21 0 1 MB
Laporan Kasus RA-1 PERDARAHAN SALURAN MAKAN BAGIAN ATAS (PSMBA)
OLEH : ABRAHAM SIHOTANG
120100353
SARAH PANGARIBUAN
120100392
NURUL AKLA
120100349
RINI FITRI YANI
120100189
M. ARIEF FADHILLAH AULIA
120100333
MAISARA HISHAMUDIN
120100423
AHMAD FAKHRUROZI LUBIS
090100088
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN 2016
i
Lembar Pengesahan
Telah dibacakan tanggal
:
Nilai
:
COW Pembimbing
(dr. Jubilate P. Sigalingging)
Pimpinan Sidang
(dr. Naomi Niari Dalimunthe, M. Ked (PD), Sp.PD)
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, karena atas berkat dan rahmat-Nya berupa kesehatan, rezeki, serta waktu sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini tepat waktu. Dalam menyelesaikan penulisan laporan kasus yang berjudul “Perdarahan Saluran Makan Bagian Atas” penulis menemukan banyak hambatan. Namun, berkat bantuan dari banyak pihak, penulis dapat menyelesaikan penulisan karya tulis ilmiah ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada dr. Jubilate P. Sigalingging selaku Chief of Ward (COW) pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam penyelesaian laporan kasus ini. Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada dr. Naomi Niari Dalimunthe, M. Ked (PD), Sp.PD selaku pimpinan sidang, yang telah meluangkan tenaga, pikiran, dan waktu untuk memberi bimbingan dalam proses penulisan laporan kasus ini. Adapun pembuatan tulisan ini bertujuan untuk mendiskusikan kasus Perdarahan Saluran Makan Bagian Atas, mulai dari pengertian hingga penatalaksanaan pada pasien yang dirawat inap selama masa kepanitraan klinik di Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan. Laporan kasus ini diharapkan dapat meningkatkan pemahaman dan mendukung penerapan klinis yang lebih baik dalam memberikan kontribusi positif sistem pelayanan kesehatan secara optimal. Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kasus ini masih jauh dari kesempurnaan, baik isi maupun susunan bahasanya, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca agar dapat dijadikan bahan yang lebih baik lagi untuk penulisan laporan kasus selanjutnya.
Medan, Juli 2016
Penulis
iii
DAFTAR ISI
Halaman LEMBAR PENGESAHAN............................................................................i DAFTAR ISI ..................................................................................................ii KATA PENGANTAR ..................................................................................iii BAB 1
PENDAHULUAN .......................................................................... 1 1.1
BAB 2
Latar Belakang ...................................................................... 1
TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ 3 2.1
Perdarahan Saluran Makan Atas ........................................... 3 2.1.1. Definisi ...................................................................... 3 2.1.2. Etiologi ...................................................................... 3 2.1.3. Epidemiologi ............................................................. 6 2.1.4. Faktor Risiko ............................................................. 7 2.1.5. Patogenesis ................................................................ 9 2.1.6. Gejala Klinis.............................................................. 11 2.1.7. Diagnosis ................................................................... 11 2.1.8. Diagnosis Banding .................................................... 15 2.1.9. Penatalaksanaan ........................................................ 15 2.1.10 Prognosis ................................................................... 17
BAB 3
STATUS ORANG SAKIT ............................................................ 19
BAB 4
DISKUSI ......................................................................................... 35
BAB 5
KESIMPULAN .............................................................................. 38
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 39
1
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perdarahan Saluran Makan Bagian Atas (PSMBA) merupakan salah satu penyakit yang sering dijumpai di bagian gawat darurat rumah sakit. PSMBA adalah perdarahan saluran makanan proksimal dari ligamentum treitz. Untuk keperluan klinik dibedakan perdarahan varises esofagus dan non-varises, karena antara keduanya terdapat ketidaksamaan dalam pengelolaan dan prognosisnya1. Kejadian perdarahan akut saluran cerna ini tidak hanya terjadi diluar rumah sakit saja namun dapat pula terjadi pada pasien-pasien yang sedang menjalani perawatan di rumah sakit terutama di ruang perawatan intensif dengan mortalitas yang cukup tinggi. Selain itu perdarahan akut PSMBA sering menyertai penyakit-penyakit lainnya seperti trauma kapitis, stroke, luka bakar yang luas, sepsis,renjatan dan gangguan hemostasis. Di Amerika Serikat angka kejadiannya berkisar antara 50-150 per 100.000 penduduk per tahun. Angka kematiannya bervariasi antara 4-14% tergantung pada kondisi pasien dan penanganan yang tepat.2,3 Pasien dengan komplikasi atau tanpa komplikasi di Amerika serikat rata-rata lama rawat inap adalah 4,4 dan 2,7 hari dengan biaya perawatan sebesar 5632 US dollar dan 3402 US dollar. Umumnya 80% dari kasus dapat berhenti dengan sendirinya. 10% kasus membutuhkan prosedur intervensi untuk mengontrol perdarahan.2 Suatu studi endoskopik pada pasien-pasien dengan keluhan dispepsia, yang dilakukan pada beberapa kota besar di Indonesia, menunjukkan ulkus peptikum, yakni ulkus gaster dan duodenum, masuk dalam 5 besar penyebab dispepsia. Kejadian PSMBA menunjukkan adanya variasi geografis yang besar mulai dari 48-160 kasus per 100.000 penduduk, dengan kejadian lebih tinggi pada pria dan usia lanjut. Hal ini dapat dijelaskan oleh karena berbagai penyebab, mulai dari perbedaan definisi PSMBA, karakteristik populasi, prevalensi obat-obatan penyebab ulkus dan Helicobacter pylori.3,4
2
Di Indonesia sendiri, terdapat perbedaan distribusi, data lama mendapatkan bahwa lebih kurang 70% penyebab dari PSMBA adalah karena varises esofagus yang pecah.5 Berdasarkan studi retrospektif yang dilakukan pada 4.154 pasien yang menjalani endoskopi selama tahun 2001-2005 di Pusat Endoskopi Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta, sebanyak 807 (20,15%) orang mengalami PSMBA. Studi ini juga menunjukkan penyebab tersering dari PSMBA adalah pecahnya varises esofagus (280 kasus, 33,4%) diikuti dengan perdarahan ulkus peptikum (225 kasus, 26,9%), dan gastritis erosif (syam219 kasus, 26,2%).13 Walaupun dengan tatalaksana optimal menggunakan endoskopi terapeutik dan terapi penekan asam lambung, mortalitas keseluruhan PSMBA tetap stabil dalam dekade-dekade terkini, yakni berkisar antara 6-14%. Namun demikian sebagian besar kematian bukan disebabkan secara langsung oleh kehilangan darah, namun lebih oleh karena intoleransi terhadap kehilangan darah, syok, aspirasi dan prosedur terapeutik. Mortalitas oleh karena PSMBA dikaitkan dengan usia lanjut dan adanya komorbiditas berat. Risiko mortalitas juga meningkat dengan perdarahan berulang, yang merupakan parameter luaran mayor.10,18
3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Perdarahan Saluran Makan Bagian Atas
2.1.1
Definisi Perdarahan saluran makanan bagian atas didefinisikan sebagai perdarahan
yang terjadi di sebelah proksimal ligamentum Treitz pada duodenum distal. Yang termasuk organ-organ saluran cerna di proksimal ligamentum Treitz adalah esofagus, gaster, duodenum, dan sepertiga proksimal dari jejunum. Sebagian besar perdarahan saluran makan bagian atas terjadi sebagai akibat penyakit ulkus peptikum (PUD, peptic ulcer disease) yang disebabkan oleh H. pylori atau penggunaan obat-obat anti-inflamasi non-steroid (OAINS) atau alkohol, varises esofagus, dan gastritis3 2.1.2
Etiologi Perdarahan saluran cerna dapat bermanifestasi klinis mulai dari yang
seolah ringan, misalnya perdarahan tersamar sampai pada keadaan yang mengancam hidup. Hematemesis adalah muntah darah segar (merah segar) atau hematin (hitam seperti kopi) yang merupakan indikasi adanya perdarahan saluran cerna bagian atas atau proksimal dari ligamentum Treitz. Beberapa penyebab timbulnya perdarahan saluran cerna bagian atas diantaranya adalah: 1. Kelainan esofagus a. Varises esofagus Ditemukan pada penderita sirosis hati dengan hipertensi portal. Sifat perdarahan yang ditimbulkan ialah hematemesis biasanya mendadak dan massif, tanpa didahului perasaan nyeri epigastrium. Darah yang keluar berwarna kehitam-hitaman dan
4
tidak akan membeku, karena sudah tercampur dengan asam lambung. Setelah hematemesis selalu disusul dengan melena. b. Karsinoma esofagus Karsinoma esofagus sering memberikan keluhan melena daripada hematemesis. Pada endoskopi jelas terlihat gambaran karsinoma yang hampir menutup esofagus dan mudah berdarah terletak di sepertiga bawah esofagus. c. Mallory- Weiss Tear Mallory- Weiss Tear muncul pada bagian distal esophagus di bagian gastroesophageal junction. Perdarahan muncul ketika luka sobekan telah melibatkan esophageal venous atau arterial plexus. Pasien dengan hipertensi portal dapat meningkatkan resiko daripada perdarahan oleh Mallory-Weiss Tear dibandingkan dengan pasien hipertensi non-portal 9 d. Esophagitis dan tukak esofagus Esofagitis bila sampai menimbulkan perdarahan lebih sering bersifat intermitten atau kronis dan biasanya ringan, sehingga lebih sering timbul melena daripada hematemesis. Tukak esofagus
jarang
sekali
mengakibatkan
perdarahan
jika
dibandingkan dengan tukak lambung dan duodenum. 2. Kelainan di lambung a. Gastritis erosive hemoragika Penyebab terbanyak dari gastritisis erosive hemoragika adalah obat-obatan yang dapat menimbulkan iritasi pada mukosa lambung atau obat yang dapat merangsang timbulnya tukak. Misalnya beberapa jam setelah minum aspirin. Obat-obatan seperti itu termasuk golongan salisilat yang menyebabkan iritasi dan dapat menimbulkan tukak multiple yang akut dan disebut golongan obat ulserogenic menyebabkan
drugs.
Beberapa
hematemesis
obat ialah;
lain
yang
golongan
juga
dapat
kortikosteroid,
5
butazolidin, reserpine, alcohol, dan lain-lain. Golongan obat ini dapat menyebabkan hiperasiditas. Berdasarkan anamnesis dari penderita sebagai penyebab dari gastritis erosive hemoragika antara lain; setelah pasien meminum obat aspirin. Sifat hematemesis tidak massif dan timbulnya setelah berulang kali minum obat-obatan tersebut yang disertai dengan rasa nyeri pedih di ulu hati. b. Ulkus peptikum Ulkus peptikum lebih sering menimbulkan perdarahan terutama yang terletak di angulus dan prepilorus dibandingkan dengan tukak duodeni. Ulkus peptikum yang bersifat akut biasanya dangkal dan multiple yang dapat digolongkan sebagai erosi. Umunya tukak ini disebabkan oleh obat-obatan, sehingga timbul gastritis erosive hemoragika. Perdarahan dapat juga terjadi pada penderita yang pernah mengalami gastrektomi, yaitu adanya tukak di daerah anastomosis. Tukak seperti ini dinamakan tukak marginalis atau stromal c. Karsinoma lambung Insidensi karsinoma lambung di Indonesia sangat jarang. Pasien umumnya datang berobat ketika sudah dalam fase lanjut dan sering mengeluh rasa pedih, nyeri ulu hati, serta merasa lekas kenyang sehingga badan menjadi lemah. Jarang sekali mengalami hematemesis, tetapi sering mengeluh buang air besar hitam pekat (melena). 3. Kelainan di duodenum a. Tukak duodeni Tukak duodeni yang menyebabkan perdarahan secara endoskopi terletak di bulbus. Pasien biasanya datang dengan keluhan utama hematemesis dan melena, sedangkan lainnya mengeluh melena saja. Sebelum timbul perdarahan, semua kasus mengeluh merasa nyeri dan perih di perut bagian atas agak ke kanan. Keluhan ini juga dirasakan waktu tengah malam ketika
6
sedang
tidur
pulas
sehingga
penderita
terbangun.
Untuk
mengurangi rasa nyeri dan pedih, penderita umumnya memakan roti atau minum susu.3 b. Karsinoma Papilla Vaterii Merupakan
penyebab
dari
karsinoma
di
ampula,
yang
menyababkan penyumbatan saluran empedu dan saluran pankreas yang pada umumnya sudah dalam fase lanjut. Gejala yang ditimbulkan
selain
kolestatik
ekstrahepatal,
juga
dapat
menyebabkan timbulnya perdarahan. Perdarahan yang terjadi lebih bersifat perdarahan terembunyi (occult bleeding) dan sangat jarang timbul hematemesis.3 2.1.3
Epidemiologi Di negara barat insidensi perdarahan akut PSMBA mencapai 100 per
100.000 penduduk per tahun, laki-laki lebih banyak dari wanita. Insidensi ini meningkat sesuai dengan bertambahnya usia. Di Indonesia kejadian yang sebenarnya di populasi tidak diketahui. Berbeda dengan di negara barat dimana perdarahan karena tukak peptic menempati urutan yang terbanyak, maka di Indonesia perdarahan karena ruptur varises gastroesofagi merupakan penyebab tersering yaitu sekitar 50-60%, gastritis erosive hemoragika sekitar 25-30%, tukak peptic sekitar 10-15% dan karena sebab lainnya < 5%. Mortalitas secara keseluruhan masih tinggi yaitu sekitar 25%, kematian pada penderita rupture varises bisa mencapai 60% sedangkan kematian pada non varises sekitar 9-12%. Sebagian besar penderita PSMBA meninggal bukan karena perdarahannya itu sendiri melainkan kerana penyakit lain yang ada secara bersamaan seperti penyakit gagal ginjal, stroke, penyakit jantung, penyakit hati kronis, pneumonia dan sepsis.6
7
2.1.4
Faktor Resiko Berikut merupakan beberapa faktor resiko yang dianggap berperan dalam
patogenesis perdarahan saluran cerna bagian atas. Faktor resiko yang telah diketahui adalah: 1. Usia Perdarahan saluran cerna bagian atas sering terjadi pada orang dewasa dan resiko meningkat pada usia >60 tahun. Penelitian pada tahun 2001-2005 dengan studi retrospektif di RS Cipto Mangunkusumo terhadap 837 pasien yang memenuhi kriteria perdarahan saluran cerna bagian aras menunjukan rata-rata usia pasien laki-laki adalah 52.7 ± 15.82 tahun dan rata-rata pasien wanita adalah 54.46 ± 17.6. Usia >70 tahun dianggap sebagai faktor resiko karena terjadi peningkatan frekuensi pemakaian OAINS dan interaksi penyakit komorbid yang menyebabkan terjadinya berbagai macam komplikasi. 2. Jenis kelamin Kasus perdarahan saluran cerna bagian atas lebih sering dialami laki-laki. Penelitian di Amerika Serikat menunjukkan bahwa sekitar 51.4% yang mengalami PSMBA berjenis kelamin laki-laki. Dari penelitian yang sudah dilakukan mayoritas menggunakan pendekatan epidemiologi dan belum ada penelitian yang secara spesifik menjelaskan hubungan perdarahan saluran cerna bagian atas dengan jenis kelamin. 3. Penggunaan NSAID Peningkatan risiko komplikasi ulkus (rawat inap, operasi, kematian) terjadi pada orang tua yang mengkonsumsi NSAID pada dosis maksimal. Dalam jangka waktu lama, 35% hasil endoskopi adalah normal, 50% menunjukan adanya erosi atau ptekie, dan 5-30% menunjukan adanya ulkus. Jenis-jenis NSAID
yang
sering
dikonsumsi
adalah
ibuprofen,
indometachin, piroxicam, asam mefenamat, dan diklofenak. 4. Penggunaan obat-obat antiplatelet
naproxen,
8
Penggunaan aspirin dosis rendah (75 mg per hari) dapat menyebabkan faktor perdarahan naik menjadi dua kali lipat, bahkan dosis subterapi 10 mg per hari masih dapat menghambat siklooksigenase. Aspirin dapat menyebabkan ulkus lambung. Obat antiplatelet seperti clopidrogel beresiko tinggi apabila dikonsumsi oleh pasien dengan komplikasi saluran cerna. 5. Merokok Dari hasil penelitian menunjukan merokok meningkatkan faktor resiko terjadinya ulkus duodenum, ulkus gaster, maupun keduanya. Merokok menghambat proses penyembuhan ulkus, memicu kekambuhan, dan meningkatkan resiko komplikasi. 6. Alkohol Mengkonsumsi alkohol konsentrasi tinggi dapat merusak pertahanan mukosa lambung terhadap ion hidrogen dan menyebabkan lesi akut mukosa gaster yang ditandai dengan perdarahan pada mukosa. 7. Riwayat gastritis Riwayat gastritis memiliki dampak besar terhadap terjadinya ulkus. Pada kelompok ini diprediksi resiko terjadi bukan karena sekresi asam tetapi oleh adanya gangguan dalam mekanisme pertahanan muksoa dan proses penyembuhan. 8. Infeksi bakteri Helicobacter pylori H. pylori merupakan bakteri gram negatif berbentuk spiral yang hidup di bagian dalam lapisan mukosa yang melapisi dinding lambung. Beberapa penelitian di Amerika Serikat menunjukan tingkat infeksi H. pylori 20mmHg; 3) frekuensi nadi ortostatik meningkat >15/menit; 4) akral dingin; 5) kesadaran menurun; 6) anuria atau oliguriia (produksi urin 35
90%. Waktu yang paling tepat untuk pemeriksaan endoskopi tergantung pada derajat berat dan dugaan sumber perdarahan. Dalam 24 jam pertama
pemeriksaan
endoskopi
merupakan
standar
perawatan
yang
direkomendasikan. Pasien dengan perdarahan yang terus berlangsung, gagal dihentikan dengan terapi suportif membutuhkan pemeriksaan endoskopi dini (urgent endoscopy) untuk diagnosis dan terapi melalui teknik endoskopi. Tujuan pemeriksaan endoskopi selain menemukan penyebab serta asal perdarahan, juga untuk menentukan aktivitas perdarahan. Forest membuat klasifikasi perdarahan ulkus peptikum atas dasar penemuan endoskopi yang bermanfaat untuk menentukan tindakan selanjutnya.
15
Tabel 2. Klasifikasi Aktivitas Perdarahan Ulkus Peptikum Menurut Forest1 Aktivitas perdarahan
Kriteria endoskopi
Forest Ia
Perdarahan aktif
Perdarahan arteri menyambur
Forest Ib
Perdarahan aktif
Perdarahan merembes
Forest II
Perdarahan berhenti dan masih Gumpalan darah pada dasar terdapat sisa perdarahan tukak atau terlihat pembuluh darah
Forest III
Perdarahan berhenti tanpa sisa Lesi tanpa tanda sisa perdarahan perdarahan
A
B
C
D
E
F
Gambar 2.2 Stigmata endoskopik perdarahan ulkus peptikum baru. A, perdarahan aktif menyemprot. B, perdarahan merembes. C, pembuluh darah visible dengan bekuan sekeliling. D, bekuan aheren. E, bintik pigmentasi dasar. F, ulkus berdasar bersih.19 Pasien dengan risiko tinggi perdarahan ulang tanpa terapi adalah pasien dengan perdarahan arterial aktif (90%), adanya pembuluh darah visibel tak berdarah (50%) atau bekuan adheren (33%). 3,9,18
16
2.1.7.3.4 Radionuclide Scanning Labeling sel darah merah pasien dengan menggunakan zat radioaktif yang kemudian dimasukkan lagi dalam sistem sirkulasi pasien dapat menentukan lokasi sumber perdarahan walaupun laju perdarahan relative sedikit (0,1 ml/menit),
tapi
kurang
spesifik
untuk
menentukan
tempat
perdarahan
dibandingkan teknik arteriografi. 2.1.8
Diagnosis Banding Diagnosis banding PSMBA adalah : 1. Gastritis Akut 2. Barret Esophagus 3. Kanker Esophagus 4. Esophagitis 5. Kanker Gastric 6. Gastric Outlet Obstruction 7. Gastric Ulcer 8. Peptic Ulcer Disease14
2.1.9
Penatalaksanaan
2.1.9.1 Resusitasi Bila sudah dalam keadaan hemodinamik tidak stabil atau dalam keadaan renjatan, maka proses resusitasi cairan (cairan kristaloid atau koloid) harus segera dimulai tanpa menunggu data pendukung lainnya. Pilihan akses, jenis cairan resusitasi, kebutuhan transfusi darah, tergantung derajat perdarahan dan kondisi klinis pasien. Cairan kristaloid dengan akses perifer dapat diberikan pada perdarahan ringan sampai sedang tanpa gangguan hemodinamik.
17
Cairan koloid diberikan jika terjadi perdarahan yang berat sebelum transfusi darah bisa diberikan. Pada keadaan syok dan perlu monitoring ketat pemberian cairan, diperlukan akses sentral. Target resusitasi adalah hemodinamik stabil, produksi urin cukup (>30 cc/jam), tekanan vena sentral 5-10 cm H2O, kadar Hb tercapai (8-10 gr%). Berikut algoritma penanganan perdarahan saluran makanan bagian atas.
Gambar 2.3
Gambar 2.4.
Gambar 2.3 Penanganan perdarahan saluran cerna atas1
18
Gambar 2.4
19
Gambar 2.5
20
2.1.9.2 Farmakologi a.
Perdarahan Non-Variseal PPI (Proton Pump Inhibitor) merupakan pilihan utama dalam pengobatan
PSMBA non variseal. Beberapa studi melaporkan efektifitas PPI dalam menghentikan perdarahan karena ulkus peptikum dan mencegah perdarahan berulang. PPI memiliki dua mekanisme kerja yaitu menghambat H+ /K+ATPase dan enzim karbonik anhidrase mukosa lambung manusia. Hambatan pada H + /K+ATPase menyebabkan sekresi asam lambung dihambat dan pH lambung meningkat. Hambatan pada pada enzim karbonik anhidrase terjadi perbaikan vaskuler, peningkatan mikrosirkulasi lambung, dan meningkatkan aliran darah mukosa lambung. PPI yang tersedia di Indonesia antara lain omeprazol, lansoprazole, pantoprazole, rabeprazole, dan esomeprazole. PPI intravena mampu mensupresi asam lebih kuat dan lama tanpa mempunyai efek samping toleransi. Studi Randomized Controlled Trial (RCT) menunjukkan PPI efektif jika diberikan dengan dosis tinggi intravena selama 72 jam setelah terapi endoskopi pada perdarahan pada ulkus dengan stigmata endoskopi risiko tinggi misalnya, lesi tampak pembuluh darah dengan atau tanpa perdarahan akut. Dosis rekomendasi omeprazol untuk stigmata resiko tinggi pada pemeriksaan endoskopi adalah 80 mg bolus diikuti dengan 8 mg/jam infus selama 72 jam dilanjutkan dengan terapi oral. Pada pasien dengan stigmata endoskopi risiko rendah PPI oral dosis tinggi direkomendasikan. PPI oral diberikan selama 6-8 minggu setelah pemberian intravena, atau bisa lebih lama diberikan jika ada infeksi Helicobacter pylori atau penggunaan regular aspirin, OAINS dan obat antiplatelet. Bila ada infeksi helicobacter pilory perlu dieradikasi. b.
Perdarahan Variseal Prinsip pemberian farmakoterapi adalah menurunkan tekanan vena porta
dan intravena. Hanya ada dua farmakoterapi yang direkomendasikan untuk pentatalaksanaa perdarahan varises esofagus yaitu: vasopresin dan terlipresin.
21
Vasopresin adalah vasokonstriktor kuat yang efektif nenurunkan tekanan portal dengan menurunkan aliran darah portal yang menyebabkan vasokonstriksi splanknik. Penatalaksanaan dengan obat vasoaktif sebaiknya mulai diberikan saat datang ke rumah sakit pada pasien dengan hipertensi portal dan dicurigai adanya perdarahan varises. Tujuan pemberian farmakoterapi ini adalah untuk menurunkan tekanan portal, yang berhubungan erat dengan tekanan varises. Terapi ini rasional bila tekanan portal yang tinggi ( > 20 mmHg) dengan prognosis yang kurang baik.15 Obat vasoaktif dapat diberikan dengan mudah, lebih aman. Terapi dapat dimulai di rumah sakit, dirumah atau saat pengiriman ke rumah sakit yang akan meningkatkan harapan hidup pasien dengan perdarahan masif. Obat vasoaktif juga akan memudahkan tindakan endoskopi.15 Terlipresin adalah turunan dari vasopresin sintetik yang long acting, bekerja lepas lambat. Memiliki efek samping kardiovaskuler lebih sedikit dibandingkan dengan vasopresin. Pada pasien dengan sirosis dan hipertensi porta terjadi sirkulasi hiperdinamik dengan vasodilatasi. Terlipresin memodifikasi sistem hemodinamik dengan menurunkan cardiac output dan meningkatkan tekanan darah arteri dan tahanan vaskuler sistemik. Terlipresin memiliki efek menguntungkan pada pasien kegagalan hepatorenal, yaitu dengan kegagalan fungsi ginjal dan sirosis dekompensata. Dengan demikian, dapat mencegah gagal ginjal, yang sering terdapat pada pasien dengan perdarahan varises. Ketika dicurigai perdarahan varises diberikan dosis 2 mg/ jam untuk 48 jam pertama dan dilanjutkan sampai dengan 5 hari kemudian dosis diturunkan 1 mg/ jam atau 12-24 jam setelah perdarahan berhenti. Efek samping terlipresin berhubungan dengan vasokonstriksi seperti iskemia.15 2.1.10 Prognosis Resiko perdarahan ulang dan tingkat mortalitas dapat diperkirakan dengan menggunakan sistem skor Rockall. Sistem skor ini didasarkan pada tiga faktor klinis dan dua faktor endoskopik, sebagai berikut:
22
Tabel . Sistem Skor Rockall2
Variabel
Score 0
Score 1
Score 2
Score 3
Usia (tahun)
80
-
Syok
Tidak ada
Nadi
Nadi
-
>100/menit,
>100/menit,
TD normal
TD sistolik 4 harus dilakukan
penanganan
secara
tim
dalam,bedah,ICU,radiologi dan Laboratorium.
dengan
melibatkan
Penyakit
24
BAB 3 STATUS ORANG SAKIT Nomor Rekam Medis : 00.67.97.65 Tanggal Masuk
:
1 Juli 2016
Dokter Ruangan : dr. Mariati
Jam
:
21.30 WIB
Dokter Chief of Ward : dr. Jubilate Sigalingging
Ruang
:
Rindu A-1
Dokter Penanggung Jawab Pasien :
II-2 Bed 4
dr. Juwita Sembiring, SP.PD-KGEH
ANAMNESA PRIBADI Nama
: Misni
Umur
: 56 tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Status Perkawinan
: Sudah Menikah
Pekerjaan
: Ibu Rumah Tangga
Suku
: Batak
Agama
: Islam
Alamat
: Dusun II Tembung Kabupaten Deli Serdang
ANAMNESA PENYAKIT Keluhan Utama
: Muntah Darah
Telaah
: Hal ini telah dialami os 2 kali dalam sehari ini. Muntah bervolume satu gelas aqua kecil berupa darah berwarna merah kehitaman, seperti bubuk kopi bercampur dengan makanan. Muntah di awali rasa mual dan terjadi secara tibatiba. Nyeri perut dijumpai dibagian ulu hati sejak 4 bulan
25
lalu. Nyeri dirasakan hilang timbul, rasa seperti ditusuktusuk, menjalar ke punggung dan berkurang setelah makan obat maag. Nyeri perut tidak berkurang setelah makan . Os juga mengeluhkan rasa cepat kenyang serta perut rasa penuh. Os pernah berobat ke puskesmas, namun keluhan nyeri perut tetap muncul sedikitnya satu kali dalam seminggu. BAB dijumpai berwarna hitam seperti ter, dengan frekuensi 4 kali dalam sehari ini. Konsistensi cair dengan volume 1/2 gelas aqua. Os merasakan hoyong dan lemas saat berdiri dalam sehari ini. Riwayat minum jamu dan gula jawa dijumpai. Riwayat sakit maag dijumpai sejak tahun 2001. Riwayat dilakukan pemeriksaan endoscopy dijumpai pada 3 tahun yang lalu dan tidak dijumpai kelainan. Riwayat minum obat anti nyeri tidak jelas. Demam dan batuk tidak dijumpai. BAK dijumpai normal. Riwayat minum alkohol/tuak tidak dijumpai. Riwayat merokok juga disangkal. Riwayat sakit kuning tidak dijumpai. Riwayat perdarahan spontan tidak dijumpai seperti mimisan, gusi berdarah. Riwayat sakit gula tidak dijumpai. Riwayat darah tinggi disangkal. Riwayat trauma perut tidak dijumpai. Os diketahui sudah menopause dan sudah memiliki anak. Riwayat sakit sendi dan tulang disangkal.
RPT
: Dispepsia
RPO
: Tidak Jelas
26
ANAMNESA ORGAN Jantung
Sesak Nafas
: (-)
Edema
: (-)
Angina Pektoris
: (-)
Palpitasi
: (-)
Lain-lain
: (-)
Saluran
Batuk-batuk
: (-)
Asma,bronchitis
: (-)
Pernafasan
Dahak
: (-)
Lain-lain
: (-)
Saluran
Nafsu Makan
: (-)
Penurunan BB
Pencernaan
: + ( ±2kg
dalam satu bulan) Keluhan menelan
: (-)
Keluhan perut
: (+)
Keluhan Defekasi: BAB berwarna hitam Lain-lain : (-)
(Nyeri ulu hati)
Saluran
Sakit BAK
: (-)
BAK tersendat
: (-)
Urogenital
Mengandung batu
: (-)
Keadaan urin
: (-)
Haid
: (-)
Lain-lain
: (-)
Keterbatasan Gerak
: (-)
(menopuase)
Sendi dan
Sakit pinggang
Tulang
Keluhan Persendiaan : (-)
Lain-lain
: (-)
Endokrin
Haus/Polidipsi
: (-)
Gugup
: (-)
Poliuri Polifagi
: (-) : (-)
Perubahan suara Lain-lain
: (-) : (-)
Sakit Kepala
: (-)
Hoyong
: (+)
Saraf Pusat
: (-)
27
Lain-lain
Darah dan
Pucat
: (+)
Perdarahan
Pembuluh
: (-)
: (+) Muntah Darah; (+) BAB berdarah
Darah
Sirkulasi
Petechiae
: (-)
Purpura
: (-)
Lain-lain
: (-)
Claudicatio Intermitten : (-) Lain-lain
: (-)
Perifer
ANAMNESA FAMILI
: Tidak ada keluarga yang mengalami hal serupa
PEMERIKSAAN FISIK DIAGNOSTIK STATUS PRESENS Keadaan Umum
: Lemah
Keadaan Penyakit
Sensorium
: Compos Mentis
Pancaran wajah : biasa
Tekanan darah
: 90/60 mmHg
Sikap paksa
: (-)
Nadi
: 94x/i, regular, t/v: cukup
Refleks fisiologis
: (+)
Pernafasan
: 24x/i
Refleks patologis
: (-)
Temperatur
: 36,8°C (axilla)
Anemia (+/+), Ikterus (-/-), Dispnoe (-/-) Sianosis (-/-), Edema (-/-), Purpura (-/-) Turgor Kulit
: Baik
Keadaan gizi
: Baik
Berat Badan
: 80 kg
28
Tinggi Badan
: 160 cm
BW
: (TB-100) x 100% = (160-100) x 100% BB 80
Indeks Massa Tubuh :
BB (kg) [TB(m)]2
= 133%
= 80 = 31,25 kg/m2 2 (1,6)
Kesan: Obesitas KEPALA Mata
: Konjungtiva palpebra inferior pucat (+/+), ikterus (-/-), pupil isokor ki=ka, diameter ± 3mm, reflex cahaya direk (+/+) / indirek (+/+). Kesan: anemis
Telinga
: Dalam batas normal, serumen (+), membran timpani (+)
Hidung
: Dalam batas normal, deviasi septum (-), pernapasan cuping hidung (-)
Mulut
: Lidah
: Atrofi papil lidah (-), kering (-)
Gigi geligi
: Perdarahan (-), Hyperplasia gingival (-)
Tonsil/faring : Hiperemis (-) LEHER Struma tidak membesar, tingkat: (-) Pembesaran kelenjar limfa (-), lokasi (-), jumlah (-), konsistensi (-),mobilitas (-), nyeri tekan (-) Posisi trakea : medial, TVJ: R-2 cm H2O Kaku kuduk (-), lain-lain (-)
THORAKS DEPAN Inspeksi Bentuk
: Simetris fusiformis
Pergerakan
: Thorakoabdominal, Tidak ada ketinggalan bernafas di kedua lapangan paru
29
Palpasi Nyeri tekan
: tidak dijumpai
Fremitus suara
: stem fremitus kanan = kiri
Iktus
: tidak terlihat, teraba pada ICS V LMCS
Perkusi Paru Perkusi
: Sonor pada seluruh lapangan paru
Batas Paru Hati R/A
: ICS V /ICS VI
Peranjakan
: ± 1 cm
Jantung Batas atas jantung
: Intercostal Space II-III Linea Midclavicularis Sinistra
Batas kiri jantung
: 1 cm medial Linea Midclavicularis Sinistra pada Intercostal Space V
Batas kanan jantung Auskultasi Paru Suara pernafasan Suara tambahan
: ICS V Linea Parasternal Dextra
: vesikuler : tidak ada
Jantung M1>M2, P2>P1, T1>T2, A2>A1, desah sistolis (-), desah diastolis (-), lain-lain (-), Heart Rate:94x/menit, regular, intensitas : cukup
THORAX BELAKANG Inspeksi
: Simetris fusiformis
Palpasi
: Stem fremitus pada seluruh lapangan paru kanan = kiri
Perkusi
: Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi
: SP: vesikuler
30
ST : ABDOMEN Inspeksi Bentuk
: Simetris
Gerakan Lambung/usus
: Normoperistaltik
Vena kolateral
: Tidak ada
Caput medusa
: Tidak ada
Palpasi Dinding Abdomen
: Soepel, H/L/R tidak teraba. (+) nyeri tekan hipokondrium kiri
HATI Pembesaran
: Tidak ada
Permukaan
: Tidak ada
Pinggir
: Tidak ada
Nyeri Tekan
: Tidak ada
LIMFA Pembesaran
: (-), Schuffner (-), Haecket (-)
GINJAL Ballotement
: (-), Kiri / Kanan, lain-lain: (-)
UTERUS/OVARIUM
: (-)
TUMOR
: (-)
Perkusi Pekak hati
: Tidak ada
Pekak beralih
: Tidak ada
31
Undulasi
: Tidak ada
Auskultasi Peristaltik usus
: Normoperistaltik
Lain-lain
: Tidak ada
PINGGANG
: Nyeri ketuk sudut kosto vertebra (-), Kiri /Kanan
INGUINAL
: Tidak dilakukan pemeriksaan
GENITAL LUAR
: Tidak dilakukan pemeriksaan
PEMERIKSAAN COLOK DUBUR (RT) Perineum
: dalam batas normal
Spincter Ani
: ketat
Ampula
: licin
Mukosa
: halus
Sarung tangan
: feses hitam (+)
ANGGOTA GERAK ATAS Deformitas sendi
: Tidak ada
Lokasi
:-
Jari tabuh
: Tidak ada
Tremor ujung jari
: Tidak ada
Telapak tangan sembab
: Tidak ada
Sianosis
: Tidak ada
Eritma Palmaris
: Tidak ada
Lain-lain
: Tidak ada
32
ANGGOTA GERAK BAWAH
Kiri
Kanan
Edema
-
-
Arteri femoralis
+
+
Arteri tibialis posterior
+
+
Arteri dorsalis pedis
+
+
Reflex KPR
+
+
Refleks APR
+
+
Refleks Fisiologis
+
+
Refleks Patologis
-
-
Lain-lain
-
-
33
PEMERIKSAAN LABORATORIUM RUTIN
Darah
Kemih
Tinja
Hb: 3,8 g/dL
Warna: kuning
Warna: -
Eritrosit: 1,39 x 106/mm3
Protein: +1
Konsistensi:-
Leukosit: 19,13 x 103/mm3
Reduksi: -
Eritrosit: -
Trombosit: 167 x 103/mm3
Bilirubin: -
Leukosit: -
Ht: 13 %
Urobilinogen: +
Amoeba/Kista: -
MCV: 93 fL
Sedimen
Telur Cacing:-
MCH: 27,30 pg
Eritrosit: 2-3/lpb
Ascaris:-
MCHC: 29,50 g/dL
Leukosit: >100/lpb
Ankylostoma:-
Epitel: 12-13/lpb
T. Trichiura: -
Silinder: 0/lpb: 0/lpb
Kremi: -
Eosinofil: 0,10 % Basofil: 0,20 % Neutrofil: 86,90 % Limfosit: 9,00 % Monosit: 5,30 %
RESUME ANAMNESA
STATUS PRESENS
Keluhan Utama
: Hematemesis
Telaah
: Hal ini telah dialami os 2 dalam sehari ini. Nyeri hipokondrium kiri sejak 4 bulan yang lalu. Melena (+) 4x dalam sehari ini. Riwayat dispepsia (+), pucat (+), riwayat minum obat anti nyeri tidak jelas.
Keadaan Umum
: Lemah
34
Keadaan Penyakit : Sedang
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Gizi
: Baik
Sensorium
: Compos Mentis
Tekanan darah
: 90/60 mmHg
Nadi
: 94x/i
Pernafasan
: 24x/I
Temperatur
: 36,8°C
Kepala: Mata: Anemis(+/+) Abdomen: Nyeri tekan hipokondrium kiri LABORATORIUM
Darah : Anemia
RUTIN
Kemih: leukocyturia, epitel (+) Tinja : tdp
DIAGNOSA BANDING
DIAGNOSA SEMENTARA PENATALAKSANAAN
PSMBA ec gastritis erosiva dd ulcer bleeding dd stress ulcer Anemia ec perdarahan Glomerulonephritis PSMBA ec gastritis erosiva + Anemia ec perdarahan Aktivitas : Tirah baring Diet : Diet sonde (puasa 6 jam) Tindakan suportif : IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/imakro Nasogastric Tube (NGT) Catheter no.18 Oksigen 2-4 L nasal canule Medikamentosa :
Inj. Omeprazole bolus dilanjutkan 8 mg/jam IV
80
mg,
35
Inj. Transamin 500 mg/8jam/IV Syr. Sucralfate 3 X C I Transfusi PRC 4 bag, dengan target Hb 8 =∆Hb x BB (kg) x 3 = = (4,2 x 60 x 3) : 175 = 4,32 bag
Rencana Penjajakan Diagnostik/Tindakan Lanjutan 1. Urinalisa, feses rutin
5. Tes fungsi hati (LFT )
2. Foto Thorax
6. PT, APTT,TT,AFP (alfa feto protein)
3. EKG
7. Gastroskopi
4. Anemia Profile (SI/TIBC, serum ferritin, reticulocyte count)
FOLLOW UP Tanggal S 1 Juli Muntah 2016 Darah (+), BAB Hitam (+), Muka pucat (+) Sesak (+) Lemas (+)
O Compos mentis TD: 90/60 mmHg HR : 94x/i RR : 24x/i Temp :36,8°C Mata:Anemia (+/+) Leher: dalam batas normal Thorax: dalam batas normal Abdomen: Nyeri tekan hipokondrium kiri
A PSMBA ec gastritis erosiva dd ulcer bleeding dd stress ulcer dd variceal bleeding Anemia ec perdarahan
P Tirah baring Diet Sonde IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/i makro cor 250cc Inj. Omeprazole bolus 80 mg, dilanjutkan 8 mg/jam IV Inj. Transamin 500 mg/ 8 jam/ IV
36
Syr. Sucralfate 3 X CI Transfusi PRC 4 bag, target Hb 8
Hasil Lab : Hb/Leuko/Tromb: 3,8/19.130/167.000 N/L/M/E/B: 89,6/9/3,8/0,1/0,2 PT/APTT/TT: 18/19,5/20,2 Albumin: 2,2 KGD: 134 BUN/Ureum/Cr: 53/113/1,28 Na/K/Cl: 138/4,1/104
PSMBA ec gastritis erosiva dd ulcer bleeding dd stress ulcer Mata:Anemia (+/+) dd variceal bleeding Thorax: dalam Anemia ec perdarahan batas normal Abdomen: Nyeri tekan hipokondrium kiri
2 Juli 2016
Muka pucat (+) BAB hitam (+)
Compos mentis TD: 100/50 mmHg HR : 88x/i RR : 20x/i Temp :38,2°C
3 Juli 2016
Compos mentis Muka pucat (+) TD: 120/70 mmHg
PSMBA gastritis
ec
Tirah baring Diet Sonde IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/i Inj. Omeprazole 40 mg/12 jam Inj. Transamin 500 mg/ 8 jam/ IV Syr. Sucralfate 3 X CI Tab paracetamol 3x500mg Transfusi PRC 1 bag/hari Tirah baring Diet Sonde
37
BAB hitam (+)
HR : 80x/i erosiva dd RR : 20x/i ulcer Temp :36°C bleeding dd Mata:Anemia (+/+) stress ulcer Thorax: dalam Anemia ec perdarahan batas normal Abdomen: Nyeri tekan hipokondrium kiri
4 Juli 2016
Muka pucat (+) BAB hitam (+)
Compos mentis PSMBA ec TD: 100/60 mmHg gastritis HR : 100x/i erosiva dd RR : 28x/i ulcer Temp :37,6°C bleeding dd Mata:Anemia (+/+) stress ulcer Thorax: dalam Anemia ec perdarahan batas normal Abdomen: Nyeri tekan hipokondrium kiri
5 Juli 2016
Muka pucat (+) BAB hitam (+)
Compos mentis PSMBA ec TD: 110/60 mmHg gastritis HR : 80x/i erosiva dd RR : 24x/i ulcer Temp :37,6°C bleeding dd Mata:Anemia (+/+) stress ulcer Thorax: dalam Anemia ec perdarahan batas normal Abdomen: Nyeri tekan hipokondrium kiri
6 Juli 2016
Compos mentis Muka pucat (+) TD: 110/70 mmHg
PSMBA gastritis
ec
IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/i Inj. Omeprazole 40 mg/12 jam Inj. Transamin 500 mg/ 8 jam/ IV Syr. Sucralfate 3 X CI Transfusi PRC 1 bag/hari Tirah baring Diet Sonde IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/i Inj. Omeprazole 40 mg/12 jam Inj. Transamin 500 mg/ 8 jam/ IV Syr. Sucralfate 3 X CI Transfusi PRC 1 bag/hari Tirah baring Diet Sonde IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/i Inj. Ozmeprazole 40 mg/12 jam Inj. Transamin 500 mg/ 8 jam/ IV Syr. Sucralfate 3 X CI Transfusi PRC 1 bag/hari Tirah baring Diet Sonde
38
BAB hitam (+)
HR : 100x/i erosiva dd RR : 24x/i ulcer Temp :37,4°C bleeding dd Mata:Anemia (+/+) stress ulcer Thorax: dalam Anemia ec perdarahan batas normal Abdomen: Nyeri tekan hipokondrium kiri
7 Juli 2016
Muka pucat (+) BAB hitam (+)
Compos mentis PSMBA ec TD: 110/50 mmHg gastritis HR : 100x/i erosiva dd RR : 24x/i ulcer Temp :37,7°C bleeding dd Mata:Anemia (+/+) stress ulcer Thorax: dalam Anemia ec perdarahan batas normal
8 Juli 2016
Muka pucat (+) BAB hitam (+)
Compos mentis PSMBA ec TD: 110/50 mmHg gastritis HR : 110x/i erosiva dd RR : 24x/i ulcer Temp :37,7°C bleeding dd Mata:Anemia (+/+) stress ulcer Leher: TVJ R-2 Anemia ec cmH2O perdarahan
9 Julli 2016
Muka pucat (+) BAB hitam
Compos mentis TD: 110/50 mmHg HR : 72x/i RR : 24x/i Temp :37,7°C
PSMBA gastritis erosiva ulcer bleeding
ec dd dd
IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/i Oksigen 24L/Menit Inj. Omeprazole 40 mg/12 jam Inj. Transamin 500 mg/ 8 jam/ IV Syr. Sucralfate 3 X CI Diet Sonde IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/i Oksigen 24L/Menit Inj. Omeprazole 40 mg/12 jam Inj. Transamin 500 mg/ 8 jam/ IV Syr. Sucralfate 3 X CI Diet Sonde IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/i Oksigen 24L/Menit Inj. Omeprazole 40 mg/12 jam Inj. Transamin 500 mg/ 8 jam/ IV Syr. Sucralfate 3 X CI Diet Sonde IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/i Oksigen 2-
39
10 Juli 2016
(+)
Mata:Anemia (+/+) stress ulcer Leher: TVJ R-2 Anemia ec cmH2O perdarahan
Muka pucat (+) BAB hitam (+)
Compos mentis PSMBA ec TD: 100/50 mmHg gastritis HR : 80x/i erosiva dd RR : 20x/i ulcer Temp :36,9°C bleeding dd Mata:Anemia (+/+) stress ulcer Leher: TVJ R-2 Anemia ec cmH2O perdarahan Colok dubur: Perineum:dalam batas normal Spincter Ani: ketat Ampula: licin Mukosa: halus Sarung tangan: feses hitam (+) Foto Thorax: Interpretasi : Kardiomegali dengan elongasi aorta.
4L/Menit Inj. Omeprazole 40 mg/12 jam Inj. Transamin 500 mg/ 8 jam/ IV Syr. Sucralfate 3 X CI Diet Sonde IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/i Oksigen 24L/Menit Inj. Omeprazole 40 mg/12 jam Inj. Transamin 500 mg/ 8 jam/ IV Syr. Sucralfate 3 X CI
40
BAB 4 DISKUSI
Definisi Perdarahan saluran makanan bagian atas merupakan perdarahan yang terjadi di sebelah proksimal ligamentum Treitz pada duodenum distal. Yang termasuk organ-organ saluran cerna di proksimal ligamentum Treitz adalah esofagus, gaster,
duodenum,
dan
sepertiga
proksimal dari jejunum. Etiologi 1. Kelainan esofagus a. Varises esofagus b. Karsinoma esofagus c. Mallory- Weiss Tear
Pada pasien ini etiologi yang ditemukan
d. Esophagitis dan tukak adalah bleeding.
esofagus 2. Kelainan di lambung a. Gastritis erosive b. Ulkus peptikum c. Karsinoma lambung 3. Kelainan di duodenum a. Tukak duodeni b. Karsinoma Vaterii
Papilla
gastritis erosive dd ulcer
41
Os mengeluhkan muntah darah warna
Gejala klinis Manifestasi klinis yang sering terjadi adalah
adanya
kemudian
hematemesis
dilanjutkan
yang dengan
timbulnya melena.
merah kehitaman, sudah di alami os 1 hari SMRS dengan frekuensi 2x/hari dan banyaknya 1 gelas aqua kecil. Muntah didahului oleh rasa mual . BAB berwarna hitam dijumpai 1 hari setelah
Hal ini terutama pada kasus dengan Os masuk rumah sakit dengan frekuensi sumber perdarahan di esophagus dan 4 kali dallam sehari
dan konsistensi
gaster
biasa.
Diagnosis
Pada anamnesis pasien mengeluhkan
Dalam
anamnesis
yang
perlu
ditekankan adalah waktu terjadinya perdarahan,
perkiraan
darah
yang
muntah berdarah sejak 1 hari SMRS dengan
frekuensi
2x/hari
dan
banyaknya 1 gelas aqua kecil.
keluar, riwayat perdarahan sebelumnya.
Pemeriksaan tekanan darah sederhana Pemeriksaan fisik didapatkan tekanan dapat memperkirakan seberapa banyak darah 90/60 mmHg dan nadi 94 pasien kehilangan darah. Kenaikan nadi kali/menit >20x/menit dengan tekanan sistolik turun >10 mmhg menandakan telah banyak kehilangan darah.
Pemeriksaan laboratorium penunjang Dan pada pemeriksaan lab didapatkan awal ditujukan untuk menilai kadar nilai Hb : 3,8 g% (Hb rendah) hemoglobin, fungsi hemostasis, fungsi hati dan kimia dasar yang berhubungan
42
dengan
status
hemodinamik.
Pemeriksaan kadar hemoglobin dan hematokrit
dilakukan
secara
serial
(setiap 6-8 jam) agar dapat dilakukan antisipasi transfusi secara lebih tepat serta untuk memantau lajunya proses perdarahan. Pada pasien ini diberikan:
Penatalaksanaan Tujuan
utama
pengelolaan
adalah
-
stabilisasi hemodinamik, menghentikan perdarahan,
mencegah
perdarahan
ulang, dan menurunkan mortalitas.
IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/i (makro)
-
Inj. Omeprazole 40 mg/12 jam
-
Inj. Transamin 500 mg/8 jam
-
Sucralfat syr 3 x CI
-
Transfusi PRC 4 bag /hari
43
BAB 5 KESIMPULAN
Misni, perempuan, 56 tahun berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang didiagnosis dengan PSMBA (Perdarahan Saluran Makan Bagian Atas) ec Gastritis Erosiva dan Anemia ec Perdarahan, dianjurkan untuk dirawat inap. Pasien diberikan IVFD Nacl 0.9 % gtt/i makro, inj. Omeprazole 40 mg/12 jam, inj. Transamin 500 mg/8 jam, Sucralfat syr 3 x C I, transfuse PRC 1 bag/hari. Pasien dirawat sejak tanggal 1 Juli 2016.
44
DAFTAR PUSTAKA 1. K. Marcellus Simadibrata. Perdarahan SCBA. Ilmu Penyakit Dalam UI Edisi V. Jakarta.: Interna Publishing. 2014;447-452 2. Derry S, Loke YK. Risk of gastrointestinal haemorrhage with long term use of aspirin: meta-analysis. Br Med J. 2000; 321:1183-7. 3. Djojodiningrat, Hardjodisastro D. Hematemesis Melena. Dalam: Subekti I, Lydia A, Rumende CM, Syam AF, Mansjoer A, Suprohaita, editor. Prosiding symposium : Penatalaksanaan Kegawatdaruratan di Bidang Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian IPD FKUI; 2001:111-7 4. http://www.rcht.nhs.uk/DocumentsLibrary/RoyalCornwallHospitalsTrust/ Clinical/Gastroenterology/BleedingVarices.pdf 5. Albeldawi M, Qadeer MA, Vargo JJ. Managing acute upper GI bleeding, preventing recurrences. Cleve Clin J Med 2010;77:131-42. 1. Purnomo HD. Endoscopic and clinical features of upper gastrointestinal bleeding in Dr Kariadi Hospital Semarang. Prosiding Symposium: Indonesia
Young
Clinician
Program
for
World
Congres
of
Gastroenterology; 2005; Montreal Canada.2005 2. Purnomo HD. Pengelolaan perdarahan akut saluran cerna bagian atas. Dalam: Suharti C, Sugiri, Gasem MH, editor. Pertemuan ilmiah tahunan XIV PAPDI; 2010 24-26 sept. Semarang (Indonesia): Badan Penerbit Universitas Diponegoro; 2010:45-55 3. Green BT, Rockey DC. Acute gastrointestinal bleeding. Semin Gastrointest Dis. 2003;14(2):44-65.
45
4. Sleisenger MH, Feldman M, Friedman LS, Brandt LJ. Sleisenger and Fordtran’s gastrointestinal and liver disease : pathophysiology, diagnosis, management. 9th ed. Philadelphia , PA: Saunders/Elsevier; 2010. 5.
Holster IL, Kuipers EJ. Management of acute nonvariceal upper gastrointestinal bleeding: current policies and future perspectives. World J Gastroenterol 2012;18:1202-7.
6. Robinson M, Syam FA, Abdulah M. Mortality risk factors in acute upper gastrointestinal assessment
26. Rockall TA, Logan RFA, Northfield TC. Risk
after
acute
upper
gastrointestinal
haemorrhage.
Gut.1996;38:316-21 . 7. Rockall TA, Logan RFA, Northfield TC. Risk assessment after acute upper gastrointestinal haemorrhage. Gut.1996;38:316-21 8. Syam A.F, Abdullah M, Makmun D, Simandabrata MK, Djojoningrat D, M, et al. The cause of upper gastrointestinal bleeding in the national referral hospital: evaluation on upper gastrointestinal bleeding tract endoscopic result in five years period. Indones J Gastroenterol Hepatol Dig Endosc. 2005; 6(3):71-4. 9. Soll AH, Graham YD. Peptic ulcer disease. In: Yamada T, ed. Textbook of th
gastroenterology. 5
ed. 2009; 936-46.
10. Sudoyono. W A, 2009. Ilmu penyakit Dalam jilid I oleh : Adi P, Pengelolaan Saluran cerna Bagian Atas. Interna Publising: Jakarta 11. Hadi S, 2002. Gastroenterologi, Perdarahan saluran makan bagian atas. PT alumni Bandung 12. Hauser SC, Pardi DS, Poterucha JJ, Mayo Clinic. Mayo Clinic gastroenterology and hepatology board review. Rochester, MN Boca Raton, FL CRC Press,: Mayo Clinic Scientific Press ;; 2004.
46
13. Albeldawi M, Qadeer MA, Vargo JJ. Managing acute upper GI bleeding, preventing recurrences. Cleve Clin J Med 2010;77:131-42. 14. K. Marcellus Simadibrata, et. al. Konsensus nasional Penatalaksanaan Perdarahan Saluran Cerna Atas non Varises di Indonesia. Persatuan Gastroenterologi Indonesia 2012: 21 15. Bendtsen F, Krag A, Moller S. Treatment of acute variceal bleeding. Digestive and liver disease 2008. Available from: www.sciencedirect.com. 328–336