Laporan Kasus Hipospadia [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

CASE REPORT HIPOSPADI



DISUSUN OLEH : TRIA CLARESIA BUNGARISI / H1AP01004 PEMBIMBING : dr. BARRY A. PRABA, Sp. U



KEPANITERAAN KLINIK BEDAH RSUD DR. M. YUNUS BENGKULU FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS BENGKULU 2016



1



LAPORAN KASUS I. IDENTITAS PENDERITA Nama



: An. R



Umur



: 12 tahun



Berat badan



: 30 kg



Jenis Kelamin



: Laki-laki



Nama Ayah



: Tn. D



Pekerjaan Ayah



: PNS



Agama



: Islam



Nama Ibu



: Ny. S



Pekerjaan Ibu



: Ibu rumah tangga



Alamat



: Jl. Hibrida X, Rt 13/02, S. Dewa, Kota Bengkulu.



Tanggal masuk



: 24 Desember 2011



Tanggal pemeriksaan



: 3 Januari 2016



No. CM



: 707075



II. ANAMNESIS A. Keluhan Utama Lubang (muara) kencing di bagian bawah penis B. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien mengeluhkan muara saluran kemih tidak berada di ujung kepala penis. Lubang berada di bagian bawah penis. Buang air kecil lancar 4-6 kali sehari, tidak ada nyeri (-), dan tidak panas saat buang air kecil (-). Kelainan tersebut sudah ada sejak lahir dan 2 minggu yang lalu pernah diperiksakan ke dokter bedah. C. Riwayat Penyakit Dahulu - Riwayat sakit serupa



: (-)



- Riwayat alergi obat dan makanan



: (-)



2



D. Riwayat Penyakit Keluarga dan Lingkungan



-



Riwayat keluarga sakit serupa



: (-)



- Riwayat alergi obat dan makanan



: (-)



E. Riwayat Penyakit yang Pernah Diderita



-



Faringitis



: (-)



-



Enteritis



-



Bronkitis



: (-)



-



Disentri basiler: (-)



-



Pneumonia : (-)



-



Disentri amuba: (-)



-



Morbili



: (-)



-



Thypus



: (-)



-



Pertusis



: (-)



-



Cacing



: (-)



-



Difteri



: (-)



-



Operasi



: (-)



-



Varicella



: (-)



-



Gegar Otak



: (-)



-



Malaria



: (-)



-



Fraktur



: (-)



F. Riwayat Imunisasi - Hepatitis B



: 3x (usia 0,1,6 bulan)



- BCG



: 1x (usia 0 bulan)



- DPT



: 3x (usia 2,3,4 bulan)



- Polio



: 4x (usia 0,2,3,4 bulan)



- Campak



: 1 x (usia 9 bulan)



III. PEMERIKSAAN FISIK A. Keadaan Umum -



Sikap/keadaan umum : baik



-



Derajat kesehatan



: compos mentis



-



Derajat gizi



: gizi kesan baik



3



: (-)



B. Tanda vital -



Tekanan darah



: 110/70 mmHg



-



Nadi



: 84 x/menit, regular, isi tegangan cukup, simetris - Pernafasan



:



20 x/ menit,



kedalaman cukup, tipe thorakoabdominal. -



Suhu



: 36,7 0C



C. Status Gizi -



Umur



: 12 tahun



-



Berat badan



: 30 kg



-



Tinggi badan



: 144 cm



D. Kulit Kulit sawo matang, lembab, kelainan kulit (-) E. Kepala Bentuk mesosefal, rambut warna hitam, sukar dicabut. F. Wajah Odema (-), moon face (-) G. Mata Odema periorbita (-/-), konjungtiva anemis (-/-) , sklera ikterik (-/-) H. Hidung Napas cuping hidung (-), sekret (-/-) I. Mulut Mukosa basah (+), sianosis (-). J. Telinga Daun telinga dalam batas normal, sekret (-). K. Tenggorokan Uvula di tengah, mukosa pharing hiperemis (-), tonsil T1 - T1, pseudomembran (-) L. Leher Bentuk normocolli, limfonodi tidak membesar, glandula thyroid tidak membesar, kaku kuduk (-)



4



M. Thorax Bentuk : normochest, retraksi (-) Cor



: Inspeksi



: iktus kordis tidak tampak



Palpasi



: iktus kordis tidak kuat angkat



Perkusi



: batas jantung kesan tidak melebar



Auskultasi : BJ I-II intensitas normal, reguler, bising (-) Pulmo : Inspeksi



: Pengembangan dada kanan = kiri



Palpasi



: Fremitus raba dada kanan = kiri



Perkusi



: Sonor di seluruh lapang paru



Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+) Suara tambahan (-/-) N. Abdomen Inspeksi



: dinding perut lebih tinggi dari dinding dada



Auskultasi : peristaltik (+) normal, bising usus (+) normal Perkusi



: timpani, undulasi (-), pekak beralih (-)



Palpasi



: nyeri tekan (-), hepar tidak teraba, lien tidak teraba



O. Ekstremitas Akral dingin



P.



Oedem



-



-



-



-



-



-



-



-



Status Urologi : a. Regio costovertebra Dextra Inspeksi



:



Tampak alignment tulang baik, skoliosis tidak ada, edema dan hematom tidak ada



Palpasi



:



Nyeri tekan tidak ada, massa tumor tidak ada, tidak teraba ballottement



Perkusi



:



Nyeri ketok tidak ada



5



b. Regio Costovertebra Sinistra Inspeksi



:



Tampak alignment tulang baik, skoliosis tidak ada, edema dan hematom tidak ada



Palpasi



:



Nyeri tekan tidak ada, massa tumor tidak ada, tidak teraba ballottement



Perkusi



:



Nyeri ketok tidak ada



c. Regio Suprapubik Inspeksi



:



tidak



tampak



massa



tumor,



warna



kulit



sama



dengan



sekitarnya,hematomtidak ada, jejas tidak ada Palpasi



:



Tidak Teraba benjolan, nyeri tekan tidak ada



Q. Genetalia Eksterna a. Penis: Inspeksi :



Tampak belum disirkumsisi, warna kulit lebih gelap dari sekitarnya, OUE berada di corona penis bagian inferior, udem tidak ada, hematom tidak ada.



Palpasi :



Nyeri tekan tidak ada, massa tumor tidak ada.



b. Scrotum: Inspeksi :



Tampak menggantung, warna lebih gelap dari warna kulit sekitarnya, udem tidak ada, hematom tidak ada



Palpasi :



Teraba 2 buah testis dengan bentuk dan ukuran kesan normal.Nyeri tekan tidak ada.



c. Perineum Inspeksi :



Warna kulit lebih gelap dari sekitarnya, massa tumor tidak tampak, edema dan hematoma tidak ada



Palpasi :



Nyeri tekan tidak ada, massa tumor tidak teraba



6



PEMERIKSAAN PENUNJANG a.



Laboratorium Darah Rutin Hb : 13,3 g/dl Leukosit : 8.000 Hct : 39 % Trombosit : 323.000/µl CT : 4’30” BT : 2’30” Glukosa darah sewaktu : 130 mg/dl



Albumin



: 4,2 g/dl



Natrium



: 138 mmol/L



Kalium



: 4,2 mmol/L



Klorida



: 106 mmol/L



HBsAg



: negatif



a. ASSESMENT Hipospadia subcorona b. PLANNING Urethroplasty (sudah dilaksanakan tanggal 4 Januari 2016). c. HASIL FOLLOW UP Pasien dirawat di Bangsal Seruni (B2) kamar 7.



H-0 Pre Operasi (Senin, 3 Januari 2016) S: Lubang kencing di bawah penis O: - KU: Baik - Kesadaran: Compos mentis



- Suhu: 36,6° C - Nadi: 93 x/menit - Pernafasan: 22 x/menit - Konjungtiva Anemis: -/- Sklera ikterik: -/Status Lokalis Inspeksi: Tampak belum disirkumsisi, warna kulit lebih gelap dari sekitarnya, OUE berada di corona penis bagian inferior, udem (-), hematom (-), secret (-).



A: Hipospadia Subcorona P: Pro urethroplasty



7



H-0 Pasca Operasi (Senin, 4 Januari 2016) S: Nyeri Luka Post Operasi O: - KU: Tampak sakit ringan - Kesadaran: Compos mentis



- TD: 110/70 mmHg - Suhu: 36,8° C - Nadi: 76 x/menit - Pernafasan: 22 x/menit - Konjungtiva Anemis: -/- Sklera ikterik: -/Status Lokalis Inspeksi: Tampak terpasang Folley Kateter 10F, Luka post Operasi bersih, pus (-), darah (+)



Urin: 600cc, Kuning kemerahan, jernih A: Post urethroplasty atas indikasi Hipospadia midshaft dengan korde sedang P: - IFVD RL gtt XX/menit - Inj. Celocid 3 x ½ ampul - Inj. Ketorolac 3 x ½ ampul H-1 Pasca Operasi (Selasa, 5 Januari 2016) S: - Nyeri luka post operasi O: - KU: Tampak sakit ringan - Kesadaran: Compos mentis - TD: 110/70 mmHg - Suhu: 37,1° C - Nadi: 68 x/menit - Pernafasan: 22 x/menit - Konjungtiva Anemis: -/- Sklera ikterik: -/-



8



Status Lokalis Inspeksi: Tampak terpasang Folley Kateter 10F, Luka post Operasi bersih, Pus (-), darah (-)



Urin: 1200cc, Kuning, jernih A: Post urethroplasty atas indikasi Hipospadia midshaft dengan korde sedang P: - IFVD RL gtt XX/menit - Inj. Celocid 3 x ½ ampul - Inj. Ketorolac 3 x ½ ampul - mobilisasi (duduk) H-2 Pasca Operasi (Rabu, 6 Januari 2016) S: - Nyeri luka post operasi O: - KU: Tampak sakit ringan - Kesadaran: Compos mentis - TD: 110/70 mmHg - Suhu: 36,4° C - Nadi: 67 x/menit - Pernafasan: 20 x/menit - Konjungtiva Anemis: -/- Sklera ikterik: -/Status Lokalis Inspeksi: Tampak terpasang Folley Kateter 10F, Luka post operasi bersih, pus (-), darah (-).



Urin: 150cc, Kuning, jernih A: Post urethroplasty atas indikasi Hipospadia midshaft dengan korde sedang P: - IFVD RL gtt XX/menit - Inj. Celocid 3 x ½ ampul - Inj. Ketorolac 3 x ½ ampul - Kloramfenikol salep mata 3x sehari



9



- mobilisasi (duduk) H-3 Pasca Operasi (Kamis, 7 Januari 2016) S: Nyeri Luka post operasi O: - KU: Tampak sakit ringan - Kesadaran: Compos mentis - TD: 110/70 mmHg - Suhu: 37° C - Nadi: 69 x/menit - Pernafasan: 20 x/menit - Konjungtiva Anemis: -/- Sklera ikterik: -/Status Lokalis Inspeksi: Tampak terpasang Folley Kateter 10F, Luka post operasi bersih, Pus (-), darah (-), luka mulai kering.



Urin: 140cc, Kuning, jernih A: Post urethroplasty atas indikasi Hipospadia midshaft dengan korde sedang P: - IFVD RL gtt XX/menit - Inj. Celocid 3 x ½ ampul - Inj. Ketorolac 3 x ½ ampul - Kloramfenikol salep mata 3x sehari H-4 Pasca Operasi (Jumat, 8 Januari 2016) S: - Nyeri luka post operasi O: - KU: Tampak sakit ringan - Kesadaran: Compos mentis - Suhu: 36,4° C - Nadi: 88 x/menit - Pernafasan: 20 x/menit - Konjungtiva Anemis: -/-



10



- Sklera ikterik: -/Status Lokalis Inspeksi: Tampak terpasang Folley Kateter 10F, Luka post operasi bersih, Pus (-), darah (-), luka mulai kering.



Urin: 200cc, Kuning, jernih A: Post urethroplasty atas indikasi Hipospadia midshaft dengan korde sedang P: - Besok aff DC dan verban - IFVD RL gtt XX/menit - Inj. Celocid 3 x ½ ampul - Inj. Ketorolac 3 x ½ ampul - Kloramfenikol salep mata 3x sehari H-5 Pasca Operasi (Sabtu, 9 Januari 2016) S: Nyeri luka post operasi O: - KU: Tampak sakit ringan - Kesadaran: Compos mentis - Suhu: 36,4° C - Nadi: 88 x/menit - Pernafasan: 20 x/menit - Konjungtiva Anemis: -/- Sklera ikterik: -/Status Lokalis Inspeksi: Tampak terpasang Folley Kateter 10F, Luka post operasi bersih, Pus (-), darah (-), luka kering.



Urin: 300cc, Kuning, jernih A: Post urethroplasty atas indikasi Hipospadia midshaft dengan korde sedang P: - Aff DC dan verban - Boleh Pulang



11



- terapi pulang: Ketoprofen tab 2x1 Ranitidin tab 2x1



12



BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.



Embriologi Genitalia Eksterna Dalam perkembangan minggu ke-3, sel-sel mesenkim yang berasal dari daerah alur primitif bermigrasi ke sekitar membrana kloakalis untuk membentuk sepasang lipatan yang agak menonjol, yaitu lipatan kloaka. Di sebelah kranial membrana kloakalis, lipatan ini bergabung membentuk tuberkulum genital. Pada minggu ke-6, membrana kloakalis dibagi lagi menjadi membrana urogenitalis dan membrana analis. Lipatan kloaka juga dibagi lagi menjadi lipatan uretra di sebelah anterior, dan lipatan anus di sebelah posterior (Sadler, 1997). Serentak dengan itu, sepasang tonjolan lain, tonjol genitalia, mulai tampak di kedua sisi lipatan uretra. Pada pria tonjolan genitalis ini kelak membentuk tonjol skrotum, dan pada wanita menjadi labia mayora. Akan tetapi, pada akhir minggu ke-6, sulit membedakan kedua jenis kelamin tersebut.



Gambar 2.1 . Tahap Indiferen



13



Perkembangan genitalia eksterna pada pria berada di bawah pengaruh hormon androgen yang disekresi oleh testis janin dan ditandai oleh cepat memanjangnya tuberkulum genital yang kini dinamakan phallus (penis). Bersama dengan pemanjangan ini, phallus menarik lipatan uretra ke depan sehingga membentuk dinding lateral sulkus uretra. Sulkus ini terbentang sepanjang permukaan kaudal penis tetapi tidak mencapai bagian paling distal, yang dikenal sebagai glans. Lapisan epitel yang melapisi sulkus ini berasal dari endoderm dan membentuk lempeng uretra (Sadler, 1997). Pada akhir bulan ke-3, kedua lipatan uretra menutup di atas lempeng uretra, sehingga membentuk uretra pars kavernosa. Saluran ini tidak berjalan hingga ke ujung penis. Bagian uretra yang paling distal ini dibentuk pada bulan ke-4 kerika sel-sel ektoderm dari ujung glans menembus masuk ke dalam dan membentuk sebuah korda epitel yang pendek. Korda ini kemudian memperoleh rongga, sehingga membentuk orifisium uretra eksternum (Sadler, 1997). Tonjol-tonjol kelamin pada pria yang dikenal sebagai tonjol skrotum mula-mula terletak di daerah inguinal. Pada perkembangan selanjutnya, tonjol ini bergerak ke kaudal, dan tiap-tiap tonjolan lalu membentuk setengaj skrotum. Kedua belahan skrotum dipisahkan satu sama lain oleh sekat skrotum (Sadler, 1997).



14



Gambar 2.1. Perkembangan Genitalia Laki-laki Hipospadia adalah suatu keadaan akibat penyatuan lipat uretra tidak sempurna dan terapat mulut uretra yang abnormal di sepanjang permukaan inferior penis. Cacat ini terjadi pada 3 dari 1000 kelahiran, dan muara uretra yang abanormal biasanya didekat glans, di sepanjang penis, atau dekat pangkal penis. Jarang sekali, muara uretra terletak sepanjang rafe skrotum. Apabila penyatuan lipatan uretra gagal sama sekali, ditemukan sebuah celah memanjang yang lebar di sepanjang penis dan skrotum. Kedua tonjol skrotum tampak sangat mirip dengan labia mayora (Sadler, 1997). 2.2.



Hipospadia 2.2.1. Definisi Kata hipospadia berasal dari bahasa Yunani hipo yang berarti dibawah dan spadon yang berarti lubang. Hipospadia merupakan kelainan kongenital pada penis yang paling sering. Kondisi ini ditandai dengan orificium uretra yang terletak proksimal dibandingkan dengan keadaan normal dan terletak pada bagian ventral penis. Pada kasus yang lebih berat, orificium terletak pada skrotum atau perineum (Leung, Robsin, 2007). Semakin proksimal letak meatus, semakin besar kemungkinan lengkungan depan (chordee) terbentuk. Karena hipospadia merupakan kelainan anatomi dari perkembangan uretra anterior, bagian genitalia lain baik eksternal maupun internal berkembang dengan baik.



15



2.2.2. Insidensi Hipospadia terjadi pada



1 diantara 300 anak laki-laki.



Pemberian estrogen dan progestin selama masa kehamilan diketahui dapat meningkatkan insidensi (Tanagho and McAninch, 2008). Hipospadia lebih sering terjadi pada ras kaukasian dan jarang terjadi pada orang hispanic (Leung, Robson, 2007). Walaupun diketahui adanya pengaruh keluarga, tetapi belum ditemukan gen spesifik penyebab hipospadia. Kecenderungan familial mengindikasikan beberapa faktor poligenik. Pada 8% pasien diketahui memiliki ayah dengan hipospadia dan 14% terjadi pada saudara laki-lakinya (Walsh et al, 1992) 2.2.3. Etiologi Etiologi hipospadia multifaktorial. Pada sebagian besar kasus, hipospadia terjadi secara sporadik dan tanpa ada penyebab yang jelas. Pada umumnya, semakin berat hipospadia, semakin mungkin ditemukannya penyebab dari hipospadia tersebut (Leung and Robson, 2001). Telah diketahui bahwa androgen sangat penting untuk perkembangan organ reproduksi pada semua spesies mamalia. Juga diketahui bahwa dihidrotestosteron, 5a-reductase menurunkan metabolit



testosteron,



lebih



penting



dibandingkan



dengan



testosteron pada perkembangan organ-organ tersebut yang berasal dari sinus urogenital, tuberkulum genital, dan genital swelling, temasuk penis (Goyal et al, 2007). Khususnya, diferensiasi dan morfogenesis organ reproduksi laki-laki berhubungan dengan testosterone surge oleh sel Leydig fetal yang terjadi pada minggu ke 12 kehamilan. Perubahan pada aktivitas androgen selama masa kritis diferensiasi menghasilkan abnormalitas pada testosteron, 5areductase,



atau



androgen



16



reseptor,



menyebabkan



kelainan



perkembangan dari genitalia interna dan eksterna, termasuk hipospadia. Tidak seperti androgen, peran estrogen pada perkembangan organ reproduksi laki-laki, terutama pada penis, tetap belum diketahui walaupun reseptor estrogen dan atau enzim aromatase ditemukan pada penis yang sedang berkembang pada beberapa spesies, termasuk manusia. Studi epidemiologi telah membuktikan hubungan antara paparan estrogen dan frekuensi abnormalitas reproduksi pada laki-laki. Patut diperhatikan bahwa laki-laki yang dilahirkan dari wanita yang pernah terpapar dietilstilbestrol (DES) selama masa kehamilan memiliki insidensi kista epididimis, kriptokirdisme, dan hipospadia. Ibu hamil dengan intake tinggi fitoestrogen oleh karena diet vegetarian kemungkinan besar melahirkan bayi dengan hipospadia. Neonatus yang terpapar dengan dosis kecil estrogen menyebabkan pembesaran kelenjar prostat, sedangkan dosis besar menyebabkan hal yang sebaliknya. Paparan estrogen pada saat prenatal atau neonatal dapat menyebabkan efek permanen, transgenerasi bahkan mengganggu perkembangan organ reproduksi laki-laki. Akan tetapi, mekanisme bagaimana estrogen dapat menyebabkan fenotip abnormal pada saluran reproduksi, termasuk di penis belum diketahui. Defek pada produksi testosteron oleh testes dan kelenjar adrenal, kegagalan konversi testosteron menjadi DHT, defisiensi jumlah reseptor androgen di penis, dan penurunan ikatan DHT pada reseptor androgen dapat menyebabkan hipospadia. Beberapa studi menunjukkan respon testosteron yang subnormal terhadap hCG pada anak laki-lai dengan hipospadia. Walaupun sebagian besar anak dengan hipospadia memiliki level testosteron yang normal, hal ini tidak menyatakan secara langsung produksi androgen normal in utero. Walaupun penggunaan kontrasepsi oral tidak menyebabkan hipospadia, paparan maternal terhadap



17



senyawa estrogen atau progestin selama awal kehamilan dapat meningkatkan kejadian hipospadia. Selain itu, substansi di lingkungan yang mengadung estrogen seperti pertisida, buahbuahan dan sayuran juga memiliki efek yang sama. Klip et al melakukan survey pada 8934 anak laki-laki dari 16.284 wanita yang terdiagnosis masalah fertilitas. Dari 205 bayi laki-laki yang lahir dari ibu yang terpapar DHT selama kehamilan, 4 diantaranya mengalami hipospadia. Hanya 8 kasus hipospadia yang dilaporkan pada 8729 anak ((odds ratio [OR]: 21.3; 95% confidence interval [CI]: 6.5–70.1). penemuan ini mengkonfirmasi adanya peningkatan risiko hipospadia pada anak laki-laki yang lahir dari ibu yang terpapar DHT selama masa kehamilan. Beberapa penulis menyatakan bahwa diet vegetarian yang mengadung banyak fitoestrogen dapat menyebabkan peningkatan insiden hipospadia. Penyakit janin terhambat dan berat bayi lahir rendah merupakan faktor



risiko



untuk



hipospadi.



Risiko



meningkat



dengan



menurunnya berat lahir. Gatti et al menyebutkan bahwa hipospadia meningkat 10 kali pada bayi kecil masa kehamilan dibandingkan dengan bayi lahir normal. Ada peningkatan insidensi hipospadi pada



kembar



monozigotik



dan



dizigotik.



Roberts



et



al



menyebutkan kembar monozigotik memiliki kemungkinan 8.5 kali lebih banyak terjadi hipospadi dibandingkan dengan bayi tunggal. Penulis menyatakan bahwa dengan adanya 2 fetus, ada kemungkinan terjadi insufisiensi plasenta pada salah satu fetus dan kebutuhan hCG yang tidak adekuat untuk perkembangan gonad. Beberapa penulis menyebutkan usia ibu yang tua dan primiparitas merupaka



faktor risiko, sedangkan beberapa penulis tidak



menemukan hubungan parameter ini. Insidensi familial yang tinggi pada hipospadi telah terobservasi dan predisposisi poligenik juga menjadi faktor. Pada 1314 kasus hipospadi, 71 kasus minimal mempengaruhi satu relasi.



18



Risiko terjadinya rekurensi hipospadi pada saudara adalah 12-14%. Sekitar 7-9% ayah yang memiliki anak hipospadia juga memiliki hipospadia. Hipospadia telah ditemukan pada berbagai kelainan kromosom, seperti 4p-, 18q-, paracentric inversion of chromosome 14, dan the Klinefelter syndromes. Hipospadia dapat berhubungan dengan sindrom genetik seperti Smith-Lemli-Opitz, hypertelorism, hypospadias



(BBB),



hand-foot-genital,



Reifenstein,



Wolf-



Hirschhorn, Denys-Drash, Silver-Russell. Hipospadia sering ditemukan bersamaan dengan genitalia yang ambigu. 2.2.4. Klasifikasi Klasifikasi yang sering dipergunakan adalah berdasarkan lekasi dari meatus. Ada beberapa bentuk dari hipospadia yaitu: (1) glandular, meatus terletak pada proksimal glans penis; (2) coronal, meatus terletak pada sulcus coronal; (3) corpus penis; (4) penoscrotal; (5) perineal. Sekitar 70% dari semua kasus hipospadia terletak di distal penis atau coronal. Hipospadia pada laki-laki merupakan sebuah bukti terjadinya feminisasi. Pasien dengan letak meatus di penoscrotal dan perineal harus dipikirkan memiliki kemungkinan masalah interseks sehingga membutuhkan evaluasi yang sesuai. Bayi dengan hipospadia sebaiknya tidak disirkumsisi karena kulit preputium berguna untuk rekonstruksi selanjutnya (Leung and Robson, 2007). Klasifikasi lain yang dapat digunakan adalah berdasarkan lokasi baru setelah koreksi chordee (orthoplasty) seperti yang dikemukakan oleh Barcat (1973) (Duckett, 1992). Berdasarkan letak muara uretra setelah dilakukan koreksi korde, Browne (1936) membagi hipospadia dalam tiga bagian besar, yaitu (1) Hipospadia anterior terdiri atas tipe glanular, subkoronal, dan penis distal, (2)Hipospadia medius terdiri atas tipe midshaft, dan penis proksimal, dan (3) hipospadia posterior terdiri atas perineal. Akan



19



tetapi, hipospadia tidak bisa selalu didefinisikan secara nyata dari meatus. Meatus mungkin tertutup oleh ujung dari glans penis yang masih mempunyai korda. Muara uretra dapat terletak glanular, koronal, penil/korpus (distal, mid, dan proksimal), penoskrotal, skrotal, atau perineal. Jenis yang terbanyak adalah glanular dan penis distal. Pasien dengan bukaan penoscrotal dan perineum harus dianggap memiliki potensi masalah interseks yang membutuhkan evaluasi yang tepat.



2.2.5. Tanda dan gejala Meatus uretra terletak pada bagian ventral penis dan proksimal dari tempat normal, dan bahkan sampai ke skrotum atau perineum. Posisi meatus dapat diklasifikasikan menjadi anterior atau distal (glandular, coronal, subcoronal), tengah, atau posterior atau proksimal (penis posterior, penoskrotal, skrotal, perineal). Posisi subcoronal merupakan posisi yang paling sering. Posisi proksimal dapat dikategorikan sebagai kasus yang berat. Sekitar 60%-65% kasus terletak distal, 20-30% midpenis, dan 10-15%



20



proksimal. Pada kasus yang berat, skrotum dapat terlihat bifid. Meatus uretra yang terletak proksimal dapat terlihat stenotik. Kulit pada permukaan ventral biasanya tipis atau tidak ada sedangkan kulit pada bagian dorsal berlebihan. Chordee, berasal dari bahasa latin chorda yang berarti tali, merupakan kurvatura ventral dari penis. Chordhee terjadi karena atrofi dari corpus spongiosum, fibrosis dari tunica albuginea dan fasia, tarikan dari kulit bagian ventral dan fasia Buck. Chordee semakin terlihat dan mungkin hanya bisa dikenali saat penis ereksi. Perluasan chordee dapat dilihat dengan melakukan kompresi pada corpora cavernosus di perineum sehingga menyebabkan batang penis tertelan. Dengan pemberian kompresi yang lebih banyak, ereksi dapat terlihat. Chordee biasanya berhubungan dengan hipospadia proksimal. Chordee paling baik dinilai intraoperatif dengan artifisial tes ereksi (Gittes test). Gambaran klinis bervariasi tergantung dari tingkat berat ringannya gangguan. Anak dengan hipospadia dan meatus yang sempit kemungkinan memiliki gejala pancaran urin yang lemah dengan arah yang membelok. Pancaran urin dapat normal pada anak dengan hipospadia yang ringan dengan meatus yang terletak di glans penis. Jika tidak dikoreksi, anak dengan chordee dapat merasa nyeri saat ereksi dan akan terjadi gangguan hubungan seksual pada kasus yang berat (Leung and Robson, 2007). Perineal atau penoskrotal hipospadia mengharuskan pasien buang air kecil dalam posisi duduk dan hipospadia proksimal dapat menyebabkan infertilitas. Terdapat peningkatan insidensi UDT pada anak dengan hipospadia. 2.2.6. Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan penunjang tidak perlu dilakukan pada hipospadia tipe anterior atau middle. Skrining untuk abnormalitas



21



saluran kemih dengan menggunakan ultrasonografi renal harus dipertimbangkan pada pasien dengan hipospadia posterior dan pada pasien dengan anomali pada salah satu organ. (Leung and Robson, 2007). Anak dengan hipospadia penoskrotal dan perineal biasanya memiliki skrotum yang bifid dan genitalia yang ambigu, oleh karena itu, usapan bucca dan kariotiping dilakukan untuk mengetahui jenis kelamin. Urethroskopi dan sistoskopi dapat digunakan untuk mengetahui organ seksual internal berkembang normal atau tidak. (Tanagho, 2008). Pemeriksaan lain yang dapat digunakan adalah 17hydroxyprogesterone, testosterone, luteinizing hormone, folliclestimulating hormone, and sex hormonebinding globulin, human chorionic gonadotropin stimulation tests, dan molecular genetic analysis of the androgen receptor gene dan the 5α reductase gen. 2.2.7. Diagnosis Diagnosis hipospadia, anak laki-laki, biasanya jelas pada pemeriksaan fisik bayi baru lahir. Namun, hal ini tidak selalu terjadi untuk anak laki-laki dengan bentuk ringan dari hipospadia atau bagi mereka dengan varian preputium



utuh megameatus



(megameatus intact prepuce/MIP) (Duckett dan Keating, 1989; Hatch et al, 1989). Anak-anak tertentu mungkin lolos diagnosis saat kulit penis ditarik sepenuhnya atau sunat bayi selesai (lihat Gambar. 65-2). Harus diingat bahwa, hipospadia terisolasi mungkin hanya terlihat dari kelainan yang mendasari secara signifikan (Aarskog, 1971). Banyak klasifikasi yang berbeda dengan berbagai utilitas yang telah diusulkan melalui sejarah, seperti ditinjau oleh Sorensen (1953) dan diringkas baru-baru ini oleh Sheldon dan Duckett (1987). Culp, pada tahun 1959, adalah mungkin yang pertama



22



untuk mengklasifikasikan tingkat hipospadia setelah pengobatan yang diperlukan dari lengkungan penis (orthoplasty) dan menyadari pentingnya metode ini. Pada tahun 1973, Barcat lebih menunjuk lokasi meatus hypospadia, dan dengan demikian sejauh mana sebenarnya cacat membutuhkan perbaikan uretra, setelah orthoplasty. Namun, meskipun kategori dari anterior (distal), tengah, dan posterior (proksimal) hipospadia sangat membantu, penggunaan lebih spesifik, istilah deskriptif anatomi menunjuk tingkat meatus hypospadia lebih disukai. Dari semua sistem klasifikasi yang digunakan, defek dari glanular, koronal, dan subcoronal (anterior) merupakan mayoritas besar (sekitar 50% sampai 70%) dari kasus hipospadia (Sheldon dan Duckett, 1987; Sauvage et al, 1993; Pengebor et al, 2001 ). Duckett (1998) melaporkan angka keseluruhan sekitar 50%, 30%, dan 20% untuk anterior, tengah, dan hipospadia posterior. 2.2.8. Tata laksana Untuk alasan psikologis, hipospadia sebaiknya dikoreksi sebelum usia sekolah, sebagian besar dikoreksi pada usia sebelum 2 tahun. Usia ideal dilakukannya pembedahan adalah antara 6-12 bulan. Tujuan dari pembedahan adalah menciptakan penis lurus sehingga adekuat untuk melakukan hubungan seksual, mereposisi meatus urethra ke bagian atas sehingga memungkinkan pasien untuk buang air besar dengan posisi berdiri, membuat neourethra yang adekuat dan diameter yang sama, merekonstruksi sehingga penis terlihat normal dan menghindari komplikasi di masa depan. Koreksi pembedahan juga bisa dipertimbangkan dilakukan pada pasien dengan hipospadia distal dengan deformitas minimal untuk alasan psikologis.



23



Banyak prosedur yang dapat digunakan untuk memperbaiki hipospadia, tetapi tidak ada satupun yang sesuai untuk semua jenis kasus. Sebagian besar hipospadia dapat dikoreksi dengan sekali operasi. Prosedur yang paling sering dilakukan adalah meatal advancement-glanuloplasty



(MAGPI),



glans



approximation



procedure (GAP), and tubularization following incision of the urethral plate (TIP). Koreksi dengan dua tahap (two stage repair) diperlukan untuk jenis hipospadia jenis penoskrotal dan perineal. Eksisi komplit dari jaringan chordee sangat diperlukan pada pasien dengan hipospadia berat disertai chordee. Pembedahan hanya boleh dilakukan oleh urologis pediatrik atau dokter bedah dengan keahlian repair hipospadi. Pasien dengan hipospadi tidak dianjurkan untuk sirkumsisi karena kulup dapat digunakan untuk urethroplasti. Tahapan



pembedahan



koreksi



hipospadia



yaitu



(1)



meatoplasty dan glanuloplasti, (2) orthoplasty (pelurusan),



(3)



urethrplasty, (4) skin cover, (5) scrotoplasty. Berbagai elemen teknik pembedahan ini dapat diaplikasikan secara berurutan atau kombinasi untuk mendapatkan hasil yang memuaskan. Meatoplasty dan glanuloplasty Sejak bertahun-tahun lalu, teknik 2 tingkat memindahkan meatus tepat dibawah glans. Saat ini usaha ditujukan untuk memindahkan meatus ke bagian atas, terutama pada koreksi satu tahap. Bahkan dengan hipospadia distal, tujuannya sama dengan defek minimal. Prosedur Meatal Advancement and Granuloplasty (MAGPI) sudah dicermati berkenaan dengan hal ini. Dengan menggunakan video fotografi elektronik, McMillan merekam pancaran urin setelah prosedur MAGPI dan disimpulkan bahwa MAGPI memberikan hasil kosmetik dan berkemih yang normal.



24



Beberapa teknik berbeda telah diketahui dengan tujuan mengembalikan meatus ke bagian atas, tergantung dari variasi proksimal meatus. Triangularized glans membuat penutupan meatoplasty dan mencegah penutupan meatus. Sayap glans penis berkembang dengan baik, sehingga membungkus neouretra pada bagian ventral. Walaupun teknik ini mencegah stenosis meatus, glans penis menjadi rata dengan distorsi konfigurasi. Glans split membuat uretra terletak lebih dalam pada jaringan kelenjar. Glans fillet yang ditemukan oleh Turner-Warwick dan Cronin Guthrie merupakan prosedur 2 tahap yang menempatkan kulit preputium ke bagian ventral dari glans. Teknik



glans



channel



dapat



digunakan



untuk



memindahkan uretra ke bagian apeks. Bevan mengajukan sebuah teknik yang menciptakan flap proksimal penis, yang dapat diubah menjadi pembuluh uretra dan mendorong pembuluh tersebut ke dalam glans. Mays (1951) menggunakan teknik bertingkat dengan meluruskan penis, memindahkan preputium ke glans untuk menutup defek pada bagian ventral dan menkonstruksi preputium untuk uretra glanular. Orthoplasty 



Lengkungan (Chordee) Lengkungan penis disebabkan oleh defisiensi struktur normal pada bagian ventral penis. Faktor yang mempengaruhi adalah defisiensi kulit, fibrosis fasia dartos, dan fibrosa chordee dengan menarik bagian ventral atau disproporsi corpora cavernosa







Fibrosa Chordee Jika berhubungan dengan hipospadia, chordee dihubungkan dengan hipoplasia corpus spongiosum yang terletak distal dari



25



meatus. Keadaan ini menyebabkan fibrosa di garis tengah. Saat jaringan ini dieksisi, penis menjadi lurus. 



Artificial erection



Gittes



dan



McLaughlin



adalah



yang



pertama



untuk



menggambarkan ereksi buatan sebagai bantuan untuk evaluasi kelengkungan penis (Gittes dan McLaughlin, 1974). Teknik ini telah memperoleh penerimaan luas (Horton dan Devine, 1977). Injeksi salin normal dengan jarum "kupu-kupu" ke dalam corpora langsung dilakukan dengan memasukkan jarum melalui satu sisi lateral atau yang corpora cavernosa lainnya. Atau, jarum dapat dilewatkan melalui kelenjar dalam rangka mengurangi atau menghilangkan kemungkinan pembentukan hematoma di bawah fasia Buck. Penting untuk dicatat bahwa derajat kelengkungan dapat bervariasi dengan kekuatan suntikan atau metode yang digunakan untuk menghambat arus keluar cairan saline.



Urethroplasty Setelah orthoplasty, saat meatus proksimal retraksi dekat atau dibawah penoskrotal, terdapat 3 teknik yang dapat digunakan: (1) adjacent skin flap (2) free skin graft (3) mobilized vascular flap 



Formasi Neourethral



Beberapa prinsip dasar dan teknik mengatur urethroplasty sukses selama perbaikan hipospadia. Di antaranya adalah transfer jaringan, yang menyiratkan pergerakan jaringan untuk tujuan rekonstruksi. Teknik untuk uretroplasti biasanya menggunakan jaringan berdekatan, flaps jaringan lokal, cangkok bebas dari jaringan genital atau extragenital, atau beberapa kombinasi dari ini.



26







Jaringan yang berdekatan Neourethra tersebut dapat dibentuk melalui rekonfigurasi jaringan segera, disandingkan dengan meatus hypospadia dan/atau di sepanjang jalan uretroplasti. Ini mungkin yang paling berisiko dan paling teknis menantang semua bentuk urethroplasty. Sebuah contoh tubularisasi sederhana dari pelat uretra.







Jaringan Lokal Flaps Meskipun jaringan berdekatan dipindahkan ke tingkat tertentu ketika dimasukkan ke dalam urethroplasty, dalam teknik lain jaringan khusus kelamin lokal penis atau lainnya dapat ditransfer ke ventrum penis untuk digunakan dalam uretroplasti atau komponen lain untuk perbaikan hipospadia. Istilah flap menunjukkan bahwa jaringan yang digunakan yaitu jaringan yang dipotong dan dipindahkan dengan melindungi pembuluh darah atau menghidupkan kembali dengan cara pembedahan di lokasi penerima (Jordan, 1999a, 1999b). Flaps Jaringan dapat diklasifikasikan oleh vaskularitas mereka. Sebuah flap acak tidak didefinisikan memiliki wilayah vaskular kutaneus. Flap aksial jangka didefinisikan sebagai pembuluh darah yang terletak di dalam dasar flap. Berkenaan dengan teknik elevasi, cara lain untuk klasifikasi flap, kontinuitas pembuluh darah dan kulit flap tetap utuh dalam sebuah flap peninsula, sedangkan jangka flap menyiratkan pemeliharaan pembuluh darah dan pembagian kontinuitas kulit (Jordan, 1999b). Flaps jaringan lokal digunakan untuk rekonstruksi uretra harus tipis, nonhirsute, dan sesuai. Flaps ini disebut fasciocutaneous flaps, dan sistem fasia yang diperpanjang



27



disebut fasia dartos (Jordan, 1999b). Flap fasciocutaneous yang dipelihara dalam fasia, yang menyediakan saluran untuk arteri kecil dan vena. Suplai darah aksial dan drainase biasanya disediakan oleh cabang-cabang dari pembuluh yang dalam dan dangkal dari pudenda eksternal, yang merupakan cabangcabang medial pembuluh femoralis (, Hinman 1991; Yordania, 1999b;, Standoli 1988). 



Cangkokan Lokal atau Extragenital Istilah graft menyiratkan bahwa jaringan telah dikeluarkan dari satu lokasi dan dipindahkan ke tempat lain, di mana pasokan darah baru berkembang dengan proses yang disebut "take" (Jordan, 1999b). Dengan semua cangkokan, penerima vascularisasi sangat penting untuk kelangsungan hidup cangkok yang optimal. Tahap awal mengambil, disebut imbibition, bergantung pada difusi bahan nutrisi dari cangkokan yang berdekatan ke jaringan yang akan menerima cangkokan dan membutuhkan sekitar 48 jam. Ini diikuti dengan fase kedua mengambil, inosculation, yang merupakan pembentukan vaskularisasi baru dan permanen graft dan juga membutuhkan sekitar 48 jam (Jordan, 1999b).







Neourethral Cakupan (Lapisan Kedua) Flap Subkutan (Dartos) Kedua-lapisan cakupan neourethra dengan menggunakan berbagai vascularized flaps yang secara signifikan menurunkan fistula



urethrocutaneous



sebagai



komplikasi



perbaikan



hipospadia (Smith, 1973; Churchill et al, 1996; Belman, 1988; Retik et al, 1988). Seperti telah dijelaskan sebelumnya oleh Retik dan rekan (Retik et al, 1988, Retik et al, 1994), preputium dorsal dilipat dan lapisan dartos mendasari



28



pembedahan ke dasar penis dan kemudian diinsisi secara longitudinal di garis tengah (Gambar 65-8). Satu sisi flap atau, alternatif, flap dartos dibangkitkan dari kulit batang penis lateralis kemudian dibawa sekitar untuk aspek ventral penis dan dijamin selama neourethra dengan sederhana terganggu jahitan diserap dengan baik. Kelenjar sayap harus menorehkan mendalam untuk mengakomodasi ini meliputi jaringan tambahan neourethra tersebut. Tunica vaginalis Tunika vaginalis jaringan dapat digunakan sebagai alternatif untuk kedua-lapisan cakupan neourethra (Kirkali, 1990; Salju, 1986, Salju et al, 1995) (Gambar 65-9). Sebelum tunika vaginalis



cakupan, perbatasan inferolateral dari



mesenterium neourethral dapat maju atas tepi neourethra sebagai dinding penopang. Testis akan digunakan sebagai donor tunika vaginalis disampaikan ke bidang operasi dan terisolasi dari lampiran skrotum nya. Tunika vaginalis adalah menorehkan, dan lebar yang sesuai flap diisolasi dari testis dan banyak dimobilisasi pada pedikel vaskuler sendiri. (Tunica vaginalis dipanen sama untuk orthoplasty korupsi patch yang kopral.) Flap tunika vaginalis yang kemudian diamankan di neourethra dengan penempatan jahitan terputus sederhana, dan testis diganti dalam skrotum. Korpus spongiosum Paraurethral (spongiosal) jaringan pendekatan di garis tengah sebagai penutup kedua garis jahitan awal awalnya digambarkan oleh van Horn dan Kass (1995) sebagai anadjunct untuk memperbaiki hipospadia distal. Dalam kohort baru-baru ini diperbaiki dengan teknik ini, tingkat komplikasi adalah



29



1,7% untuk distal dan 7,7% untuk perbaikan hipospadia midshaft (Kass dan Chung, 2000). Demikian pula, Yerkes dan rekan (2000) dijelaskan memobilisasi spongiosum distal lateral uretra terbuka sepanjang uretra dengan pelat jauh dari corpora cavernosa, kemudian membungkusnya sekitar berbagai jenis urethroplasty untuk hipospadia distal untuk mencegah pembentukan fistula. Pada 25 pasien dengan follow up lebih dari 1 tahun, tidak ada fistula urethrocutaneous. Bungkus distal corpus spongiosum muncul untuk menghindari pembentukan fistula tanpa menyebabkan kelengkungan residu atau berulang. Komplikasi awal pada saat pembedahan adalah terjadinya perdarahan, hematom, infeksi luka operasi, infeksi saluran kemih dan retensi urin. Komplikasi lebih lanjut dapat terjadi fistula uretrokutaneus, stenosis meatal, urethrokel dan divertikulum uretra. Kejadian komplikasi tergantung dari berat ringannya hipospadia, usia, ketersediaan jaringan yang adekuat untuk rekonstruksi, dan pengalaman operator. 2.2.9. Prognosis Setelah koreksi pembedahan, kebanyakan pasien mampu buang air kecil dengan posisi berdiri termasuk fungsi berhubungan seksual (Tanagho, 2008). Anak dengan hipospadia memiliki wakti pubertas yang normal. Kebanyakan pasien dengan hipospadia memiliki fungsi testis dan androgen yang normal. Fungsi seksual seharusnya menjadi normal setelah koreksi pembedahan. Masalah fertilitas akan teratasi kecuali pasien memiliki kelainan lain seperti cryptorchidism, kelainan kromosom, atau varicocele (Leung and Robson, 2007).



30



BAB III KESIMPULAN Hipospadia merupakan kelainan kongenital pada penis yang paling sering. Penyebab yang sudah teridentifikasi yaitu defisiensi stimulasi androgen pada jaringan genital fetal atau paparan senyawa estrogen atau progestin berlebihan in utero. Insidensi familial merupakan faktor predisposisi. Pada kebanyakan kasus, etilogi tidak dapat teridentifikasi. Waktu terbaik untuk melakukan koreksi pembedahan adalah antara usia 6-12 bulan. Kebanyakan kasuspun dapat dikoreksi dengan pembedahan tunggal dan jika ditangani dengan ahli urologi pediatrik akan memberikan hasil yang memuaskan secara fungsi ataupun kosmetik.



31



DAFTAR PUSTAKA Brunicardi FC et al. Schwartz’s Principles of Surgery. 9th ed. United state of America: The McGraw-Hill Companies. 2010 Goyal HO, et al. Estrogen receptor-a mediates estrogen-inducible abnormalities in the developing penis. Reproduction (2007) 133 1057–1067 Hutson



JM.



Cryptorchidism



and



Hypospadias.



2012



http://www.endotext.org/male/male19/maleframe19.htm. Leung KC, Robson LM. Hypospadias: an update. Asian J Androl 2007 Jan; 9: 16–22 Sadler. Embriologi Kedokteran Langman. Joko Suyono, editor. Sistem urogenital : Genitalia eksterna. Edisi ke-7. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1997 hal 298-300 Sjamsuhidajat, et al. Buku Ajar Ilmu Bedah. Bisono dan Zunilda, editor. Saluran kemih dan alat kelamin laki-laki : kelainan bawaan uretra Hipospadia. Edisi ke-3. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2010 hal 862-3 Tanagho EA, McAninch JW. Smith’s General Urology. 17th ed. New York: McGraw-Hill, 2008 page 629-631 Campbell and Walsh. Campbell’S Urology. Saunders, editor. Hypospadia. 10th edition. Pennsylvania : W.B. Saunders company,1992. In:1893-1919



32