Laporan Askep Achmad Andi Supriadi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN.A DENGAN DIAGNOSA MEDIS CKD DI RUANG INTENSIVE GAWAT DARURAT RSUD DR DORIS SYLVANUSPALANGKA RAYA



OLEH : ACHMAD ANDI SUPRIADI NIM : 2020-01-14901-001



YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PROGRAM PROFESI NERS TAHUN 2020/2021



LEMBAR PERSETUJUAN Saya yang bertandatangan dibawah ini : Nama



: Achmad Andi Supriadi



NIM



: 2020-01-14901-001



Program Studi



: Profesi Ners



Judul



: Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan Pada Tn.A Dengan Diagnosa Medis CKD Di RuangIntensive Gawat Darurat RSUDdr. Doris SylvanusPalangka Raya



Telah melaksanakan Asuhan Keperawatan sebagai persyaratan untuk menyelesaikan Stase Keperawatan Gawat Darurat Pada Program Studi Profesi Ners Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangka Raya.



PEMBIMBING PRAKTIK



Pembimbing Akademik



Pembimbing Klinik



Suryagustina,Ners., M.Kep



Christina Indah, S.Kep.,Ners



LEMBAR PENGESAHAN Saya yang bertandatangan dibawah ini : Nama



: Achmad Andi Supriadi



NIM



: 2020-01-14901-001



Program Studi



: Profesi Ners



Judul



: Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan Pada Tn.A Dengan Diagnosa CKD Di RuangIntensive Gawat Darurat RSUDdr. Doris SylvanusPalangka Raya



Telah melaksanakan Asuhan Keperawatan sebagai persyaratan untuk menyelesaikan Stase Keperawatan Gawat Darurat Pada Program Studi Profesi Ners Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangka Raya.



PEMBIMBING PRAKTIK Pembimbing Akademik



Suryagustina,Ners., M.Kep



Pembimbing Klinik



Christina Indah, S.Kep.,Ners Mengetahui,



Ketua Program Studi S1 Keperawatan



Meilitha Carolina, Ners., M.Kep.



KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan pendahuluan yang berjudul :“Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan Pada Tn.A Dengan Diagnosa Medis CKD Di Ruang Intensive Gawat Darurat RSUDdr. Doris Sylvanus Palangka Raya” Laporan pendahuluan ini merupakan salah satu syarat untuk lulus Stase Keperawatan Gawat Darurat di STIKes Eka Harap Palangka Raya. Penulis menyadari bahwa tanpa bimbingan dan arahan dari berbagai pihak kiranya laporan pendahuluan ini tidak akan dapat terselesai dengan baik. Dalam kesempatan ini, perkenankanlah penulis mengucapkan rasa terimakasih dan penghargaan terkhususnya kepada : 1.



Ibu Maria Adelheid Ensia,S.Pd.,M.Kes Selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangka Raya yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas kepada penulis untuk mengikuti Stase Keperawatan Maternitas.



2.



Ibu Suryagustina, Ners., M.Kep selaku pembimbing Akademik di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangka Raya yang memberikan dukungan dalam penyelesaian laporan ini.



3.



Ibu Christina Indah, S.Kep.,Ners selaku pembimbing Klinik yang telah banyak membantu penyusunan laporan ini. Akhir kata, kiranya Tuhan Yang Maha Esa menyertai dan membalas



kebaikan mereka terhadap penulis, semoga asuhan keperawatan yang telah dibuat ini dapat dimanfaatkan sebagaimana mestinya. Atas perhatiannya penulis ucapkan terimakasih. Palangka Raya, 13 Februari 2021



Achmad Andi Supriadi



DAFTAR ISI COVER HALAMAN PERSETUJUAN ...................................................................... LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... KATAPENGANTAR..................................................................................... DAFTARISI ................................................................................................... BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Konsep Dasar Penyakit.................................................................. 1.1.1 Definisi........................................................................................... 1.1.2 Etiologi .......................................................................................... 1.1.3 Klasifikasi ...................................................................................... 1.1.4 Patofisiologi................................................................................... 1.1.5 Manifestasi Klinis.......................................................................... 1.1.6 Komplikasi..................................................................................... 1.1.7 Pemeriksaan Penunjang.................................................................. 1.1.8 Penatalaksanaan............................................................................. BAB 2 KONSEP TEORI ASUHAN KEPERAWATAN 2.1 Pengkajian Keperawatan................................................................ 2.2 Diagnosa Keperawatan.................................................................. 2.3 Intervensi Keperawatan ................................................................ 2.4 Implementasi dan Evaluasi............................................................ BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN 3.1 Pengkajian Keperawatan................................................................ 3.2 Analisa Data................................................................................... 3.3 Intervensi Keperawatan................................................................. 3.4 Implementasi dan Evaluasi Keperawatan...................................... DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN



BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Anatomi Fisiologi Ginjal 1.1.1 Anatomi Ginjal Ginjal terletak di dalam ruang retroperitoneum sedikit di atas ketinggian umbilikus dan kisaran panjang serta beratnya berturut-turut dari kira-kira 6 cm dan 24 g pada bayi cukup bulan sampai 12 cm atau lebih dari 150 gram pada orang dewasa. Ginjal mempunyai lapisan luar, korteks  yang berisi glomeruli,tubulus kontortus proksimalis dan distalis dan duktus kolektivus, serta di lapisan dalam, medula yang mengandung bagian-bagian tubulus yang lurus,



lengkung



(ansa)



Henle,



vasa



rekta



dan



duktus



koligens



terminal.



Puncak piramid medulla menonjol ke dalam disebut papil ginjal yang merupakan ujung kaliks minor. Beberapa duktus koligens bermuara pada duktus papilaris Bellini yang ujungnya bermuara di papil ginjal dan mengalirkan urin ke dalam kaliks minor. Karena ada 18-24 lubang muara duktus Belini pada ujung papil maka daerah tersebut terlihat sebagai lapisan beras dan disebut juga dengan area kribosa. Antara dua piramid tersebut, terdapat jaringan korteks tempat masuknya cabang-cabang arteri renalis disebut kolumna Bertini. Beberapa kaliks minor membentuk kaliks mayor yang bersatu menjadi piala (pelvis) ginjal dan kemudian bermuara ke dalam ureter. Ureter kanan dan kiri bermuara di kandung kemih



yang juga disebut buli-buli atau vesika urinaria. Urin dikeluarkan dari kandung kemih melalui urethra.  Sirkulasi Ginjal             Setiap ginjal menerima kira-kira 25% isi sekuncup janung. Bila diperbandingkan dengan berat organ ginjal hal ini merupakan suplai darah terbesar didalam tubuh manusia. Suplai darah pada setiap ginjal biasanya berasal dari arteri renalis utama yang keluar dari aorta ; arteri renalis multipel bukannya tidak lazim dijumpai. Arteri renalis utama membagi menjadi medula ke batas antara korteks dan medula. Pada daerah ini, arteri interlobaris bercabang membentuk arteri arkuata, dan membentuk arteriole aferen glomerulus. Sel-sel otot yagn terspesialisasi dalam dinding arteriole aferen, bersama dengan sel lacis dan bagian distal tubulus (mukula densa) yang berdekatan dengan glomerulus, membentuk aparatus jukstaglomeruler yang mengendalikan sekresi renin. Arteriole aferen membagi menjadi anyaman kapiler glomerulus, yang kemudian bergabung menjadi arteriole eferen. Arteriole eferen glomerulus dekat medula (glomerulus jukstamedullaris) lebih besar dari pada arteriole di korteks sebelah luar dan memberikan pasokan darah (vasa rakta) ke tubulus dan medula. Struktur Nefron Tiap ginjal mengandung kurang lebih 1 juta nefron ( glomerolus dan tubulus yang berhubungan dengannya). Pada manusia, pembentukkan nefron selesai pada janin 35 minggu. Nefron baru tidak dibentuk lagi setelah lahir. Perkembangan selanjutnya adalah hyperplasia dan hipertrofi struktur yang sudah ada disertai maturasi fungsional. Perkembangan paling cepat terjadi pada 5 tahun pertama setelah lahir. Oleh karena itu bila pada masa ini terjadi gangguan misalnya infeksi saluran kemih atau refluks, maka hal ini dapat mengganggu pertumbuhan ginjal. Tiap nefron terdiri atas glomerolus dan kapsula bowman, tubulus proksimal, ansa henle dan tubulus distal. Glomerolus bersama kapsula Bowman juga disebut badan Malpigi. Meskipun ultrafiltrasi plasma terjadi di glomerolus tetapi peranan tubulus dalam pembentukkan urin tidak kalah pentingnya dalam pengaturan meliau internal. Fungsi ginjal normal terdiri atas 3 komponen yang saling berhubungan yaitu: 1.      Ultrafiltrasi glomerolus 2.      Reabsorbsi tubulus terhadap solute dan air 3.      Sekresi tubulus terhadap zat-zat organic dan non-organik Populasi glomerolus ada 2 macam : 1.      Glomerolus korteks yang mempunyai ansa henle yang pendek berada dibagian luar korteks 2.      Glomerolus jukstamedular yang mempunyai ansa henle yang panjang sampai ke bagian dalam medulla. Glomerolus semacam ini berada diperbatasan korteks dan medulla dan merupakan 20% populasi nefron tetapi sangat penting untuk reabsorpsi air dan solute.



1.1.2 Fisiologi Ginjal Fungsi primer ginjal adalah mempertahankan volumer dan komposisi cairan ekstrasel dalam batas-batas normal. Komposisi dan volume cairan ekstrasel ini dikontrol oleh filtrasi glomerulus, reabsorpasi dan sekresi tubulus.Fungsi Utama Ginjal:



1. Fungsi Ekskresi 1) Mempertahankan osmolalitis plasma sekitar 258 m osmol dengan mengubah-ubah ekresi air. 2) Mempertahankan pH plasma skitar 7,4 dengna mengeluarkan kelebihan H+ dan membentuk kembali HCO3. 3) Mengekskresikan produk akhir nitrogen dari metabolisme protein, terutama urea, asam urat dan kreatinin. 2. Fungsi Non-ekskresi (Endokrin) 1) Menghasilkan renin-penting untuk pengaturan tekanan darah. 2) Menghasilkan eritropoietin-faktor penting dalam stimulasi produk sel darah merah oleh sumsum tulang. 3) Metabolisme vitamin D menjadi bentuk aktifnya. 4) Degenerasi insulin 5) Menghasilkan prostaglandin



1.2 Konsep Dasar Gagal Ginjal Kronik (GGK) 1.2.1 Pengertian GGK Gagal ginjal kronis (Chronic renal failure) adalah kerusakan ginjal progresifyang berakibat fatal dan ditandai dengan uremia (Urea dan limbah nitrogen lainnya yang beredar dalam darah serta komplikasinya jika tidak dilakukan dialisis atau transplantasi ginjal) (Nursalam, 2009). Gagal ginjal kronis adalah kegagalan fungsi ginjal untuk mempertahankan metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit akibat destruksi struktur ginjal yang progresif dengan manifestasi penumpukan sisa metabolit (Toksik uremik) di dalam darah (Muttaqin, 2011). 1.2.2 Etiologi Menurut Muttaqin (2011), begitu banyak kondisi klinis yang bisa menyebabkan terjadinya gagal ginjal kronis. Akan tetapi, apa pun sebabnya, respons yang terjadi adalah



penurunan fungsi ginjal secara progresif. Kondisi klinis yang memungkinkan dapat mengakibatkan Gagal Ginjal Kronis adalah: 1.2.2.1 Tekanan Darah Tinggi Hipertensi yang berlangsung lama dapat mengakibatkan perubahan-perubahan struktur pada arteriol diseluruh tubuh, ditandai dengan fibrosis dan hialinisasi (sklerosis) didinding pembuluh darah.Organ sasaran utama organ ini adalah jantung, otak, ginjal dan mata. Pada ginjal adalah akibat arterosklerosis ginjal akibat hipertensi lama menyebabkan nefrosklerosis benigna. Gangguan ini merupakan akibat langsung dari iskemia renal. Ginjal mengecil, biasanya simetris dan permukaan berlubang-lubang dan berglanula. Secara histology lesi yang esensial adalah sklerosis arteri kecil serta arteriol yang paling nyata pada arteriol eferen. Penyumbatan arteri dan arteriol akan menyebabkan kerusakan gloumerulus dan atrofi tubulus, sehingga seluruh nefron rusak (Price, 2005). 1.2.2.2 Gloumerulonefritis Gloumerulonefritis terjadi karena adanya peradangan pada gloumerulus yang diakibatkan karena adanya pengendapan kompleks antigen antibody.Reaksi peradangan digloumerulus menyebabkan pengaktifan komplemen, sehingga terjadi peningkatan aliran darah dan peningkatan permeabilitas kapiler gloumerulus dan filtrasi gloumerulus.Proteinprotein plasma dan sel darah merah bocor melalui glomerulus. Gloumerulonefritis dibagi menjadi dua yaitu: gloumerulonefritis akut adalah peradangan glomerulus secara mendadak, dan gloumerulonefritis kronik adalah peradangan yang lama dari sel-sel glomerulus (Price, 2005). 1.2.2.3 Lupus Eritematosus Sistemik (SLE) Nefritis lupus disebabkan oleh kompleks imun dalam sirkulasi yang terperangkap dalam membrane basalis gloumerulus dan menimbulkan kerusakan.Perubahan yang paling dini sering kali hanya mengenai sebagian rumbai gloumerulus atau hanya mengenai beberapagloumerulus yang tersebar (Price, 2005). 1.1.2.4 Penyakit Ginjal Polikistik Penyakit ginjal polikistik (PKD) ditandai dengan kista-kista multiple, bilateral,dan berekspansi yang lambat laun mengganggu dan menghancurkan parenkim ginjal normal akibat penekanan. Semakin lama ginjal tidak mampu mempertahankan fungsi ginjal, sehingga ginjal akan menjadi rusak (GGK) (Price, 2005). 1.1.2.5 Pielonefritis Pielonefritis adalah infeksi yang terjadi pada ginjal itu sendiri. Pielonefritis itu sendiri dapat bersifat akut atau kronik.Pielonefritis akut juga bisa terjadi melalui infeksi



hematogen.Pielonefritis kronik dapat terjadi akibat infeksi berulang-ulang dan biasanya dijumpai pada individu yang mengidap batu ginjal, obstruksi lain, atau repluks vesikoureter (Price, 2005). 1.1.2.6Diabetes Melitus Diabetes melitus adalah penyebab tunggal end stage renal disease (ESRD) atau penyakit renal tahap akhir yang tersering, berjumlah 30% hingga 40% dari semua kasus. Diabetes mellitus menyerang struktur dan fungsi ginjal dalam bentuk nefropati diabetik. Nefropati diabetik adalah istilah yang mencakup semua lesi yang terjadi diginjal pada diabetes mellitus (Price, 2005). Riwayat perjalanan nefropati diabetikum dari awitan hingga  ESRD dapat dibagi menjadi lima fase atau stadium: 1) Stadium 1 (fase perubahan fungsional dini) ditandai dengan hipertropi dan hiperventilasi ginjal, pada stadium ini sering terjadi peningkatan GFR yang disebabkan oleh banyak factor yaitu, kadar gula dalam darah yang tinggi, glucagon yang abnormal, efek rennin, angiotensin II danprostaglandin. 2) Stadium 2 (fase perubahan struktur dini) ditandai dengan penebalan membrane basalis kapiler glomerulus dan penumpukan sedikit demi sedikit penumpukan matriks mesangial. 3) Stadium 3 (Nefropati insipient) 4) Stadium 4 (nefropati klinis atau menetap) 5) Stadium 5 (Insufisiensi atau gagal ginjal progresif) 1.2.3 Patofisiologi Menurut Smeltzer (2001) patofisiologi gagal ginjal kronik dimulai dari fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah, maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia membaik setelah dialisis. Gangguan Klirens renal,banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari penurunan jumlah glomeruli yang berfungsi, yang menyebabkan penurunan klirens substansi darah yang seharusnya dibersihkan oleh ginjal. Penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR) dapat dideteksi dengan mendapatkan urin 24 jam untuk pemeriksaan klirens kreatinin. Menurunnya filtrasi glomerulus (Akibat tidak berfungsinya glomeruli) klirens kreatinin akan menurun dan kadar kreatinin serum akan meningkat.Selain itu, kadar nitrogen urea darah (BUN) biasanya meningkat. Kreatinin serum merupakan indikator yang paling sensitif dari fungsi renal karena substansi ini diproduksi secara konstan oleh tubuh.BUN tidak hanya



dipengaruhi oleh penyakit renal, tetapi juga oleh masukan protein dalam diet, katabolisme (Jaringan dan luka RBC), dan medikasi seperti steroid. Retensi cairan dan natrium, ginjal juga tidak mampu mengkonsentrasikan atau mengencerkan urin secara normal pada penyakit ginjal tahap akhir, respon ginjal yang sesuai terhadap perubahan masukan cairan dan elektrolit sehari-hari tidak terjadi. Klien sering menahan natrium dan cairan, meningkatkan resiko terjadinya edema, gagal jantung kongestif, dan hipertensi.Hipertensi juga dapat terjadi akibat aktivasi aksis renin angiotensin dankerjasama



keduanya



meningkatkan



sekresi aldosteron. Klien lain mempunyai



kecenderungan untuk kehilangan garam, mencetus risiko hipotensi dan hipovolemia. Episode muntah dan diare menyebabkan penipisan air dan natrium, yang semakin memperburuk status uremik. Asidosis, dengan semakin berkembangnya penyakit renal terjadi asidosis metabolik sering



denga



ketidakmampuan



ginjal



mengekskresikan



muatan



asam



yang



berlebihan.Penurunan sekresi asam terutama akibat ketidakmampuan tubulus ginjal untuk menyekresi amonia dan mengabsorpsi natrium bikarbonat. Penurunan ekskresi fosfat dan asma organik lain juga terjadi.Anemiaterjadi sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adekuat, memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi, dan kecenderungan untuk mengalami perdarahan akibat status uremik klien, terutama dari saluran gastrointestinal. Eritropoetin, suatu substansi normal yang diproduksi oleh ginjal, menstimulasi sum-sum tulang untuk menghasilkan sel darah merah. Pada gagal ginjal, produksi eritropoetin menurun dan anemia berat terjadi, disertai keletihan, angina, dan sesak napas. Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat, abnormalitas utama yang lain pada gagal ginjal kronis adalah gangguan metabolisme kalsium dan fosfat. Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan saling timbal balik, jika salah satunya meningkat maka yang lain akan turun. Menurunnya filtrasi melelui glomerulus ginjal, terdapat peningkatan kadar fosfat serum dan sebaliknya penurunan kadar serum kalsium. Penurunan kadar kalsium serum menyebabkan sekresi parathormon dari kelenjar paratiroid. Namun demikian, pada gagal ginjal tubuh berespons secara normal terhadap peningkatan sekresi parathormon dan akibatnya, kalsium ditulang menurun, menyebabkan perubahan pada tulang dan penyakit tulang. Selain itu, metabolit aktif vitamin D yang secara normal dibuat di ginjal menurun seiring dengan berkembang gagal ginjal. Penyakit tulang uremik, sering disebut osteodistrofi renal, terjadi dari perubahan kompleks kalsium, fosfat, dan keseimbangan parathormon. Laju



penurunan fungsi ginjal dan perkembangan gagal ginjal kronis berkaitan dengan gangguan yang mendasari, ekskresi protein dalam urin, dan adanya hipertensi. Klien yang mengekskresikan secara signifikan sejumlah protein atau mengalami peningkatan tekanan darah cenderung akan cepat memburuk dari pada mereka yang tidak mengalami kondisi ini. Menurut Muhammad (2012) tahap-tahap gagal ginjal kronik, pada tahap awal gagal ginjal kronik ditandai dengan adanya penurunan cadangan ginjal, kemudian terjadi indufisiensi ginjal, gagal ginjal dan tahap akhir penyakit ini diakhiri dengan uremia. Berikut tahap-tahap perkembangan penyakit gagal ginjal kronis selengkapnya: 1) Stadium I (Penurunan Cadangan Ginjal/Faal Ginjal antara 40-75%). Pada tahap ini, ada beberapa hal yang terjadi dalam tubuh penderita, diantaranya: sekitar 40-75% nefron tidak berfungsi, laju flitrasi glomerulus 40-50% normal, BUN dan kreatinin serum masih normal, klien asimtomatik. Tahap ini merupakan tahap perkembangan penyakit ginjal yang paling ringan, karena faal ginjal masih dalam kondisi baik. Oleh karena itu, penderita juga belum merasakan gejala apapun. Bahkan, hasil pemeriksaan laboraturium menunjukan bahwa faal ginjal masih berada dalam batas normal.Selain itu, kreatinin serum dan kadar BUN (Blood urea nitrogen) masih berada dalam batas normal dan penderita asimtomatik. Gangguan fungsi ginjal baru diketahui setelah klien diberi beban kerja yang berat, seperti tes pemekatan kemih dalam waktu lama atau melalui tes GFR dengan teliti. 2) Stadium II (Indufisiensi Ginjal/Faal Ginjal antara 20-50%). Pada tahap ini, beberapa hal yang terjadi dalam tubuh penderita, diantaranya: sekitar 75-80% nefron tidak berfungsi, laju filtrasi glomerulus 20-40% normal, BUN dan kreatinin serum mulai meningkat, anemia dan azotemia ringan, nokturia dan poliuria. Pada tahap ini, penderita masih dapat melakukan tugas-tugas seperti biasa, walaupun daya dan konsentrasi ginjal menurun. Pengobatan harus dilakukan dengan cepat untuk mengatasi kekurangan cairan, kekurangan garam, dan gangguan jantung. Selain itu, penderita juga harus diberi obat untuk mencegah gangguan faal ginjal. Apabila langkah-langkah ini dilakukan dengan cepat dan tepat, perkembangan penyakit ginjal yang lebih berat pun dapat dicegah.Pada stadium ini, lebih dari 75% jaringan ginjal yang berfungsi telah rusak. Selain itu, kadar BUN dan kreatinin serum juga mulai meningkat melampaui batas normal. 3) Stadium III (Gagal Ginjal/Faal Ginjal Kurang dari 10%). Pada tahap ini, beberapa hal yang terjadi dalam tubuh penderita, diantaranya: laju filtrasi glomerulus 10-20% normal, BUN dan kreatinin serum meningkat, anemia, azotemia, dan asidosis metabolik, poliuria dan nokturia, gejala gagal ginjal.Pada tahap ini, penderita merasakan beberapa gejalan,



antara lain mual, muntah, nafsu makan berkurang, sesak napas, pusing, sakit kepala, air kemih berkurang, kurang tidur, kejang-kejang, dan mengalami penurunan kesadaran hingga koma. Oleh karena itu, penderita tidak dapat melakukan tugas sehari-hari. 4) Stadium IV (End-stage Renal Disease/ESRD). Pada tahap ini, beberapa hal yang terjadi dalam tubuh penderita, diantaranya: lebih dari 85% nefron tidak berfungsi, laju filtrasi glomerulus kurang dari 10% normal, BUN dan kreatinin tinggi, anemia, azotemia, dan asidosis metabolik, berat jenis urine tetap 1,010, oliguria, gejala gagal ginjal.Pada stadium akhir, kurang lebih 90% massa nefron telah hancur. Nilai GFR 10% dibawah batas normal dan kadar kreatinin hanya 5-10 ml/menit, bahkan kurang dari jumlah tersebut. Selain itu, peningkatan kreatinin serum dan kadar BUN juga meningkat secara mencolok.Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita tidak sanggup mempertahankan homeostatis cairan dan elektrolit didalam tubuh. Biasanya, penderita menjadi oliguria (Pengeluaran kemih kurang dari 500 ml/hari karena kegagalan glomerulus). Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita harus mendapatkan pengobatan dalam bentuk transplantasi ginjal atau dialisis.



1.2.4 Manifestasi Klinis



Menurut Smeltzer (2001) manifestasi klinis gagal ginjal kronik yaitu: 1.2.4.1 Kardiovaskuler Hipertensi, pitting edema (kaki, tangan, sakrum), edema periorbital, pembesaran vena leher. 1.2.4.2 Integumen



Warna kulit abu-abu mengkilat, kulit kering bersisik, pruritus, ekimosis, kuku tipis dan rapuh, rambut tipis dan kasar. 1.2.4.3 Pulmoner Krekels, sputum kental, napas dangkal, pernapasan kussmaul. 1.2.4.4 Gastrointestinal Napas berbau amoniak, ulserasi dan perdarahan pada mulut, anoreksia, mual dan muntah, konstipasi dan diare, perdarahan dari saluran gastrointestinal. 1.2.4.5 Neurologi Kelemahan dan keletihan, konfusi, disorientasi, kejang, kelemahan pada tungkai, rasa panas pada telapak kaki, perubahan perilaku. 1.2.4.6 Muskuloskeletal Kram otot, kekakuan otot hilang, dan fraktur tulang. 1.2.4.7 Reproduktif Amenore, dan atrofi testikuler. 1.2.5 Komplikasi Menurut Smeltzer (2001), komplikasi gagal ginjal kronik yang memerlukan pendekatan kolaboratif dalam perawatan mencakup: 1.2.5.1 Hiperkalemia Diakibatkan penurunan ekskresi, asidosis metabolik, katabolisme, dan masukan diet berlebihan. 1.2.5.2 Perikarditis Efusi perikardial, dan temponade jantung akibat retensi produk sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat. 1.2.5.3 Hipertensi Disebabkan oleh retensi cairan dan natrium, serta malfungsi sistem renin angioaldosteron.



1.2.5.4 Anemia Disebabkan oleh penurunan eritroprotein, rentang usia sel darah merah, dan pendarahan gastrointestinal akibat iritasi oleh toksin, dan kehilangan darah selama hemodialisa. 1.2.5.5 Penyakit Tulang Hal ini disebabkan oleh retensi fosfat kadar kalium serum yang rendah, metabolisme vitamin D, abnormal, dan peningkatan kadar aluminium.



1.2.6 Pemeriksaan Diagnostik Menurut Muttaqin (2011), pemeriksaan diagnostik pada klien dengan gagal ginjal kronik adalah: 1) Laju Endap Darah: meninggi yang diperberat oleh adanya anemia,dan hipoalbuminemia. Anemia normositer normokrom, dan jumlah retikulosit yang rendah. 2) Uremia dan kreatinin: meninggi, biasanya perbandingan antara ureum dan kreatinin kurang lebih 20:1. Ingat perbandingan bisa meninggi oleh karena perdarahan saluran cerna, demam, luka bakar luas, pengobatan steroid, dan obstruksi saluran kemih. Perbandingan ini berkurang: ureum lebih kecil dari kreatinin, pada diet rendah protein, dan tes Klirens Kreatinin yang menurun. 3) Hiponatremia: umumnya karena kelebihan cairan. Hiperkalemia: biasanya terjadi pada gagal ginjal lanjut bersama dengan menurunnya diuresis. 4) Hipokaslemia dan hiperfosfatemia: terjadi karena berkurangnya sintesis vitamin D3 pada GGK. 5) Peninggian gula darah, akibat gangguan metabolisme karbohidrat pada gagal ginjal (Resistensi terhadap pengaruh insulin pada jaringan perifer). 6) Hipertrigliserida, akibat gangguan metabolisme lemak, disebabkan peninggian hormon insulin dan menurunya lipoprotein lipase. 7) Asidosis metabolik dengan kompensasi respirasi menunjukan pH yang menurun, BE yang menurun disebabkan retensi asam-asam organik pada gagal ginjal. 8) Foto polos abdomen. Untuk menilai bentuk dan besar ginjal (Adanya batu atau adanya suatu obstruksi). Dehidrasi akan memperburuk keadaan ginjal, oleh sebab itu penderita diharapkan tidak puasa. 9) Intra Vena Pielografi (IVP). Untuk menilai sistem pelviokalises dan ureter. Pemeriksaan ini mempunyai risiko penurunan faal ginjal pada keadaan tertentu, misalnya: usia lanjut, diabetes melitus, dan nefropati asam urat. 10) USG. Untuk menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkim ginjal, kepadatan parenkim ginjal, anatomi sistem pelviokalises, ureter proksimal, kandungan kemih, dan prostat. 11) Renogram. Untuk menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi dari gangguan (Vaskular, parenkim, ekskresi), serta sisa fungsi ginjal. 12) EKG. Untuk melihat kemungkinan: hipertropi ventrikel kiri, tanda-tanda perikarditis, aritmia, gangguan elektrolit (Hiperkalemia).



1.2.7 Penatalaksanaan Medis Menurut Muttaqin (2011), tujuan dari penatalaksanaan medis pada klien dengan gagal ginjal kronik untuk menjaga keseimbangan cairan elektrolit dan mencegah komplikasi. 1.2.7.1 Dialisis Dialisis dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi gagal ginjal yang serius, seperti hiperkalemia, perikarditis dan kejang. Dialisis memperbaiki abnormalitas biokimia; menyebabkan cairan, protein, dan natrium dapat dikonsumsi secara bebas; menghilangkan kecenderungan perdarahan dan membantu penyembuhan luka. 1.2.7.2 Koreksi hiperkalemi Mengendalikan kalium darah sangat penting karena hiperkalemi dapat menimbulkan kematian mendadak. Hal yang pertama harus diingat adalah jangan menimbulkan hiperkalemia. Selain dengan pemeriksaan darah, hiperkalemia juga dapat di diagnosis dengan EEG dan EKG. Bila terjadi hiperkalemia, maka pengobatannya adalah dengan mengurangi intake kalium, pemberian Na Bikarbonat, dan pemberian infus glukosa. 1.2.7.3 Koreksi anemia Usaha pertama harus di tunjukan untuk mengatasi faktor defisiensi, kemudian mencari apakah ada perdarahan yang mungkin dapat diatasi. Pengendalian gagal ginjal



pada



keseluruhan akan dapat meninggikan Hb. Transfusi darah hanya dapat diberikan bila ada indikasi yang kuat, misalnya ada insufisiensi koroner. 1.2.7.4 Koreksi asidosis Pemberian asam melalui makanan dan obat-obatan harus di hindari.natrium bikarbonat dapat di berikan peroral atau perenteral. Pada permulaan 100 mEq natrium bikarbonat diberi intravena perlahan-lahan, jika diperlukan dapat diulang. Hemodialisis dan dialisis peritoneal dapat juga mengatasi asidosis. 1.2.7.5 Pengendalian hipertensi Pemberian obat beta bloker, alpa metildopa, dan vasodilator dilakukan mengurangi intake garam dalam mengendalikan hipertensi harus hati-hati karena tidak semua gagal ginjal disertai retensi natrium. 1.2.7.6 Transplantasi ginjal Dengan pencangkokan ginjal yang sehat ke klien GGK, maka seluruh faal ginjal dengan ginjal yang baru.



1.2.8 Penatalaksanaan Keperawatan Menurut Price (2005) prinsip-prinsip dasar penatalaksanaan konservatif sangat sederhana dan didasarkan pada pemahaman mengenai batas-batas ekskresi yang dapat dicapai oleh ginjal yang terganggu. Selain itu, terapi diarahkan pada pencegahan dan pengobatan komplikasi yang terjadi, yaitu: 1.2.8.1 Pengaturan diet protein Pengaturan diet penting sekali pada pengobatan gagal ginjal kronik. Pembatasan asupan protein telah terbukti menormalkan kembali kelainan dan memperlambat terjadinya gagal ginjal. Kemungkinan mekanisme yang terkait dengan fakta bahwa asupan rendah protein mengurangi beban ekskresi sehingga menurunkan hiperfiltrasi glomerulus, tekanan intraglomerulus, dan cedera sekunder pada nefron intak. 1.2.8.2 Pengaturan diet kalium Hiperkalemia umumnya menjadi masalah dalam gagal ginjal lanjut, dan juga menjadi penting untuk membatasi asupan kalium dalam diet. Tindakan yang harus dilakukan adalah dengan tidak memberikan obat-obatan atau makanan yang tinggi kandungan kalium. Makanan atau obat-obatan ini mengandung tambahan garam (Yang mengandung amonium klorida dan kalium klorida), ekspektoran, kalium sitrat, dan makanan seperti sup, pisang dan jus buah murni. Pemberian makanan atau obat-obatan yang tidak diperkirakan akan menyebabkan hiperkalemia yang berbahaya. 1.2.8.3 Pengaturan diet natrium dan cairan Pengaturan Natrium dalam diet memiliki arti penting dalam gagal ginjal. Asupan yang terlalu bebas dapat menyebabkan terjadinya retensi cairan, edema perifer, edema paru, hipertensi, dan gagal jantung kongestif. Asupan cairan membutuhkan regulasi yang hati-hati dalam gagal ginjal lanjut, karena rasa haus klien merupakan panduan yang tidak dapat diyakini mengenai keadaan hidrasi klien. Asupan yang terlalu bebas dapat menyebabkan kelebihan beban sirkulasi, edema, dan intoksikasi cairan. Asupan yang kurang optimal dapat menyebabkan dehidrasi, hipotensi, dan pemburukan fungsi ginjal. Aturan umum untuk asupan cairan adalah keluaran urine dalam 24 jam lebih dari 500 ml. 1.3 Manajemen Keperawatan 1.2.1 Pengkajian Pengkajian adalah upaya pengumpulan data secara lengkap dan sistematis terhadap masyarakat untuk dikaji dan dianalisis sehingga masalah kesehatan yang dihadapi oleh masayarakat baik individu, keluarga atau kelompok yang menyangkut permasalahan pada fisiologis, psikologis, sosial ekonomi, maupun spiritual dapat ditentukan. Dalam tahap



pengkajian ini terdapat lima kegiatan yaitu: pengumpulan data, pengolahan data, analisis data, perumusan atau penentuan masalah kesehatan dan prioritas masalah (Mubarak, 2006). Menurut teori Muttaqin, (2011) pengkajian yang ditemukan pada GGK yaitu: 1. Pengkajian Primer a. Airway -



Lidahjatuhkebelakang



-



Adanya secret b. Brithing



-



pasiensesaknafas dan mudahletih



-



pernafasankusmul



-



dispnea



-



nafasberbauanomiac



c. Circulation -



Td meningkat



-



NadiKuat



-



Disretmia



-



AdanyapeingkatanJvp



-



Terdapatodema



-



Capillary refil>3 detik



-



Akraldingin



d. Disability -



Gcsmenururunbahkankoma



-



Kelelahan dan keletihan



-



Disorientasi



-



Kejang



-



Kelemahan pada tungkai



-



A: Allert- Sadarpenuh



-



V: Voice respon- beresponterhadapsuara



-



P: pain Respons- bereponterhadapransangannyeri



-



U: Unresponsip- Kesadaranmnurun, tidakmeresponsuara dan nyeri



1.2.1.1 Keluhan utama Keluhan utama yang didapat biasanya bervariasi, mulai dari urine output sedikit sampai tidak dapat BAK, gelisah sampai penurunan kesadaran, tidak



selera makan



(anoreksia), mual muntah, mulut terasa kering, rasa lelah, napas berbau (ureum) dan gatal pada kulit. 1.2.1.2 Riwayat kesehatan sekarang Kaji onset menurun urine output, penurunan kesadaran, perubahan pola napas, kelemahan fisik, adanya perubahan kulit, adanya napas berbau ammonia dan perubahan pemenuhan nutrisi. Kaji sudah kemana saja klien meminta pertolongan untuk mengatasi masalahnya dan mendapat pengobatan apa. 1.2.1.3 Riwayat kesehatan dahulu Kaji adanya riwayat penyakit gagal ginjal akut, infeksi saluran kemih, payah jantung, penggunaan obat-obat nefrotoksik, Benign Prostatic Hyperplasia dan prostatektomi.Kaji adanya riwayat penyakit batu saluran kemih, infeksi system perkemihan yang berulang, penyakit diabetes mellitus dan penyakit hipertensi pada masa sebelumnya yang menjadi predisposisi penyebab.Penting untuk dikaji mengenai riwayat pemakaian obat-obatan masa lalu dan adanya riwayat alergi terhadap jenis obat kemudian dokumentasikan. 1.2.1.4 Psikososial Adanya perubahan fungsi struktur tubuh dan adanya tindakan dialisis akan menyebabkan



penderita



mengalami



gangguan



pada



gambaran



diri.



Lamanya



perawatan.Banyaknya biaya perawatan dan pengobatan menyebabkan klien mengalami kecemasan, gangguan konsep diri (gambaran diri) dan gangguan peran dan keluarga (self esteem). 1.2.1.5 Pemeriksaan Fisik 1) Keadaan umum dan TTV Keadaan umumklien lemah dan terlihat sakit berat. Tingkat kesadaran menurun sesuai dengan tingkat uremia dimana dapat mempengaruhi system saraf pusat.Pada TTV sering didapatkan adanya perubahan; RR meningkat.Tekanan darah terjadi perubahan dari hipertensi ringan sampai berat. (1) B1 (Breathing).Klien bernapas dengan bau urine (fetor uremik) sering didapatkan pada fase ini. Respon uremia didapatkan adanya pernapasan Kussmaul. Pola napas cepat dan dalam merupakan upaya untuk melakukan pembuangan karbon dioksida yang menumpuk di sirkulasi. (2) B2 (Blood).Pada kondisi uremia berat, tindakan auskultasi perawat akan menemukan adanya friction rub yang merupakan tanda khas efusi pericardial. Didapatkan tanda dan gejala gagal jantung kongestif, TD meningkat, akral dingin, CRT > 3 detik,



palpitasi, nyeri dada atau angina dan sesak napas, gangguan irama jantung, edema penurunan perfusi perifer sekunder dari penurunan curah jantung akibat hiperkalemi, dan gangguan konduksi elektrikal otot ventrikel.Pada system hematologi sering didapatkan adanya anemia. Anemis sebagai akibat dari penurunan produksi eritropoetin, lesi gastrointestinal uremik, penurunan usia sel darah merah dan kehilangan darah, biasanya dari saluran GI, kecenderungan mengalami perdarahan sekunder dari trombositopenia. (3) B3 (Brain).Didapatkan penurunan tingkat kesadaran, disfungsi serebral, seperti perubahan proses pikir dan disorientasi. Klien sering didapatkan adanya kejang, adanya neuropati perifer, burning feet syndrome, restless leg syndrome, kram otot dan nyeri otot. (4) B4 (Bladder).Penurunanurine output 600 ml/hari.



Intervensi Rasional 1. Kaji status cairan 1. Pengkajian merupakan dasar dan data 1) Timbang berat badan harian dasar berkelanjutan untuk memantau 2) Keseimbangan masukan dan perubahan dan mengevaluasi haluaran intervensi 3) Turgor kulit dan adanya edema. 4) Distensi vena leher 5) Tekanan darah, denyut dan irama nadi. 2. Batasi masukan cairan 2. Pembatasan cairan akan menentukan berat badan ideal, haluaranurin, dan respon terhadap alergi 3. Identifikasi sumber potensial 3. Sumber kelebihan cairan yang tidak cairan: diketahui dapat diidentifikasi Medikasi dan cairan yang di gunakan dan makanan 4. Jelaskan pada klien dan keluarga 4. Pemahaman meningkatkan kerjasama rasional pembatasan cairan klien dan keluarga dalam pembatasan cairan 5. Bantu klien dalam menghadapi 5. Kenyamanan klien meningkatkan ketidaknyamanan akibat kepatuhan terhadap pembatasan diet pembatasan cairan 6. Tingkatkan dan dorong higiene 6. Hygiene oral mengurangi kekeringan oral dengan sering membran mukosa mulut. 4. Potensial komplikasi (hipoglikemi) berhubungan dengan penurunankadar gula dalam darah Tujuan



: Hipoglikemi tidak terjadi.



Kriteria Hasil



: Kadar gula> 70 mg/dl, kulit tidak pucat, tanda-tanda vital dalam batas normal, tidak terdapat gejala takikardia.



Intervensi Rasional 1. Pantau kadar gula sebelum pemberian 1. Mengetahui perkembangan obat hipoglikemi kadar gula dalam darah 2. Pantau tanda dan gejala hipoglikemi 2. Mengetahui lebih awal bila terjadi hipoglikemi 3. Jika klien dapat menelan berikan jus 3. Pertolongan pertama dalam jeruk, cola atau jahe setiap 15 menit mengatasi penurunan kadar gula sampai kadar gula meningkat di atas 69 darah agar tidak terjadi mg/dl hipoglikemi 4. Jika klien tidak dapat menelan lakukan 4. Untuk meningkakan kadar gula



kolaborasi pemberian glucagon SC atau darah 50 ml glukosa 50% IV 5. Periksa kadar gula darah setelah satu 5. Mengetahui perkembangan yang jam pemberian terapi glukosa terjadi setelah diberikan terapi 6. Konsul dengan ahli gizi untuk pemberian 6. Meningkatkan kebutuhan nutrisi kudapan atau karbohidrat yang lebih kompleks. 5. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual dan muntah, pembatasan diet, dan perubahan membran mukosa mulut. Tujuan



: Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat.



Kriteria hasil



: Asupan nutrisi tubuh klien terpenuhi dengan baik.



Intervensi 1. Kaji status nutrisi: 1) Perubahan berat badan. 2) Pengukuran antropometrik. 3) Nilai laboratorium normal (elektrolit serum,BUN, kreatinin, protein, tranferin, dan kadar besi). 2. Kaji pola diet nutrisi klien: 1) Riwayat diet. 2) Makanan kesukaaan. 3) Hitung kalori 3. Kaji faktor yang berperan dalam merubahmasukan nutrisi: 1) Anoreksia, mual atau muntah. 2) Diet yang tidak menyenangkan bagi klien. 3) Depresi. 4) Kurang memahami pembatasan diet. 5) Stomatitis. 4. Menyediakan makanan kesukaan klien dalam batas-batas diet. 5. Tingkatkan masukan protein yang mengandung nilai biologis tinggi: telur, produk susu, daging 6. Anjurkan camilan tinggi kalori, rendah protein, rendah natrium diantara waktu makan 7. Ubah jadwal medikasi sehingga medikasi ini tidak segera diberikan sebelum makan 8. Jelaskan rasional pembatasan diet dan hubungannya dengan penyakit ginjal dan peningkatan urea dan kadar kreatinin.



Rasional 1. Menyediakan data dasar untuk memantau perubahan dan mengevaluasi intervensi



2. Pola diet dahulu dan sekarang dapat dipertimbangkan dalam menyusun menu 3. Menyediakan informasi mengenal faktor lain yang dapat diubah atau dihilangkan untuk meningkatkan masukan diet.



4. Mendorong peningkatan masukan diet. 5. Protein lengkap di berikan untuk mencapai keseimbangan nitrogen yang di perlukan untuk pertumbuhan dan penyembuhan 6. Mengurangi makanan dari protein yang dibatasi dan menyediakan kalori untuk energi 7. Ingesti medikasi sebelum makan menyebabkan anoreksia dan rasa kenyang 8. Meningkatkan pemahaman klien tentang hubungan antara diet, urea, kadar kreatinin dengan penyakit renal.



9. Sediakan daftar makanan yang 9. Daftar yang dibuat menyediakan dianjurkan secara tertulis dan pendekatan positif terhadap anjuran untuk memperbaiki rasa pembatasan diet dan merupakan tanpa menggunakan natrium dan referensi untuk klien dan keluarga kalium. yang dapat digunakan dirumah. 10 Ciptakan lingkungan yang 10. Faktor yang tidak menyenangkan menyenangkan selama waktu yang berperan dalam menimbulkan makan. anoreksia dihilangkan. 11 Timbang berat badan harian. 11. Untuk memantau status cairan dan nutrisi. 6. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan uremia. Tujuan



: Tidak terjadi kerusakan integritas kulit.



Kriteria hasil



: Kulit tidak lecet, kulit lembab, dan kulit klien tidak gatal.



Intervensi 1. Inspeksi kulit terhadap perubahan warna, turgor, perhatikan kemerahan, eksoriasi. 2. Kaji keadaan kulit terhadap kemerahan dan adanya eksoriasi



3. Ganti posisi tiap 2 jam sekali beri bantalan pada tonjolan tulang, pelindung siku dan tumit



Rasional 1. Menandakan area sirkulasi buruk, yang dapat menimbulkan dekubitus 2. Sirkulasi darah yang kurang menyebabkan kulit mudah rusak dan memudahkan timbulnya dekubitus/infeksi. 3. Mengurangi/menurunkan tekanan pada daerah yang edema. Daerah yang perfusinya kurang baik untuk mengurangi/menurunkan iskemia jaringan 4. Kulit yang basah terus-menerus memicu terjadinya dekubitus 5. Mencegah iritasi kulit dan meningkatkan evaporasi



4. Jaga keadaan kulit tetap kering dan bersih 5. Anjurkan pada klien untuk menggunakan pakaian tipis dan kering yang menyerap keringat dan bebas keriput 6. Anjurkan klien gunakan kompres 6. Menghilangkan ketidaknyamanan lembab dan dingin dan menurunkan resiko cedera 7. Kolaborasi dalam pemberian foam 7. Mencegah penekanan yang terlalu dan tempat tidur angin lama pada jaringan yang dapat membatasi perfusi seluler, sehingga dapat mengurangi iskemik jaringan 7. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia, retensi produk sampah dan prosedur dialisis. Tujuan



: Berpatisipasi dalam aktivitas yang dapat ditoleransi.



Kriteria hasil



: Klien dapat berpartisipasi dalam aktivitas yang dapat dilakukan sendiri.



Intervensi 1. Kaji faktor yang menimbulkan keletihan: 1) Anemia. 2) Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit. 3) Retensi produk sampah. 4) Depresi. 5) 2. Tingkatkan kemandirian dalam aktivitas perawatan diri yang dapat di toleransi; bantu jika keletihan terjadi. 3. Anjurkan aktivitas alternatif sambil istirahat



4. Anjurkan untuk setelah dialisis.



Rasional 1. Menyediakan informasi indikasi tingkat keletihan



2. Meningkatkan ringan/sedang harga diri



dan



tentang



aktivitas memperbaiki



3. Mendorong latihan dan aktivitas dalam batas-batas yang dapat ditoleransi dan istirahat yang adekuat 4. Istirahat yang adekuat di anjurkan setelah dialisis, yang bagi banyak klien sangat melelahkan



beristirahat



8. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif, pemasangan jarum infus dan jarum cimino/hemodialisa Tujuan



: Klien tidak mengalami infeksi.



Kriteria hasil



: Leukosit dalam batas normal dan klien tidak mengalami infeksi.



Intervensi 1. Lakukan teknik aseptik saat 1. melakukan tindakan invasif baik itu infus dan jarum cimino (Jarum hemodialisa). 2. Observasi tanda-tanda vital 2.



Rasional Tindakan aseptik merupakan tindakan preventif terhadap kemungkinan terjadi infeksi.



Menetapkan data dasar klien, terjadi peradangan dapat di ketahui dari penyimpangan tanda-tanda vital 3. Mengetahui tanda- tanda infeksi rubor, dolor, kalor, tumor dan fungsio laesa.



3. Observasi daerah pemasangan infus dan jarum cimino (Jarum hemodialisa) apakah adanya tanda-tanda infeksi 9. Gangguan harga diri berhubungan dengan ketergantungan, perubahan peran, perubahan pada citra diri dan disfungsi seksual. Tujuan



: Memperbaiki konsep diri.



Kriteria hasil



: Mekanisme koping yang diterapkan positif dan klien tidakrendah diri. Intervensi



Rasional



1. Kaji respon dan reaksi klien dan 1. Menyediakan data tentang masalah keluarga terhadap penyakit dan pada klien dan keluarga terhadap penanganan penyakit dan penanganan 2. Kaji hubungan antara klien dengan 2. Penguatan dan dukungan terhadap anggota keluarga terdekat klien diidentifikasi 3. Kaji pola koping klien dan anggota 3. Pola koping yang telah efektif di keluarga masa lalu mungkin potensial destruktif ketika memandang pembatasan yang ditetapkan akibat penyakit dan penanganan 4. Ciptakan diskusi terbuka tentang 4. Klien dapat mengidentifikasi perubahan yang terjadi akibat masalah dan langkah-langkah yang penyakit dari penanganan: diperlukan untuk menghadapinya 1) Perubahan peran. 2) Perubahan gaya hidup. 3) Perubahan dalam pekerjaan. 4) Perubahan seksual. 5) Ketergantungan pada tim tenaga kesehatan. 5. Gali cara alternatif untuk ekspresi 5. Bentuk alternatif ekspresi seksual seksual lain selain hubungan dapat diterima. seksual. 6. Diskusikan peran memberi dan 6. Seksualitas mempunyai arti yang menerima cinta, kehangatan, dan berbeda bagi tiap individu, kemesraan tergantung pada tahap maturitasnya 10. Kurang pengetahuan tentang kondisi dan penanganan. Tujuan



: Meningkatkan pengetahuan mengenal kondisi dan penanganan yang bersangkutan.



Kriteria hasil



: Klien mengetahui tentang kondisi dan penanganan yang diberikan dan terpenuhinya informasi kesehatan.



Intervensi 1. Kaji pemahaman mengenai penyebab gagal ginjal, konsekuensinya, dan penanganannya: 1) Penyebab gagal ginjal klien. 2) Pengertian gagal ginjal. 3) Pemahaman tentang fungsi renal. 4) Hubungan antara cairan, pembatasan diet dengan gagal ginjal. 5) Rasional penanganan (Hemodialisis, dialisis



Rasional 1. Merupakan instruksi dasar untuk penjelasan dan penyuluhan lebih lanjut.



peritoneal, transplantasi). 2. Jelaskan fungsi renal dan konsekuensi gagal ginjal sesuai dengan tingkat pemahaman dan kesiapan klien untuk belajar



3. Bantu klien untuk mengidentifikasi cara-cara untuk memahami berbagai perubahan akibat penyakit dan penanganan yang mempengaruhi hidupnya. 4. Sediakan informasi baik tertulis maupun secara oral dengan tepat tentang: 1) Fungsi dan kegagalan renal. 2) Pembatasan cairan dan diet. 3) Medikasi. 4) Melaporkan masalah, tanda dan gejala. 5) Jadwal tindak lanjut. 6) Sumber dikomunitas. 7) Pilihan terapi.



2. Klien dapat belajar tentang gagal ginjal dan penanganan setelah mereka siap untuk memahami dan menerima diagnosis dan konsekuensinya. 3. Klien dapat melihat bahwa kehidupannya tidak harus berubah akibat penyakit.



4. Klien memiliki informasi yang dapat digunakan untuk klarifikasi selanjutnya di rumah



1.2.3 Implementasi Implementasi merupakan komponen dari proses keperawatan, adalah kategori dari perilaku keperawatan dimana tindakan yang digunakan untuk mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan dilakukan dan diselesaikan. Implementasi dilakukan sesuai dengan rencana keperawatan yang telah dibuat sebelumnya berdasarkan masalah keperawatan yang ditemukan dalam kasus, dengan menuliskan waktu pelaksanaan dan respon klien (Patricia A. Potter, 2005). 1.2.4 Evaluasi Evaluasi merupakan  langkah  terakhir  dari  proses  perawatan dengan cara melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak. Dalam melakukan evaluasi perawat seharusnya memiliki pengetahuan dan kemampuan dalam memahami



respon



terhadap



intervensi



keperawatan,



kemampuan



menggambarkan



kesimpulan tentang tujuan yang dicapai serta kemampuan dalam menghubungkan tindakan keperawatan pada kriteria hasil.Evaluasi menentukan respons klien terhadap tindakan keperawatan dan seberapa jauh tujuan perawatan telah terpenuhi (Patricia A. Potter, 2005).



1.3 Konsep Dasar Hemodialisa 1.3.1 Pengertian Dialisis merupakan suatu proses yang digunakan untuk mengeluarkan cairan dan produk limbah dari dalam tubuh ketika ginjal tidak mampu melaksanakan fungsi tersebut. Pada dialisis, molekul solut berdifusi lewat membran semipermeabel dengan cara mengalir dari sisi cairan yang lebih pekat (konsentrasi solut lebih tinggi) ke cairan yang lebih encer (konsentrasi solut lebih rendah). Cairan mengalir lewat membran semipermeabel dengan cara osmosis atau ultrafiltrasi (aplikasi tekakan eksternal pada membran). Membran semipermeabel adalah lembar tipis, berpori-pori terbuat dari selulosa atau bahan sintetik. Ukuran pori-pori membran memungkinkan difusi zat dengan berat molekul rendah seperti urea, kreatinin, dan asam urat berdifusi. Molekul air juga sangat kecil dan bergerak bebas melalui membran, tetapi kebanyakan protein plasma, bakteri, dan sel-sel darah terlalu besar untuk melewati pori-pori membran. Perbedaan konsentrasi zat pada dua kompartemen disebut gradien konsentrasi. Hemodialisa merupakan suatu proses yang digunakan pada pasien dalam keadaan sakit akut dan memerlukan terapi dialisis jangka pendek (beberapa hari hingga beberapa minggu) atau pasien dengan penyakit ginjal stadium terminal yang membutuhkan terapi jangka panjang atau terapi permanen. Sehelai membran sintetik yang semipermeabel menggantikan glomerolus serta tubulus renal dan bekerja sebagai filter bagi ginjal yang terganggu fungsinya. 1.3.2 Sistem ginjal buatan 1) Membuang produk metabolisme protein seperti urea, kreatinin, dan asam urat. 2) Membuang kelebihan air dengan mempengaruhi tekanan banding antara darah dan bagian cairan, biasanya terdiri atas tekanan positif dalam arus darah dan tekanan negatif (penghisap) dalam kompartemen dialisat (proses ultrafiltrasi). 3) Mempertahankan dan mengembalikan system buffer tubuh. 4) Mempertahankan atau mengembalikan kadar elektrolit tubuh. 1.3.3 Tujuan hemodialisa Tujuan hemodialisa adalah untuk mengambil zat-zat nitrogen yang toksik dari dalam darah dan mengeluarkan air yang berlebih. Pada hemodilisa, aliran darah yang penuh dengan toksin dan limbah nitrogen dialihkan dari tubuh pasien ke dialiter tempat darah tersebut dibersihkan dan kemudian dikembalikan lagi ke tubuh pasien. 1) Penyakit dalam (Medikal)



(1) ARF-



pre



renal/renal/post



renal,



apabila



pengobatan



konvensional



gagal



mempertahankan RFT normal. (2) CRF, ketika pengobatan konvensional tidak cukup (3) Snake bite (4) Keracunan (5) Malaria falciparum fulminant (6) Leptospirosis 2) Ginekologi (1) APH (2) PPH (3) Septic abortion 3) Indikator biokimiawi yang memerlukan tindakan hemodialisa (1) Peningkatan BUN > 20-30 mg%/hari (2) Serum kreatinin > 2 mg%/hari (3) Hiperkalemia (4) Overload cairan yang parah (5) Odem pulmo akut yang tidak berespon dengan terapi medis Pada CRF: 1. BUN > 200 mg% 2.



Creatinin > 8 mg%



3.



Hiperkalemia



4.



Asidosis metabolik yang parah



5.



Uremic encepalopati



6.



Overload cairan



7.



Hb: < 8 gr% – 9 gr% siap-siap tranfusi



1.3.4 Peralatan 1) Dialiser atau Ginjal Buatan Komponen ini terdiri dari membran dialiser yang memisahkan kompartemen darah dan dialisat. Dialiser bervariasi dalam ukuran, struktur fisik dan tipe membran yang digunakan untuk membentuk kompartemen darah. Semua factor ini menentukan potensi efisiensi dialiser, yang mengacu pada kemampuannya untuk membuang air (ultrafiltrasi) dan produk-produk sisa (klirens). 2) Dialisat atau Cairan dialysis



Dialisat atau “bath” adalah cairan yang terdiri atas air dan elektrolit utama dari serum normal. Dialisat ini dibuat dalam system bersih dengan air keran dan bahan kimia disaring. Bukan merupakan system yang steril, karena bakteri terlalu besar untuk melewati membran dan potensial terjadinya infeksi pada pasien minimal. Karena bakteri dari produk sampingan dapat menyebabkan reaksi pirogenik, khususnya pada membran permeable yang besar, air untuk dialisat harus aman secara bakteriologis. Konsentrat dialisat biasanya disediakan oleh pabrik komersial. Bath standar umumnya digunakan pada unit kronis, namun dapat dibuat variasinya untuk memenuhi kebutuhan pasien tertentu. 3) Sistem Pemberian Dialisat Unit pemberian tunggal memberikan dialisat untuk satu pasien: system pemberian multiple dapat memasok sedikitnya untuk 20 unit pasien. Pada kedua system, suatu alat pembagian proporsi otomatis dan alat pengukur serta pemantau menjamin dengan tepat kontrol rasio konsentrat-air. 4) Asesori Peralatan Piranti keras yang digunakan pada kebanyakan system dialysis meliputi pompa darah, pompa infus untuk pemberian heparin, alat monitor untuk pendeteksi suhu tubuh bila terjadi ketidakamanan, konsentrasi dialisat, perubahan tekanan, udaara, dan kebocoran darah. 5) Komponen manusia 6) Pengkajian dan penatalaksanaan 1.3.5 Prosedur hemodialisa Setelah pengkajian pradialisis, mengembangkan tujuan dan memeriksa keamanan peralatan, perawat sudah siap untuk memulai hemodialisis. Akses ke system sirkulasi dicapai melalui salah satu dari beberapa pilihan: fistula atau tandur arteriovenosa (AV) atau kateter hemodialisis dua lumen. Dua jarum berlubang besar (diameter 15 atau 16) dibutuhkan untuk mengkanulasi fistula atau tandur AV. Kateter dua lumen yang dipasang baik pada vena subklavikula, jugularis interna, atau femoralis, harus dibuka dalam kondisi aseptic sesuai dengan kebijakan institusi. Jika akses vaskuler telah ditetapkan, darah mulai mengalir, dibantu oleh pompa darah. Bagian dari sirkuit disposibel sebelum dialiser diperuntukkan sebagai aliran “arterial”, keduanya untuk membedakan darah yang masuk ke dalamnya sebagai darah yang belum mencapai dialiser dan dalam acuan untuk meletakkan jarum: jarum “arterial” diletakkan paling dekat dengan anastomosis AV pada vistula atau tandur untuk memaksimalkan aliran



darah. Kantong cairan normal salin yang di klep selalu disambungkan ke sirkuit tepat sebelum pompa darah. Pada kejadian hipotensi, darah yang  mengalir dari pasien dapat diklem sementara cairan normal salin yang diklem dibuka dan memungkinkan dengan cepat menginfus  untuk memperbaiki tekanan darah. Tranfusi darah dan plasma ekspander juga dapat disambungkan ke sirkuit  pada keadaan ini dan dibiarkan untuk menetes, dibantu dengan pompa darah. Infus heparin dapat diletakkan baik sebelum atau sesudah pompa darah, tergantung peralatan yang digunakan. Dialiser adalah komponen penting selanjutnya dari sirkuit. Darah mengalir ke dalam kompartemen darah dari dialiser, tempat terjadinya pertukaran cairan dan zat sisa. Darah yang meninggalkan dialiser melewati detector udara dan foam yang mengklem dan menghentikan pompa darah bila terdeteksi adanya udara. Pada kondisi seperti ini, setiap obatobat yang akan diberikan pada dialysis diberikan melalui port obat-obatan. Penting untuk diingat, bagaimanapun bahwa kebanyakan obat-obatan ditunda pemberiannya sampai dialysis selesai kecuali memang diperintahkan. Darah yang telah melewati dialysis kembali ke pasien melalui “venosa” atau selang postdialiser. Setelah waktu tindakan yang diresepkan, dialysis diakhiri dengan mengklem darah dari pasien, membuka selang aliran normal salin, dan membilas sirkuit untuk mengembalikan darah pasien. Selang dan dialiser dibuang kedalam perangkat akut, meskipun program dialisis kronik sering membeli peralatan untuk membersihkan dan menggunakan ulang dialiser. Tindakan kewaspadaan umum harus diikuti dengan teliti sepanjang tindakan dialysis karena pemajanan terhadap darah. Masker pelindung wajah dan sarung tangan wajib untuk digunakan oleh perawat yang melakukan hemodialisis. 1.3.6 Pedoman Pelaksanaan Hemodialisa 1) Perawatan sebelum hemodialisa (1) Sambungkan selang air dengan mesin hemodialisa (2) Kran air dibuka (3) pembuangan (4) Sambungkan kabel mesin hemodialisis ke stop kontak (5) Hidupkan mesin (6) Pastikan mesin pada posisi rinse selama 20 menit (7) Matikan mesin hemodialisis (8) Masukkan selang dialisat ke dalam jaringan dialisat pekat (9) Sambungkan slang dialisat dengan konektor yang ada pada mesin hemodialisis



(10) Hidupkan mesin dengan posisi normal (siap) 2) Menyiapkan sirkulasi darah (1) Bukalah alat-alat dialysis dari set nya (2) Tempatkan dializer pada tempatnya dan posisi “inset” (tanda merah) diatas dan posisi “outset” (tanda biru) di bawah. (3) Hubungkan ujung merah dari ABL dengan ujung “inset”dari dializer. (4) Hubungkan ujung biru dari UBL dengan ujung “out set” dari dializer dan tempatkan buble tap di holder dengan posisi tengah.. (5) Set infus ke botol NaCl 0,9% – 500 cc (6) Hubungkan set infus ke slang arteri (7) Bukalah klem NaCl 0,9%, isi slang arteri sampai ke ujung slang lalu diklem. (8) Memutarkan letak dializer dengan posisi  “inset” di bawah dan “out set” di atas, tujuannya agar dializer bebas dari udara. (9) Tutup klem dari slang untuk tekanan arteri, vena, heparin (10) Buka klem dari infus set ABL, VBL (11) secara bertahap sampai dengan 200 ml/menit. (12) Isi bable-trap dengan NaCl 0,9% sampai ¾ cairan (13) Berikan tekanan secara intermiten pada VBL untuk mengalirkan udara dari dalam dializer, dilakukan sampai dengan dializer bebas udara (tekanan lebih dari 200 mmHg). (14) Lakukan pembilasan dan pencucian dengan NaCl 0,9% sebanyak 500 cc yang terdapat pada botol (kalf) sisanya ditampung pada gelas ukur. (15) Ganti kalf NaCl 0,9% yang kosong dengan kalf NaCl 0,9% baru (16) Sambungkan ujung biru VBL dengan ujung merah ABL dengan menggunakan konektor. (17) Hidupkan pompa darah selama 10 menit. Untuk dializer baru 15-20 menit untuk dializer reuse dengan aliran 200-250 ml/menit. (18) Kembalikan posisi dializer ke posisi semula di mana “inlet” di atas dan “outlet” di bawah. (19) Hubungkan sirkulasi darah dengan sirkulasi dialisat selama 5-10 menit, siap untuk dihubungkan dengan pasien )soaking. 3) Persiapan pasien (1) Menimbang berat badan (2) Observasi keadaan umum



(3) Observasi tanda-tanda vital (4) Melakukan



kamulasi/fungsi



untuk



menghubungkan



sirkulasi,



biasanya



mempergunakan salah satu jalan darah/blood akses seperti di bawah ini: 1. Dengan interval A-V shunt / fistula simino 2. Dengan external A-V shunt / schungula 3. Tanpa 1 – 2 (vena pulmonalis) 1.3.7 Intrepretasi Hasil Hasil dari tindakan dialysis harus diintrepretasikan dengan mengkaji jumlah cairan yang dibuang dan koreksi gangguan elektrolit dan asam basa. Darah yang diambil segera setelah dialysis dapat menunjukkan kadar elektrolit, nitrogen urea, dan kreatinin rendah palsu. Proses penyeimbangan berlangsung terus menerus setelah dialysis, sejalan perpindahan zat dari dalam sel ke plasma. 1.3.8 Komplikasi 1) Ketidakseimbangan cairan (1) Hipervolemia (2) Ultrafiltrasi (3) Rangkaian Ultrafiltrasi (Diafiltrasi) (4) Hipovolemia (5) Hipotensi (6) Hipertensi (7) Sindrom disequilibrium dialysis 2) Ketidakseimbangan Elektrolit (1) Natrium serum (2) Kalium (3) Bikarbonat (4) Kalsium (5) Fosfor (6) Magnesium 3) Infeksi 4) Perdarahan dan Heparinisasi 5) Troubleshooting (1) Masalah-masalah peralatan (2) Aliran dialisat (3) Konsentrat Dialisat



(4) Suhu (5) Aliran Darah (6) Kebocoran Darah (7) Emboli Udara 6) Akses ke sirkulasi (1) Fistula Arteriovenosa (2) Ototandur (3) Tandur Sintetik (4) Kateter Vena Sentral Berlumen Ganda



ASUHAN KEPERAWATAN A.



B.



Identitas Pasien Nama



: Tn. A



Umur



: 66 tahun



Jenis kelamin



: Laki-Laki



Tanggal pengkajian/jam



: 11 Februari 2021/01.30 WIB



No. MR



: -



Prioritas Kasus Prioritas Triase



: Prioritas II (Kuning)



Keluhan Utama



: Sesaknafas, batuk, kedua kaki bengkak



Diagnosa Medis



: CKD



C.



Data Primer



1.



Airway Hasil pemeriksaan ditemukan tidak ada sumbatan jalan napas,tidak ada lendir/dahak pada jalan nafas, lidah tidak menutupi jalan nafas.



2.



Breathing Pasien mengalamai sesak napas, RR = 27 x/menit, napas dangkal , irama tidak



teratur, suara nafas ronchi, terdapat penggunaan otot bantu napas,



tipe pernapasan dada dan perut. 2. Circulation Frekuensi Nadi: 85 x/menit, TD: 190/101 mmHg, denyut nadi teraba kuat, akral teraba hangat, CRT