15 0 703 KB
1
ASUHAN KEPERAWATAN TN. D DENGAN CHOLELITIASIS PRO LAPAROSKOPI CHOLESISTEKTOMI DI RUANGAN CHRYSANT RS AWAL BROS PEKANBARU
KELOMPOK II: 1.
ERMALINDA
2.
DARMI
3.
FATY MARYANA
4.
GUSTIKA BUDIARTY
5.
NIKMATURIDA
6.
YASNIDA ROSI
7.
YENI ASNITA
PROGRAM PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN AWAL BROS BATAM 2019
2
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Kolelitiasis atau batu empedu merupakan endapan cairan empedu yang mengeras dan terbentuk didalam kandung empedu. Kolelitiasis atau batu empedu terbentuk akibat ketidakseimbangan kandungan kimia dalam cairan empedu yang menyebabkan pengendapan satu atau lebih komponen empedu. Kolelitiasis merupakan masalah kesehatan umum dan serimg terjadi di seluruh dunia, walaupun memiliki prevalensi yang berbeda beda di setiap daerah. Di Amerika Serikat, sebanyak 10%-15% populasi orang dewasa menderita batu empedu. Prevalensi tertinggi terjadi di Amerika Utara yaitu suku asli Indian, dengan presentase 64,1% pada wanita dan 29,5% pada pria. Sementara prevalensi yang tinggi juga terdapat pada suku NonIndian di Amerika Selatan, dengan presentase 49,9% pada wanita negara Chili suku Mapuche Indian asli dan 12,6% pada pria. Prevalensi ini menurun pada suku campuran Amerika yaitu 16,6% pada wanita dan 8,6% pada pria. Prevalensi menegah terjadi pada masyarakat Asia dan masyarakat Amerika kulit hitam yaitu 13,9% pada wanita dan 5,3% pada pria. Sedangkan prevalensi terendah ditemukan pada masyarakat Sub-Saharan Afrika yaitu < 5%.3. Terdapat sekitar dua juta atau 10% hingga 15 % penduduk Amerika mempunyai atau menderita batu empedu. Batu empedu merupakan penyakit serius saluran
3
cerna kedua setelah penyakit refluks esofagus di wilayah Amerika. Sebuah penelitian menyebutkan, dibeberapa negara berkembang lebih dari 85% batu empedu merupakan jenis batu kolesterol (Wang dan Afdhal, 2012). Di Indonesia, cholelitiasis baru mendapat perhatian setelah di klinis, sementara
publikasi
penelitian
tentang
cholelitiasis
masih
terbatas.
Berdasarkan studi kolesitografi oral didapatkan laporan angka insidensi cholelitiasis terjadi pada wanita sebesar 76% dan pada laki-laki 36% dengan usia lebih dari 40 tahun. Sebagian besar pasien dengan batu empedu tidak mempunyai keluhan. Risiko penyandang batu empedu untuk mengalami gejala dan komplikasi relatif kecil. Walaupun demikian, sekali batu empedu mulai menimbulkan serangan nyeri kolik yang spesifik maka 3 resiko untuk mengalami masalah dan penyulit akan terus meningkat (Cahyono,2014). Di RS Awal Bros Pekanbaru Cholelitiasis termasuk 10 penyakit terbesar urutan ke 7 dan didapatkan angka dari 3 bulan terakhir yaitu Oktober – Desember 2019 sebanyak 123 kasus dan yang dilakukan tindakan Cholesistektomi yaitu sebanyak 62 orang. Rata – rata pasien datang ke poliklinik untuk kontrol dengan keluhan nyeri perut yang tidak sembuh dengan minum obat . Saat ini penderita cholelitiasis di Indonesia cenderung meningkat karena perubahan gaya hidup seperti orang-orang barat yang suka mengkonsumsi makanan cepat saji yang dapat menyebabkan kegemukan karena timbunan lemak dan menjadikan pemicu terjadinya cholelitiasis. Atas
4
dasar inilah penulis merasa tertarik untuk mengangkat kasus ini untuk dibahas pada seminar presentasi kasus kali ini. B. TUJUAN 1. TUJUAN UMUM Untuk mengetahui gambaran kasus pasien dengan Cholelitiasis dan Asuhan Keperawatan yang tepat bagi pasien tersebut serta memenuhi tugas pada stase Keperawatan Medikal Bedah. 2. TUJUAN KHUSUS a. Melakukan pengkajian keperawatan pada pasien dengan Cholelitiasis
sebelum
dan
sesudah
dilakukan
tindakan
laparaskopi Cholesistektomi b. Melakukan
analisa
data
sesuai
hasil
pengkajian
dan
menetapkan prioritas masalah c. Menegakkan diagnosa keperawatan yang tepat bagi pasien d. Melakukan
perencanaan
keperwatan
sesuai
diagnosa
keperawatan e. Melakukan implementasi sesuai dengan perencanaan yang telah dibuat f. Melakukan evaluasi terhadap tindakan yang sudah dilakukan
5
BAB II TINJAUAN TEORITIS
A. DEFINISI Kolelitiasis disebut juga batu empedu, gallstones, biliary calculus. Istilah kolelitiasis dimaksudkan untuk pembentukan batu di dalam kandung empedu. Batu kandung empedu merupakan gabungan beberapa unsur yang membentuk suatu material mirip batu yang terbentuk di dalam kandung empedu. Batu empedu adalah timbunan kristal di dalam kandung empedu atau di dalam saluran empedu. Batu yang ditemukan di dalam kandung empedu disebut kolelitiasis, sedangkan batu di dalam saluran empedu disebut koledokolitiasis (Nucleus Precise Newsletter, 2011). Kolelitiasis adalah penyakit batu empedu yang dapat ditemukan di dalam kandung empedu atau di dalam saluran empedu, atau pada keduaduanya. (Hardy, 2011). Sinonimnya adalah batu empedu, gallstones, biliary calculus. Kandung empedu merupakan kantong berongga berbentuk bulat lonjong seperti buah advokat yang terletak tepat di bawah lobus kanan hati (Price & Lorraine, 2012). Fungsi utama kandung empedu adalah menyimpan dan memekatkan empedu. Dikenal tiga jenis batu empedu yaitu batu kolesterol, batu pigmen atau batu bilirubin, yang terdiri dari kalsium bilirubinat, dan batu campuran (Wong, 2010).
6
Batu empedu merupakan deposit kristal padat yang terbentuk dikandung empedu dimana batu empedu dapat bermigrasi ke saluran empedu sehingga dapat menimbulkan komplikasi dan dapat mengancam jiwa (Sjamsuhidayat, 2012). Kolelitiasis adalah material atau kristal tidak berbentuk yang terbentuk dalam kandung empedu. Komposisi dari kolelitiasis adalah campuran dari kolesterol, pigmen empedu, kalsium dan matriks inorganik. Lebih dari 70% batu saluran empedu adalah tipe batu pigmen, 1520% tipe batu kolesterol dan sisanya dengan komposisi yang tidak diketahui. Di negara-negara Barat, komponen utama dari batu empedu adalah kolesterol, sehingga sebagian batu empedu mengandung kolesterol lebih dari 80% (Majalah Kedokteran Indonesia, 2017).
B. ANATOMI FISIOLOGI
Sebuah kantung berbentuk terang dan merupakan membrane berotot, letaknya dalam sebuah lobus disebelah permukaan bawah hati sampai pinggir
7
depannya, panjangnya 8-12 cm berisi 60 cm2 . Empedu yang dihasilkan hepatosit akan diekskresikan ke dalam kanalikuli dan selanjutnya ditampung dalam suatu saluran kecil empedu yang terletak di dalam hati yang secara perlahan akan membentuk saluran yang lebih besar lagi. Saluran kecil ini memiliki epitel kubis yang bisa mengembang secara bertahap bila saluran empedu membesar. Saluran empedu intrahepatic secara perlahan menyatu membentuk saluran yang lebih besar yang dapat menyalurkan empedu ke delapan segmen hati. Di dalam segmen hati kanan, gabungan cabang-cabang ini membentuk sebuah saluran di anterior dan posterior yang kemudian bergabung membentuk duktus hepatikus kanan. Pada beberapa orang, duktus hepatikus kanan berada ± 1 cm di luar hati. Duktus ini kemudian bergabung dengan 3 segmen dari segmen hati kiri (duktus hepatikus kiri) menjadi duktus hepatikus komunis. Setelah penggabungan dengan duktus sistikus dari kandung empedu, duktus hepatikus menjadi duktus koledokus. Pada beberapa keadaan, dinding duktus koledokus menjadi besar dan lumennya melebar sampai mencapai ampula. Biasanya panjang duktus koledokus sekitar 7 cm dengan diameter berkisar antara 4-12 mm. kandung empedu menerima suplai darah terbesar dari jalinan pembuluh darah cabang arteri hepatica kanan. Kandung empedu dapat menampung ± 50 ml cairan empedu dengan ukuran panjang 8-10 cm dan terdiri atas fundus, korpus dan kolum. Lapisan mukosanya membentuk cekungan kecil dekat dengan kolum yang disebut kantung Hartman, yang bisa menjadi tempat tertimbunnya batu empedu.
8
C. PENYEBAB DAN FAKTOR PREDISPOSISI Etiologi batu empedu masih belum diketahui sepenuhnya, akan tetapi, tampaknya faktor predisposisi terpenting adalah gangguan metabolism yang menyebabkan terjadinya perubahan komposisi empedu, statis empedu dan infeksi kandung empedu. Ada teori yang menyatakan bahwa kolesterol dapat menyebabkan supersaturasi empedu di kandung empedu. setelah beberapa lama, empedu yang telah mengalami supersaturasi menjadi mengkristal dan membentuk batu (Williams, 2013). Beberapa faktor risiko yang sering ditemui pada kolelitiasis dikenal dengan “6F” (Fat, Female, Forty, Fair, Fertile, Family history). Beberapa studi menunjukkan bahwa prevalensi meningkat seiring bertambahnya usia. Perempuan memiliki risioko lebih besar daripada laki-laki, dimana didapatkan angka kejadian yang lebih tinggi pada perempuan. Faktor risiko lain adalah obesitas, diabetes, riwayat keluarga, paritas, merokok dan alcohol. (Suzanna, dkk, 2014) Zulkarnain (2014) menyatakan bahwa empedu normal terdiri dari 70% garam empedu (terutama kolik dan asam chenodeoxycholic), 22% fosfolipid (lesitin), 4% kolesterol, 3% protein dan 0,3% bilirubin. Etiologi batu empedu masih belum diketahui dengan sempurna namun yang paling penting adalah gangguan metabolisme yang disebabkan oleh perubahan susunan empedu, stasis empedu dan infeksi kandung empedu. Sementara itu, komponen utama dari batu empedu adalah kolesterol yang biasanya tetap berbentuk cairan. Jika cairan empedu menjadi jenuh karena kolesterol, maka kolesterol bisa menjadi
9
tidak larut dan membentuk endapan di luar empedu. Kolelitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa faktor resiko dibawah ini. Namun, semakin banyak faktor resiko yang dimiliki seseorang, semakin besar kemungkinan untuk terjadinya kolelitiasis. Faktor resiko tersebut antara lain: 1. Wanita (beresiko dua jadi lebih besar dibanding laki-laki) 2. Usia lebih dari 40 tahun . 3. Kegemukan (obesitas). 4. Faktor keturunan 5. Aktivitas fisik 6. Kehamilan (resiko meningkat pada kehamilan) 7. Hiperlipidemia 8. Diet tinggi lemak dan rendah serat 9. Pengosongan lambung yang memanjang 10. Nutrisi intravena jangka lama 11. Dismotilitas kandung empedu 12. Obat-obatan antihiperlipedmia (clofibrate) 13. Penyakit lain (seperti Fibrosis sistik, Diabetes mellitus, sirosis hati, pankreatitis dan kanker kandung empedu) dan penyakit ileus (kekurangan garam empedu) 14. Ras/etnik (Insidensinya tinggi pada Indian Amerika, diikuti oleh kulit putih, baru orang Afrika)
10
D. MANIFESTASI KLINIS (TANDA DAN GEJALA) 1. Batu kandung empedu (Kolesistolitiasis) a. Asimtomatik Batu yang terdapat dalam kandung empedu sering tidak memberikan gejala (asimtomatik). Dapat memberikan gejala nyeri akut akibat kolesistitis, nyeri bilier, nyeri abdomen kronik berulang ataupun dispepsia, mual (Lesmana, 2014). Studi perjalanan penyakit sampai 50 % dari semua penderita dengan batu kandung empedu, tanpa mempertimbangkan jenisnya, adalah asimtomatik. Kurang dari 25 % dari penderita yang benar-benar mempunyai batu empedu asimtomatik akan merasakan gejalanya yang membutuhkan intervensi setelah periode waktu 5 tahun. Tidak ada data yang merekomendasikan kolesistektomi rutin dalam semua penderita dengan batu empedu asimtomatik (Hunter, 2014). b. Simtomatik Keluhan utamanya berupa nyeri di daerah epigastrium, kuadran kanan atas. Rasa nyeri lainnya adalah kolik bilier yang berlangsung lebih dari 15 menit, dan kadang baru menghilang beberapa jam kemudian. Kolik biliaris, nyeri pasca prandial kuadran kanan atas, biasanya dipresipitasi oleh makanan berlemak, terjadi 30-60 menit setelah makan, berakhir setelah beberapa jam dan kemudian pulih,
11
disebabkan oleh batu empedu, dirujuk sebagai kolik biliaris. Mual dan muntah sering kali berkaitan dengan serangan kolik biliaris c. Komplikasi Kolesistitis akut merupakan komplikasi penyakit batu empedu yang paling umum dan sering meyebabkan kedaruratan abdomen, khususnya diantara wanita usia pertengahan dan manula. Peradangan akut dari kandung empedu, berkaitan dengan obstruksi duktus sistikus atau dalam infundibulum. Gambaran tipikal dari kolesistitis akut adalah nyeri perut kanan atas yang tajam dan konstan, baik berupa serangan akut ataupun didahului sebelumnya oleh rasa tidak nyaman di daerah epigastrium post prandial. Nyeri ini bertambah saat inspirasi atau dengan pergerakan dan dapat menjalar ke punggung atau ke ujung skapula. Keluhan ini dapat disertai mual, muntah dan penurunan nafsu makan, yang dapat berlangsung berhari-hari. Pada pemeriksaan dapat dijumpai tanda toksemia, nyeri tekan pada kanan atas abdomen dan tanda klasik ”Murphy sign” (penderita berhenti bernafas sewaktu perut kanan atas ditekan). Masa yang dapat dipalpasi ditemukan hanya dalam 20% kasus. Kebanyakan penderita akhirnya akan mengalami kolesistektomi terbuka atau laparoskopik. ( Hunter, 2014) Penderita batu empedu sering mempunyai gejala-gejala kolestitis akut atau kronik. Bentuk akut ditandai dengan nyeri hebat mendadak pada abdomen bagian atas, terutama ditengah epigastrium. Lalu nyeri menjalar ke punggung dan bahu kanan (Murphy sign). Penderita dapat
12
berkeringat banyak dan berguling ke kanan-kiri saat tidur. Nausea dan muntah sering terjadi. Nyeri dapat berlangsung selama berjam-jam atau dapat kembali terulang (Doherty, 2015). Gejala-gejala kolesistitis kronik mirip dengan fase akut, tetapi beratnya nyeri dan tanda-tanda fisik kurang nyata. Seringkali terdapat riwayat dispepsia, intoleransi lemak, nyeri ulu hati atau flatulen yang berlangsung lama. Setelah terbentuk, batu empedu dapat berdiam dengan tenang dalam kandung empedu dan tidak menimbulkan masalah, atau dapat menimbulkan komplikasi. Komplikasi yang paling sering adalah infeksi kandung empedu (kolesistitis) dan obstruksi pada duktus sistikus atau duktus koledokus. Obstruksi ini dapat bersifat sementara, intermitten dan permanent. Kadang-kadang batu dapat menembus dinding kandung empedu dan menyebabkan peradangan hebat, sering menimbulkan peritonitis, atau menyebakan ruptur dinding kandung empedu.
2. Batu saluran empedu (Koledokolitiasis) Pada batu duktus koledokus, riwayat nyeri atau kolik di epigastrium dan perut kanan atas disertai tanda sepsis, seperti demam dan menggigil bila terjadi kolangitis. Apabila timbul serangan kolangitis yang umumnya disertai obstruksi, akan ditemukan gejala klinis yang sesuai dengan beratnya kolangitis tersebut. Kolangitis akut yang ringan sampai sedang biasanya kolangitis bakterial non piogenik yang ditandai dengan
13
trias Charcot yaitu demam dan menggigil, nyeri didaerah hati, dan ikterus. Apabila terjadi kolangiolitis, biasanya berupa kolangitis piogenik intrahepatik, akan timbul 5 gejala pentade Reynold, berupa tiga gejala trias Charcot, ditambah syok, dan kekacauan mental atau penurunan kesadaran sampai koma. Koledokolitiasis sering menimbulkan masalah yang sangat serius karena komplikasi mekanik dan infeksi yang mungkin mengancam nyawa. Batu duktus koledokus disertai dengan bakterobilia dalam 75% persen penderita serta dengan adanya obstruksi saluran empedu, dapat timbul kolangitis akut. Episode parah kolangitis akut dapat menyebabkan abses hati. Migrasi batu empedu kecil melalui ampula vateri sewaktu ada saluran umum diantara duktus koledokus distal dan duktus pankreatikus dapat menyebabkan pankreatitis batu empedu. Tersangkutnya batu empedu dalam ampula akan menyebabkan ikterus obstruktif.
E. PATOFISIOLOGI 1. Patofisiologi batu empedu Pembentukan batu empedu dibagi menjadi tiga tahap: (1) pembentukan empedu yang supersaturasi, (2) nukleasi atau pembentukan inti batu, dan (3) berkembang karena bertambahnya pengendapan. Kelarutan
kolesterol
merupakan
masalah
yang terpenting dalam
pembentukan semua batu, kecuali batu pigmen. Supersaturasi empedu dengan kolesterol terjadi bila perbandingan asam empedu dan fosfolipid
14
(terutama lesitin) dengan kolesterol turun di bawah harga tertentu. Secara normal kolesterol tidak larut dalam media yang mengandung air. Empedu dipertahankan dalam bentuk cair oleh pembentukan koloid yang mempunyai inti sentral kolesterol, dikelilingi oleh mantel yang hidrofilik dari garam empedu dan lesitin. Jadi sekresi kolesterol yang berlebihan, atau kadar asam empedu rendah, atau terjadi sekresi lesitin, merupakan keadaan yang litogenik. Pembentukan batu dimulai hanya bila terdapat suatu nidus atau inti pengendapan kolesterol. Pada tingkat supersaturasi kolesterol, kristal kolesterol keluar dari larutan membentuk suatu nidus, dan membentuk suatu pengendapan. Pada tingkat saturasi yang lebih rendah, mungkin bakteri, fragmen parasit, epitel sel yang lepas, atau partikel debris yang lain diperlukan untuk dipakai sebagai benih pengkristalan (Hunter, 2014). 2. Klasifikasi kolelitiasis Menurut gambaran makroskopis dan komposisi kimianya, batu empedu di golongkankan atas 3 (tiga) golongan (Hung,2011; Lesmana, 2014). a. Batu kolesterol Berbentuk oval, multifokal atau mulberry dan mengandung lebih dari 70% kolesterol. Lebih dari 90% batu empedu adalah kolesterol (batu yang mengandung > 50% kolesterol). Batu kolestrol murni merupakan hal yang jarang ditemui dan prevalensinya kurang dari 10%. Biasanya merupakan soliter, besar, dan permukaannya halus.
15
Empedu yang disupersaturasi dengan kolesterol bertanggung jawab bagi lebih dari 90 % kolelitiasis di negara Barat. Sebagian besar empedu ini merupakan batu kolesterol campuran yang mengandung paling sedikit 75 % kolesterol berdasarkan berat serta dalam variasi jumlah fosfolipid, pigmen empedu, senyawa organik dan inorganik lain. Kolesterol dilarutkan di dalam empedu dalam daerah hidrofobik micelle, sehingga kelarutannya tergantung pada jumlah relatif garam empedu dan lesitin. Ini dapat dinyatakan oleh grafik segitiga, yang koordinatnya merupakan persentase konsentrasi molar garam empedu, lesitin dan kolesterol (Hunter, 2014). Proses fisik pembentukan batu kolesterol terjadi dalam empat tahap : 1) Supersaturasi empedu dengan kolesterol. 2) Pembentukan nidus. 3) Kristalisasi/presipitasi. 4) Pertumbuhan batu oleh agregasi/presipitasi lamelar kolesterol dan senyawa lain yang membentuk matriks batu.
b. Batu pigmen Batu pigmen merupakan 10% dari total jenis batu empedu yang mengandung < 20% kolesterol. Jenisnya antara lain: 1) Batu pigmen kalsium bilirubin (pigmen coklat) Berwarna coklat atau coklat tua, lunak, mudah dihancurkan dan mengandung kalsium-bilirubinat sebagai komponen utama. Batu pigmen cokelat terbentuk akibat adanya faktor stasis dan infeksi saluran empedu. Stasis dapat disebabkan oleh adanya
16
disfungsi sfingter Oddi, striktur, operasi bilier, dan infeksi parasit. Bila terjadi infeksi saluran empedu, khususnya E. Coli, kadar enzim B-glukoronidase yang berasal dari bakteri akan dihidrolisasi menjadi bilirubin bebas dan asam glukoronat. Kalsium mengikat bilirubin menjadi kalsium bilirubinat yang tidak larut. Dari penelitian yang dilakukan didapatkan adanya hubungan erat antara infeksi bakteri dan terbentuknya batu pigmen cokelat.umumnya batu pigmen cokelat ini terbentuk di saluran empedu dalam empedu yang terinfeksi (Townsend, 2012). 2) Batu pigmen hitam. Berwarna hitam atau hitam kecoklatan, tidak berbentuk, seperti bubuk dan kaya akan sisa zat hitam yang tak terekstraksi (Lesmana, 2014). Batu pigmen hitam adalah tipe batu yang banyak ditemukan pada penderita dengan hemolisis kronik atau sirosis hati. Batu pigmen hitam ini terutama terdiri dari derivat polymerized bilirubin. Potogenesis terbentuknya batu ini belum jelas. Umumnya batu pigmen hitam terbentuk dalam kandung empedu dengan empedu yang steril (Doherty, 2015). 3) Batu campuran Batu campuran antara kolesterol dan pigmen dimana mengandung 20-50% kolesterol. Merupakan batu campuran kolesterol yang mengandung kalsium. Batu ini sering ditemukan hampir sekitar 90 % pada penderita kolelitiasis. batu ini bersifat
17
majemuk, berwarna coklat tua. Sebagian besar dari batu campuran mempunyai dasar metabolisme yang sama dengan batu kolesterol. (Townsend, 2012)
18 F. PATHWAY KEPERAWATAN
G. PENATALAKSANAAN Jika tidak ditemukan gejala, maka tidak perlu dilakukan pengobatan. Nyeri yang hilang-timbul bisa dihindari atau dikurangi dengan menghindari atau mengurangi makanan berlemak. Jika batu kandung empedu menyebabkan serangan nyeri berulang meskipun telah dilakukan perubahan pola makan, maka
dianjurkan
(kolesistektomi).
untuk
menjalani
Pengangkatan
pengangkatan
kandung
empedu
kandung tidak
empedu
menyebabkan
kekurangan zat gizi dan setelah pembedahan tidak perlu dilakukan pembatasan makanan. Pilihan penatalaksanaan antara lain (Doherty, 2015) : 1. Kolesistektomi terbuka Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan penderita dengan kolelitiasis simtomatik. Komplikasi yang paling bermakna yang dapat terjadi adalah cedera duktus biliaris yang terjadi pada 0,2% penderita. Angka mortalitas yang dilaporkan untuk prosedur ini kurang dari 0,5%. Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi adalah kolik biliaris rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut. 2.
Kolesistektomi laparaskopi Kolesistektomi laparoskopik mulai diperkenalkan pada tahun 1990 dan sekarang ini sekitar 90% kolesistektomi dilakukan secara laparoskopi. 80-90% batu empedu di Inggris dibuang dengan cara ini karena memperkecil risiko kematian dibanding operasi normal (0,1-0,5% untuk operasi normal) dengan mengurangi komplikasi pada jantung dan
20
paru-paru Kandung empedu diangkat melalui selang yang dimasukkan lewat sayatan kecil di dinding perut. Indikasi awal hanya penderita dengan kolelitiasis simtomatik tanpa adanya kolesistitis akut. Karena semakin bertambahnya pengalaman, banyak ahli bedah mulai melakukan prosedur ini pada penderita dengan kolesistitis akut dan penderita dengan batu duktus koledokus. Secara teoritis keuntungan tindakan ini dibandingkan prosedur konvensional adalah dapat mengurangi perawatan di rumah sakit dan biaya yang dikeluarkan, penderita dapat cepat kembali bekerja, nyeri menurun dan perbaikan kosmetik. Masalah yang belum terpecahkan adalah kemanan dari prosedur ini, berhubungan dengan insiden komplikasi seperti cedera duktus biliaris yang mungkin dapat terjadi lebih sering selama kolesistektomi laparaskopi (Williams, 2013). 3. Disolusi medis Masalah umum yang mengganggu semua zat yang pernah digunakan adalah angka kekambuhan yang tinggi dan biaya yang dikeluarkan. Zat disolusi hanya memperlihatkan manfaatnya untuk batu empedu jenis kolesterol. Penelitian prospektif acak dari asam xenodeoksikolat telah mengindikasikan bahwa disolusi dan hilangnya batu secara lengkap terjadi sekitar 15%. Jika obat ini dihentikan, kekambuhan batu tejadi pada 50% penderita. Kurang dari 10% batu empedu yang dilakukan dengan cara ini sukses. Disolusi medis sebelumnya harus memenuhi kriteria terapi non operatif diantaranya batu
21
kolesterol diameternya < 20 mm, batu kurang dari 4 batu, fungsi kandung empedu baik dan duktus sistik paten (Hunter, 2014). 4. Disolusi kontak Meskipun pengalaman masih terbatas, infus pelarut kolesterol yang poten yaitu Metil-Ter-Butil-Eter (MTBE) ke dalam kandung empedu melalui kateter yang diletakkan per kutan telah terlihat efektif dalam melarutkan batu empedu pada penderita-penderita tertentu. Prosedur ini invasif dan kerugian utamanya adalah angka kekambuhan yang tinggi (50% dalam 5 tahun) . 5. Extracorporal Shock Wave Lithotripsy (ESWL) Sangat populer digunakan beberapa tahun yang lalu. Manfaat pada saat ini memperlihatkan bahwa prosedur ini hanya terbatas pada penderita yang telah benar-benar dipertimbangkan untuk menjalani terapi ini. 6. Kolesistotomi Kolesistotomi yang dapat dilakukan dengan anestesia lokal bahkan di samping tempat tidur penderita terus berlanjut sebagai prosedur yang bermanfaat,
terutama
untuk
penderita
yang
sakitnya
kritis
(Sjamsuhidayat, 2010). 7. Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP) ERCP adalah suatu endoskop yang dimasukkan melalui mulut, kerongkongan, lambung dan ke dalam usus halus. Zat kontras radioopak masuk ke dalam saluran empedu melalui sebuah selang di dalam sfingter oddi. Pada sfingterotomi, otot sfingter dibuka agak lebar sehingga batu
22
empedu yang menyumbat saluran akan berpindah ke usus halus. ERCP dan sfingterotomi telah berhasil dilakukan pada 90% kasus. Kurang dari 4 dari setiap 1.000 penderita yang meninggal dan 3-7% mengalami komplikasi, sehingga prosedur ini lebih aman dibandingkan pembedahan perut. ERCP saja biasanya efektif dilakukan pada penderita batu saluran empedu yang lebih tua, yang kandung empedunya telah diangkat (Hunter, 2014).
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG Menurut Zulkarnain (2014), Pemeriksaan penunjang untuk kolelitiasis adalah: 1. Radiologi Pemeriksaan USG telah menggantikan kolesistografi oral sebagai prosedur diagnostik pilihan karena pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan cepat dan akurat, dan dapat digunakan pada penderita disfungsi hati dan ikterus. Disamping itu, pemeriksaan USG tidak membuat pasien terpajan radiasi inisasi. Prosedur ini akan memberikan hasil yang paling akurat jika pasien sudah berpuasa pada malam harinya sehingga kandung empedunya berada dalam keadan distensi. Penggunaan ultra sound berdasarkan pada gelombang suara yang dipantulkan kembali. Pemeriksan USG dapat mendeteksi kalkuli dalam kandung empedu atau duktus koleduktus yang mengalami dilatasi
23
2. Radiografi: Kolesistografi Kolesistografi digunakan bila USG tidak tersedia atau bila hasil USG meragukan. Kolangiografi oral dapat dilakukan untuk mendeteksi batu empedu dan mengkaji kemampuan kandung empedu untuk melakukan
pengisian,
memekatkan
isinya,
berkontraksi
serta
mengosongkan isinya. Oral kolesistografi tidak digunakan bila pasien jaundice karena liver tidak dapat menghantarkan media kontras ke kandung empedu yang mengalami obstruksi. (Smeltzer dan Bare, 2012). 3. Sonogram Sonogram dapat mendeteksi batu dan menentukan apakah dinding kandung empedu telah menebal. (Williams, 2013) 4. ERCP (Endoscopic Retrograde Colangiopancreatografi) Pemeriksaan ini memungkinkan visualisasi struktur secara langsung yang hanya dapat dilihat pada saat laparatomi. Pemeriksaan ini meliputi insersi endoskop serat optik yang fleksibel ke dalam esofagus hingga mencapai duodenum pars desendens. Sebuah kanula dimasukan ke dalam duktus koleduktus serta duktus pankreatikus, kemudian bahan kontras disuntikan ke dalam duktus tersebut untuk menentukan keberadaan batu di duktus dan memungkinkan visualisassi serta evaluasi percabangan bilier. (Smeltzer dan Bare, 2012). 5. Pemeriksaan Laboratorium a) Kenaikan serum kolesterol b) Kenaikan fosfolipid
24
c) Penurunan ester kolesterol d) Kenaikan protrombin serum time e) Kenaikan bilirubin total, transaminase (Normal < 0,4 mg/dl) f) Penurunan urobilirubin g) Peningkatan sel darah putih: 12.000 - 15.000/iu (Normal : 5000 10.000/iu) h) Peningkatan serum amilase, bila pankreas terlibat atau bila ada batu di duktus utama (Normal: 17 - 115 unit/100ml)
I. PENGKAJIAN FOKUS Pengkajian adalah fase pertama proses keperawatan. Data yang dikumpulkan meliputi: 1. Identitas Kolelitiasis merupakan batu pada kandung empedu yang banyak terjadi pada individu yang berusia di atas 40 tahun dan semakin meningkat pada usia 75 tahun. Dan wanita mempunyai resiko 3 kali lipat untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan pria. 2. Riwayat Kesehatan a. Keluhan utama Merupakan keluhan yang paling utama yang dirasakan oleh klien saat pengkajian. Biasanya keluhan utama yang klien rasakan adalah nyeri abdomen pada kuadran kanan atas, dan mual muntah.
25
b. Riwayat kesehatan sekarang Merupakan pengembangan diri dari keluhan utama melalui metode PQRST, paliatif atau provokatif (P) yaitu focus utama keluhan klien, quality atau kualitas (Q) yaitu bagaimana nyeri/gatal dirasakan oleh klien, regional (R) yaitu nyeri/gatal menjalar kemana, Safety (S) yaitu posisi yang bagaimana yang dapat mengurangi nyeri/gatal atau klien merasa nyaman dan Time (T) yaitu sejak kapan klien merasakan nyeri/gatal tersebut. Klien sering mengalami nyeri di ulu hati yang menjalar ke punggung, dan bertambah berat setelah makan disertai dengan mual dan muntah. c. Riwayat penyakit dahulu Perlu dikaji apakah klien pernah menderita penyakit sama atau pernah di riwayat sebelumnya. Klien memiliki Body Mass Index (BMI) tinggi, mempunyai resiko lebih tinggi untuk terjadi kolelitiasis. Ini karenakan dengan tingginya BMI maka kadar kolesterol dalam kandung empedu pun tinggi. d. Riwayat kesehatan keluarga Mengkaji ada atau tidaknya keluarga klien pernah menderita penyakit kolelitiasis. Penyakit kolelitiasis tidak menurun, karena penyakit ini menyerang sekelompok manusia yang memiliki pola makan dan gaya hidup yang tidak sehat. Tapi orang dengan riwayat
26
keluarga kolelitiasis mempunyai resiko lebih besar dibanding dengan tanpa riwayat keluarga. e. Riwayat psikososial Pola pikir sangat sederhana karena ketidaktahuan informasi dan mempercayakan sepenuhnya dengan rumah sakit. Klien pasrah terhadap tindakan yang dilakukan oleh rumah sakit asal cepat sembuh. Persepsi diri baik, klien merasa nyaman, nyeri tidak timbul sehubungan telah dilakukan tindakan cholesistektomi. f. Riwayat lingkungan Lingkungan tidak berpengaruh terhadap penyakit kolelitiasis. Karena kolelitiasis dipengaruhi oleh pola makan dan gaya hidup yang tidak baik. 3. Pemeriksaan fisik a. Keadaan Umum Pada hasil pemeriksaan fisik abdomen didapatkan : 1) Inspeksi : datar, eritem (-), sikatrik (-) 2) Auskultasi : peristaltik (+) 3) Perkusi : timpani 4) Palpasi : supel, nyeri tekan (+) regio kuadran kanan atas, hepar-lien tidak teraba, massa (-) 5) Sistem endokrin 6) Mengkaji tentang keadaan abdomen dan kantung empedu. Biasanya pada penyakit ini kantung empedu dapat terlihat dan
27
teraba oleh tangan karena terjadi pembengkakan pada kandung empedu. b. Pola aktivitas 1) Nutrisi Dikaji tentang porsi makan, nafsu makan 2) Aktivitas Dikaji tentang aktivitas sehari-hari, kesulitan melakukan aktivitas dan anjuran bedrest c. Aspek Psikologis Kaji tentang emosi, Pengetahuan terhadap penyakit, dan suasana hati. d. Aspek penunjang 1) Hasil
pemeriksaan
Laboratorium
(bilirubin,amylase
serum
meningkat). 2) Obat-obatan satu terapi sesuai dengan anjuran dokter
J.
PERUBAHAN POLA FUNGSI
1. Pemeriksaan fisik 2. Pemeriksaan penunjang terfokus 3. Diagnosa
Keperawatan,
Perencanaan
Keperawatan,
Prioritas
Diagnosa Keperawatan, Tujuan Dan Kriteria Hasil Serta Rencana Tindakan Disertai Rasional Sesuai Dengan Teori
28
BAB III TINJAUAN KASUS
A. RIWAYAT SINGKAT KLIEN 1. Identitas Klien
: TN. D
Umur
: 30 Tahun
Status Perkawinan
: Menikah
Pekerjaan
: Karyawan Swasta
Agama
: Protestan
Tanggal Masuk RS
: 1 Januari 2020
Tanggal Pengkajian
: 2 Januari 2020
Unit/ Kamar
: CHRYSANT / 108
Diagnosa Medis Saat Masuk : Cholelitiasis Pro Laparaskopi Cholesistektomi 2. Keluhan Utama
: Nyeri perut, saat diisi makanan dan
istirahat, nyeri menjalar ke seluruh perut, skala 6, nyeri lebih kurang 5 menit, nyeri dirasakan 1 bulan belakangan ini, mual muntah saat perut diisi makanan. 3. Riwayat Penyakit Sekarang : Nyeri perut, saat diisi makanan dan istirahat, nyeri menjalar ke seluruh perut, skala 6, nyeri lebih kurang 5 menit, mual, muntah 3x. 4. Riwayat Penyakit Dahulu
: Sakit maag sejak dari usia remaja
5. Riwayat Penyakit Keluarga
: Tidak ada penyakit keturunan
B. PENGKAJIAN POLA GORDON 1. Pola Persepsi dan Pemeliharaan Kesehatan a. Sebelum Sakit Klien berobat jika ada keluhan saja dengan penyakitnya b. Sejak Sakit
29
Klien mau mengikuti prosedur pengobatan. 2. Pola Nutrisi dan Metabolik a. Sebelum Sakit Makanan habis 1 porsi , Minum 2 liter / hari b. Sejak Sakit Makanan yang disajikan habis 1/2 porsi karena perut terasa penuh, minum 1 liter / hari 3. Pola Eliminasi a. Sebelum Sakit BAK lancar, urin warna kuning jernih BAB lancar, konsistensi lembek, warna kuning , 1 x / hari b. Sejak Sakit BAK lancar, warna kuning pekat BAB lancar, konsistensi lembek, warna kuning, 1x/ hari 4. Pola Aktivitas dan Latihan a. Sebelum Sakit Dapat melakukan ADL dengan kekuatan sendiri b. Sejak Sakit Klien dibantu untuk keluarga untuk ke kamar mandi karena masih lemas 5. Pola Tidur dan Istirahat a. Sebelum Sakit Klien tidur 8 jam sehari b. Sejak sakit Klien mengatakan sering terbangun karena nyeri perut dan terasa penuh dan tidur tidak nyenyak di RS 6. Persepsi dan Kognitif a. Sebelum Sakit Klien dapat menggunakan panca indranya secara baik Klien dapat menyebutkan waktu, tempat dan nama orang sekitarnya
30
b. Sejak Sakit Klien dapat menggunakan panca indranya secara baik Klien dapat menyebutkan waktu, tempat dan nama orang sekitarnya 7. Mekanisme Koping dan Toleransi terhadap stress a. Sebelum Sakit Klien dapat menerima penyakitnya dengan sabar, dan dukungan keluarga juga sangat membantu klien dalam menghadapi penyakitnya. b. Sejak Sakit Klien cemas dengan penyakit nya apakah bisa sembuh dan tidak berulang 8. Pola Hubungan Peran a. Sebelum Sakit Klien dapat menjalankan fungsinya sebagai suami b. Sejak Sakit Klien dirawat di rumah sakit dan ijin tidak dapt bekerja di kantornya 9. Pola Reproduksi a. Sebelum Sakit Klien dapat beraktivitas secara seksual dengan normal b. Sejak Sakit Klien dan istri tidak terlalu memikirkannya 10. Pola Nilai dan Keyakinan a. Sebelum Sakit Klien termasuk yang rajin beribadah ke Gereja b. Sejak Sakit Klien berdoa di tempat tidur saja C. PEMERIKSAAN FISIK 1. Keadaan Umum : Sedang 2. Tanda – Tanda Vital : Tekanan Darah
: 110 / 92 mmHg
Nadi
: 76 x/menit
Pernapasan
: 20 x/menit
31
Suhu
: 36,3C
Saturasi oksigen
: 98 %
BB
: 68 Kg
TB
: 158 Cm
3. Pemeriksaan kepala dan leher Kepala bulat, penglihatan tidak ada masalah, reflek cahaya baik, ukuran pupil isokor +2/+2, konjungtiva ikterik, pendengaran baik, telinga bersih, rambut hitam ikal dan pendek, mulut bersih, leher tidak ada pembengkakan. 4. Pemeriksaan Integumen Turgor kulit baik, kulit sawo matang namun karena penyakitnya kutit tampak kuning, CRT 1 detik 5. Pemeriksaan dada/thorax
Inspeksi : Pergerakan dada simetris, pernapasan normal RR 20 x/menit,
Auskultasi : bunyi nafas normal (vesikuler )
Palpasi : Vocal premitus dada kiri dan kanan normal
Perkusi : terdengar sonor
6. Pemeriksaan payudara Tidak ada benjolan. 7. Abdomen Tanggal 2 Januari 2020
Inspeksi : abdomen supel, tidak ada ascites
Auskultasi : bising usus normal 15 x/ menit
Palpasi : nyeri skala 6 dan organ lainnya normal
Perkusi : tympani
32
Tanggal 3 Januari 2020
Inspeksi : Terdapat luka lapraskopopi di kuadran atas, kuadran kiri bawah dan kuadran kanan bawah
Auskultasi : bising usus 12 x/ menit
Palpasi : Nyeri skala 5 dan organ lain normal
Perkusi : Perut kembung
8. Genitalia Tidak dilakukan pemeriksaan. 9. Ekstrimitas Klien tidak ada masalah, kekuatan otot normal 5555 5555
5555 5555
10. Neurologis Pemeriksaan reflek dalam batas normal
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. LABORATORIUM Jenis Pemeriksaan
Hasil
Satuan
Nilai Normal
HEMATOLOGI Leukosit (WBC)
6,55
Ribu /uL/uL
4,4 - 11,0
Hemoglobin (HGB)
12,5
g/dL
12,0 - 16,0
Hematokrit (HT)
35,7
%
41-53
Trombosit (TB)
489
Ribu/ul
150 - 500
Eritrosit
4,15
106 / ul
4 - 5,2
MCHC
35
g/dl
31 – 36
RDW
14,5
%
12 – 14,5
%
1,1 – 6,1
Mm
0 – 20
Imature
Platelet 2,0
Fraction LED
66
0
33
Jenis Pemeriksaan
Hasil
Satuan
Nilai Normal
KIMIA KLINIK Albumin
4
g/dl
3,5 - 5,2
Globulin
3,8
g/dl
1,50 - 3,0
Protein total
8,0
g/dl
6,6 – 8,7
Bilirubin total
4,25
mg/dl
0,00 – 1,20
Bilirubin direk
3,66
mg/dl
0,0 – 0,40
SGOT
183
u/l
0,0 – 32
SGPT
303
u/l
0,0 – 33
GDS
150
mg/dl
< 100
Ureum
15
mg/dl
9,0 – 50,0
Kreatinin
0,70
mg/dl
0,51 – 0,95
eGFR
12
mL/min/1,73m
2. RADIOLOGI
Thorax PA : Normal
E. TERAPI Nama Obat
Dosis
Fungsi
Infus RL
Per 8 jam
Menambah cairan tubuh
Ketorolac
2 x 1 amp (IV)
analgetik
Novelmycin
2 x 1 gr (IV)
antibiotik
Asam
3 x 500 mg (IV)
Anti perdarahan
3x1 amp (IV)
Anti perdarahan
Tranexamat Vitamin K
34
ANALISA DATA
No
Data
Masalah
Etiologi
1.
2 Januari 2020
Nyeri akut
Multifaktor (kolestrol, kalsium)
Jam 14.00 WIB Data Subjektif :
Batu empedu
Nyeri perut, skala 6, terasa menjalar
Menyumbat kandung
ke seluruh perut,
empedu
nyeri bergerak,
saat
Iritasi
nyeri Peradangan dan peregangan pada saluran empedu
selama 5 menit Badan lemas Data Objektif : Tekanan Darah :110 / 92 mmHg Nadi : 76 x/menit Pernapasan: 20 x/menit Suhu : 36,3C Saturasi oksigen: 98 %
2.
2 Januari 2020 Jam 14.10 Wib Data Subjektif : Perut terasa kembung dan penuh Tidak nafsu makan Mual, muntah
Nyeri
Nutrisi
kurang
kebutuhan tubuh
dari
Multifaktor (kolestrol, kalsium) Batu empedu Menyumbat kandung empedu Iritasi
35
3x Data Objektif : Makan habis 1/2 porsi Lemas
Peradangan dan peregangan pada saluran empedu
Enzim
lipase
tidak
dapat memecah lemak
Mual, muntah
Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Batu empedu 3.
3 Januari 2020 Jam 15.00 Wib Data Subjektif : Luka post laparaskopi kolesistektomi Nyeri sekitar luka masih ada Data Objektif: Tampak luka masih kemerahan Tidak ada tanda perdarahan
Resiko Perdarahan Peradangan kandung empedu Iritasi Peradangan dan peregangan pada saluran empedu
Operasi Cholesistektomi
Resiko perdarahan
36
4.
Resiko Infeksi
3 Januari 2020 Jam 15.30
Batu empedu Menyumbat kandung
Data Subjektif:
empedu
Badan lemas Bekas
operasi
masih
terasa
sedikit
Iritasi Peradangan dan peregangan pada
mengganggu Data Objektif: Tekanan darah:
saluran empedu
122/98 mmHg N: 76x/m RR:18 x/m S: 36,3°C
Operasi Cholesistektomi
Bekas luka laparaskopi masih tampak
Resiko Infeksi
kemerahan dan basah, pus tidak ada, jahitan baik.
DIAGNOSA KEPERAWATAN Tanggal 2 Januari 2020 1. Nyeri akut berhubungan proses inflamasi kandung empedu 2. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah Tanggal 3 Januari 2020 3. Resiko Perdarahan berhubungan dengan prosedur bedah 4. Risiko Infeksi berhubungan dengan prosedur invasi
37
RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN N0
DX KEP
NOC
1.
Nyeri
Tujuan:
akut
Dalam
NIC 1.Kaji waktu
3x24 jam nyeri berkurang
RASIONALISASI
tingkat
1. Berguna
dalam
nyeri, beratnya
pengawasan
(skala 0 – 10)
kefektifan
atau 2.Observasi
obat,
kemajuan
beradaptasi
reaksi
Kriteria Hasil :
nonverbal
Melaporkan
ketidaknyamana
untuk melanjutkan
n
intervensi
bahwa
nyeri
penyembuhan. dari
3.Gunakan teknik
berkurang
2. Sebagai
indikator
berikutnya
dengan
komunikasi
menggunakan
terapeutik untuk
oleh
manajemen
mengetahui
ketegangan, maka
nyeri
pengalaman
penting
Mampu
nyeri pasien.
menenangkan
mengenali nyeri 4. Evaluasi pengalaman
intensitas,
nyeri dan
tanda nyeri) Mampu
5.Kontrol lingkungan yang
nyeri Menyatakan rasa
masa
lampau.
mengontrol
nyaman
setelah berkurang
nyeri
kecemasan,
untuk
pasien
(skala,
frekuensi
3. Nyeri dipengaruhi
4. Pengalaman masa lalu
sangat
berpengaruh terhadap
persepsi
nyeri 5. Lingkungan
yang
mempengaruhi
nyaman
bagi
nyeri
pasien
sangat
membantu kesembuhan pasien
38
N0 2.
DX KEP
NOC
NIC
RASIONALISASI
Gangguan
Tujuan:
Nutrisi
Setelah di
nutrisi,
si defisiensi,
kurang dari
lakukan tindakan
termasuk
memudahkan
kebutuhan
keperawatan
makan yang
intervensi
tubuh
selama 3x 24
disukai
jam nutrisi
1. Kaji riwayat
1.
2.
2. Observasi
Mengidentifika
Mengawasi masukkan
terpenuhi
dan
Kiteria hasil :
masukkan
kualitas
Diit habis 1
makanan
kekurangan
pasien
konsumsi
3. Berikan
makanan
porsi Mual muntah tidak ada
catat
makan
kalori
3.
atau
Menurunkan
sedikit
kelemahan,
dengan
meningkatkan
frekuensi
pemasukkan
sering atau
dan
dan mencegah
makan
diantara
4.
waktu makan 4. Observasi dan
distensi gaster
catat
kejadian
Gejala GI dapat menunjukkan efek peradangan empedu
mual/muntah , flatus dan dan
gejala
lain
yang
berhubungan
dari
39
N0 3.
DX KEP Resiko Perdarahan
NOC Tujuan:
NIC 1.
Monitor sta
Setelah dilakukan
tus sirkulasi
tindakan asuhan
(TD, HR,
keperawatan
RR, suhu)
RASIONALISASI 1. Mengetahui perubahan kondisi pasien
selama 3x24 jam,
2.
Monitor tan
2. Mengetahui perubahan hemodinamik pasien
diharapkan
da-
perdarahan tidak
tanda oksig
terjadi
enasi jaring
Kriteria hasil:
an tidak ade
kehilangan dar
kuat
3. Mengetahui adanya tandatanda perdarahan melalui Hb
ah visible sedi
3.
il laboratori
kit distensi abdom en berkurang Perdarahan po stop dapat di kontrol Tidak ada pen urunan TTV
Monitor has
um 4.
Monitor ny eri abdome n
4. Mengetahui respon pasien terhadap nyeri
40
4.
Resiko Infeksi
1. Cuci tangan
Tujuan:
setiap Setelah di
keperawatan
diharapkan
terjadi Kriteria hasil: Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya
3.
keperawatan
batas
normal (4000 10.000/m m3 ) Status imunitas baik dilihat dari indikator: TTV batas
agar
aluka
tetap
Memeprcepat pemulihan pasien
jika
perawatan
nutrisi
dan
pada
cairan
luka
terpenuhi
operasi 3. Tingkatkan intake nutrisi dan cairan
terapi
Jumlah leukosit
Menjaga
bersih
4. Berikan
infeksi
normal
sesudah
2. Lakukan
infeksi tidak
dalam
2.
tindakan
selama 3x 24 jam
Mencegah INOK
sebelum dan
lakukan tindakan
dalam
1.
antibiotik
4.
Mengurangi resiko infeksi
41
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
NO TGL/JAM
NO
IMPLEMENTASI
TANDA
DX
TANGAN
KEP 1
2 Januari 2020
1
14.30 Wib
1. Mengkaji
tingkat
nyeri,
beratnya (skala 0 – 10) 2. Melakukan
TTV,
TD:
110/92 mmHg N: 76x/m RR: 20x/m S: 36,3°C Sat: 98% 3. menganjurkan klien untuk
15.00 Wib
relaksasi nafas dalam 4. melakukan
kolaborasi
dengan dokter, pemberian analgetik ketorolac
2x1
amp IV 5. Menciptakan
lingkungan
yang nyaman bagi klien Jam 15.30 Wib
2
6. Menganjurkan
pasien
makan diit selagi hangat 7. Menganjurkan
pasien
makan sedikit tapi sering
42
2
3 Januari 2020
3
15.00 Wib
1. Melakukan TTV, TD: 122/98 mmHg N: 76x/m RR:18 0x/m S: 36,3°C 2. menganjurkan klien untuk mulai berakstivitas semampunya di tempat tidur
16.00 Wib
3. Melakukan observasi pada luka bekas operasi 4. Mengobservasi adanya nyeri pada daerah luka operasi 5. Memberikan therapy Asam Tranexamat 500 mg (IV)
16.30 Wib
4
6. Melakukan Hand Hygiene 5 moment 7. Melakukan perawatan luka dengan prinsip steril
17.00 Wib
8. Mengelola pemberian Therapy antibiotik Novelmycin 1 gr (IV)
43
EVALUASI
No. TGL/JAM
No. DX
Keterangan
Kep 1
4 Januari 2020
1
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 4 jam nyeri berkurang menjadi skala
18.00 wib
nyeri 3. Subjektif : Nyeri berkurang menjadi 3 Objektif : Tekanan darah: 120/76 mmHg Nadi
: 70x/menit
Pernafasan : 18x/menit Suhu
: 36,4°C
Saturasi Oksigen: 98% Tampak tidak meringis Asessment : Nyeri teratasi sebagian Planning
: Intervensi 1,2,3,4,5 Dilanjutkan
2.
4 Januari 2020 18.00 wib
2
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam gangguan nutrisi teratasi sebagian Subjektif : nafsu makan sudah ada Objektif : Tekanan darah: 120 / 76 mmHg Nadi
: 70 x / menit
Pernafasan : 18 x / menit Suhu
: 36,4° C
Saturasi Oksigen: 98% Diit habis 1 porsi BB: 68 Kg
44
Asessment : Gangguan nutrisi teratasi sebagian Planning : Intervensi 1,2,3,4,5 dilanjutkan
3.
4 januari 2020
3
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam perdarahan tidak terjadi
18.10 Wib
Subjektif : Objektif : Tekanan darah: 120 / 76 mmHg Nadi
: 70 x / menit
Pernafasan : 18 x / menit Suhu
: 36,4° C
Saturasi Oksigen: 98% Tampak lemas Asessment : Perdarahan tidak terjadi Planning : Intervensi 1,2,3,4 dilanjutkan
4
4 Januari 2020 Jam 18.10 Wib
4
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam infeksi tidak terjadi Subjektif : Demam tidak ada Objektif : Tekanan darah: 120 / 76 mmHg Nadi
: 70 x / menit
Pernafasan : 18 x / menit Suhu
: 36,4° C
Saturasi Oksigen: 98% Tanda infeksi tidak tampak pada pasien Asessment : Infeksi tidak terjadi
45
Planning
: Intervensi 1,2,3,4 dilanjutkan
46
BAB IV PENUTUP
A. KESIMPULAN Cholelithiasis merupakan adanya atau pembentukan batu empedu, batu ini mungkin terdapat dalam kandung empedu (cholecystolithiasis) atau dalam ductus choledochus (choledocholithiasis).Kolesistitis (kalkuli/kalkulus, batu empedu) merupakan suatu keadaan dimana terdapatnya batu empedu di dalam kandung empedu (vesica fellea) yang memiliki ukuran,bentuk dan komposisi yang bervariasi. Kolelitiasis lebih sering dijumpai pada individu berusia diatas 40 tahun terutama pada wanita dikarenakan memiliki faktor resiko,yaitu: obesitas, usia lanjut, diet tinggi lemak dan genetik. Salah satu keluhan yang paling banyak dialami oleh pasien cholelithiasis pasca pembedahan Kolesistektomi ataupun Laparaskopi Kolesistektomi adalah nyeri. Oleh karena itu, salah satu manajemen nyeri non-farmakologi adalah teknik relaksasi nafas dalam, dimana teknik relaksasi ini bermanfaat mengurangi ketegangan otot yang akan mengurangi intensitas nyeri. Serta pemantauan resiko perdarahan dan resiko infeksi pasca tindakan. Pada pasien Tn. D yang telah dilakukan tindakan Laparakopi kolesistektomi ditemukan masalah keperawatan yaitu nyeri akut, gangguan nutrisi, resiko perdarahan, resiko infeksi. Namun, pasien juga mengelami keluhan kembung post tindakan laparaskopi yang kemudian hilang sehari setelah tindakan.
47
B. SARAN Setelah melakukan asuhan keperawatan selama 3 hari yang dimulai pada tanggal 2 Januari 2020 sampai dengan 4 Januari 2020 pada Tn. D dengan Cholelitiasis Pro Laparaskopi Cholesistektomi penulis ingin memberikan saran kepada : 1. Mahasiswa Bagi mahasiswa hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan referensi yang berkaitan dengan asuhan keperawatan klien dengan Cholelitiasis pro Laparaskopi Cholesistektomi sehingga dapat menambah pengetahuan bagi mahasiswa, khususnya mahasiswa Profesi Ners. 2. Intansi pendidikan Bagi Institusi pendidikan diharapkan lebih meningkatkan mutu pendidikan dan menambah sumber daya manusia guna menciptakan lulusan-lulusan yang mampu lebih bersaing dilapangan dan sebagai tambahan informasi dan bahan kepustakaan dalam pemberian asuhan keperawatan pada pasien Cholelitiasis. 3. Rumah sakit Rumah sakit merupakan tempat mencari kesembuhan dan dapat juga dianggap sebagai rumah kedua bagi penghuninya. Untuk itu staf-staf yang berada di rumah sakit tersebut harus dapat meningkatkan mutu pelayanan dan mengembangkan potensi yang dimiliki, khususnya di ruang Chrysant.
48
4. Bagi Keluarga Keluarga diharapkan memberikan motivasi kepada klien untuk makan obat teratur dan kontrol demi kesembuhannya.
49
DAFTAR PUSTAKA
Arif, I. (2012). Patofisiologi Pembentukan Batu Empedu. Diperoleh pada tanggal 8 Maret 2018 dari http://ilhamarif.com. Akses 25 Mei 2012 Doherty GM. (2015). Biliary Tract. In : Current Diagnosis & Treatment Surgery 13th edition.US : McGraw-Hill Companies,p544-55. Hardy. (2011). Mengenali Gejala Kolelitiasis atau Batu Empedu. Diperoleh pada tanggal 8 Maret 2018 dari http://www.klinikkesehatan.com. Akses 20 Maret 2012 Hunter JG. (2014). Gallstones Diseases. In : Schwart’s Principles of Surgery 8th edition. US : McGraw-Hill Companies.826-42. Irga. (2011). Batu Empedu. Diperoleh pada tanggal 8 Maret 2018 dari http://www.dokterirga.com. Lesmana, L. (2012). Penyakit Batu Empedu. Edisi ke IV. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta Malet P.F. (2013). Complications of Chole- lithiasis, dari Liver and Biliary Diseases, Edisi II, hal 673-691, Editor Kaplowitz N., Williams & Wilkins. NANDA. (2015). Diagnosa Nanda: Definisi dan klasifikasi. Philadelphia: USA Price SA, Wilson LM. (2009). Kolelitiasis dan Kolesistisis dalam : Patofisiologi. Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, edisi 4. Jakarta : EGC. Price, S, Lorraine, M., (2012). Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Volume 1. Edisi 6. Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarta Sjamsuhidajat R, de Jong W. (2010). Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta Sudoyo W. Aru, dkk. (2009). Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I Edisi IV. EGC. Jakarta. Tina. (2011). Kolelitiasis. Diperoleh pada tanggal 8 Maret 2018 dari http://www.scribd.com. Townsend, dkk. (2015). Biliary Tract. In : Sabiston Textbook of Surgery 17th edition. Pennsylvania : Elsevier