Konsep Dasar Ilmu Tauhid [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

KONSEP DASAR ILMU AUHID Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ilmu Tauhid



DISUSUN OLEH : KELOMPOK NAMA



: DINA AMANDA HASIBUAN



NIM



: 19120004



SEMESTER : IV (Empat)



DOSEN PENGAMPU : Dr. IRMA SURYANI SIREGAR, M. A.



PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI MANDAILING NATAL T.A 2021



KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum wr wb Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah yang Maha Kuasa atas berkat dan rahmatnya penulis dapat menyelesaikan makalah tentang “Konsep Dasar Ilmu Tauhid " ini tepat pada waktunya tanpa halangan suatu apapun. Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang. Assalamu’alaikum wr wb Panyabungan, 03 Maret 2021 Penyusun,



KELOMPOK



DAFTAR ISI KATA PENGANTAR................................................................................



i



DAFTAR ISI...............................................................................................



ii



BAB I PENDAHULUAN...........................................................................



1



A. Latar Belakang......................................................................................



1



B. Rumusan Masalah.................................................................................



1



BAB II PEMBAHASAN............................................................................



3



A.



Pengertian Tauhid menurut Lughah dan Istilah..................................



3



B.



Nama lain dari Ilmu Tauhid................................................................



4



C.



Bagaimana Manfaat mempelajari Ilmu Tauhid ..................................



6



D.



Bahaya tidak memiliki Pemahaman Tauhid.......................................



8



E.



Perbedaan Sikap orang yang Bertauhid dan Atheis.............................



8



BAB III PENUTUP....................................................................................



11



A. Kesimpulan...........................................................................................



11



B. Saran......................................................................................................



11



DAFTAR PUSTAKA



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tauhid adalah mengesakan Allah  dalam hal-hal yang menjadi kekhususan diri-Nya. Kekhususan itu meliputi perkara Rububiyah, Uluhiyah, dan Asma’ wa sifat. Tauhid sendiri berasal dari Bahasa Arab “ wahhada-yuwahhidu-tauhiidan”, artinya mengesakan atau menunggalkan dari sekian banyak yang ada. Adapun ilmu tauhid adalah ilmu yang mempelajari mengenai kepercayaan tentang Tuhan dengan segala segi-seginya, yang berarti termasuk didalamnya soal wujud-Nya, ke-Esaan-Nya, dan sifat-sifat-Nya. Syeh M. Abduh mengatakan bahwa, ilmu tauhid (ilmu kalam) adalah ilmu yang membicarakan wujud Tuhan, sifat-sifat yang mesti ada pada-Nya, sifat-sifat yang boleh ada pada-Nya, sifat-sifat yang tidak  mungkin ada pada-Nya; membicarakan tentang Rosul, untuk menetapkan keutusan mereka, sifat-sifat yang boleh dipertautkankepada mereka, dan sifat-sifat yang tidak mungkin terdapat pada mereka (Hanafi, 2003: 2). Pada dasarnya manusia dari sejak lahir berada dalam fitrahnya yaitu, bertauhid. Namun sesuai perkembangan lingkungan dan orang tuanyalah yang menentukan selanjutnya. Banyak orang yang beriman namun tanpa didasari pengetahuan yang memadai. Mereka beribadah namun ada saja yang masih menyimpang dari ketauhidannya. Apalagi mereka yang berada di penjuru kampung yang masih banyak mempercayai pohon-pohon yang besar, batu-batuan yang besar, dan lain sebagainya. Berangkat dari uraian diatas kami berupaya untuk menjelaskan mengenai ilmu tauhid dan perangkatnya. B. Rumusan Masalah 1.



Apa Pengertian Tauhid menurut Lughah dan Istilah ?



2.



Apa saja Nama lain dari Ilmu Tauhid ?



3.



Bagaimana Manfaat mempelajari Ilmu Tauhid ?



4.



Apa saja Bahaya tidak memiliki Pemahaman Tauhid ?



5.



Apa Perbedaan Sikap orang yang Bertauhid dan Atheis ?



BAB II PEMBAHASAN A. KONSEP DASAR ILMU TAHID 1.



Pengertian Tauhid menurut Lughah dan Istilah Tauhid menurut Lughah (bahasa) artinya mengetahui dengan sebenarnya Allah itu Ada lagi Esa. Sedangkan Menurut istilah, tauhid ialah satu ilmu yang membentangkan tentang wujudullah (adanya Allah) dengan sifat-Nya yang wajib, mustahil dan jaiz (harus), dan membuktikan kerasulan para rasul-Nya dengan sifatsifat mereka yang wajib, mustahil dan jaiz, serta membahas segala hujah terhadap keimanan yang berhubung dengan perkara-perkara sam‟iyat, iaitu perkara yang diambil dari al-Quran dan Hadis dengan yakin.1 Dinamakan ilmu ini dengan Tauhid, adalah karena pembahasan – pembahasanya yang paling menonjol, Ialah pembahasan tentang ke-Esahan Allah yang menjadi sendi asasi agama Islam, Bahkan sendi asasi bagi segala agama yang benar yang telah dibawakan oleh para Rosul yang diutus Allah.2 Kemudian ditegaskan oleh Ibnu Khaldun dalam kitabnya Muqadimah bahwa kata Tauhid mengandung makna keesaan Tuhan.3 telah dipahami bersama bahwa setiap cabang ilmu pengetahuan itu telah mempunyai obyek dan tujuan tertentu karena itu setiap cabang ilmu pengetahuan juga masingmasing mempunyai batasan-batasan tertentu pula. Demi batasan-batasan tertentu pengaruhnya adalah sangat besar bagi para ilmuan dan cendikiawan di dalam membahas, mengkaji, dan menelaah obyek garapan dari suatu cabang ilmu pengetahuan. Dengan demikian ilmu Tauhid adalah salah satu cabang ilmu studi keislaman yang lebih memfokuskan pada pembahasan wujud Allah dengan



Wikipedia, ensiklopedia bebas. Ibid,.. 3 Ibnu Khaldun, Muqoddimah, Terj. Ahmadie Thoha (Jakarta : Pustaka Firdaus, Cetakan Pertama, 1986), 589 1 2



segala sifatnya serta para Rosul-Nya, sifat-sifat dan segala perbuatanya dengan berbagi pendekatan. Batasan makna “ Al-Tauhid” menurut bahasa adalah menyakini ke-Esaan Tuhan. Atau menganggap hanya ada satu, tidak ada yang lain. Dalam hubungannya dengan agama Islam, Menurut istilah, Ia bermakna bahwa di dunia ini hanya ada satu Tuhan, yaitu Allah Rabbul „alamin. tidak ada yang disebut Tuhan, atau di anggap sebagai Tuhan, atau di nobatkan sebagai Tuhan, selain Allah Swt. Jadi semua yang ada disemesta ini, adalah makhaluk belaka. Tidak ada boleh ada kepercayaan yang menginap dalam hati, bahwa selain-Nya ada yang pantas atau patut buat dipertuhan. Pula nama Tuhan selain Allah, Wajib tidak ada . Jika masih ada sedikit aja kepercayaan selainNya, harus dikikis habis. Inilah yang disebut monoteisme. yakni hanya percaya pada “Satu Tuhan”.4 Tauhid mengetahui dan menyaakinkan bahwa Allah itu tunggal tidak ada sekutunya. Sejarah menunjukan, bahwa pengertian manusia terhadap terhadap Tauhid itu sudah tua sekali, yaitu sejak utusannya nabi adam kepada anak cucunya. Tegasnya sejak permulaan manusia mendiami bumi ini, sejak itu telah diketahui dan diyakini adanya dan esanya Allah ta‟ala, pencipta alam ini.5 2.



Nama lain dari Ilmu Tauhid Ilmu Tauhid mempunyai banyak pula nama-nama yang timbul dari pengarang-pengarang, dan timbul dari kepentingan yang diutamakannya. Nama-nama itu adalah sebagai berikut: a.



Ilmu Ushuludin Ushuluddin



berasal



dari



dua



kata,



ushul dan ad-



din. Ushul merupakan bentuk plural dari kata ashl yang berarti: asal, pokok, dasar, fundamen. Sedangkan ad-din berarti agama. Jadi,



Moehamad Thahir Badsrie, Syarah Kitab Al-Tauhid Muhammad bin Abdul Wahab (Jakarta : PT. Pustaka Manjimas, 1984), 24-25 5 M. Taib Thahir Abdul Mu‟in, Ilmu Kalam (Jakarta : Bumirestu, 1986), 19 4



perkataan Ushuluddin menurut bahasa berarti pokok-pokok atau dasar-dasar agama. Secara istilah dapat diartikan: Ilmu Ushuluddin ialah ilmu yang membahas tentang prinsip-prinsip kepercayaan agama dengan dalildalil naqli (al-Qur'an dan as-Sunnah) dan dalil-dalil 'aqli (akal). Dinamakan demikian karena Ilmu Ushuluddin pembahasannya adalah dasar-dasar agama yang merupakan masalah esensial dalam ajaran agama islam. b. Ilmu 'Aqoid/'Aqoidul-Iman Kata 'Aqoid berasal dari bahasa Arab, bentuk plural dari kata 'aqidah, berasal dari kata al-'aqdu yang berarti mengikat sesuatu. Namun, yang dimaksud dengan 'aqidah disini adalah sesuatu yang diimani oleh seseorang (‫االنسان‬



‫)مايدين به‬.



Secara istilah diterangkan dalam kitab Bajuri dan Jam'u alJawami' sebagai: "pengetahuan



yang



terikat



dalam



masalah



kejakinan



keagamaan yang diambil dari dalil-dalil syara". Dalam kitab at-Tauhid Pon-Pes Darussalam disebutkan:



‫هي االمان باهلل ومالئكته و كتبه و رسله و اليوم االخير‬ ‫وااليمان بالقدر خيره وشره – وتسم هذه اركان االيمان – وما يتبع‬ ‫ذلك من االمور االعتقادية التي يجب بها ايمانا جازما ال يخالطه‬ ‫شك‬. Adapun



guna



mempelajari



ilmu



Aqo'id



adalah



untuk



membetulkan dan meneguhkan iman manusia kepada Tuhan Allah SWT. Iman yang benar akan mengesahkan segala amal ibadah seperti, sholat, puasa, zakat, haji dan lain-lain. Dan surga menjadi pahala balasan di akhirat nanti. Namun jika iman seseorang tidak dalam posisi yang benar, maka semua amal itu akan sia-sia. Dan di akhirat nanti neraka sebagai ganjarannya.



Ilmu Aqo'id dinamakan demikian karena pengetahuan ini berisi satu ikatan mengenai sahnya iman dan islam yang jumlahnya 50, yang terkenal dengan aqo'id seket. Dengan perincian 20 sifat wajib bagi Allah, 20 sifat mustahil bagi Allah, satu sifat jaiz bagi Allah, 4 sifat wajib bagi Rasul, 4 sifat mustahil bagi Rasul dan satu sifat mustahil bagi Rasul. Semuanya itu tercantum di dalam kalimat "la ilaha illa allah". c.



Ilmu Kalam Kata Kalam berasal dari bahasa Arab sebagai bentuk mashdar dari kata (‫يكلم‬



– ‫)كلم‬ yang berarti perkataan



atau kata-kata. Secara



bahasa dapat berarti ilmu tentang kata-kata. Sedangkan menurut istilah, al-Farabi mendefinisikan:



‫الكالم علم يبحث فيه عن ذاته تعالى و صفاته و احواله الممكنات‬ ‫من المبداء و المعادعلى قانون االسالم و القيد االخيراءخراج‬ ‫العلم االلهي للفالسفة‬ "ilmu kalam adalah disiplin ilmu yang membahas zat dan sifat Allah SWT beserta eksistensi semua yang mungkin, mulai yang berkenaan dengan masalah dunia sampai masalah sesudah mati yang berlandaskan doktrin Islma. Stressing akhirnya adalah memproduksi ilmu ketuhanan secara filosofis". Ibnu Khodun mendefinisikan:



‫هو علم يتضمن الحجاج عن العقائد االبمانية باألدلة العقلية‬ "ilmu kalam adalah disiplin ilmu yang mengandung berbagai argumentasi tentang aqidah imani yang diperkuat dalil-dalil rasional". Syekh Muhammad Abduh mendefinisikan: "ilmu yang membahas tentang wujud Allah SWT, tentang sifatsifat yang wajib tetap bagi-Nya, sifat-sifat yang jaiz disifatkan kepada-Nya, dan tentang sifat-sifat yang wajib ditiadakan daripadaNya. Juga membahas tentang Rasulullah untuk menetapkan



kebenaran risalahnya, apa yang wajib ada padanya, hal-hal yang jaiz dihubungkan pada diri mereka dan hal-hal yang terlarang menghubungkan pada diri mereka". Mushtofa Abdul Raziq memberikan definisi: "ilma kalam adalah yang berkaitan dengan aqidah imani ini sesungguhnya dibangun di atas argumentasi –argumentasi rasional. Atau ilmu yang berkaitan dengan aqidah Islami ini bertolak atas bantuan nalar". Apabila kita perhatikan dengan seksama definisi-definisi yang dikemukakan oleh para ahli tersebut tentang Ilmu Kalam, ternyata pendapat mereka tidak jauh beda. Maka penyusun dapat menarik kesimpulan bahwa Ilmu Kalam itu adalah sebuah disiplin ilmu yang membahas segala macam masalah ketuhanan dengan menggunakan logika. Sedangkan mengenai kenapa dinamakan dengan Ilmu Kalam, yaitu dikarenakan: 1) Dalam membahas masalah-masalah ketuhanan tidak lepas daripada dalil-dalil akal yang sesuai dengan logika, dimana penampilannya melalui perkataan (kalam) yang jitu dan tepat. Ahli-ahli Ilmu Kalam adalah orang-orang yang ahli dalam berbicara, ahli dalam mengemukakan argumentasi dalam persoalan yang dibahasnya. 2) Persoalan yang terpenting dan ramai dibicarakan serta diperbincangkan pada masa-masa pertama Islam, terutama di awal pertumbuhan Ilmu Kalam  ialah firman Allah SWT (kalam Allah SWT) yaitu al-Qur'an. Apakah kalam Allah SWT itu qodim atau hadis. Prof. Dr. T. M. Hasbi ash-Shiddiqy  menyebutkan  alasan ilmu ini disebut ilmu kalam karena  problema yang diperselisihka oleh para ulama' dalam ilmu ini yang menyebabkan umat islam terpecah



kedalam beberapa golongan adalah masalah kalam Allah atau alQuran, apakah ia diciptakan (makhluk) atau tidak (qodim). d. Fiqh Akbar Penamaan ini datang dari Abu Hanifah, menurut pendapatnya, hukum Islam yang dikenal dengan istilah fiqh terbagi atas dua bagian, pertama fiqh al-akbar yang membahas masalah keyakinan atau pokok-pokok agama atau ilmu tauhid. Kedua fiqh alashghor yang membahas masalah hal-hal yang berkaitan dengan masalah muamalah, bukan pokok-pokok agama, tetapi hanya cabangnya saja. e.



Ilmu Teologi Islam Kata Teologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu "theos" yang berarti Tuhan dan "logos" yang berarti ilmu. Oleh karena itu teologi bermakna ilmu tentang tuhan atau ilmu tentang ketuhanan. Kata Teologi Islam digunakan oleh penulis-penulis ataupun orientalis barat untuk menyebut Ilmu Tauhid. Menurut



istilah,



William



L.



Reese



mendefinisikan



dengan "discourse or reason concerning God" (diskursus atau pemikiran tentang Tuhan). Dengan mengutip kata-kata William Ochaman, Reese lebih jauh mengatakan: "Theology to be discripline resting of on revealed truth and independent of both philosophy and science". (teologi merupakan disiplin ilmu yang berbicara tentang kebenaran wahyu serta independensi filsafat dan ilmu pengetahuan). Sementara itu, Gove menyatakan bahwa teologi adalah penjelasan tentang keimanan, perbuatan dan pengalaman agama secara rasional. Dalam encyclopedia



everyman's disebutkan:



"science



of



religion, dealing therefore with God, and man in his relation to God" (pengetahuan tentang agama yang hanya membicarakan Tuhan dan manusia dalam pertaliannya dengan Tuhan.



Sebenarnya Ilmu Teologi Islam ini pengertiannya sama dengan Ilmu Tauhid. Hanya saja, kata inilah yang sering digunakan oleh penulis ataupun para orientalis barat. f.



Ilmu Hakekat dan Ilmu Ma'rifat Penyusun sengaja menggabungkan pembahasan dua ilmu ini kerana selain untuk lebih ringkas juga pada pembahasannya, dua ilmu ini saling terikat. Ilmu Hakekat bisa diartikan secara etimologis sebagai ilmu sejati. Karena dengan ilmu ini, dapat mengetahui benar-benar akan Tuhan Allah SWT denga segala sifat-sifat-Nya, dan dengan keyakinan yang teguh. Ilmu Ma'rifat diartikan sebagai ilmu sejati. Karena ilmu ini menjelaskan hakekat (kesejatian) segala sesuatu, sehingga dapat meyakini akan kepercayaan yang benar (hakiki). Ilmu Hakikat itu bidang kajiannya ialah tentang alam rohani atau hati nurani manusia atau mengkaji tentang sifat-safat nafsu. Sifat-sifat nafsu yang terdiri daripada nafsu amarah, nafsu lawwamah, nafsu malhamah, nafsu muthmainnah, nafsu radhiyah, nafsu mardhiyah dan nafsu kamilah. Termasuk juga dalamnya perihal sifat-sifat gerakan serta dorongan hati. Defisini ilmu hakikat ialah rasa-rasa hati atau zauq (syu'ur) yang ada di dalam hati atau jiwa manusia yang sifatnya berubah-ubah dari satu bentuk rasa kepada



rasa



yang



lain.



Bergantung



kepada



bentuk-bentuk



rangsangan-rangsangan lahir yang artinya kita mulakan dengan bersyari'at, kemudian



bertharikat,



seterusnya berhakikat



dan



akhirnya berma'rifat. Semuanya saling berhubungan. Hubungan antara satu dengan yang lain seolah-olah anak tangga pertama dengan berikutnya, hinggalah selesai di anak tangga tertinggi sekali. Maksudnya, mula-mula kita memahami syari'at yaitu peraturannya, yakni mengetahui hukum-hukum. Mana yang halal, mana yang haram, yang sunah, makruh dan mubah. Juga sah dan batal sama ada



yang mengenai sembahyang, puasa, jihad, dakwah, ekonomi, pendidikan dan lain-lain. Kemudian apabila kita mengamalkannya bersungguh-sungguh dan istiqomah. Artinya, jika telah menempuh jalannya yaitu yang dikatakan ilmu tharikat. Yakni mengamalkan apa yang diperintahkan dan meninggalkan apa yang dilarang secara serius. Jadi tidaklah salah kalau syari'at itu disebut jalan. Hanya jalan itu belum ditempuh. Hanya sekedar mengetahuinya terlebih dahulu. Bila jalan tadi telah ditempuh atau dijalankan, maka dinamakan tharikat. Orang yang mendapat ahwal (perubahan jiwa) secara istikomah (tetap, tidak turun naik), inilah yang dikatakan telah mendapat maqom. Ini ia mendapat derajat mengikut sifat mahmudah yang diperolehnya. Biasanya ia berlaku bertahap-tahap. Umpamanya maqom sabar, maqom tawakal, maqom ridho, sehingga kesemua sifat-sifat mahmudah itu diperoleh secara tetap atau istiqomah. Boleh jadi ada yang mendapat secara serentak sifat-sifat mahmudah itu. Inilah yang dikatakan ia telah mendapat hakikat. Arti lain maksud hakikat itu ialah batin islam atau intipati islam (lubbun). Bilamana hal-hal hakikat tadi dapat dialami secara kekal (istiqomah) berterus, bahkan makin menebal dan subur, maka akan terbukalah nanti rahasia-rahasia ghaib atau rahasia Allah SWT. Ini sangat sulit untuk digambarkan kecuali dirasai oleh orang-orang yang mengalami dan merasainya. Hasil berhakikat pula, kita akan mendapatkan ma'rifat. Yaitu sampai ke peringkat hal-hal hakikat dapat dialami secara istiqomah. Allah SWT akan karuniakan satu peringkat puncak yang mana dapat mencapai satu tahap keyakinan yang tertinggi. Di waktu itu, dia telah sampai ke peringkat ma'rifat, yakni dapat benar-benar mengenal Allah SWT dan rahasia-rahasia-Nya. Gelaran untuk mereka ini lebih dikenali sebagai al-'arif billah. Perumpamaannya adalah seperti berikut. Mula-mula kita semai sebiji benih. Kemudian ia tumbuh menjadi sebatang pokok. Pokok itu akhirnya berbuah dan buah itu bila masak memberikan kesedapan rasanya yang tidak dapat kita ceritakan pada orang yang tidak memakannya. Maka: a.



Biji benih itu umpama syari'at



b.



Menanam pokok itu umpama thariqot



c.



Buah itu umpama hakikat



d.



Rasa buah itu umpama ma'rifat.



Sebab itu dikatakan syari'at menghasilkan thariqot. Tarekat membuahkan hakikat. Hakikat buahnya adalah ma'rifat. Semuanya saling melengkapi, perlu-memerlukan, sandar-menyandarkan dan mesti berjalan seiring. Yang lahir menggambarkan batin. Maka kalau dipisah-pisahkan, akan cacat dan rusaklah keislaman seseorang itu. 3.



Manfaat mempelajari Ilmu Tauhid Ilmu tauhid adalah ilmu yang paling pertama harus dipelajari oleh seorang Muslim. Ilmu tauhid mengajarkan keesaan kepada Allah SWT. Ada banyak manfaat yang bisa didapatkan dari mempelajari ilmu tauhid. Berikut ini adalah beberapa manfaat dari mempelajari ilmu tauhid:6 a.



Menjalankan tujuan hidup yang sebenarnya Allah menciptakan manusia tidak lain dan tidak bukan hanyalah untuk beribadah kepada-Nya. Allah berfirman,



ُ ‫َو َما َخ َل ْق‬ ‫س ِااَّل لِ َيعْ ُب ُد ْو ِن‬ َ ‫ت ْال ِجنَّ َوااْل ِ ْن‬ “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. Adz-Dzariyat: 56). b.



Mendapat surga Dari ‘Ubadah bin Ash-Shamit radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya, juga bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya; begitu juga bersaksi bahwa ‘Isa adalah hamba Allah dan RasulNya, serta kalimat-Nya (yaitu Allah menciptakan Isa dengan kalimat ‘kun’, -pen) yang disampaikan pada Maryam dan ruh dari-Nya;



6



Yusran asmuni, Ilmu Tauhid, (Jakarta: PT Raka Grafindo Perseda,1996) hlm.1



juga bersaksi bahwa surga dan neraka benar adanya; maka Allah akan memasukkan-Nya dalam surga apa pun amalnya.” (HR. Bukhari, no. 3435 dan Muslim, no. 28) Dalam sebuah riwayat Al Hasan pernah berkata kepada Al Farazdaq, ketika ia sedang menguburkan istrinya: “apa yang engkau persiapkan untuk hari ini (hari kematianmu kelak)? Al Farazdaq berkata: syahadat Laa ilaaha illallah sejak 70 tahun yang lalu. Lalu Al Hasan berkata: iya benar, itulah bekal. Namun Laa ilaaha illallah memiliki syarat-syarat. Maka hendaknya engkau jauhi perbuatan menuduh zina wanita yang baik-baik“ (Majmu’ Rasail Ibnu Rajab, 3/47). Wahab bin Munabbih rahimahullah ditanya, “bukanlah kunci surga itu adalah Laa ilaaha illallah?”, ia menjawab: “iya benar, namun setiap kunci itu pasti ada giginya. Jika engkau datang membawa kunci yang memiliki gigi, maka akan terbuka. Namun jika tidak ada giginya, maka tidak akan terbuka“. c.



Diberikan kecukupan dunia dan akhirat Allah Ta’ala berfirman,



ُ‫َو َم ْن يَتَ َو َّكلْ َعلَى هَّللا ِ فَه َُو َح ْسبُه‬ “Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.” (QS. Ath-Thalaq: 3) Rasul bersabda, “Barangsiapa yang mencari ridha Allah saat manusia tidak suka, maka Allah akan cukupkan dia dari beban manusia. Barangsiapa yang mencari ridha manusia namun Allah itu murka, maka Allah akan biarkan dia bergantung kepada manusia.” (HR. Tirmidzi, no. 2414. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini hasan) d.



Syarat diterimanya amalan Allah Ta’ala berfirman,



‫صالِحًا َواَل يُ ْش ِر ْك بِ ِعبَا َد ِة َربِّ ِه أَ َحدًا‬ َ ‫فَ َم ْن َكانَ يَرْ جُو لِقَا َء َربِّ ِه فَ ْليَ ْع َملْ َع َماًل‬ “Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Rabbnya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang shalih dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Rabbnya.” (QS. Al-Kahfi: 110) Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan, “Maka



hendaklah ia



mengerjakan amal yang shalih”,



maksudnya adalah mencocoki syariat Allah (mengikuti petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, pen.). Dan “janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Rabbnya”, maksudnya selalu mengharap wajah Allah semata dan tidak berbuat syirik pada-Nya. Inilah dua rukun diterimanya ibadah, yaitu harus ikhlas karena Allah dan mengikuti petunjuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 5:201-202)7 e.



Jauh dari dosa besar Salah satu dosa besar dan tidak terampuni dalam Islam adalah dosa syirik. Dengan mempelajari ilmu tauhid, maka kita akan terhindar dari dosa besar tersebut. Allah Ta’ala berfirman,



َ‫ك لَهُ ُم اأْل َ ْم ُن َوهُ ْم ُم ْهتَ ُدون‬ َ ِ‫الَّ ِذينَ آَ َمنُوا َولَ ْم يَ ْلبِسُوا إِي َمانَهُ ْم بِظُ ْل ٍم أُولَئ‬ “Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. Al-An’am: 82). Ketika turun ayat tersebut, para sahabat pun menanyakan pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka berkata,



ْ َ‫أَيُّنَا الَ ي‬ ُ‫ظلِ ُم نَ ْف َسه‬ “Siapa yang tidak menzalimi dirinya sendiri?” Syekh Muhammad Abduh, Risalah Tauhid, (Jakarta : Bulan Bintang, 1976), Cet Ke-VI, Halm.34 7



Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas berkata,



ُ ‫ْس هُ َو َك َما تَظُنُّونَ إِنَّ َما هُ َو َك َما قَا َل لُ ْق َم‬ َ‫ى الَ تُ ْش ِر ْك بِاهَّلل ِ إِ َّن ال ِّشرْ ك‬ َ ‫لَي‬ َّ َ‫ان ِال ْبنِ ِهيَا بُن‬ ‫َظي ٌم‬ ِ ‫لَظُ ْل ٌم ع‬ “Itu bukan seperti yang kalian sangkakan. Yang dimaksud dengan zalim di situ adalah seperti perkataan Lukman pada anaknya, “Wahai anakku, janganlah engkau berbuat syirik pada Allah karena syirik adalah kezaliman yang amat besar.“ (HR. Bukhari, no. 4776 dan Muslim, no. 124). f.



Mendapat syafaat Rasulullah saw Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhuberkata, ada yang bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,



‫ َمن أس َع ُد‬، ِ‫يا رسو َل هللا‬ ُ‫الناس ب َشفاعتِك يو َم القيام ِة ؟ قال رسو ُل هللاِ صلَّى هللا‬ ِ َ ُ ‫ لقد ظن‬: ‫عليه وسلَّم‬ ‫أول‬ َ ‫ث أح ٌد‬ ِ ‫َنت – يا أبا هُ َري َرةَ – أن ال يَسألَني عن هذا الحدي‬ ُ ، ‫الناس ب َشفاعَتي يو َم القيام ِة‬ ‫ أس َع ُد‬، ‫ث‬ ‫ ل ِما‬، ‫منك‬ ِ ‫صك على الحدي‬ ِ ‫رأيت من ِحر‬ ِ ‫نفسه‬ ِ ‫ أو‬، ‫ خالصًا من قلبِه‬، ُ‫ َمن قال ال إلهَ إال هللا‬. “Katakanlah wahai Rasulullah, siapa yang berbahagia karena mendapat syafa’atmu pada hari kiamat kelak?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallammenjawab, “Wahai Abu Hurairah, aku merasa tidak ada yang bertanya kepadaku tentang hal ini selain engkau. Yang aku lihat, ini karena semangatmu mempelajari hadits. Yang berbahagia dengan syafa’atku pada hari kiamat nanti adalah yang mengucapkan laa ilaha illallah dengan ikhlas dalam hatinya.” (HR. Bukhari, no. 99) 4.



Bahaya tidak memiliki Pemahaman Tauhid Tauhid secara bahasa arab merupakan bentuk masdar dari fi’il wahhadayuwahhidu (dengan huruf ha di tasydid), yang artinya menjadikan sesuatu satu saja. Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin mengatakan makna tauhid adalah menjadikan Allah sebagai satu-satunya sesembahan yang benar



dengan segala kekhususannya. Sementara Ibn Taimiyah mendeskripsikan tauhid sebagai doktrin yang terikat dalam pengertian tawhid fî al-‘ilm wa alqawli wa tawhîd fî al-‘ibadat. Demikian juga halnya dengan konsep klasifikasi tauhid yang dilakukan oleh Muhammad ‘Abduh yang cenderung mengacu kepada konsep ontologi tauhid yang melekat pada diri Tuhan semata dengan formulasi tauhid rububiyah wa tauhid al-asma’ wa al-shifat. 312 Namun kedua konsep tersebut tidak membumi kepada bahasan yang implementatif dalam tataran dimensi kehidupan manusia sebagaimana yang dikaji oleh al-Faruqi, tauhid menurutnya adalah pandangan umum tentang realitas, kebenaran, dunia, ruang dan waktu, sejarah manusia yang mencakup prinsip dualitas, ideasionalitas, teologi, kemampuan manusia dalam pengolaham alam dan tanggung jawab penilaian. Penyimpangan dari akidah tauhid yang benar adalah sumber petaka dan bencana. Seseorang yang tidak mempunyai akidah yang benar maka sangat rawan termakan oleh berbagai macam keraguan dan kerancuan pemikiran. Begitu pula sebuah masyarakat yang tidak dibangun di atas fondasi akidah yang benar akan sangat rawan terbius berbagai kotoran pemikiran materialisme (segala-galanya diukur dengan materi), sehingga apabila mereka diajak untuk menghadiri pengajian-pengajian yang membahas ilmu agama mereka pun malas karena menurut mereka hal itu tidak bisa menghasilkan keuntungan materi. Jadilah mereka budak-budak dunia, shalat pun mereka tinggalkan, masjid-masjid pun sepi seolah-olah kampung di mana masjid itu berada bukan kampungnya umat Islam. Alangkah memprihatinkan, wallaahul musta’aan (disadur dari At Tauhid Li Shaffil Awwal Al ‘Aali, hal. 12) Oleh karena peranannya yang sangat penting ini maka kita juga harus mengetahui sebab-sebab penyimpangan dari akidah yang benar. Di antara penyebab itu adalah: 1.



Bodoh terhadap prinsip-prinsip akidah yang benar. Hal ini bisa terjadi karena sikap tidak mau mempelajarinya, tidak mau mengajarkannya, atau karena begitu sedikitnya perhatian yang dicurahkan untuknya. Ini mengakibatkan tumbuhnya sebuah generasi



yang tidak memahami akidah yang benar dan tidak mengerti perkara-perkara yang bertentangan dengannya, sehingga yang benar dianggap batil dan yang batil pun dianggap benar. Hal ini sebagaimana



pernah



disinggung



oleh



Umar



bin



Khaththab radhiyallahu ‘anhu, “Jalinan agama Islam itu akan terurai satu persatu, apabila di kalangan umat Islam tumbuh sebuah generasi yang tidak mengerti hakikat jahiliyah.” 2.



Ta’ashshub



(fanatik)



kepada



nenek



moyang



dan



tetap



mempertahankannya meskipun hal itu termasuk kebatilan, dan meninggalkan semua ajaran yang bertentangan dengan ajaran nenek moyang walaupun hal itu termasuk kebenaran. Keadaan ini seperti keadaan orang-orang kafir yang dikisahkan Allah di dalam ayatNya, “Dan apabila dikatakan kepada mereka: ‘Ikutilah wahyu yang diturunkan Tuhan kepada kalian!’ Mereka justru mengatakan, ‘Tidak, tetapi kami tetap akan mengikuti apa yang kami dapatkan dari nenek-nenek moyang kami’ (Allah katakan) Apakah mereka akan tetap mengikutinya meskipun nenek moyang mereka itu tidak memiliki pemahaman sedikit pun dan juga tidak mendapatkan hidayah?” (QS. Al Baqarah: 170) 3.



Taklid buta (mengikuti tanpa landasan dalil). Hal ini terjadi dengan mengambil pendapat-pendapat orang dalam permasalahan akidah tanpa mengetahui landasan dalil dan kebenarannya. Inilah kenyataan yang menimpa sekian banyak kelompok-kelompok sempalan seperti kaum Jahmiyah, Mu’tazilah dan lain sebagainya. Mereka mengikuti saja perkataan tokoh-tokoh sebelum mereka padahal mereka itu sesat. Maka mereka juga ikut-ikutan menjadi tersesat, jauh dari pemahaman akidah yang benar.



4.



Lalai dari merenungkan ayat-ayat Allah, baik ayat kauniyah maupun qur’aniyah. Ini terjadi karena terlalu mengagumi perkembangan kebudayaan materialistik yang digembar-gemborkan orang barat. Sampai-sampai masyarakat mengira bahwa kemajuan itu diukur



dengan sejauh mana kita bisa meniru gaya hidup mereka. Mereka menyangka kecanggihan dan kekayaan materi adalah ukuran kehebatan, sampai-sampai mereka terheran-heran atas kecerdasan mereka. Mereka lupa akan kekuasaan dan keluasan ilmu Allah yang telah menciptakan mereka dan memudahkan berbagai perkara untuk mencapai kemajuan fisik semacam itu. Ini sebagaimana perkataan Qarun



yang



menyombongkan



dirinya



di



hadapan



manusia, “Sesungguhnya aku mendapatkan hartaku ini hanya karena pengetahuan yang kumiliki.” (QS. Al Qashash: 78). Padahal apa yang bisa dicapai oleh manusia itu tidaklah seberapa apabila dibandingkan kebesaran alam semesta yang diciptakan Allah Ta’ala. Allah berfirman yang artinya, “Allah lah yang menciptakan kamu dan perbuatanmu.” (QS. Ash Shaffaat: 96). 5.



Perbedaan Sikap orang yang Bertauhid dan Atheis (Fitria, 2016) Menjelaskan bahwa KH.Hasyim Asy’ari menulis mengenai Ahlus-sunnah wal jamaah dalam kitabnya Ar-Risalah at-Tauhidiyah (kitab tentang tauhid) dan Al-Qalaid fi Bayan ma Yajib min al-‘Aqaid (Syair-syair dalam menjelaskan mengenai Kewajiban-kewajiban menurut aqidah). Menurut KH.Hasyim Asy’ari, merujuk pada Ar-Risalah al-Qusyairiyyah, kitab tasawuf yang di tulis oleh al-Qusyairi, dan komentar kitab ini, ada tiga tingkatan dalam mengartikan keesaan Tuhan (tauhid): tingkatan pertama adalah pujian terhadap keesaan Tuhan: tingkatan kedua meliputi pengetahuan dan pengertian mengenai keesan Tuhan: sementara tingkatan ketiga tumbuh dari perasaan terdalam (dzawq) mengenai Hakim Agung (al-Haqq). (Majdid,2018) menjelaskan bahwa Tauhid tingkat pertama dimiliki oleh orang awam: tingkatan kedua oleh ulama’biasa (ahl-az-zahir), sedangkan yang ketiga dimiliki oleh para sufi yang telah sampai ke tingkatan pengetahuan pada Tuhan (ma’rifah) dan mengetahui esensi Tuhan (haqiqah). Mengenai doktrin ini, KH. Hasyim Asy’ari juga mengutip sabda Rasul bahwa iman adalah perbuatan yang paling di cintai Tuhan dan menyekutukan



Tuhan adalah kebalikan dari iman. Selain itu dengan mengutip, beberapa ulama’KH.Hasyim Asy’ari telah mengatakan bahwa percaya kepada keesaan Tuhan membutuhkan iman dan siapa saja yang tidak memiliki iman tidak akan percaya kepada keesaan Tuhan. Definisi ateisme sangat beragam, seseorang yang tidak mempercayai adanya tuhan dan agama karena tidak dapat dibuktikan secara empiris atau nyata keberadaannya. Atheisme mendefinisikan secara luas bahwasanya kepercayaan adanya tuhan maupun dewa adalah tidak nyata. Secara terminologi agnostik adalah orang yang memiliki pandangan bahwa ada atau tidaknya Tuhan tidak dapat diketahui. Agnostik lawan kata dari gnostik yang artinya berpendapat bahwa Tuhan dapat diketahui sebagai ada atau tidak. Ateis dan teis lebih berimplikasi pada sikap dan tindakan. (Valbiant, 2012) menjelaskan bahwa Anda seorang teis jika Anda percaya Tuhan ada dan segala tindakan Anda dilakukan dengan berpedoman atas perintahnya, ateis jika Anda tidak menganggap Tuhan ada dan tidak mendasarkan tingkah laku atas perintahnya. Maka dari itu dapat muncul empat jenis kombinasi: teis agnostik, mereka yang menyembah Tuhan namun mengakui Tuhan tidak dapat diketahui; teis gnostik, mereka yang menyembah Tuhan yang percaya keberadaan Tuhan bisa diketahui; ateis agnostik, mereka yang tidak percaya Tuhan dan berpendapat ada/tidaknya Tuhan tidak diketahui; yang terakhir, ateis gnostik, yakni mereka yang tidak menyembah Tuhan dan berpendapat bahwa Tuhan memang jelas-jelas tidak ada. Beranjak dari definisi-definisi tersebut kita bisa melihat bahwa di luar sana sebenarnya banyak didominasi oleh teis agnostik, yakni mereka yang tidak yakin bahwa Tuhan ada atau tidak namun melakukan peribadatan untuk sekedar jagajaga (ini bisa juga merupakan residu ketakutan yang tertanam sejak kecil akan neraka dan dosa akibat tidak menyembah Tuhan yang benar) atau alasan lainnya. Agnostisisme tidak menyangkal keberadaan Tuhan secara mutlak. Mereka beranggapan bahwa keberadaan Tuhan adalah sesuatu yang tidak mungkin dapat dinalar oleh akal manusia, dan konsekuensinya adalah



keberadaan Tuhan tidak dapat diketahui dengan cara apapun. Sedangkan atheisme adalah paham yang menyangkal sama sekali keberadaan Tuhan karena tidak dapt dibuktikan secara empiris ataupun logis akan keberadaanNya. Dua pemahaman yang sebenarnya sama sekali berbeda. Yang satu tidak berani atau ragu akan keberadaan Tuhan walaupun ia dapat melihat bukti ketuhanan dan yang lain sama sekali menolak bukti keberadaan Tuhan dengan alasan tidak logis. Konsekuensi atheisme dan agnostik dalam perspektif islam (Iqbal, 2011) Menjelaskan bahwa Pertama; penyangkalan terhadap agama apapun yang berkembang. Atau penerimaan terhadap semua agama sekaligus karena semuanya mungkin benar. Yang manapun seorang agnostik tidak mungkin dapat menerima doktrin agama, sehingga pada akhirnya ia hanya akan kembali kepada posisinya yang tidak beragama. Kedua; tak ada tujuan hidup, kecuali untuk dirinya sendiri. Atau mengabdikan diri untuk kemanusiaan namun tanpa memiliki parameter yang baku akan benar dan salah kecuali syahwatnya sendiri. Bahkan benar dan salah akan selalu menjadi sesuatu yang relatif, dan tidak ada yang absolut dalam hidup ini. Kebenaran adalah yang semata-mata nampak di depan mata. Ketiga; tidak memiliki standar nilai atau moralitas, kecuali syahwatnya sendiri atau konsensus yang diterima oleh masyarakat. Karena kebenaran adalah suatu hal yang relatif, maka standar nilai atau moralitas pun akan menjadi relatif. Perselingkuhan akan dapat dibenarkan dengan alasan yang tepat, ini hanya salah satu contoh. Dari ketiga poin diatas, terlihat jelas kemiripan antara konsekuensi agnostisisme dengan konsekuensi atheisme terhadap seseorang. Hanya saja ada perbedaan ideologis yang menjadi latar belakang keduanya, sebagaimana sudah dijelaskan sebelumnya. Lalu bagaimana Islam menjawab keraguan dari seorang agnostik? “Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al Qur’an yang Kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang semisal Al Qur’an itu



dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar.” (QS. 2:23) Sederhana saja. Kalau Al Qur’an bukan bukti nyata keberadaan Tuhan yang dapat diterima dengan akal sehat, silahkan menjawab tantangan ini. Kalau tidak bisa memenangkan tantangan ini, jelas berarti klaim Al Qur’an adalah benar dan ternyata keberadaan Tuhan dapat diterima dengan akal sehat dalam kapasitasnya. Perlihatkanlah klaim dari Al Qur’an yang menunjukkan supremasinya diatas akal manusia, sebagaimana difirmankan oleh Allah Ta’ala : “Tidaklah mungkin Al Qur’an ini dibuat oleh selain Allah; akan tetapi (Al Qur’an itu) membenarkan



kitab-kitab



yang



sebelumnya



dan



menjelaskan



hukumhukum yang telah ditetapkannya, tidak ada keraguan di dalamnya, (diturunkan) dari Tuhan semesta alam.” (QS. 10:37) Al Qur’an, sebuah bukti nyata yang terang benderang dan menunjukkan kesalahan pola pikir mereka yang didasari oleh asumsiasumsi manusia tanpa kebenaran sama sekali. Namun jika setelah itu, mereka masih berbantah-bantahan maka selesaikanlah dengan firman Allah Ta’ala : “Dan apakah mereka tidak memperhatikan bahwasanya Allah yang menciptakan langit dan bumi adalah kuasa (pula) menciptakan yang serupa dengan mereka, dan telah menetapkan waktu yang tertentu bagi mereka yang tidak ada keraguan padanya? Maka orang-orang lalim itu tidak menghendaki kecuali kekafiran.” (QS. 17:99)



BAB III PENUTUP



A. Kesimpulan Tauhid menurut Lughah (bahasa) artinya mengetahui dengan sebenarnya Allah itu Ada lagi Esa. Sedangkan Menurut istilah, tauhid ialah satu ilmu yang membentangkan tentang wujudullah (adanya Allah) dengan sifat-Nya yang wajib, mustahil dan jaiz (harus), dan membuktikan kerasulan para rasul-Nya dengan sifatsifat mereka yang wajib, mustahil dan jaiz, serta membahas segala hujah terhadap keimanan yang berhubung dengan perkara-perkara sam‟iyat, iaitu perkara yang diambil dari al-Quran dan Hadis dengan yakin. Ilmu Tauhid mempunyai banyak pula nama-nama yang timbul dari pengarang-pengarang, dan timbul dari kepentingan yang diutamakannya. Nama-nama itu adalah sebagai berikut: 1.



Ilmu Ushuludin



2.



Ilmu 'Aqoid/'Aqoidul-Iman



3.



Ilmu kalam



4.



Ilmu fiqh akbar



5.



Teologi Islam



B. Saran Adapun saran kami dengan pembuatan makalah ini yaitu agar supaya orang yang membacanya dapat mengerti dengan materi yang ada, sehingga dapat memberikan manfaat bagi yang membacanya.



DAFTAR PUSTAKA



Asmuni Yusran, Ilmu Tauhid, PT Raka Grafindo Perseda, Jakarta .1996 Asy’ari, Ad-durar, hlm.16-17 :Nurcholish Madjid,”Islam, Iman dan Ihsan sebagai Trilogi Ajaran Islam,”dalam Kontekstualisasi,ed Munawar – Rachman. Fitria, Zeti (2016) ATHEISME NIETZCHE : Dalam Perspektif Ketauhidan Islam Menurut Kh. Hasyim Asy’ari.Undergraduate thesis, UIN Sunan Ampel Surabaya. Retrieved january 01 2019 from http://digilib.uinsby.ac.id/13892/ Ibnu Khaldun.1986. Muqoddimah, Terj. Ahmadie Thoha . Jakarta



: Pustaka



Firdaus, Cetakan Pertam. Imam Zarkasyi, KH. 1994. "Ushuluddin ('aqo'id) 'Ala Madzhab Ahli-s-Sunnah Wa-l-Jama'ah", Ponorogo: Trimurti Press. Ismail Raji Al-Faruqi dan Lois Lamya Al-Faruqi, The Cultural Atlas of Islam, terj. Ilyas Hasan, Atlas Budaya Islam, Bandung: Mizan, 2003 Iqbal, S (2011) Memahami agnostikisme retrieved december 23, 2018. From https://tajarrud.wordpress.com/2011/04/05/memahami-agnostikisme/ Moehamad Thahir Badsrie.1984. Syarah Kitab Al-Tauhid Muhammad bin Abdul Wahab . Jakarta : PT. Pustaka Manjimas. Muhammad Abduh Syekh, Risalah Tauhid, Jakarta : Bulan Bintang, 1976 M. Taib Thahir Abdul Mu‟in.1986. Ilmu Kalam . Jakarta : Bumirestu Wikipedia, ensiklopedia bebas. Valbiant (2012) apa itu agnostik dan perbedaan dengan atheis retrieved december 23,



2018.



From



https://andabertanyaateismenjawab.



wordpress.com/2012/10/14/apa-itu-agnostik-apa-perbedaannya denganatheis/