Konsep Kehilangan, Kematian, Dan Berduka [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lahir, kehilangan, dan kematian adalah kejadian yang universal dan kejadian yang sifatnya unik bagi setiap individual dalam pengalaman hidup seseorang. Kehilangan dan berduka merupakan istilah yang dalam pandangan umum berarti sesuatu kurang enak atau nyaman untuk dibicarakan. Hal ini dapat disebabkan karena kondisi ini lebih banyak melibatkan emosi dari yang bersangkutan atau disekitarnya (Pastakyu, 2010). Dalam perkembangan masyarakat dewasa ini, proses kehilangan dan berduka sedikit demi sedikit mulai maju. Dimana individu yang mengalami proses ini ada keinginan untuk mencari bentuan kepada orang lain.Pandangan-pandangan tersebut dapat menjadi dasar bagi seorang perawat apabila menghadapi kondisi yang demikian. Pemahaman dan persepsi diri tentang pandangan diperlukan dalam



memberikan



asuhan



keperawatan



yang



komprehensif.



Kurang



memperhatikan perbedaan persepsi menjurus pada informasi yang salah, sehingga intervensi perawatan yang tidak tetap (Pastakyu, 2010). Perawat berkerja sama dengan klien yang mengalami berbagai tipe kehilangan. Mekanisme koping mempengaruhi kemampuan seseorang untuk menghadapi dan menerima kehilangan. Perawat membantu klien untuk memahami dan menerima kehilangan dalam konteks kultur mereka sehingga kehidupan mereka dapat berlanjut. Dalam kultur Barat, ketika klien tidak berupaya melewati duka cita setelah mengalami kehilangan yang sangat besar artinya, maka akan terjadi masalah emosi, mental dan sosial yang serius. Kehilangan dan kematian adalah realitas yang sering terjadi dalam lingkungan asuhan keperawatan. Sebagian besar perawat berinteraksi dengan klien dan keluarga yang mengalami kehilangan dan dukacita. Penting bagi perawat memahami kehilangan dan dukacita. Ketika merawat klien dan keluarga, parawat



juga mengalami kehilangan pribadi ketika hubungan klien-kelurga-perawat berakhir karena perpindahan, pemulangan, penyembuhan atau kematian. Perasaan pribadi, nilai dan pengalaman pribadi mempengaruhi seberapa jauh perawat dapat mendukung klien dan keluarganya selama kehilangan dan kematian (Pastakyu, 2010).



B. Tujuan Penulisan a. Untuk mengetahui dan memahami konsep dari, kehilangan, kematian, dan berduka. b. Untuk mengetahui dan memahami asuhan keperawatan yang dilakukan untuk konsep kehilangan,kematian,dan berduka.



BAB II PEMBAHASAN A. Konsep Kehilangan a. Pengertian Kehilangan Kehilangan adalah suatu situasi aktual maupun potensial yang dapat dialami individu ketika terjadi perubahan dalam hidup atau berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada, baik sebagian atau keseluruhan. Kehilangan adalah suatu keadaan individu yang berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada, kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian atau keseluruhan. Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh setiap individu dalam rentang kehidupannya. Sejak lahir individu sudah mengalami kehilangan dan cenderung akan mengalaminya kembali walaupun dalam bentuk yang berbeda (Fitriani, 2016). Kehilangan merupakan suatu kondisi dimana seseorang mengalami suatu kekurangan atau tidak ada dari sesuatu yang dulunya pernah ada atau pernah dimiliki. Kehilangan merupakan suatu keadaan individu berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada menjadi tidak ada, baik sebagian atau seluruhnya (Fitriani, 2016). b. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Kehilangan yaitu: 1. Kehilangan seseorang yang dicintai Kehilangan seseorang yang dicintai dan sangat bermakna atau orang yang berarti adalah salah satu yang paling membuat stress dan mengganggu dari tipe-tipe kehilangan, yang mana harus ditanggung oleh seseorang (Fitriani, 2016). Kematian juga membawa dampak kehilangan bagi orang yang dicintai. Karena keintiman, intensitas dan ketergantungan dari ikatan atau jalinan yang ada, kematian pasangan suami/istri atau anak biasanya membawa



dampak emosional yang luar biasa dan tidak dapat ditutupi (Fitriani, 2016). 2. Kehilangan yang ada pada diri sendiri (loss of self) Bentuk lain dari kehilangan adalah kehilangan diri atau anggapan tentang mental seseorang. Anggapan ini meliputi perasaan terhadap keatraktifan, diri sendiri, kemampuan fisik dan mental, peran dalam kehidupan, dan dampaknya. Kehilangan dari aspek diri mungkin sementara atau menetap, sebagian atau komplit. Beberapa aspek lain yang dapat hilang dari seseorang misalnya kehilangan pendengaran, ingatan, usia muda, fungsi tubuh (Fitriani, 2016). 3. Kehilangan objek eksternal Kehilangan objek eksternal misalnya kehilangan milik sendiri atau bersama-sama, perhiasan, uang atau pekerjaan. Kedalaman berduka yang dirasakan seseorang terhadap benda yang hilang tergantung pada arti dan kegunaan benda tersebut (Fitriani, 2016). 4. Kehilangan lingkungan yang sangat dikenal Kehilangan diartikan dengan terpisahnya dari lingkungan yang sangat dikenal termasuk dari kehidupan latar belakang keluarga dalam waktu satu periode atau bergantian secara permanen. Misalnya pindah kekota lain, maka akan memiliki tetangga yang baru dan proses penyesuaian baru (Fitriani, 2016). 5. Kehilangan kehidupan/ meninggal Seseorang dapat mengalami mati baik secara perasaan, pikiran dan respon pada kegiatan dan orang disekitarnya, sampai pada kematian yang sesungguhnya. Sebagian orang berespon berbeda tentang kematian (Fitriani, 2016).



c. Dampak kehilangan : 1. Masa anak – anak, mengancam kemampuan untuk berkembang, merasa takut saat ditinggalkan atau bila dibiarkan kesepian. 2. Masa remaja, dapat menimbulkan disintegrasi dalam keluarga 3.



Masa dewasa, kehilangan karena kematian pasangan hidup, dapat menjadi pukulan yang sangat berat dan kehilangan semangat hidup individu yang ditinggalkan (Fitriani, 2016).



d. Fase Kehilangan : Denial--Anger --Bergaining --Depresi –Acceptance 1. Fase Denial/ Pengingkaran 



Reaksi pertama adalah syok, tidak mempercayai kenyataan.







Verbalisasi; “itu tidak mungkin”, “saya tidak percaya itu terjadi”







Perubahan fisik;letih, lemah, pucat, mual, diare, gangguan pernafasan, detak jantung cepat, menangis, gelisah (Fitriani, 2016).



2. Fase Anger / Marah 



Mulai sadar akan kenyataan







Marah di proyeksikan pada orang lain







Reaksi fisik;muka merah, nadi cepat, gelisah, susah tidur, tangan mengepal







Perilaku agresif (Fitriani, 2016)



3. Fase bergaining/tawar menawar 



Verbalisasi;”kenapa harus terjadi pada saya? “kalau saja yang sakit bukan saya, seandainya saya hati-hati. (Fitriani, 2016)



4. Fase depresi 



Menunjukan sikap menarik diri, tidak mau bicara atau putus asa







Gejala;menolak makan, susah tidur, letih, dorongan libido menurun. (Fitriani, 2016)



5. Fase acceptance / Menerima 



Pikiran pada objek yang hilang berkurang







Verbalisasi;”apa yang harus saya lakukan agar saya sembuh”, “yeah, akhirnya saya harus operasi (Fitriani, 2016)



e. Tindakan Bidan pada setiap Fase Kehilangan: 1. Memberikan kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan perasaannya dengan cara :  Mendorong pasien untuk mengungkapkan perasaan berdukanya.  Meningkatkan kesabaran pasien, secara bertahap, tentang kenyataan dan kehilangan apabila sudah siap secara emosional. (Fitriani, 2016) 2. Menunjukan sikap menerima dengan ikhlas kemudian mendorong pasien untuk Berbagi rasa dengan rasa :  Mendengarkan dengan penuh perhatian dan minat mengenai apa yang dikatakan oleh pasien tanpa menghukum atau menghakimi  Menjelaskan kepada pasien bahwa sikapnya dapat timbul pada siapapun yang mengalami kehilangan. 3. Memberikan jawaban yang jujur terhadap pertanyaan pasien tentang sakit Pengobatan dan kematian dengan cara (Fitriani, 2016) :  Menjawab pertanyaan pasien dengan bahasa yang mudah dimengerti, jelas, dan tidak berbelit-belit.  Mengamati dengan cermat respons pasien selama berbicara.  Meningkatkan kesadaran dengan bertahap.



f. Tindakan pada pasien dengan tahap kemarahan: Mengizinkan dan mendorong pasien untuk mengungkapkan rasa marahnya secara verbal tanpa melawannya kembali dengan kemarahanya.  Menjelaskan kepada keluarga pasien bahwa sebenarnya kemarahan pasien tidak di tunjukan kepada merka.  Memberikan kesempatan atau mengizinkan ppasien untuk menangis  Mendorong pasien untuk menyampaikan rasa marahnya (Fitriani, 2016)



g. Tindakan pada pasien dengan tahap tawar menawar: Membantu pasien dalam mengungkapkan rasa bersalah dan takut dengan cara : 



Mendengarkan ungkapan yang dinyatakan pasien dengan penuh perhatian







Mendorong pasien untuk membicarakan atau rasa bersalahnya







Membahas bersama pasien mengenai penyebab rasa bersalah atau rasa takut (Fitriani, 2016)



h. Tindakan pada Pasien dengan Tahap Depresi: Membuat pasien mengidentifikasi rasa bersalahnya dan takut dengan cara: 



Mengamati perilaku pasien dan bersama-sama dengan pasien membahas tentang perasaannya







Mencegah tindakan bunuh diri (Fitriani, 2016)



i. Tindakan Membantu pasien mengurangi rasa bersalah dengan cara : 



Menghargai perasaan pasien







Membantu pasien menemukan dukungan yang positif dengan mengkaitkan dengan kenyataan







Memberi kesempatan kepada pasien untuk melampiaskan dan mengungkapkan perasaannya







Bersama pasien membahas pikiran yang timbul (Fitriani, 2016)



j. Tindakan kepada pasien dengan tahap penerimaan Membantu pasien ,menerima kehilangan yang tidak bisa dielakan dengan cara :  Membantu keluarga mengunjungi pasien secara teratur.  .Membatu keluarga berbagai rasa  Membahas rencana setelah masa berkabung terlewati  Memberi informasi akurat tentang kebutuhan pasien dan keluarga. (Fitriani, 2016)



B. Konsep Kematian a. Pengertian Kematian Kematian merupakan peristiwa alamiah yang dialami manusia, yang dimana pemahaman akan kematian mempengaruhi sikap dan tingkah laku secara tiba-tiba. Sekarat (Dying) merupakan suatu kondisi pasien saat sedang menghadapi kematian, yang memiliki berbagai hal dan harapan tertentu untuk meninggal. Kematian (death) secara klinis merupakan kondisi terhentinya: 



pernapasan,







nadi, dan tekanan darah







hilangnya respons terhadap stimulus eksternal







ditandai dengan aktivitas listrik otak terhenti,







atau juga dapat dikatakan terhentinya fungsi jantung dan paru secara menetap. Dying dan death memiliki proses atau tahapan yang sama seperti pada



tahap kehilangan dan berduka sesuai dengan tahapan Kubler Ross, yaitu diawali dengan penolakan, kemarahan, tawar-menawar, depresi dan penerimaan (Fitriani, 2016). b. Tanda-tanda klinis menjelang kematian 1. Kehilangan tonus otot di tandai: 



Relaksasi otot muka sehingga dagu menjadi turun







Kesulitan dalam berbicara, proses menelan dan hilangnya refleks menelan







Penurunan kegiatan traktus gastrointestinal ditandai dengan :nausea, muntah, perut kembung,obstipasi dsb







Penurunal control spinkter urinaria dan rectal







Gerakan tubuh yang terbatas (Fitriani, 2016)



2. Kelambatan dalam sirkulasi, di tandai : 



Kemunduran dalam sensasi







Cyanosis pada daerah ekstermitas







Kulit dingin,pertama kalipada daerah kaki,kemudian tangan,telinga dan hidung (Fitriani, 2016)



3. Perubahan pada tanda-tanda vital : 



Nadi lambat dan lemah







Tekanan darah turun







Pernapasan cepat ,cepat dangkal dan tidak



4. Gangguan sensoria : 



Penglihatan kabur







Gangguan penciuaman dan perabaan (Fitriani, 2016)



c. Perubahan Tubuh Setelah Kematian Terdapat beberapa perubahan tubuh setelah kematian, diantaranya rigor mortis (kaku) dapat terjadi sekitar 2-4 jam setelah kematian, algor mortis (dingin) suhu tubuh perlahan-lahan turun, dan post mortem decomposition yaitu terjadi yaitu terjadi livor mortis pada daerah yang tertekan serta jaringan melunaknya jaringan yang dapat menimbulkan banyak bakteri (Fitriani, 2016). d. Menginformasikan kepada keluarga 1. Bidan terhadap keluarga : 



Dengarkan ekspresi keluarga







Beri kesempatan bagi keluarga untuk bersama dengan jenasah beberapa saat







Siapkan ruangan khusus untuk berduka







Bantu keluarga



untuk membuat keputusan dan perencaan pada



jenasah 



Beri dukungan bila terjadi disfungsi berduka (Fitriani, 2016)



2. Perawatan Pada Jenazah : 



Tempatkan dan atur jenazah pada posisi anatomis Singkirkan pakaian atau alat tenun







Lepaskan semua alat kesehatan







Bersihkan tubuh dari kotoran dan noda







Tempatkan kedua tangan jenazah diatas abdomen dan ikat pergelangannya (tergantung dari kepercayaan dan agama) Tempatkan satu bantal di bawah kepala







Tutup kelopak mata, jika tidak ada tutup bisa dengan kapas basah







Katupkan rahang atau mulut, kemudian ikat







letakkan gulungan handuk dibawah dagu







Letakkan alas dibawah glutea Tutup sampai sebatas bahu, kepala ditutup dengan kain tipis







Catat semua milik pasien dan berikan kepada keluarga







Beri kartu atau tanda pengenal







Bungkus jenazah dengan kain panjang (Fitriani, 2016)



C. Konsep Berduka a. Pengertian Berduka Berduka adalah respon emosi yang diekspresikan terhadap kehilangan yang dimanifestasikan adanya perasaan sedih, gelisah, cemas, sesak nafas, susah tidur, dan lain-lain. Berduka merupakan respon normal pada semua kejadian kehilangan. NANDA merumuskan ada dua tipe dari berduka yaitu berduka diantisipasi dan berduka disfungsional. Berduka diantisipasi adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu dalam merespon kehilangan yang aktual ataupun yang dirasakan seseorang, hubungan/kedekatan, objek atau ketidakmampuan fungsional sebelum terjadinya kehilangan. Tipe ini masih dalam batas normal. Berduka



disfungsional



adalah



suatu



status



yang



merupakan



pengalaman individu yang responnya dibesar-besarkan saat individu kehilangan secara aktual maupun potensial, hubungan, objek dan ketidakmampuan fungsional. Tipe ini kadang-kadang menjurus ke tipikal, abnormal, atau kesalahan/kekacauan. (Fitriani, 2016) b. Jenis-jenis berduka dalam kematian : 



Berduka Normal, terdiri atas perasaan, perilaku dan reaksi yang normal terhadap kehilangan, misalnya kesedihan, kemarahan, menangis dan menarik diri dari aktifitas untuk sementara.







Berduka antisipatif, yaitu proses melepaskan diri dari muncul sebelum kehilangan atau kematian yang sesungguhnya terjadi. Misalnya ketika menerima diagnosa terminal.







Berduka yang rumit, dialami oleh individu yang sulit untuk maju ke tahap berikutnya, yaitu tahap keduaan normal.







Berduka tertutup, yaitu kedukaan dengan kehilangan yang tidak dapat diakui secara terbuka. Misalnya, kehilangan pasangan karena AIDS, anak mengalami kematian orang tua (Fitriani, 2016)



c. Tindakan Pada Pasien Menghadapi Kehilangan/Berduka 1. Memberikan



kesempatan



pada



pasien



untuk



mengungkapkan



perasaannya, dengan cara 



Mendorong pasien untuk mengungkapkan persaan berdukanya







Meningkatkan kesabaran pasien secara bertahap tentang kenyataan dan kehilangan apabila sudah siap secara emosional.







Menunjukkan sikap menerima dengan ikhlas dan mendorong pasien untuk berbagi rasa dengan cara:







Mendengarkan dengan penuh perhatian dan minat apa yang dikatakan oleh pasien tanpa menghukum atau menghakimi.







. Menjelaskan kepada pasien bahwa sikap tersebut dapat terjadi pada orang yang mengalami kehilanga







Memberikan jawaban yang jujur terhadap pertanyaan pasien tentang sakit, pengobatan dan kematian dengan cara:







Menjawab pertanyaan pasien dengan bahasa yang sudah dimengerti, jelas dan tidak bebelitbelit. .







Mengamati dengan cermat respon pasien selama berbicara







Meningkatkan kesadaran secara bertahap Tahap Marah Mengizinkan dan mendorong pasien untuk mengungkapkan rasa marah secara verbal tanpa melawan dengan kemarahan (Fitriani, 2016)



2.



Membantu pasien dalam mengungkapkan rasa bersalah dan taku dengan cara:







dengan Mendengarkan ungkapan penuh perhatian







Mendorong pasien untuk membicarakan rasa takut atau rasa bersalahnya







Bila



pasien



selalu



mengungkapkan



kata



”kalau......”



atau



”seandainya....., beritahu pasien, bahwa bidan hanya dapat melakukan sesuatu yang nyata 



Membahas bersama pasien mengenai penyebab rasa bersalah atau rasa takutnya. (Fitriani, 2016)



d. Tahap Depresi : 1. Membantu pasien mengidentifikasi rasa bersalah dan takut dengan cara: 



Mengamati perilaku pasien dan bersama dengannya membahas perasaannya







Mencegah tindakan bunuh diri atau merusak diri sesuai derajat resikonya



2. Membantu pasien mengurangi rasa bersalah dengan cara: 



Menghargai perasaan pasien.







Membantu pasien menemukan dukungan yang positif dengan mengaitkan kenyataan







Memberi



kesempatan



untuk



menangis



dan



mengungkapkan



perasaannya d. Bersama pasien membahas pikiran yang selalu timbul Tahap Penerimaan (Fitriani, 2016)



D. Asuhan Keperawatan Konsep Kehilangan dan Berduka Kasus Klien bernama Ibu A, usia 66 tahun, di rawat di ruang Antasena V RSMM Bogor sejak tanggal 5 Mei 2013 dengan diagnosa medis awal Hemiparase Sinistra ec. Susp SNH. Klien dibawa kerumah sakit dengan alasan mengalami kelemahan anggota badan sebelah kiri. Klien mengatakan ketika bangun pagi merasa lengan dan tungkai kirinya terasa lemas dan terasa kesemutan. Sekitar pukul 11.00 ketika memasak, lengan dan tungkai kirinya terasa semakin berat dan lemas, klien mulai sulit berjalan dan wajahnya, terutama bibirnya terlihat tidak simetris. Pada pukul 13.00 keluarga mengatakan bicara klien sudah mulai pelo, lengan dan tungkai kiri tidak bisa digerakkan lagi, dan kepala terasa berat sehingga keluarga memutuskan untuk membawa klien ke rumah sakit (Putri, 2013). Saat pertama kali berinteraksi dengan klien, yaitu pada tanggal 7 Mei 2013 diperoleh data bahwa klien masih tampak gelisah dan tidak tenang. Raut wajah klien tampak tegang, nada suara terkadang tampak meninggi ketika berinteraksi dengan orang lain dan nampak kurang bersabar. Keluarga mengatakan ketika hari pertama rawat, klien tampak seperti orang yang mengalami syok dan cenderung menyalahkan dirinya sendiri serta sering terlihat bersedih dan menangis (Putri, 2013). Klien mengatakan andai saja dirinya menjaga pola makan dan tidak makan ikan asin mungkin dia tidak akan seperti sekarang ini . klien mengatakan takut tidak dapat kembali seperti dulu lagi dan tidak dapat beraktivitas seperti dulu lagi. Selain itu, klien juga mengatakan jika keadaannya seperti ini terus dirinya tidak bisa lagi menjaga warung, memasak, menjaga cucu-cucunya dan mengikuti pengajian seperti biasanya (Putri, 2013).



A. Pengkajian Data yang dapat dikumpulkan adalah : a. Perasaan sedih, menangis, b. Perasaan putus asa, kesepian c. Mengingkari kehilangan d. Kesulitan mengekspresikan perasaan e. Konsentrasi menurun f. Kemarahan yang berlebihan g. Tidak berminat dalam berinteraksi dengan orang lain h. Merenungkan perasaan bersalah secara berlebihan i. Reaksi emosional yang lambat j. Adanya perubahan dalam kebiasaan makan, pola tidur, tingkat aktivitas k. Persepsi yang adekuat tentang kehilangan l. Dukungan yang adekuat ketika berduka akibat kehilangan m. Perilaku koping yang adekuat (Putri, 2013) Pengkajian masalah ini adalah adanya faktor predisposisi yang memengaruhi respons seseorang terhadap perasaan kehilangan yang dihadapi, antara lain sebagai berikut (Putri, 2013). 1. Faktor genetik. Individu yang dilahirkan dan dibesarkan dalam keluarga dengan riwayat depresi akan sulit mengembangkan sikap optimis dalam menghadapi suatu permasalahan, termasuk dalam menghadapi perasaan kehilangan. 2. Kesehatan fisik. Individu dengan fisik, mental, serta pola hidup yang teratur cenderung mempunyai kemampuan dalam mengatasi stress yang lebih tinggi dibandingkan dengan individu yang mengalami gangguan jasmani. 3. Kesehatan mental. Individu yang mengalami gangguan jiwa, terutama yang mempunyai riwayat depresi yang ditandai dengan perasaan tidak



berdaya dan pesimis, selau dibayangi masa depan peka dalam menghadapi situasi kehilangan. 4. Pengalaman kehilangan di masa lalu. Kehilangan atau perpisahan dengan orang yang dicintai pada masa kanak-kanak akan memengaruhi kemampuan individu dalam mengatasi perasaan kehilangan pada masa dewasa. 5. Struktur kepribadian. Individu dengan konsep diri yang negative dan perasaan rendah diri akan menyebabkan rasa percaya diri yang rendah dan tidak objektif terhadap stress yang dihadapi. 6. Adanya stressor perasaan kehilangan. Stressor ini dapat berupa stressor yang nyata ataupun imajinasi individu itu sendiri, seperti kehilangan biopsikososial yang meliputi kehilangan harga diri, pekerjaan, seksualitas, posisi dalam masyarakat, milik pribadi (kehilangan harta benda atau yang dicintai, kehilangan kewarganegaraan, dan lain-lain). Mekanisme koping yang sering dipakai oleh individu dengan respons kehilangan, antara lain pengingkaran, regresi, intelektualisasi, disosiasi, supresi, dan proyeksi yang digunakan untuk menghindari intensitas stress yang dirasakan sangat menyakitkan. Dalam keadaan patologi, mekanisme koping sering dipakai secara berlebihan atau tidak memadai. Pengkajian tanda klinis berupa adanya distress somatis seperti gangguan lambung, rasa sesak, napas pendek, sering mengeluh, dan merasakan lemah. Pengkajian terhadap masalah psikologis adalah tidak ada atau kurangnya pengetahuan dan pemahaman kondisi yang terjadi, penghindaran pembicaraan tentang kondisi penyakit, serta kemampuan pemahaman sepenuhnya terhadap prognosis dan usaha menghadapinya. (Putri, 2013)



B. Diagnosa Keperawatan berdasarkan pada pada tipe kehilangan dan berduka NANDA 2018-2020 diagnosa keperawatan yang berhubungan dengan asuhan keperawatan kehilangan dan berduka adalah : a) Duka cita b) Duka cita terganggu c) Risiko duka cita terganggu (Kamitsuru, 2018) Kemungkinan Etiologi (“yang berhubungan dengan”) 



Kehilangan yang nyata atau dirasakan dari beberapa konsep nilai untuk individu







Kehilangan yang terlalu berat (penumpukan rasa berduka dari kehilangan multiple yang belum terselesaikan)







Menghalangi respon berduka terhadap suatu kehilangan







Tidak adanya antisipasi proses berduka







Perasaan bersalah yang disebabkan oleh hubungan ambivalen dengan konsep kehilangan. (Kamitsuru, 2018)



Batasan Karakteristik (“dibuktikan dengan”) 



Idealisasi kehilangan (konsep)







Mengingkari kehilangan







Kemarahan yang berlebihan, diekspresikan secara tidak tepat







Obsesi-obsesi pengalaman-pengalaman masa lampau







Regresi perkembangan







Gangguan dalam konsentrasi







Kesulitan dalam mengekspresikan kehilangan







Afek yang labil (Kamitsuru, 2018)



Sasaran/Tujuan 1.Sasaran jangka pendek 



Pasien akan mengekspresikan kemarahan terhadap konsep kehilangan dalam 1 minggu.



2.Sasaran jangka panjang 



Pasien akan mampu menyatakan secara verbal perilaku-perilaku yang berhubungan dengan tahap-tahap berduka yang normal. Pasien akan mampu mengakui posisinya sendiri dalam proses berduka sehingga ia mampu dengan langkahnya sendiri terhadap pemecahan masalah.



C. Intervensi Keperawatan 1. Tentukan pada tahap berduka mana pasian terfiksasi. Identifikasi perilakuperilaku yang berhubungan dengan tahap ini. 2. Kembangkan hubungan saling percaya dengan pasien. Perlihatkan empati dan perhatian. Jujur dan tepati semua janji 3. Perlihatkan



sikap



menerima



dan



membolehkan



pasien



untuk



mengekspresikan perasaannya secara terbuka. 4. Dorong pasien untuk mengekspresikan rasa marah. Jangan menjadi defensif jika permulaan ekspresi kemarahan dipindahkan kepada perawat atau terapis. Bantu pasien untuk mengeksplorasikan perasaan marah sehingga pasien dapat mengungkapkan secara langsung kepada objek atau orang/pribadi yang dimaksud. 5. Bantu pasien untuk mengeluarkan kemarahan yang terpendam dengan berpartisipasi dalam aktivitas-aktivitas motorik kasar (mis, joging, bola voli,dll) (Gloria M.Bulechek, 2013)



D. Implementasi Keperawatan Secara umum, perencanaan dan implementasi keperawatan yang dilakukan untuk menghadapi kedukaan adalah sebagai berikut. 1. Membina dan meningkatkan hubungan saling percaya dengan cara sebagai berikut. a. Mendengarkan pasien berbicara. b. Memberi dorongan agar pasien mau mengungkapkan perasaannya. c. Menjawab pertanyaan pasien secara langsung menunjukkan sikap menerima, dan empati. 2. Mengenali faktor-faktor yang mungkin menghambat dengan cara sebagai berikut. a. Bersama pasien mendiskusikan hubungan pasien dengan orang atau objek yang pergi atau hilang. b. Menggali pola hubungan pasien dengan orang yang berarti. 3. Mengurangi atau menghilangkan faktor penghambat dengan cara sebagai berikut. a. Bersama pasien mengingat kembali cara mengatasi perasaan berduka di masa lalu. b. Memperkuat dukungan serta kekuatan yang dimiliki pasien dan keluarga. c. Mengenali dan menghargai social budaya agama serta kepercayaan yang dianut oleh pasien dan keluarga dalam mengatasi perasaan kehilangan.



4. Memberi dukungan terhadap respons kehilangan pasien dengan cara sebagai berikut. a. Menjelaskan kepada pasien atau keluarga bahwa sikap mengingkari, marah, tawar-menawar, depresi, dan menerima adalah wajar dalam menghadapi kehilangan. b. Memberi gambaran tentang cara mengungkapkan perasaan yang bisa diterima. c. Menguatkan dukungan keluarga atau orang yang berarti. 5. Meningkatkan rasa kebersamaan antaranggota keluarga dengan cara sebagai berikut. a. Menguatkan dukungan keluarga atau orang yang berarti. b. Mendorong pasien untuk menggali perasaannya bersama anggota keluarga lainnya, mengenali masing-masing anggota masyarakat. c. Menjelaskan manfaat hubungan dengan orang lain. d. Mendorong keluarga untuk mengevaluasi perasaan dan saling mendukung satu sama lain. 6. Menentukan tahap keberadaan pasien dengan cara sebagai berikut. a. Mengamati perilaku pasien. b. Menggali pikiran perasaan pasien yang selalu timbul dalam dirinya. (Putri, 2013)



E. Evaluasi 1. Klien mampu untuk menyatakan secara verbal tahap-tahap proses berduka yang normal dan perilaku yang berhubungan dengan tiap-tiap tahap. 2. Klien mampu mengidentifikasi posisinya sendiri dalam proses berduka dan mengekspresikan perasaan-perasaannya yang berhubungan denga konsep kehilangan secara jujur. 3. Klien tidak terlalu lama mengekspresikan emosi-emosi dan perilakuperilaku yang berlebihan yang berhubungan dengan disfungsi berduka dan mampu melaksanakan aktifitas-aktifitas hidup sehari-hari secara mandiri. 4. Klien mampu mengungkapkan perasaannya secara spontan 5. Klien menunjukkan tanda-tanda penerimaan terhadap kehilangan 6. Klien dapat membina hubungan yang baik dengan orang lain 7. Klien mempunyai koping yang efektif dalam menghadapi masalah akibat kehilangan. 8. Klien mampu minum obat dengan cara yang benar (Putri, 2013)



BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Kehilangan adalah suatu situasi aktual maupun potensial yang dapat dialami individu ketika terjadi perubahan dalam hidup atau berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada, baik sebagian atau keseluruhan. Kematian merupakan peristiwa alamiah yang dialami manusia, yang dimana pemahaman akan kematian mempengaruhi sikap dan tingkah laku secara tiba-tiba. Berduka adalah respon emosi yang diekspresikan terhadap kehilangan yang dimanifestasikan adanya perasaan sedih, gelisah, cemas, sesak nafas, susah tidur, dan lain-lain. Asuhan keperawatan yang dilakukan oleh orang yang mengalami suatu kehilangan dan berduka yaitu dengan a. Pengkajian b. Diagnosa keperawatan c. Intervensi d. Implementasi e. Evaluasi B.Saran makalah ini jauh dari kata sempurna sehingga kami membutuhkan kritik dan saran bagi yang membaca makalah ini, agar kedepannya kami bisa memperbaikinya dengan baik.



DAFTAR PUSTAKA Fitriani,



W.



O.



(2016).



Academia.edu.



Diambil



kembali



dari



https://wwww.academia.edu/12142409/suhan_Kehilangan_dan_Kematian Gloria M.Bulechek, H. K. (2013). Nursing Interventions Clasification. Jakarta: ELSEVIER. Kamitsuru, H. H. (2018). NANDA-I Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2018-2020. Jakarta: Penerbit Buku kedokteran. Pastakyu.



(2010,



01).



Nurses



Library.



Diambil



kembali



dari



https://pastakyu.wordpress.com/2010/01/21/asuhan-keperawatankehilangan-dan-berduka/ Putri, R. (2013). ASUHAN KEPERAWATAN BERDUKA SITUASIONAL. analisis praktik .