Kian Agus Adi Yasa [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

KARYA ILMIAH AKHIR NERS



ASUHAN KEPERAWATAN Tn. M DENGAN NYERI AKUT PADA PASIEN POST OPERASI HERNIA DENGAN INTERVENSI RELAKSASI BENSON DI RUANG HANGSOKA III RSUP SANGLAH DENPASAR



Oleh : AGUS ADI YASA NIM. 199012289



PROGRAM STUDI PROFESI (NERS) SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA BALI DENPASAR 2021



KARYA ILMIAH AKHIR NERS



ASUHAN KEPERAWATAN Tn. M DENGAN NYERI AKUT PADA PASIEN POST OPERASI HERNIA DENGAN INTERVENSI RELAKSASI BENSON DI RUANG HANGSOKA III RSUP SANGLAH DENPASAR Diajukan sebagai salah satu prasyarat untuk menyelesaikan Studi Ners



Oleh : AGUS ADI YASA NIM. 199012289



PROGRAM STUDI PROFESI (NERS) SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA BALI DENPASAR 2021



HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS 2



Pernyataan dari penulis bahwa Karya Ilmiah Akhir Ners ini adalah hasil karya sendiri dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah dinyatakan benar .



Nama



: Agus Adi Yasa, S.Kep



NIM



: 199012289



Tanda Tangan



:



Tanggal



: 20 Februari 2021



Denpasar, 20 Februari 2021 Mahasiswa



(Agus Adi Yasa, S.Kep) NIM: 199012289



LEMBAR PERSETUJUAN KARYA ILMIAH AKHIR NERS



3



Nama



: Agus Adiyasa, S.Kep



NIM



: 199012289



Judul



: Asuhan Keperawatan Tn. M dengan Nyeri Akut pada pasien Post Operasi Hernia dengan Intervensi Relaksasi Benson di Ruang Hangsoka III RSUP Sanglah Denpasar



Program Studi : Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Wira Medika Bali



Telah diperiksa dan disetujui untuk mengikuti ujian karya ilmiah akhir ners.



Denpasar, 20 Februari 2021 Pembimbing



(Ns. Ni Luh Gede Intan Saraswati, S.Kep.,M.Kep) NIK: 2.04.11.637



LEMBAR PENGESAHAN KARYA ILMIAH AKHIR NERS



4



Karya Ilmiah Akhir Ners ini diajukan oleh : Nama



: Agus Adiyasa, S.Kep



NIM



: 199012289



Program Studi



: Profesi (Ners)



Judul Karya Ilmiah Akhir : Asuhan Keperawatan Tn. M dengan Nyeri Akut pada pasien Post Operasi Hernia dengan Intervensi Relaksasi Benson di Ruang Hangsoka III RSUP Sanglah Denpasar Telah berhasil dipertahankan dihadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Ners, STIKes Wira Medika Bali DEWAN PENGUJI PENGUJI I,



(Ns. Ni Ketut Lisnawati, S.Kep.,M.Kep.,Sp.MB) NIK : 01.19.928 PEMBIMBING DAN PENGUJI II



(Ns. Ni Luh Gede Intan Saraswati, S.Kep.,M.Kep) NIK : 2.04.11.637 Ditetapkan di : Denpasar Tanggal



: 20 Februari 2021 KATA PENGANTAR



Puji syukur saya ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan karuniaNya, saya dapat menyelesaikan karya ilmiah akhir ini.



5



Penulisan karya ilmiah akhir ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk memenuhi tugas akhir dalam mencapai gelar Ners. Saya menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak dari masa perkuliahan sampai penyusunan karya ilmiah akhir ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan karya ilmiah akhir ini. Oleh karena itu saya mengucapkan terima kasih kepada: 1. Drs. I Dewa Agung Ketut Sudarsana, MM. selaku Ketua STIKes Wira Medika Bali. 2. Ns. Ni Wayan Trisnadewi, S.Kep.,M.Kes selaku Ketua Program Studi Profesi (Ners) STIKes Wira Medika Bali. 3. Ns. Ni Luh Gede Intan Saraswati, S.Kep.,M.Kep selaku Pembimbing saya yang telah banyak memberikan bimbingan materi untuk kesempurnaan karya ilmiah akhir ini. 4. Keluarga yang selalu memberikan doa, cinta dan kasih sayang serta dukungan baik moril maupun material dalam menyelesaikan karya ilmiah akhir ini. 5. Teman-teman mahasiswa STIKes Wira Medika Bali Angkatan XI yang ikut serta memberi dukungan semangat dan membantu dalam penyusunan karya ilmiah akhir ini. Saya telah berusaha dengan segenap kemampuan dalam menuangkan pemikiran ke dalam karya imiah akhir ini. Saya sangat mengharapkan kritik dan saran guna penyempurnaan karya ilmiah akhir ini. Denpasar, Februari 2021 Penulis



(Agus Adi Yasa, S.Kep) HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS



6



Sebagai civitas akademik STIKes Wira Medika Bali, saya yang bertanda tangan dibawah ini: Nama



: Agus Adi Yasa, S.Kep



NIM



: 199012289



Program Studi



: Profesi Ners



Jenis Karya



: Karya Ilmiah Akhir Ners (KIA-N)



Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada STIKes



Wira Medika Bali Hak Bebas Royalti Noneklusif (Non-exlusive



Royalty Free Right) atas karya ilmiah akhir Ners saya yang berjudul: “Asuhan Keperawatan Tn. M dengan Nyeri Akut pada pasien Post Operasi Hernia dengan Intervensi Relaksasi Benson di Ruang Hangsoka III RSUP Sanglah Denpasar” beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneklusif ini STIKes Wira Medika Bali berhak menyimpan, mengalihmedia/ formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/ pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Denpasar, 20 Februari 2021 Yang Menyatakan



(Agus Adi Yasa, S.Kep) STIKES WIRA MEDIKA BALI PROGRAM STUDI PROFESI (NERS) Februari, 2021 Agus Adi Yasa, S.Kep 7



Asuhan Keperawatan Tn. M dengan Nyeri Akut pada pasien Post Operasi Hernia dengan Intervensi Relaksasi Benson di Ruang Hangsoka III RSUP Sanglah Denpasar ABSTRAK Nyeri atau rasa sakit merupakan respon yang paling dipahami oleh individu ketika mengalami cidera. Hal ini juga merupakan pengalaman pribadi yang diekspresikan secara berbeda oleh masing-masing individu dan nyeri termasuk sensasi ketidaknyaman yang bersifat individual yang diakibatkan oleh agen cedera fisik seperti tindakan pembedahan hernia. Penatalaksanaan nyeri salah satunya adalah denga menggunakan teknik nonfarmakologi. Tujuan studi kasus ini adalah untuk untuk mengetahui efektivitas asuhan keperawatan pada pasien post herniotomi pada masalah utama nyeri dengan intervensi keperawatan pemberian terapi relaksasi Benson. Intervensi diberikan selama 3 hari selama kurang lebih 15-20 menit. Hasil yang diperoleh setelah pemberian asuhan keperawatan dengan terapi relaksasi benson adalah skala nyeri dapat berkurang menjadi skala 4 (numeric rating scale). Relaksasi bensin dapat membantu meringankan nyeri dengan kombinasi antara teknik farmakologis dan nonfarmakologis. Kata Kunci



: Hernia, Benson, Relaksasi



WIRA MEDIKA BALI HEALTH SCIENCE COLLEGE NERS PROGRAM February, 2021 Agus Adi Yasa, S.Kep Nursing Care Mr.M With Acute Pain in Postoperative Hernia Patients With Benson Relaxation Intervention In Hangsoka III Room Sanglah Hospital Denpasar 8



ABSTRAC Pain or pain is the response that is most easily understood by individuals who experience complications. This is also a personal experience that is expressed differently by each individual and also includes discomfort involving individuals caused by defense agents such as hernia surgery. Pain management, one of which is by using non-pharmacological techniques. The purpose of this case study is to study the problem of nursing care in post herniotomy patients in the main problem of care with nursing interventions providing Benson relaxation therapy. The intervention is given for 3 days for approximately 15-20 minutes. The results obtained after giving nursing care with Benson relaxation therapy is that the relaxation scale can be reduced to a scale of 4 (numerical rating scale). Relaxation of gasoline can help ease relaxation by a combination of pharmacological and non-pharmacological techniques. Keywords: Hernia, Benson, Relaxation



DAFTAR ISI Halaman LEMBAR JUDUL............................................................................................ ii SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS..................................................... iii LEMBAR PERSETUJUAN............................................................................. iv LEMBAR PENGESAHAN.............................................................................. v KATA PENGANTAR...................................................................................... vi HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI.......................vii ABSTRAK ....................................................................................................... viii 9



ABSTRACT..................................................................................................... ix DAFTAR ISI.................................................................................................... x DAFTAR TABEL ........................................................................................... xii DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................... xiii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...................................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah................................................................................. 3 1.3 Tujuan .................................................................................................. 3 1.3.1



Tujuan Umum........................................................................... 3



1.3.2



Tujuan Khusus.......................................................................... 4



1.4 Manfaat Karya Ilmiah........................................................................... 4 1.4.1



Manfaat Keilmuan…………………………………………. .. 4



1.4.2



Manfaat Aplikatif…………………………………………...... 4



1.4.3



Masyarakat................................................................................ 5



BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dasar Penyakit......................................................................... 6 2.1.1



Definisi Hernia.......................................................................... 6



2.1.2



Etiologi Hernia.......................................................................... 6



2.1.3



Klasifikasi Hernia...................................................................... 7



2.1.4



Patofisiologi.............................................................................. 10



2.1.5



Manifestasi Klinis..................................................................... 12



2.1.6



Komplikasi................................................................................ 13



2.1.7



Pathway..................................................................................... 14



2.1.8



Penatalaksanaan........................................................................ 15



2.1.9



Pemeriksaan Penunjang............................................................ 17



2.2 Tindakan Penatalaksanaan Relaksasi Benson ...................................... 17 2.2.1



Definisi...................................................................................... 17



2.2.2



Tujuan Terapi Relaksasi Benson............................................... 17



2.2.3



Prinsip Pelaksanaan Terapi Relaksasi Benson.......................... 18



2.2.4



Prosedur Terapi Relaksasi Benson............................................ 18



2.3 Asuhan Keperawatan Berdasarkan Teori ............................................. 19 2.3.1



Pengkajian................................................................................. 19 10



2.3.2



Diagnosa Keperawatan.............................................................. 23



2.3.3



Intervensi Keperawatan............................................................. 25



2.3.4



Implementasi............................................................................. 26



2.3.5



Evaluasi..................................................................................... 26



2.4 Relaksasi Benson.................................................................................. 26 2.4.1



Pengertian Terapi Relaksasi Benson………………………… 26



2.4.2



Manfaat Terapi Relaksasi Benson………………………….. .. 27



2.4.3



Pendukung Terapi Relaksasi Benson………………………. .. 27



BAB III LAPORAN KASUS KELOLAAN 3.1 Pengkajian............................................................................................. 29 3.2 Analisa Data.......................................................................................... 32 3.3 Diagnosa Keperawatan......................................................................... 33 3.4 Intervensi Keperawatan........................................................................ 33 3.5 Implementasi Keperawatan................................................................... 34 3.6 Evaluasi................................................................................................. 38 BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL ANALISIS 4.1 Profil Lahan Praktik.............................................................................. 35 4.1.1



Lokasi RSUP Sanglah............................................................... 35



4.1.2



Visi Misi RSUP Snglah............................................................. 36



4.2 Analisis Masalah Keperawatan……………………………...…………36 4.2.1



Masalah Keperawatan……………………..……………………36



4.2.2



Analisis satu Intervensi …………………………………………37



4.3 Konsep dan Penelitian Terkait…………………………...…………...…..…42 4.4 Alternatif pemecahan………………………………….…….………………45 BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan...............................................................................................…47 5.2 Saran.........................................................................................................47 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN



11



DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Intervensi Keperawatan.................................................................... 24 Tabel 3.1 Data Laboratorium............................................................................ 31 Tabel 3.2 Data Pengobatan............................................................................... 32 Tabel 3.3 Analisa Data..................................................................................... 32 Tabel 3.3 Intervensi Keperawatan.................................................................... 33 Tabel 3.4 Implementasi Keperawatan.............................................................. 34 Tabel 3.5 Evaluasi............................................................................................ 34



12



DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1



Lembar Bimbingan



13



14



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hernia secara umum didefinisikan sebagai penonjolan abnormal organ intraabdominal melalui suatu defek bawaan atau yang didapat (Sabiston, 2010). Hernia ditangani melalui tindakan invasive pembedahan herniotomi dan/atau hernioplasti. Tindakan ini akan berdampak pada nyeri yang muncul pada pasien. Kerusakan dan inflamasi pada nervus akan memicu rasa nyeri. Rasa nyeri pasien dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk psikologi dari pasien (Reddi, 2016). Menurut Yin et al. (2015), 80% pasien paska operasi mengalami nyeri dan menurut Kable et al. (2004), 41% pasien paska operasi masih merasakan nyeri meskipun sudah pulang ke rumah. Nyeri merupakan sensasi yang tidak menyenangkan dan sangat individual yang tidak dapat dibagi kepada orang lain. Nyeri dapat memenuhi seluruh pikiran seseorang, mengatur aktivitasnya, dan mengubah kehidupan orang tersebut (Berman & Kozier, 2009). Menurut Yin et al. (2015), 60% pasien yang mengalami nyeri pasien paska operasi tidak mendapatkan pengobatan secara maksimal. Menurut Good (1999), penatalaksanaan nyeri paska operasi yang tidak tepat dan akurat dapat menimbulkan resiko komplikasi, memperlambat proses penyembuhan, dan akan memicu respon stres. Relaksasi Benson merupakan intervensi perilaku kognitif dengan teknik relaksasi pasif dengan tidak menggunakan tegangan otot sehingga sangat tepat untuk mengurangi nyeri paska operasi, karena tegangan otot akan meningkatkan rasa nyeri. Pengendalian nyeri secara farmakologis efektif untuk nyeri sedang dan berat. Namun demikian pemberian farmakologi tidak bertujuan untuk meningkatkan



1



kemampuan klien sendiri untuk mengontrol nyerinya (Anggorowati et al, 2007). Sehingga dibutuhkan kombinasi farmakologi untuk mengontrol dengan nonfarmakologi agar sensasi nyeri dapat berkurang serta masa pemulihan tidak memanjang (Bobak, 2012). Salah satu upaya non-farmakologi untuk mengatasi nyeri adalah tehnik relaksasi. Kelebihan latihan tehnik relaksasi dibandingkan dengan tehnik lain adalah tehnik relaksasi lebih mudah dilakukan bahkan dalam kondisi apapun serta tidak memiliki efek samping apapun (Daelon, 1999 dalam Novitasari dan Aryana, 2013). Relaksasi Benson merupakan pengembangan metode respon relaksasi dengan melibatkan faktor keyakinan pasien, yang dapat menciptakan suatu lingkungan internal sehingga dapat membantu pasien mencapai kondisi kesehatan dan kesejahteraan lebih tinggi (Benson & Proctor, 2002). Menurut Solehati dan Rustina (2015) juga membuktikan bahwa relaksasi benson dapat mengurangi nyeri pada pasien paska operasi. Relaksasi Benson merupakan relaksasi menggunakan teknik pernapasan yang biasa digunakan di rumah sakit pada pasien yang sedang mengalami nyeri atau mengalami kecemasan. Kelebihan dari latihan teknik relaksasi dibandingkan teknik lainnnya adalah lebih mudah dilakukan dan tidak ada efek samping apapun (Solehati & Kosasih, 2015). Pada penelitian yang dilakukan oleh Wallace, Benson, dan Wilson (1971) diperoleh hasil, bahwa dengan meditasi dan relaksasi terjadi penurunan konsumsi oksigen, output CO2, ventilasi selular, frekuensi napas, dan kadar laktat sebagai indikasi penurunantingkat stress, selain itu ditemukan bahwa PO2 atau konsentrasi oksigen dalam darah tetap konstan, bahkan meningkat sedikit. Benson (2000) mengatakan, bahwa jika individu mulai merasa cemas, maka akan merangsang saraf simpatis sehingga akan memperburuk gejala-gejala kecemasan



2



sebelumnya. Kemudian, daur kecemasan dan nyeri dimulai lagi dengan dampak negatif semakin besar terhadap pikiran dan tubuh (Solehati & Kokasih, 2015). Dari hasil penelitian yang dilakukan Roykulcharoen (2004) yang berjudul the effect of systemic relaxation technique on postoperative pain in Thailand menyatakan bahwa pengurangan substansial dalam sensasi dan kesusahan sakit ditemukan saat pasien pascaoperasi dengan menggunakan relaksasi yang sistematis termasuk relaksasi Benson. Berdasarkan latar belakang yang telah penulis uraikan diatas, maka penulis memperoleh pembuktian secara empiris dari hasil-hasil penelitian sebelumnya yang menunjukkan perubahan pada penurunan nyeri pasien pasca operasi menggunakan relaksasi Benson. Untuk itu pada karya tulis ilmiah ini, penulis melakukan asuhan keperawatan medikal bedah pada pasien post operasi hernia dengan masalah nyeri akut diruang Hangsoka III RSUP Sanglah Denpasar, untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien post herniotomi pada masalah utama nyeri dengan intervensi keperawatan pemberian terapi relaksasi Benson. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka rumusan masalah dalam Karya Ilmiah Ners (KIA-N) adalah sebagai berikut : “Asuhan Keperawatan Tn. M dengan Nyeri Akut pada pasien Post Operasi Hernia dengan Intervensi Relaksasi Benson di Ruang Hangsoka III RSUP Sanglah Denpasar?”. 1.3 Tujuan 1.3.1 Tujuan Umum Tujuan penulisan Karya Tulis Akhir Ners ini adalah untuk mengetahui efektivitas asuhan keperawatan pada pasien post herniotomi pada masalah utama nyeri dengan intervensi keperawatan pemberian terapi relaksasi Benson.



3



1.3.2



Tujuan Khusus a. Mengetahui pengkajian keperawatan pada pasien dengan masalah nyeri akut pasien post herniotomi. b. Mengetahui hasil analisa data pada pasien dengan masalah nyeri akut pasien post herniotomi. c. Mengetahui intervensi keperawatan pada pasien dengan masalah nyeri akut pasien post herniotomi. d. Mengetahui hasil implementasi keperawatan pada pasien dengan masalah nyeri akut pasien post herniotomi. e. Mengetahui hasil evaluasi keperawatan pada pasien dengan masalah nyeri akut pasien post herniotomi.



1.4 Manfaat Karya Ilmiah 1.4.1



Manfaat Keilmuan Analisa asuhan keperawatan ini dapat menambah keragaman ilmu pengetahuan bagi dunia keperawatan dan menambah keilmuan baru yang dapat dijadikan pedoman untuk ilmu selanjutnya dalam merawat klien dengan nyeri akut pada pasien post herniotomi.



1.4.2



Manfaat Aplikatif Meningkatkan



pengetahuan



keperawatan



pada



pasien



keterampilan



mahasiswa



dengan



dalam



perawat masalah



menerapkan



tentang hernia asuhan



klien dengan masalah keperawatan nyeri akut post herniotomi.



4



analisa dan



asuhan



menambah



keperawatan



pada



1.4.3



Bagi masyarakat Karya ilmiah ini diharapkan memberikan informasi kepada pasien dan keluarga khususnya dalam upaya mengurangi nyeri yang dialami paska operasi herniotomi dan memberikan gambaran asuhan keperawatan yang diberikan oleh tenaga kesehatan terhadap pasien yang mengalami nyeri di rumah sakit.



5



BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Penyakit 2.1.1 Definisi Hernia Hernia merupakan penonjolan isi rongga melalui defek atau bagian lemah dari dinding rongga bersangkutan. Berdasarkan terjadinya, hernia dibagi atas hernia bawaan atau kongenital dan hernia dapatan atau akuisita. Berdasarkan letaknya, hernia diberi nama sesuai dengan lokasi anatominya, seperti hernia diafragma, inguinal, umbilikalis, fermonalis (Syamsuhidajat, 2011). Hernia adalah kelainan pada dinding abdomen yang memungkinkan isi abdomen menonjol dari rongga abdomen (Bhesty & Yudha, 2016). Hernia adalah penonjolan dari organ internal melalui pembentukan abnormal atau lemah pada otot yang mengelilinginya. Hernia adalah tonjolan keluarnya organ atau jaringan melalui dinding rongga dimana organ tersebut seharusnya berada yang didalam keadaan normal tertutup (Jitiwoyono & Kristiyanasari, 2010). Hernia inguinalis lateralis (indireek) adalah hernia yang melalui anulus inguinalis internus yang terletak di sebelah lateral vasa epigastrika inferior, menyusuri kanalis dan keluar ke rongga perut melalui anulus inguinalis eksternus (Aisyah et al, 2013). 2.1.2



Etiologi Hernia



Hernia inguinalis dapat terjadi karena anomali kongenital. Hernia dapat di jumpai pada segala usia, dan lebih banyak pada laki-laki. Penyebab utama terjadinya hernia adalah :



6



1. Kelemahan dinding otot dalam abdomen untuk menahan rongga abdomen. 2. Adanya peningkatan tekanan intra abdomen



Kelemahan otot yang dibawa, sejak lahir (congenital) merupakan salah satu factor utama yang menyebabkan terjadinya hernia, selain adanya peningkatan tekanan intra abdomen. Kelemahan otot memang tidak dapat dicegah, tetapi luntion yang rutin dapat meningkatkan kekuatan otot yang lemah. 3. Kongenital



Faktor resiko yang dapat menyebabkan hernia adalah (Dermawan & Rahauningsih, 2010): a. Kegemukan b. Angkat berat, karena dapat meningkatkan tekanan intra abdomen.



2.1.3 Klasifikasi



Menurut Haryono (2012), jika ditinjau dari letaknya, hernia dibagi menjadi 2 golongan, yaitu : 1. Hernia eksterna



Hernia yang tonjolannya tampak dari luar yaitu hernia inguinalis lateralis (indireek), hernia inguinalis medialis (direk), hernia femolaris, hernia umbilikalis, hernia supra umbilikalis dan hernia sikatrikalis. 2. Hernia interna



7



Hernia yang tonjolannya tidak tampak dari luar yaitu hernia obturotorika, hernia diafragmatika, hernia foramen winslowi dan hernia ligament treitz.



Bagian – bagian hernia menurut Jitiwoyono dan Kristiyanasari (2010) yaitu : 1. Kantong hernia



Pada hernia abduminalis berupa poritoneum parietalis. Tidak semua hernia memiliki kantong, misalnya hernia incisional, hernia adiposa, hernia intertitialis. 2. Isi hernia



Berupa organ atau jaringan yang keluar melalui kantong hernia, misalnya usus, ovarium, dan jaringan penyangga usus (omentum) 3. Pintu hernia



Merupakan bagian locus minoris resistance yang melalui kantong hernia. 4. Leher hernia



Bagian tersempit kantong hernia yang sesuai dengan kantong hernia. 5. Locus minoris resistance (LMR)



Menurut sifat dan keadaannya hernia dibedakan menjadi beberapa bagian yaitu (Sherwinter, 2009): 8



1. Hernia reponsibel



Bila isi hernia dapat keluar masuk. Usus keluar jika berdiri atau mengedan dan masuk lagi bila berbaring atau di dorong masuk perut, jika ada keluhan nyeri atau gejala obstruksi usus (Nickes, 2008) 2. Hernia iresponibel Bila isi kantong tidak dapat direposisi kembali ke dalam rongga perut. Ini biasanya disebabkan oleh perlekatan isi kantong pada peritoneum kantong hernia (Nicks, 2008) 3. Hernia inkarserata atau strangulata Bila isinya terjepit oleh cincin hernia sehingga isi kantong terperangkap dan tidak dapat kembali ke dalam rongga perut. Akibatnya, terjadi gangguan veskularisasi. Reaksi usus perlu segera dilakukan untuk menghilangkan bagian yang mungkin nekrosis (Sherwinter, 2011).



Menurut Erickson (2009), ada beberapa klasifikasi hernia yang dibagi berdasarkan regionya, antara lain : hernia inguinalis, hernia femolaris, hernia umbilikalis, dan hernia skrotalis. 1. Hernia inguinalis Kondisi dimana penonjolan organ intestinal masuk ke rongga melalui defek atau bagian dinding ang tipis atau lemah dari cincin inguinalis. Materi ang masuk lebih sering yaitu usus halus, tetapi bisa juga merupakan suatu jaringan lemak atau omentum.Predisposisi terjadinya hernia inguinalis adalah terdapat defek atau kelainan berupa sebagian dinding rongga melemah. Penyebab pasti



9



hernia inguinalis terletak pada lemahnya dinding akibat perubahan struktur dari dinding rongga (usia lanjut), peningkatan tekanan intra abdomen (kegemukan, batuk yang kuat dan kronis, mengejan akibat sembelit, dll)



2. Hernia femolaris Suatu penonjolan ketika isi suatu organ intestinal yang masuk melalui kanalis femoralis yang berbentuk corong dan keluar pada fosa ovalis di lipat paha. Penyebab hernia femoralis sama seperti hernia inguinalis. 3. Hernia umbilikus Suatu penonjolan ketika isi suatu organ abdominal masuk melalui kanal anterior yang dibatasi oleh linca alba, posterior oleh fasia umbilikus dan rektus lateral. Hernia ini terjadi ketika jaringan fasia dari dindig abdomen di area umbilicus mengalami kelemahan. 4. Hernia strotalis Yaitu hernia inguinal lateralis yang isinya masuk kedalam skrotum secara lengkap. Hernia ini harus cermat dibedakan dengan hidrokel atau elevantiasis skrotum. Hernia inguinalis lateralis inkarserata merupakan hernia yang sering atau paling banyak didapat terutama pada laki-laki, dengan bentuknya bulat lonjong. Disebut inkarserata karena hernia yang isi kantongnya tidak dapat kembali kedalam rongga perut disertai gangguan vaskularisasi (Haryono, 2010)



2.1.4



Patofisiologi



10



Hernia terdiri dari 3 unsur yaitu kantong hernia yang terdiri dari peritonium, isi hernia yang biasanya terdiri dari usus, omentum, kadang berisi organ intraperitonial lain atau organ ekstraperitonial seperti ovarium, apendiks divertikel dan bulu-bulu. Unsur terakhir adalah struktur yang menutupi kantong hernia yang dapat berupa kulit (skrotum) umbilikus atau organ-organ lain misalnya paru dan sebagainya. Biasanya hernia pada orang dewasa ini terjadi karena usia lanjut, karena pada umur tua otot dinding rongga perut melemah. Sejalan dengan bertambahnya umur, organ dan jaringan tubuh mengalami proses degenerasi. Pada orang dewasa kanalis tersebut telah menutup. Namun karena daerah ini merupakan locus minoris resistance, maka pada keadaan yang menyebabkan tekanan intraabdominal meningkat seperti batuk kronik, bersin yang kuat, mengejan dan mengangkat barang-barang yang berat. Kanal yang sudah tertutup dapat terbuka kembali dan timbul hernia inguinalis lateralis karena terdorongnya sesuatu jaringan tubuh dan keluar melalui defek tersebut (Dermwan & Rahayuningsih, 2010). Potensial komplikasi terjadi pelengketan antara inti hernia dengan dinding kantong hernia sehingga isi hernia tidak dapat dimasukkan kembali. Terjadi penekanan terhadap cincin hernia, akibat semakin banyaknya usus yang masuk, cincin hernia menjadi sempit dan menimbulkan perut kembung , muntah, konstipasi. Bila inkarserata dibiarkan, akan menimbulkan edema sehingga terjadi penekanan pembuluh darah dan terjadi nekrosis. Komplikasi hernia tergantung pada keadaan yang dialami oleh isi hernia. Antara lain obstruksi usus sederhana hingga perforasi usus yang akhirnya dapat menimbulkan abses local, peritonitis (Jitiwoyono & Kristiyanasari, 2010). Pada hernia inguinalis lateralis (indirek)



11



lengkung usus keluar melalui kanalis inguinalis dan mengikuti kora spermatikus (pria) atau ligamen sekitar (wanita). Ini diakibatkan karena gagalnya prosesus vaginalis untuk menutup testis turun ke dalam skrotum atau fiksasi ovarium (Mansjoer, dkk 2009). Pada pertumbuhan janin (kira-kira 3 minggu) testis yang mula-mula terletak diatas mengalami penurunan (desensius) menuju ke skrotum. Pada waktu testis turun melewati iguinal sampai skrotum procesus vaginalis peritoneal yang terbuka dan berhubungan dengan rongga peritoneum mengalami obliterasi dan setelah testis sampai pada skrotum, prosesus vaginalis peritoneal seluruhnya tertutup (obliterasi). Bila ada gangguan obliterasi, maka seluruh prosesus vaginalis peritoneal terbuka, terjadilah hernia ingguinal lateralis. Hernia inguinalis lateralis lebih sering didapatkan dibagian kanan (kira-kira 60%). Hal ini disebabkan karena proses desensus dan testis kanan lebih lambat dibandingkan dengan yang kiri (Jitiwoyono & Kristiyanasari, 2010). Hernia inguinalis indirek terjadi melalui cincin inguinal dan melewati korda spermatikus melalui kanalis inguinalis. Ini umumnya terjadi pada pria dan wanita. Insidennya tertinggi pada bayi dan anak kecil. Hernia dapat menjadi sangat besar dan sering turun ke skrotum (Haryono, 2012). Hernia inguinalis direk terjadi melewati dinding abdomen diarea kelemahan otot, tidak melalui kanal seperti pada hernia inguinalis dan formalis indirek. Ini lebih umum pada lansia (Haryono, 2012).



2.1.5



Manifestasi Klinis



12



Pada umumnya keluhan orang dewasa berupa benjolan di inguinalis yang timbul pada waktu mengedan, batuk atau mengangkat beban berat dan menghilang pada waktu istirahat berbaring.Pada inspeksi perhatikan keadaan simetris pada kedua inguinalis, skrotum, atau labia dalam posisi berdiri dan berbaring.Pasien diminta mengedan atau batuk sehingga adanya benjolan atau keadaan simetris dapat dilihat.Palpasi dilakukan dalam keadaan ada benjolan hernia, diraba konsistensinya, dan dicoba mendorong apakah benjolan dapat direposisi. Setelah benjolan dapat direposisi dengan jari telunjuk, kadang cincin hernia dapat diraba berupa annulus inguinalis yang melebar (Wong, 2008) Tanda dan gejala menurut Haryono (2012) antara lain : 1.



Tampak benjolan dilipatan paha



2.



Bila isinya terjepit akan menimbulkan perasaan sakit ditempat itu disertai perasaan mual.



3.



Bila terjadi hernia inguinalis strangulate perasaan sakit akan bertambah hebat disertai kulit diatasnya menjadi merah dan panas



4.



Hernia femolaris kecil mungkin berisi dinding kandung kencing sehingga menimbulkan gejala sakit kencing (disuria) disertai hematuria (kencing darah), benjolan dibawah sela paha.



5.



Hernia diafragmatika menimbulkan perasaan sakit didaerah perut disertai sesak nafas.



6. 2.1.6



Bila pasien mengejan atau batuk maka benjolan hernia akan bertambah besar.



Komplikasi Komplikasi yang di timbulkan dari hernia menurut Heryono (2012) antara



lain :



13



1.



Hernia berulang



2.



Hematoma



3.



Retensi urin



4.



Infeksi pada luka



5.



Nyeri kronis atau akut



6.



Pembengkakan testis karena atrofi testis



7.



Rekurensi hernia (sekitar 2%)



2.1.7 PATHWAY



Kelemahan otot dinding  Trauma  Obesitas  Kehamilan  Kelainan kongenital kelemahan pada dinding abdomen sejak perkembangan janin



Peningkatan tekanan intra abdomen  Batuk  Bersin  Mengejan  Mengangkat benda berat Isi rongga abdomen (usus) melewati dinding inguinal



Isi rongga abdomen melewati anulus inguinal



Masuk ke inguinal Masuk ke inguinal Menonjol ke fascia transversalis Keluar pada cincin



  



Teraba benjolan Terdengar bising usus Nyeri pada benjolan



Masuk ke scrotum terjadi penonjolan keluar (hernia) Obstruksi saluran intestinal



14



Kurang pengetahuan



Nyeri akut



Bendungan vena Edema Suplai terhambat Iskemik Nekrosis Cemas



Nyeri akut



2.1.8



Pembedahan



Kerusakan integritas jaringan



Resiko infeksi



Penatalaksanaan Penatalaksanaan medis antara lain (Sjamsulhidayat, 2011): 1. Terapi umum Terapi konservatif sambil menunggu proses penyembuhan melalui proses selama dapat dilakukan pada hernia umbilikalis pada anak usia dibawah 2 tahun. Terapi konservatif berupa alat penyangga dapat dipakai sebagai pengelolaan sementara, misalnya adalah pemakaian korslet pada hernia ventralis sedangkan pada hernia inguinal pemakaian tidak dilanjutkan karena selalu tidak dapat menyebuhkan alat ini dapat melemahkan otot dinding perut. 2. Reposisi Tindakan memasukkan kembali isi hernia ketempatnya semula secara hatihati dengan tindakan yang lembut tetapi pasti.Tindakan ini di hanya dapat di lakukan pada hernia repobilis dengan menggunakan kedua tangan. Tangan 15



yang satu melebarkan leher hernia sedangkan tangan yang lain memasukkan isi hernia melalui leher hernia tadi. Tindakan ini terkadang dilakukan pada hernia irrepobilis apabila pasien takut oprasi, yaitu dengan cara : bagian hernia di kompres dingin, penderita di beri penenang valium 10 mg agar tidur, pasien di posisikan trandelenbrerg. Jika posisi tidak berhasiljangan dipaksa, segera lakukan operasi. 3. Suntikan Setelah reposisi berhasil suntikan zat yang bersifat sklerotok untuk memperkecil pintu hernia. 4. Sabuk hernia Digunakan pada pasien yang menolak oprasi dan pintu hernia relative kecil. 5. Tindakan



oprasi yang



merupakan



satu-satunya



yang rasional.



6. Hernioplastik endoscopy. 7. Pengobatan konservatif Terbatas pada tindakan melakukan reposisi dan pemakaian penyangga atau penunjang untuk mempertahankan isi hernia inguinalis. Reposisi tidak dilakukan pada hernia strangulate, kecuali pada pasien anak-anak. Reposisi dilakukan secara bimanual, tangan kiri memegang isi hernia membentuk cocor sedangkan tangan kanan mendorongnya ke arah cincin hernia dengan tekanan lambat tapi menetap sampai terjadi reposisi.Dilakukan dengan menidurkan pasien dengan pemberian sodatif dan kompres es diatas hernia.Bila reposisi



ini berhasil pasien disiapkan untuk oprasi besok



harinya.Jika reposisi hernia tidak berhasil, dalam waktu enam jam harus dilakukan oprasi segera.



16



8. Pengobatan operatif Merupakan satu-satunya pengobatan hernia inguinalis yang rasional.Indikasi operatif sudah ada begitu diagnosis ditegakkan. Prinsip dasar operasi hernia terdiri dari herniatomy dan herniaraphy 9. Herniotomy Dilakukan pembedahan kantong hernia sampai kelehernya.Kantong dibuka dan isi hernia di bebaskan kalau ada perlengketan, kemudian reposisi, kantong hernia dijahit, ikat setinggi mungkin lalu potong. 10. Hernioraphy Dilakukan tindakan kecil annulus inguinalis internus dan memperkuat dinding belakang kanalis inguinalis.



2.1.9



Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang pada hernia inguinalis menurut Nurarif (2015)



antara lain : 1.



Hitungan



darah



lengkap



dan



serum



elektrolit



dapat



menunjukkan



hemokonsentrasi atau peningkatan hematokrit, peningkatan sel darah putih dan ketidak seimbangan elektrolit pada hernia. 2.



Sinar X abdomen dapat menunjukkan abnormalnya kadar gas dalam usus atau obstruksi usus.



2.2 Tindakan Penatalaksaan Relaksasi Benson 2.2.1



Definisi Menurut Benson & Proctor (2000), tehnik Relaksasi Benson merupakan teknik relaksasi yang digabung dengan keyakinan yang dianut oleh pasien, relaksasi benson akan menghambat aktifitas saraf simpatis yang dapat menurunkan konsumsi oksigen oleh tubuh dan selanjutnya otot-otot tubuh 17



menjadi relaks sehingga menimbulkan perasaan tenang dan nyaman. Relaksasi benson merupakan pengembangan metode respon relaksasi dengan melibatkan faktor keyakinan pasien, yang dapat menciptakan suatu lingkungan internal sehingga dapat membantu pasien mencapai kondisi kesehatan dan kesejahteraan lebih tinggi. Terapi Relaksasi Benson merupakan teknik relaksasi dengan melibatkan unsur keyakinan dalam bentuk kata-kata keyakinan yang dianut oleh pasien.



2.2.2



Tujuan Terapi Relaksasi Benson Tujuan dari relaksasi benson terbukti memodulasi stres terkait kondisi seperti marah, cemas, disritmia jantung, nyeri kronik, depresi, hipertensi dan insomnia serta menimbulkan perasaan menjadi lebih tenang (Benson & Proctor, 2000).



2.2.3



Prinsip Pelaksanaan Terapi Relaksasi Benson Prinsip pelaksanaan dalam terapi benson meliputi (Benson & Proctor, 2000): 1. Perangkat Mental Untuk memindahkan pikiran yang berada di luar diri, harus ada rangsangan yang konstan. Rangsangan tersebut dapat berupa kata atau frase yang singkat yang diulang dalam hati sesuai dengan keyakinan. Kata atau frase yang singkat adalah fokus dalam melakukan relaksasi benson. Fokus pada kata atau frase tertentu akan meningkatkan kekuatan dasar respon relaksasi dengan memberi kesempatan faktor keyakinan untuk mempengaruhi penurunan aktifitas saraf simpatik. 2. Suasana tenang Suasana yang tenang membantu efektifitas pengulangan kata atau frase dengan demikian akan mudah menghilangkan pikiran yang yang mengganggu. 3. Sikap pasif Sikap ini sangat penting karena berguna untuk mengabaikan pikiran-pikiran yang mengganggu sehingga dapat berfokus pada pengulangan kata atau frase.



18



2.2.4



Prosedur Terapi Relaksasi Benson Prosedur terapi relaksasi benson terdiri atas (Benson & Proctor, 2000): 1) Usahakan situasi ruangan atau lingkungan tenang , atur posisi nyaman. 2) Pilih satu kata atau ungkapan singkat yang mencerminkan keyakinan. Sebaiknya pilih kata atau ungkapan yang memiliki arti khusus. 3) Pejamkan mata, hindari menutup mata terlalu kuat. Bernafas lambat dan wajar sambil melemaskan otot mulai dari kaki, betis, paha, perut dan pinggang. Kemudian disusul melemaskan kepala. 4) Atur nafas kemudian mulailah menggunakan fokus yang berakar pada keyakinan.



Tarik



nafas



dari



hidung,



pusatkan



kesadaran



pada



pengembangan perut, lalu keluarkan nafas melalui mulut secara perlahan sambil mengucapkan ungkapan yang sudah dipilih. 5) Pertahankan sikap pasif



2.3 Konsep Asuhan Keperawatan 2.3.1



Pengkajian 1. Data umum Pengkajian adalah suatu tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses pengumpulan data yang sistematis dari berbagai sumber untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien. Tahap pengkajian merupakan dasar utama memberikan asuhan keperawatan sesuai kebutuhan individu (klien) seperti identitas klien (nama, umur, agama, tempat tinggal, status pendidikan, dll) dan penanggung jawab klien. 2. Kesehatan umum 1) Alasan MRS / Keluhan Utama Pada anamnesis keluhan utama yang lazim di dapatkan adalah keluhan adanya nyeri akibat tindakan pembedahan maupun sebelum pembedahan.



19



Untuk mendapatkan pengkajian yang lengkap mengenai nyeri klien, dapat digunakan metode PQRST (Mutaqqin, 2011). 2) Riwayat penyakit sekarang / riwayat kejadian Didapatkan keluhan nyeri hebat pada abdominal bawah, dan nyeri di daerah sekitar paha dalam maupun testis, keluhan gastrointestinal seperti mual, muntah, anoreksia, serta kelelahan pasca nyeri sering di dapatkan (Mutaqqin, 2011). 3) Riwayat penyakit dahulu Pada riwayat penyakit dahulu yang penting untuk di kaji antara lain penyakit sistemik, seperti DM, hipertensi, tuberculosis, diprtimbangkan sebagai sarana pengkajian preoperatif serta dengan aktivitas (khususnya pekerjaan) yang mengangkat beban berat juga mempunyai resiko terjadi hernia (Mutaqqin, 2011). 3. Pola kesehatan 1) Pola nutrisi dan cairan Klien yang mengalami hernia biasanya mempunyai kebiasaan mual, muntah, anoreksia, obesitas merupakan salah satu predisposisi hernia. 2) Pola aktivitas Pembatasan aktivitas yang dapat meningkatkan tekanan inta abdomen seperti bersin, mengangkat beban berat, batuk, mengejan. 4. Pemeriksaan fisik Pemeriksaan fisik pada hernia inguinal lateralis yang di lakukan antara lain : 1) Keadaan umum : yang sering muncul adalah kelemahan fisik 2) Tingkat kesadaran : tingkat kesadaran pada penderita hernia inguinal lateralis biasanya composmentis



20



3) Tanda-tanda vital : biasanya penderita hernia ini tanda- tanda vital dalam batas normal 4) Kepala Rambut : termasuk kuantitas, penyebaran dan tekstur rambut. Kulit kepala : termasuk benjolan atau lesi. Wajah : pucat dan wajah tampak berkerut menahan nyeri 5) Mata Mata tampak cekung (kekurangan cairan), sclera ikterik, konjungtiva merah muda.Pupil : miosis, midrosis, atau anisokor 6) Telinga Daun telinga masih simetris kanan dan kiri.Gendang telinga tidak tertutup.Serumen bewarna putih keabuan dan masih dapat bervibrasi dengan baik apabila tidak mengalami ineksi skunder.Pengkajian terhadap pendengaran terhadap bisikan maupun tes garputala dapat mengalami penurunan. 7) Hidung Tidak terjadi pembesaran polip dan sumbatan hidung kecuali ada infeksi skunder seperti influenza 8) Mulut dan faring Bibir : sianosis, pucat (biasanya penderita hernia mengalami mual muntah karena adanya tekanan intra abdomen). Mukosa oral : lembab atau kering. Langit- langit mulut : terdapat bercak keputihan karena pasien mengalami penurunan kemampuan personal hygiene akibat kelemahan fisik. 9) Thorax dan paru



21



Frekuensi pernafasan yang terjadi pada penderita hernia biasanya dalam batas normal (16-20 kali permenit). Dengarkan pernafasan pasien apabila terdengar stridor pada obstruksi jalan nafas, mengi apabila penderita sekaligus mempunyai riwaat asma atau bronchitis kronik 10) Dada Inspeksi : dalam batas normal, deformitas atau asimetris dan retruksi inspirasi abdomen. Palpasi : adanya nyeri tekan atau tidak. Perkusi : dalam batas normal, pekak terjadi apabila cairan atau jaringan padat menggantikan bagian paru yang normalnya terisi udara (terjadi apabila penyakit lain seperti : efusi pleura, tumor atau pasca penyembuhan TBC). Auskultasi : bunyi nafas vesicular/bronco vasikular (dalam keadaan normal) 11) Abdomen Pemeriksaan fisik pada hernia inguinal lateralis fokus pada pemeriksaan abdomen:



a) Inspeksi Terlihat benjolan di region inguinalis ang berjalan dari lateral ke medial, tonjolan berbentuk lonjong. b) Palpasi Kantong hernia yang kosong kadang dapat diraba pada fenikulus spermatikus sebagai gesekan dua permukaan sutera, tanda ini disebut sarung tanda sarung tangan sutera. Kantong hernia yang berisi mungkin teraba usus, omentum (seperti karet), atau ovarium. Dalam hal ini



22



hernia dapat direposisi pada waktu jari masih berada dalam annulus eksternus, pasien mulai mengejan kalau hernia menyentuh ibu jari berarti hernia inguinalis lateralis. c) Perkusi Bila didapatkan perkusi perut kembung maka harus dipikirkan kemungkinan hernia, hipertimpani, terdengar pekak. d) Auskultasi Hiperperistaltis di dapatkan pada auskultasi abdomen pada hernia yang mengalami obstruksi usus.



12) Integumen Ada tidaknya edema, sianosis, pucat, kemerahan (luka pembedahan pada abdomen) 13) Genetalia Inspeksi mengenai warna, kebersihan, benjolan seperti lesi, massa dan tumor 14) Ekstermitas Apakah ada keterbatasan dalam aktiitas karena adanya nyeri ang hebat dan apakah ada kelumpuhan atau kekakuan. Kekuatan otot : 0 = lumpuh; 1 = ada kontraksi; 2 = melawan gravitasi dengan sokongan; 3 = melawan gravitasi tapi tidak ada lawanan; 4= melawan gravitasi dengan tahanan sedikit; 5 = melawan gravitasi dengan kekuatan otot penuh. 5. Pemeriksaan diagnostic atau pemeriksaan penunjang : 1) Hitungan darah lengkap dan serum elektrolit dapat menunjukkan



23



hemokonsentrasi atau peningkatan hematokrit, peningkatan sel darah putih dan ketidak seimbangan elektrolit pada hernia. 2) Sinar X abdomen dapat menunjukkan abnormalnya kadar gas dalam usus atau obstruksi usus.



2.3.2



Diagnosa Keperawatan Utama Nyeri akut b.d agen injuri 1. Definisi: Pengalaman sensori dan emosional tidak menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan actual atau potensial yang tiba-tiba atau lambat dengan intensitas ringan hingga berat, dengan berakhirnya dapat diantisipasi atau diprediksi, dan dengan durasi kurang dari 3 bulan. 2. Batasan Karakteristik : a. Perubahan selera makan b. Diaforesis c. Perilaku distraksi d. Ekspresi wajah nyeri e. Sikap tubuh melindungi f. Sikap melindungi area nyeri g. Perilaku protektif h. Perubahan aktivitas i.



Keluhan tentang intensitas menggunakan standart skala nyeri



3. Faktor yang berhubungan : a. Agen cedera biologis



24



b. Agen cedera kimiawi c. Agen cedera fisik



25



2.3.3 No .



Intervensi Diagnosa keperawatan Nyeri akut b.d agen injuri Definisi : Pengalaman sensori dan emosional tidak menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan actual atau potensial yang tiba-tiba atau lambat dengan intensitas ringan hingga berat, dengan berakhirnya dapat diantisipasi atau diprediksi, dan dengan durasi kurang dari 3 bulan. Batasan Karakteristik : 1. Perubahan selera makan 2. Diaforesis 3. Perilaku distraksi 4. Ekspresi wajah nyeri 5. Sikap tubuh melindungi 6. Sikap melindungi area nyeri 7. Perilaku protektif 8. Perubahan aktivitas 9. Keluhan tentang intensitas menggunakan standart skala nyeri



Tujuan dan kriteria hasil NOC : a. Tingkatan nyeri b. Pain control c. Comfort level Setelah di lakukan tindakan keperawatan 1x24 jam pasien tidak mengalami nyeri, dengan kriteria hasil : 1. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan teknik non farmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan) 2. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri



Faktor yang berhubungan : 1. Agen cedera biologis 2. Agen cedera kimiawi 26



Intervensi 1. Lakukan pengkajian nyeri secara komperhensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan factor presipitasi 2. Observasi reaksi non verbal dari ketidaknyamanan 3. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien 4. Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan 5. Lakukan penanganan nyeri dengan non farmakologi yaitu teknik relaksasi 6. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi 7. Evaluasi keefektifan control nyeri 8. Tingkatkan istirahat 9. Kolaborasi dengan dokter pemberian analgesic 10. Ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologi: relaksasi benson



3. Agen cedera fisik



27



2.3.4



Implementasi Menurut Potter dan Perry (2014) implementasi merupakan komponen dari proses keperawatan yaitu kategori dari perilaku keperawatan dimana tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan yang dilakukan dan diselesaikan. Implementasi menuangkan rencana asuhan kedalam tindakan, setelah intervensi di kembangkan sesuai dengan kebutuhan dan prioritas klien, perawat melakukan tindakan keperawatan spesifik yang mencangkup tindakan perawat dan tindakan dokter



2.3.5



Evaluasi Langkah evaluasi dari proses keperawatan yaitu dengan mengukur respon klien terhadap tindakan keperawatan dan kemajuan klien ke arah pencapaian tujuan. Data dikumpulkan dengan dasar berkelanjutan untuk mengukur perubahan dalam fungsi, dalam kehidupan sehari-hari dan dalam ketersediaan atau pengembangan sumber eksternal (Potter & Perry, 2014). Tujuan pemulangan (discharge goal) pada pasien dengan post operasi hernia inguinal lateralis ang harus dicapai berdasarkan kriteria hasil dalam intervensi keperawatan dan implementasi adalah (Doenges, Moorehouse & Murr, 2010): 1. Basic self-care needs are met 2. Complication prevented or minimized 3. Dealing with reality of current situation 4. Disease process, prognosis, transmission, and therapeutic regimen understood.



2.4



Konsep Intervensi Keperawatan: Relaksasi Benson



2.4.1



Pengertian Terapi Relaksasi Benson Menurut Benson and Proctor (2000) tehnik Relaksasi Benson merupakan teknik relaksasi yang digabung dengan keyakinan yang dianut oleh pasien, relaksasi benson akan menghambat aktifitas saraf simpatis yang dapat menurunkan konsumsi oksigen oleh tubuh dan selanjutnya otot-otot tubuh menjadi relaks sehingga menimbulkan perasaan tenang dan nyaman. 26



Relaksasi benson merupakan pengembangan metode respon relaksasi dengan melibatkan faktor keyakinan pasien, yang dapat menciptakan suatu lingkungan internal sehingga dapat membantu pasien mencapai kondisi kesehatan dan kesejahteraan lebih tinggi (Purwanto, 2006). Terapi Relaksasi Benson merupakan teknik relaksasi dengan melibatkan unsur keyakinan dalam bentuk kata-kata keyakinan yang dianut oleh pasien. 2.4.2



Manfaat Terapi Relaksasi Benson Manfaat dari relaksasi benson terbukti memodulasi stres terkait kondisi seperti marah, cemas, disritmia jantung, nyeri kronik, depresi, hipertensi dan insomnia serta menimbulkan perasaan menjadi lebih tenang. (Benson and Proctor, 2000).



2.4.3



Pendukung Terapi Relaksasi Benson Menurut Bensonand Proctor, (2000) Pendukung dalam Terapi Benson meliputi: 4. Perangkat Mental Untuk memindahkan pikiran yang berada di luar diri, harus ada rangsangan yang konstan. Rangsangan tersebut dapat berupa kata atau frase yang singkat yang diulang dalam hati sesuai dengan keyakinan. Kata atau frase yang singkat adalah fokus dalam melakukan relaksasi benson. Fokus pada kata atau frase tertentu akan meningkatkan kekuatan dasar respon relaksasi dengan memberi kesempatan faktor keyakinan untuk mempengaruhi penurunan aktifitas saraf simpatik. 5. Suasana tenang Suasana yang tenang membantu efektifitas pengulangan kata atau frase dengan demikian akan mudah menghilangkan pikiran yang yang mengganggu. 6. Sikap pasif Sikap ini sangat penting karena berguna untuk mengabaikan pikiranpikiran



27



yang mengganggu sehingga dapat berfokus pada pengulangan kata atau frase. 7. Prosedur Terapi Menurut Bensonand Proctor (2000) prosedur terapi relaksasi benson terdiri atas : 6) Usahakan situasi ruangan atau lingkungan tenang , atur posisi nyaman. 7) Pilih satu kata atau ungkapan singkat yang mencerminkan keyakinan. Sebaiknya pilih kata atau ungkapan yang memiliki arti khusus. 8) Pejamkan mata, hindari menutup mata terlalu kuat. Bernafas lambat dan wajar sambil melemaskan otot mulai dari kaki, betis, paha, perut dan pinggang. Kemudian disusul melemaskan kepala. 9) Atur nafas kemudian mulailah menggunakan fokus yang berakar pada keyakinan. Tarik nafas dari hidung, pusatkan kesadaran pada pengembangan perut, lalu keluarkan nafas melalui mulut secara perlahan sambil mengucapkan ungkapan yang sudah dipilih. 10) Pertahankan sikap pasif



28



BAB III LAPORAN KASUS KELOLAAN 3.1 PENGKAJIAN I. Identitas Diri Klien Nama : Tn. M Umur : 75 tahun Sumber informasi : Autoanamnesis Jenis kelamin : Laki-Laki Alamat : Tegal Kerta, Denpasar Barat Status perkawinan : Menikah Agama : Islam Pendidikan : SMA MRS : 4 Februari 2021 Nomor RM : 182721 II. Keluhan Utama Pasien mengatakan nyeri pada luka operasi. III. Riwayat Keluhan Saat ini Pasien mengatakan nyeri pada luka post operasi hernia. ,nyeri di rasakan seperti menusuk dan panas, skala nyeri 6 dari 0-10, konsistensi nyeri secara terus menerus. nyeri dirasakan bertambah pada saat pasien batuk dan bergerak.pasien tampak meringis, tekanan darah 160/100 mmHg; nadi: 93 x/menit, respirasi : 24x/ menit IV. Riwayat Kesehatan yang lalu Pasien mengatakan sebelumnya beberapa tahun yang lalu pernah melakukan operasi hernia, serta memiliki riwayat hiepertensi V. Riwayat Alergi Pasien mengatakan tidak memiliki riwayat alergi VI. Riwayat Keluarga Pasien mengatakan tidak ada keluarga yang menderita penyakit keturunan dan penyakit menular, atau penyakit seperti yang dialami pasien saat ini. VII.Pola Fungsi Kesehatan Klien Saat Ini 1. Pemeliharaan dan Persepsi Kesehatan Pasien mengatakan kalau kesehatan sangatlah penting, apabila sakit biassanya berobat kebidan atau puskesmas terdekat, jika tidak kunjung sembuh maka pasien akan berobat kerumah sakit. 2. Nutrisi dan Cairan a. Nutrisi Pasien makan sehari 3 kali dengan porsi 1/2 piring, klien mual dan muntah. b. Cairan, elektrolit dan asam basa



29



3.



Sehari pasien minum rata-rata 720 cc, atau 5-6 gelas perhari. Aktivitas dan latihan Tidak mampu melakukan beberapa aktivitas aktivitas sendiri seperti mandi, toileting, dan makan,



4.



Tidur dan istirahat Pasien mengatakan bisa tidur, tidur biasanya sehari 7 jam. 5. Eliminasi BAB sehari sekali, tidak diare atau mengalami konstipasi. BAK sehari sekitar 500 cc. Urin berwarna kuning. 6. Pola Hubungan dan Komunikasi Pasien mengatakan adalah seorang ayah dari anak-anaknya dan seorang suami dari istrinya, pasien aktif dalam masyarakat social dengan tetangga dan masyarakat. 7. Manajemen Koping Pasien mengatakan jika dirinya memerlukan bantuan dalam perawatannya dirumah sakit dan menyerahkan perawatan pada tenaga medis. 8. Kognitif dan persepsi Tidak ada masalah pada pancaindra pasien secara umum, pemeriksaan detail dilakukan, pasien mengalami nyeri. 9. Konsep Diri Pasien mengatakan berjenis kelamin laki-laki, tidak ada masalah interaksi social, tidak mengalami masalah peran, tidak mengalami masalah rendah diri, serta menerima bentuk tubuhnya secara utuh. 10. Seksual Pasien mengatakan dirinya adalah seorang ayah, dan tidak memiliki masalah seksualitas. 11. Nilai dan Kepercayaan Pasien mengatakan beragama islam, selalu berdoa dan berserah kepada Allah untuk diberikan kesehatan. VIII. Pengkajian Fisik 1. Kondisi Umum : KU komposmentis, pasien lemas. 2. Kulit : turgor kulit baik, warna kulit sawo matang, tidak ada ikterik. 3. Kepala : mesochepale, rambut hitam 4. Mata: konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, tidak ada gangguan penglihatan. 5. Telinga : tidak ada gangguan pendengaran. 6. Hidung : terlihat adanya pernapasan cuping hidung, tidak ada sekret, tidak ada gangguan penciuman. 7. Mulut dan Tenggorokan : mukosa bibir lembab, gigi ompong, personal hygiene bersih



30



8. Leher : tidak ada pembesasran tiroid, tidak ada lesi, tidak ada pembesaran limfoid, nadi karotis teraba 9. Thoraks a. Inspeksi : dada simetris kanan dan kiri, tidak terdapat luka atau jejas, warna kulit tidak ikterik, tidak terlihat adanya penggunaan otot pernapasan (interkosta). b. Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tektil fremitus kanan dan kiri sama. c. Perkusi : Dullness (redup) di paru-paru kanan dan kiri, tidak adanya pembesaran jantung. d. Auskultasi: Terdengar suara vesikuler pada paru-paru kanan dan kiri, bunyi jantung normal. 10.Abdomen a. Inspeksi : Abdomen datar, warna kulit sawo matang, terdapat luka operasi hernia femoral sepanjang 10 cm, tidak ada penggunaan otot bantu pernapasan abdomen. b. Palpasi : ada nyeri tekan di daerah abdomen kiri, tidak ada massa, tidak ada hepatomegali. c. Perkusi : Tidak ada asites, tidak ada suara abdomen pekak (timpani). d. Auskultasi : Bising usus 8x/menit. 11.Ekstremitas : Tidak ada edema, kekuatan otot ektremitas atas/bawah kanan kiri : 5,5/5,5 & 5,5/5,5, turgor kulit baik, tidak ada sianosis, akral dingin, capillary reffil : 2 detik. 12.Genitalia : Tidak terkaji 13.Anus dan rektum : Tidak terkaji 14.Neurologi : Kesadaran pasien komposmentis IX. Data Laboratorium Hari/Tanggal : Jenis Pemeriksaan : Pemeriksaan Hasil Satuan Darah Lengkap WBC 18,2 g/dL RBC 12,54 10^3/uL HEmatokrit 5,97 10^3/uL PLT 55,6 Q HB 163 10^3/uL Koagulasi BT 2 Menit CT 11,3 Menit Kimia SGOT 10 u/L SGPT 14 u/L GDS 142 Mg/dl BUN 18 Mg/dl



31



Kreatinin



0,60



Mg/dl



X. Hasil Pemeriksaan diagnostik lain Tidak dilakukan pemeriksaan X-Ray. XI. Pengobatan Terapi yang diprogramkan No Nama Obat Dosis . 1. Rl 500 cc 2. Ranitidine 2x50m g 3. Ondansentron 2x4mg 4. Ketorolac 2x30 mm 5. Captopril 2x2.5 mg



Kegunaan Balance Pelapis lambung Anti vomiting Analgetik Antihipertensi



3.2 Analisa Data No Analisa Data 1. Ds : P: pasien mengeluh nyeri luka post operasi Q:Nyeri seperti ditusuk-tusuk R: Nyeri pada luka post operasi S: Skala nyeri 6 T: Nyeri dirasakan terus menerus Merasa nyeri bertambah saat batuk dan bergerak DO: 1. Pasien tampak meringis 2. Terdapat luka operasi hernia femoral sepanjang 10 cm, 3. TD: 160/100 mmHg; Nadi: 93 x/menit, respirasi 24x/menit



32



Etiologi Peningkatan tekanan intraabdomen ↓ Penekanan pada cincin hernia ↓ Kantong hernia tidak dapat kembali pada posisi semula ↓ Usus terjepit ↓ Tindakan pembedahan ↓ Terputuskan kontiunitas jaringan ↓ Cedera biologis



Masalah Nyeri akut



↓ Nyeri Akut



33



3.3 Diagnosa Keperawatan .........................Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis ditandai dengan pasien mengeluh nyeri pada luka post operasi, Nyeri dirasakan seperti di tusuk-tusuk, Skala nyeri 6, Nyeri bertambah ketika pasien batuk dan bergerak, pasien tampak meringis, pasien tampak memegang perutnya yang di operasi, terdapat luka operasi hernia sepanjang 10 cm, TD: 160/100 mmHg; Nadi: 93 x/menit, respirasi 24x/menit 3.4 Intervensi No . 1.



Diagnosa Keperawatan



NOC



NIC



Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis ditandai dengan pasien mengeluh nyeri pada luka post operasi, nyeri dirasakan seperti di tusuk-tusuk, skala nyeri 6, nyeri bertambah ketika pasien batuk dan bergerak, pasien tampak meringis, pasien tampak memegang perutnya yang di operasi, terdapat luka operasi hernia sepanjang 10 cm, TD: 160/100



Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 3



1. Lakukan pengkajian nyeri secara komperhensif



jam diharapkan pola napas klien efektif dengan



termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,



kriteria hasil :



kualitas dan factor presipitasi



1. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan teknik non farmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan) 2. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri



2. Observasi reaksi non verbal dari ketidaknyamanan 3. Mengobservasi tanda-tanda vital 4. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien 5. Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan 6. Lakukan penanganan nyeri dengan non farmakologi yaitu teknik relaksasi 7. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi



34



No



Diagnosa Keperawatan



NOC



NIC



. mmhg; Nadi: 93 x/menit, Respirasi 24x/menit



8. Evaluasi keefektifan control nyeri 9. Tingkatkan istirahat 10. Kolaborasi dengan dokter pemberian analgesic 11. Ajarkan penggunaan teknik non-farmakologi: relaksasi benson



3.5 Implementasi



1



Tgl / Jam



No. Dx



Jumat 05-02-21



1



16.00 wita



Implementasi Lakukan pengkajian nyeri secara komperhensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan factor presipitasi



Respon Klien DS : Pasien mengeluh nyeri pada luka post operasi P: post oprasi herniotomy Q:nyeri seperti ditusuk-tusuk R: pada luka post operasi di bagian femoral S: 6 T: : nyeri secara terus menerus Nyeri bertambah ketika batuk dan bergerak DO : - Pasien tampak meringis



17.00 wita



1



MeMengobservasi tanda-tanda vital 35



DS: pasien menyetujui di lakukan



Nama / TTD



Agus



17.30 wita



1



20.00 wita



1



22.00 wita



1



22.10 wita



1



Sabtu 06-02-21 06.00 wita



1



pemeriksaan tanda tanda vital DO: pasien tampak kooperatif TD: 160/100 mmHg; Nadi: 93 x/menit. respirasi 24x/menit Mengajarkan tehnik DS: pasien mengatakan merasa lebih nonfarmakologi (Relaksasi benson) nyaman dan nyeri abdomen berkurang menjadi skala 4 DO: pasien tampak sedikit tenang, pasien dan keluarga kooperatif Delegatif pemberian obat anti DS: Pasien mengatakan sudah minum hipertensi (captopril 2.5 mg) obat DO: pasien tampak sudah minum obat Delegatif pemberian obat DS: pasien mengatakan perih di areal (keterolak 30 mg, ondancentron tangan 4 mg, ranitidine 50 mg) DO: obat masuk perintravena dengan lancer dan tidak ada pembengkakan. Menganjurkan pasien untuk istirahat



DS: pasien akan tidur karena sudah mengantuk DO: pasien tampak beristirahat



Lakukan pengkajian nyeri secara DS: pasien mengatakan masih pada luka komperhensif termasuk lokasi, operasinya sangat terasa dipagi hari karakteristik, durasi, frekuensi, seperti ditusuk-tusuk dengan skala kualitas dan factor presipitasi, nyeri 4 dan nyeri yang dirasakan hilang mengecek tanda tanda vital timbul. DO: pasien tampak meringis TD: 150/90mmHg S : 36oC N : 88x/menit RR: 22x/menit



36



08.00 wita



09.30 wita



1



Delegatif pemberian obat anti hipertensi (captopril 2.5 mg)



DS:DO: pasien tampak meminum obat yang diberikan



Mengajarkan tehnik nonfarmakologi (Relaksasi benson)



1



DS: pasien mengatakan merasa lebih nyaman dan nyeri abdomen berkurang menjadi skala 4 DO: pasien tampak sedikit tenang, pasien dan keluarga kooperatif Delegatif pemberian obat DS: pasien mengatakan perih di areal (keterolak 30 mg, ondancentron tangan 4 mg, ranitidine 50 mg) DO: obat masuk perintravena dengan lancer dan tidak ada pembengkakan.



10.00 wita



1



14.30 wta



1



Menganjurkan klien untuk beristirahat dan tidur siang



16.00 wita



1



Mengobservasi tanda-tanda DS: pasien mengatakan sudah mampu vital dan mengkaji skala nyeri mengontrol nyeri dengan tehnik pasien relaksasi napas dalam, nyeri yang dirasakan pada luka bekas operasinya, saat ini skala 3, nyeri dirasakan saat bergerak dan batuk DO: pasien tampak lebih tenang TD: 140/85mmHg S :36,2oC N : 83x/menit RR: 18x/menit



17.00 wita



1



Mengajarkan tehnik nonfarmakologi (Relaksasi benson)



37



DS: pasien mengatakan ia akan beristirahat DO: pasien tampak beristirahat



DS: pasien mengatakan merasa lebih nyaman dan nyeri abdomen berkurang menjadi skala 3



20.00 wita



1



22.00 wita



1



22.10 wita



1



Minggu 07-02-21 06.00 wita



1



09.00 wita



1



DO: pasien tampak tenang, pasien dan keluarga kooperatif Delegatif pemberian obat anti DS: Pasien mengatakan sudah minum hipertensi (captopril 2.5 mg) obat DO: pasien tampak sudah minum obat Delegatif pemberian obat DS: pasien mengatakan perih di areal (keterolak 30 mg, ondancentron tangan 4 mg, ranitidine 50 mg) DO: obat masuk perintravena dengan lancer dan tidak ada pembengkakan. Menganjurkan pasien untuk istirahat



DS: pasien akan tidur karena sudah mengantuk DO: pasien tampak beristirahat



Mengobservasi tanda-tanda DS: pasien mengatakan nyeri yang vital dan mengkaji skala nyeri dirasakan pada luka operasi sudah pasien berkurang dengan skala 2, pasien mengatakan selalu menerapkan tehnik relaksasi nafas dalam saat nyeri. DO: pasien tampak tenang TD: 130/80mmHg S : 36,3oC N : 70x/menit RR: 20x/menit Evaluasi keefektifan control nyeri DS: pasien mengatakan nyeri sudah berkurang dan lebih rileks P: post oprasi herniotomy Q:R: abdomen S: 2 T: saat pasien bergerak dan batuk DO: pasien tampak baik 38



3.6 Evaluasi No Hari/ . Tanggal/Jam 1. Minggu/ 07/02/21



Diagnosa Keperawatan



Evaluasi



Nyeri akut berhubungan



S : Pasien mengatakan nyeri berkurang O : Pasien tampak baik dan tenang Nadi : 70x/menit, TD: 130/80 mmHg, skala nyeri 2 A : Masalah teratasi sebagian. P : Lanjutkan intervensi



dengan agen cedera biologis ditandai dengan pasien mengeluh nyeri pada luka post operasi, nyeri dirasakan seperti di tusuk-tusuk, skala nyeri 6, nyeri bertambah ketika pasien batuk dan bergerak, pasien tampak meringis, pasien tampak memegang perutnya yang di operasi, terdapat luka operasi hernia sepanjang 10 cm, TD: 160/100 mMhg; Nadi: 93 x/menit, respirasi 24x/menit



39



BAB IV PEMBAHASAN



4.1 Profil Lahan Praktik 4.1.1



Lokasi RSUP Sanglah Denpasar



Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah Denpasar adalah rumah sakit milik pemerintah yang berlokasi di Jalan Diponogoro, Dauh Puri Kelod, Denpasar Barat. Adapun pembangunannya di mulai pada tahun 1956 dan diresmikan pada tanggal 30 Desember 1959 dengan kapasitas 150 tempat tidur. Pada tahun 1962 RSUP Sanglah Denpasar mulai bekerjasama dengan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana dan ditetapkan sebagai Rumah Sakit Pendidikan, dan selanjutnya pada tahun 1978 ditetapkan menjadi rumah sakit pendidikan tipe B dan sebagai Rumah Sakit Rujukan untuk wilayah Bali, NTB, NTT, Timor Timur berdasarkan SK Menkes RI No. 134/1978. Dalam perjalannya RSUP Sanglah Denpasar telah mengalami beberapa kali perubahan status, diantaranya: 1. Pada tahun 1993, menjadi rumah sakit swadana (SK Menkes No. 1133/Menkes/SK/VI/1994) 2. Pada tahun 1997, menjadi rumah sakit PNBP (Pendapatan Negara Bukan Pajak) 3. Pada tahun 2000, berubah status menjadi Perjan (Perusahaan Jawatan) sesuai dengan Peraturan Pemerintah tahun 2000 4. Pada tahun 2005, berubah menjadi PPK BLU (Kepmenkes RI No. 1243 tahun 2005 tanggal 11 Agustus 2005) dan ditetapkan sebagai RS



35



Pendidikan Tipe A sesuai Permenkes 1636 tahun 2005 tertanggal 12 Desember 2005 4.1.2 Visi Misi RSUP Sanglah Sebagai sebuah organisasi, RSUP Sanglah Denpasar telah menetapkan visi dan misi yang menjadih arah dan tujuan serta pijakan bagi seluruh stakeholder terkait di RSUP Sanglah Denpasar 1. Visi: “Menjadi Rumah Sakit Rujukan Nasional Kelas Dunia Tahun 2019” 2. Misi: 1) Menyelenggarakan pelayanan kesehatan interprofesi yang paripurna, bermutu untuk seluruh lapisan masyarakat 2) Menyelenggarakan pendidikan tenaga kesehatan yang professional dan berdaya saing serta menyelenggarakan penelitian dalam bidang kesehatan berbasis rumah sakit 3) Menyelenggarakan kemitraan dengan pemangku kesehatan terkait 4) Menciptakan lingkungan kerja yang aman dan nyaman 4.2 Analisis masalah keperawatan dengan konsep Evidance Based Practice dan Konsep Kasus terkait 4.2.1



Masalah keperawatan Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinik yang mencangkup respon klien, keluarga, dan komunitas terhadap suatu yang berpotensi sebagai masalah kesehatan dalam proses keperawatan (Deswani, 2018). Menentukan prioritas masalah keperawatan adalah kegiatan untuk menentukan masalah yang menjadi skala prioritas untuk diselesaikan atau diatasi dahulu. Prioritas masalah pada kasus Tn. M yaitu Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera 36



biologis ditandai dengan pasien mengeluh nyeri pada luka post operasi, nyeri dirasakan seperti di tusuk-tusuk, Skala nyeri 6, nyeri bertambah ketika pasien batuk dan bergerak, pasien tampak meringis, pasien tampak memegang perutnya yang di operasi, terdapat luka operasi hernia sepanjang 10 cm, TD: 160/100 mmHg; Nadi: 93 x/menit, respirasi 24x/menit. Dalam menegakkan suatu diagnosa atau masalah klien harus berdasarkan pada pendekatan asuhan keperawatan yang didukung dan ditunjang oleh beberapa data, baik data subjektif dan data objektif dari hasil pengkajian dan diagnosa yang diangkat oleh penulis tidak semuanya sesuai dengan teori karena penulis mengangkat diagnosa ini sesuai dengan kondisi klien pada saat dikaji. 4.2.2



Analisis salah satu Intervensi dengan konsep Evidance Based Practice



Nyeri dapat diatasi dengan penatalaksanaan nyeri yang bertujuan untuk meringankan atau mengurangi rasa nyeri sampai tingkat kenyamanan yang dirasakan oleh klien. Ada dua cara pelaksanaan nyeri yaitu terapi farmakologis dan non-farmakologis. Metode nonfarmakologi tersebut bukan merupakan pengganti untuk obat-obatan, tindakan tersebut diperlukan untuk mempersingkat episode nyeri yang berlangsung hanya beberapa detik atau menit. Kelebihan dari tehnik akupresur dibandingkan dengan tehnik lainnya adalah lebih mudah dilakukan dan tidak ada efek samping apapun dalam mengatasi nyeri yang dialami pasien. Tindakan keperawatan untuk mengatasi nyeri akut pada anatara lain : Menggali pengetahuan pasien mengenai nyeri, hal ini sangat penting bagi seorang perawat, karena memudahkan perawat dalam memberikan



37



tindakan



yang



bertujuan



menurunkan



nyeri,



tingkat



pendidikan



mempengaruhi perilaku dan menghasilkan banyak perubahan, khususnya pengetahuan dibidang kesehatan. Semakin tinggi pendidikan seseorang semakin mudah pula menerima informasi dan pada ahkirnya banyak pula pengetahuan yang dimiliki. Pendidikan merupakan suatu proses belajar yang berarti, didalam pendidikan itu terjadi proses pertumbuhan, perkembangan, atau perubahan ke arah yang lebih dewasa, lebih baik dan lebih matang pada diri individu, kelompok atau masyarakat. Tingkat pendidikan seseorang dalam menerima informasi dan mengolahnya sebelum menjadi perilaku yang baik maupun buruk sehingga berdampak terhadap status kesehatannya. (Notoadmojo, 2010). Mempertimbangkan pengaruh budaya terhadap respon nyeri. Budaya dan etnistas berpengaruh pada bagaimana seseorang merespon terhadap nyeri. Keyakinan dan nilai-nilai kebudayaan mempengaruhi cara individu mengatasi nyeri. Individu mempelajari apa yang diharapkan dan apa yang diterima oleh kebudayaan mereka. Hal ini meliputi bagaimana bereaksi terhadap nyeri (Potter & Perry, 2009). Menurut Ernawati (2010) menyatakan bahwa orang akan belajar dari budayanya, bagaimana seharusnya mereka berespon terhadap nyeri. (misal : suatu daerah menganut kepercayaan bahwa nyeri adalah akibat yang harus diterima karena mereka melakukan kesalahan, jadi mereka tidak mengeluh jika merasakan nyeri).



38



Mengevaluasi pengalaman nyeri masa lalu, sebelum menjalani operasi mempunyai pengalaman nyeri masa lalu. Untuk menghilangkan rasa nyeri post operasi hanya nafas panjang kemudian dikeluarkan secara pelan-pelan, hal ini penting diketahui oleh perawat, sehingga perawat dapat memberikan tindakan keperawatan yang lebih tepat untuk menurunkan nyeri klien. Pengalaman masa lalu dengan nyeri merupakan salah satu faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri. Bagi beberapa orang, nyeri masa lalu dapat saja menetap dan tidak terselesaikan, seperti pada nyeri berkepanjangan atau kronis dan persisten. (Smeltzer dan Bare, 2002). Mendukung waktu istirahat tidur pasien yang adekuat untuk membantu



penurunan



nyeri



(pembatasan



pengunjung).



Tindakan



pembatasan pengunjung klien dikarenakan klien baru menjalani operasi sectio caesarea hari pertama, apabila tidak ada pembatasan pengunjung secara otomatis pasien tidak bisa beristirahat sehingga penurunan nyeri akan mengalami kesulitan. Klien dapat beristirahat maka dapat menciptakan suasana yang nyaman sehingga mengalirkan fokus terhadap sensasi nyeri pada hipothalamus sehingga dapat menurunkan sensasi nyeri yang dirasakan oleh individu yang bersangkutan. Kondisi ini akan menimbulkan keadaan rileks secara umum pada manusia. Perasaan rileks akan diteruskan ke hypothalamus untuk menghasilkan corticothropin relaxing factor (CRF). CRF akan merangsang kelenjar dibawah otak untuk meningkatkan produksi proopioid melanocorthin (POMC) sehingga



39



produksi enkephalin oleh modulla adrenal meningkat. Kelenjar dibawah otak juga menghasilkan β endorphine sebagai neurotransmitter (Yusliana, 2015). Memberikan terapi non-farmakologi relaksasi benson. Tindakan keperawatan non-farmakologi relaksasi benson dapat memberikan rasa nyaman dan rileks kepada pasien dengan mengalihkan perhatian pasien pada nyeri ke hal-hal yang membuatnya senang dan bahagia maka pasien dapat melupakan nyeri yang sedang dialaminya. Terapi benson merupakan tehnik



relaksasi



pernafasan



dengan



melibatkan



keyakinan



yang



mengakibatkan penurunan terhadap konsumsi oksigen oleh tubuh dan otototot tubuh menjadi rileks sehingga menimbulkan perasaan tenang dan nyaman. Berdasarkan analisis tindakan keperawatan dengan diagnosa keperawatan nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik, setelah dilakukan



terapi



non



farmakologi



relaksasi



benson



pasien



mengalamipenurunan tingkat nyeri dalam pemberian terapi selama 10-15 menit dengan frekuensi 3x/hari selama 3 hari setiap nyeri datang. Pasien mengatakan nyeri berkurang, tampak lebih tenang, istirahatcukup dan menikmati saat diberikan relaksasi benson. Evaluasi keperawatan setelah 3 hari dilakukan dengan menanyakan keadaan dan perasaan khawatir pasien menggunakan pengkajian nyeri menggunakan Scala Numeric, setelah dilakukannya tindakan keperawatan non-farmakologi relaksasi benson untuk mengurangi nyeri, didapatkan hasil bahwa terdapat penurunan nyeri



40



yang dirasakan pasien dari skala sedang menjadi ringan. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Anita Yusliana, Misrawati, Safri pada tahun 2015 tentang efektivitas relaksasi benson terhadap penurunan nyeri post operasi sectio caesarea, didapatkan hasil menunjukkan rata-rata nyeri setelah diberikan intervensi pada kelompok eksperimen adalah 2,86 dengan penurunan nyeri sebesar 1,53 dan kelompok kontrol adalah 3,76 dengan penurunan nyeri sebesar 0,30, dari data tersebut menunjukkan penurunan



nyeri



pada



kelompok



eksperimen



yang



lebih



besar



dibandingkan kelompok kontrol. Penelitian tersebut diatas diperkuat dengan pernyataan Miltenberger (2004) bahwa manfaat relaksasi benson yaitu mengurangi nyeri, mengatasi gangguan tidur (insomnia), mengatasi kecemasan, dan sebagainya. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Medesti (2013) dengan judul perbandingan efektifitas teknik distraksi dan relaksasi terhadap perubahan intensitas nyeri pasien post operasi hernia di RSD Manggala tahun 2013, didapatkan hasil bahwa sebelum dilakukan relaksasi skala nyeri pasien 4-7 dan setelah diberikan terapi nyaman nyeri yang dialami pasien 3-6. Hasil penelitian ini menunjukkan ada perbedaan efektivitas tehnik distraksi dan relaksasi terhadap perubahan intensitas nyeri pasien post operasi hernia (p value 0,001) . Hasil penelitian ini juga sejalan



dengan penelitian yang dilakukan oleh Endang (2020) dengan judul asuhan keperawatan post laparatomi dalam pemenuhan kebutuhan rasa aman dan nyaman di Ruang ICU Cempaka RSUD Dr. Moewardi Surakarta



41



didapatkan hasil studi kasus menunjukan bahwa setelah dilakukan tindakan terapi relaksasi Benson 15-30 menit sekali sehari selama 3 hari nyeri berkurang, pada hari pertama terdapat penurunan skala nyeri dari 7 terkontrol menjadi 6, pada hari kedua dari skala 6 menjadi 4, serta hari ketiga dari skala 4 menjadi 2. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pemberian tindakan relaksasi Benson efektif dilakukan pada pasien post laparotomi dengan keluhan utama nyeri akut.



4.3 Konsep dan Penelitian Terkait Nyeri akut adalah pengalaman sensori dan emosi yang tidak menyenangkan akibat adanya kerusakan jaringan yang aktualatau potensial atau digambarkan dalam hal kerusakan sedemikian rupa (Nurarif, 2012). Nyeri merupakan masalah utama pasca pembedahan hernia. Nyeri bersifat tajam dan menusuk. Menurut (Andarmoyo, 2013) proses terjadinya nyeri ada beberapa tahapan, yaitu : Stimulasi, adalah persepsi nyeri reseptor, diantarkan oleh neuron khusus yang bertindak sebagai reseptor, pendeteksi stimulus, penguat, danpenghantar menuju sistem saraf pusat. Reseptor khusus tersebutdinamakan nociceptor. Terdapat tiga kategori reseptor nyeri, yaitunosiseptor mekanisme yang berespons terhadap kerusakan mekanisme nosiseptor termal yang berespons terhadap suhu yang berlebihanterutama panas, nosiseptor polimodal yang berespons setara



42



terhadapsemua jenis rangsangan yang merusak, termasuk iritasi zat kimia yangdikeluarkan dari jaringan yang berbeda., Transduksi, transduksi merupakan proses ketika suatu stimuli nyeri (noxiousstimuli) diubah menjadi suatu aktivitas listrik yang akan diterima ujung-ujung saraf. Transmisi merupakan proses penerusan impuls nyeri darinociceptor saraf perifer melewati cornu dorsalis dan corda spinalis menuju korteks serebri. Modulasi adalah proses pengendalian internal oleh sistem saraf, dapat meningkatkan atau mengurangi penerusan impuls nyeri. Menurut Raoul dan Jean (2015), dimana usia menunjukkan ukuran waktu pertumbuhan dan perkembangan seorang individu. Usia berkolerasi dengan pengalaman, pengalaman berkolerasi dengan pengetahuan, pemahaman dan pandangan terhadap suatu penyakit atau kejadian sehingga akan membentuk persepsi dan sikap. Ditemukan sebagian besar kelompok usia yang lebih muda cenderung mengalami respon nyeri yang berat dibandingkan kelompok usia dewasa (Lukman, 2011). Hasil penelitian yang dikemukakan oleh Septiani (2015) bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara usia muda (20-40 tahun) dengan usia madya (41-60 tahun) terhadap tingkat nyeri. Usia mempunyai peranan yang penting dalam mempersepsikan dan mengekspresikan rasa nyeri. Pasien dewasa muda memiliki respon yang berbeda terhadap nyeri dibandingkan



pada



lansia.Menurut



Prawani



(2008),



orang



tua



membutuhkan intensitas lebih tinggi dari rangsangan nyeri dibandingkan



43



orang usia muda. Pada pasien dewasa tua menganggap bahwa nyeri merupakan komponen alamiah yang harus mereka terima dari respon penuaan, sehingga keluhan sering diabaikan. Biasanya kondisi nyeri hebat pada dewasa muda dapat dirasakan sebagai keluhan ringan pada dewasa tua. Penjelasan di atas memberikan gambaran bahwa dapat disimpulkan intensitas nyeri terkait dengan usia didominasi atau lebih banyak disebabkan oleh kesalahan persepsi, emosi yang labil, prasangka, dan sikap defensif, sehingga individu menutupi sensasi nyeri yang sebenarnya dirasakan. Menurut



Anggriani



(2015),



perbedaanjenis



kelamin



yang



menunjukkan bahwa wanita lebih nyeri dari laki-laki ini dapat dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu lakilaki memiliki sensitifitas yang lebih rendah dibandingkan wanita atau kurang merasakan nyeri dan wanita kurang toleransi terhadap stimulus nyeri dari pada laki-laki. Saat mengalami nyeri pengobatan ditemukan lebih sedikit pada perempuan, perempuan lebih suka mengkomunikasikan rasa sakitnya, sedangkan laki-laki menerima analgesic opioid lebih sering sebagai pengobatan untuk nyeri (Lukman, 2011). Penjelasan yang dikemukakan oleh Wijaya (2014) yang bertujuan untuk meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi intensitas nyeri pasien pasca bedah abdomen dalam Konteks Asuhan Keperawatan, menunjukkan bahwa pasien wanita mempunyai intensitas nyeri lebih tinggi dari pada laki-laki dimana data diperoleh setelah 30 menit pemberian analgesik. Karakteristik jenis kelamin memegang peranan tersendiri dalam merespon



44



nyeri, dalam pengkajian keperawatan dapat dijadikan sebagai pedoman dalam merumuskan asuhan keperawatan sehingga dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien laki-laki dapat menggunakan cara pendekatan yang berbeda dibandingkan dengan pasien perempuan khususnya untuk pengelolaan nyeri. Pengalaman operasi yang menyebabkan nyeri tidak selalu berarti bahwa individu tersebut akan menerima nyeri dengan lebih mudah pada masa yang akan datang. Apabila individu mengalami nyeri, dengan jenis yang berulang-ulang, tetapi kemudian nyeri tersebut dengan berhasil dihilangkan, akan lebih mudah individu tersebut menginterpretasikan sensasi nyeri. Akibatnya pasien akan lebih siap dalam melakukan tindakantindakan untuk menghilangkan nyeri tersebut (Andarmoyo, 2013). Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan responden yang pernah mengalami tindakan operasi ebelumnya memiliki intensitas nyeri yang lebih rendah dibandingkan dengan yang tidak pernah mengalami tindakan operasi sebelumnya ini disebabkan karena nyeri yang dialami pasca tindakan operasi sebelumnya dapat berhasil untuk dihilangkan, maka akan lebih mudah untuk individu tersebut melakukan tindakan-tindakan yang diperlukan dalam menghilangkan nyeri yang dirasakan (Dewi, 2017). Pengalaman masa lalu terhadap penyakit baik yang positif maupun negatif dapat mempengaruhi perkembangan keterampilan dalam menggunakan koping. Pengalaman operasi yang enyebabkan nyeri mempunyai implikasi terhadap pengkajian keperawatan. Jika pasien tidak pernah merasakan



45



nyeri, maka persepsi negative pertama nyeri yang timbul dapat mengganggu koping terhadap nyeri. Apabila pasien tidak menyadari hal ini pasien akan memandang awitan nyeri sebagai komplikasi yang serius dan menjadi stressor di dalam dirinya. Berdasarkan hasil dari analisa yang dilakukan penulis selama memberikan terapi relaksasi benson kepada pasien, dapat disimpulkan bahwa skala nyeri pasien berkurang dan hal tersebut menandakan bahwa tehnik relaksasi benson efektif diberikan pada pasien yang mengalami nyeri akut.



4.4 Alternatif pemecahan yang dilakukan Pelaksanaan asuhan keperawatan dengan menggunakan intervensi terapi terapi relaksasi benson, penulis mengaharapkan tenaga kesehatan khususnya perawat selain mengobati biologis pasien juga memperhatikan psikologis, social, dan spiritualnya, banyaknnya tindakan keperawatan yang dilakukan oleh seorang perawat terkadang melupakan tanggung jawab perawat dalam memberikan tindakan mandiri. Tindakan relaksasi benson sudah menjadi tindakan umum dan mandiri perawat. Sebenarnya tindakan mandiri perawat tidak membutuhkan waktu banyak dalam pelaksanaanya, karena yang memiliki waktu banyak disamping pasien. Sehingga hubungan antara perawat dan pasien jauh lebih baik dibandingkan dengan tenaga kesehatan lainnya. Selain itu dalam pelaksanaan



penulis



mengharapkan



tindakan



asuhan



keperawatan



melibatkan pasien, keluarga dan tim kesehatan lain untuk hasil yang



46



maksimal. Dibutuhkan kerja sama antara tenaga kesehatan dan keluarga serta pasien sendiri dalam memberikan asuhan keperawatan. Komunikasi yang baik akan mengurangi konflik antara petugas dengan pasien dan keluarga, sehingga jika komunikasi yang terbina cukup baik, maka memudahkan keberhasilan terapi nonfarmakologis dengan terapi akupresur. Alternatif pemecahan masalah nyeri pada pasien hipertensi dengan memberikan pendidikan kesehatan dan terapi relaksasi benson. Tenaga



kesehatan



khususnya



perawat



yang



memberikan



asuhan



keperawatan pada pasien hernia diharapkan memberi penjelasan tentang cara merawat pasien hernia dirumah sakit maupun di rumah dan menjelaskan tehnik relaksasi benson bisa dilakukan kapan saja tanpa dampingan dari perawat kepada pasien dan keluarganya.



47



BAB V SIMPULAN DAN SARAN 1.1 Simpulan 1. Pengkajian pada pasien post operasi hernia dengan masalah nyeri didapatkan skala nyeri 6. 2. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis ditandai dengan pasien mengeluh nyeri pada luka post operasi, Nyeri dirasakan seperti di tusuk-tusuk, Skala nyeri 6, Nyeri bertambah ketika pasien batuk dan bergerak, pasien tampak meringis, pasien tampak memegang perutnya yang di operasi, terdapat luka operasi hernia sepanjang 10 cm, TD: 160/100 mmHg; Nadi: 93 x/menit, respirasi 24x/menit 3. Rencana tindakan keperawatan yang diberikan adalah inovasi latihan relaksasi benson 4. Tindakan keperawatan berupa relaksasi benson dilakukan selama 15 menit. 5. Setelah dilakukan relaksasi benson klien menyatakan nyeri berkurang menjadi skala 2, namun pasien belum dapat mengonttrol nyeri dengan baik. 1.2 Saran 1. Pengembangan Keilmuan Intervensi relaksasi benson harus dikembangkan dalam tatalaksana keperawatan lainnya, sehingga dapat menjadi intervensi keperawatan yang terstandar. 2. Manfaat Aplikatif Penulis berharap model intervensi berbasis evindence based practice nursing dapat dilalukan. Pemangku kebijakan dapat menyusun SOP, modul, dan menerbitkan kebijakan intervensi keperawatan.



48



DAFTAR PUSTAKA Andamoyo, S. (2013). Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri. Yogyakarta: ArrRuzz Media. Anggorowati. (2007). Efektifitas pemberian intervensi spiritual “spirit ibu “ terhadap nyeri post sectio caesarea (SC) pada RS Sultan Agung dan RS Roemani Semarang. Nurse Media, 9(2). Arif, A. N., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda, NIC, NOC. Yogyakarta: Medi Action. Aryana, K. O., & Novitasari, D. (2013). Pengaruh Tehnik Relaksasi Benson Terhadap Penurunan Tingkat Stres Lansia Di Unit Rehabilitas Sosial Wening Wardoyo Ungaran. Keperawatan Jiwa, 1(2), 186–195. Benson, H., & Proctor, W. (2000). Dasar-dasar respon relaksasi. Bandung: Kaifa. Bobak, L. J. (2012). Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Jakarta: EGC. Butcher, H. K., Bulechek, G. M., Dochterman, J. M. M. C., & Wagner, C. (2018). Nursing Interventions Classification (NIC) - E-Book. Elsevier Health Sciences. Retrieved from https://books.google.co.id/books?id= L4lIDwAAQBAJ Crisp, J., & Taylor, C. (2012). Potter & Perry’s Fundamentals of Nursing (3rd ed.). Jakarta: EGC. Retrieved from https://books.google.co.id/books? id=gTXx5z9iv8MC Daoust, R., Paquet, J., Piette, E., Sanogo, K., Bailey, B., & Chauny, J.-M. (2015). Impact of Age on Pain Perception for Typical Painful Diagnoses In The Emergency Department. The Journal of Emergency Medicine, 50(1), 1–7. https://doi.org/10.1016/j.jemermed.2015.06.074 Dermawan, D., & Rahayuningsih, T. (2010). Keperawatan Medikal Bedah (Sistem Pencernaan). Yogyakarta: Gosyen Publishing. Dewi, A. P. (2017). Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Kecemasan Pada Pasien Pra Operasi Sectio Caesarea. STIKES Bina Usada Bali. Doenges, M. E., Moorhouse, M. F., & Murr, A. C. (2014). Nursing Care Plans : Guidelines for Individualizing Client Care Across the Life Span (9th ed.). Philadelphia: F.A. Davis Company. Farrell, M., & Dempsey, J. (2014). Smeltzer and Bare’s Textbook of Medicalsurgical Nursing (2nd ed.). Sydney: Lippincott Williams & Wilkins. Retrieved from https://books.google.co.id/books?id=WRLkngEACAAJ Haryono, R. (2012). Keperawatan Medikal Bedah Kelainan Bawaan Sistem Pencernaan. Yogyakarta: Gosyen Publishing. Herdman, T. H., & Kamitsuru, S. (2015). Nursing Diagnoses: Definitions & Classification 2015-2017. (T. H. Herdman & S. Kamitsuru, Eds.) (10th ed.). Oxford: Wiley Blackwell. https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004 Jitowiyono, S., & Kristiyanasari, W. (2010). Asuhan Keperawatan post operasi dengan pendekatan nanda NIC, NOC. Yogyakarta: Nuha Medika. Jong, D., & Sjamsuhidajat. (2011). Buku Ajar Ilmu Bedah (3rd ed.). Jakarta: EGC. 49



Kable, A., Gibberd, R., & Spigelman, A. (2004). Complications After Discharge For Surgical Patients. ANZ J. Surg., 74, 92–97. Kozier, E., & Berman, S. (2009). Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses & Praktek. (E. M., W. Esti, & Y. Devi, Eds.) (5th ed.). Jakarta: EGC. Mansjoer, A., Triyanti, K., Savitri, R., Wardhani, W. I., & Setyowulan, W. (2009). Arief Mansjoer. Jakarta: EGC. Miltenberger, R. (2004). Behavior modification, principles and procedures (3rd ed.). elmont CA: Wadsworth Thompson Learning. Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M. L., & Swanson, E. (2018). Nursing Outcomes Classification (NOC) - E-Book: Measurement of Health Outcomes. Elsevier Health Sciences. Retrieved from https://books.google.co.id/books?id=LYlIDwAAQBAJ Mutaqqin, A. (2011). Gangguan Gastrointestinal Aplikasi Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Salemba Medika. Notoatmodjo, S. (2012). Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan (1st ed.). Jakarta: Rineka Cipta. Reddi, D. (2016). Preventing chronic postoperative pain. Anaesthesia, 71(1), 64– 71. https://doi.org/10.1111/anae.13306 Roykulcharoen, V., & Good, M. (2004). Systematic relaxation to relieve postoperative pain. Journal of Advanced Nursing, 48(2), 140–148. Sabiston, D. C. (2010). Buku Ajar Bedah. Jakarta: EGC. Solehati, T., & Rustina, Y. (2015). Benson Relaxation Technique in Reducing Pain Intensity in Women After Cesarean Section. Anesth Pain Med, 5(3), 1– 5. https://doi.org/10.5812/aapm.22236v2 Wijaya, I. P. A. (2014). Analisis Faktorfaktor yang Mempengaruhi Intensitas Nyeri Pasien Pasca Bedah Abdomen Dalam Kontek Asuhan Keperawatan di RSUD Badung Bali. Yin, H., Tse, M. M. Y., & Wong, F. K. Y. (2015). Systematic review of the predisposing , enabling , and reinforcing factors which influence nursing administration of opioids in the postoperative period. Japan Journal of Nursing Sciences, 12(4), 259–275. https://doi.org/10.1111/jjns.12075 Yusliana, A., Misrawati, & Safri. (2015). Efektivitas relaksasi benson terhadap penurunan nyeri pada ibu postpartumsectio caesarea. JOM, 2(2).



50