Laporan CJR Fatimah Tolu Ronauli Gurning [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

CRITICAL JOURNAL REVIEW



Di susun untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Perbandingan Sistem Hukum di Jurusan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan



Disusun oleh :



Nama NIM Kelas Mata Kuliah Dosen Pengampu



: Fatimah Tolu Ronauli Gurning : 3173311020 : Reguler B (Pil) : Perbandingan Sistem Hukum : Sri Hadiningrum, S.H., M.Hum.



JURUSAN PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI MEDAN November, 2020



1



KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas Berkat dan Rahmatnya sehingga penulis masih diberikan kesempatan untuk dapat menyelesaikan “Critical Journal Review” ini penulis buat guna untuk memenuhi penyelesaian tugas pada mata kuliah Perbandingan Sistem Hukum di Jurusan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan. Dengan segala ketulusan dan kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat : 1.



Bapak Ibu Sri Hadiningrum, SH., M.Hum. Selaku Dosen Pengampu pada mata kuliah Perbandingan Sistem Hukum .



2.



Teristimewa kepada kedua orang tua penulis yang tercinta yang senantiasa memberikan perhatian dan doanya, serta memberikan dukungan moral dan material kepada penulis Critical Journal Review.



3.



Semua pihak yang telah membantu dan memberikan dukungan kepada penulis selama penulisan Critical Journal review. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih jauh dari sempurna, karena masih



banyak kekurangan baik dari isi maupun dari tutur bahasanya. Oleh karena itu penulis melalui kesempatan ini kami penulis pada dengan segala kerendahan hati meminta maaf dan mengharapkan masukan yang membangun dari para pembaca untuk perbaikan dan kesempurnaan tugas Critical Journal Review.



Medan, 17 November 2020



Fatimah Tolu Ronauli Gurning



2



DAFTAR ISI COVER.........................................................................................................................1 KATA PENGANTAR..................................................................................................2 DAFTAR ISI................................................................................................................3 BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................4 A. Latar Belakang Masalah...................................................................................4 B. Rumusan Masalah.............................................................................................4 C. Tujuan Penulisan..............................................................................................4 BAB II RINGKASAN ISI JURNAL............................................................................5 A. Informasi Bibliografi........................................................................................5 B. Ringkasan Isi Jurnal..........................................................................................6 BAB III PEMBAHASAN CRITICAL JOURNAL REVIEW.....................................27 A. Kelebihan dan Kekurangan Jurnal....................................................................27 BAB IV PENUTUP......................................................................................................29 A. Kesimpulan.......................................................................................................29 B. Saran.................................................................................................................29 DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................30



3



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah John Henry Merryman menyatakan terdapat 3 (tiga) sumber hukum pada negara bersistem hukum civil law, civil law, yaitu undang-undang (statute), peraturan turunan (regulation), dan kebiasaan yang tidak bertentangan dengan hukum (custom). Sistem hukum atau lazim pula disebut tradisi hukum, memiliki kekayaan khazanah keilmuan yang bisa ditelisik secara lebih mendalam melalui proses perbandingan yang holistik dan komprehensif. Pembedaan tersebut dilakukan dengan melihat atau menilai karakter tertentu dari masing-masing sistem hukum, misalnya terkait ideologi, letak geografis, persamaan sejarah, suku atau ras, sumber hukumnya, intitusi atau lembaga hukum yang unik dan sebagainya. Misalnya jika melihat sistem hukum Eropa Kontinental, maka yang terlintas dalam benak adalah mereka memiliki karakter anti formalism, berkebalikan dengan sistem hukum Anglo Amerika. Anglo Amerika lebih berkarakter secara formalism, seperti yang kebanyakan terjadi dalam system hukum primitif atau hukum-hukum terdahulu, serta hukum Islam B. Rumusan Masalah Rumusan masalah Critical Journal Review ini adalah 1. Bagaimana penyelesaian tugas Tugas Critical Journal Review pada mata kuliah Perbandingan Sistem Hukum? 2. Bagaimana meningkatkan wawasan mahasiswa tentang Sistem Hukum? 3. Bagaimana meningkatkan pola pikir kritis pada mahasiswa dalam memenuhi tugas? 4. Bagaimana menguatkan kembali materi Perbandingan Sistem Hukum? C. Tujuan Penulisan Tujuan penulisan Critical Journal Review ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk penyelesaian Tugas Critical Journal Review pada mata kuliah Perbandingan Sistem Hukum 2. Untuk meningkatkan wawasan mahasiswa tentang Sistem Hukum. 3. Untuk meningkatkan pola pikir kritis pada mahasiswa dalam memenuhi tugas.. 4. Untuk menguatkan kembali materi Perbandingan Sistem Huku



4



BAB II RINGKASAN ISI JURNAL A. Informasi Bibliografi 1. Jurnal Utama a. Judul Jurnal



: Contempt Of Court: Suatu Perbandingan Antara Berbagai Sistem



b. Penulis Jurnal



: Ida Keumala Jeumpa



c. Penerbit Jurnal



: Kanun Jurnal Ilmu Hukum



d. Edisi Ke-



: No. 62, Th. XVI



e. Tahun Terbit



: April, 2014



f. Kota Terbit



: Banda Aceh



g. ISSN



: 0854-5499



h. Halaman



: 147-176



i. Situs Web



:



http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/kanun/article/download/6024/4962 2. Jurnal Pembanding 1 a. Judul Jurnal



: Perbandingan Sistem Hukum Common Law, Civil Law dan Islamic Law dalam Perspektif Sejarah dan Karakteristik Berpikir



b. Penulis Jurnal



: Farihan Aulia dan Sholahuddin Al-Fatih



a. Penerbit Jurnal



: Legality



b. Edisi Ke-



: Vol. 25, No. 1



c. Tahun Terbit



: Maret 2017 - Agustus 2017



d. Kota Terbit



: Malang



e. ISSN



: 2549-4600



f. Halaman



: 98-113



g. Situs Web



:



http://ejournal.umm.ac.id/index.php/legality/article/view5993



5



3. Jurnal Pembanding 2 a. Judul Jurnal



: Konvergensi Civil Law dan Common Law di Indonesia dalam Penemuan dan Pembentukan Hukum



b. Penulis Jurnal



: Choky R. Ramadhan



c. Penerbit Jurnal



: MIMBAR HUKUM



d. Edisi Ke-



: Volume 30, Nomor 2



e. Tahun Terbit



: Juni 2018



f. Kota Terbit



: Depok



g. Halaman



: 213-229



h. Situs Web



:



http://jurnal.ugm.ac.id/jmh/article/download/31169/21790 B. Ringkasan Isi Jurnal 1. Jurnal Utama “Contempt Of Court: Suatu Perbandingan Antara Berbagai Sistem” Sejak lama persoalan contempt of court menjadi wacana menarik bagi kalangan hukum. Silang pendapat tentang apa dan bagaimana sebenarnya contempt of court serta dapatkah berbagai perbuatan yang terjadi di Indonesia yang dinilai merendahkan lembaga pengadilan termasuk hakimya dapat diterapkan tindak pidana contempt of court. Persoalannya adalah karena dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana kita atau dalam perundang-undangan pidana lainnya tidak disebutkan secara eksplisit tentang adanya tindak pidana ini. Hal ini dapat dipahami karena istilah contempt of court ini berasal dari sistem common law. Namun, jika terminologi ini tidak dikenal dalam sistem civil law seperti yang dianut oleh negara kita, maka timbul pertanyaan apakah benar hukum pidana kita sama sekali tidak mengatur atau pengaturannya yang tidak eksplisit seperti dalam sistem common law. Apakah tidak ada sama sekali konsep dalam hukum pidana kita untuk memberikan perlindungan bagi kemandirian pengadilan termasuk kebebasan hakim di dalamnya. Sementara Konstitusi (UUD 1945), jelas secara tegas menyebutkan tentang dijaminnya kekuasaan kehakiman yang merdeka, bebas dari pengaruh apapun. Selanjutnya, jika ini merupakan



6



istilah dari Common law, tentu menarik untuk dikaji bagaimana sistem hukum yang didasarkan pada kebiasaan (custom) ini mengatur tentang persoalan contempt of court. Pembahasan 1) Pengertian sistem dan Sistem Hukum Secara semantik, istilah sistem diadopsi dari bahasa Yunani, yakni systema yang dapat diartikan sebagai keseluruhan yang terdiri dari macammacam bagian. Sistem merupakan suatu kesatuan yang terdiri dari unsurunsur atau elemen yang saling berinteraksi satu sama lain. Dalam sistem tidak menghendaki adanya konflik antar unssur-unsur yang ada dalam sistem, kalau sampai terjadi konflik maka akan segera diselesaikan oleh sistem tersebut. Teori sistem merupakan sejarah penjelajahan intelektualitas manusia dalam usaha untuk menemukan cara yang paling tepat untuk mempelajari suatu kesatuan yang kompleks (complex entity or system). Teori sistem umum (general system theory) mempunyai empat ciri, yaitu mampu memenuhi kritiknya terhadap metodologi analitis, mampu melukiskan kekhususan hal yang disebut sistem itu, mampu menjelaskan kekaburan hal-hal yang termasuk dalam suatu sistem dan merupakan teori saintifik. Sedangkan sistem hukum (legal system) menurut J.H. Merryman merupakan seperangkat operasional yang meliputi institusi, prosedur, aturan hukum, dalam konteks ini ada satu negarafederal dengan lima puluh sistem hukum di Amerika Serikat, adanya sistem hukum setiap bangsa secara terpisah serta ada sistem hukum yang berbeda seperti halnya dalam organisasi Masyarakat Ekonomi Eropa dan PBB. Pengertian sistem hukum yang lain dikemukakan oleh Bachsan dengan menghubungkannya dengan Stufen Theory dari Hans Kelsen. Sistem hukum merupakan seperangkat kaidah yang tersusun seperti piramid dan yang berhubungan satu dengan yang lainnya ( yang sudah tentu mempunyai tujuan yaitu untuk memperoleh masyarakat yang tertib, adil dan damai). Dengan demikian sistem hukum Indonesia adalah seperangkat peraturan hukum, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis yang berhubungan satu dengan yang lainnya untuk mencapai



7



masyarakat Indonesia yang tertib, adil dan damai. Sistem hukum merupakan sistem normatif karena juga berisi tentang kaedah atau pernyataan tentang apa yang seharusnya. Diantara bagian-bagian atau unsur-unsur dalam sistem terjadi hubungan khusus yang merupakan tatanan yang khusus pula yang disebut struktur. Struktur menentukan identitas sistem, sehingga unsur-unsur masing-masing dapat berubah, bahkan diganti tanpa mempengaruhi kontuinitas sistem. Sebagai contoh, peraturan dapat berubah, undang-undang diganti, yurisprudensi selalu berkembang, tetapi sistemnya tetap sama. Hukum adalah suatu sistem, yaitu sistem norma-norma. Sebagai sistem, hukum memiliki sifat umum dari suatu sistem. Paling tidak ada tiga ciri-ciri umum yaitu menyeluruh (wholes), memiliki beberapa elemen (elements) semua elemen saling terkait (relations) dan kemudian mebentuk stuktur (structure). Oleh sebab itu sistem hukum memiliki cara kerja sendiri untuk mengukur validitas suatu norma dalam suatu sistem hukum tersebut. Komponen-komponen



sistem



hukum



menurut



Lili



Rasjidi



meliputi



masyarakat huukum, budaya hukum, filsafat hukum, ilmu hukum, konsep hukum, pembentuan hukum, bentuk hukum, penerapan hukum, dan evaluasi hukum. 2) Keluarga Hukum dan Dasar Klasifikasinya Istilah keluarga sistem hukum (Parent legal system) biasa dipergunakan oleh para ahli perbandingan hukum (legal comparative) untuk menyebutkan suatu tatanan organisasional yang paling penting (organizational linchpin) dalam rangka penganalisaan sistem-sistem hukum berbagai negara di dunia. Tokoh pertama yang menyusun pengelompokan dalam bentuk klasifikasi mengenai keluarga hukum adalah Rene David dan John E.C. Brierly, yang pada tahun 1964 mengeluarkan buku berjudul Major Legal Systems in the World Today. Buku ini menandai bahwa Barat telah merevisi arogansi mereka sebelumnya yang membagi sistem hukum di dunia hanya ke dalam dua sistem hukum, yang kedua-duanya merupakan sistem hukum Barat, yaitu Sistem hukum Anglo Saxon (Common Law) di negara-negara yang berbahasa Inggris dan Sistem Hukum Eropa Kontinental (Civil Law,



8



Codification Law) di negara-negara Barat lainnya. Dan bangsa-bangsa lain di dunia hanya dikotakkan untuk memilih salah satunya. Rene David dan John E.C. Brierly mengelompokkan keluarga sistem hukum menjadi enam sistem hukum, yaitu: The Romano Germanic Famil (Eropa Kontinental termasuk Belanda), The Common Law Family (di negaranegara Barat berbahasa Inggris), The family of socialist law (di negara-negara Sosialis), Muslim Law (di negara-negara yang menerapkan Syariat Islam sebagian ataupun total), Sistem Hukum Timur Jauh (Cina dan Jepang), Sietem hukum Afrika dan Malagsy. Kriteria pengelompokan sistem hukum dalam bentuk klasifikasi keluarga hukum yang digunakan oleh Rene David dan Brierly adalah kesamaan yg bersifat teknis, kesamaan dalam tujuan sosial yang hendak dicapai oleh sistem hukum dan kedudukan hukum itu sendiri dalam tertib sosial. Istilah Major Legal System digunakan oleh Eric L. Richard, seorang pakar hukum global business yang membagi sistem hukum utama menjadi enam keluarga hukum, yaitu: a) Civil law, hukum sipil berdasarkan kode sipil yang terkodifikasi. Sistem hukum ini berakar dari hukum Romawi (Roman Law) yang dipraktekkan oleh negara-negara Eropa Kontinental termasuk bekas jajahannya. b) Common Law, hukum yang berdasarkan custom atau kebiasaan berdasarkan preseden atau judge made law. Sistem ini dipraktekkan di negara-negara Anglo Saxon (Inggris-Amerika). c) Islamic Law, hukum yang berdasarkan syariah Islam, yang sumber utamanya adalah Alqur’an dan Hadist. d) Socialist Law, Hukum yang dipraktekkan di negara-negara sosialis. e) Sub Sahara Africa, sistem hukum yang dipraktekkan di negara-negara Afrika yang berada di sebelah selatan gurun sahara. f) Far East, sistem hukum ini merupakan sistem hukum yang komplek, perpaduan antara sistem civil law, common law, dan hukum Islam sebagai basis fundamental masyarakat.



9



3) Sistem Hukum Major a) Civil Law Sistem ini diturunkan dari hukum Romawi kuno dan pertama kali diterapkan di Eropa berdasarkan jus civile Romawi (hukum privat yang dapt diaaplikasikan terhadap warga negara dan diantara warga negara di dalam batasan sebuah negara dalam konteks domestik). Sistem ini disebut juga Jus quiritum sebagai lawan dari Jus Gentium hukum yang dapat diaplikasikan secara internasional atau antar negara. Selanjutnya, hukum ini dikompilasikan dan dikodifikasikan, sehingga banyak pengamat yang merujuk civil law sebagai hukum kodifikasi yang paling utama. Sistem hukum civil sebagai sistem hukum Barat merupakan konsep hukum modern yang diadopsi hampir oleh masyarakat bangsa-bangsa di dunia. Sebelum memanifestasi sebaagai sistem hukum yang mapan, ternyata di Eropa pada awalnya sistem hukum sipil juga mengalami suatu proses transisi dari sistem hukum yang tidak teratur, kacau, tumpang tindih dan sulit diterapkan. Negara-negara civil law didasarkan pada kriteria sumber-sumber hukumnya (peraturan, undang-undang dan legislasi utama yang berlaku), karakteristik mode pemikirannya berkenaan dengan masalah hukum, institusi hukum yang berbeda (struktur yudisial, eksekutif, legislatif), ideologi hukum yang fundamental. b) Common Law Negara-negara common law secara umum adalah negara yang gaya yuristiknya didasarkan pada common law Inggris, yang terutama didirikan berdasarkan sistem kasus atau preseden yudisial, dimana legislasi secara tradisional tidak dianggap sebagai sumber hukum utama, tetapi biasanya dianggap sekedar sarana konsolidasi atau klarifikasi dari peraturan dan prinsip hukum yang secara esensial diturunkan dari hukum kasus dan hukum yang dibuat oleh hakim. Pada umumnya sistem hukum common diasumsikan memiliki perbedaan mendasar dengan sistem hukum civil Pada negara common law khususnya Inggris dilakukan melalui pembentukan hukum kebiasaan.



10



4) Tinjauan tentang Contempt Of Court dan Perbandingannya Antar Sistem Hukum



a) Sejarah dan Tujuan Pembentukannya Sistem Common Law Dalam tradisi common law system, tindak pidana contempt of court lahir di negara Inggris. Hal ini berkaitan erat dengan sejarah dan bentuk kerajaan yang sangat berpengaruh kuat di Inggris pada abad pertengahan. Raja merupakan sumber hukum dan keadilan ( the fountain of justice) dan ia mendelegasikan kekuasaannya dalam bidang hukum dan keadilan itu kepada hakim. Di bawah rajaraja Anglo Saxon, setiap kegagalan dari pejabat pengadilan dalam menjalankan tugasnya akan dianggap sebagai suatu penghinaan terhadap raja. Kewibawaan raja itu melekat pula kepada pejabat-pejabat kerajaan termasuk hakim. Misalnya, pada tahun 1960, seorang penggugat yang melempar tomat kepada anggota pengadilan Apel di London hanya dipidana penjara selama 15 hari. Selanjutnya, pada tahun 1970 seorang wanita yang mengajukan perkaranya sendiri, melempar buku undang-undangnya kepada anggota-anggota pengadilan ketika mereka meninggalkan ruang sidang karena permintaan bandingnya ditolak. Para hakim pada saat itu pura-pura tidak melihat peristiwa tersebut dan dengan jiwa besar mereka pergi. Berdasarkan beberapa gambaran di atas, terlihat bahwa pemikiran atau tujuan diadakannya aturan contempt of court di Inggris, pada awalnya adalah berhubungan dengan tersinggungnya martabat atau keadilan absolut dari raja dan martabat para hakim (badan pengadilan) sebagai perpanjangan tangan dari kekuasaan raja. Sistem Civil Law kekuasaan kekaisaran Charlemagne pada tahun 800 dan para penggantinya tampaknya terlalu besar untuk diperintah secara sentral dan diatur atas dasar sistem hukum yang monolitik. Sebagai gantinya, setiap pangeran di daerah mengetuai pengadilan di daerah tersebut. Dalam kondisi semacam ini, para hakim tidak dianggap sebagai wakil raja, melainkan wakil rakyat (representatives of people). Dan pengadilannya



11



adalah juga pengadilan rakyat bukan pengadilan raja. Namun, setiap perbuatan yang tidak wajar terhadap sistem peradilan juga dianggap oleh sebagian negara-negara tersebut sebagai tindak pidana. Hukum Islam Dalam ajaran Islam diyakini bahwa hukum bersumber pada Alqur’an dan Hadist. Segala persoalan hukum yang timbul hendaknya dapat diselesaikan dengan merujuk pada kedua sumber tersebut. Peranan para mujtahid ini begitu besar karena telah menjadi pembuat hukum atau pemberi keputusan dalam masalah-masalah hukum yang baru dan idak pernah dijelaskan ketentuaannya dalam Al-qur’an dan Hadist. Hakim sebagai orang yang melakukan ijtihad disyaratkan harus memiliki pengetahuan yang luas untuk memahami apa yang dinyatakan Tuhan dalam Al-Qur’an dan apa yang dijelaskan Rasul-Nya. Dalam Islam dikenal adanya prinsip Peradilan bebas, prinsip ini berkaitan erat dengan prinsip keadilan dan persamaan. Putusan hakim harus mencerminkan rasa keadilan hukum terhadap siapapun.



Prinsip



peradilan bebas dalam Nomokrasi Islam tidak boleh bertentangan dengan tujuan Hukum Islam, jiwa al-Qur’an dan Sunnah. Dalam melaksanakan prinsip peradilan bebas, hakim wajib memperhatikan juga prinsip amanah, karena kekuasaan kehakiman yang berada di tangannya adalah pula suatu amanah dari rakyat kepadanya yang wajib dia pelihara sebaik-baiknya. Sebelum dia menetapkan putusannya hakim wajib bermusyawarah dengan para koleganya agar dapat dicapai suatu putusan yang seadil-adilnya. Putusan yang adil merupakaan tujuan utama dari kekuasaan kehakiman yang bebas. a.1 Pengertian dan Bentuk Contempt of Court Secara umum terhadap istilah contempt of court ini ada yang menerjemahkannya



sebagai pencemaran



pengadilan,



pelecehan



pengadilan atau tindak pidana terhadap penyelenggaraan peradilan. Istilah contempt of court atau contemptus curiae ini berasal dari bahasa Inggris. Contempt artinya melanggar, menghina atau memandang rendah. Dengan demikian, contempt of court dapat



12



diartikan sebagai pelanggaran, penghinaan atau memandang rendah pengadilan. Contempt of court adalah suatu perbuatan yang dipandang mempermalukan, menghalangi atau merintangi pengadilan di dalam penyelenggaraan peradilan, atau dipandang sebagai mengurangi kewibawaan atau martabatnya. Dilakukan oleh orang yaang sungguh melakukan



suatu



perbuatan



yang



melanggar



secara



sengaja



kewibawaan atau martabat atau cenderung merintangi atau menyianyiakan penyelenggaraan peradilan atau oleh seseorang yang berada dalam kekuasaan pengadilan sebagai pihak dalam perkara di pengadilan itu, dengan sengaja tidak menaati perintah pengadilan yang sah atau tidak memenuhi hal yang ia telah akui. Meski aturan contempt of court ini ingin memberikan perlindungan terhadap hakim sebagai seorang penegak hukum, hakim dan



pengadilan



bukanlah



tujuan



utama



melainkan



supaya



penyelenggaraan pengadilan yang adil dan tidak memihak sebagai hak asasi setiap orang dapat terlaksana baik. Diharapkan dengan adanya aturan ini, dapat dihindari tindakan-tindakan dari sebagian orang yang, baik yang terlibat atau tidak dalam suatu perkara yang dapat mengganggu prinsip-prinsip dasar kebebasan pengadilan (Basic principles on the independence of the judiciary). Dengan demikian, pengadilan dapat memutus perkara dengan tidak memihak, dengan dasar fakta, sesuai dengan undang-undang, tanpa pengaruh atau tekanan yang tidk semestinya. b.1 Bentuk-bentuk Contempt of court Secara tradisional dalam banyak literatur contempt of court dapat dibedakan dalam dua bentuk yaitu civil contempt dan criminal contempt. Civil Contempt adalah bentuk-bentuk ketidakpatuhan terhadap putusan atau perintah pengadilan (disobedience to the judgements and orders of courts). Jadi merupakan bentuk perlawanan terhadap pelaksanaan hukum (an offence against the enforcement of justice). Sedangkan criminal contempt adalah perbuatan yang tidak menghormati pengdilan atau acaranya yang bertujuan untuk



13



mengganggu dan menghalangi penyelenggaraan peradilan yang seharusnya (act tending to hinder or to obstruct the due administration of justice). Bentuk criminal ini sering disebut sebagai bentuk perlawanan atau pelanggaran penyelenggaraan peradilan (an offence against the administration of justice). Andi Hamzah, dalam hal ini menegaskan perbedaannya bahwa civil contempt bukanlah delik terhadap martabat pengadilan tetapi terhadap pihak-pihak yang mendapat kuasa dari pengadilan (penegak hukumnya). Criminal contempt merupakan delik dan kerugian terhadap pengadilan. Perbuatan yang digolongkan sebagai criminal contempt sebagai perbuatan menentang lembaga pengadilan sebagai suatu lembaga yang penting dalam memperjuangkan kepentingan umum, karenanya sanksi yang diberikan bersifat pemidanaan, penghukuman (punutive) yang berupa hukuman denda atau penjara. Sedangkan sanksi untuk civil contempt bersifat pemaksaan (coercive nature). Tindakannya dapat berupa perintah untuk menghentikan gangguan, membayar kerugian. Sanksi dapat berhenti dengan dipenuhinya perintah pengadilan. Selain itu ada yang menyebutkan contoh-contoh dari perbuatan contempt of court menurut Hukum Inggris adalah sub judice rule (suatu usah untuk mempengaruhi hasil dari suatu pemeriksaan pengadilan), Misbehaving in court (bertingkahlaku tidak sopan di persidangan pengadilan), scandalizing the court (perbuatan yang memalukan atau menimbulkan skandal bagi pengdilan), disobeying a court order atau disobeying justice (tidak mematuhi perintah pengadilan),



obstructing



justice



(menghalangi



jalannya



penyelenggaraan peradilan). Breach of duty by an officer of the court (pelanggaran kewajiban oleh pejabat pengadilan). c.1 Pengaturan Contempt of court dalam KUHP berbagai negara Tercatat ada beberapa negara yang mencantumkan perumusan delik contempt of court dalam bab tersendiri dalam KUHPnya. Negara yang dimaksud adalah KUHP Malaysia, Brunei Darussalam,



14



Singapura, Thailand, Polandia dan Jerman (Timur). Selanjutnya negara yang mencantumkan pengaturan contempt of court secara tersebar tidak dalam satu bab tersendiri diantaranya Indonesia, Belanda, Norwegia, Jepang, Korea, Australia, Philipina, Austria, Kolumbia dan Turki. Ada hal menarik disini, Australia sebagai salah satu negara British commonwealth ternyata mencantumkan soal tindak pidana terhadap penyelenggaraan peradilan ini dalam beberapa bab tersebar seperti Indonesia yang penganut civil law. Tujuan dari penghukuman tindak pidana ini adalah akibat yang ditimbulkan dari perbuatan ini yang dapat mengakibatkan proses penyelenggaran peradilan yang seharusnya menjadi terganggu pelaksanaannya, padahal hak setiap orang yang berperkara untuk dapat memperoleh proses peradilan yang sebaik-baiknya. Dengan demikian, tidak mengherankan jika untuk jika untuk bab yang mengatur tindak pidana terhadap penyelenggaraan peradilan ini dinamakan false evidence and offences against public justice. 2. Jurnal Pembanding 1 “Perbandingan Sistem Hukum Common Law, Civil Law dan Islamic Law dalam Perspektif Sejarah dan Karakteristik Berpikir”



Sistem hukum atau lazim pula disebut tradisi hukum, memiliki kekayaan khazanah keilmuan yang bisa ditelisik secara lebih mendalam melalui proses perbandingan yang holistik dan komprehensif. Pembedaan tersebut dilakukan dengan melihat atau menilai karakter tertentu dari masing-masing sistem hukum, misalnya terkait ideologi, letak geografis, persamaan sejarah, suku atau ras, sumber hukumnya, intitusi atau lembaga hukum yang unik dan sebagainya. Misalnya jika melihat sistem hukum Eropa Kontinental, maka yang terlintas dalam benak adalah mereka memiliki karakter anti formalism, berkebalikan dengan sistem hukum Anglo Amerika. Anglo Amerika lebih berkarakter secara formalism, seperti yang kebanyakan terjadi dalam system hukum primitif atau hukum-hukum terdahulu.



15



Pembahasan 1. Perspektif Sejarah a. Sejarah Sistem Hukum Eropa Kontinental (Civil Law) Hukum Romawi merupakan cikal bakal dari sistem hukum Eropa Kontinental, meskipun hukum Romawi merupakan roh dari sistem hukum Eropa Kontinental, tetapi pengaruh hukum Romawi tersebut juga sangat kuat terasa dalam perkembangan sistem hukum Anglo Saxon. Karena banyak pencipta kaidah dalam sistem hukum anglo saxon sudah terlebih dahulu mempelajari sistem hukum Romawi atau sistem hukum Eropa Kontinental. Dari sana, akhirnya sistem hukum Eropa Kontinental biasa disebut sebagai sistem hukum Romano-Germania, atau juga sering disebut civil law system. Sistem hukum Eropa Kontinental berkembang di Negaranegara Eropa, seperti Perancis, Jerman, Italia, Swiss, Austria, Negaranegara Amerika Latin, Turki, beberapa Negara Arab, Afrika Utara, dan Madagaskar.4 Sistem hukum ini juga meneybar ke Asia karena dibawa oleh para penjajah, seperti Belanda yang akhirnya membuat Indonesia juga memakai sistem hukum ini. Sistem hukum Eropa Kontinental menggunakan kitab undangundang



atau



undang-undang



sebagai



sumber



hukum



utamanya.



Perkembangan sistem Hukum Eropa Kontinental terjadi dalam beberapa fase, yakni : 1) Fase Formasi Hukum Romawi Fase formasi hukum Romawi dimulai sejak berlakunya The Twelve Tables (UndangUndang Dua Belas Pasal) di tahun 450 SM. The Twelve Tables ini diyakini sebagai tonggak pertama hukum Romawi yang merupakan kumpulan peraturan dasar yang terdiri dari adat istiadat Latin dan juga kombinasi beberapa hukum Yunani. banyak hukum yang belum dituliskan di sini, sehingga membuka ruang intepretasi pemuka gereja Katholik dan ahli hukum. 2) Fase Kematangan Hukum Romawi Fase kematangan hukum Romawi terjadi sejak berlakunya Corpus Juris Civilis di abad VI Masehi. Corpus Juris Civilis merupakan



16



kompilasi aturan hukum yang dibuat atas arahan Raja Justinian berupa kodifikasi hukum yang bersumber dari keputusan dan maklumat rajaraja sebelumnya dengan tambahan modifikasi yang disesuaikan dengan kondisi sosial dan ekonomi pada saat itu. Corpus Juris Civilis terdiri atas bagian, yaitu: Institute, Digest atau Pandect, Code, The Novels. 3) Fase Kebangkitan Kembali Hukum Romawi Fase kebangkitan kembali hukum Romawi terjadi sekitar abad XI Masehi. Fase ini memulai diberlakukannya lagi Corpus Juris Civilis setelah sempat vakum sejak runtuhnya kekaisaran Romawi. Hukum Romawi berkembang di universitas-universitas di Bologna Italia yang kemudian menjadi rujukan pembelajaran hukum di seluruh penjuru Eropa. Di universitas-universitas tersebut kemudian lahir kelompokkelompok ahli hukum, di antaranya yang terkenal adalah Glossator dan Commentator. Glossator adalah kelompok sarjana yang pertama kali berinisitaif untuk mempelajari hukum Romawi secara sistematik dengan menganalisis teks-teks individual dari Corpus Juris Civilis dan berusaha merekonsiliasikannya secara logis dengan teks-teks lainnya. Sedangkan Commentator adalah kelompok yang lahir setelah Glossator yang memberikan ulasanulasan terkait teks Corpus Juris Civilis secara sistematis dan sintesis. 4) Fase Resepsi Hukum Romawi Fase resepsi hukum Romawi dimulai sekitar abad XVI Masehi sejak hukum Romawi khususnya Jus Commune diberlakukan di seluruh penjuru Eropa. Pusat pendidikan hukum pada abad XVI dan XVII berpindah dari Prancis ke Belanda. Di Belanda ini muncul kelompok The Humanist yang mengembangkan kajian aliran hukum alam modern. 5) Fase Kodifikasi Hukum Fase kodifikasi hukum terjadi ketika dibuatnya beberapa kodifikasi di berbagai Negara. Salah satu kodifikasi yang terkenal adalah Code Napoleon di Perancis. Fase kodifikasi ini merupakan imbas dari aliran hukum alam yang membangkitkan semangat



17



kodifikasi sebagai upaya untuk mempertahankan sejumlah peraturan dan prinsip yang konsisten secara logis. 6) Fase Resepsi Kodifikasi Fase Kematangan Hukum Romawi terjadi pada saat mulai berlakunya kumpulan undang-undang yang sangat spektakuler di Romawi, yakni saat dimulainya Civil Law sebagai sebuah sistem hukum yang otonom, lahir dan berkembang di Eropa Kontinental serta pengaruh kolonialisasi. Sistem hukum ini senantiasa mengalami perkembangan, perubahan, atau menjalani suatu evolusi. Selama evolusi ini, ia mengalami penyempurnaan yaitu menyesuaikan kepada tuntutan dan kebutuhan masyarakat yang berubah. b. Sejarah Sistem Hukum Anglo Amerika (Common Law) Sistem hukum Anglo Amerika atau common law system diterapkan dan mulai berkembang sejak abad ke-16 di negara Inggris. Di dukung keadaan geografis serta perkembangan politik dan sosial yang terus menerus, sistem hukum ini dengan pesat berkembang hingga di luar wilayah Inggris, seperti di Kanada, Amerika, dan negaranegara bekas koloni Inggris (negara persemakmuran/ commonwealth). Keunikan atau kekhasan tatanan hukum Inggris adalah peranan penting yang dimainkan oleh Juri di dalam institusi peradilan. Pada tahun 1166 raja misalnya telah mengeluarkan writ baru, ialah writ of novel disseisin, dimana ia memerintahkan sherrif untuk mengumpulkan dua belas orang dari daerah tertentu untuk menerangkan di bawah sumpah apakah pemegang kekuasaan atas sebidang tanah secara keliru dan tanpa vonis telah mengeluarkan pihak penggugat dari tanah tersebut. Dengan demikian telah dicegah atau dikurangi terjadi duel peradilan di dalam kebanyakan proses di sana. Pada perkembangan modern, hukum Inggris juga menciptakan ketentuan pengadilan tertulis prerogatif (certiorari, mandamus dan Prohibition) yang memungkinkan diajukannya keberatan terhadap keputusan administratif dari organ dan pejabat negara, yang dengan demikian tidak perlu menciptakan suatu pengadilan administratif



18



tersendiri. Kasus-kasus Amerika yang paling awal, bahkan setelah revolusi, seringkali mengutip kasus-kasus Britania yang sezaman, tetapi kutipan-kutipan seperti itu perlahan-lahan menghilang pada abad ke-19 ketika



pengadilan-pengadilan



Amerika



mengembangkan



prinsip-



prinsipnya sendiri untuk memecahkan masalah-masalah hukum bangsa Amerika. c. Sejarah Sistem Hukum Islam (Islamic Law) Mayoritas para ahli sejarah hukum islam membagi perkembangan hukum islam ke dalam 5 fase, yaitu : a) Fase Rasulullah Muhammad SAW (610-632 M); b) Fase Khulafaur Rasyidin (632-662 M); c) Fase Pembinaan, Pengembangan dan Pembukuan (abad ke-VII sampai X); d) Fase Kelesuan Pemikiran (abad ke-X sampai XIX); dan e) Fase Kebangkitan (abad ke-XIX sampai sekarang). 1) Fase Rasulullah Muhammad SAW (610-632 M Muhammad SAW adalah pembawa ajaran agama islam yang dilahirkan di kota Makkah. Muhammad SAW lahir pada tanggal 12 Rabiul Awwal tahun gajah atau bertepatan dengan tanggal 20 April 571 Masehi. Muhammad lahir dari ibu bernama Aminah dan ayah bernama Abdullah. Dalam kondisi masih anak-anak, Muhammad harus menjadi seorang yatim piatu, sehingga pengasuhan dilanjutkan oleh kakek beliau, yakni Abdul Muthalib. Muhammad menikah dengan Siti Khadijah di usia 25 tahun. Muhammad beranjak memasuki usia matang dan tersadar akan kondisi kota Makkah. Di usia ke-37, Muhammad memutuskan untuk berkhalwat (menyendiri) di Gua Hira. Beliau sering melakukannya hingga usia ke-40 tahun. Saat itu pula Allah menurunkan wahyu melalui perantara malaikat Jibril, tepat di bulan Ramadhan tahun 610 Masehi. Muhammad yang telah mendapatkan julukan Rasulullah SAW, kini mendapatkan tugas untuk memperbaiki akhlaq penduduk Makkah melalui wahyu yang telah diturunkan padanya. Selain sumber hukum islam yang berasal dari Al-Qur‟an, Rasulullah dalam memecahkan



19



permasalahan hukum juga mengacu pada pendapat beliau tentang hukum yang berjumlah kurang lebih 4.500 hadits. 2) Fase Khulafaur Rasyidin (632-662 M) Setelah Rasulullah wafat, maka berhentilah wahyu yang diturunkan selama kurang lebih 23 tahun melalui perantara malaikat Jibril. Kepemimpinan Islam selanjutnya menjadi amanah para Khalifah. Tercatat, ada 4 Khalifah yang berperan penting pasca wafatnya Rasulullah, yaitu Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib. Atas anjuran dari Umar bin Khattab, Fase kepemimpinan Abu Bakar juga dikenal sebagai pelopor pembentukan panitia penghimpun Al-Qur‟an. Setelah wafatnya Abu Bakar, panitia tersebut kembali dilanjutkan oleh Umar bin Khattab (634-644 M), khalifah kedua. Estafet kepemimpinan Umar setelah belaiu wafat dilanjutkan oleh Usman bin Affan (644-656 M). jasa Usman yang paling dikenang adalah keberhasilannya membukukan Al-Qur‟an yang sampai sekarang masih dipakai dengan sebutan Rasmul Usmani. Pasca Usman, pemimpin umat islam diamanahkan kepada Ali bin Abi Thalib (656-662 M). pada masa ini, hukum islam tidak bisa berkembang terlalu luas. Justru yang ada adalah perpecahan diantara Sunni dan Syiah. Secara keseluruhan, sumber hukum yang digunakan pada fase khulafaur rasyidin adalah Al-Qur‟an, AlHadits dan Ijtihad (Ijma‟ dan Qiyas). 3) Fase Pembinaan, Pengembangan dan Pembukuan (abad ke-VII-X) Fase ini berlangsung sekitar 250 tahun, berada di bawah dua kekhalifahan, yaitu kekhalifahan Umayyah (662-750 M) dan Abbasiyah (750-1258 M). Pada fase ini muncul para mujtahid yang hasil pemikirannya masih digunakan sampai sekarang. Diantaranya adalah a) Abu Hanifah (Al-Nukman ibn Tsabit) : 700-767 M b) Malik bin Anas : 713-795 M c) Muhammad Idris Asy-Syafi‟i : 767-820 M d) Ahmad bin Hambal (Hanbal) : 781-855 M



20



4) Fase Fase Kelesuan Pemikiran (abad ke-X sampai XIX) Fase ini ditandai dengan pola berpikir dan budaya taqlid. Tidak ada semangat untuk memperbaharui konsep pemikiran hukum Islam. Beberapa faktor penyebab diantaranya adalah karena munculnya Negara-negara baru di kawasan Eropa, Afrika Utara, Timur Tengah dan Asia. Hal ini memicu ketidakstabilan kondisi politik yang juga mempengaruhi penurunan gairah berpikir. Akhirnya, fase ini menjadi fase stagnan, lesu bahkan bisa disebut kemunduran hukum islam. 5) Fase Kebangkitan (abad ke-XIX sampai sekarang) Hukum islam kembali naik daun setelah lahirnya para tokoh seperti Ibnu Taimiyah dan Ibnu Qayyim Al-Jauziyah. Pola pemikiran keduanya melandasi gagasan yang dikembangkan oleh Muhammad bin Abdul Wahab dengan Wahabi-nya. Ide Abdul Wahab kemudian melatarbelakangi gerakan politik Pan Islamisme yang digagas oleh Jamaludin Al-Afghani. Gerakan ini berusaha membangkitkan semangat untuk meraih kemerdekaan dari kolonialisme Negara barat, khususnya di Negara dengan penduduka muslim. Cita-cita gerakan Pan Islamisme kemudian menginspirasi Muhammad Abduh yang dilanjutkan pula oleh muridnya, yaitu Mohammad Rasyid Ridha. 2. Karakteristik Berpikir a. Karakteristik Berpikir Sistem Hukum Eropa Kontinental (Civil Law) Civil law merupakan sistem hukum yang menggunakan kitab undang-undang atau undang-undang sebagai sumber hukum utama. Hal ini tentu saja mempengaruhi karakteristik berpikir dalam sistem hukum Eropa Kontinental. Adanya peraturan yang telah dibuat terlebih dahulu sebelum adanya kasus menjadikan pola pemikiran yang abstrak, konseptual dan simetris. Sistem hukum Eropa Kontinental bertolak pada satu prinsip umum ke prinsip umum lainnya. Dalam menangani suatu perkara, hakim akan mencari rujukan aturan-aturan yang sesuai dengan perkara yang sedang ditanganinya. Hakim pada sistem hukum Eropa Kontinental harus bersifat aktif dalam menemukan fakta dan cermat



21



dalam menilai alat bukti sehingga dapat memperoleh gambaran yang lengkap dari perkara tersebut. Setelah itu, hakim dapat memilih aturan apa yang tepat diterapkan atas perkara yang ditanganinya. b. Karakteristik Berpikir Sistem Anglo Amerika (Common Law) Sistem hukum Anglo Amerika atau common law Inggris model pemikirannya dengan pendekatan yang konkret dan berdasarkan pada pengadilan, berusaha mengembangkan jawaban-jawaban pragmatis untuk diketengahkan di depan pengadilan. Dalam hal ini, pengadilan common law tidaklah dipimpin oleh sekumpulan majelis hakim sebagaimana dalam sistem hukum civil, akan tetapi hanya dipimpin oleh satu hakim sebagai wasit untuk menemukan jawaban pragmatis tersebut. Perkara menjadi



sumber utama dalam common law, oleh karena itu



pendekatannya dari perkara menuju perkara. Para lawyers dari common law berfikir dalam ruang lingkup kelompok dan hubungan hukum tertentu mereka sehingga praktisi common law dituntut untuk mengerti kasus-kasus terdahulu bukan dituntut untuk menghafal undang-undang seperti halnya dalam hukum Civil. c. Karakteristik Berpikir Sistem Hukum Islam (Islamic Law) Hukum Islam menjadikan Al-Qur‟an dan Hadits sebagai sumber hukum utamanya. Beberapa metode penemuan hukum yang bisa dijadikan sebagai pola atau karakter berfikir hukum islam, diantaranya 1) Ijtihad Kesungguhan berfikir. Biasanya para fuqoha (ahli fiqh) akan menggali sumber hukum dasar, yaitu Al-Qur‟an dan Hadits untuk memecahkan masalah yang ada.. 2) Ijma’ Merupakan kesepakatan para ulama maupun fuqoha atas suatu permasalahan. 3) Qiyas Yaitu upaya membandingkan sumber hukum yang telah ada atau putusan atasperkara yang sama sebelumnya.



22



4) ‘Urf Merupakan adat kebiasaan yang berlaku di masyarakat tertentu yang sulit dihilangkan dan tidak terlalu menimbulkan mudhorot. 5) Maslahah Mursalah Pola berfikir dalam menentukan hukum islam dengan melihat kemaslahatan bagi masyarakat sekitar. 6) Istishab Meneruskan hukum yang ada sebelumnya karena tidak terlihat adanya hukum baru yang melarang/menggantikannya. 3. Jurnal Pembanding 2 “Konvergensi Civil Law dan Common Law di Indonesia dalam Penemuan dan Pembentukan Hukum”



John Henry Merryman menyatakan terdapat 3 (tiga) sumber hukum pada negara bersistem hukum civil law, civil law, yaitu undang-undang (statute), peraturan turunan (regulation), dan kebiasaan yang tidak bertentangan dengan hukum (custom). Putusan hakim pada sistem hukum civil law seringkali dianggap bukan suatu hukum. Sedangkan sistem hukum Anglo-Saxon (common law) yang memiliki akar sejarah pada kerajaan Inggris menjadikan putusan pengadilan sebagai basis hukumnya. Dalam praktik dan perkembangannya, beberapa hakim di Indonesia membuat suatu hukum untuk mengisi kekosongan layaknya hakim di negara common law. Dengan demikian, peradilan di Indonesia tidak lagi sepenuhnya sejalan dengan sistem hukum civil law karena telah memiliki dan menerapkan beberapa karakteristik yang identik dengan sistem peradilan common law, misalnya putusan hakim yang memperbarui hukum bahkan hukum pidana sekalipun yang menganut asas legalitas. Pembahasan



1) Konvergensi dan Perbandingan Hukum Percampuran



sistem



hukum



(mixed



legal



system)



merupakan



perkembangan dan klasifkasi klasik dari suatu sistem hukum. Orucu memberikan beberapa contoh percampuran sistem hukum dan menyebutkan percampuran sederhana (simple mixes) antara sistem hukum civil law dan common law serta percampuran kompleks (complex mixes) antara kedua 23



sistem hukum tersebut dengan hukum agama atau hukum adat. Pendekatan seperti ini hampir serupa dengan apa yang diusung Alan Watsons mengenai studi perbandingan hukum. Watsons tidak sepakat dengan konsep perbandingan hukum yang sekedar membandingkan beberapa sistem hukum saja. Menurut Watsons, perbandingan hukum perlu juga memperhatikan relasi sejarah di antara sistem hukum yang merupakan hasil dari transplantasi hukum dan merujuk sistem hukum lain untuk diadopsi. Oleh karenanya, perbandingan hukum juga menganalisis relasi antara struktur hukum, aturan hukum, dan masyarakat di mana ketiganya beroperasi. 2) Hakim Pembentuk Hukum (Judge Made Law) Dalam memeriksa dan mengadili suatu perkara, hakim selayaknya berlandaskan pada hukum baik tertulis maupun tidak tertulis.28 Namun apabila tidak ada hukumnya, hakim dapat menentukan dan membentuk hukumnya. 1) Peran Hakim di Sistem Civil Law Berdasarkan sejarahnya, pembatasan peran hakim untuk membuat hukum di negara-negara menganut sistem civil law merupakan suatu kebijakan yang memiliki alasan dan tujuan sosialpolitiknya. Pembahasan sejarah peran hakim atau peradilan civil law bermula dari periode kekaisaran Romawi. Tujuan utama penyusunan kodifkasi tersebut ialah membuat suatu kitab yang berisi gagasan hukum yang sistematis, jelas, tidak bertentangan, dan tidak repetitif. Selain itu, hukum juga dikumpulkan atau dikodifkasi agar sistematis dan mudah dipahami oleh masyarakat umum. Upaya tersebut merupakan salah satu cara untuk mengurangi peran pengacara (lawyer) sehingga rakyat dapat menangani sendiri perkaranya ke pengadilan. Sedangkan di Prusia, peran pengacara masih dibutuhkan untuk menginterpretasikan hukum terkodifkasi berisi 17.000 pasal. Kondisi tersebut serupa dengan kondisi pada era Justinian melakukan kodifkasi agar mengurangi peluang hakim untuk membentuk hukum selain hukum yang ditetapkan penguasa sebagaimana telah diuraikan. Selain sejarah pembatasan peran hakim dan pengadilan, terdapat 3 (tiga) alasan struktural menurut MacLean yang menjadi penyebab lemah



24



atau kecilnya diskresi hakim untuk melakukan interpretasi atas hukum yang terkodifkasi. Alasan pertama yaitu keyakinan bahwa kodifkasi hukum sudah lengkap dan cukup sehingga tidak perlu lagi dilakukan interpretasi. Kedua, terdapat larangan dan merupakan tindak pidana bagi hakim untuk membuat putusan yang bertentangan dengan hukum. Alasan ketiga, rendahnya kreativitas hakim dalam memeriksa perkara karena terbebani dengan tumpukan perkara yang sangat banyak. Akan tetapi, hakim pada praktiknya melakukan interpretasi atas suatu hukum ketika menentukan hukum yang sesuai terhadap fakta suatu perkara yang diperiksanya. Hakim atau pengadilan pada sistem civil law saat ini memiliki diskresi untuk melakukan interpretasi terhadap suatu hukum tertulis sehingga mampu menciptakan hukum baru. Hal selanjutnya yaitu kedudukan putusan tersebut sebagai sumber hukum. Asas preseden, yaitu hakim terikat pada putusan terdahulu yang serupa, yang membuat putusan pengadilan menjadi salah satu sumber hukum dikenal pada sistem common law. Sedangkan pada sistem civil law, putusan hakim atau pengadilan dikenal sebagai sumber rujukan namun tidak mengikat bagi hakim atau pengadilan lain.



b) Judge Made Law di Sistem Anglo Saxon (common law) Sejarah sistem hukum common law dengan menguatnya peranan hakim berkembang sejak penundukan bangsa Norman di Inggris pada tahun 1066. Pound menjelaskan bahwa pembuatan hukum oleh pengadilan melalui “putusan oleh hakim terhadap suatu kasus-kasus tertentu ketika hukumnya tidak tersedia maupun tidak sempurna pengaturannya, maka hukum baru terbentuk”. Pengawasan terhadap putusan pengadilan ini dilakukan oleh hakim tingkat pengadilan di atasnya, atau hakim selanjutnya yang memeriksa perkara serupa. Judge made law dikritik oleh kaum positivis seperti Jeremy Bentham dan Hans Kelsen yang menganggap penyusunan hukum haruslah melalui proses legislasi oleh institusi yang memiliki fungsi legislasi, yaitu parlemen. Kritik lainnya ialah sistem common law menciptakan ketidakpastian hukum (legal uncertainty) karena hukum yang diciptakan oleh hakim tidak jelas, tidak



25



terkumpul, dan tidak selengkap hukum tertulis. Selain itu, hukum yang telah ditetapkan oleh parlemen dapat sewaktu-waktu diubah oleh hakim.



c) Peran Hakim di Indonesia Peran hakim dalam menginterpretasikan undang-undang dan nilai atau hukum yang hidup di masyarakat Indonesia telah diakui dan tercatat pada zaman penjajahan Belanda. Dengan demikian, intervensi eksekutif terhadap yudikatif ini serupa dengan upaya pembatasan peran hakim pada masa kaisar Justinian maupun negara Eropa Kontinental pada abad pencerahan lainnya yang bertujuan untuk stabilitas politik dan sosial suatu pemerintahan. Meski demikian, hakim tetap diakui memiliki peranan untuk mengisi kekosongan atau ketidakjelasan suatu hukum. Doktrin kebebasan hakim dalam memeriksa perkara dengan melakukan interpretasi atau penafsiran hukum dengan berlandaskan pada nilai yang hidup di masyarakat (hukum tidak tertulis) selalu diatur dalam hukum positif Indonesia. Kewajiban hakim untuk “mengali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat” berkali-kali dipertahankan dan tetap diatur dalam perubahan UU Kekuaaan Kehakiman pada tahun 1970, 2004 dan 2009.



26



BAB III PEMBAHASAN CRITICAL JOURNAL REVIEW A. Kelebihan dan Kekurangan Jurnal 1. Dari aspek ruang lingkup isi artikel a. Jurnal utama, kelebihan dari aspek ruang lingkup isi artikel jurnal utama ini sudah baik dimana di dalam jurnal utama sudah sangat sesuai atara judul dengan isi, dimana dalam jurnal ini sudah dijelaskan dengan sangat jelas, dimana sudah sangat jelas dijelaskan perbandingan antara 3 sistem yang yaitu civil law, common law, dan hukum islam. Dimana dalam jurnal ini dijelaskan mulai dari pengertian sistem hukum, sejarah ketiga hukum tersebut. Sednagkan kekurangan dari aspek ruang lingkup isi artikel jurnal ini menurut saya tidak ada, karena sudah sangat luas dan mendetail dijelaskan. b. Jurnal Pembanding 1, kelebihan dari aspek ruang lingkup isi artikel jurnal pembanding ini juga sudah baik, dimana di dalam junral ini sudah dijelaskan dengan rinci bahwa anara judul dengan isi jurnal sudah sangat baik, dimana dalam jurnal ini juga membahas mengenai sejarah dari sistem civil law dan common law dan juga sejarah hukum islam, selain itu juga membahas mengenai karakteristik berfikir dari ketiga sistem hukum ini. Sedangakn kekurangan dari aspek ruang lingkup isi artikel pembanding ini menurut saya penjelasan mengenai sistem hukum common law tidak seluas seperti sistem hukum common law. c.



Jurnal Pembanding 2, kelebihan dari aspek ruang lingkup isi jurnal pembanding ini juga sudah baik, Dimana dapat dilihat bahwa jurnal ini membahas mengenai konvergensi sistem civil law dan common law yang ada di Indonesia, membahas bagaimana peran hakim sebagai pembentuk hukum dalam civil law dan common law, dan yang paling penting yaitu peran hakim di Indonesia sendiri. Sedangkan kekurangan dari aspek ruang lingkup isi artikel jurnal pembanding 2 ini, isinya masih berbelit2 dengan alur yang maju mundur, sehingga menurut saya membuat pembaca sedikit rancu.



27



2. Dari aspek tata bahasa a. Jurnal Utama, kelebihan jurnal utama dari segi tata bahasa menurut penulis sudah baik, menggunakan bahasa Indonesia yang benar bahasa yang digunakan juga sudah baik. tata bahasa yang digunakan mudah dimengerti. dan sesuai dengan ejaan yang benar. Namun kekurangan dari jurnal utama banyak dimuat para pendapat ahli atau teori-teori ahli yang berasal dari negara lain, yang menggunakan bahasa, sebaiknya di buat translate lebih memudahkan pembacanya. b. Jurnal Pembanding 1, kelebihan buku pembanding dari segi tata bahasa menurut penulis sama seperti buku utama buku ini sangat baik, menggunakan bahasa Indonesia yang benar bahasa yang digunakan juga sudah baik, penulisan nama kota, tempat dan nama sudah benar. Sedangkan kekurangan dari aspek tata bahasa pada jurnal pembanding 2 ini menurut saya yaitu, bahasa-bahasa hukum yang mungkin sebaiknya diberikan artinya yang memudahkan lagi bagi par pembaca yang kurang menguasai kosakata secara luas. c. Jurnal Pembanding 2, Kelebihan buku pembanding jika dilihat dari aspek tata bahasanya yaitu menurut saya bahwa di beberapa bahasa inggris yang terdapat dalam jurnal ini disertai dengan artinya, sehingga memudahkan pembacanya dalam memahami. Sedangkan kekurangan jurnal pembanding 2 ini jika diihat dari aspek tata bahasanya yaitu agak lebih sedikit susah di mengerti dibandingkan jurnal utama dan pembanding 1.



28



BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan uraian yang telah disebutkan di atas maka dapat disimpulkan: Pertama pada dasarnya semua sistem hukum di dunia ini yang tergolong dalam keluarga hukum common law, civil law, socialist law dan other system (Hukum Islam) memberikan perlindungan terhadap kewibawaan dan martabat pengadilan sebagai pelaksana tugas kekuasaan kehakiman. Bahwa sejarah sistem hukum Eropa Kontinental terbagi menjadi 6 fase, yaitu : a) Fase Formasi Hukum Romawi; b) Fase Kematangan Hukum Romawi; c) Fase Kebangkitan Kembali Hukum Romawi; d) Fase Respesi Hukum Romawi; e) Fase Kodifikasi; dan f) Fase Resepsi Kodifikasi. Sedangkan sejarah hukum Anglo Amerika dimulai di era feodalistik Inggris hingga berkembang ke Amerika dan terus dipelajari hingga sekarang. Sementara itu sejarah hukum Islam terbagi menjadi 5 fase, yaitu : a) Fase Rasulullah Muhammad SAW (610-632 M); b) Fase Khulafaur Rasyidin (632-662 M); c) Fase Pembinaan, Pengembangan dan Pembukuan (abad ke-7 sampai 10); d) Fase Kelesuan Pemikiran (abad ke-10 sampai 19); dan e) Fase Kebangkitan (abad ke-19 sampai sekarang). B. Saran Saran yang dapat saya berikan kepada para pembaca yaitu, bahwa ketiga jurnal ini memiliki kelebihan kekurangan nya maisng-masing, namun ketiga jurnal ini juga sudah sangat baik untuk dijadikan sebagai tambahan sebagai referensi untuk menambah ilmu mengenai sistem hukum yang ada didunia, baik civil law, common law ataupun hukum islam



29



DAFTAR PUSTAKA Jeumpa, Ida Keumala. 2014. Contempt Of Court: Suatu Perbandingan Antara Berbagai Sistem. Kanun Jurnal Ilmu Hukum. No. 62, Th. XVI. hlm. 147-176. Aulia, Farihan & AL-Fatih, Sholahuddin. 2017. Perbandingan Sistem Hukum Common Law, Civil Law dan Islamic Law Dalam Perspektif Sejarah dan Karakteristik Berpikir. Legality. Vol. 25, No. 1. hlm. 98-113. Ramadan, Choky R. 2018. Konvergensi Civil Law dan Common Law di Indonesia dalam Penemuan dan Pembentukan Hukum. MIMBAR HUKUM. Volume 30, Nomor 2. Hlm. 213-229.



30