Kian Lestari 3 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN KASUS PASIEN DENGAN MASALAH KELEBIHAN VOLUME CAIRAN PADA GAGAL GINJAL KRONIK DI RUANG MARWAH RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA



KARYA ILMIAH AKHIR NERS



Disusun oleh: LESTARI 1820206030



PROGRAM STUDI PROFESI NERS FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ‘AISYIYAH YOGYAKARTA 2019



1



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gagal ginjal kronik (GGK) merupakan penyakit yang terjadi setelah berbagai macam penyakit yang merusak masa nefron ginjal sampai pada titik keduanya tidak mampu untuk menjalankan fungsi regulatorik dan ekstetoriknya untuk mempertahankan homeostatis (Lukman et al., 2013). Gagal ginjal kronik secara progresif kehilangan fungsi ginjal nefronnya satu persatu yang secara bertahap menurunkan keseluruhan fungsi ginjal (Sjamsuhidajat & Jong, 2011). Setiap tahun penderita penyakit gagal ginjal meningkat, di Amerika serikat pada tahun 2002 sebanyak 34.500 penderita, tahun 2007 80.000 penderita, dan tahun 2010 mengalami peningkatan yaitu 2 juta orang yang menderita penyakit ginjal. Sedangkan di Indonesia menurut Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia jumlah penderita penyakit gagal ginjal kronik sekitar 50 orang per satu juta penduduk (Lukman et al., 2013). Berdasarkan data Persatuan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI) diperkirakan terdapat 70.000 penderita gagal ginjal di Indonesia yang akan terus meningkat sekitar 10% setiap tahunnya (Jos, 2014). Penyakit gagal ginjal di Indonesia menempati urutan ke-10 sebagai penyakit tidak menular, salah satu Provinsi yang memiliki prevalensi gagal ginjal terbesar adalah di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dengan prevalensi 0.3% (Balitbang Kemenkes RI, 2013). Data pasien gagal ginjal ginjal kronik di bangsal marwah RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta pada tahun 2019 yang menjalani rawat inap setiap bulannya berkisar antara 57 pasien. Beberapa bulan terakhir ini dapat dipastikan selalu ada pasien yang menjalani rawat inap baik pasien yang sudah menjalani cuci darah rutin maupun yang belum rutin, sedangkan jumlah pasien yang menjalani cuci darah secara rutin sejumlah 96 pasien (RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta, 2019) Penanganan gagal ginjal kronik dengan hipervolemia adalah perhitungan kebutuhan cairan yang akurat untuk memepertahankan haluaran urin dan oedem dalam tubuh.



Pembatasan asupan natrium dan kalium untuk mencegah peningkatan kadar mineral ini, untuk mempertahankan keseimbangan cairan, dbierikan obat-obat golongan loop domestik seperti furosemid untuk mempertahankan kadar cairan (Kowalak et all, 2011). Diet rendah protein memberikan banyak manfaat bagi penderita gagal ginjal kronik. Diet rendah prtein akan menghilangkan gejala-gejala uremia yang memberikan hasil akhirakhir protein yaitu ureum dan toksin uemia yang lain. Selain itu telah dibuktikan bahwa diet tinggi protein akan mempercepat timbulnya glomerulosklerosis sebagai akibat meningkatnya beben kerja glomeruus (Floresa, 2015) Tindakan medis yang dilakukan penderita penyakit gagal ginjal adalah dengan melakukan terapi dialisis tergantung pada keluhan pasien dengan kondisi kormobid dan parameter laboratorium, kecuali bila sudah 2 ada donor hidup yang ditentukan, keharusan transplantasi terhambat oleh langkanya pendonor. Pilihan terapi dialisis meliputi hemodialisis dan peritoneal dialisis (Hartono, 2013). Hemodialisis (HD) merupakan salah satu terapi untuk mengalirkan darah ke dalam suatu alat yang terdiri dari dua kompartemen yaitu darah dan dialisat. Pasien hemodialisis mengalami kecemasan karena takut dilakukan tindakan terapi hemodialisis. Menurut Soewandi (2002) gangguan psikiatrik yang sering ditemukan pada pasien dengan terapi hemodialisis adalah depresi, kecemasan, hubungan dalam perkawinan dan fungsi seksual, serta ketidakpatuhan dalam diet dan obat-obatan. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, penulis tertarik mengambil laporan kasus pasien dengan Gagal Ginjal Kronik (GGK) pada Ny. S dan Nn. H di ruang Marwah RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. C. Tujuan 1. Tujuan Umum Mengetahui perbedaan hasil dari asuhan keperawatan pada kedua kasus dengan Gagal Ginjal Kronik pada Ny. S dan Nn. H di ruang Marwah RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. 2. Tujuan Khusus a. Mampu melakukan pengkajian terhadap klien dengan kasus Gagal Ginjal Kronik. 2



b. Mampu menganalisa dan menegakkan diagnosa keperawatan dan menentukan prioritas masalah terhadap klien dengan kasus Gagal Ginjal Kronik. c. Mampu menyusun perencanaan keperawatan guna mengatasi masalah yang muncul sesuai prioritas masalah yang ditentukan terhadap klien dengan Gagal Ginjal Kronik. d. Mampu melaksanakan intervensi keperawatan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan terhadap klien dengan Gagal Ginjal Kronik . e. Mampu mengevaluasi hasil tindakan keperawatan yang telah dilakukan terhadap klien dengan Gagal Ginjal Kronik. D. Manfaat Penelitian 1. Teoritis Diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan keilmuan, khususnya yang berhubungan dengan asuhan keperawatan medikal bedah pada Gagal Ginjal Kronik. 2. Praktis a. Bagi penulis Penulis dapat memperoleh pengetahuan dan pengalaman dalam memberikan asuhan keperawatan serta mengaplikasikan ilmu yang diperoleh selama pendidikan, khususnya dalam penerapan asuhan keperawatan pada pasien dengan Gagal Ginjal Kronik. b. Bagi rumah sakit Memberikan informasi mengenai penanganan pasien dengan Gagal Ginjal Kronik. c. Bagi institusi pendidikan 1) Sebagai sarana pembelajaran bagi mahasiswa tentang studi kasus penatalaksaan keperawatan gawat darurat dengan Gagal Ginjal Kronik. 2) Sebagai kerangka acuan untk melakukan studi kasus lebih lanjut mengenai Gagal Ginjal Kronik. 3) Sebgagai wahana pengembangan diri dalam bidang kognitif dan keterampilan dalam melakukan perawatan gawat darurat dengan Gagal Ginjal Kronik. E. Ruang Lingkup 1. Pasien Pasien dalam kasus ini terdiri dari 2 kasus kelolaan dengan diagnosa. Kasus 1 yaitu Ny. S dengan umur 19 tahun dan kasus 2 yaitu Nn. H dengan umur 19 tahun. 2. Tempat Penatalaksanaan kasus ini dilaksanakan di ruang Marwah RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. 3. Materi 3



Kedua kasus ini mempunyai ruang lingkup tentang asuhan keperawatan medikal bedah dengan kasus Gagal Ginjal Kronik. 4. Waktu Laporan kasus ini di lakukan pada tanggal mei 2019. Setiap kasus kelolaan dikelola selama pasien berada di ruang Marwah sampai 3 hari perawatan.



4



5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Gagal Ginjal Kronik a. Pengertian Gagal ginjal



kronis



(GGK)



adalah



hasil



dari



perkembangan



dan



ketidakmampuan kembalinya fungsi nefron.Gejala klinis yang serius sering tidak terjadi sampai jumlah nefron yang berfungsi menjadi rusak setidaknya 70-75% di bawah normal.Bahkan, konsentrasi elektrolit darah relatif normal dan volume cairan tubuh yang normal masih bisa di kembaikan sampai jumlah nefron yang berfungsi menurun di bawah 20-25 %(Guyton and Hall, 2014). Menurut Syamsir (2007) Chronic Kidney Disease (CKD) adalah kasus penurunan fungsi ginjal yang terjadi secara akut (kambuhan) maupun kronis (menahun). Penyakit ginjal kronis terjadi apabila kedua ginjal sudah tidak mampu mempertahankan lingkungan dalam keadaaan yang cocok untuk kelangsungan hidup. Kerusakan pada kedua ginjal bersifat ireversibel. CKD disebabkan oleh berbagai penyakit. Brunner and Suddarth (2014) menjelaskan bahwa ketika pasien telah mengalami kerusakan ginjal yang berlanjut sehingga memerlukan terapi pengganti ginjal secara terus menerus, kondisi penyakit pasien telah masuk ke stadium akhir penyakit ginjal kronis, yang dikenal juga dengan gagal ginjal kronis. Ahli lain menyatakan bahwa Penyakit ginjal kronis adalah suatu proses dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan pada umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Selanjutnya, gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel, pada suatu derajat yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisi atau transplantasi ginjal (Cynthia Lee Terry, 2011) b. Klasifikasi Klasifikasi GGK dibagi atas 5 tingkatan derajat yang didasarkan pada LFG dengan ada atau tidaknya kerusakan ginjal. Pada derajat 1-3 biasanya belum terdapat



gejala apapun (asimptomatik). Manifestasi klinis muncul pada fungsi ginjal yang rendah yaitu terlihat pada derajat 4 dan 5 (Arora, 2015). Tabel 1. Klasifikasi GGK Derajat Penjelasan 1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau ↑ 2 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau ringan 3 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau sedang 4 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau berat 5 Gagal ginjal Sumber : KDIGO, 2013



LFG (ml/mn/1.73m2) ≥ 90 60-89 30-59 15-29 < 15 atau dialisis



c. Etiologi Penyebab penyakit GGK bermacam-macam, menurut Perhimpunan Nefrogi Indonesia (PERNEFRI) tahun 2012 dua penyebab utama paling sering adalah penyakit ginjal hipertensi (35%) dan nefropati diabetika (26%). Penyakit ginjal hipertensif menduduki peringkat paling atas penyebab GGK. Penyebab lain dari GGK yang sering ditemukan yaitu glomerulopati primer (12%), nefropati obstruksi (8%), pielonefritis kronik (7%), nefropati asam urat (2%), nefropati lupus (1%), ginjal polikistik (1%), tidak diketahui (2%), dan lain-lain (6%). Menurut Price dan Wilson (2006) penyebab GGK diantaranya adalah penyakit infeksi tubula intestinal, penyakit peradangan, penyakit vaskuler hipertensif, gangguan jaringan ikat, gangguan kongenital dan herediter, penyakit metabolik, nefropati toksik, nefropati obsruktif. Beberapa contoh dari golongan penyakit tersebut adalah: 1) Penyakit infeksi tubulointerstinal seperti pielo nefritis kronis dan refluks nefropati. 2) Penyakit peradangan seperti glomerulonefritis. 3) Penyakit vaskular seperti hipertensi, nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis maligna, dan stenosis arteria renalis. 4) Gangguan jaringan ikat seperti Lupus eritematosus sistemik, poliarteritis nodosa, dan seklerosis sistemik progresif. 5) Gangguan kongenital dan herediter seperti penyakit ginjal polikistik, dan asidosis tubulus ginjal. 6) Penyakit metabolik seperti diabetes militus, gout, dan hiperparatiroidisme, serta amiloidosis. 6



7) Nefropati toksik seperti penyalah gunaan analgetik, dan nefropati timah. 8) Nefropati obstruktif seperti traktus urinarius bagian atas yang terdiri dari batu, neoplasma, fibrosis retroperitoneal. Traktus urinarius bagian bawah yang terdiri dari hipertropi prostat, setriktur uretra, anomali kongenital leher vesika urinaria dan uretra. d. Patofisiologi Patofisiologi penyakit ginjal kronis pada awalnya tergantung pada penyakit yang mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang lebih sama. Pengurangan massa ginjal mengakibatkan hipertrofi struktural dan fungsional nefron yang masih tersisa (surviving nephrons) sebagai upaya kompensasi yang diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti sitokin dan growth factors. Hal ini mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti oleh peningkatan kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat, akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa. Proses ini akhirnya diikuti dengan fungsi nefron yang progresif, walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi. Adanya peningkatan aktifitas aksis renin angiostensinaldosteron intrarenal ikut memberikan kontribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis dan progresifitas tersebut. Aktivitas jangka panjang aksis reninangiostensin-aldosteron,



sebagian



diperantarai



oleh



growth



factor



seperti



transforming growth factor β (TGF- β). Beberapa hal yang juga dianggap berperan terhadap progresifitas penyakit ginjal kronis adalah albuminuria, hipertensi, hiperglikemia, dislipidemia. Terdapat variabilitas interindividual untuk terjadinya sklerosis dan fibrosis glomelurus maupun tubulointersitial. Pada stadium paling dini penyakit ginjal kronis, terjadi kehilangan daya cadang ginjal (renal reserve) pada keadaan dimana basal LFG (Laju Filtrasi Glomelurus) masih normal atau malah meningkat. Kemudian secara perlahan tapi pasti, akan terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif, yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 60%, pasien masih belum 7



merasakan keluhan (asimtomatik), tapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 30%, mulai terjadi keluhan pada pasien seperti nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan kurang dan penurunan berat badan. Sampai pada LFG di bawah 30% pasien memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang nyata seperti anemia, hipertensi gangguan metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan lain sebagainya. Pasien juga mudah terkena infeksi seperti infeksi saluran kemih, infeksi saluran napas, maupun infeksi saluran cerna. Juga akan terjadi gangguan keseimbangan cairan seperti hipo atau hipervolemia, gangguan keseimbangan elektrolit antara lain natrium dan kalium. Pada LFG di bawah 15% akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius, dan pasien sudah memerlukan terapi pengganti ginjal (renal replacement therapy) antara lain dialisis atau transplantasi ginjal. Pada keadaan ini pasien dikatakan sampai pada stadium gagal ginjal (Brunner and Suddarth, 2014) e. Manifestasi Klinis Penderita gagal ginjal kronik akan menunjukkan beberapa tanda dan gejala sesuai dengan tingkat kerusakan ginjal, kondisi lain yang mendasari dan usia penderita. Penyakit ini akan menimbulkan gangguan pada berbagai organ tubuh antara lain: 1) Manifestasi kardiovaskular Hipertensi, gagal jantung kongestif, edema pulmonal, perikarditis. 2) Manifestasi dermatologis Kulit pasien berubah menjadi putih seakan-akan berlilin diakibatkan penimbunan pigmen urine dan anemia. Kulit menjadi kering dan bersisik. Rambut menjadi rapuh dan berubah warna. Pada penderita uremia sering mengalami pruritus. 3) Manifestasi gastrointestinal Anoreksia, mual, muntah, cegukan, penurunan aliran saliva, haus, stomatitis. 4) Perubahan neuromuscular Perubahan tingkat kesadaran, kacau mental, ketidakmampuan berkosentrasi, kedutan otot dan kejang. 5) Perubahan hematologis 8



Kecenderungan perdarahan. 6) Keletihan dan letargik, sakit kepala, kelemahan umum, lebih mudah mengantuk, karakter pernapasan akan menjadi kussmaul dan terjadi koma (Brunner dan f.



Suddarth, 2013). Pemeriksaan Penunjang 1) Ultrasonografi ginjal digunakan untuk menentukan ukuran ginjal dan adanya massa kista, obtruksi pada saluran perkemihan bagianatas. 2) Biopsi Ginjal dilakukan secara endoskopik untuk menentukan sel jaringan untuk diagnosis histologis. 3) Endoskopi ginjal dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal. 4) Foto polos abdomen untuk menilai besar dan bentuk ginjal serta adakah batu atau obstruksi lain. 5) Pielografi intravena untuk menilai sistem pelviokalises dan ureter, beresiko terjadi penurunan faal ginjal pada usia lanjut, diabetes melitus dan nefropati asam urat. 6) Renogram digunakan untuk enilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi gangguan (vaskuler, parenkhim) serta sisa fungsi ginjal 7) Pemeriksaan radiologi jantung untuk mencari adanya kardiomegali, efusi pericarditis 8) Pemeriksaan radiologi tulang untuk mencari osteodistrofi (terutama pada falangks/jari) kalsifikasi metatastik 9) Pemeriksaan radiologi paru untuk mencari uremik lung yang disebabkan karena bendungan. 10) Pemeriksaan pielografi retrograde, dilakukan bila dicurigai adanya obstruksi yang reversible 11) EKG digunakan untuk melihat kemungkinan adanya hipertrofi ventrikel kiri, tanda-tanda perikarditis, aritmia karena gangguan elektrolit (hiperkalemia) 12) Pemeriksaan laboratorium menunjang untuk diagnosis gagal ginjal a) Laju endap darah b) Urin - Volume: Biasanya kurang dari 400 ml/jam (oliguria atau urine tidak ada (anuria). - Warna: Secara normal perubahan urine mungkin disebabkanoleh pus / nanah, bakteri, lemak, partikel koloid, fosfat, sedimen kotor, warna kecoklatan menunjukkan adanya darah, miglobin, dan porfirin. - Berat Jenis: Kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010 menunjukkan kerusakan ginjal berat). Osmolalitas: Kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan tubular, amrasio urine / ureum sering 1:1. c) Ureum dan Kreatinin - Ureum: Meningkat



9



- Kreatinin: Biasanya meningkat dalam proporsi. Kadar kreatinin 10 mg/dL diduga tahap akhir (mungkin rendah yaitu 5). d) Hiponatremia e) Hiperkalemia f) Hipokalsemia dan hiperfosfatemia g) Hipoalbuminemia dan hipokolesterolemia h) Gula darah tinggi i) Hipertrigliserida j) Asidosis metabolik g. Penatalaksanaan Tujuan utama penatalaksanaan pasien GGK adalah untuk mempertahankan fungsi ginjal yang tersisa dan homeostasis tubuh selama mungkin serta mencegah atau mengobati komplikasi (Smeltzer, 2001; Rubenstain dkk, 2007). Terapi konservatif tidak dapat mengobati GGK namun dapat memperlambat progres dari penyakit ini karena yang dibutuhkan adalah terapi penggantian ginjal baik dengan dialisis atau transplantasi ginjal. Lima sasaran dalam manajemen medis GGK meliputi : 1) Untuk memelihara fungsi renal dan menunda dialisis dengan cara mengontrol proses penyakit melalui kontrol tekanan darah (diet, kontrol berat badan dan obat-obatan) dan mengurangi intake protein (pembatasan protein, menjaga intake protein sehari-hari dengan nilai biologik tinggi < 50 gr), dan katabolisme (menyediakan kalori nonprotein yang adekuat untuk mencegah atau mengurangi katabolisme) 2) Mengurangi manifestasi ekstra renal seperti pruritus, neurologik, perubahan hematologi, penyakit kardiovaskuler 3) Meningkatkan kimiawi tubuh melalui dialisis, obat-obatan dan diet; 4) Mempromosikan kualitas hidup pasien dan anggota keluarga (Black & Hawks, 2005) Penatalaksanaan konservatif dihentikan bila pasien sudah memerlukan dialisi tetap atau transplantasi. Pada tahap ini biasanya GFR sekitar 5-10 ml/mnt. Dialisis juga diperlukan bila: 1) Asidosis metabolik yang tidak dapat diatasi dengan obat-obatan 2) Hiperkalemia yang tidak dapat diatasi dengan obat-obatan 3) Overload cairan (edema paru) 4) Ensefalopati uremic, penurunan kesadaran 5) Efusi perikardial 6) Sindrom uremia (mual, muntah, anoreksia, neuropati) yang memburuk. Pengobatan GGK dibagi dalam dua tahap yaitu penanganan konservatif dan terapi pengganti ginjal dengan cara dialsis atau transplantasi ginjal atau keduanya. Penanganan GGK secara konservatif terdiri dari tindakan untuk menghambat 10



berkembangnya gagal ginjal, menstabilkan keadaan pasien, dan mengobati setiap faktor yang reversible. Ketika tindakan konservatif tidak lagi efektif dalam mempertahankan kehidupan pasien pada hal ini terjadi penyakit ginjal stadium akhir satu-satunya pengobatan yang efektif adalah dialisis intermiten atau transplantasi ginjal (Wilson, 2006). Tujuan terapi konservatif adalah mencegah memburuknya faal ginjal secara progresif, meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksin 11 azotemia, memperbaiki metabolisme secara optimal dan memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit (Sukandar, 2006). Beberapa tindakan konservatif yang dapat dilakukan sebagai berikut: 1) Diet protein Pada pasien GGK harus dilakukan pembatasan asupan protein. Pembatasan asupan protein telah terbukti dapat menormalkan kembali dan memperlambat terjadinya gagal ginjal. Asupan rendah protein mengurangi beban ekskresi sehingga menurunkan hiperfiltrasi glomerulus, tekanan intraglomerulus dan cidera sekunder pada nefron intak (Wilson, 2006). Asupan protein yang berlebihan dapat mengakibatkan perubahan hemodinamik ginjal berupa peningkatan aliran darah dan tekanan intraglomerulus yang akan meningkatkan progresifitas perburukan ginjal (Suwitra, 2006). 2) Diet kalium Pembatasan kalium juga harus dilakukan pada pasien GGK dengan cara diet rendah kalium dan tidak mengkonsumsi obat-obatan yang mengandung kalium tinggi. Pemberian kalium yang berlebihan akan menyebabkan hiperkalemia yang berbahaya bagi tubuh. Jumlah yang diperbolehkan dalam diet adalah 40 hingga 80 mEq/hari. Makanan yang mengandung kalium seperti sup, pisang, dan jus buah murni (Wilson, 2006). 3) Diet kalori Kebutuhan jumlah kalori untuk GGK harus adekuat dengan tujuan utama yaitu mempertahankan keseimbangan positif nitrogen memlihara status nutrisi dan memelihara status gizi (Sukandar, 2006). 11



4) Kebutuhan cairan Asupan cairan membutuhkan regulasi yang hati-hati pada GGK. Asupan yang terlalu bebas dapat menyebabkan kelebihan beban sirkulasi, edem dan intoksikasi cairan. Asupan yang kurang dapat menyebabkan dehidrasi, hipotensi, dan pemburukan fungsi ginjal (Wilson, 2006). Ketika terapi konservatif yang berupa diet, pembatasan minum, obat obatan dan lain-lain tidak bisa memperbaiki keadaan pasien maka terapi pengganti ginjal dapat dilakukan. Terapi pengganti ginjal tersebut berupa hemodialisis, dialisis peritoneal dan transplantasi ginjal (Rahardjo et al, 2006). 1) Hemodialisis Hemodialisis adalah suatu cara dengan mengalirkan darah ke dalam dialyzer (tabung ginjal buatan) yang teridiri dari 2 komparten yang terpisah yaitu komparetemen darah dan komparetemen dialisat yang dipisahkan membran semipermeabel untuk membuang sisa-sisa metabolism (Rahardjo et al, 2006). Sisa-sisa metabolisme atau racun tertentu dari peredaran darah manusia itu dapat berupa air, natrium, kalium, hidrogen, urea, kreatinin, asam urat, dan zat-zat lain. Hemodialisis dilakukan 3 kali dalam seminggu selama 3-4 jam terapi (Brunner dan Suddarth, 2013). 2) Dialisis peritoneal Dialisis peritoneal merupakan terapi alternatif dialisis untuk penderita GGK dengan 3-4 kali pertukaran cairan per hari (Prodjosudjadi dan Suhardjono, 2009). Pertukaran cairan terakhir dilakukan pada jam tidur sehingga cairan peritoneal dibiarkan semalaman (Wilson, 2006). Terapi dialisis tidak boleh terlalu cepat pada pasien Dialisis Peritoneal (DP). Indikasi medik yaitu pasien anak-anak dan orang tua (umur lebih dari 65 tahun), pasien-pasien yang telah menderita penyakit sistem kardiovaskular, pasien-pasien yang cenderung akan mengalami perdarahan bila dilakukan hemodialisis, kesulitan pembuatan AV shunting, pasien dengan stroke, pasien dengan residual urin masih cukup, dan pasien nefropati diabetic disertai co-morbidity dan co-mortality. Indikasi non12



medik yaitu keinginan pasien sendiri, tingkat intelektual tinggi untuk melakukan sendiri, dan di daerah yang jauh dari pusat ginjal (Sukandar, 2006). 3) Transplantasi ginjal Transplantasi ginjal merupakan cara pengobatan yang lebih disukai untuk pasien gagal ginjal stadium akhir. Namun kebutuhan transplantasi ginjal jauh melebihi jumlah ketersediaan ginjal yang ada dan biasanya ginjal yang cocok dengan pasien adalah yang memiliki kaitan keluarga dengan pasien. Sehingga hal ini membatasi transplantasi ginjal sebagai pengobatan yang dipilih oleh pasien (Wilson, 2006). B. Tinjauan Islam



“Dan jika Allah menimpakan sesuatu kemudharatan kepadamu, maka tidak ada yang menghilangkannya melainkan dia sendiri. Dan jika dia mendatangkan kebaikan kepadamu, maka Dia Maha Kuasa atas tiap-tiap sesuatu (surah Al-An’am: 17).” Maka obat dan dokter hanyalah cara kesembuhan, sedangkan kesembuhan hanya datang dari Allah. Karena Dia sendiri menyatakan demikian, “Dialah yang menciptakan segala sesuatu.” Semujarab apapun obat dan spesialis dokter itu, namun jika Allah tidak menghendaki kesembuhan, kesembuhan itu juga tidak akan dapat. Bahkan jika meyakini bahwa kesembuhan itu datang dari selain-Nya, berarti ia telah rela keluar dari agama dan neraka sebagai tempat tinggalnya kelak jika tidak juga bertaubat. Dari fenomena ini kerap dijumpai di banyak kalangan, entah sadar atau tidak. Seperti ucapan sebagian orang. “tolong sembuhkan saya, Dok”. Meski kalimat ini amat pendek, namun akibatnya sangat fatal, yaitu akan mengeluarkan pengucapannya dari Islam. Sepantasnya setiap muslim berhati-hati dalam setiap gerak-geriknya agar ia tidak menyesal kelak.



13



C. Pathway



Gambar 2.1 pathway GGK



14



D. Metodologi Penelitian 1. Desain Penelitian Penelitian ini adalah penelitian studi kasus observasi dengan desain pendekatan cross sectional. 2. Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah pasien dengan gangguan sistem pernafasan, khususnya dengan diagnosa medis Gagal Gijal Kronik. 3. Teknik Pengumpulan Data a. Observasi Observasi adalah proses pengambilan data dalam penelitian dimana peneliti atau pengamat melihat situasi penelitian (Dharma, 2011). b. Wawancara Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara si peneliti dengan objek penelitian. Keterangan-keterangan yang hendak diperoleh melalui wawancara biasanya adalah keterangan dalam memperoleh dan memastikan fakta, memperkuat kepercayaan, memperkuat perasaan, mengenali standar kegiatan, dan untuk mengetahui alasan seseorang (Hanan, 2016). 4. Teknik Analisa Data Analisis data dalam penelitian kualitatif merupakan proses pelacakan dan pengaturan secara sistematis transkrip wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain yang dikumpulkan untuk meningkatkan peneluannya terhadap bahan-bahan tersebut agar dapat di interpretasikan temuannya terhadap orang lain.



Tahapan penelitian yang dilakukan oleh peneliti meliputi: a. Pengumpulan data Pengumpulan data merupakan kumpulan fakta yang diperoleh dari suatu pengukuran. Suatu pengambilan keputusan yang baik merupakan hasil dari penarikan kesimpulan yang didasarkan pada data/fakta yang akurat. Untuk mendapatkan data yang akurat diperlukan suatu alat ukur atau yang disebut instrumen yang baik. Alat ukur atau instrumen yang baik adalah alat ukur/instrumen yang valid dan reliabel. (Amin, dkk., 2009). b. Reduksi data 15



Reduksi data adalah proses analisis untuk memilih, memusatkan perhatian, menyederhanakan, mengabstraksikan serta mentransformasikan data yang muncul dari catatan lapangan (Patilima, 2005) c. Penyajian data Penyajian data adalah salah satu kegiatan dalam pembuatan laporan hasil yang telah dilakukan sesuai dengan tujuan yang diinginkan (Wilis, 2016). d. Penarikan kesimpulan Penarikan kesimpulan merupakan penelitian apakah sebuah hipotesis yang diajukan itu ditolak atau diterima. Jika dalam pengujian terdapat bukti yang cukup untuk mendukung hipotesis, maka hipotesis itu diterima. Dalam menarik kesimpulan peneliti harus mendasarkan diri atas semua data yang diperoleh dalam kegiatan penelitian (Sururi, 2013).



16



BAB III LAPORAN KASUS A. Data Kasus Kelolaan 1. Data Pengkajian a. Data Umum Pasien Tabel. 3.1. Data Pengkajian PENGKAJIAN Data Demografi a. Nama b. Jenis Kelamin c. Usia d. Agama e. Pendidikan f. Pekerjaan g. Alamat h. Berat Badan/TB i. Diagnosa medis j. Tanggal Masuk RS k. Tanggal pengkajian Pengkajian Sekunder Keluhan Utama Riwayat Kesehatan a. Riwayat Penyakit Sekarang



KASUS I



KASUS II



Ny. S Perempuan 39 tahun Islam Ibu Rumah Tangga Klawisan, Margoagung, Sayegan, Sleman. 45 kg/150cm GGK 26-04-2019 01-05-2019



Nn. H Prempuan 19 tahun Islam Karyawan Bajang, Wijirejo, Pandak, Bantul. 47 kg/155 cm GGK 21-06-2019 22-06-2019



Pasien datang dengan keluhan sesak nafas, perut terasa nyeri dan begah.



Pasien datang dengan keluahan badan terasa lemas dan sesak nafas



Enam jam sebelum masuk rumah sakit pasien mengeluh sesak nafas perut begah. Kemudian pasien periksa ke RSA UGM kemudian di rujuk di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Pasien rutin menjalani hemodialisa 2×/minggu di RSA UGM. Pasien juga mengeluh nyeri pada perut bagian kanan atas. Pengkajian Nyeri P : asites Q : ditusuk-tusuk R : perut kanan atas S:5 T : hilang timbul



Pasien mengatakan sesak nafas sejak empat hari sebelum rumah sakit, pasien kemudian berobat di RS Respira kemudian dirujuk ke RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta.



b.



Riwayat Kesehatan Lalu



Pasien mempunyai riwayat hipertensi dan DM



c.



Riwayat Keluarga



Keluarga pasien ada yang mendeita DM dan Hipertensi Yaitu ibu kandung pasien.



Pasien mengatakan mempunyai penyakit jantung rheumatik 10 tahun yang lalu, berobat rutin selama 1 tahun. Keluarga tidak ada yang menderita hiprtensi dan DM. Pasien mengatakan jarang minum dan sering mual mutah. Keluarga pasien tidak ada yang menderita pnyakit DM, Hipertensi, maupun gagal ginjal.



Pasien mengatakan berhubngan baik dengan keluarga, tetangga, dan lingkungan sekitar. Semenjak sakit pasien tidak pernah berbaur dengan masyarakat, pasien hanya berjalan jalan di sekitar rumah saja. Hubungan terjalin dengan baik pasien juga kooperatif saat dilakukan pemberian terapi.



Paien bekerja di pabrik garment di Malaysia. Hubungan pasien dengan teman dan atasan di tempat kerja baik. Hubungan pasien di lingkungan sekitar baik. Pasien sering berkomunikasi dengan keluarga di rumah lewat telepon. Hubungan terjalin dengan baik pasien juga kooperatif saat dilakukan pemberian terapi.



Lingkungan rumah pasien bersih berada di desa jauh daripusat perkotaan jarak satu rumah dengan rumah lain dekat. Pasien sudah menerima dengan keaadan penyakit yang di deritanya, walaupun kadang-kadang pasien merasa sedih tapi untuk saat ini pasien ikhlas menerimanya. Pasien beragama islam shalat lima waktu, berwudhu dengan tayamum.



Lingkungan rumah pasien bersih berada di desa jauh daripusat perkotaan jarak satu rumah dengan rumah lain dekat. Rumah pasien dekat dengan jalan raya. Pasien merasa sedih dengan penyakit yang di deritanya, pasien sangat berharap penyakit yang dideritanya bisa sembuh seperti sedia kala. Pasien beragama islam shalat lima waktu, berwudhu dengan tayamum.



Riwayat Psikososial a. Kehidupan Sosial



b. c.



Hubungan pasien dengan orang lain dan tenaga kesehatan Lingkungan rumah pasien



d.



Tanggapan pasien tentang penyakit yang diderita Riwayat Spiritual



b. Hasil Pengkajian dan Pemeriksaan Fisik Tabel 3.2. Hasil Pengkajian dan Pemeriksaan Fisik PENGKAJIAN Tanda-tanda Vital a. Suhu b. Nadi c. Tekanan darah d. Pernapasan e. GCS f. Status kesadaran



KASUS I 36,50C 111x/menit 179/74 mmHg 27x/menit, Sa O2: 90% 15 (E4V5M6) Compos mentis



KASUS II 37,50C 121x/menit 148/105mmHg 46x/menit, Sa O2:89% 15 (E4V6M5) Composmentis



Pemeriksaan Fisik Sistem Pernafasan



a.



b. c.



Sistem Kardiovaskuler



Sistem Pencernaan



Indera



Sistem Syaraf



Hidung Inspeksi : Hidung tampak simetris, pernafasan menggunakan cuping hidung, hidung tampak bersih, tidak ada secret, tidak ada polip, terpasang O2 3 LPM Leher Palpasi: tidak ada pembesaran kelenjar tiroid Dada Inspeksi: bentuk dada simetris, gerakan dada kiri dan kanan sama Palpasi: tidak ada benjolan/massa Perkusi: sonor Auskultasi: terdengar bunyi nafas ronkhi



Inspeksi: tampak ictus cordis Palpasi: letak ictus cordis bergeser ke lateral Perkusi Kanan atas: SIC II linea para sternalis dextra Kanan bawah: SIC IV linea para sternalis dextra Kiri atas: SIC II linea para sternalis sinistra Kiri bawah: SIC IV linea medio clavicularis sinistra Auskultasi: S1-S2 murni Inspeksi : Abdomen tamapak asites, bentuk tidak simetris, tidak terdapat lesi. Palpasi: Teraba massa pada kuadran kanan atas. Terdapat nyeri tekan Auskultasi : bising usus 12×/menit Perkusi : tympani pekak a. Mata : Konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik, fungsi penglihatan sedikit kabur b. Hidung : fungsi pembau normal c. Telinga : fungsi pendengaran normal a. Fungsi cerebral Mampu menyebutkan waku, tempat dan kejadian sebelumnya, mampu untuk berhitung, mampu berbahasa jawa dan Indonesia. Pasien berbicara dengan terengah engah. GCS E:4 V:5 M:6. Kesadaran: composmentis b. Fungsi cranial Fungsi cranial pasien masih baik, tidak ada gangguan. c. Fungsi motorik



a.



Hidung Inspeksi : Hidung tampak simetris, pernafasan menggunakan cuping hidung, hidung tampak bersih, tidak ada secret, tidak ada polip, terpasang NRM 10 LPM b. Leher Palpasi: tidak ada pembesaran kelenjar tiroid c. Dada Inspeksi: bentuk dada simetris, gerakan dada kiri dan kanan sama Palpasi: tidak ada benjolan/massa Perkusi: sonor Auskultasi: terdengar bunyi nafas ronkhi basah-basah Inspeksi: tampak ictus cordis Palpasi: letak ictus cordis bergeser ke lateral Perkusi: Kanan atas: SIC II linea para sternalis dextra Kanan bawah: SIC IV linea para sternalis dextra Kiri atas: SIC II linea para sternalis sinistra Kiri bawah: SIC IV linea medio clavicularis sinistra Auskultasi: S1-S2 murni Inspeksi : Abdomen tampak asites, bentuk tidak simetris, tidak terdapat lesi. Palpasi: Tidak terdapat nyeri tekan Auskultasi: Auskultasi 15×/menit Perkusi : tympani pekak a. b. c. a.



b.



Mata : Konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik fungsi penglihatan normal. Hidung : fungsi pembau normal Telinga : fungsi pendengaran normal Fungsi cerebral Mampu menyebutkan waku, temapt dan kejadian sebelumnya, mampu untuk berhitung, mampu berbahasa jawa dan Indonesia. Pasien berbicara dengan terengah engah. GCS E:4 V:5 M:6 kesadaran : composmentis Fungsi cranial Fungsi cranial pasien masih baik, tidak ada gangguan



d. e. f. g. Sistem Muskuloskeletal



a. b.



c.



d. e.



f.



g.



Ekstremitas atas tidak ada masalah dan Ekstremitas bawah oedem. Kekuatan otot penuh. Fungsi sensorik Pasien mampu merasakan panas, dingin, dan getaran. Fungsi cerebellum Pasien mampu mengangkat kedua tanganya secara bergantian. Reflex Pasien mampu menghindar dari rangsang nyeri Iritasi meningen Tidak ada kaku kuduk yang dirasakan atau tampak dari pasien Kepala : Bentuk mesochepal, kepala simetris, tidak ada lesi, leher simetris, tidak ada luka, tidak ada pembengkakan. Vertebrae : Mampu menggerakkan dagu kebawah/fleksi, mampu menggerakkan kepala ke posisi tegak/ekstensi, mampu menekuk kepala, kebelakang/hiperekstensi, mampu memiringkan kepala ke bahu/fleksi lateral maupun memutar. Pelvis : Mampu menggerakkan pinggul dengan pelan dan hati-hati, kedepan/fleksi, mampu mengembalikan posisi tegak/estensi, mampu menggerakkan ke belakang/hiperekstensi, mampu menggerakkan kesamping /fleksi, mampu memutar pinggul/rotasi. Lutut: Mampu menggerakkan tumit kearah paha/fleksi, mampu mengembalikan tungkai kearah lantai/ekstensi. Kaki : kedua kaki tampak oedem. Mampu memutar kaki bagian kiri kesamping, dalam/inversi, mampu memutar telapak kaki kiri kesamping dalam/inversi, mampu memutar telapak kaki kiri kesamping luar/eversi. Bahu : Mampu mengangkat lengan keatas, depan/fleksi, mampu mengembalikan lengan kesmping/ekstensi, mampu menggerakkan lengan kebelakang/hiptereksensi, mampu mengangkat lengan kesamping/aduksi, mampu memtar bahu keluar/rotasi luar, memutar lengan/sirkumduksi. Tangan : Menggerakkan tangan kedalam/fleksi, mengembalikan posisi telapak tangan keluar/hiperekstensi menekuk pergelangan miringke ibu jari/abduksi, menekuk pergelangan miring kearah 5



c. d. e. f. g. a.



b.



c.



d. e.



f.



g.



Fungsi motorik Ekstremitas atas dan bawah oedem. Fungsi sensorik Pasien mampu merasakan panas, dingin, dan getaran Fungsi cerebellum Pasien mampu mengangkat kedua tanganya secara bergantian Reflex Pasien mampu menghindar dari rangsang nyeri Iritasi meningen Tidak ada kaku kuduk yang dirasakan atau tampak dari pasien Kepala : Bentuk mesochepal, kepala simetris, tidak ada lesi, rambut tamapak bersih warna hitam, agak keriting, leher simetris, tidak ada luka, tidak ada pembengkakan Vertebrae : Mampu menggerakkan dagu ke bawah/fleksi, mampu menggerakkan kepala ke posisi tegak/ekstensi, mampu menekuk kepala, kebelakang/hiperekstensi, mampu memiringkan kepala ke bahu/fleksi lateral maupun memutar Pelvis : Mampu menggerakkan pinggul dengan pelan dan hati-hati, kedepan/fleksi, mampu mengembalikan posisi tegak/estensi, mampu menggerakkan ke belakang/hiperekstensi, mampu menggerakkan kesamping /fleksi, mampu memutar pinggul/rotasi Lutut : Mampu menggerakkan tumit kearah paha/fleksi, mampu mengembalikan tungkai kearah lantai/ekstensi Kaki kedua kaki tampak oedem. Mampu memutar kaki bagian kiri kesamping, dalam/inversi, mampu memutar telapak kaki kiri kesamping dalam/inversi, mampu memutar telapak kaki kiri kesamping luar/evers Bahu : Mampu mengangkat lengan keatas, depan/fleksi, mampu mengembalikan lengan kesmping/ekstensi, mampu menggerakkan lengan kebelakang/hiptereksensi, mampu mengangkat lengan kesamping/aduksi, mampu memtar bahu keluar/rotasi luar, memutar lengan/sirkumduksi. Tangan : Kedua tangan tampak oedem.



jari/adduksi.



Sistem Integumen



Sistem Endokrin Sistem Perkemihan



Sistem Reproduksi Sistem Imun Aktivitas Sehari-hari Nutrisi Eliminasi



Istirahat tidur Olahraga Rokok/alkohol Personal hygiene Aktivitas/mobilitas fisik Rekreasi



a.



Rambut : rambut tamapak bersih warna hitam sebagian sudah beruban, agak keriting, panjang sebahu terdapat kerontokan. b. Kulit : Warna kulit normal, akral hangat dan turgor kulit kering bersisik. c. Kuku : Pendek, bersih Tidak teraba pembesaran kelenjar thyroid Pasien mengatakan tidak ada penyakit yang berhubungan dengan organ seksual, tidak ada benjolan dan pembengkakan di genetalia interna, tidak ada nyeri saat buang air kecil. Pasien merasa tidak nyaman karena terpasang DC. Organ reproduksi pasien normal tidak ada pembengkakan, siklus haid teratur, pasien mempunyai tiga orang anak. Pasien mengatakan tidak ada alergi obat maupun makanan. Saat di rumah sakit pasien mengatakan tidak nafsu makan, begitupun saat masuk rumah sakit pasien juga mengatakan tidak nafsu makan. Saat di rumah pasien mengatakan BAK sekitar 1-2x/hari dan BAB 2 hari sekali. Saat di rumah sakit pasien terpasang kateter dengan frekuensi urine 200cc/hari dan tidak BAB selama di rumah sakit Pasien mengatakan pola tidur pasien di rumah sekitar 6-8 jam sehari mulai pukul 21:00-04:00 Pasien mengatakan tidak pernah berolahraga Pasien tidak mempunyai riwayat merokok dan tidak pernah mengkonsumsi alkohol Mandi 2 kali/hari, keramas satu atau dua hari sekali Mengerjakan pekerjaan rumah tangga Pasien jarang melakukan rekreasi



Menggerakkan tangan kedalam/fleksi, mengembalikan posisi telapak tangan keluar/hiperekstensi menekuk pergelangan miringke ibu jari/abduksi, menekuk pergelangan miring kearah 5 jari/adduksi a. Rambut : rambut tamapak bersih warna hitam, panjang sebahu sedikit rontok. b. Kulit : Warna kulit normal, akral hangat dan turgor kulit kering bersisik. c. Kuku : Pendek, bersih Tidak teraba pembesaran kelenjar thyroid Pasien mengatakan tidak ada penyakit yang berhubungan dengan organ seksual, tidak ada nyeri saat buang air kecil. Pasien merasa tidak nyaman karena terpasang DC. Pasien belum menikah, genetalia interna bengkak, terpasang DC, siklus haid normal, tidak ada nyeri. Pasien mengatakan tidak ada alergi obat maupun makanan. Imunisasi lengkap. Pasien mengatakan makan sehari 3x dengan porsi sedang terdiri dari nasi, sayur, lauk Saat di rumah pasien mengatakan BAK sehari sebanyak 4x dan BAB sebanyak 1x sehari pada pagi hari. Saat di rumah sakit pasien terpasang kateter dengan frekuensi urine 800cc/hari dan BAB 2 hari sekali. Pasien mengatakan pola tidur 7 jam sehari mulai dari pukul 22.00 wib sampai pukul 05.00 wib. Tidak pernah tidur siang. Pasien mengatakan tidak pernah berolahraga Pasien tidak mempunyai riwayat merokok dan tidak pernah mengkonsumsi alkohol Mandi 2 kali/hari, keramas satu atau dua hari sekali Bekerja di pabrik garment sering lembur,tidak pernah olah raga. Pasien melakukan rekreasi 1 bulan sekali



c. Discharge Planning Tabel 3.4. Discharge Planning 1. 2. 3. 4.



Kasus 1 Diet yang sudah ditetapkan yaitu rendah lemak, rendah glukosa, rendah garam, natrium, kalium, potasium, tinggi kalori, rendah protein, batasi jumlah cairan yang masuk sesuai dengan urin output Hemodialisa sesuai jadwal Minum obat secara teratur Jangan menghentikan terapi obat tanpa konsultasi dengan dokter



1. 2. 3. 4.



Kasus 2 Diet yang sudah ditetapkan yaitu rendah lemak, rendah garam, natrium, kalium, potasium, tinggi kalori, rendah protein, batasi jumlah cairan yang masuk Hemodialisa sesuai jadwal Minum obat secara teratur Jangan menghentikan terapi obat tanpa konsultasi dengan dokter



d. Hasil Pemeriksaan Diagnostik Tabel 3.4. Hasil Pemeriksaan Diagnostik PEMERIKSAAN Pemeriksaan Lab Hemoglobin AL Eosinofil Neutrofil Basofil Segmen Limfosit Monosit Hematokrit Thrombosit Eritrosit Ureum Kreatinin Albumin GDS HIV screening HbsAg



Nilai 9,4 4,1 4,3 0.0 0.3 81.9 11.8 4.0 36.5 211 3,1 51,9 4,39 4.36 285 Non reaktif Negatif



KASUS I Nilai rujukan 11-17 g% 4-11% 0-3 % 50-70% 0-1 % 40-70 % 20-40 % 2-8 % 32-52 % 150-450 rb/mm3 3,5-5,5 juta/mm3 10-40 mg/dL 0,6-1,1 mg/dL 3.5-5.0 mg/dL 80-120 mg/dL



Interpretasi Menurun Normal Meningkat Menurun Normal Meningkat Menurun Normal Normal Normal Menurun Meningkat Meningkat Normal Meningkat Normal Normal



Nilai 5,9 11,9 1 82 0.4 84.7 10 3 18,7 326 2,82 154,7 13,15 102 Non reaktif Negatif



KASUS II Nilai rujukan 11-17 g% 4-11% 0-3 % 50-70 % 0-1 % 40-70 % 20-40 % 2-8 % 32-52 % 150-450 rb/mm3 3,5-5,5 juta/mm3 10-40 mg/Dl 0,6-1,1 mg/dL 80-120 MG/DL



Interpretasi Menurun Meningkat Normal Meningkat Normal Meningkat Menurun Normal Menurun Normal Menurun Meningkat Meningkat Normal Normal Normal



Pemeriksaan : rontgen thorax dewasa AP/PA) Pemeriksaan USG Abdomen



Tanggal : 26-04-2019 Perselubungan semi opaque homogen tipis di hemithorax kanan. Kesan: Suspek efusi pleura kanan dengan pleuro pneumonia, Besar cor sulit dinilai Tanggal : 01-05-2019 Crhonic Renal disease bilateral disertai asites ,Hepatomegali



Tanggal : 21-06-2019 Radiologis gambaran bronkhopneumonia d.d oedem paru berat dengan efusipleura bilateral, Besar cor sulit di evaluasi. Tanggal : 22-06-2019 Crhonic Renal disease bilateral disertai asites, efusi pleura biateral, Tak tampak kelainan pada Hepar, VF, Lien, Pankreas, VU, maupun Uterus.



e. Farmakoterapi Tabel 3.5 Terapi Farmakologi Nama Obat Ceftazidime 1gr/12 jam



Furosemide 20 mg/12 jam



O2 3 Lpm



Asam folat 1x1mg Nicardipin 50 mg drip selama 24 jam Infus D5 %



Amlodipin



KASUS I Fungsi/Kegunaan Ceftazidime adalah obat antibiotic termasuk dalam kelas chefalosphorin dengan fungsi untuk mengobati berbagai macam infeksi bakteri.



Nama Obat Cefotaxime



KASUS II Fungsi/Kegunaan Obat antibiotik sefalosporin yang berfungsi untuk membunuh bakteri yang memicu infeksi.



Obat untuk mengurangi cairan berlebih dalam tubuh (edema) yang di sebabkan oleh kondisi seperti gagal jantung, penyakit hati, dan ginjal. Obat ini juga digunakan untuk mengobati tekanan darah tinggi. Untuk memperbaiki dan mencegah keadaan hipoksemia, sehingga hipoksia jaringan dapat dicegah dan dihindari.



Furosemide 20 mg/12 jam



Obat untuk mengurangi cairan berlebih dalam tubuh (edema) yang di sebabkan oleh kondisi seperti gagal jantung, penyakit hati, dan ginjal. Obat ini juga digunakan untuk mengobati tekanan darah tinggi



O2 10 Lpm



Untuk memperbaiki dan mencegah keadaan hipoksemia, sehingga hipoksia jaringan dapat dicegah dan dihindari.



Menghambat progresivitas fungsi gnjal



Asam folat 2x1mg



Menghambat progresivitas fungsi ginjal



Mengobati tekanan darah tinggi, penghambat saluran kalsium dan mencegah angina. Untuk menarik cairan dari dalam pembuluh darah keluar ke jaringan sekitarnya (prinsip cairan berpindah dari osmolaritas tinggi), sampai akhirnya mengisi sel-sel yang dituju. Digunakan pada keadaan sel mengalami dehidrasi Menurunkan tekanan darah



CPG 1x75mg Tramadol 100mg/ kalau perlu CaCo3 2x2 tab



Obat untuk mencegah serangan jantung pada orang yang baru terkena penyakit jantung, stroke, atau penyakit sirkulasi darah. Obat pereda rasa sakit kuat yang digunakan untuk menangani nyeri sedang hingga berat Obat yang berjenis antasida yang berfungsi untuk menurunkan aam dalam perut



2. Analisa Data Tabel 3.6. Analisa Data No



Data



Kasus 1 1 DS: -



Klien mengatakan sesak nafas, perut terasa begah



-



Klien tampak sesak nafas Pernafasan cuping hidung RR 27/menit N: 112x/menit Jumlah urin 24 jam : 400cc USG : Hepatomegali Hasil rontgen thorax: Suspek efusi pleura kanan dengan pleuro pneumonia



DO:



Etiologi Gangguan pada ginjal (glomerulonefritis, sindrom nefrotik, GGA, GGK)



Problem Kelebihan volume cairan



Tidak dapat berfungsi sebagai pengatur hemodinamik Aliran darah ke ginjal menurun GFR menurun Pelepasan renin-angiotensin Vasokonstriksi, retensi Na & H2O Peningkatan tekanan darah Peningkatan tekanan hidrostatik kapiler Mendorong cairan keluar dari intravaskuler ke interstitial Edema



2



DS: -



Pasien mengatakan sesak nafas



Kelebihan volume cairan Gangguan pada ginjal (glomerulonefritis, sindrom nefrotik, GGA, GGK)



Ketidakefektifan pola nafas



DO:



Retensi Na -



RR: 27×/ menit Menggunakan otot bantu pernafasan Pernafasan cuping hidung



Asites Penekanan diafragma Ruang paru menyempit Sesak nafas



3



Ketidakefektifan pola nafas Peradangan pada hepatosit



DS: -



Pasien mengatakan nyeri pada perut kanan atas, skala 5, seperti ditusuktusuk, hilang timbul



DO:



Nyeri akut



Destruksi sel hepar Hepatomegali



-



Ekspresi pasien tampak menahan nyeri TD: 179/74 mmHg N: 111×/ menit RR: 27×/ menit S: 36,5 ºC Hasil USG: hepatomegali Teraba massa pada kuadran kanan atas abdomen



-



Klien mengatakan sesak nafas



-



Klien tampak gelisah dan sesak nafas RR 46x/menit N: 114x/menit Pernafasan cuping hidung Hasil lab : Hb : 5,9 Hmt : 18,7 Hasil rontgen thorax: edema paru berat dengan efusi pleura bilateral. Tamapak oedem pada tangan dan kaki. Hasil pemeriksaan USG : Crhonic Renal disease bilateral disertai asites, efusi pleura biateral



Kasus 2 1 DS:



Menekan otot abdomen Nyeri akut



Gangguan pada ginjal (glomerulonefritis, sindrom nefrotik, GGA, GGK)



DO:



-



Tidak dapat berfungsi sebagai pengatur hemodinamik Aliran darah ke ginjal menurun GFR menurun Pelepasan renin-angiotensin Vasokonstriksi, retensi Na & H2O Peningkatan tekanan darah



Kelebihan volume cairan



Peningkatan tekanan hidrostatik kapiler Mendorong cairan keluar dari intravaskuler ke interstitial Edema 2



DS: -



Pasien mengatakan sesak nafas



-



RR: 46×/ menit Menggunakan otot bantu pernafasan Pernafasan cuping hidung



Kelebihan volume cairan Gangguan pada ginjal (glomerulonefritis, sindrom nefrotik, GGA, GGK)



DO: Retensi Na Asites Penekanan diafragma Ruang paru menyempit Sesak nafas Ketidakefektifan pola nafas



3. Diagnosa Keperawatan Prioritas Tabel 3.7 Diagnosa Keperawatan Kasus Kasus 1



a. b. c.



Kasus 2



a. b.



Diagnosa Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi



Ketidakefektifan pola nafas



4. Rencana Intervensi Tabel 3.8 Rencana Intervensi No 1



Diagnosa Keperawatan Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi



Tujuan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3×24 jam, volume cairan seimbang dengan kriteria hasil Fluid balance 1. Terbebas dari edema, efusi, anarsaka skala 4 2. Bunyi nafas bersih skala 4 3. Tidak ada dypsnea skala 4 4. Respirasi dalam rentang normal skala 4



2



Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi



Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3×24 jam pola nafas adekuat. Kriteria Hasil: NOC : Status Pernafasan 1. Peningkatan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat 2. Bebas dari tanda-tanda distress pernafasan 3. Suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips) 4. Tanda tanda vital dalam rentang normal



Intervensi Managemen hipervolemia (4170): 1. Kaji status cairan, timbang berat badan, turgor kulit dan adanya edema. 2. Monitor status hemodinamik meliputi denyut nadi tekanan darah, MAP, PAP, CVC. 3. Monitor status pernafasan untuk mengetahui adanya edema pulmonum pembatasan cairan. 4. Monitor data laboratorium tentang penyebab yang mendasari terjadinya hipervolemia (ureum, creatinin) 5. Berikan obat yang diresepkan untuk mengurangi preload 6. Siapkan pasien untuk dialisis terapi. Monitoring Pernafasan 1. Monitor rata-rata, kedalaman, irama dan usaha respirasi 2. Catat pergerakan dada, amati kesimetrisan, penggunaan otot tambahan, retraksi otot supraclavicular dan intercostal 3. Monitor pola nafas : bradipena, takipenia, kussmaul, hiperventilasi, cheyne stokes 4. Auskultasi suara nafas, catat area penurunan / tidak adanya ventilasi dan suara tambahan Terapi Oksigen 1. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya crakles 2. Ajarkan pasien nafas dalam 3. Atur posisi senyaman mungkin



Rasionalisasi Managemen hipervolemia (4170) 1. Untuk mengetahui perkembangan pasien 2. Untuk mengetahui status hemodinamik pasien 3. Untuk memaksimalkan ventilasi 4. Untuk mencukupi kebutuhan oksigen 5. Membantu mengoptimalkan keseimbangan cairan 6. Menyiapkan kondisi pasien agar siap menjalani terapi hemodialisis



Monitoring Pernafasan 1. Mengetahui status pernafasan pasien 2. Mengetahui status pernafasan pasien dan mencegah komplikasi lanjutan 3. Mengetahui perkembangan status kesehan pasien 4. Mengetahui perkembangan kesehan dan status pernafasan pasien Terapi Oksigen 1. Mengetahui perkembangan status pernafasan pasien 2. Meningkatkan ekspansi paru 3. Posisi pasien yang nyaman memberikan pasien lebih tenang sehingga sesak nafas berkurang



4. Batasi untuk beraktivitas 5. Kolaborasi pemberian oksigen 3



Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis



5. Implementasi



Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3×24 jam nyeri pasien berkurang, dengan kriteria hasil: Tingkat Nyeri (2102) 1. Nyeri berkurang dari skala 5 menjadi skala 2 2. Ekspresi pasien tidak tampak menahan nyeri 3. Frekuensi nafas dalam batas normal 4. Nadi dalam batas normal 5. Tekanan darah dalam batas normal Kontrol Nyeri (1605) 1. Mengenali kapan nyeri terjadi 2. Mengetahui faktor penyebab nyeri 3. Menggunakan tindakan pengurangan nyeri non farmakologi 4. Menggunakan analgesik yang direkomendasikan 5. Melaporkan nyeri terkontrol



Manajemen nyeri (1400) 1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi 2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan 3. Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan 4. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan pencahayaan dan kebisingan 5. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi 6. Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas dala, relaksasi, distraksi, kompres hangat/ dingin 7. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri 8. Tingkatkan istirahat 9. Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan berkurang dan antisipasi ketidaknyamanan dari prosedur 10. Monitor tanda-tanda vital



4. Mengurangi beban kerja paru dan jantung 5. Meningkatan kapasitas oksigen dalam sirkulasi 1. Membantu dalam mengidentifikasi nyeri dan mengembangkan rencana keperawatan 2. Agar pengetahuan pasien bertambah mengenai nyeri yang diraakan 3. Untuk mengurangi rasa nyeri dngan terapi non farmakologik 4. Untuk mengurangi nyeri dengan cara farmakologik 5. Memungkinkan lebih banyak dukungan kepada pasien untuk mengendalikan nyeri 6. Terhindar dari kesalahan dalam pemberian obat 7. Tepat an benar dalam pengelolaan obat 8. Membantu mengurangi nyeri secara cepat 9. Mengetahui intensitas nyeri yang dirasakan setelah pemberian analgesik 10. Mengetahui perkembanga status kesehatan pasien



Kasus



Diagnosa Keperawatan



Hari ke-1 Kamis, 2 Mei 2019



Implementasi Hari ke-2 Jum’at, 3 Mei 2019



Hari ke-3 Sabtu, 4 Mei 2019



Kasus 1



Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi



Shift Pagi Pukul 08:00 - Mengkaji status cairan, menimbang berat badan, edema - Memberikan edukasi tentang pembatasan jumlah cairan yang masuk - Menjelaskan kepada keluarga tentang rasional pembatasan cairan - Monitor tanda-tanda vital - Berkolaborasi memberikan injeksi furosemid 10 cc/jam (Lestari)



Shift Pagi Pukul 08:00 - Mengkaji status cairan, menimbang berat badan, edema - Melakukan kolaborasi untuk pembatasan cairan - Mengkaji pasien sebelum tindakan hemodialisa - Memonitor tanda-tanda vital sebelum tindakan hemodialisa - Melakukan kolaborasi dengan laboratorium dalam pemeriksaan ureum dan kreatinin - Berkolaborasi memberikan injeksi nicardipin 9 cc/jam dan injeksi furosemid 10 cc/jam



Shift Pagi Pukul 08:00 - Mengobservasi kondisi pasien - Mengantar pasien untuk hemodialisa tanpa tranfusi - Monitor kondisi pasien post hemodialisa - Berkolaborasi memberikan injeksi nicardipin 9 cc/jam dan injeksi furosemid 10 cc/jam (Nur Pri)



(Lestari) Shift Siang Pukul 14:30 - Mengkaji ulang status cairan - Memonitor tanda vital - Mempersiapkan pasien untuk menjalani terapi hemodialisa Pukul 20:00 - Memberikan injeksi furosemid 20mg intra vena



Shift Siang Pukul 14:30 - Mengkaji ulang status cairan - Memonitor tanda vital Pukul 20:00 - Memberikan injeksi furosemid 20mg intra vena (Eti)



Shift Siang Pukul 14:30 - Mengkaji ulang status cairan - Memonitor tanda vital Pukul 20:00 - Memberikan injeksi furosemid 20mg intra vena (Lestari)



(Eti)



Shift Malam Pukul 21:30 - Mengkaji ulang status cairan - Memonitor tanda vital - Mendokumentasikan TTV - Menghitung urin output



Shift Malam Pukul 21.30 - Mengkaji ulang status cairan - Memonitor tanda vital - Mendokumentasikan TTV - Menghitung urin output



Shift Malam Pukul 21:30 - Mengkaji ulang status cairan - Memonitor tanda vital - Mendokumentasikan TTV - Menghitung urin output



Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi



Shift Pagi Pukul 08:00 - Memonitor rata-rata, kedalaman, irama dan usaha respirasi - Mencatat pergerakan dada,amati kesimetrisan, penggunaan otot tambahan, retraksi otot supraclavicular dan intercostal - Memonitor pola nafas : bradipena, takipenia, kussmaul, hiperventilasi, cheyne stokes - Melakukan kolaborasi pemberian oksigen 3 10 lpm dengan NRM



Shift Pagi Pukul 08:00 - Memonitor ulang rata-rata, kedalaman, irama dan usaha respirasi - Mencatat pergerakan dada,amati kesimetrisan, penggunaan otot tambahan, retraksi otot supraclavicular dan intercostal - Memonitor pola nafas : bradipena, takipenia, kussmaul, hiperventilasi, cheyne stokes - Melakukan kolaborasi pemberian oksigen 3 lpm (Lestari)



Shift Pagi Pukul 08:00 - Memonitor kembali rata-rata, kedalaman, irama dan usaha respirasi - Mencatat pergerakan dada,amati kesimetrisan, penggunaan otot tambahan, retraksi otot supraclavicular dan intercostal - Memonitor pola nafas : bradipena, takipenia, kussmaul, hiperventilasi, cheyne stokes - Melakukan kolaborasi pemberian oksigen 3 lpm (Eti)



(Nur Pri) Shift Siang Pukul 14:30 - Memonitor rata-rata, kedalaman, irama dan usaha respirasi - Mencatat pergerakan dada,amati kesimetrisan, penggunaan otot tambahan, retraksi otot supraclavicular dan intercostal - Memonitor pola nafas : bradipena, takipenia, kussmaul, hiperventilasi, cheyne stokes - Melakukan kolaborasi pemberian oksigen 10 lpm



Shift Siang - Memonitor rata-rata, kedalaman, irama dan usaha respirasi - Mencatat pergerakan dada,amati kesimetrisan, penggunaan otot tambahan, retraksi otot supraclavicular dan intercostal - Memonitor pola nafas : bradipena, takipenia, kussmaul, hiperventilasi, cheyne stokes - Melakukan kolaborasi pemberian oksigen 3 lpm



Shift Siang - Memonitor rata-rata, kedalaman, irama dan usaha respirasi - Mencatat pergerakan dada,amati kesimetrisan, penggunaan otot tambahan, retraksi otot supraclavicular dan intercostal - Memonitor pola nafas : bradipena, takipenia, kussmaul, hiperventilasi, cheyne stokes - Melakukan kolaborasi pemberian oksigen 3 lpm



(Eti) (Lestari) Shift malam pukul 21.30 Memonitor rata-rata, kedalaman, irama dan usaha



(Nur Pri) Shift Malam pukul 22:00 - Memonitor rata-rata, kedalaman, irama dan usaha



Shift Malam pukul 22:15 - Memonitor rata-rata, kedalaman, irama dan usaha



Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis



Shift Pagi Jam: 11.00 - Memonitor tanda-tanda vital - Mengkaji nyeri secara komprehensif (PQRST) - Mengobservasi reaksi nonverbal ketidaknyamanan - Mengajarkan pasien teknik relaksasi nafas dalam



Shift Pagi Jam 08.00 - Memonitor vital sign Mengkaji nyeri secara komprehensif (PQRST) - Menganjurkan pasien untuk melakukan teknik relaksasi nafas dalam yang telah diajarkan - Memberikan injeksi tramadol 100 mg/IV



(Lestari)



Shift Pagi Jam 08.00 - Memonitor vital signmengobservasi reaksi nonverbal dan ketidaknyamanan yang dirasakan pasien - Menganjurkan untuk tetap mempraktikkan teknik relaksasi nonfarmakologi yang telah diajarkan (relaksasi nafas dalam)



(Nur pri)



Shift Siang Jam 15.00 - Memonitor vital sign - Mengkaji ulang nyeri yang dirasakan pasien - Menganjurkan untuk melakukan relaksasi nafas dalam Jam 16:00 - Mengkolaborasikan dengan dokter untuk memberikan obat analgetik Tramadol 100 mg/IV



Shift Siang Jam 14.30 - Memonitor tanda-tanda vital - Mengkaji nyeri yang dirasakan pasien - Menganjurkan pasien melakukan teknik relaksasi yang tela diajarkan (relaksasi nafas dalam) Jam 16.00 - Mengkolaborasikan dengan dokter untuk memberikan obat analgetik Tramadol 100 mg/IV



(Eti) Shift Siang Jam 14.30 - Memonitor ulang vital sign - Menganjurkan untuk tetap mempraktikkan teknik relaksasi nonfarmakologi yang telah diajarkan (relaksasi nafas dalam) Jam 16.00 - Mengkolaborasikan dengan dokter untuk memberikan obat analgetik Tramadol 100 mg/IV (Lestari)



(Nur pri) (Eti) Shift malam Jam 20.00 - Memonitor ulang vital sign Jam 21.00 - Menganjurkan pasien melakukan relaksasi nafas dalam



Shift Malam Jam 20.00 - Memonitor ulang vital sign Jam 21.00 - Menganjurkan pasien melakukan relaksasi nafas dalam



Shift Malam Jam 20.00 - Memonitor ulang vital sign Jam 21.00 - Menganjurkan pasien melakukan relaksasi nafas dalam



Kasus



Diagnosa Keperawatan



Hari ke-1 Minggu, 23 Juni 2019



Implementasi Hari ke-2 Senin, 24 Juni 2019



Hari ke-3 Selasa, 25 Juni 2019



Kasus 2



Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi



Shift Pagi Pukul 08:00 - Mengkaji status cairan, menimbang berat badan, edema - Memberikan edukasi tentang pembatasan jumlah cairan yang masuk - Menjelaskan kepada keluarga tentang rasional pembatasan cairan - Monitor tanda-tanda vital - Berkolaborasi memberikan injeksi nicardipin 9 cc/jam dan injeksi furosemid 20 mg intra vena



Shift Pagi Pukul 08:00 - Melakukan kolaborasi untuk pembatasan cairan - Mengkaji pasien sebelum tindakan hemodialisa - Memonitor tanda-tanda vital sebelum tindakan hemodialisa - Melakukan kolaborasi dengan laboratorium dalam pemeriksaan ureum dan kreatinin - Berkolaborasi memberikan injeksi nicardipin 9 cc/jam dan injeksi furosemid 20 mg intra vena



Shift Pagi Pukul 08:00 - Mengobservasi kondisi pasien - Mengantar pasien untuk hemodialisa - Monitor kondisi pasien post hemodialisa - Berkolaborasi memberikan injeksi nicardipin 9 cc/jam dan injeksi furosemid 20 mg intra vena



(Eti)



(Nur Pri) (Lestari) Shift Siang Pukul 14:30 - Mengkaji ulang status cairan - Memonitor dan mengukur tanda vital - Mempersiapkan pasin uuk hemodialisa dengan tranfusi PRC 2 kolf Pukul 20:00 - Memberikan injeksi furosemid 20 mg intra vena



Shift Siang Pikul 14:30 - Mengkaji ulang status cauran - Memonitor dan mengukur tanda vital Pukul 20:00 - Memberikan injeksi furosemid 20 mg intra vena (Lestari)



(Eti)



Shift Siang Pukul 14:30 - Mengkaji ulang status cauran - Memonitor dan mengukur tanda vital - Mempersiapkan pasien uuk hemodialisa Pukul 20:00 - Memberikan injeksi furosemid 20 mg intra vena (Nur Pri)



Shift Malam - Mengkaji kembali status cairan - Memonitor dan mengukur tanda vital dan saturasi oksigen



Shift Malam - Mengkaji kembali status cairan - Memonitor dan mengukur tanda vital dan saturasi oksigen



Shift Malam - Mengkaji kembali status cairan - Memonitor dan mengukur tanda vital dan saturasi oksigen



(Lestari)



(Eti)



(Nur Pri)



Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi



-



-



Shift pagi Pukul 08:00 Memonitor rata-rata, kedalaman, irama dan usaha respirasi Mencatat pergerakan dada, amati kesimetrisan, penggunaan otot tambahan, retraksi otot supraclavicular dan intercostal Memonitor pola nafas : bradipena, takipenia, kussmaul, hiperventilasi, cheyne stokes Melakukan kolaborasi pemberian oksigen 10 lpm Mengatur posisi pasien dengan posisi semi fowler



-



-



Shift pagi Pukul 08:00 Memonitor rata-rata, kedalaman, irama dan usaha respirasi Mencatat pergerakan dada,amati kesimetrisan, penggunaan otot tambahan, retraksi otot supraclavicular dan intercostal Memonitor pola nafas : bradipena, takipenia, kussmaul, hiperventilasi, cheyne stokes Melakukan kolaborasi pemberian oksigen 3 lpm



-



-



Shift pagi Pukul 08:00 Memonitor rata-rata, kedalaman, irama dan usaha respirasi Mencatat pergerakan dada,amati kesimetrisan, penggunaan otot tambahan, retraksi otot supraclavicular dan intercostal Memonitor pola nafas : bradipena, takipenia, kussmaul, hiperventilasi, cheyne stokes Melakukan kolaborasi pemberian oksigen 3 lpm



6. Evaluasi Kasus



Diagnosa Keperawatan



Hari ke-1



Evaluasi Hari ke-2



Hari ke-3



Kasus 1



Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi



Kamis, 2 Mei 2019 pukul 13:30 S : pasien mengatakan masih sesak nafas O : KU : lemah Kesadaran : somnolen Tampak asites Terihat sesak nafas BB: 45 kg TB: 150 cm Terpasang kanul nasal 3 lpm TD: 205/104 mmHg RR: 34×/menit Suara nafas ronkhi basah A : Masalah keperawatan kelebihan volume cairan belum teratasi P : Lanjutkan intervensi



Jum’at, 3 Mei 2019 pukul 13:30 S : pasien mengatakan masih sesak nafas O : KU : cukup Kesadaran : compos mentis Tampak asites Terihat sesak nafas Terpasang NRM 10 lpm TD: 210/120 mmHg RR: 24/menit Infus microlini 10 tpm A : Masalah keperawatan kelebihan volume cairan belum teratasi P : Lanjutkan intervensi



Sabtu, 4 Mei 2019 pukul 3:30 S : pasien mengatakan sesak nafas sedikit berkurang O : KU : cukup Kesadaran : compos mentis Terpasang kanul nasal 3 lpm TD: 190/96 mmHg RR: 22×/menit N: 100×/menit A : Masalah keperawatan kelebihan volume cairan belum teratasi P : Lanjutkan intervensi



(Lestari) (Lestari)



(Lestari)



Kamis 2 mei 2019 Pukul 20:30 S : pasien mengatakan masih sesak nafas O : KU : lemah Kesadaran : somnolen Tampak asites Terihat sesak nafas BB: 45 kg TB: 150 cm Terpasang kanul nasal 3 lpm TD: 189/104 mmHg RR: 27×/menit Suara nafas ronkhi basah Oedem kedua kaki A : Masalah keperawatan kelebihan volume cairan belum teratasi P : Lanjutkan intervensi



Jum`at, 3 Mei 2019 Pukul 20:30 S : pasien mengatakan masih sesak nafas O : KU : cukup Kesadaran : compos mentis Tampak asites Terihat sesak nafas Terpasang NRM 10 lpm TD: 200/110 mmHg RR: 22×/menit Infus microlini 10 tpm A : Masalah keperawatan kelebihan volume cairan belum teratasi P : Lanjutkan intervensi



Sabtu, 4 Mei 2019 Pukul 20:30 S : pasien mengatakan sesak nafas sedikit berkurang O : KU : cukup Kesadaran : compos mentis Terpasang kanul nasal 3 lpm Terpasang injection plug Odem di kedua kaki berkurang TD: 189/96 mmHg RR: 22×/menit N: 110×/menit BB :43 kg A : Masalah keperawatan kelebihan volume cairan belum teratasi P : Lanjutkan intervensi



(Lestari)



(Nur Pri)



(Lestari)



Kamis 2 mei 2019 Pukul 07:00 S : pasien mengatakan masih sesak nafas O : KU : lemah Kesadaran : somnolen Tampak asites Oedem kedua kaki Terihat sesak nafas BB: 45 kg TB: 150 cm Terpasang kanul nasal 3 lpm TD: 201/102 mmHg RR: 27×/menit Suaranafas ronkhi bassah A : Masalah keperawatan kelebihan volume cairan belum teratasi P : Lanjutkan intervensi terapi dialisis



Jum`at 3 mei 2019 Pukul 07:00 S : pasien mengatakan masih sesak nafas O : KU : lemah Kesadaran : CM Tampak asites Oedem kedua kaki berkurang Terpasang kanul nasal 3 lpm TD: 186/100 mmHg RR: 24×/menit Suara nafas vesikuler A : Masalah keperawatan kelebihan volume cairan belum teratasi P : Lanjutkan intervensi



Sabtu, 4 Mei 2019 Pukul 07:00 S : pasien mengatakan sesak nafas berkurang O : KU : lemah Kesadaran : CM Tampak asites Oedem kedua kaki berkurang BB: 43 kg TB: 150 cm Terpasang kanul nasal 3 lpm TD: 205/104 mmHg RR: 22x/menit Suara nafas vesikuler A : Masalah keperawatan kelebihan volume cairan belum teratasi P :Lanjutkan intervensi



(Lestari) (Lestari)



Kasus 2



Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi



Minggu, 23 Juni 2019 Pukul 13:30 S : pasien mengatakan masih sesak nafas O : KU : lemah Kesadaran : somnolen Tampak asites Terihat sesak nafas BB: 47 kg TB: 155 cm Terpasang NRM 10 lpm TD: 153/104 mmHg N: 88x/menit RR: 34×/menit Suara nafas ronkhi basah A : Masalah keperawatan kelebihan volume cairan belum teratasi P : Lanjutkan intervensi terapi dialisis (Lestari) Minggu, 23 Juni 2019 Pukul 20:30 S : pasien mengatakan sesak nafas sedikit berkurang O : KU : cukup Kesadaran : compos mentis Terpasang kanul nasal 3 lpm TD: 146/96 mmHg RR: 27×/menit N: 100×/menit Kedua kaki oedem Suara nafas ronkhi basah A : Masalah keperawatan kelebihan volume cairan belum teratasi P : Lanjutkan intervensi



Senin, 24 Juni 2019 Pukul 13:30 S : pasien mengatakan masih sesak nafas Kesadaran : compos mentis Tampak asites Terihat sesak nafas Terpasang NRM 10 lpm TD: 148/108 mmHg RR: 32×/menit Infus microlini 10 tpm A : Masalah keperawatan kelebihan volume cairan belum teratasi P : Lanjutkan intervensi



Selasa, 25 Juni 2019 Pukul 13:30 S : pasien mengatakan sesak nafas sedikit berkurang O : KU : cukup Kesadaran : compos mentis Terpasang kanul nasal 3 lpm TD: 152/96 mmHg RR: 32×/menit N: 100×/menit A : Masalah keperawatan kelebihan volume cairan belum teratasi P : Lanjutkan intervensi



(Lestari) Senin, 24 Juni 2019 Pukul 20:30 S : pasien mengatakan sesak nafas sedikit berkurang O : KU : cukup Kesadaran : compos mentis Terpasang kanul nasal 3 lpm TD:134/92 mmHg RR: 28×/menit N: 112×/menit Oedem kaki berkurang BB:44 kg A : Masalah keperawatan kelebihan volume cairan belum teratasi P : Lanjutkan intervensi



(Lestari) Selasa, 25 Juni 2019 Pukul 20:30 S : pasien mengatakan sesak nafas sedikit berkurang O : KU : cukup Kesadaran : compos mentis Terpasang kanul nasal 3 lpm TD: 134/76 mmHg RR: 32×/menit N: 100×/menit Suara nafas vesikuler BB:44 kg A : Masalah keperawatan kelebihan volume cairan belum teratasi P : Lanjutkan intervensi



(Lestari)



(Lestari)



(Lestari)



Minggu, 23 Juni 2019 Pukul 07:00 S : pasien mengatakan sesak nafas sedikit berkurang O : KU : cukup Kesadaran : compos mentis Terpasang kanul nasal 3 lpm TD: 156//86 mmHg RR: 26×/menit N: 90×/menit Oedem kaki kanan dan kiri Suara nafas ronkhi basah BB:45 kg A : Masalah keperawatan kelebihan volume cairan belum teratasi P : Lanjutkan intervensi



Senin, 24, juni 2019 pukul 07:00 S : pasien mengatakan sesak nafas sedikit berkurang O : KU : cukup Kesadaran : compos mentis Terpasang kanul nasal 3 lpm TD: 153/70 mmHg RR: 24×/menit N: 88/menit A : Masalah keperawatan kelebihan volume cairan belum teratasi P : Lanjutkan intervensi



Selasa, 25 Juni 2019 Pukul 07:00 S : pasien mengatakan sudah tidak sesak tidak sesak nafas O : KU : cukup Kesadaran : compos mentis Terpasang kanul nasal 3 lpm TD: 143/96 mmHg RR: 22×/menit N: 80×/menit Tidak ada oedem Suara nafas vesikuler BB : 43 kg A : Masalah keperawatan kelebihan volume cairan teratasi P : Hentikan intervensi



(Lestari) (Lestari) (Lestari)