Konsep Dan Perspektif Sejarah [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

KONSEP DAN PERSPEKTIF SEJARAH



A. Teori dan Metodologi Sejarah Dalam perkembangan penulisan sejarah banyak karya sejarah yang sebagian besar dapat digolongkan sebagai sejrah naratif, terutama yang dihasilkan oleh penulis bukan ahli sejarah. Sejarah akhir-akhir ini ditulis tanpa menggunakan teori dan metodologi sejarah. Dalam melakukan analisa dan penulisan sejarah sangat dibutuhkan teori dan metodologi. Langkah yang sangat penting dalam membuat analisis sejarah harus menyediakan suatu kerangka pemikiran atau kerangka referensi yang mencakup berbagai konsep dan teori yang akan dipakai untuk menganalisis. Teori tersebut mengguna kan cara penggarapan sejarah dengan menggunakan metode, metodologi, dan teori. Metodologi sebagai ilmu tentang metode tidak dapat dipelajari tanpa mengangkat masalah kerangka teoritis dan konseptual oleh karena pendekatan sebagai pokok metodologi hanya dapat dioperasionalkan dengan bantuan seperangkat konsep dan teori. Penulisan sejarah juga menggunakan ilmu bantu yaitu dari ilmu-ilmu sosial, seperti sosiologi, antropologi, politikologi, dan lainnya. Dalam lingkungan ilmu sejarah, metodologi sejarah sering disebut sebagai Filsafat Sejarah. Dalam penggunaan konsep fakta tidak boleh dipakai untuk mendukung teori bahkan hal sebaliknya,teori yang tidak dapat menerangkan fakta-fakta. Apakah Sejarah Itu ? Pada umumnya orang memakai istilah sejarah untuk menunjuk cerita sejarah, pengetahuan sejarah, gambaran sejarah, yang kesemuanya adalah sejarah dalam arti subjektif. Disebut subjektif karena sejarah memuat unsur-unsur dan isi subjek tersebut.Sejarah dalam arti subjektif adalah suatu konstruk yaitu bangunan yang disusun penulis sebagai suatu uraian atau cerita. Sejarah dalam arti objektif menunnjuk pada kejadian atau peristiwa itu sendiri yang disebut juga sebagai proses sejarah dalam aktualitasnya atau berdasarkan fakta yang sebenarnya. Sejak ilmu diplomatik diciptakan oleh Jean Mabillon (1632-1707) penggunaan



dokumen sebagai sumber sejarah memerlukan kritik intern maupun ekstern. Kritik ekstern meneliti apakah dokumen itu autentik, yaitu kenyataan identitasnya. Setelah identitas tersebut terbukti asli dan sesuai dengan fakta-faktanya diperlukan identifikasi dari penulis tersebut berdasarkan sifat, watak, daya ingat, jauh dekat peristiwa dalam waktudan lain sebagainya. Hasil-hasil kritik sumber ialah fakta yang merupakan unsur-unsur bagi penyusunan rekonstruksi sejarah. Setelah dilakukannya kritik-kritik tersebut akan menghasilkan sebuah fakta sejarah. Fakta sejarah ialah sesuatu yang telah melalui proses tahapan kritik akan menghasilkan kebenaran sejarah. Hal-hal ini yang dilakukan oleh para sejarawan dalam melakukan penelitan sejarah. Sejarawan adalah wisatawan profesional dalam dunia masa lampau. Sejarawan dapat menunjukkan pola perkembangan, konteks dan kondisi-kondisi peristiwa serta akibatnya, yang semuanya susah dipahami dan diketahui oleh semua orang yang tidak mengalami sendiri peristiwa-peristiwa itu. Kunci untuk memasuki wilayah sejarah pada zaman sekarang melalui sumber-sumber, seperti legenda. Foklore, prasati, monumen, alat-alat sejarah, perkakas rumah, dokumen-dokumen, surat kabar, dan surat-surat. Dalam tahapan sumber kita harus menggunakan metode sejarah untuk menggarap dan mengolah sumber-sumber sejarah. Karya sejarah memerlukan suatu aktivitas yang asli atau suatu kreativitas dimana kita harus menempatkan diri bagaimana kondisi dan zaman pada masa itu. Sejarah adalah jawaban terhadap persoalan-persoalan yang berhubungan dengan kehidupan masyarakat kontemporer. Sebagai sejarawan harus kritis dalam menganalisis data, seperti yang diperkenalkan oleh Leopold von Ranke yang mengatakan bahwa “Sejarah baru mulai apabila dokumen dapat dipahami; lagi pula, cukup: banyak dokumen yang dapat percaya”. Dan sejarah juga harus berdasarkan faktanya. Selain itu juga dalam penulisan sejarah harus mengurutkan kronologis dalam masa lampau adalah fundamental dalam setiap pengetahuan sejarah. Kronologi adalah bentuk penulisan sejarah yang terutama terdiri atas urutan-urutan kejadian. Dalam pandangan waktu seperti itu maka secara implisit waktu mempunyai tiga dimensi yaitu masa lampau, masa kini, dan masa depan. Yang sangat essensial dari perspektif historis pandangan



sejarawan harus mampu mengungkapkan fakta bahwa situasi masa kini adalah produk dari masa lampau. Dengan perspektif sejarah, kita perlu merasakan perbedaan usia serta perkembangannya dalam waktu dengan mencerminkan dimensi waktu. Salah satunya periodisasi atau pembabakan waktu adalah salah satu proses strukturasiwaktu dengan pembagian atas beberapa babak, zaman atau periode. Periodisasi dalam sejarah Indonesia yang telah lazim dipergunakan ialah pembedaan antara zaman kuno dan zaman baru. Dalam pandangan dan cara melihat objek atau gejala itu ialah bahwa setiap objek selalu mempunyai masa lampau dan perkembangannya. Jadi, perspektif historis akan menjelaskan masa kini dengan memaparkannya dengan latar belakang masa lampau. Bisa disimpulkan bahwa perspektif historis melihat masa kini dan tidak terlepas dari masa lampau ditentukan oleh masa sekarang. Setiap unit sejarah selalu memiliki lingkup temporal dan spasial (waktu dan ruang). Ruang lingkup temporal mempunyai batasan, yaitu awal perkembangan gejala sejarah dan akhirnya, seperti biografi kelahiran seorang tokoh dan kematiannya. Ruang lingkup spasial juga memiliki batasan misalnya sejarah perang ialah seluruh wilayah yang dipakai sebagai medan perang. Jadi, apabila ilmu dan penulisan sejarah ingin tetap berfungsi maka disiplin pengungkapan atau penemuan manusia, harus mengikuti perkembangan ilmu-ilmu sosial yang telah berhasil menambah pengetahuan sejarah tentang manusia itu sendiri.



FAKTA, PERNYATAAN MENGENAI FAKTA SERTA KEBENARAN DALAM PENGKAJIAN SEJARAH 1. Fakta dan pernyataan Banyak ahli sejarah condong memandang fakta (historis) sebagai dasar pengkajian sejarah yang mutlak dapat diandalkan. Fakta dapat ditentukan dengan kepastian yang praktis tak dapat disangsikan dan andaikan terjadi kesangsian, maka dalam praktek ini dapat dipecahkan. Ambillah sebagai fakta historis yang kelihatan



tak ada cela apapun, yakni Panglima Julius Caesar pada tahun 49 sM menyeberangi sungai Rubikon di Italia Utara. Fakta-fakta historis selalu merupakan kancah perdebatan antara para ahli sejarah maka dari itu jawaban pernyataan “di mana fakta historis itu ada ? “berbunyi” dalam benak para peneliti sejarah yang terlibat dalam diskusi mengenai fakta historis yang bersangkutan”. Pertanyaan “bilamana terjadi fakta historis”. Becker untuk memandang fakta historis itu sebagai sebuah lambang bagi segala sesuatu yang dikaitkan olehpara ahli sejarah dengan “istilah” fakta historis (misalnya Caesar menyebrangi sungai Rubikon), ada segi-seginya yang menarik, tetapi juga yang kurang menarik. Fakta selalu terjadi pada masa silam, ucapan “fakta bahwa g (g=sebuah peristiwa tertentu)” selalu mengacu kepada masa silam, sedangkan ucapan, deskripsi dan interpretasi selalu terjadi dalam bidang bahasa mengenai kenyataan historis. Dalam filsafat sejarah, tak ada suatu kesalahan yang demikian sering dan suka dilakukan oleh para filsuf daripada mengacaukan fakta dengan omongan kita mengenai fakta itu. Kita dapat menduga, bahwa dalamilmu-ilmu eksak pun, tidak dapat dirumuskan pernyataan-pernyataan yang sungguh universal sifatnya. Namun dalam



pernyataan-pernyataan



umum



yang



dirumuskan



oleh



para



peneliti



sejarah,pembatasan menurut tempat dan waktu, rupanya, tak dapat dihindarkan. Ingat,misalnya akan pernyataan yang dikutip diatas. Pernyataan umum dalam ilmuilmu sosial biasanya disertai oleh syarat “ceteris paribus”, artinya keteraturan umum itu hanya ada bila tidak terjadi hal-hal yang luar biasa ambillah sebagai contoh pernyataan umum ini, “ bila terjadi resesi ekonomi maka kemunduran ekonomi menimbulkan suatu revival religius dan kecendaerungan ekonomi. Marilah segala uraian diatas kita ringkas sebagai berikut: 1. Pernyataan mengenai suatu keadaan unik (pernyataan sungulir) 2. Pernyataan mengenai keadaan yang umum terjadi 2. KEBENARAN



Terdapat empat teori mengenai apa yang kita maksudkan bila kita mengatakan bahwa “p itu benar” (p ialah salah satu pernyataan, seperti misalnya “ pada bulan September 1939 meletuslah perang dunia 11). Pertama-tama, kita berjumpa dengan teori tindak bahasa. Menurut teori ini, tak ada perbedaan antara pernyataan “p” disatu pihak dan “p” itu benar atau tidak lain pihak. Teori kedua yang kita jumpai ialah teori pragmatis menurut teori ini, sebuah ucapan benar bila ucapan itu terbukti merupakan pedoaman yang dapat diandalkan bagi perbuatan kita. Masih ada dua teori lain yang perlu kitatinjau yakni koespodensi dan teori koherensi ( menguji kebenaran). 3. KESIMPULAN Fakta dengan ucapan kita mengenai fakta itu mengacaukan kenyataan historis dan omongan kita mengenai kenyataan itu yang selalu dihasilkan ialah salah satu bentuk skeptisisme ekstrem. Ini membuat kita memiliki sebuah alternatif yaitu usul untuk melihat kebenaran uraian historis menurut korespondensi uraian dalam keseluruhannya dengan kenyataannya historis yang dipaparkan didalamnya. Kesimpulan kita ialah tak ada satu alternatif yang membuka jalan yang memuaska untuk mengaitkan keseluruhan pernyataan historis dengan konsep kebenaran.