Lapkas PE With Severe Feature [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN KASUS PREEKLAMPSIA



Pembimbing : dr. Muara Panusunan Lubis, M.Ked(OG), Sp.OG(K)



Disusun Oleh : Yudha Prasetya Jericho Alberto Samosir Monalisa Simbolon Syaida Maysarah Panjaitan Santri Mei



120100374 120100312 120100100 120100019 120100067



DEPARTEMEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA KEPANITRAAN KLINIK SENIOR RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN 2017



KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah swt. Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan hidayah-Nya sehingga laporan kasus ini dapat penulis selesaikan tepat pada waktunya. Pada kesempatan ini, penulis menyajikan laporan kasus mengenai Preeklampsia. Adapun tujuan penulisan laporan kasus ini adalah untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik Departemen Obstetri dan Ginekologi Universitas Sumatera Utara, Medan. Pada kesempatan ini pula, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada dr. Muara Panusunan Lubis, M.Ked(OG), Sp.OG(K) atas kesediaan beliau sebagai pembimbing dalam penulisan laporan kasus ini. Besar harapan, melalui laporan kasus ini, pengetahuan dan pemahaman kita mengenai Preeklampsia semakin bertambah. Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kasus ini masih belum sempurna, baik dari segi materi maupun tata cara penulisannya. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan laporan kasus ini. Atas bantuan dan segala dukungan dari berbagai pihak baik secara moral maupun spiritual, penulis ucapkan terima kasih. Semoga laporan kasus ini dapat memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang kesehatan.



Medan, Desember 2017



Penulis



i



DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ................................................................................. DAFTAR ISI ................................................................................................ BAB 1 PENDAHULUAN ........................................................................... 1.1. Latar Belakang ................................................................................



i ii 1 1



BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA .................................................................. 2.1. Pengertian Preeklampsia.................................................................



3 3



2.2. Etiologi Preeklampsia ..................................................................... 2.3. Faktor Risiko Preeklampsia ............................................................ 2.4. Gambaran Klinis Preeklampsia ...................................................... 2.5. Patofisiologi Preeklampsia ............................................................. 2.6. Diagnosis Preeklampsia .................................................................. 2.7. Penatalaksanaan Preeklampsia ....................................................... 2.8. Komplikasi Preeklampsia ...............................................................



3 4 4 4 6 7 13



BAB 3 LAPORAN KASUS ........................................................................ BAB 4 ANALISIS KASUS ......................................................................... BAB 5 KESIMPULAN ...............................................................................



14 21 23



DAFTAR PUSTAKA



ii



BAB 1 PENDAHULUAN



1.1. Latar Belakang Salah satu penyebab kematian ibu yaitu terjadinya eklampsi dalam persalinan, eklamsi diawali dengan pre-eklamsi pada kehamilan lanjut terutama pada trimester III. Kehamilan dengan pre eklamsia adalah keadaan dimana hipertensi dengan protein urine, edema atau keduanya yang terjadi akibat kehamilan setelah 20 minggu atau kadang timbul lebih awal. Meskipun secara tradisional diagnosis pre eklamsia memerlukan adanya hipertensi karena kehamilan disertai protein urine atau edema, ada yang mengatakan bahwa edema pada tangan dan muka sangat sering ditemukan pada wanita hamil sehingga diagnosa preeklamsia tidak dapat disingkirkan dengan tidak adanya edema. Insiden preeklamsia pada wanita dengan hipertensi kronik bervariasi karena belum ada definisi yang pasti. Karena dampak pre-eklamsia ringan sangat signifikan untuk itu ibu harus mampu mengenali dan mengobati pre-eklamsia ringan agar tidak berlanjut pada pre-eklamsi berat lalu ke eklamsi, pemeriksaan antenatal yang teratur dan bermutu serta teliti, serta melakukan diet makanan tinggi protein, karbohidrat, cukup vitamin dan rendah lemak. Untuk itu dalam mengurangi kejadian dan menurunkan angka kejadian pre-eklamsiringan dapat menyebabkan kematian. Mengingat kejadian komplikasi pada ibu dan BBL sebagian besar terjadi pada masa sekitar persalinan, pemeriksaan kesehatan saat hamil dan kehadiran tenaga kesehatan yang terampil pada masa kehamilan menjadi sangat penting. Pengetahuan masyarakat tentang gejala komplikasi dan tindakan cepat untuk segera meminta pertolongan ke fasilitas kesehatan terdekat menjadi kunci utama dalam menurunkan AKI dan AKB. Secara umum tingginya kematian ibu dan bayi berkaitan erat dengan adanya 3 keterlambatan, yaitu terlambat mengenal tanda bahaya dan mengambil keputusan, terlambat sampai ke fasilitas kesehatan, serta terlambat mendapatkan pelayanan yang optimal (Depkes RI 2004 : 24). Untuk mengetahui permasalahan tersebut di perlukan upaya bagi seluruh pihak yang mau bersama-sama menyelamatkan ibu dan bayi.



1



Penanganan preeklampsia dan kualitasnya di Indonesia masih beragam diantara praktisi dan rumah sakit. Hal ini disebabkan bukan hanya karena belum ada teori yang mampu menjelaskan patogenesis penyakit ini secara jelas, namun juga akibat kurangnya kesiapan sarana dan prasarana di daerah. Selain masalah kedokteran, preeklampsia juga menimbulkan masalah ekonomi, karena biaya yang dikeluarkan untuk kasus ini cukup tinggi. Dari analisis yang dilakukan di Amerika memperkirakan biaya yang dikeluarkan mencapai 3 milyar dollar Amerika pertahun untuk morbiditas maternal, sedangkan untuk morbiditas neonatal mencapai 4 milyar dollar Amerika per tahun. Biaya ini akan bertambah apabila turut menghitung beban akibat dampak jangka panjang preeklampsia.



2



BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA



2.1. Pengertian Preeklampsia Pre-eklampsia dalam



kehamilan adalah



apabila dijumpai tekanan darah



seminimalnya 140/90 mmHg setelah dilakukan dua kali pemeriksaan setelah usia kehamilan di atas 20 minggu (akhir triwulan kedua sampai triwulan ketiga) atau bisa lebih awal terjadi. Pre-eklampsia adalah salah satu kasus gangguan kehamilan yang bisa menjadi penyebab kematian ibu. Kelainan ini dapat terjadi selama masa kehamilan, persalinan, dan masa nifas yang akan berdampak pada ibu dan bayi. Hipertensi di dalam kehamilan terbagi atas pre-eklampsia ringan, preklampsia berat, eklampsia, serta superimposed hipertensi (ibu hamil yang sebelum kehamilannya sudah memiliki hipertensi dan hipertensinya berlanjut selama kehamilan). Tanda dan gejala yang terjadi serta tatalaksana yang dilakukan masing-masing hipertensi di atas berbeda-beda.



2.2. Etiologi Preeklampsia Etiologi penyakit ini sampai saat ini belum diketahui dengan pasti. Secara teoritik urutan gejala yang timbul pada preeklamsi ialah edema, hipertensi, dan terakhir proteinuri. Sehingga bila gejala-gejala ini timbul tidak dalam urutan diatas dapat dianggap bukan preeklamsi. Dari gejala tersebut timbul hipertensi dan proteinuria merupakan gejala yang paling penting. Namun, penderita seringkali tidak merasakan perubahan ini. Bila penderita sudah mengeluh adanya gangguan nyeri kepala, gangguan penglihatan atau nyeri epigastrium, maka penyakit ini sudah pada tahap lanjut.



3



2.3. Faktor Risiko Preeklampsia 1. Kehamilan pertama 2. Riwayat keluarga dengan pre-eklampsia atau eklampsia 3. Pre-eklampsia pada kehamilan sebelumnya 4. Ibu hamil dengan usia kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun 5. Wanita dengan gangguan fungsi organ (diabetes, penyakit ginjal, migraine, dan tekanan darah tinggi) 6. Kehamilan kembar



2.4. Gambaran Klinis Preeklampsia 1. Gejala subjektif Pada preeklampsia didapatkan sakit kepala di daerah frontal, skotoma, diplopia, penglihatan kabur, nyeri di daerah epigastrium, mual atau muntah-muntah. Gejalagejala ini sering ditemukan pada preeklampsia yang meningkat dan merupakan petunjuk bahwa eklampsia akan timbul. Tekanan darah pun akan meningkat lebih tinggi dari biasanya, edema dan proteinuria bertambah meningkat. 2. Pemeriksaan fisik Pada pemeriksaan fisik yang dapat ditemukan meliputi peningkatan tekanan sistolik 30 mmHg dan diastolik 15 mmHg atau tekanan darah meningkat minimal di atas 140/90mmHg. Tekanan darah pada pre-eklampsia berat meningkat lebih dari 160/110 mmHg dan disertai adanya kerusakan pada beberapa organ. Selain itu kita juga akan menemukan takikardia, takipnu, edema paru, perubahan kesadaran, hipertensi ensefalopati, hiperefleksia, pendarahan pada otak.



2.5. Patofisiologi Preeklampsia Patofisiologi pre-eklampsia belum terlalu jelas tapi ada beberapa teori yang diungkapkan mengenai proses terjadinya pre-eklampsia. Teori ini diungkapkan tetapi tidak dianggap mutlak benar. Pada wanita dengan hipertensi pada kehamilan dapat mengalami



peningkatan respon terhadap berbagai substansi endogen (prostaglandin, tromboxan) yang dapat menyebabkan vasospasme dan agregasi platelet. Penumpukan trombus dan pendarahan dapat mempengaruhi sistem saraf pusat yang ditandai dengan sakit kepala dan defisit saraf lokal dan kejang. Nekrosis ginjal dapat menyebabkan penurunan laju filtrasi 4



glomerulus dan proteinuria. Kerusakan hepar dari nekrosis hepatoseluler menyebabkan nyeri epigastrium dan peningkatan tes fungsi hati. Manifestasi terhadap kardiovaskuler meliputi penurunan volume intravaskular, meningkatnya cardiac output dan peningkatan tahanan pembuluh perifer. Peningkatan hemolisis mikroangiopati menyebabkan terjadinya anemia dan trombositopeni. Infark plasenta dan obstruksi plasenta menyebabkan pertumbuhan janin terhambat bahkan kematian janin dalam rahim. Perubahan yang terjadi pada organ-organ: 1) Perubahan kardiovaskuler. Gangguan fungsi kardiovaskuler yang parah sering terjadi pada preeklampsia dan eklampsia. Berbagai gangguan tersebut pada dasarnya berkaitan dengan peningkatan afterload jantung akibat hipertensi, preload jantung yang secara nyata dipengaruhi oleh berkurangnya secara patologis hipervolemia kehamilan atau yang secara iatrogenik ditingkatkan oleh larutan onkotik atau kristaloid intravena, dan aktivasi endotel disertai ekstravasasi ke dalam ruang ektravaskular terutama paru. 2) Metabolisme air dan elektrolit Hemokonsentrasi yang menyerupai preeklampsia dan eklampsia tidak diketahui penyebabnya. Jumlah air dan natrium dalam tubuh lebih banyak pada penderita preeklampsia dan eklampsia daripada pada wanita hamil biasa atau penderita dengan hipertensi kronik. Penderita preeklampsia tidak dapat mengeluarkan dengan sempurna air dan garam yang diberikan. Hal ini disebabkan oleh filtrasi glomerulus menurun, sedangkan penyerapan kembali tubulus tidak berubah. Elektrolit, kristaloid, dan protein tidak menunjukkan perubahan yang nyata pada preeklampsia. Konsentrasi kalium, natrium, dan klorida dalam serum biasanya dalam batas normal 3) Mata Dapat dijumpai adanya edema retina dan spasme pembuluh darah. Selain itu dapat terjadi ablasio retina yang disebabkan oleh edema intra-okuler dan merupakan salah satu indikasi untuk melakukan terminasi kehamilan. Gejala lain yang menunjukan tanda preeklampsia berat yang mengarah pada eklampsia adalah adanya skotoma, diplopia, dan ambliopia. Hal ini disebabkan oleh adanya perubahan preedaran darah dalam pusat penglihatan di korteks serebri atau di dalam retina.



5



4) Otak Pada penyakit yang belum berlanjut hanya ditemukan edema dan anemia pada korteks serebri, pada keadaan yang berlanjut dapat ditemukan perdarahan. 5) Uterus Aliran darah ke plasenta menurun dan menyebabkan gangguan pada plasenta, sehingga terjadi gangguan pertumbuhan janin dan karena kekurangan oksigen terjadi gawat janin. Pada preeklampsia dan eklampsia sering terjadi peningkatan tonus rahim dan kepekaan terhadap rangsangan, sehingga terjadi partus prematur. 6) Paru-paru Kematian ibu pada preeklampsia dan eklampsia biasanya disebabkan oleh edema paru yang menimbulkan dekompensasi kordis. Bisa juga karena terjadinya aspirasi pneumonia, atau abses paru.



2.6. Diagnosis Preeklampsia Diagnosis pre-eklampsia dapat ditegakkan dari gambaran klinik dan pemeriksaan laboratorium. Dari hasil diagnosis, maka preeklampsia dapat diklasifikasikan menjadi dua golongan yaitu; 1) Preeklampsia , bila disertai keadaan sebagai berikut: •



Tekanan darah 140/90 mmHg, atau kenaikan diastolik 15 mmHg atau lebih, atau kenaikan sistolik 30 mmHg atau lebih setelah 20 minggu kehamilan dengan riwayat tekanan darah normal sebelumnya.







Proteinuria kuantitatif ≥ 0,3 gr perliter atau kualitatif 1+ atau 2+ pada urine kateter atau midstream.



2) Preeklampsia berat yaitu preeklampsia ditambah salah satu dari keadaan berikut ini: •



Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih.







Proteinuria 5 gr atau lebih perliter dalam 24 jam atau kualitatif 3+ atau 4+.







Oligouri, yaitu jumlah urine kurang dari 500 cc per 24 jam.







Adanya gangguan serebral, gangguan penglihatan, dan rasa nyeri di epigastrium.







Terdapat edema paru dan sianosis.







Trombositopeni.







Gangguan fungsi hati.







Pertumbuhan janin terhambat. 6



2.7. Penatalaksanaan Preeklampsia Diagnosis dini, supervisi medikal yang ketat, waktu persalinan merupakan persyaratan yang mutlak dalam penatalaksanaan pre-eklampsia. Persalinan merupakan pengobatan yang utama. Setelah diagnosis ditegakkan, penatalaksanaan selanjutnya harus berdasarkan evaluasi awal terhadap kesejahteraan ibu dan janin. Berdasarkan hal ini, keputusan dalam penatalaksanaan dapat ditegakkan, yaitu apakah hospitalisasi, ekspektatif atau terminasi kehamilan serta harus memperhitungkan beratnya penyakit, keadaan ibu dan janin, dan usia kehamilan. Tujuan utama pengambilan strategi penatalaksanaan adalah keselamatan ibu dan kelahiran janin hidup yang tidak memerlukan perawatan neonatal lebih lanjut dan lama. Penatalaksanaa pada preeklampsi dibagi berdasarkan beratnya preeklampsi, yaitu : 1.



Preeklampsi Pada preeklamsi ringan, observasi ketat harus dilakukan untuk mengawasi perjalanan penyakit karena penyakit ini dapat memburuk sewaktu-waktu. Adanya gejala seperti sakit kepala, nyeri ulu hati, gangguan penglihatan dan proteinuri meningkatkan risiko terjadinya eklamsi dan solusio plasenta. Pasien-pasien dengan gejala seperti ini memerlukan observasi ketat yang dilakukan di rumah sakit. Pasien harus diobservasi tekanan darahnya setiap 4 jam, pemeriksaan klirens kreatinin dan protein total seminggu 2 kali, tes fungsi hati, asam urat, elektrolit, dan serum albumin setiap minggu. Pada pasien preeklamsi berat, pemeriksaan fungsi pembekuan seperti protrombin time, partial tromboplastin time, fibrinogen, dan hitung trombosit. Perkiraan berat badan janin diperoleh melalui USG saat masuk rumah sakit dan setiap 2 minggu. Perawatan jalan dipertimbangkan bila ketaatan pasien baik, hipertensi ringan, dan keadaan janin baik. Penatalaksanaan terhadap ibu meliputi observasi ketat tekanan darah, berat badan, ekskresi protein pada urin 24 jam, dan hitung trombosit begitu pula keadaan janin (pemeriksaan denyut jantung janin 2x seminggu). Sebagai tambahan, ibu harus diberitahu mengenai gejala pemburukan penyakit, seperti nyeri kepala, nyeri epigastrium, dan gangguan penglihatan. Bila ada tanda-tanda progresi penyakit, hospitalisasi diperlukan. Pasien yang dirawat di rumah sakit dibuat senyaman mungkin. Ada persetujuan umum tentang induksi persalinan pada preeklamsi ringan dan keadaan servik yang matang (skor Bishop >6) untuk menghindari komplikasi maternal dan janin. Akan tetapi ada pula yang tidak 7



menganjurkan penatalaksanaan preeklamsi ringan pada kehamilan muda. Saat ini tidak ada ketentuan mengenai tirah baring, hospitalisasi yang lama, penggunaan obat anti



hipertensi



dan



profilaksis



anti



konvulsan.



Tirah



baring



umumnya



direkomendasikan terhadap preeklamsi ringan. Keuntungan dari tirah baring adalah mengurangi edema, peningkatan pertumbuhan janin, pencegahan ke arah preeklamsi berat, dan meningkatkan outcome janin. Medikasi anti hipertensi tidak diperlukan kecuali tekanan darah melonjak dan usia kehamilan 30 minggu atau kurang. Pemakaian sedatif dahulu digunakan, tatapi sekarang tidak dipakai lagi karena mempengaruhi denyut jantung istirahat janin dan karena salah satunya yaitu fenobarbital mengganggu faktor pembekuan yang tergantung vitamin K dalam janin. Sebanyak 3 penelitian acak menunjukkan bahwa tidak ada keuntungan tirah baring baik di rumah maupun di rumah sakit walaupun tirah baring di rumah menurunkan lamanya waktu di rumah sakit. Sebuah penelitian menyatakan adanya progresi penyakit ke arah eklamsi dan persalinan prematur pada pasien yang tirah baring di rumah. Namun, tidak ada penelitian yang mengevaluasi eklamsi, solusio plasenta, dan kematian janin. Pada 10 penelitian acak yang mengevaluasi pengobatan pada wanita dengan preeklamsi ringan menunjukkan bahwa efek pengobatan terhadap lamanya kehamilan, pertumbuhan janin, dan insidensi persalinan preterm bervariasi antar penelitian. Oleh karena itu tidak terdapat keuntungan yang jelas terhadap pengobatan preeklamsi ringan. Pengamatan terhadap keadaan janin dilakukan seminggu 2 kali dengan NST dan USG terhadap volume cairan amnion. Hasil NST non reaktif memerlukan konfirmasi lebih lanjut dengan profil biofisik dan oksitosin challenge test. Amniosentesis untuk mengetahui rasio lesitin:sfingomielin (L:S ratio) tidak umum dilakukan karena persalinan awal akibat indikasi ibu, tetapi dapat berguna untuk mengetahui tingkat kematangan janin. Pemberian kortikosteroid dilakukan untuk mematangkan paru janin jika persalinan diperkirakan berlangsung 2-7 hari lagi. Jika terdapat pemburukan penyakit preeklamsi, maka monitor terhadap janin dilakukan secara berkelanjutan karena adanya bahaya solusio plasenta dan insufisiensi uteroplasenter.



8



2.



Preeklampsi berat Tujuan penatalaksanaan pada preeklamsi berat adalah mencegah konvulsi, mengontrol tekanan darah maternal, dan menentukan waktu persalinan. Persalinan merupakan terapi definitif jika preeklamsi berat terjadi di atas 36 minggu atau terdapat tanda paru janin sudah matang atau terjadi bahaya terhadap janin. Jika terjadi persalinan sebelum usia kehamilan 36 minggu, ibu dikirim ke rumah sakit besar untuk mendapatkan NICU yang baik. Pada preeklamsi berat, perjalanan penyakit dapat memburuk dengan progresif sehingga menyebabkan pemburukan pada ibu dan janin. Oleh karena itu persalinan segera direkomendasikan tanpa memperhatikan usia kehamilan. Persalinan segera diindikasikan bila terdapat gejala impending eklamsi, disfungsi multiorgan, atau gawat janin atau ketika preeklamsi terjadi sesudah usia kehamilan 34 minggu. Pada kehamilan muda, bagaimana pun juga, penundaan terminasi kehamilan dengan pengawasan ketat dilakukan untuk meningkatkan keselamatan neonatal dan menurunkan morbiditas neonatal jangka pendek dan jangka panjang. Pada 3 penelitian klinis baru-baru ini, penatalaksanaan secara konservatif pada wanita dengan preeklamsi berat yang belum aterm dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas neonatal. Namun, karena hanya 116 wanita yang menjalani terapi konservatif pada penelitian ini dan karena terapi seperti itu mengundang risiko bagi ibu dan janin, penatalaksanaan konservatif hanya dikerjakan pada pusat neonatal kelas 3 dan melaksanakan observasi bagi ibu dan janin. Semua wanita dengan usia kehamilan 40 minggu yang menderita preeklamsi ringan harus memulai persalinan. Pada usia kehamilan 38 minggu, wanita dengan preeklamsi ringan dan keadaan serviks yang sesuai harus diinduksi. Setiap wanita dengan usia kehamilan 32-34 minggu dengan preeklamsi berat harus dipertimbangkan persalinan dan janin sebaiknya diberi kortikosteroid. Pada pasien dengan usia kehamilan 23-32 minggu yang menderita preeklamsi berat, persalinan dapat ditunda dalam usaha untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas perinatal. Jika usia kehamilan < 23 minggu, pasien harus diinduksi persalinan untuk terminasi kehamilan. Tujuan obyektif utama penatalaksanaan wanita dengan preeklamsi berat adalah mencegah terjadinya komplikasi serebral seperti ensefalopati dan perdarahan. Ibu hamil harus diberikan magnesium sulfat dalam waktu 24 jam setelah diagnosis dibuat. 9



Tekanan darah dikontrol dengan medikasi dan pemberian kortikosteroid untuk pematangan paru janin. Batasan terapi biasanya bertumpu pada tekanan diastolik 110 mmHg atau lebih tinggi. Beberapa ahli menganjurkan mulai terapi pada tekanan diastolik 105 mmHg , sedangkan yang lainnya menggunakan batasan tekanan arteri rata-rata > 125 mmHg. Tujuan dari terapi adalah menjaga tekanan arteri rata-rata dibawah 126 mmHg (tetapi tidak lebih rendah dari 105 mmHg) dan tekanan diastolik < 105 mmHg (tetapi tidak lebih rendah dari 90 mmHg). Terapi inisial pilihan pada wanita dengan preeklamsi berat selama peripartum adalah hidralazin secara IV dosis 5 mg bolus. Dosis tersebut dapat diulangi bila perlu setiap 20 menit sampai total 20 mg. Bila dengan dosis tersebut hidralazin tidak menghasilkan perbaikan yang diinginkan, atau jika ibu mengalami efek samping seperti takikardi, sakit kepala, atau mual, labetalol (20 mg IV) atau nifedipin (10 mg oral) dapat diberikan. Akan tetapi adanya efek fetal distres terhadap terapi dengan hidralazin, beberapa peneliti merekomendasikan penggunaan obat lain dalam terapi preeklamsi berat. Pada 9 penelitian acak yang membandingkan hidralazin dengan obat lain, hanya satu penelitian yang menyebutkan efek samping dan kegagalan terapi lebih sering didapatkan pada hidralazin. Bila ditemukan masalah setelah persalinan dalam mengontrol hipertensi berat dan jika hidralazin intra vena telah diberikan berulang kali pada awal puerperium, maka regimen obat lain dapat digunakan. Setelah pengukuran tekanan darah mendekati normal, maka pemberian hidralazin dihentikan. Jika hipertensi kembali muncul pada wanita post partum, labetalol oral atau diuretik thiazide dapat diberikan selama masih diperlukan. Pemberian cairan infus dianjurkan ringer laktat sebanyak 60-125 ml perjam kecuali terdapat kehilangan cairan lewat muntah, diare, diaforesis, atau kehilangan darah selama persalinan. Oliguri merupakan hal yang biasa terjadi pada preeklamsi dan eklamsi dikarenakan pembuluh darah maternal mengalami konstriksi (vasospasme) sehingga pemberian cairan dapat lebih banyak. Pengontrolan perlu dilakukan secara rasional karena pada wanita eklamsi telah ada cairan ekstraselular yang banyak yang tidak terbagi dengan benar antara cairan intravaskular dan ekstravaskular. Infus dengan cairan yang banyak dapat menambah hebat maldistribusi 10



cairan tersebut sehingga meninggikan risiko terjadinya edema pulmonal atau edema otak. Pada masa lalu, anestesi dengan cara epidural dan spinal dihindarkan pada wanita dengan preeklamsi dan eklamsi. Pertimbangan utama karena adanya hipotensi yang ditimbulkan akibat blokade simpatis. Ada juga pertimbangan lain yaitu pada keamanan janin karena blokade simpatis dapat menimbulkan ipotensi dan menurunkan perfusi plasenta. Ketika teknik analgesi telah mengalami kemajuan beberapa dekade ini, analgesi epidural digunakan untuk memperbaiki vasospasme dan menurunkan tekanan darah pada wanita penderita preeklamsi berat. Selain itu, klinisi yang lebih menyenangi anestesi epidural menyatakan bahwa pada anestesi umum dapat terjadi penigkatan tekanan darah tiba-tiba akibat stimulasi oleh intubasi trakea dan dapat menyebabkan edema pulmonal, edema serebral dan perdarahan intrakranial. Pada penelitian yang dilakukan oleh Wallace dan kawan-kawan menunjukkan bahwa penggunaan anestesi baik metode anestesi umum maupun regional dapat digunakan pada persalinan dengan cara seksio sesarea pada wanita preeklamsi berat jika langkah-langkah dilakukan dengan pertimbangan yang hati-hati. Walaupun anestesi epidural dapat menurunkan tekanan darah, telah dibuktikan bahwa tidak ada keuntungan signifikan dalam mencegah hipertensi setelah persalinan. Kesimpulan yang dapat ditarik adalah anestesi epidural aman digunakan selama persalinan pada wanita dengan hipertensi dalam kehamilan, tetapi bukan merupakan terapi terhadap hipertensi.



Indikasi persalinan pada preeklampsi dibagi atas 2 kondisi, yaitu : a.



Indikasi ibu -



Usia kehamilan ≥ 37 minggu



-



Hitung trombosit < 100.000 sel/mm3



-



Kerusakan progresif fungsi hepar



-



Kerusakan progresif fungsi ginjal



-



Suspek solusio plasenta



-



Nyeri kepala hebat persisten atau gangguan penglihatan



-



Nyeri epigastrium hebat persisiten, nausea atau muntah 11



b. Indikasi janin -



IUGR berat



-



Hasil tes kesejahteraan janin yang non reassuring



-



Oligohidramnion.



12



2.8. Komplikasi Preeklampsia Wanita dengan riwayat preeklampsia memiliki risiko tinggi untuk terjadinya penyakit kardiovaskular, 4x peningkatan risiko terjadinya hipertensi dan 2x risiko terjadinya penyakit jantung iskemik, stroke dan DVT di masa yang akan datang. Selain kelainan di atas preeklampsia juga meningkatkan terjadinya sulosio plasenta, hemolisis, perdarahan otak, dan sindroma HELLP (Hemolisis, Elevated Liver Enzymes, Low Platelet). Risiko kematian pada wanita dengan riwayat pre-eklampsia lebih tinggi, termasuk yang disebabkan oleh karena penyakit pada serebrovaskular.



13



BAB III LAPORAN KASUS



STATUS PASIEN ANAMNESIS PRIBADI NAMA



RM



UMUR



28 Tahun



PARITAS



G3P2A0



NO.RM



00.72.65.16



AGAMA



Islam



PEKERJAAN



Ibu Rumah Tangga



ALAMAT



JL.Melanthon Siregar No.7, Pematang Siantar



TANGGAL MASUK



22 November 2017



ANAMNESIS UMUM Ny. RM , 28 tahun , G3P2A0, Melayu, Islam, SMA, IRT i/d Tn. S, 32 tahun , Jawa ,Islam, S1, Pegawai Swasta datang ke RSUP HAM dengan keluhan utama pusing. Telaah : Hal ini telah dialami oleh pasien sejak tanggal 21/11/17 dan memberat dalam 2 jam sebelum masuk rumah sakit. Keluhan os disertai dengan adanya nyeri kepala dan riwayat pandangan kabur. Riwayat mual muntah dijumpai, riwayat tekanan darah tinggi sebelum hamil tidak dijumpai, riwayat tekanan darah tinggi pada kehamilan sebelumnya dijumpai. Riwayat mules-mules mau melahirkan tidak dijumpai, riwayat keluar lendir darah dan cairan dari kemaluan tidak dijumpai. BAB dan BAK dalam batas normal. RPT : Tekanan Darah tinggi ketika hamil 14



RPO : Captopril RIWAYAT HAID : HPHT : ?/03/17 TTP



: ?/12/17



ANC : Spesialis kandungan 2x



RIWAYAT PERSALINAN : 1. LAKI-LAKI, 2500 gr, prematur, SC, Meninggal usia 5 bulan 2. PEREMPUAN, 2600 gr, prematur, SC, 2 Tahun, Sehat 3. Hamil ini



STATUS PRESENS Sensorium



Compos Mentis



Tekanan darah



200/110 mmHg



Pernafasan



24 x/menit



Nadi



90 x/menit



Suhu



37,2ºC



Anemia



Tidak ada



Ikterus



Tidak ada



Sianosis



Tidak ada



Dispnoe



Tidak ada



Edema



Tidak ada 15



STATUS OBSTETRIK G3P2A0 Inspeksi



Abdomen membesar, asimetris



Palpasi Leopold I



TFU : 3 jari dibawah Proc. Xypoideus



Leopold II



Punggung janin teraba disebelah kanan ibu



Leopold III



Teraba kepala



Leopold IV



floating



Gerak Janin



(+)



His



(-)



DJJ



138 x/ menit, reguler



Kesimpulan: Preeklampsia + IUP (35-36) minggu + Presentasi Kepala + Anak Hidup



16



PEMERIKSAAN LABORATORIUM 22 November 2017 Test



Result



Unit



References



Hemoglobin



15,1



g%



12-16



Erythrocyte



5,07



106/mm3



4.0-5.40



Leucocyte



14.080



/ul



4000-11000



Hematocrite



44



%



36.0-42.0



Trombosit



308



103/uL



150-400



Eosinophil



4,0



%



0.0-5.0



Basophil



0,5



%



0.0-1.0



Neutrophil



63,6



%



50-70



Lymphocyte



24,4



%



20.0-40.0



Monocyte



7,5



%



2.0-8.0



Neutrophil absolute



8,96



103/µL



5.0-7.0



Lymphocyte absolute



3,44



103/µL



1.0-4.0



Eosinophil absolute



0,56



103/µL



0.00-0.50



Basophil absolute



0,07



103/µL



0.0-0.10



MCV



87



Fl



80.0-97.0



MCH



29,8



Pg



27.0-33.7



MCHC



34,3



g%



31.5-35.0



Ureum



15



mg/dl



15-40



17



Creatinin



0.8



mg/dl



0,6-1,1



Natrium



139



mEq/L



135-155



Kalium



3.7



mEq/L



3.6-5.5



Klorida



116



mEq/L



96-106



Glukosa ad random



77



Mg/dl