, kegiatan PRA ini juga dibarengi dengan kegiatan pelatihan perencanaan pembangunan desa dengan pola belajar sambil melakukan. Mengingat pelaksanaan kegiatan PRA adalah dalam konteks program di tingkat desa, maka disepakati pelaksanaan PRA di tingkat desa. Ada juga usulan agar PRA dimulai dari tingkat Dusun sehingga hasil yang diperoleh benar-benar komprehensif dan dapat digunakan langsung oleh masyarakat. Akan tetapi dengan mempertimbangkan keterbatasan waktu dan biaya, maka usulan yang menarik tersebut untuk sementara tidak bisa disetujui forum. Agar supaya hasil PRA dapat komprehensif, maka peserta adalah merupakan representasi perwakilan masyarakat. Disepakati bahwa peserta PRA adalah wakilwakil dari setiap Dusun, unsur Pemerintahan Desa, unsur pengurus LKMD, unsur pengurus BPD, tokoh pemuda, tokoh wanita, tokoh adat dan agama, dan unsur lembaga-lembaga teknis desa. Jumlah peserta 30 orang yang kemudian dibagi menjadi tiga kelompok diskusi. Berdasarkan hasil pemetaan Desa Aik Berik yang dilakukan peserta PRA, dapat disimpulkan bahwa desa Aik Berik memiliki potensi yang



cukup bagus untuk pengembangan daerah wisata karena didukung oleh keberadaan air terjun Benang Stokel dan air terjun Benang Kelambu yang dimilikinya. Potensi lainnya adalah banyaknya mata air yang ada di Desa Aik Berik (7 mata air) sebagai sumber air minum dan irigasi yang potensial. Kemudian potensi pertanian dan kehutanan, dimana Desa Aik Berik sangat potensial untuk dikembangkan menjadi sentra buahbuahan di Kabupaten Lombok Tengah. Pengembangan desa Aik Berik sebagai sentra buah-buahan juga merupakan keinginan dan harapan masyarakat. Dari kegiatan pembuatan sketsa kebun, diperoleh gambaran bahwa pengelolaan kebun masyarakat sudah teratur yaitu dengan menetapkan jarak tanam dan penempatan tanaman yang ditentukan berdasarkan karakteristik tanaman. Penataan pertanaman yang demikian itu disebut sebagai penataan pertanaman berganda secara campuran yaitu menanam beberapa jenis dan atau varietas secara bercampur dan bersama-sama di atas satu bidang tanah. 2.4



Pendekatan



Yang



Dilakukan



Untuk



Promosi



Kesehatan



Dan



Pemberdayaan Terhadap Kaum Yang Terpinggirkan. Tujuan pemberdayaan masyarakat adalah memampukan dan memandirikan



masyarakat



terutama



dari



kemiskinan



dan



keterbelakangan/kesenjangan/ketidakberdayaan. Kemiskinan dapat dilihat dari indikator pemenuhan kebutuhan dasar yang belum mencukupi/layak. Kebutuhan dasar itu, mencakup pangan, pakaian, papan, kesehatan, pendidikan, dan transportasi. Sedangkan keterbelakangan, misalnya produktivitas yang rendah, sumberdaya manusia yang lemah, terbatasnya akses pada tanah padahal ketergantungan pada sektor pertanian masih sangat kuat, melemahnya pasar-pasar lokal/tradisional karena dipergunakan untuk memasok kebutuhan perdagangan internasional. Dengan perkataan lain masalah keterbelakangan menyangkut struktural. Ada beberapa strategi yang dapat menjadi pertimbangan untuk dipilih dan kemudian diterapkan dalam pemberdayaan masyarakat.



 Strategi 1 : Menciptakan iklim, memperkuat daya, dan melindungi. Dalam upaya memberdayakan masyarakat dapat dilihat dari tiga sisi, yaitu ; 1. menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang (enabling). Disini titik tolaknya adalah pengenalan bahwa setiap manusia, setiap masyarakat, memiliki potensi yang dapat dikembangkan. 2. Memperkuat



potensi



atau



daya



yang



dimiliki



masyarakat



(empowering). Dalam rangka pemberdayaan ini, upaya yang amat pokok adalah peningkatan taraf pendidikan, dan derajat kesehatan, serta akses ke dalam sumber-sumber kemajuan ekonomi seperti modal, teknologi, informasi, lapangan kerja, dan pasar. Masukan berupa pemberdayaan ini menyangkut pembangunan prasarana dan sarana dasar fisik, seperti irigasi, jalan, listrik, maupun sosial seperti sekolah dan fasilitas pelayanan kesehatan, yang dapat dijangkau oleh masyarakat pada lapisan paling bawah, serta ketersediaan lembagalembaga pendanaan, pelatihan, dan pemasaran di perdesaan, dimana terkonsentrasi penduduk yang keberdayaannya amat kurang. Untuk itu, perlu ada program khusus bagi masyarakat yang kurang berdaya, karena program-program umum yang berlaku tidak selalu dapat menyentuh lapisan masyarakat ini.



Pemberdayaan bukan hanya



meliputi penguatan individu anggota masyarakat, tetapi juga pranatapranatanya. Menanamkan nilai-nilai budaya modern, seperti kerja keras, hemat, keterbukaan, dan kebertanggungjawaban adalah bagian pokok dari upaya pemberdayaan ini. Demikian pula pembaharuan institusi-institusi sosial dan pengintegrasiannya ke dalam kegiatan pembangunan serta peranan masyarakat di dalamnya. Yang terpenting disini adalah peningkatan partisipasi rakyat dalam proses pengambilan keputusan yang menyangkut diri dan masyarakatnya. Oleh karena itu, pemberdayaan masyarakat amat erat kaitannya dengan pemantapan, pembudayaan, pengamalan demokrasi.



3. memberdayakan mengandung pula arti melindungi. Dalam proses pemberdayaan, harus dicegah yang lemah menjadi bertambah lemah, oleh karena kekurang berdayaan dalam menghadapi yang kuat. Oleh karena itu, perlindungan dan pemihakan kepada yang lemah amat mendasar



sifatnya



dalam



konsep



pemberdayaan



masyarakat.



Melindungi tidak berarti mengisolasi atau menutupi dari interaksi, karena hal itu justru akan mengerdilkan yang kecil dan melunglaikan yang lemah. Melindungi harus dilihat sebagai upaya untuk mencegah terjadinya persaingan yang tidak seimbang, serta eksploitasi yang kuat atas yang lemah. Pemberdayaan masyarakat bukan membuat masyarakat menjadi makin tergantung pada berbagai program pemberian (charity). Karena, pada dasarnya setiap apa yang dinikmati harus dihasilkan atas usaha sendiri (yang hasilnya dapat dipertikarkan dengan pihak lain). Dengan demikian tujuan akhirnya adalah memandirikan



masyarakat,



memampukan,



dan



membangun



kemampuan untuk memajukan diri ke arah kehidupan yang lebih baik secara berkesinambungan.  Strategi 2 : Program Pembangunan Pedesaan Pemerintah di Negaranegara berkembang termasuk Indonesia telah mencanangkan berbagai macam program pedesaan, yaitu 1.



pembangunan pertanian merupakan program untuk meningkatkan output dan pendapatan para petani. Juga untuk menjawab keterbatasan pangan di pedesaan, bahkan untuk memenuhi kebutuhan dasar industri kecil dan kerumahtanggaan, serta untuk memenuhi kebutuhan ekspor produk pertanian bagi negara maju.



2.



industrialisasi pedesaan tujuan utamanya untuk mengembangkan industri kerajinan. Pengembangan industrialisasi



kecil dan



pedesaan merupakan



alternative menjawab persoalan semakin sempitnya rata-rata pemilikan dan penguasaan lahan dan lapangan kerja dipedesaan 3.



pembangunan masyarakat desa terpadu tujuan utamanya untuk meningkatkan produktivitas, memperbaiki kualitas hidup penduduk dan memperkuat kemandirian.



4.



strategi pusat pertumbuhan merupakan alternatif untuk menentukan jarak ideal antara pedesaan dengan kota, sehingga kota benar-benar berfungsi sebagai pasar atau saluran distribusi hasil produksi.



2.5 Penguatan Komunitas Pemberdayaan Masyarakat Terhadap Kaum Marginal Beberapa asumsi yang dapat digunakan clalam rangka mewujudkan semangat dalam pengabdian clan pemberdayaan masyarakat, antara lain sebagai berikut: 1. pada intinya upaya-upaya pengambangan masyarakat dapat dilihat sebagai peletakan sebuah tatanan sosial di mana manusia secara adil dan terbuka dapat melakukan usahanya sebagai perwujudan atas kemampuan dan potensi yang dimilikinya sehingga kebutuhannya baik kebutuhan material atau kebutuhan spiritual dapat terpenuhi. Pengabdian clan pemberdayaan masyarakat, oleh karena itu ticlak berwujud tawaran sebuah proyek usaha kepacla masyarakat, akan tetapi sebuah pembenahan struktur sosial yang mengeclepankan keaclilan. Pengabdian clan pemberdayaan masyarakat pada dasamya merencakan dan menyiapkan suatu perubahan sosial yang berarti bagi peningkatan kualitas kehiclupan manusia. 2. pengembangan masyarakat tidak dilihat sebagai suatu proses pemberian clari pihak yang memiliki sesuatu kepada pihak yang ticlak memiliki. Kerangka pemahaman ini akan mejerumuskan kepada usaha-usaha yang sekedar memberikan kesenagan sesaat dan bersifat tambal sulam. Misalnya, pemberian bantuan dana segar (fresh money) kepada mayarakat hanya akan mengakibatkan hilangnya kemandirian clalam masyarakat



tersebut atau timbulnya ketergantungan. Akibat yang lebih buruk adalah tumbuhnya mental "meminta". 3. pengabdian clan pemberdayaan masyarakat mesti dilihat sebagai sebuah proses pembelajaran kepada masyarakat agar mereka dapat secara mandiri melakukan upaya-upaya perbaikan kualitas kehidupannya. Menurut Soedjatmoko, ada suatu proses yang sering kali dilupakan bahwa pembangunan aclalah social learning. Oleh karena itu, pengabdian dan pemberdayaan masyarakat sesungguhnya merupakan sebuah proses kolektif di mana kehidupan berkeluarga, bertetangga, clan bernegara tidak sekedar menyiapkan penyesuaian-penyesuaian terhadap perubahan sosial yang mereka lalui, akan tetapi secara aktif mengarahkan perubahan tersebut pada terpenuhinya kebutuhan bersama. 4. pengabdian clan pemberdayaan masyarakat, oleh karena itu tidak mungkin dilaksanakan tanpa keterlibatan secara penuh oleh masyarakat itu sendiri. Partisipasi bukan sekedar diartikan sebagai kehadiran mereka unruk mengikuti seuaru kegiatan, melainkan dipahami sebagai kontribusi mereka dalam setiap tahapan yang mesti dilalui oleh suatu program kerja pemberdayaan masyarakat, terutama dalam tahapan perumusan kebutuhan yang mesti dipenuhi. Asumsinya, masyarakatlah yang paling tahu keburuhan clan permasalahan yang mereka hadapi. 5. pengabdian masyarakat selalu ditengarai dengan adanya pemberdayaan masyarakat sebagai suaru cara pengembangan masyarakat. Tidak mungkin rasanya tunrutan akan keterlibatan masyarakat dalam suaru program pembangunan tatkala masyarakat iru sendiri tidak memiliki daya atapun bekal yang cukup. Oleh karena itu, mesti adanya mekanisme clan system unruk memberdayakan masyarakat. Masyarakat harus diberi suaru kepercayaan bahwa tanpa ada keterlibatan mereka secara penuh, perbaikan kualitas kehidupan mereka tidak akan membawa hasil yang berarti. Masyarakat transisi kota merupakan bagian dari masyarakat Indonesia clan juga memiliki hak yang sama atas pendidikan. Asas demokrasi seharusnya menjadi tameng bagi masyarakat transisi kota unruk dapat bebas



menerima hak-hak sebagai warga negara terutama dalam masalah pendidikan. Kecenderungan masyarakat transisi kota pada pola kehidupan yang sederhana menjadikan mereka masuk dalam kategori masyarakat pinggiran. 2.6 Kebijakan Publik Yang Sehat Dan Menciptakan Lingkungan Yang Mendukung. Meskipun perencanaan pembangunan sudah menggunakan berbagai pendekatan dan cara, dalam praktek pelaksanaannya selalu muncul dampak negatif. Salah satu dari dampak yang paling bisa dilihat nyata adalah terpinggirkannya sekelompok kecil orang. Atau luputnya sekelompok orang dari berbagai program Pemerintah. Presiden Jokowi, sejak menjadi Walikota Surakarta, kemudian Gubernur Jakarta, menggunakan pendekatan yang berbeda untuk dapat menjangkau kelompok-kelompok marjinal. Selama ini, problem terbesar masyarakat yang kurang terperhatikan ini adalah sulitnya mendapatkan akses terhadap layanan pokok seperti kesehatan dan pendidikan. Oleh karenanya, Kartu Pintar dan Kartu Sehat menjadi solusi yang dipilih Jokowi untuk membuka jalur bagi masyarakat marjinal. Ketika terpilih sebagai presiden, Jokowi juga melanjutkan program ini secara nasional. Kaum marjinal sebagai kelompok masyarakat pra-sejahtera, berada di lingkungan



perkotaan



mempertahankan



maupun



hidupnya



pedesaan.



dengan



menjadi



Di



perkotaan, pemulung,



mereka pengemis,



gelandangan, atau buruh kasar. Di pedesaan, mereka biasanya adalah golongan petani miskin atau buruh tani, nelayan, peladang atau pekerja kebun, yang biasanya tinggal di daerah terpencil, sulit dijangkau, atau minim infrastruktur. Istilah tentang kelompok marjinal muncul berdasarkan tolok ukur atau patokan-patokan ekonomi. Analisa-analisa yang digunakan pun seringkali menggunakan pendekatan ekonomi, sementara masalah langsung yang sudah harus ditanggung kelompok ini bersifat sosial dan juga politik. Jangankan akses terhadap sumber-sumber atau bantuan ekonomi. Akses terhadap hak dasar seperti kesehatan dan pendidikan juga tak ada. Padahal, sehat dan



terdidik adalah salah satu kunci untuk membongkar status ekonomi mereka yang sangat rentan itu. Selain itu, kelompok marjinal juga mencakup di dalamnya para penyandang disabilitas, lanjut usia, masyarakat adat, orang dengan HIV/AIDS (ODHA), mantan narapidana, tuna sosial, serta korban kekerasan, eksploitasi dan NAPZA. Untuk kelompok-kelompok semacam ini, intervensi sosial yang dilakukan juga berbeda dengan kelompok-kelompok yang miskin secara ekonomi. Jumlahnya tidak sebesar mereka yang terpinggir secara ekonomi, namun secara sosial atau politik juga perlu mendapatkan perhatian dan perlindungan. Oleh karena itu, pendekatan Jokowi dengan Kartu Pintar dan Kartu Sehat, meskipun masih mengalami kendala di sana-sini, adalah cara yang tepat sasaran karena menjangkau kelompok masyarakat terpinggirkan yang paling besar. Secara nasional, melalui Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Pemerintah menyiapkan 88,4 juta Kartu Indonesia Sehat, 20 juta Kartu Indonesia Sehat, dan 17 juta Kartu Keluarga Sejahtera. Dari jumlah yang 88,4 juta kartu, 2 juta di antaranya merupakan penyangga atau buffer. Ini artinya, Pemerintah meningkatkan jumlah ketersediaan Kartu Sehat itu dari rencana semula sebanyak 86 juta kartu. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) 20152019, pada tahun kelima atau 2019, diharapkan akan terdapat asistensi sosial berbasis keluarga yang komprehensif maupun temporer, serta tersedia pendampingan dan pelayanan sosial dengan Standar Pelayanan Minimum (SPM). Selain itu juga terjadi peningkatan jumlah penduduk kurang mampu yang tercakup dalam skema jaminan sosial ketenagakerjaan, peningkatan ketersediaan akses lingkungan dan system sosial bagi kelompok disabilitas, lansia, kelompok marjinal, ODHA, sampai dengan korban penyalahgunaan narkoba. Melalui pendekatan struktural, nantinya jumlah kabupaten/kota yang memiliki sistem layanan sosial terpadu dan regulasi untuk pengembangan akses lingkungan yang inklusif bagi kelompok-kelompok terpinggirkan tersebut. Selain itu, kabupaten/kota juga didorong untuk memiliki regulasi



yang jelas-jelas memberikan perlindungan dan fasilitas bagi kelompok ini. Intinya, negara hadir untuk kaum marjinal. 2.7 Kaum Marginal Berurusan Dengan Konflik Banyak organisasi di bidang pembangunan internasional ingin berkontribusi terhadap perubahan kebijakan. Apakah organisasi nonpemerintah kecil yang bekerja untuk meningkatkan kesehatan untuk kelompok terpinggirkan atau lembaga penelitian besar yang berusaha meningkatkan perencanaan perkotaan: apapun ukuran atau tujuan mereka, salah satu cara untuk memastikan terjadinya perubahan yang mereka inginkan adalah dengan mempengaruhi pembuatan kebijakan. Perubahan kebijakan dapat mengambil banyak bentuk: meski perubahan undang-undang seringkali dilihat sebagai salah satu cara konkret untuk melaksanakan perubahan, sebenarnya kebijakan publik terdiri dari banyak isu-isu di luar undangundang, seperti peraturan, alokasi sumber daya dan keputusan tentang suara siapa yang didengar dalam debat atau bukti apa yang akan menjadi dasar dari sebuah keputusan.



BAB III PENUTUP 1.1 Kesimpulan 1. Secara konseptual pemberdayaan atau pemberkuasaan (empowerment) berasal dari kata ‘power’ (kekuasaan atau keberdayaan). Pemberdayaan menunjuk pada kemampuan orang, khususnya kelompok rentan dan lemah sehingga mereka memiliki kekuatan atau kemampuan dalam (a) memenuhi kebutuhan dasarnya;



(b) menjangkau sumber-sumber produktif; (c)



berpartisipasi dalam proses pembangunan dan keputusan yang mempengaruhi mereka. Beberapa ahli mengemukakan definisi pemberdayaan berdasarkan tujuan, proses, dan cara-cara pemberdayaan. 2. Indonesia sebagai negara agraris, basis pemenuhan kebutuhan hidup masyarakatnya bergantung pada pola produksi pertanian, berkaitan dengan pertanian sering dikaitkan sistem penguasaan tanah. Sering menimbulkan konflik lembaga negara dengan masyarakat petani yang menuntut hak kepemilikan tanah, atau bahkan hanya sekedar mempertahankan sebidang lahan pertanianya. Beberapa konflik agraria yang terjadi di Indonesia, mulai dari peristiwa Mesuji, Suku anak dalam di Jambi, Bima NTB, WTT Kulonprogo Yogyakarta, pegunungan kendeng Rembang Jawa Tengah, dan sederet panjang daftar gejolak konflik yang berawal dari bentuk komunikasi yang tidak terbangun dengan baik. Berdasarkan hal tersebut untuk Organisasi Tani yang berperan dalam rangka mendapatkan hak-hak atas pemilikan serta pengelolaan tanah, sebagai sumber kehidupan masyarakat petani Desa Punggelan Kecamatan Punggealan Jawa Tengah. 3. Masyarakat adalah sekelompok orang yang memiliki perasaan sama atau menyatu satu sama lain karena mereka saling berbagi identitas, kepentingankepentingan yang sama, perasaan memiliki, dan biasanya satu tempat yang sama. 4.



Pendekatan



Yang



Pemberdayaan



Dilakukan



Terhadap



Untuk



Kaum



Promosi



Yang



Kesehatan



Terpinggirkan



Dan yaitu



Menciptakan iklim, memperkuat daya, dan melindungi. Dalam upaya



memberdayakan



masyarakat



dan



Program



Pembangunan



Pedesaan



Pemerintah di Negara-negara berkembang termasuk Indonesia. 5. Penguatan Komunitas Pemberdayaan Masyarakat Terhadap Kaum Marginal yaitu upaya-upaya pengambangan masyarakat dapat dilihat sebagai peletakan sebuah tatanan sosial di mana manusia secara adil dan terbuka dapat melakukan usahanya sebagai perwujudan atas kemampuan dan potensi yang dimilikinya sehingga kebutuhannya baik kebutuhan material atau kebutuhan spiritual dapat terpenuhi. 6. Kaum marjinal sebagai kelompok masyarakat pra-sejahtera, berada di lingkungan perkotaan maupun pedesaan. Di perkotaan, mereka mempertahankan hidupnya dengan menjadi pemulung, pengemis, gelandangan, atau buruh kasar. 7. Perubahan kebijakan dapat mengambil banyak bentuk: meski perubahan undangundang seringkali dilihat sebagai salah satu cara konkret untuk melaksanakan perubahan, sebenarnya kebijakan publik terdiri dari banyak isu-isu di luar undangundang, seperti peraturan, alokasi sumber daya dan keputusan tentang suara siapa yang didengar dalam debat atau bukti apa yang akan menjadi dasar dari sebuah keputusan



DAFTAR PUSTAKA Anindyasari,



Ima.



2004.



“Landasan



Konsepsual



Perancangan



Penataan



Permukiman Bantaran Tukad Badung di Dusun Jematang. Denpasar”, Tugas Akhir Jurusan Teknik Arsitektur, FT UNUD. Tidak diterbitkan Arieska, dkk. 2003. “Aspek Finansial/Sosial Ekonomi Permukiman Kumuh” (Materi Seminar Arsitektur Fakultas Teknik). Jurasan Teknik Arsitektur FT UNUD. Tidak diterbitkan Hamid Awaludin. 2012. HAM Politik, Hukum & Kemunafikan Internasional, Cetakan I, Jakarta. Hikmat Budiman, ed. 2005. Hak Minoritas Dilema Multikulturalisme Di Indonesia, Edisi I, Jakarta Selatan. Indriaswati Dyah Saptaningrum et.al. 2011. Hak Asasi Manusia Dalam Pusaran Politik Transaksional (Penilaian terhadap Kebijakan HAM dalam Produk Legislasi dan Pengawasan DPR RI Periode 2004-2009), Cetakan Pertama, Jakarta. Irwan Masduqi. 2011. Berislam Secara Toleran,(Teologi Kerukunan Umat Beragama), Cetakan Pertama, Bandung.