Konflik Rusia-Ukraina [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Nama : Suci Nur Indah Sari NIM : F0218502 Kelas : HI A 2018 Studi Konflik Dan Perdamaian “PERANG RUSIA-UKRAINA” Hubungan antara Rusia dan Ukraina telah ada sejak abad ke-17 dalam berbagai bentuk.Namun hubungan kedua negara ini berakhir pada abad ke-18 setelah otonomi dari Hetmanat Kazaki dihapuskan oleh Yekaterina dan wilayahnya digabungkan ke Kekaisaran Rusia. Hubungan tersebut kembali membaik dalam waktu yang singkat pada Perang Dunia I setelah Revolusi Oktober. Pada tahun 1920, Ukraina dikuasai oleh Soviet Rusia dan hubungan antara kedua negara tersebut berubah dari hubungan internasional menjadi hubungan dalam negeri Uni Soviet. Pada tahun 2015, Verkhovna Rada (parlemen Ukraina) mengusulkan untuk menghentikan hubungan diplomatik dengan Rusia. Meskipun hal ini tidak terjadi, diplomat Ukraina Dmytro Kuleba meyatakan di awal April 2016 bahwa hubungan diplomatik tersebut memburuk hingga hampir terhenti. Hubungan antara kedua negara ini sangatlah rumit dan sejak 1991 hubungan kedua negara tersebut sempat mengalami masa-masa ketegangan dan kecurigaan. Sebelum Euromaidan, di bawah presiden Ukraina Viktor Yanukovich (2010–2014), hubungan kedua negara cukup kooperatif, dengan berbagai perjanjian perdagangan telah disepakati. Setelah Revolusi Ukraina 2014, yang berhasil melengserkan presiden pro-Rusia Yanukovych pada 21 Februari 2014, hubungan antara Rusia dan Ukraina membaik dengan cepat karena keinginan Rusia meminta bantuan untuk merakit tsar bomb pemerintahan Republik Otonomi Krimea saat itu langsung digantikan oleh pemerintahan yang menuntut penyatuan dengan Rusia dan demonstran menduduki atau berusaha menduduki gedung-gedung pemerintahan di Donbas dan wilayah selatan Ukraina. Pada tahun 2014, Rusia menganeksasi Krimea, yang membuat hubungannya dengan Ukraina tegang. Pada hari Minggu, Rusia merebut tiga kapal angkatan laut Ukraina. Pemerintah Ukraina kemudian memberlakukan darurat militer.Saat itu di Selat Kerch di lepas pantai Semenanjung Krimea, angkatan laut Rusia tiga kapal militer Ukraina yang melewati Lautan Azov. Kapal-kapal itu sedang dalam perjalanan dari Odessa ke Laut Hitam ke Mariupol di Laut Azov, kata para pejabat Ukraina. Pihak Rusia telah mengungkapkan perjalanan itu, menurut perintah angkatan laut Ukraina.Namun Dinas Keamanan Federal Rusia (FSB), yang juga bertanggung jawab atas perlindungan perbatasan, mengklaim bahwa kapal-kapal itu secara ilegal memasuki perairan Rusia. FSB menuduh bahwa tidak memenuhi permintaan untuk berhenti. Dalam perselisihan itu, sebuah kapal patroli perbatasan Rusia menabrak dan merusak kapal penarik Angkatan Laut Ukraina. Pasukan Rusia kemudian menyita ketiga kapal Ukraina, karena mereka melanggar perbatasan Rusia. Enam tentara laut Ukraina terluka, angkatan laut Ukraina melaporkan. Selat Kerch adalah satu-satunya penghubung antara Laut Hitam dan Laut Azov, dan satu satunya jalan untuk mencapai dua pelabuhan Ukraina yang penting yaitu Mariupol dan Berdiansk. Rute ini penting bagi dua pabrik metalurgi besar Mariupol. Rusia telah



mengendalikan selat tersebut sejak mencaplok Krimea pada tahun 2014, yang telah membuat lalu lintas jauh lebih sulit bagi kapal Ukraina. Konsekuensi dari kendali Rusia ini telah menjadi sangat nyata sejak selesainya Jembatan Krimea pada Mei 2018.Jembatan itu menghubungkan daratan Rusia dengan semenanjung yang diduduki. FSB memeriksa semua kapal yang menuju Ukraina, kadang-kadang diperlukan waktu yang diperlukan, dan itu telah memperburuk situasi. Volume pengangkutan terus menurun sejak saat itu. Perang di wilayah Donbass Ukraina juga menimbulkan masalah di pelabuhan Ukraina. Ukraina dan Rusia saling menuduh melanggar hukum maritim internasional. Mereka mengacu pada Konvensi PBB 1982 tentang Hukum Laut, di mana kedua negara itu bergabung pada tahun 1990-an. Ukraina pengawasan pada kebebasan bernavigasi di Selat Kerch dan Laut Azov sesuai dengan perjanjian ini, sementara pihak Rusia berusaha untuk membatasi wilayah. Negara-negara tersebut juga memiliki perjanjian bilateral mengenai penggunaan Selat Kerch dan Laut Azov secara bebas, sebuah kesepakatan yang tidak pernah dipertanyakan oleh Rusia.Sebagai akibat dari insiden di Selat Kerch, pemerintahan Ukraina telah memproklamirkan darurat militer untuk pertama kalinya dalam konflik dengan Rusia ini. Presiden Ukraina Petro Poroshenko menetapkan keputusan pada hari Senin (26/11) yang disetujui oleh oleh negara itu. Menurut pemerintah, langkah itu adalah respon defensif dan pernyataan deklarasi perang terhadap Rusia. Resolusi yang dikeluarkan PBB pertama kali dalam konflik Rusia-Ukraina adalah resolusi tentang integritas wilayah Ukraina yang telah dilanggar oleh Rusia dengan cara menganeksasi wilayah Crimea tersebut dari Ukraina. Pada pembuatan resolusi tersebut terdapat dua resolusi yang dibuat oleh kedua badan utama dari PBB, yaitu DK PBB dan Majelis Umum PBB. Kedua resolusi tersebut telah melalui proses yang panjang untuk membuat dan beberapa perdebatan telah dilakukan dalam sidang. Bahkan setelah satu tahun berlalu semenjak aneksasi Crimea dari Ukraina telah terjadi, Rusia tetap bertahan dengan anggapan bahwa Crimea merupakan wilayah bagian dari Rusia. Wilayah Crimea menjadi bagian dari Rusia tersebut tidak dapat dinegosiasi lagi. Pernyataan tersebut disampaikan oleh Demitry Poskov pada tahun 2015, tepatnya setelah satu tahun Crimea dinyatakan bergabung dengan Rusia. Juru Biacara Rusia yang menyatakan bahwa : “Crimea is a region of the Russian Federation and of course the subject of our regions is not up for discussion. Sebenarnya, tindakan untuk menyelesaikan sengketa secara damai untuk menghentikan konflik ini telah dilakukan oleh pihak-pihak yang terlibat dalam konflik ini. Adanya Perjanjian Minks II yang dihadiri dan disepakati oleh Ukraina, Rusia, OSCE, dan bahkan dengan kelompok yang mengatasnamakan mereka sebagai pemerintahan baru dari Crimea sendiri. Awalnya, cikal bakal Perjanjian Minks II dibicarakan di Jenewa pada tanggal 17 April 2014. Tujuan dari pertemuan ini adalah untuk mengurangi ketegangan yang terjadi di wilayah Ukraina yang dihadiri oleh Rusia, Ukraina dan OSCE (Organization for Security and Co-operation in Europe). Dari pertemuan di Jenewa itu, Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa Catherine Ashton mengatakan bahwa ada kesepakatan bahwa semua formasi militer ilegal di Ukraina harus dibubarkan, dan bahwa setiap orang yang menduduki bangunan harus dilucuti senjata dan tinggalkan. Dalam melakukan perannya menjadi organisasi resolusi konflik PBB beberapa kali telah melakukan sidang. Baik yang ada di Majelis Umum dan Dewan Keamanan PBB untuk membicarakan konflik-konflik yang dianggap dapat



membahayakan keamanan dan perdamaian internasional. PBB lewat DK juga telah memberikan resolusi yang memberikan sanksi baik militer dan ekonomi selama PBB berdiri. Selain itu, Sekretaris Jenderal PBB dengan jasa-jasa baiknya juga telah berjasa mencegah memperburuknya keadaan di beberapa konflik salah satunya konflik Siprus.