Konsep Dasar Obat (Farmakodinamika) [PDF]

  • Author / Uploaded
  • dian
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

TUGAS FARMAKOLOGI "KONSEP DASAR OBAT"



Oleh : Kelompok 1 D-IV Keperawatan Tingkat 1



    



Putu Yeni Yunitasari Dewa Gede Sastra Ananta Wijaya Ni Putu Erna Libya Ni Kadek Dian Inlam Sari Made Wahyu Riantini



(P07120214004) (P07120214005) (P07120214014) (P07120214018) (P07120214024)



KEMENTERIAN KESEHATAN RI POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR TAHUN PELAJARAN 2014/2015



A. Konsep Dasar Obat (Farmakodinamika) 



Farmakodinamika adalah ilmu yang mempelajari mekanisme kerja obat, efek obat terhadap fungsi, reaksi biokimia san struktur organ. Dapat dikatakan pula farmakodinamik juga mempelajari pengaruh obat terhadap sel tubuh, atau respon organisme hidup terhadap stimulasi kimia dalam keadaan tidak ada penyakit.







Obat Farmakodinamika adalah obat yang bekerja untuk memperkuat atau menghambat fungsi dan reaksi biokimia organ tubuh ( misalnya obat adrenergik, obat diuretik,dll). Berbeda dengan kemoterapi (antibiotik, sulfonamid) yg bekerja selektif terhadap kuman, parasit atau mikroba patogen lain dengan tidak atau sedikit sekali mempengaruhi fungsi dan struktur organ tubuh. Dengan Demikian, Farmakodinamika merupakan salah satu subdisiplin farmakologi yang



mempelajari tentang efek biokimiawi dan fisiologis obat, serta mekanisme kerjanya. Tujuan dari mempelajari farmakodinamika ini adalah untuk meneliti efek utama obat, mengetahui interaksi obat, dan mengetahui urutan peristiwa serta spektrum efek dan respon yang terjadi.



1) Mekanisme obat Satu prinsip dasar dari farmakologi adalah molekul obat dapat mempengaruhi komponen organisme hidup sehingga dapat menghasilkan efek atau respon. Obat dapat bekerja dalam tubuh apabila berinteraksi atau berikatan dengan komponen tubuh dan berdasarkan apakah obat tersebut diperantarai oleh komponen tertentu dari sel (target obat spesifik). Ehrlich menyatakan bahwa " Corpora non agunt nisi fixata " atau suatu obat tidak akan bekerja jika tidak berikatan dengan targetnya. Dalam bekerja pada suatu organisme hidup, mekanisme aksi obat dibedakan menjadi : (1) aksi non-spesifik, yaitu mekanisme aksi obat yang didasarkan sifat fisika kimiawi yang sederhana, (2) aksi spesifik, yaitu mekanisme aksi obat yang melibatkan interaksi dengan komponen spesifik organisme misalnya reseptor, enzim, komponen genetik, kanel ion. a. Tidak diperantarai reseptor (aksi obat non spesifik) Dasar aksinya adalah sifat fisika, kimia obat tersebut, tidak berinteraksi dengan reseptor. Pertimbangan utama obat yang beraksi berdasarkan mekanisme fisika kimiawi non-spesifik adalah bahwa obat tersebut tidak menunjukkan efek yang lain pada dosis dimana obat tersebut menghasilkan suatu aksi fisikakimiawi dalam ilmu



fisiologi yang sesuai. Aksi obat non-spesifik biasanya melibatkan dosis yang besar dalam menimbulkan efek atau respon. Aksi obat non-spesisik yang berdasarkan sifat fisika adalah aksi yang berdasarkan osmolaritas, massa fisis, adsorpsi, radioaktivitas, radioopasitas atau muatan listrik. Sedangkan yang berdasarkan sifat kimia adalah berdasarkan asam basa, oksidasi, reduksi atau kelasi.  Aksi obat berdasarkan sifat osmolaritas Senyawa yang tidak melintasi membran fisiologi yang permeabel terhadap air cenderung untuk tinggal dalam air hingga kondisi ekuilibrium osmotik tercapai. Obat yang termasuk dalam golongan ini menimbulkan efek karena sifat osmotiknya. Contoh obat adalah purgatif salin, diuretik osmotik, senyawa protein plasma, dan senyawa yang digunakan untuk menurunkan tekanan intraokuler dalam glaukoma.  Aksi obat berdasarkan massa fisis Aksi obat ini menimbulkan efek karena perubahan massa fisis dari obat tersebut. Pemberian peroral suatu agar dan biji psillium dapat menyerap air dan mengembang volumenya sehingga mengakibatkan peristaltik dan purgasi.  Aksi obat berdasarkan sifat adsorber) Suatu material yang partikelnya mempunyai area permukaan adsorpsi yang luas dapat digunakan untuk pengobatan diarea, misalnya kaolin dan karbon aktif, atau untuk pengobatan dermatologi.  Aksi obat berdasarkan rasanya Senyawa yang mempunyai rasa pahit dapat menginduksi keluarnya asam klorida ke lambung sehingga akan merangsang nafsu makan. Contoh senyawa adalah gentian.  Aksi obat pengendapan protein Beberapa desinfektan misalnya fenol beraksi dengan mendenaturasi protein mikroorganisme. Astringen dan senyawa hemostatik tertentu juga beraksi mengendapkan dan denaturasi protein sel.



 Aksi obat berdasarkan barier fisik Demulsen mengandung gum musilago atau material minyak yang digunakan untuk melapisi membran mukosa yang mengalami inflamasi sehingga dapat menurunkan iritasi. Misalnya beberapa obat yang digunakan untuk penyakit iritasi kerongkongan.  Surfaktan Kelompok utama obat-obat surfaktan meliputi sabun, yang digunakan sebagai senyawa pembersih kulit, antiseptik dan desinfektan. Aktivitas antimikroba disebabkan oleh gangguan membran plasma dari mikroorganisme tersebut. Surfaktan juga digunakan untuk pengobatan flatulen, untuk membantu laksatif.  Obat radioaktivitas dan radioopasitas Sifat spesifik dari senyawa tersebut (emisi ionisasi radiasi dan absorpsi xray) berdasarkan struktur nuklear dari konstituen atom. Contoh senyawa ini adalah 131



I pada pengobatan hipertireodisme (radioaktivitas) dan barium sulfat yang



dikenal sebagai bubur barium untuk diagnosa gangguan pada saluran pencernaan (radioopasitas).  Aksi obat berdasarkan aktivitas asam dan basa Aktivitas asam dan basa dapat digunakan dalam pengobatan suatu penyakit. Beberapa penyakit timbul diakibatkan karena kelebihan keasamaan atau kebasaan di organ tertentu. Obat yang beraksi dengan menetralisasi kelebihan keasaman atau kebasaan tersebut tergolongan dalam kelompok ini. Antasida digunakan untuk pengobatan ulser lambung beraksi berdasarkan aktivitas netralisasi asam lambung oleh kemampuan basanya. Contoh lain dari obat golongan ini adalah resin yang mengikat anion (kolistiramin) dan kation (polistiren sulfonat) dalam traktus intestinal, senyawa yang mengibah pH urin tubular yang digunakan untuk mengubah kecepatan ekskresi dari obat tertentu yang mudah terionisasi, protamin dan senyawa polibasa lainnya yang mengantagonis aksi heparin dengan menutupi sifat asamnya.



 Senyawa pengoksidasi dan pereduksi Beberapa desinfektan bereaksi sebagai senyawa pengoksidasi. Beberapa aksi obat yang berdasarkan perubahan potensial redok dalam eritrosit adalah pengobatan methaemoglobin dengan metilen blue dan keracunan karbon monooksida dengan sodium nitrit. Larutan kalium permanganat konsentrasi rendah digunakan dalam keracunan morfin, strychnin, akotinin dan pikrotoksin berdasarkan reaksi oksidasi. Akan tetapi pada konsentrasi tinggi dapat mengakibatkan kerusakan pada beberapa sel.  Senyawa pengkelat Beberapa obat aksinya berdasarkan pembentukan kelat adalah EDTA (etilen diamin tetra asetat) dan dimerkaprol yang dapat membentuk komplek kelat dengan logam-logam seperti timbal atau tembaga sehingga logam tersebut dapat dikeluarkan dari tubuh. b. Diperantarai Reseptor (aksi obat spesifik) Beberapa obat menghasilkan suatu efek setelah berikatan atau berinteraksi dengan komponen organisme yang spesifik. Komponen organisme tersebut biasanya berupa suatu protein. Beberapa obat beraksi sebagai substrat yang salah atau sebagai inhibitor untuk sistem transport atau enzim. Kebanyakan obat menghasilkan efeknya dengan aksi pada molekul yang spesifik dalam organisme, biasanya pada membran sel. Protein tersebut dinamakan reseptor, dan secara normal merespon senyawa kimia endogen dalam tubuh. Senyawa kimia endogen tersebut adalah substansi transmitter sinapsis atau hormon. Sebagai contoh, asetilkolin merupakan suatu substansi transmitter yang dilepaskan dan ujung syaraf autonom dan dapat mengaktivasi reseptor pada otot polos skeletal, mengawali serangkaian kejadian yang menghasilkan kontraksi otot polos. Senyawa kimia (misalnya asetilkolin) atau obat yang mengaktivasi reseptor dan menghasilkan respon dinamakan agonis. Beberapa obat dinamakan antagonis dapat berikatan dengan reseptor, tapi tidak menghasilkan suatu efek. Antagonis menurunkan kemungkinan substansi transmitter (atau agonis yang lain) untuk berinteraksi dengan reseptor sehingga lebih lanjut dapat menurunkan atau mengeblok aksi agonis tersebut.



Aktivasi reseptor oleh suatu agonis atau hormon disertai dengan respon biokimia atau fisiologi oleh mekanisme transduksi yang senng melibatkan molekul-molekul yang dinamakan pembawa pesan kedua ("Second Messengers"). Interaksi antara obat dengan sisi ikatan pada reseptornya tergantung dari kesesuaian / keterpaduan dari dua molekul tersebut. Molekul yang paling sesuai dengan reseptor dan mempunyai jumlah ikatan yang banyak (biasanya nor,-kovalen), yang terkuat akan mengalahkan senyawa yang lain dalam berinteraksi dengan sisi aktif reseptornya. Oleh karenanya, senyawa tersebut mempunyai affmitas terbesar terhadap reseptornya. Secara defmitif, afinrtas adalah kemampuan suatu senyawa / obat dalam berinteraksi dengan reseptor. Kemampuan obat untuk berinteraksi dengan satu tipe tertentu dari reseptor dinamakan spesifisitas. Tidak ada spesifik yang sesungguhnya, tetapi beberapa mempunyai aksi selektif yang relatif pada satu tipe dari reseptor. Telah dikemukakan sebelumnya bahwa terdapat beberapa komponen organisme yang digunakan sebagai target aksi suatu obat spesifik yang mekanismenya diilustrasikan pada gambar 1. Target obat spesifik tersebut adalah : 􀂾 Enzim 􀂾 Kanel ion 􀂾 Molekul pembawa 􀂾 Reseptor Sebenamya terdapat beberapa target aksi obat spesifik lainnya. Sebagai contoh adalah protein tertentu yang disebut dengan tubulin, sebagai target aksi dari kolsikin (obat antiinflamasi dan imunosupresan), protein intraseluler dikenal sebagai imunofilin merupakan target dari beberapa obat imunosupresif misalnya siklosporin. Target untuk senyawa kemoterapi yang mempunyai tujuan menekan invasi mikroorganisme atau sel kanker, meliputi DNA dan konstrtuen dinding sel merupakan suaru protein target yang belum dimasukkan dalam pembagian di atas.



Mekanisme kerja obat pada umumnya melalui interaksi dengan reseptor pada sel organisme. Reseptor obat pada umumnya merupakan suatu makromolekul fungsional, yang pada umumnya juga bekerja sebagai suatu reseptor fisiologis bagi ligan-ligan endogen (misalnya : hormon dan neurotransmiter. Interaksi obat dengan reseptor pada tubuh dapat mengubah kecepatan kegiatan fisiologis, namun tidak dapat menimbulkan fungsi faal yang baru. Terdapat bermacam-macam reseptor dalam tubuh kita, misalnya reseptor hormon, faktor pertumbuhan, faktor transkripsi, neurotransmiter, enzim metabolik, dan regulator (seperti dihidrofolat reduktase, asetilkolinesterase). Namun demikian, reseptor untuk obat pada umumnya merupakan reseptor yang berfungsi bagi ligan endogen (hormon dan neurotransmiter). Reseptor bagi ligan endogen seperti ini pada umumya sangat spesifeik (hanya mengenali satu struktur tertentu sebagai ligan). Obat-obatan yang berinteraksi dengan reseptor fisiologis dan melakukan efek regulator seperti sinyal sinyal endogen ini dinamakan Agonis. Ada obat yang juga berikatan dengan reseptor fisiologis namun tanpa menghasilkan efek regulator dan menghambat kerja agonis (terjadi persaingan untuk menduduki situs agonis) disebut dengan istilah Antagonis, atau disebut juga dengan Bloker. Obat yang berikatan dengan resptor dan hanya menimbulkan efek agonis sebagian tanpa memedulikan jumlah dan konsentrasi substrat disebut Agonis parsial. Obat agonis parsial bermanfaat untuk mengurangi efek maksimal agonis penuh, oleh karena itu disebut pula dengan istilah Antagonis parsial. Sebaliknya, obat yang menempel dengan reseptor fisiologik dan justru menghasilkan efek berlawanan dengan agonis disebut agonis negatif.



Pembagian reseptor fisiologik : 



Reseptor enzim mengandung protein permukaan kinase yang memfosforilasi protein efektor di membran plasma. Fosforilasi mengubah aktivitas biokimia protein tersebut. Selain kinase, siklase juga dapat mengubah aktivitas biokimia efektor. Tirosin kinase, tirosin fosfatase, serin/treonin kinase, dan guanil siklase berfungsi sebagai situs katalitik, dan berperan layaknya suatu enzim. Contoh ligan untuk reseptor ini : insulin, epidergmal growth factor (EGF), platelet derivet growth factor (PDGF), atrial natriuretic factor (ANF), transforming growth factor-beta (TGF-β), dan sitokinin.







Reseptor kanal ion Reseptor bagi beberapa neurotransmiter sering disebut dengan istilah ligand-gated ion channels atau receptor operated channels. Sinyal mengubah potensial membran sel dan komposisi ionik intraseluler dan ekstraseluler sekitar. Contoh ligan untuk reseptor ini yaitu nikotinik, γ-aminobutirat tipe A (GABAA), glutamat, aspartat, dan glisin.







Reseptor terkait protein G Protein G merupakan suatu protein regulator pengikat GTP berbentuk heterotimer. Protein G adalah penghantar sinyal dari reseptor di permukaan sel ke protein efektor. Protein efektor Protein G antara lain adenilat siklase, fosfolipase C dan A2, fosfodiesterase, dan kanal ion yang terletak di membran plasma yang selektif intuk ion Ca2+ dan K+. Obat selain antibiotik pada umumnya bekerja dengan mekanisme ini. Contoh ligan untuk reseptor ini yaitu amina biogenik, eikosanoid, dan hormon-hormon peptida lain.







Reseptor faktor transkripsi Mengatur transkripsi gen tertentu. Terdapat daerah pengikatan dengan DNA yang berinteraksi secara spesifik pada genom tertentu untuk mengaktifkan atau menghambat transkripsi. Contoh ligan untuk reseptor ini yaitu hormon steroid, hormon tiroid, vitamin D, dan retinoid.







Second Messenger pada sitoplasma Dalam transduksi sinyal memungkinkan terbentuknya second messenger yang bertindak sebagai sinyal lanjutan untuk jalur transduksi sinyal. Ciri khas second messenger adalah produksinya yang sangat cepat dengan konsentrasi yang rendah. Stelah sinyal utama (first messenger) tidak ada, second messenger akan disingkirkan melalui proses daur ulang. Contoh : AMP, siklik GMP, siklik ADPribosa, ion Ca2+, inositol fosfat, diasilgliserol, dan nitrit oksida.



2) Transmisi sinyal biologis Penghantaran sinyal biologis ialah proses yang menyebabkan suatu substansi eksraseluler (extracellular chemical messenger) menimbulkan suatu respon seluler fisiologis yang spesifik. Sistem hantaran ini dimulai dengan pendudukan reseptor yang terdapat di membran sel atau di dalam sitoplasma oleh transmitor. Kebanyakan messenger ini bersifat polar. Contoh : transmitor untuk reseptor yang terdapat di membran sel ialah katekolamin, TRH,LH. Reseptor di membran sel bekerja dengan cara mengikat ligan yang sesuai kemudian meneruskan sinyalnya ke sel target, baik secara langsung ke intrasel atau dengan cara memproduksi molekul pengatur lainnya seperti second messenger di intrasel. Sebagian besar reseptor di membran plasma bekerja mengatur protein efektor tertentu dengan perantara GTP Binding Protein atau protein G. Reseptor ini bekerja memasu terikatnya GTP pada protein G spesifik yang selanjutnya mengatur aktivitas efektor spesifik seperti adenilat siklase, fosfilipase A2 dan C, Kanal Ca, atau Na dan beberapa protein yang berfungsi dalam transportasi. Terikat dengan protein G yang akan menghubungkan reseptor dengan enzim atau kanal ion yang menjadi target. Reseptor ini mengaktivasi rangkaian peristiwa yang mengubah konsentrasi satu/lebih suatu molekul signaling intraseluler atau secod messenger sehingga dapat menimbulkan respon seluler. Sedangkan untuk reseptor yang terdapat dalam sitoplasma ialah steroid (adrenal dan gonadal), tiroksin, dan vitamin D.



3) Interaksi obat reseptor Ligan seperti hormon atau neurotransmiter ibarat sebuah anak kunci yang berikatan pada reseptor spesifik (yang berperan sebagai lubang kunci). Interaksi ini membuka respon sel. Obat mirip ligan, bila berinteraksi dengan resesptor memberikan respon yang sama dengan ligan, merupakan agonis sehingga bisa membuka kunci. Obat lain yang bekerja berlawanan disebut antagonis.







Kurva dosis respon Hubungan antara interaksi obat-reseptor dengan respon obat dinyatakan dengan



persamaan berikut :



Pada keseimbangan:



Semakin rendah kd semakin poten obat. 



Afinitas



Afinitas adalah ukuran kemampuan obat untuk berikatan pada reseptor. Ikatan kovalen menghasilkan afinitas kuat, interaksi stabil dan ireversibel. Ikatan elektrostatik bisa menghasilkan afinitas kuat atau lemah, biasanya bersifat reversibel. 



Efikasi



Efikasi (atau aktivitas intrinsik) merupakan kemampuan obat terikat untuk mengubah reseptor sehingga memberikan efek; beberapa obat bisa mempunyai afinitas tapi tidak menunjukkan efikasi.







Potensi Potensi merupakan posisi relatif kurva dosis-efek pada sumbu dosis. Namun



signifikansi secara klinis kecil, karena obat yang lebih poten belum tentu lebih baik secara klinis. Obat berpotensi rendah tidak menguntungkan hanya jika menyebabkan dosis terlalu besar sehingga sukar diberikan



Contoh : potensi relatif antara berbagai analgesik. Jika hanya dibutuhkan respon analgesik rendah, pemberian aspirin dengan dosis 500 mg masih bisa menjadi pilihan dari pada golongan narkotik. Namun jika dibutuhkan efek analgesik kuat, dipilih golongan narkotik.







Agonis and antagonis Agonis adalah obat yang berinteraksi dengan dan mengaktifkan reseptor,



mempunyai afinitas dan efikasi (aktivitas intrinsik). Antagonis mempunyai afinitas tapi tanpa aktivitas intrinsik. Ada 2 tipe agonis : - Agonis penuh, adalah agonis dengan efikasi maksimal - Agonis Parsial, adalah agonis dengan efikasi kurang maksimal.



Antagonist berinteraksi dengan reseptor tapi tidak mengubah reseptor. Antagonis mempunyai afinitas tapi tidak mempunyai efikasi. Ada 2 tipe antagonis :  Antagonis kompetitif Antagonis kompetitif berkompetisi dengan agonis untuk menduduki reseptor. Antagonis ini dapat diatasi dengan peningkatan dosis agonis. Antagonis menggeser kurva dosis respon agonis ke kanan, mengurangi afinitas agonis  Antagonis nonkompetitif. Antagonis nonkompetitif berikatan pada reseptor dan bersifat ireversibel. Antagonis nonkompetitif menyebabkan sedikit pergeseran ke kanan kurva dosis respon agonis pada kadar rendah. Semakin banyak reseptor diduduki, agonis menjadi tidak mungkin mencapai efek maksimal



4) Antagonisme farmakodinamik Secara farmakodinamika dapat dibedakan menjadi 2 jenis antagonisme, yaitu antagonisme fisiologik yang terjadi pada organ yang sama tetapi pada sistem reseptor yang



berlaianan dan antagonisme pada reseptor, obat ang menduduki reseptor yang sama tetapi tidak mampu menimbulkan efek farmakologi secara instrinsik. Selain itu, antagonisme pada reseptor dapat bersifat kompetitif dan nonkompetitif. Antagonisme merupakan peristiwa pengurangan atau penghapusan efek suatu obat oleh obat lain. Peristiwa ini termasuk interaksi obat. Obat yang menyebabkan pengurangan efek disebut antagonis, sedangkan obat yang efeknya dikurangi atau ditiadakan disebut agonis. Secara umum obat yang efeknya dipengaruhi oleh obat lain disebut obat objk, sedangkan obat yang mempengaruhi efek obat lain disebut obat presipitan.



DAFTAR PUSTAKA 



Anonim. Konsep Dasar Farmakologi, pdf. Online Available : https://ml.scribd.com/31854469/Farmakodinamika-Dan-Interaksi-Obat ( diakses pada tanggal 23 April 2015, pukul 20.00 Wita)







Zulliesikawati. Prinsip Kerja Obat. Online available : http://zulliesikawati.staff.ugm.ac.iid/wp-content/uploads/principle-of-drug-actionbw.pdf ( diakses pada tanggal 23 April 2015, pukul 20.15 Wita)







Anonim. Obat,pdf . Online available : http://www.yoyoke.web.ugm.ac.id ( diakses pada tanggal 23 April 2015, pukul 20.45 Wita)







Anonim.Transmisi Sinyal Biologis, pdf. Online available : https://id.scribd.com/doc/54201122/Transmisi-sinyal ( diakses pada tanggal 23 April 2015, pukul 21.26 Wita)







Regin,Ivana. Interaksi Obat-Reseptor,pdf.Online available : https://www.academia.edu/7445420/BAB_IV_RESEPTOR ( diakses pada tanggal 23 April 2015, pukul 22.10 Wita)