KMB Visus Reflek [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB 1 PENDAHULUAN



1. LATAR BELAKANG Mata adalah indra kompleks yang berevolusi dari bintik-bintik sinar yang primitif pada permukaan invetebrata. Didalam wadahnya yang propektif setiap mata memiliki lapisan reseptor, serta sistem saraf yang menghantarkan implus dari reseptor ke otak. Lapisan propektif di luar bola mata, sklera mengalami modifikasi dibagian antirior untuk membentuk kornea. Di bagian dalam sklera terdapat koroid, lapisan yang mengandung banyak pembuluh darah yang member makan struktur-struktur didalam bola mata. Lapisan didalam dua pertiga posterior koloid adalah retina, jaringan saraf yang mengandung sel reseptor. Ruang di antara lensa dan retina sebagaian besar terisi oleh cairan gelatinosa jernih yang disebut vitreosa, aqueous humor, cairan jernih yang member nutri ke kornea dan lensa, dihasilkan dibadan siliaris melalui difusi transport aktif plasma. Retina meluas keanterior hamper mencapai badan silinder. Struktur ini tersusun dalam 10 lapisan dan mengandung sel batang dan sel kerucut yang merupakan reseptor pengelihatan. (William F. Ganong,MD : 2009 ). Mata menangkap pola iluminasi dalam lingkungan sebagai sustu gambaran optic pada sebuah sel-sel peka cahaya, yaitu retina, seperti kamera menangmenangkap bayangan pada film. Seperti film dicuci cetak untuk menghasilkan gambar yang mirip dengan bayangan asli, demikian juga citra yang kode diretina disalurkan melalui serangkaian pengolahan visual yang semakin kompleks setiap langkahnya sampai akhirnya secara sadar dipersepsikan sebagai gambar yang mirip dengan gambar asli (Leuralee Sherwood : 2007). Gerak pada umumnya terjadi secara sadar, namun ada pula gerak yang terjadi tanpa disadari yaitu gerak refleks. Impuls pada gerakan sadar melalui jalan panjang, yaitu dari reseptor, ke saraf sensori, dibawa ke otak untuk selanjutnya diolah oleh otak, kemudian hasil olahan oleh otak, berupa tanggapan, dibawa oleh saraf motor sebagai perintah yang harus dilaksanakan oleh efektor. Gerak refleks berjalan sangat cepat dan tanggapan terjadi secara otomatis terhadap rangsangan, tanpa memerlukan 1



kontrol dari otak. Jadi dapat dikatakan gerakan terjadi tanpa dipengaruhi kehendak atau tanpa disadari terlebih dahulu. Contoh gerak refleks misalnya berkedip, bersin, atau batuk.



2. RUMUSAN MASALAH 1. Apa pengertian visus? 2. Apa macam-macamnya kelainan refraksi? 3. Apa saja factor yang mempengaruhi ketajaman penglihatan? 4. Apa saja golongan ketajaman penglihatan? 5. Apa saja metode pemeriksaan visus? 6. Apa pengertian gerak reflek? 7. Apa saja alat yang dibutuhkan untuk pemeriksaan gerak reflek? 8. Bagaimana cara kerja pemeriksaan gerak reflek? 9. Apa saja jenis-jenisnya dari gerak reflek?



3. TUJUAN 1. Untuk mengetahui pengertian visus 2.



Untuk mengetahui macam-macam kelainan retraksi



3. Untuk mengetahui factor yang mempengaruhi ketajaman penglihatan 4. Untuk mengetahui golongan ketajaman penglihatan 5. Untuk mengetahuimetode pemeriksaan visus 6. Untuk mengetahui pengertian gerak reflek 7. Untuk mengetahui alat yang dibutuhkan untuk pemeriksaan gerak reflek 8. Untuk mengetahui cara kerja pemeriksaan gerak reflek 9. Untuk mengetahui jenis-jenis dari gerak reflek



2



BAB II PEMBAHASAN



1. PEMERIKSAAN VISUS 1.1 PENGERTIAN Visus (ketajaman penglihatan) adalah nilai kebalikan sudut (dalam menit) terkecil di mana sebuah benda masih kelihatan dan dapat dibedakan (Gabriel, 1995 dalam Gita, 2009). Menurut Edi S. Affandi (2005) dalam Gita (2009), tajam penglihatan adalah kemampuan untuk membedakan antara dua titik yang berbeda pada jarak tertentu. Visus (ketajaman penglihatan) adalah ukuran, berapa jauh, dan detail suatu benda dapat tertangkap oleh mata sehingga visus dapat disebut sebagai fisiologi mata yang paling penting. Ketajaman penglihatan didasarkan pada prinsip tentang adanya daya pisah minimum yaitu jarak yang paling kecil antara 2 garis yang masih mungkin dipisahkan dan dapat ditangkap sebagai 2 garis (Murtiati dkk, 2010).



1.2 KELAINAN REFRAKSI Dikenal beberapa titik di dalam bidang refraksi, seperti Pungtum Proksimum merupakan titik terdekat dimana seseorang masih dapat melihat dengan jelas. Pungtum Remotum adalah titik terjauh dimana seseorang masih dapat melihat dengan jelas, titik ini merupakan titik dalam ruang yang berhubungan dengan retina atau foveola bila mata istirahat. Pada emetropia, pungtum remotum terletak di depan mata (Ilyas, 2004 dalam Gita, 2009). Secara klinik kelainan refraksi adalah akibat kerusakan ada akomodasi visual, entah itu sebagai akibat perubahan biji mata, maupun kelainan pada lensa. Kelainan refraksi yang sering dihadapi sehari-hari adalah miopia, hipermetropia, presbiopia, dan astigmatisma. a)



Miopi



Pada miopia panjang bola mata anteroposterior dapat terlalu besar atau kekuatan pembiasan media refraksi terlalu kuat. Pasien dengan miopia akan menyatakan melihat jelas bila dekat, sedangkan melihat jauh kabur atau disebut pasien adalah 3



rabun jauh. Seseorang miopia mempunyai kebiasaan mengeryitkan matanya untuk mencegah aberasi sferis atau untuk mendapatkan efek pinhole (lubang kecil) (Ilyas, 2004 dalam Gita, 2009). Miopia tampak bersifat genetika, tetapi pengalaman penglihatan



abnormal



seperti



kerja



dekat



berlebihan



dapat



mempercepat



perkembangannya. Cacat ini dapat dikoreksi dengan kacamata lensa bikonkaf (lensa cekung), yang membuat sinar cahaya sejajar berdivergensi sedikit sebelum ia mengenai mata (Ganong, 2002). b) Hipermetropia Hipermetropia atau rabun dekat merupakan keadaan gangguan kekuatan pembiasan mata dimana sinar sejajar jauh tidak cukup dibiaskan sehingga titik fokusnya terletak di belakang retina. Pasien dengan hipermetropia apapun penyebabnya akan mengeluh matanya lelah dan sakit karena terus menerus harus berakomodasi untuk melihat atau memfokuskan bayangan yang terletak di belakang makula agar terletak di daerah makula lutea. Keadaan ini disebut astenopia akomodatif. Akibat terus menerus berakomodasi, maka bola mata bersama-sama melakukan konvergensi dan mata akan sering terlihat mempunyai kedudukan estropia atau juling ke dalam (Ilyas, 2004 dalam Gita, 2009). Cacat ini dapat dikoreksi dengan menggunakan kacamata lensa cembung, yang membantu kekuatan refraksi mata dalam memperpendek jarak fokus (Ganong, 2002) c)



Presbiopia



Presbiopia adalah gangguan akomodasi pada usia lanjut yang dapat terjadi akibat kelemahan otot akomodasi dan lensa mata tidak kenyal atau berkurang elastisitasnya akibat sklerosis lensa. Akibat gangguan akomodasi ini maka pada pasien berusia lebih dari 40 tahun, akan memberikan keluhan setelah membaca yaitu berupa mata lelah, berair, dan sering terasa pedas (Ilyas, 2004 dalam Gita, 2009). Keadaan ini dapat dikoreksi dengan memakai kacamata lensa cembung (Ganong, 2002). d) Astigmatisma Kelainan refraksi karena kelengkungan kornea yang tidak teratur disebut astigmatisma. Pada penderita astigmatisma, sistem optik yang astigmatismatik menimbulkan perbesaran atas satu objek dalam berbagai arah yang berbeda. Satu titik cahaya yang coba difokuskan, akan terlihat sebagai satu garis kabur yang panjang. Mata yang astigmatisma memiliki kornea yang bulat telur, bukannya seperti kornea biasa yang bulat sferik. Kornea yang bulat telur memiliki lengkung (meridian) yang tidak sama akan memfokus satu titik cahaya atau satu objek pada dua tempat, jauh 4



dan dekat. Lensa yang digunakan untuk mengatasi astigmatisma adalah lensa silinder. Tetapi pada umumnya, di samping lensa silinder ini, orang yang astigmatisma membutuhkan juga lensa sferik plus atau minus yang dipasang sesuai dengan porosnya (Youngson, 1995 dalam Gita, 2009).



1.3 FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETAJAMAN PENGLIHATAN 1)



Kuat Penerangan atau Pencahayaan Mata manusia sensitif terhadap kekuatan pencahayaan, mulai dari



beberapa lux di dalam ruangan gelap hingga 100.000 lux di tengah terik matahari. Kekuatan pencahayaan ini aneka ragam yaitu berkisar 2000-100.000 di tempat terbuka sepanjang siang dan 50-500 lux pada malam hari dengan pencahayaan buatan. Penambahan kekuatan cahaya berarti menambah daya, tetapi kelelahan relatif bertambah pula. Kelelahan ini diantaranya akan mempertinggi kecelakaan. Namun meskipun pencahayaan cukup, harus dilihat pula aspek kualitas pencahayaan, antara lain faktor letak sumber cahaya. Sinar yang salah arah dan pencahayaan yang sangat kuat menyebabkan kilauan pada obyek. Kilauan ini dapat menimbulkan kerusakan mata. Begitu juga penyebaran cahaya di dalam ruangan harus merata supaya mata tidak perlu lagi menyesuaikan terhadap berbagai kontras silau, sebab keanekaragaman kontras silau menyebabkan kelelahan mata. Sedangkan kelelahan mata dapat menyebabkan: a.



Iritasi, mata berair dan kelopak mata berwarna merah (konjungtivitis)



b.



Penglihatan rangkap



c.



Sakit kepala



d. Ketajaman penglihatan merosot, begitu pula kepekaan terhadap perbedaan (contrast sensitivity) dan kecepatan pandangan e.



Kekuatan menyesuaikan (accomodation) dan konvergensi menurun



(Direktorat Bina Peran Serta Masyarakat, 1990 dalam Gita, 2009). 2)



Waktu Papar Pemaparan terus menerus misalnya pada pekerja sektor perindustrian yang



jam kerjanya melebihi 40 jam/minggu dapat menimbulkan berbagai penyakit akibat kerja. Yang dimaksud dengan jam kerja adalah jam waktu bekerja termasuk waktu istirahat (Direktorat Bina Peran Serta Masyarakat, 1990 dalam Gita, 2009). Meskipun terjadi keanekaragaman jam kerja, umumnya pekerja informal bekerja



5



lebih dari 7 jam/hari. Hal ini menimbulkan adannya beban tambahan pada pekerja yang pada akhirnya menyebabkan kelelahan.mental dan kelelahan mata. 3)



Umur Ketajaman penglihatan berkurang menurut bertambahnya usia. Pada



tenaga kerja berusia lebih dari 40 tahun, visus jarang ditemukan 6/6, melainkan berkurang. Maka dari itu, kontras dan ukuran benda perlu lebih besar untuk melihat dengan ketajaman yang sama (Suma’mur, 1996 dalam Gita 2000). Makin banyak umur, lensa bertambah besar dan lebih pipih, berwarna kekuningan dan menjadi lebih keras. Hal ini mengakibatkan lensa kehilangan kekenyalannya, dan karena itu, kapasitasnya untuk melengkung juga berkurang. Akibatnya, titik-titik dekat menjauhi mata, sedang titik jauh pada umumnya tetap saja. 4)



Kelainan Refraksi Hasil pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh media penglihatan yang



terdiri atas kornea, cairan mata, lensa, benda kaca, dan panjangnya bola mata. Pada orang normal susunan pembiasan oleh media penglihatan dan panjangnya bola mata demikian seimbang sehingga bayangan benda selalu melalui media penglihatan dibiaskan tepat di daerah makula lutea. Mata yang normal disebut sebagai mata emetropia dan akan menempatkan bayangan benda tepat di retinanya pada keadaan mata tidak melakukan akomodasi atau istirahat melihat jauh (Ilyas, 2004 dalam Gita, 2009).



1.4 PENGGOLONGAN KETAJAMAN PENGLIHATAN Tajam penglihatan dan penglihatan kurang dibagi dalam tujuh kategori. Adapun penggolongannya adalah sebagai berikut: a.



Penglihatan normal



Pada keadaan ini penglihatan mata adalah normal dan sehat. b.



Penglihatan hampir normal



Tidak menimbulkan masalah yang gawat, akan tetapi perlu penyebabnya. Mungkin suatu penyakit masih dapat diperbaiki. c.



Low vision sedang



Dengan kacamata kuat atau kaca pembesar masih dapat membaca dengan cepat.



6



d.



Low vision berat



Masih mungkin orientasi dan mobilitas umum akan tetapi mendapat kesukaran pada lalu lintas dan melihat nomor mobil. Untuk membaca diperlukan lensa pembesar kuat. Membaca menjadi lambat. e.



Low vision nyata



Bertambahnya masalah orientasi dan mobilisasi. Diperlukan tongkat putih untuk mengenal lingkungan. Hanya minat yang kuat masih mungkin membaca dengan kaca pembesar; umumnya memerlukan Braille, radio, pustaka kaset. f.



Hampir buta



Penglihatan kurang dari 4 kaki untuk menghitung jari. Penglihatan tidak bermanfaat, kecuali pada keadaan tertentu. Harus mempergunakan alat nonvisual. g.



Buta total



Tidak mengenal rangsangan sinar sama sekali. Seluruhnya tergantung pada alat indera lainnya atau tidak mata (Ilyas, 2004 dalam Gita, 2009).



1.5 METODE PEMERIKSAAN VISUS Menggunakan 'chart'



yaitu membaca 'chart' dari jarak yang ditentukan,



biasanya 5 atau 6 meter. Digunakan jarak sepanjang itu karena pada jarak tersebut mata normal akan relaksasi dan tidak berakomodasi. Kartu yang digunakan ada beberapa macam : 1. Snellen Chart



: Kartu bertuliskan beberapa huruf dengan ukuran yang berbeda



(untuk pasien yang bisa membaca).



7



2. E Chart



: Kartu yang bertuliskan huruf E semua, tapi arah kakinya



berbeda-beda.



3. Cincin Landolt



: Kartu dengan tulisan berbentuk huruf 'C', tapi dengan arah



cincin yang berbeda-beda.



CARA MEMERIKSA :  Kartu diletakkan pada jarak 5 atau 6 meter dari pasien dengan posisi lebih tinggi atau sejajar dengan mata pasien.  Bila jarak 5 meter, maka visus normal akan bernilai 5/5 artinya mata normal dapat melihat pada jarak 5 meter, pasien juga dapat melihat pada jarak 5



8



meter. Bila berjarak 6 m, berarti visus normalnya 6/6. Satuan selain meter ada kaki = 20/20, ada juga log (logaritma).  Pastikan cahaya harus cukup  Bila ingin memeriksa visus mata kanan, maka mata kiri harus ditutup dan pasien diminta membaca kartu.  Cara menilai visus dari hasil membaca kartu : 



Bila pasien dapat membaca kartu pada baris dengan visus 5/5 atau 6/6, maka tidak usah membaca pada baris berikutnya : visus normal







Bila pasien tidak dapat membaca kartu pada baris tertentu di atas visus normal, cek pada 1 baris tersebut







Bila cuma tidak bisa membaca 1 huruf, berarti visusnya terletak pada baris tersebut dengan false 1.







Bila tidak dapat membaca 2, berarti visusnya terletak pada baris tersebut dengan false 2.







Bila tidak dapat membaca lebih dari setengah jumlah huruf yang ada, berarti visusnya berada di baris tepat di atas baris yang tidak dapat dibaca.







Bila tidak dapat membaca satu baris, berarti visusnya terdapat pada baris di atasnya.







Bila terdapat penurunan visus, maka cek dengan menggunakan pinhole (alat untuk memfokuskan titik pada penglihatan pasien)







Bila visus tetap berkurang : berarti bukan kelainan refraksi







Bila visus menjadi lebih baik dari sebelumnya : berarti merupakan kelainan refraksi



  Membaca Snelleen Chart



9



Snelleen chart yang yang digunakan dalam ukuran kaki = normalnya 20/20. Misal, pasien dapat membaca semua huruf pada baris ke 8. Berarti visusnya normal. Bila hanya membaca huruf E, D, F, C pada baris ke 6 : visusnya 20/30 dengan false 2. Artinya, orang normal dapat membaca pada jarak 30 kaki sedangkan pasien hanya dapat membacanya pada jarak 20 kaki.. Bila pasien membaca huruf Z, P pada baris ke 6 : visusnya 20/40. Bila tidak dapat membaca huruf pada baris ke 6, cek baris ke 5 dengan ketentuan seperti di atas.  Cara pemeriksaan berlaku untuk E Chart dan Cincin Landolt. o Bila tidak bisa membaca kartu, maka dilakukan penghitungan jari. o Penghitungan jari di mulai pada jarak tepat di depan Snellen Chart => 5 atau 6 m o Dapat menghitung jari pada jarak 6 m => visusnya 6/60 o Bila tidak dapat menghitung jari pada jarak 6 m, maka maju 1 m dan lakukan penghitungan jari. Bila pasien dapat membaca, visusnya 5/60. o Begitu seterusnya, bila tidak dapat menghitung jari 5 m, di majukan jadi 4 m, 3 m, sampai 1 m di depan pasien. o Bila tidak bisa menghitung jari pada jarak tertentu, maka dilakukan pemeriksaan penglihatan dengan lambaian tangan. o Lambaian tangan dilakukan tepat 1 m di depan pasien. o Dapat berupa lambaian ke kiri dan kanan, atau atas bawah. Bila pasien dapat menyebutkan arah lambaian, berarti visusnya 1/300 o Bila tidak bisa melihat lambaian tangan, maka dilakukan penyinaran, dapat menggunakan 'pen light' o Bila dapat melihat sinar, berarti visusnya 1/~. Tentukan arah proyeksi : Bila pasien dapat menyebutkan dari mana arah sinar yang datang,berarti visusnya 1/~ dengan proyeksi baik. Proyeksi sinar ini di cek dari 4 arah. Hal tersebut untuk mengetahui apakah tangkapan retina masih bagus pada 4 sisinya, temporal, nasal, superior, dan inferior. Bila tak dapat menyebutkan dari mana arah sinar yang datang, berarti visusnya 1/~ dengan proyeksi salah. Bila tidak dapat melihat cahaya, maka dikatakan visusnya = 0.



10



2. PEMERIKSAAN REFLEK 2.1 PENGERTIAN Gerak pada umumnya terjadi secara sadar, namun ada pula gerak yang terjadi tanpa disadari yaitu gerak refleks. Impuls pada gerakan sadar melalui jalan panjang, yaitu dari reseptor, ke saraf sensori, dibawa ke otak untuk selanjutnya diolah oleh otak, kemudian hasil olahan oleh otak, berupa tanggapan, dibawa oleh saraf motor sebagai perintah yang harus dilaksanakan oleh efektor. Gerak refleks berjalan sangat cepat dan tanggapan terjadi secara otomatis terhadap rangsangan, tanpa memerlukan kontrol dari otak. Jadi dapat dikatakan gerakan terjadi tanpa dipengaruhi kehendak atau tanpa disadari terlebih dahulu. Contoh gerak refleks misalnya berkedip, bersin, atau batuk. 2.2 ALAT YANG DIBUTUHKAN • Palu perkusi • Lampu Senter • Kapas • Jarum 2.3 CARA KERJA a. Refleks kulit perut Orang coba berbaring telentang dengan kedua lengan terletak lurus di samping badan. Goreslah kulit daerah abdomen dari lateral kea rah umbilicus. Respon yang terjadi berupa kontraksi otot dinding perut. b.Refleks kornea Sediakanlah kapas yang digulung menjadi bentuk silinder halus. Orang coba menggerakkan bola mata ke lateral yaitu dengan melihat ke salah satu sisi tanpa menggerakkan kepala. Sentuhlah dengan hati-hati sisi kontralateral kornea dengan kapas. Respon berupa kedipan mata secara cepat. c.Refleks cahaya Cahaya senter dijatuhkan pada pupil salah satu mata orang coba. Respons berupa konstriksi pupil holoateral dan kontralateral. Ulangi percobaan pada mata lain. 11



d.Refleks Periost Radialis Lengan bawah orang coba setengah difleksikan pada sendi siku dan tangan sedikit dipronasikan. Ketuklah periosteum pada ujung distal os radii. Respons berupa fleksi lengan bawah pada siku dan supinasi tangan. e.Refleks Periost Ulnaris Lengan bawah orang coba setengah difleksikan pada sendi siku dan tangan antara pronasi dan supinasi. Ketuklah pada periost prosessus stiloideus. Respons berupa pronasi tangan. f.Stretch Reflex (Muscle Spindle Reflex=Myotatic Reflex) 1) Knee Pess Reflex (KPR) Orang coba duduk pada tempat yang agak tinggi sehingga kedua tungkai akan tergantung bebas atau orang coba berbaring terlentang dengan fleksi tungkai pada sendi lutut. Ketuklah tendo patella dengan Hammer sehingga terjadi ekstensi tungkai disertai kontraksi otot kuadrisips. 2) Achilles Pess Reflex (ACR) Tungkai difleksikan pada sendi lutut dan kaki didorsofleksikan. Ketuklah pada tendo Achilles, sehingga terjadi plantar fleksi dari kaki dan kontraksi otot gastronemius. 3) Refleks biseps Lengan orang coba setengah difleksikan pada sendi siku. Ketuklah pada tendo otot biseps yang akan menyebabkan fleksi lengan pada siku dan tampak kontraksi otot biseps. 4) Refleks triseps Lengan bawah difleksikan pada sendi siku dan sedikit dipronasikan. Ketuklah pada tendo otot triseps 5 cm di atas siku akan menyebabkan ekstensi lengan dan kontraksi otot triseps.



12



5) Withdrawl Reflex Lengan orang coba diletakkan di atas meja dalam keadaa ekstensi. Tunggulah pada saat orang coba tidak melihat saudara, tusuklah dengan hati-hati dan cepat kulit lengan dengan jarum suntik steril, sehalus mungkin agar tidak melukai orang coba. Respons berupa fleksi lengan tersebut menjauhi stimulus. 2.4 .JENIS - JENIS REFLEK Pada manusia, ada dua jenis refleks yaitu refleks fisiologis dan patologis. Refleks fisiologis normal jika terdapat pada manusia, sebaliknya refleks patologis normal jika tidak terdapat pada manusia. a.Refleks fisiologis Pada percobaan refleks kulit perut, orang coba berbaring terlentang dengan kedua lengan terletak lurus samping badan. Kulit di daerah abdomen dari lateral ke arah umbilikus digores dan respon yang terjadi berupa kontraksi otot dinding perut. Namun pada orang lanjut usia dan sering hamil, tidak terjadi lagi kontraksi otot dinding perut karena tonus otot perutnya sudah kendor. Pada refleks kornea atau refleks mengedip, orang coba menggerakkan bola mata ke lateral yaitu dengan melihat salah satu sisi tanpa menggerakkan kepala. Kemudian sisi kontralateral kornea orang coba disentuh dengan kapas yang telah digulung membentuk silinder halus. Respon berupa kedipan mata secara cepat. Pada percobaan tentang refleks cahaya akan dilihat bagaimana respon pupil mata ketika cahaya senter dijatuhkan pada pupil. Ternyata respon yang terjadi berupa kontriksi pupil homolateral dan kontralateral. Jalannya impuls cahaya sampai terjadi kontriksi pupil adalah berasal dari pupil kemudian stimulus diterima oleh N. Opticus, lalu masuk ke mesencephalon, dan kemudian melanjutkan ke N . Oculomotoris dan sampai ke spingter pupil. Pada percobaan refleks periost radialis, lengan bawah orang coba difleksikan pada sendi tangan dan sedikit dipronasikan kemudian dilakukan pengetukan periosteum pada ujung distal os radii. Jalannya impuls pada refleks periost radialis yaitu dari processus styloideus radialis masuk ke N. Radialis kemudian melanjutkan ke N. Cranialis 6 sampai



13



Thoracalis 1 lalu masuk ke N. Ulnaris lalu akan menggerakkan M. Fleksor ulnaris. Respon yang terjadi berupa fleksi lengan bawah pada siku dan supinasi tangan. Respon dari refleks periost ulnaris berupa pronasi tangan. Jalannya impuls saraf berasal dari processus styloideus radialis masuk ke n. radialis kemudian melanjutkan ke N. cranialis 5-6 lalu masuk ke N. Radialis lalu akan menggerakkan M. Brachioradialis. Bila suatu otot rangka dengan persarafan yang utuh diregangkan akan timbul kontraksi. Respon ini disebut refleks regang. Rangsangannya adalah regangan pada otot, dan responnya berupa kontraksi otot yang diregangkan. Reseptornya adalah kumparan otot (muscel spindle). Yang termasuk muscle spindle reflex (stretcj reflex) yaitu Knee Pess Reflex (KPR), Achilles Pess Reflex (APR), Refleks Biseps, Refleks Triceps, dan Withdrawl refleks. Pada Knee Pess Reflex (KPR), tendo patella diketuk dengan palu dan respon yang terjadi berupa ekstensi tungkai disertai kontraksi otot kuadriseps. Pada Achilles Pess Refleks (APR), tungkai difleksikan pada sendi lutu dan kaki didorsofleksikan. Respon yang terjadi ketika tendo Achilles diketuk berupa fleksi dari kaki dan kontraksi otot gastroknemius. Ketika dilakukan ketukan pada tendo otot biseps terjadi respon berupa fleksi lengan pada siku dan supinasi. Sedangkan jika tendo otot triseps diketuk, maka respon yang terjadi berupa ekstensi lengan dan supinasi. Untuk mengetahui fungsi nervus, dapat dilakukan beberapa pemeriksaan, misalnya untuk memeriksa nervus IX (nervus glossopharingeus) dapat dilihat pada saat spatula dimasukkan ke dalam mulut, maka akan timbul refleks muntah, sedangkan nervus XII dapat dilakukan pemeriksaan pada lidah, dan beberapa nervus dapat diperiksa dengan malihat gerakan bola mata. Nervus penggerak mata antara nervus IV, abduscens, dan oculomotoris. Nervus XI (nervus accesoris) dapat diuji dengan menekan pundak orang coba, jika ada pertahanan, artinya normal. Respon motorik kasar melibatkan seluruh koordinasi sistem saraf. Respon ini dapat dilihat saat orang diminta menunjuk anggota secara bergantian. Orang normal akan menunjuk dengan tepat, sebaliknya orang yang koordinasi sistem sarafnya tidak normal maka dia tidak akan menunjuk dengan tepat.



14



a. Pemeriksaan Neurologi 1. Fungsi Cerebral Keadaan umum, tingkat kesadaran yang umumnya dikembangkan dengan Glasgow Coma Scala (GCS) : • Refleks membuka mata (E) 4 : Membuka secara spontan 3 : Membuka dengan rangsangan suara 2 : Membuka dengan rangsangan nyeri 1 : Tidak ada respon • Refleks verbal (V) 5 : Orientasi baik 4 : Kata baik, kalimat baik, tapi isi percakapan membingungkan. 3 : Kata-kata baik tapi kalimat tidak baik 2 : Kata-kata tidak dapat dimengerti, hanya mengerang 1 : Tidak keluar suara • Refleks motorik (M) 6 : Melakukan perintah dengan benar 5 : Mengenali nyeri lokal tapi tidak melakukaan perintah dengan benar 4 : Dapat menghindari rangsangan dengan tangan fleksi 3 : Hanya dapat melakukan fleksi 2 : Hanya dapat melakukan ekstensi 1 : Tidak ada gerakan



15



Cara penulisannya berurutan E-V-M sesuai nilai yang didapatkan. Penderita yang sadar = Compos mentis pasti GCS-nya 15 (4-5-6), sedang penderita koma dalam, GCS-nya 3 (1-1-1). Bila salah satu reaksi tidak bisa dinilai, misal kedua mata bengkak sedang V dan M normal, penulisannya X – 5 – 6. Bila ada trakheastomi sedang E dan M normal, penulisannya 4 – X – 6. Atau bila tetra parese sedang E an V normal, penulisannya 4 – 5 – X. GCS tidak bisa dipakai untuk menilai tingkat kesadaran pada anak berumur kurang dari 5 tahun. Derajat kesadaran : Ø Sadar



: Dapat berorientasi dan berkomunikasi



Ø Somnolens



: Dapat digugah dengan berbagai stimulasi, bereaksi secara



motorik / verbal kemudian terlenan lagi. Gelisah atau tenang. Ø Stupor



: Gerakan spontan, menjawab secara refleks terhadap



rangsangan nyeri, pendengaran dengan suara keras dan penglihatan kuat. Verbalisasi mungkin terjadi tapi terbatas pada satu atau dua kata saja. Non verbal dengan menggunakan kepala. Ø Semi koma



: Tidak terdapat respon verbal, reaksi rangsangan kasar dan ada



yang menghindar (contoh mnghindri tusukan) Ø Koma



: Tidak bereaksi terhadap stimulus



Kualitas kesadaran : Ø Compos mentis



: Bereaksi secara adekuat



Ø Abstensia drowsy/kesadaran tumpul



: Tidak tidur dan tidak begitu



waspada. Perhatian terhadap sekeliling berkurang. Cenderung mengantuk. Bingung/confused: disorientasi terhadap tempat, orang dan waktu Ø Delerium



: Mental dan motorik kacau, ada



halusinasi dan bergerak sesuai dengan kekacauan fikirannya. Ø Apatis



: Tidak tidur, acuh tak acuh, tidak



bicara dan pandangan hampa



16



Gangguan fungsi cerebral meliputi : Gangguan komunikasi, gangguan intelektual, gangguan perilaku dan gangguan emosi Pengkajian status mental / kesadaran meliputi : GCS, orientasi (orang, tempat dan waktu), memori, interpretasi dan komunikasi. 2. Fungsi nervus cranialis Cara pemeriksaan nervus cranialis : a. N.I : Olfaktorius (daya penciuman) : Pasien memejamkan mata, disuruh membedakaan bau yang dirasakaan (kopi, tembakau, alkohol,dll) b. N.II : Optikus (Tajam penglihatan): dengan snelen card, funduscope, dan periksa lapang pandang c. N.III : Okulomorius (gerakam kelopak mata ke atas, kontriksi pupil, gerakan otot mata): Tes putaran bola mata, menggerkan konjungtiva, palpebra, refleks pupil dan inspeksi kelopak mata. d. N.IV : Trochlearis (gerakan mata ke bawah dan ke dalam): sama seperti N.III e. N.V : Trigeminal (gerakan mengunyah, sensasi wajah, lidah dan gigi, refleks kornea dan refleks kedip): menggerakan rahang ke semua sisi, psien memejamkan mata, sentuh dengan kapas pada dahi dan pipi. Reaksi nyeri dilakukan dengan benda tumpul. Reaksi suhu dilakukan dengan air panas dan dingin, menyentuh permukaan kornea dengan kapas f. N.VI : Abducend (deviasi mata ke lateral) : sama sperti N.III g. N.VII : Facialis (gerakan otot wajah, sensasi rasa 2/3 anterior lidah): senyum, bersiul, mengerutkan dahi, mengangkat alis mata, menutup kelopak mata dengan tahanan. Menjulurkan lidah untuk membedakan gula dengan garam.



17



h. N.VIII : Vestibulocochlearis (pendengaran dan keseimbangan ) : test Webber dan Rinne i. N.IX : Glosofaringeus (sensasi rsa 1/3 posterio lidah ): membedakan rasaa mani dan asam ( gula dan garam) j. N.X : Vagus (refleks muntah dan menelan) : menyentuh pharing posterior, pasien menelan ludah/air, disuruh mengucap “ah…!” k. N.XI: Accesorius (gerakan otot trapezius dan sternocleidomastoideus) palpasi dan catat kekuatan otot trapezius, suruh pasien mengangkat bahu dan lakukan tahanan sambil pasien melawan tahanan tersebut. Palpasi dan catat kekuatan otot sternocleidomastoideus, suruh pasien meutar kepala dan lakukan tahanan dan suruh pasien melawan tahan. l. N.XII : Hipoglosus (gerakan lidah): pasien suruh menjulurkan lidah dan menggerakan dari sisi ke sisi. Suruh pasien menekan pipi bagian dalam lalu tekan dari luar, dan perintahkan pasien melawan tekanan tadi. 3. Fungsi motorik a. Otot Ukuran : atropi / hipertropi Tonus : kekejangan, kekakuan, kelemahan Kekuatan : fleksi, ekstensi, melawan gerakan, gerakan sendi. Derajat kekuatan motorik : 5 : Kekuatan penuh untuk dapat melakukan aktifitas 4 : Ada gerakan tapi tidak penuh 3 : Ada kekuatan bergerak untuk melawan gravitas bumi 2 :Ada kemampuan bergerak tapi tidak dapat melawan gravitasi bumi. 1 : Hanya ada kontraksi



18



0 : tidak ada kontraksi sama sekali b. Gait (keseimbangan) : dengan Romberg’s test 4. Fungsi sensorik Test : Nyeri, suhu, raba halus, gerak, getar, sikap, tekan, refered pain. 5. Refleks a.Refleks superficial • Refleks dinding perut Cara : goresan dinding perut daerah epigastrik, supra umbilikal, umbilikal, intra umbilikal dari lateral ke medial Respon : kontraksi dinding perut • Refleks cremaster Cara : goresan pada kulit paha sebelah medial dari atas ke bawah Respon : elevasi testes ipsilateral • Refleks gluteal Cara : goresan atau tusukan pada daerah gluteal Respon : gerakan reflektorik otot gluteal ipsilateral b. Refleks tendon / periosteum • Refleks Biceps (BPR): Cara : ketukan pada jari pemeriksa yang ditempatkan pada tendon m.biceps brachii, posisi lengan setengah diketuk pada sendi siku. Respon : fleksi lengan pada sendi siku • Refleks Triceps (TPR) Cara : ketukan pada tendon otot triceps, posisi lengan fleksi pada sendi siku dan sedikit pronasi 19



Respon : ekstensi lengan bawah pada sendi siku • Refleks Periosto radialis Cara : ketukan pada periosteum ujung distal os radial, posisi lengan setengah fleksi dan sedikit pronasi Respon : fleksi lengan bawah di sendi siku dan supinasi krena kontraksi m.brachiradialis • Refleks Periostoulnaris Cara : ketukan pada periosteum prosesus styloid ilna, posisi lengan setengah fleksi dan antara pronasi supinasi. Respon : pronasi tangan akibat kontraksi m.pronator quadrates • Refleks Patela (KPR) Cara : ketukan pada tendon patella Respon : plantar fleksi kaki karena kontraksi m.quadrisep femoris • Refleks Achilles (APR) Cara : ketukan pada tendon Achilles Respon : plantar fleksi kaki krena kontraksi m.gastroenemius • Refleks Klonus lutut Cara : pegang dan dorong os patella ke arah distal Respon : kontraksi reflektorik m.quadrisep femoris selama stimulus berlangsung • Refleks Klonus kaki Cara : dorsofleksikan kki secara maksimal, posisi tungkai fleksi di sendi lutut. Respon : kontraksi reflektorik otot betis selama stimulus berlangsung



20



b. Refleks patologis a. Hoffmann Tromer Tangan pasein ditumpu oleh tangan pemeriksa. Kemudian ujung jari tangan pemeriksa yang lain disentilkan ke ujung jari tengah tangan penderita. Reflek positif jika terjadi fleksi jari yang lain dan adduksi ibu jari. b. Rasping Gores palmar penderita dengan telunjuk jari pemeriksa diantara ibu jari dan telunjuk penderita. Maka timbul genggaman dari jari penderita, menjepit jari pemeriksa. Jika reflek ini ada maka penderita dapat membebaskan jari pemeriksa. Normal masih terdapat pada anak kecil. Jika positif pada dewasa maka kemungkinan terdapat lesi di area premotorik cortex. c. Reflek Palmomental Garukan pada telapak tangan pasien menyebabkan kontraksi muskulus mentali ipsilateral. Reflek patologis ini timbul akibat kerusakan lesi UMN di atas inti saraf VII kontralateral. d. Reflek Snouting Ketukan hammer pada tendo insertio m. Orbicularis oris maka akan menimbulkan reflek menyusu. Menggaruk bibir dengan tongue spatel akan timbul reflek menyusu. Normal pada bayi, jika positif pada dewasa akan menandakan lesi UMN bilateral. e. Mayer Reflek Fleksikan jari manis di sendi metacarpophalangeal, secara halus normal akan timbul adduksi dan aposisi dari ibu jari. Absennya respon ini menandakan lesi di tractus pyramidalis. f. Reflek babinski Lakukan goresan pada telapak kaki dari arah tumit ke arah jari melalui sisi lateral. Orang normal akan memberikan resopn fleksi jari-jari dan penarikan tungkai.



21



Pada lesi UMN maka akan timbul respon jempol kaki akan dorsofleksi, sedangkan jari-jari lain akan menyebar atau membuka. Normal pada bayi masih ada. g. Reflek Oppenheim Lakukan goresan pada sepanjang tepi depan tulang tibia dari atas ke bawah, dengan kedua jari telunjuk dan tengah. Jika positif maka akan timbul reflek seperti babinski. h. Reflek Gordon Lakukan goresan/memencet otot gastrocnemius, jika positif maka akan timbul reflek seperti babinski. i. Reflek Schaefer Lakukan pemencetan pada tendo achiles. Jika positif maka akan timbul refflek seperti Babinski. j. Reflek Caddock Lakukan goresan sepanjang tepi lateral punggung kaki di luar telapak kaki, dari tumit ke depan. Jika positif maka akan timbul reflek seperti babinski. k. Reflek Rossolimo Pukulkan hammer reflek pada dorsal kaki pada tulang cuboid. Reflek akan terjadi fleksi jari-jari kaki. l. Reflek Mendel-Bacctrerew Pukulan telapak kaki bagian depan akan memberikan respon fleksi jari-jari kaki. Selain pemeriksaan tersebut di atas juga ada beberapa pemeriksaan lain seperti : Pemeriksaan fungsi luhur: 1. Apraxia



: hilangnya kemampuan untuk melakukan gerakan volunter atas



perintah 2. Alexia



: ketidakmampuan mengenal bahasa tertulis



3. Agraphia : ketidakmampuan untuk menulis kata-kata 22



4. Fingeragnosia: kesukaran dalam mengenal, menyebut, memilih dan membedakan jari-jari, baik punya sendiri maupun orang lain terutama jari tengah. 5. Disorientasi kiri-kanan: ketidakmampuan mengenal sisi tubuh baik tubuh sendiri maupun orang lain. 6. Acalculia : kesukaran dalam melakukan penghitungan aritmatika sederhana.



23



BAB III PENUTUP



1. KESIMPULAN Visus (ketajaman penglihatan) adalah nilai kebalikan sudut (dalam menit) terkecil di mana sebuah benda masih kelihatan dan dapat dibedakan (Gabriel, 1995 dalam Gita, 2009). Menurut Edi S. Affandi (2005) dalam Gita (2009), tajam penglihatan adalah kemampuan untuk membedakan antara dua titik yang berbeda pada jarak tertentu. Metode pemeriksaan visus : 1. Snellen Chart



: Kartu bertuliskan beberapa huruf dengan ukuran yang



berbeda (untuk pasien yang bisa membaca). 2. E Chart



: Kartu yang bertuliskan huruf E semua, tapi arah



kakinya berbeda-beda. 3. Cincin Landolt



: Kartu dengan tulisan berbentuk huruf 'C', tapi dengan



arah cincin yang berbeda-beda. Gerak pada umumnya terjadi secara sadar, namun ada pula gerak yang terjadi tanpa disadari yaitu gerak refleks. Impuls pada gerakan sadar melalui jalan panjang, yaitu dari reseptor, ke saraf sensori, dibawa ke otak untuk selanjutnya diolah oleh otak, kemudian hasil olahan oleh otak, berupa tanggapan, dibawa oleh saraf motor sebagai perintah yang harus dilaksanakan oleh efektor. Gerak refleks berjalan sangat cepat dan tanggapan terjadi secara otomatis terhadap rangsangan, tanpa memerlukan kontrol dari otak. Jadi dapat dikatakan gerakan terjadi tanpa dipengaruhi kehendak atau tanpa disadari terlebih dahulu. Contoh gerak refleks misalnya berkedip, bersin, atau batuk.



2. KRITIK dan SARAN 1. Kritik dan saran yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi perbaikan dan kesempurnaan makalah kami. 2. Bagi para pembaca dan teman-teman mahasiswa yang lainnya, jika ingin menambah wawasan dan ingin mengetahui lebih jauh, maka penulis



24



mengharapkan dengan rendah hati agar lebih membaca buku-buku lainnya yang berkaitan dengan judul “Pemeriksaan Visus dan Pemeriksaan Reflek“. 3. Menjadikan makalah ini sebagai sarana yang dapat mendorong mahasiswa dan mahasiswi agar dapat mengaplikasikan bagaimana melakukan pemeriksaan visus dan pemeriksaan reflek yang baik dan benar.



25



DAFTAR PUSTAKA



Sherwood,Lauralee.2001.Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem.EGC Ganong, William F. 2002. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. EGC Guyton & Hall.2006.Text Book of Medical Phisiology.Elsevisier Saunders Afrizal Mustaqim di 06.54



26