Laporan Kasus OMSK Internship [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

DAFTAR ISI BERITA ACARA PORTOFOLIO................................................................i KATA PENGATAR.......................................................................................ii DAFTAR ISI..................................................................................................1 BAB I PENDAHULUAN.............................................................................1 1.1. Latar Belakang.........................................................................................1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA...................................................................2 2.1. Anatomi Telinga Tengah..........................................................................2 2.2. Definisi....................................................................................................6 2.3.Epidemiologi.............................................................................................6 2.4. Klasifikasi................................................................................................7 2.5. Patogenesis..............................................................................................8 2.6. Faktor Resiko.........................................................................................10 2.7. Gejala Klinis..........................................................................................12 2.8. Diagnosis...............................................................................................14 2.9. Penatalaksanaan.....................................................................................16 2.10. Komplikasi...........................................................................................21 2.11. Prognosis..............................................................................................22 BAB III LAPORAN KASUS.....................................................................23 BAB IV PEMBAHASAN...........................................................................33 BAB V KESIMPULAN..............................................................................36 DAFTAR PUSTAKA..................................................................................37



1



BAB I PENDAHULUAN 1.1.



Latar Belakang Gangguan pendengaran terjadi pada 5% masyarakat di dunia yaitu



sebanyak 360 juta jiwa (328 juta penderita dewasa dan 32 juta penderita anakanak). Angka gangguan pendengaran dan ketulian di Indonesia merupakan angka tertinggi di Asia Tenggara sekitar 16,8%. Angka gangguan pendengaran di Indonesia terjadi paling banyak pada usia produktif (dewasa 30-54 tahun) sekitar 28%. Gangguan pendengaran dapat disebabkan oleh factor genetic, penyakit infeksi tertentu, infeksi kronik telinga, penggunaan obat ototoksik, paparan terhadap bising dan penuaan, otitis media supuratif kronis (OMSK) dapat menyebabkan gangguan pendengaran.1 Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK) atau yang biasa disebut “congek atau teleran” adalah radang kronis telinga tengah dengan adanya lubang (perforasi) pada gendang telinga (membrane timpani) dan riwayat keluarnya cairan (sekret) dari telinga (otorea) lebih dari 6-8 minggu, baik terus-menerus atau hilang timbul. Secret dapat encer, kental, bening atau berupa nanah.2 Angka kejadian OMSK di negara-negara berkembang lebih banyak dibandingkan negara-negara maju. Hal ini disebabkan oleh factor sosioekonomi, hygiene buruk dan kepadatan penduduk.3 OMSK biasanya terjadi pada social ekonomi rendah, area pedesaan dengan kebersihan dan factor nutrisi yang kurang.4 faktor resiko OMSK lainnya yaitu infeksi saluran napas atas yang sering, status imun yang buruk dan perokok pasif.3 prevalensi morbiditas pada kasus telinga dan gangguan pendengaran di Indonesia cukup tinggi, yaitu sebesar 18,5%, sedangkan prevalensi OMSK di Indonesia antara 3-5,2% atau kurang lebih 6,6 juta penduduk Indonesia menderita OMSK.5 OMSK dapat mengakibatkan beberapa komplikasi dan kadang-kadang mengancam jiwa seperti kehilangan pendengaran,



meningitis,



abses



serebri,



mastoiditis,



parese



N.Facialis,



kolesteatoma, jaringan granulasi dn empyema subdural.6 BAB II



2



TINJAUAN PUSTAKA 2.1.



Anatomi Telinga Tengah Telinga tengah terdiri atas: membran timpani, kavum timpani, processus



mastoideus, dan tuba eustachius.1,5,6 1.



Membran Timpani



Membran timpani dibentuk dari dinding lateral kavum timpani dan memisahkan liang telinga luar dari kavum timpani. Membran ini memiliki panjang vertikal rata-rata 9-10 mm, diameter antero-posterior kira-kira 8-9 mm, dan ketebalannya rata-rata 0,1 mm .Letak membran timpani tidak tegak lurus terhadap liang telinga akan tetapi miring yang arahnya dari belakang luar ke muka dalam dan membuat sudut 450 dari dataran sagital dan horizontal. Membran timpani berbentuk kerucut, dimana bagian puncak dari kerucut menonjol ke arah kavum timpani yang dinamakan umbo. Dari umbo ke muka bawah tampak refleks cahaya (cone of ligt). Membran timpani mempunyai tiga lapisan yaitu :1 a) Stratum kutaneum (lapisan epitel) berasal dari liang telinga. b) Stratum mukosum (lapisan mukosa) berasal dari kavum timpani. c) Stratum fibrosum (lamina propria) yang letaknya antara stratum kutaneum dan mukosum. Secara Anatomis membran timpani dibagi dalam 2 bagian :1 a.



pars tensa



Bagian terbesar dari membran timpani yang merupakan permukaan yang tegang dan bergetar, sekelilingnya menebal dan melekat pada anulus fibrosus pada sulkus timpanikus bagian tulang dari tulang temporal.



b.



Pars flaksida atau membran Shrapnell.



3



Letaknya di bagian atas muka dan lebih tipis dari pars tensa. Pars flaksida dibatasi oleh 2 lipatan yaitu :  



Plika maleolaris anterior (lipatan muka). Plika maleolaris posterior (lipatan belakang).



Membran timpani terletak dalam saluran yang dibentuk oleh tulang dinamakan sulkus timpanikus. Akan tetapi bagian atas muka tidak terdapat sulkus ini dan bagian ini disebut incisura timpanika (rivini). Permukaan luar dari membran timpani disarafi oleh cabang nervus aurikulo temporalis dari nervus mandibula dan nervus vagus. Permukaan dalam disarafi oleh nervus timpani cabang dari nervus glossofaringeal. Aliran darah membrana timpani berasal dari permukaan luar dan dalam. Pembuluh-pembuluh epidermal berasal dari aurikula yang merupakan cabang dari arteri maksilaris interna. Permukaan mukosa telinga tengah didarahi oleh arteri timpani anterior cabang dari arteri maksilaris interna dan oleh stylomastoid cabang dari arteri aurikula posterior. 2.



Kavum Timpani



Kavum timpani terletak di dalam pars petrosa dari tulang temporal, bentuknya bikonkaf, atau seperti kotak korek api. Diameter antero-posterior atau vertikal 15 mm, sedangkan diameter transversal 2-6 mm. Kavum timpani mempunyai 6 dinding yaitu : bagian atap, lantai, dinding lateral, medial, anterior, dan posterior. Kavum timpani terdiri dari :1,5 a. Tulang-tulang pendengaran, terbagi atas: malleus (hammer/martil), inkus (anvil/landasan), stapes (stirrup/pelana) b. Otot, terdiri atas: otot tensor timpani (muskulus tensor timpani) dan otot stapedius (muskulus stapedius). c. Saraf korda timpani. d. Saraf pleksus timpanikus. a)



Processus mastoideus



Rongga mastoid berbentuk seperti bersisi tiga dengan puncak mengarah ke kaudal. Atap mastoid adalah fosa kranii media. Dinding medial adalah dinding 4



lateral fosa kranii posterior. Sinus sigmoid terletak di bawah duramater pada daerah ini. Pada dinding anterior mastoid terdapat aditus ad antrum. b)



Tuba eustachius.1,5,6



Tuba eustachius disebut juga tuba auditori atau tuba faringotimpani berbentuk seperti huruf S. Tuba ini merupakan saluran yang menghubungkan kavum timpani dengan nasofaring. Pada orang dewasa panjang tuba sekitar 36 mm berjalan ke bawah, depan dan medial dari telinga tengah dan pada anak dibawah 9 bulan adalah 17,5 mm. Tuba terdiri dari 2 bagian yaitu : a. Bagian tulang terdapat pada bagian belakang dan pendek (1/3 bagian). b. Bagian tulang rawan terdapat pada bagian depan dan panjang (2/3 bagian).



Gambar 3.1. Anatomi Telinga.7 2.2.



Difinisi Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga



tengah, tuba eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid.5 5



Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) atau yang biasa disebut “congek” adalah radang kronis telinga tengah dengan adanya lubang (perforasi) pada gendang telinga (membran timpani) dan riwayat keluarnya cairan (sekret) dari telinga (otorea) lebih dari 2 bulan, baik terus menerus atau hilang timbul. Sekret mungkin serous, mukous, atau purulen.1,2,3 Otitis Media Akut (OMA) dengan perforasi membran timpani dapat menjadi otitis media supuratif kronis apabila prosesnya sudah lebih dari 2 bulan. Beberapa faktor yang menyebabkan OMA menjadi OMSK, antara lain: terapi yang terlambat diberikan, terapi yang tidak adekuat, virulensi kuman yang tinggi, daya tahan tubuh pasien yang rendah (gizi kurang), dan higiene yang buruk.5 2.3.



Epidemiologi Otitis media supuratif kronik merupakan penyakit THT yang paling



banyak ditemukan di negara sedang berkembang. Secara umum insiden OMSK dipengaruhi oleh ras dan faktor sosioekonomi. Misalnya, OMSK lebih sering dijumpai pada orang Eskimo dan Indian Amerika, anak-anak aborigin Australia dan orang kulit hitam di Afrika Selatan. Walaupun demikian, lebih dari 90% beban dunia akibat OMSK ini dipikul oleh negara-negara di Asia Tenggara, daerah Pasifik Barat, Afrika, dan beberapa daerah minoritas di Pasifik. Kehidupan sosial ekonomi yang rendah, lingkungan kumuh, dan status kesehatan serta gizi yang jelek merupakan faktor yang menjadi dasar untuk meningkatnya prevalensi OMSK pada negara yang sedang berkembang.3 Survei prevalensi di seluruh dunia menunjukkan bahwa beban dunia akibat OMSK melibatkan 65–330 juta orang dengan telinga berair, dimana 60% di antaranya (39–200 juta) menderita kurangnya pendengaran yang signifikan. Secara umum, prevalensi OMSK di Indonesia adalah 3,8% dan termasuk dalam klasifikasi tinggi dalam tingkatan klasifikasi insidensi. Pasien OMSK meliputi 25% dari pasien-pasien yang berobat di poliklinik THT rumah sakit di Indonesia. Berdasarkan Survei Nasional Kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran oleh Departemen Kesehatan R.I tahun 1994-1996, angka kesakitan (morbiditas) Telinga, Hidung, dan Tenggorok (THT) di Indonesia sebesar 38,6% dengan 6



prevalensi morbiditas tertinggi pada kasus telinga dan gangguan pendengaran yaitu sebesar 38,6% dan prevalensi otitis media supuratif kronis antara 2,1-5,2%. 4 Data poliklinik THT RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2006 menunjukkan pasien OMSK merupakan 26% dari seluruh kunjungan pasien.3 2.4 Klasifikasi OMSK dapat dibagi atas 2 tipe, yaitu :1,3 a)



Tipe tubotimpani (tipe jinak/tipe aman/tipe rhinogen)



Proses peradangan pada OMSK tipe tubotimpani hanya terbatas pada mukosa saja dan biasanya tidak mengenai tulang. Tipe tubotimpani ditandai oleh adanya perforasi sentral atau pars tensa dan gejala klinik yang bervariasi dari luas dan keparahan penyakit. Beberapa faktor lain yang mempengaruhi keadaan ini terutama patensi tuba eustachius, infeksi saluran nafas atas, pertahanan mukosa terhadap infeksi yang gagal pada pasien dengan daya tahan tubuh yang rendah. Disamping itu campuran bakteri aerob dan anaerob, luas dan derajat perubahan mukosa, serta migrasi sekunder dari epitel skuamosa juga berperan dalam perkembangan tipe ini. Sekret mukoid kronis berhubungan dengan hiperplasia goblet sel, metaplasia dari mukosa telinga tengah pada tipe respirasi dan mukosiliar yang jelek. b)



Tipe atikoantral (tipe ganas/tipe tidak aman/tipe tulang)



Pada tipe ini ditemukan adanya kolesteatom dan berbahaya. Perforasi tipe ini letaknya marginal atau di atik yang lebih sering mengenai pars flaksida. Karakteristik utama dari tipe ini adalah terbentuknya kantong retraksi yang berisi tumpukan keratin sampai menghasilkan kolesteatom. Kolesteatom adalah suatu massa amorf, konsistensi seperti mentega, berwarna putih, terdiri dari lapisan epitel bertatah yang telah mengalami nekrotik. Kolesteatom merupakan media yang baik untuk pertumbuhan kuman, yang paling sering adalah proteus dan pseudomonas. Hal ini akan memicu respon imun lokal sehingga akan mencetuskan pelepasan mediator inflamasi dan sitokin. Sitokin yang dapat ditemui dalam matrik kolesteatom adalah interleukin-1, interleukin-6, tumor necrosis factor-α, dan transforming growth factor. Zat-zat ini dapat 7



menstimulasi



sel-sel



keratinosit



matriks



kolesteatom



yang



bersifat



hiperproliferatif, destruktif, dan mampu berangiogenesis. Massa kolesteatom ini dapat menekan dan mendesak organ sekitarnya serta menimbulkan nekrosis terhadap tulang. Terjadinya proses nekrosis



terhadap tulang diperhebat oleh



reaksi asam oleh pembusukan bakteri.1,3,5 Kolesteatom dapat dibagi atas 2 tipe yaitu:5 1.



Kongenital



1.



Didapat.



Kolesteatom didapat dapat terbagi atas:  Primary acquired cholesteatoma. Kolesteatom yang terjadi tanpa didahului oleh perforasi membran timpani pada daerah atik atau pars flasida.  Secondary acquired cholesteatoma. Kolesteatoma yang terbentuk setelah terjadi perforasi membran timpani. Kolesteatom terbentuk sebagai akibat dari masuknya epitel kulit dari liang telinga atau dari pinggir perforasi membran timpani ke telinga tengah (teori migrasi) atau terjadi akibat metaplasia mukosa kavum timpani karena iritasi infeksi yang berlansung lama (teori metaplasia) 2.5



Patogenesis OMSK dimulai dari episode infeksi akut terlebih dahulu. Patofisiologi dari



OMSK dimulai dari adanya iritasi dan inflamasi dari mukosa telinga tengah yang disebabkan oleh multifaktorial, diantaranya infeksi yang dapat disebabkan oleh virus atau bakteri, gangguan fungsi tuba, alergi, kekebalan tubuh turun, lingkungan dan sosial ekonomi. Kemungkinan penyebab terpenting mudahnya anak mendapat infeksi telinga tengah adalah struktur tuba pada anak yang berbeda dengan dewasa dan kekebalan tubuh yang belum berkembang sempurna sehingga bila terjadi infeksi jalan napas atas, maka lebih mudah terjadi infeksi telinga tengah berupa Otitis Media Akut (OMA).1,3 Respon inflamasi yang timbul adalah berupa udem mukosa. Jika proses inflamasi ini tetap berjalan, pada akhirnya dapat 8



menyebabkan terjadinya ulkus dan merusak epitel. Mekanisme pertahanan tubuh penderita dalam menghentikan infeksi



biasanya menyebabkan terdapatnya



jaringan granulasi yang pada akhirnya dapat berkembang menjadi polip di ruang telinga tengah. Jika lingkaran antara proses inflamasi, ulserasi, infeksi dan terbentuknya jaringan granulasi



ini berlanjut terus akan merusak jaringan



sekitarnya.1,



Tekanan negatif



Gangguan



telinga



tuba



tengah



Sembuh/ normal



Fgs.tuba tetap terganggu, Infeksi (-)



efusi



OME Tuba tetap terganggu



Perubahan tekanan tibatiba Alergi Infeksi Sumbatan : Sekret Tampon Tumor



+ ada infeksi



Otitis Media Akut (OMA) Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK)



Sembuh sempurna



OMSK tipe benigna



Otitis media Efusi



OMSK tipe maligna



Gambar 3.2 Patogenesis Otitis Media5 2.6.



Faktor Risiko Terjadi OMSK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang pada



anak, jarang dimulai setelah dewasa. Faktor infeksi biasanya berasal dari nasofaring (adenoiditis, tonsilitis, rinitis, sinusitis) dan mencapai telinga tengah melalui tuba eustachius. Fungsi tuba eustachius yang abnormal merupakan faktor predisposisi yang dijumpai pada anak dengan palatoskisis dan sindrom down. 9



Adanya tuba patulous, menyebabkan refluk isi nasofaring yang merupakan faktor insiden OMSK yang tinggi di Amerika Serikat. Faktor host yang berkaitan dengan insiden OMSK yang relatif tinggi adalah defisiensi imun sistemik. Kelainan humoral, seperti hipogammaglobulinemia dan cell-mediated (infeksi HIV) dapat timbul sebagai infeksi telinga kronis. Faktor-faktor risiko OMSK antara lain :1,3 1.



Lingkungan.



Hubungan penderita OMSK dan faktor sosial ekonomi belum jelas, tetapi terdapat hubungan erat antara penderita dengan OMSK dan sosio ekonomi, dimana kelompok sosio ekonomi rendah memiliki insiden yang lebih tinggi. Tetapi sudah hampir dipastikan, bahwa hal ini berhubungan dengan kesehatan secara umum, diet, dan tempat tinggal yang padat. 1.



Genetik.



Faktor genetik masih diperdebatkan sampai saat ini, terutama apakah insiden OMSK berhubungan dengan luasnya sel mastoid yang dikaitkan sebagai faktor genetik. Sistem sel-sel udara mastoid lebih kecil pada penderita otitis media, tapi belum diketahui apakah hal ini primer atau sekunder. 2.



Otitis media sebelumnya.



Secara umum dikatakan otitis media kronis merupakan kelanjutan dari otitis media akut dan atau otitis media dengan efusi, tetapi tidak diketahui faktor apa yang menyebabkan satu telinga dan berkembangnya penyakit ke arah keadaan kronis.



3.



Infeksi



Proses infeksi pada otitis media supuratif kronis sering disebabkan oleh campuran mikroorganisme aerobik dan anaerobik yang multiresisten terhadap standar yang ada saat ini. Kuman penyebab yang sering dijumpai pada OMSK ialah Pseudomonas aeruginosa sekitar 50%, Proteus sp. 20% dan Staphylococcus aureus 25%. 10



Jenis bakteri yang ditemukan pada OMSK agak sedikit berbeda dengan kebanyakan infeksi telinga lain, karena bakteri yang ditemukan pada OMSK pada umumnya berasal dari luar yang masuk ke lubang perforasi tadi. 4.



Infeksi saluran nafas atas.



Banyak penderita mengeluh sekret telinga sesudah terjadi infeksi saluran nafas atas. Infeksi virus dapat mempengaruhi mukosa telinga tengah menyebabkan menurunnya daya tahan tubuh terhadap organisme yang secara normal berada dalam telinga tengah, sehingga memudahkan pertumbuhan bakteri. 5.



Autoimun.



Penderita dengan penyakit autoimun akan memiliki insidens lebih besar terhadap otitis media kronis. 6.



Alergi.



Penderita alergi mempunyai insiden otitis media kronis yang lebih tinggi dibanding yang bukan alergi. Yang menarik adalah dijumpainya sebagian penderita yang alergi terhadap antibiotik tetes telinga atau bakteri atau toksintoksinnya, namun hal ini belum terbukti kebenarannya. 7.



Gangguan fungsi tuba eustachius.



Hal ini terjadi pada otitis kronis aktif, dimana tuba eustachius sering tersumbat oleh edema. Beberapa faktor-faktor yang menyebabkan perforasi membran timpani menetap pada OMSK :1 a)



Infeksi yang menetap pada telinga tengah mastoid yang mengakibatkan produksi sekret telinga purulen berlanjut.



a)



Berlanjutnya



obstruksi



tuba



eustachius



yang



mengurangi



penutupan spontan pada perforasi. b)



Beberapa perforasi yang besar mengalami penutupan spontan melalui mekanisme migrasi epitel.



Pada pinggir perforasi, epitel skuamous dapat mengalami pertumbuhan yang cepat di atas sisi medial dari membran timpani yang hal ini juga mencegah penutupan spontan dari perforasi. 11



2.7. Gejala Klinis. 1.



Telinga berair (otorea)



Sekret bersifat purulen (kental, putih) atau mukoid (seperti air dan encer) tergantung stadium peradangan. Sekret yang mukus dihasilkan oleh aktivitas kelenjar sekretorik telinga tengah dan mastoid. Pada OMSK tipe ganas unsur mukoid dan sekret telinga tengah berkurang atau hilang karena rusaknya lapisan mukosa secara luas. Suatu sekret yang encer berair tanpa nyeri mengarah kemungkinan tuberkulosis.1,3 2. Gangguan pendengaran Ini tergantung dari derajat kerusakan tulang-tulang pendengaran. Biasanya dijumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat campuran. Gangguan pendengaran mungkin ringan sekalipun proses patologi sangat hebat, karena daerah yang sakit ataupun kolesteatom dapat menghantar bunyi dengan efektif ke fenestra ovalis. Pada OMSK tipe maligna biasanya didapat tuli konduktif berat karena putusnya rantai tulang pendengaran, tetapi sering kali juga kolesteatom bertindak sebagai penghantar suara sehingga ambang pendengaran yang didapat harus diinterpretasikan secara hati-hati. Penurunan fungsi koklea biasanya terjadi perlahan-lahan dengan berulangnya infeksi karena penetrasi toksin melalui jendela bulat (foramen rotundum) atau fistel labirin tanpa terjadinya labirinitis supuratif. Bila terjadinya labirinitis supuratif akan terjadi tuli saraf berat. Hantaran tulang dapat menggambarkan sisa fungsi koklea.1,3 3.



Otalgia (nyeri telinga)



Adanya nyeri tidak lazim dikeluhkan penderita OMSK dan bila ada merupakan suatu tanda yang serius. Pada OMSK keluhan nyeri dapat karena terbendungnya drainase pus. Nyeri dapat berarti adanya ancaman komplikasi akibat hambatan pengaliran sekret, terpaparnya durameter atau dinding sinus lateralis, atau ancaman pembentukan abses otak. Nyeri telinga mungkin ada tetapi mungkin oleh adanya otitis eksterna sekunder. Nyeri merupakan tanda 12



berkembang komplikasi OMSK seperti petrositis, subperiosteal abses, atau trombosis sinus lateralis. 4.



Vertigo



Vertigo pada penderita OMSK merupakan gejala yang serius lainnya. Keluhan vertigo seringkali merupakan tanda telah terjadinya fistel labirin akibat erosi dinding labirin oleh kolesteatom. Pada penderita yang sensitif, keluhan vertigo dapat terjadi karena perforasi besar membran timpani yang akan menyebabkan labirin lebih mudah terangsang oleh perbedaan suhu. Penyebaran infeksi ke dalam labirin juga akan menyebabkan keluhan vertigo. Vertigo juga bisa terjadi akibat komplikasi serebelum. Fistula merupakan temuan yang serius, karena infeksi kemudian dapat berlanjut dari telinga tengah dan mastoid ke telinga dalam sehingga timbul labirinitis dan dari sana mungkin berlanjut menjadi meningitis. Uji fistula perlu dilakukan pada kasus OMSK dengan riwayat vertigo. Uji ini memerlukan pemberian tekanan positif dan negatif pada membran timpani. Tanda-tanda klinis OMSK tipe maligna : a.



Adanya abses atau fistel retroaurikular



a.



Jaringan granulasi atau polip di liang telinga yang berasal dari kavum timpani.



b. c.



Pus yang selalu aktif atau berbau busuk (aroma kolesteatom) Foto rontgen mastoid adanya gambaran kolesteatom.



Gambar 3.3. Perforasi Membran Timpani.8



13



Gambar 3.4. Otitis Media Supuratif Kronik.8 2.8. Diagnosis Diagnosis OMSK ditegakan dengan cara:1,3,6 1.



Anamnesis (history-taking)



Penyakit telinga kronis ini biasanya terjadi perlahan-lahan dan penderita seringkali datang dengan gejala-gejala penyakit yang sudah lengkap. Gejala yang paling sering dijumpai adalah telinga berair. Pada tipe tubotimpani sekretnya lebih banyak dan seperti benang, tidak berbau bususk, dan intermiten. Sedangkan pada tipe atikoantral sekretnya lebih sedikit, berbau busuk, kadangkala disertai pembentukan jaringan granulasi atau polip, dan sekret yang keluar dapat bercampur darah. Ada kalanya penderita datang dengan keluhan kurang pendengaran atau telinga keluar darah.



2.



Pemeriksaan otoskopi



Pemeriksaan otoskopi akan menunjukan adanya dan letak perforasi. Dari perforasi dapat dinilai kondisi mukosa telinga tengah. 2.



Pemeriksaan audiologi



Evaluasi audiometri dan pembuatan audiogram nada murni untuk menilai hantaran tulang dan udara penting untuk mengevaluasi tingkat penurunan pendengaran dan untuk menentukan gap udara dan tulang. Audiometri tutur berguna untuk menilai ‘speech reception threshold’ pada kasus dengan tujuan untuk memperbaiki pendengaran. 3.



Pemeriksaan radiologi



14



Pemeriksaan radiografi daerah mastoid pada penyakit telinga kronis memiliki nilai diagnostik yang terbatas bila dibandingkan dengan manfaat otoskopi dan audiometri. Pemeriksaan radiologi biasanya memperlihatkan mastoid yang tampak sklerotik dibandingkan mastoid yang satunya atau yang normal. Erosi tulang yang berada di daerah atik memberi kesan adanya kolesteatom. Proyeksi radiografi yang sekarang biasa digunakan adalah proyeksi schuller dimana pada proyeksi ini akan memperlihatkan luasnya pneumatisasi mastoid dari arah lateral dan atas. Pada CT scan akan terlihat gambaran kerusakan tulang oleh kolesteatom, ada atau tidaknya tulang–tulang pendengaran dan beberapa kasus terlihat fistula pada kanalis semisirkularis horizontal.1,3 4.



Pemeriksaan bakteriologi



Walaupun perkembangan dari OMSK merupakan kelanjutan dari mulainya infeksi akut, bakteri yang ditemukan pada sekret yang kronis berbeda dengan yang ditemukan pada otitis media supuratif akut. Bakteri yang sering dijumpai pada OMSK adalah Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus aureus, dan Proteus sp. Sedangkan bakteri pada otitis media supuratif akut adalah Streptococcus pneumonie dan H. influenza.9 Infeksi telinga biasanya masuk melalui tuba dan berasal dari hidung, sinus paranasal, adenoid, atau faring. Dalam hal ini penyebab biasanya adalah pneumokokus, streptokokus atau H. influenza. Akan tetapi, pada OMSK keadaan ini agak berbeda karena adanya perforasi membran timpani maka infeksi lebih sering berasal dari luar yang masuk melalui perforasi tadi. 2.9.



Penatalaksanaan Pada



waktu



pengobatan



haruslah



dievaluasi



faktor-faktor



yang



menyebabkan penyakit menjadi kronis, perubahan-perubahan anatomi yang menghalangi penyembuhan serta menganggu fungsi, dan proses infeksi yang terdapat di telinga. Bila didiagnosis kolesteatom, maka mutlak harus dilakukan operasi, tetapi obat -obatan dapat digunakan untuk mengontrol infeksi sebelum operasi.1,3,5,6 15



Prinsip pengobatan tergantung dari jenis penyakit dan luas infeksi, yang dapat dibagi atas: konservatif dan operasi A.



Otitis media supuratif kronik benigna



a)



Otitis media supuratif kronik benigna tenang



Keadaan ini tidak memerlukan pengobatan, dan dinasehatkan untuk jangan mengorek telinga, air jangan masuk ke telinga sewaktu mandi, dilarang berenang dan segera berobat bila menderita infeksi saluran nafas atas. Bila fasilitas memungkinkan



sebaiknya



dilakukan



operasi



rekonstruksi



(miringoplasti,



timpanoplasti) untuk mencegah infeksi berulang serta gangguan pendengaran. b)



Otitis media supuratif kronik benigna aktif



Prinsip pengobatan OMSK adalah : 1.



Membersihkan liang telinga dan kavum timpani (toilet telinga)



Tujuan toilet telinga adalah membuat lingkungan yang tidak sesuai untuk perkembangan mikroorganisme, karena sekret telinga merupakan media yang baik bagi perkembangan mikroorganisme. Cara pembersihan liang telinga (toilet telinga):1 a) Toilet telinga secara kering (dry mopping). Telinga dibersihkan dengan kapas lidi steril, setelah dibersihkan dapat di beri antibiotik berbentuk serbuk. Cara ini sebaiknya dilakukan di klinik atau dapat juga dilakukan oleh anggota keluarga. Pembersihan liang telinga dapat dilakukan setiap hari sampai telinga kering. b) Toilet telinga secara basah (syringing). Telinga disemprot dengan cairan untuk membuang debris dan nanah, kemudian dibersihkan dengan kapas lidi steril dan diberi serbuk antibiotik. Meskipun cara ini sangat efektif untuk membersihkan telinga tengah, tetapi dapat mengakibatkan penyebaran infeksi ke bagian lain dan ke mastoid. Pemberian 16



serbuk antibiotik dalam jangka panjang dapat menimbulkan reaksi sensitifitas pada kulit. Dalam hal ini dapat diganti dengan serbuk antiseptik, misalnya asam boric dengan iodine. c) Toilet telinga dengan pengisapan ( suction toilet) Pembersihan dengan suction pada nanah dengan bantuan mikroskopis operasi adalah metode yang paling populer saat ini. Setelah itu dilakukan pengangkatan mukosa yang berproliferasi dan polipoid sehingga sumber infeksi dapat dihilangkan. Akibatnya terjadi drainase yang baik dan resorbsi mukosa. Pada orang dewasa yang kooperatif cara ini dilakukan tanpa anastesi tetapi pada anak-anak diperlukan anestesi. Pencucian telinga dengan H2O2 3% akan mencapai sasarannya bila dilakukan dengan “displacement methode” seperti yang dianjurkan oleh Mawson dan Ludmann. 2. Pemberian antibiotika :1,3 a. Antibiotik topikal Pemberian antibiotik secara topikal pada telinga dan sekret yang banyak tanpa dibersihkan dulu adalah tidak efektif. Bila sekret berkurang atau tidak progresif lagi diberikan obat tetes yang mengandung antibiotik dan kortikosteroid. Irigasi dianjurkan dengan garam faal agar lingkungan bersifat asam yang merupakan media yang buruk untuk tumbuhnya kuman. Mengingat pemberian obat topikal dimaksudkan agar masuk sampai telinga tengah, maka tidak dianjurkan antibiotik yang ototoksik misalnya neomisin dan lamanya tidak lebih dari 1 minggu. Cara pemilihan antibiotik yang paling baik dengan berdasarkan kultur kuman penyebab dan uji resistensi. Antibiotika topikal yang dapat dipakai pada otitis media kronik adalah : 1. Polimiksin B atau polimiksin E Obat ini bersifat bakterisid terhadap kuman gram negatif. 2. Neomisin 17



Obat bakterisid pada kuman gram positif dan negatif. Toksik terhadap ginjal dan telinga. 3. Kloramfenikol Obat ini bersifat bakterisid terhadap basil gram positif dan negatif kecuali Pseudomonas aeruginosa. b.



Antibiotik sistemik.1,3



Pemilihan antibiotik sistemik untuk OMSK juga sebaiknya berdasarkan kultur kuman penyebab. Pemberian antibiotika tidak lebih dari 1 minggu dan harus disertai pembersihan sekret profus. Bila terjadi kegagalan pengobatan, perlu diperhatikan faktor penyebab kegagalan yang ada pada penderita tersebut. Dengan melihat konsentrasi obat dan daya bunuhnya terhadap mikroba, antimikroba dapat dibagi menjadi 2 golongan. Golongan pertama daya bunuhnya tergantung kadarnya. Makin tinggi kadar obat, makin banyak kuman terbunuh, misalnya golongan aminoglikosida dan kuinolon. Golongan kedua adalah antimikroba yang pada konsentrasi tertentu daya bunuhnya paling baik. Peninggian dosis tidak menambah daya bunuh antimikroba golongan ini, misalnya golongan beta laktam. Untuk bakteri aerob dapat digunakan golongan kuinolon (siprofloksasin dan ofloksasin) atau golongan sefalosforin generasi III (sefotaksim, seftazidin, dan seftriakson) yang juga efektif untuk Pseudomonas, tetapi harus diberikan secara parenteral. Untuk bakteri anaerob dapat digunakan metronidazol yang bersifat bakterisid. Pada OMSK aktif dapat diberikan dengan dosis 400 mg per 8 jam selama 2 minggu atau 200 mg per 8 jam selama 2-4 minggu.



B.



Otitis media supuratif kronik maligna.1,3,5



Pengobatan yang tepat untuk OMSK maligna adalah operasi. Pengobatan konservatif dengan medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara sebelum dilakukan pembedahan. Bila terdapat abses subperiosteal, maka insisi 18



abses sebaiknya dilakukan tersendiri sebelum kemudian dilakukan mastoidektomi. Ada beberapa jenis pembedahan atau teknik operasi yang dapat dilakukan pada OMSK dengan mastoiditis kronis, baik tipe benigna atau maligna, antara lain : 1.



Mastoidektomi sederhana (simple mastoidectomy)



1.



Mastoidektomi radikal



2.



Mastoidektomi radikal dengan modifikasi



3.



Miringoplasti



4.



Timpanoplasti



5.



Pendekatan



ganda



timpanoplasti



(combined



approach tympanoplasty) Tujuan



operasi



adalah



menghentikan



infeksi



secara



permanen,



memperbaiki membran timpani yang perforasi, mencegah terjadinya komplikasi atau kerusakan pendengaran yang lebih berat, serta memperbaiki pendengaran.



19



20



Gambar 3.5. Pedoman Tatalaksana OMSK5 2.10. Komplikasi Paparella dan Shumrick (1980) membagi komplikasi OMSK dalam :1,3 21



A. Komplikasi otologik : 1. Mastoiditis koalesen 2. Petrositis 3. Paresis fasialis 4. Labirinitis B.



Komplikasi intrakranial 1. Abses ekstradural 2. Trombosis sinus lateralis 3. Abses subdural 4. Meningitis 5. Abses otak 6. Hidrosefalus otitis



Cara penyebaran infeksi : 1. Penyebaran hematogen 2. Penyebaran melalui erosi tulang 3. Penyebaran melalui jalan yang sudah ada. Perjalanan komplikasi infeksi telinga tengah ke intra kranial harus melewati 3 macam lintasan :1,3 1.



Dari rongga telinga tengah ke selaput otak



Melalui jalan yang sudah ada, seperti garis fraktur tulang temporal, bagian tulang yang lemah atau defek karena pembedahan, dapat memudahkan masuknya infeksi. 2.



Menembus selaput otak.



Dimulai begitu penyakit mencapai dura, menyebabkan pakimeningitis. Dura sangat resisten terhadap penyebaran infeksi, akan menebal, hiperemi, dan lebih melekat ketulang. Jaringan granulasi terbentuk pada dura yang terbuka dan ruang subdura yang berdekatan. 3.



Masuk ke jaringan otak.



Pembentukan abses biasanya terjadi pada daerah diantara ventrikel dan permukaan korteks atau tengah lobus serebelum. Cara penyebaran infeksi ke jaringan



22



otak ini dapat terjadi baik akibat tromboflebitis atau perluasan infeksi ke ruang Virchow Robin yang berakhir di daerah vaskular subkortek. 2.11. Prognosis Pasien dengan OMSK memiliki prognosis yang baik apabila dilakukan kontrol yang baik terhadap proses infeksinya. Pemulihan dari fungsi pendengaran bervariasi dan tergantung dari penyebab. Hilangnya fungsi pendengaran oleh gangguan konduksi dapat dipulihkan melalui prosedur pembedahan, walaupun hasilnya tidak sempurna. 10 Keterlambatan dalam penanganan karena sifat tidak acuh dari pasien dapat menimbulkan kematian yang merupakan komplikasi lanjut OMSK yang tidak ditangani dengan segera. Kematian akibat OMSK terjadi pada 18,6% pasien karena telah mengalami komplikasi intrakranial yaitu meningitis. 3,10



BAB III LAPORAN KASUS Nama Wahana: RSUD Kabupaten Pacitan Topik: Ilmu Telinga Hidung Tenggorokan Bedah Kepala Leher Tanggal (Kasus): 28 AGUSTUS Presenter: 2019 Pendamping: dr. Fajar Dian Tanggal Presentasi: Tempat Presentasi: Obyektif Presentasi: √ Keilmuan √ Keterampilan √ Penyegaran √ Tinjauan Pustaka √ Diagnostik √ Manajemen Masalah Istimewa √ Neonatus



La Bayi



Anak



Remaja



Dewasa



Deskripsi: Wanita 52 Tahun Tujuan: Diagnostik dan tatalaksana pada Polip Nasi Bahan √ Tinjauan Riset √ Kasus Bahasan: Pustaka Cara Diskusi Presentasi Email



nsia



Bumil



Audit Pos 23



Membahas: Data Pasien:



dan Diskusi Nama: Tn. BHP



Data Klinik:



Telp:







Nomor Registrasi : 288xxx Terdaftar Sejak :



Identitas Pasien



Nama



: Tn. BHP



Usia



: 58 tahun.



Jenis Kelamin



: Laki laki.



Pekerjaan



: Wirasawasta



Agama/Suku



: Islam/Jawa.



Alamat



: Ds. Tegalombo



Tanggal pemeriksaan : 28 Agustus 2019 No. RM



: 288xxx



o Anamnesa Autoanamnesa dengan pasien (28 Agustus 2019) pk: 11:30 di Ruang Poli THT-KL Keluhan Utama : Telinga kiri keluar cairan Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang ke poli THT-KL RSUD DR.DARSONO dengan keluhan keluar cairan di telinga kiri sejak 2 bulan yang lalu. Cairan berwarna kuning kental sedikit berbau dengan jumlah kurang lebih 2 sendok sebanyak kurang lebih 3 kali sehari. 6 hari sebelumnya pasien mengeluh telinga kirinya nyeri disertai demam. Pasien mengaku sering mengorek-ngorek telinganya dengan cotton bud.



24



Pasien



juga



mengeluhkan



telinga



kirinya



mengalami



penurunan



pendengaran dan terasa grebeg-grebeg bersamaan dengan keluar cairan di telinganya. Pasien juga mengeluhkan pusing beberapa hari terakhir ini. Nyeri tekan telinga -/+, gangguan pendengaran +/+, darah (-/-), bau (-/+), hidung buntu (-/+), batuk (+), pilek (+), alergi debu (-), alregi makanan/minuman (-), alregi obat-obatan (-) suara serak (-), sakit gigi (-) nyeri menelan (-), sukar menelan (-). Telinga kanan tidak ada keluhan. Riwayat Penyakit Dahulu : Hipertensi (-) DM (-) Riwayat Keluarga. Tidak ditemukan riwayat keluarga dengan keluhan yang sama. Riwayat Pengobatan. Pasien belum berobat sama sekali sejak keluhan telinganya muncul. Pasien meminum Ultraflu 3x1 tablet dan OBH untuk pilek dan batuknya Riwayat Alergi : disangkal Riwayat penyakit sistemik : Riwayat Trauma : disangkal Riwayat Sosial : SMP o Pemeriksaan Fisik 28 Agustus 2019 di poli THT-KL 1.



Keadaan Umum Pasien tampak sakit ringan, compos mentis, GCS 456.



2.



3.



Tanda Vital 1.



TD



: 140/80 mmHg



1.



Nadi



: 80 x/menit reguler.



2.



RR



: 16 x/menit.



3.



Suhu



: 36,5 OC.



Kepala a.



Bentuk



: normosefal, benjolan massa (-)



b.



Ukuran



: mesosefal.



c.



Rambut



: tebal,hitam. 25



d.



Wajah



: simetris, bundar, rash (-), sianosis (-), edema (-).



e.



Telinga



: Hiperemia -, normotia ,nyeri tekan aurikula, dilanjutkan di



status telinga f.



Hidung



: sekret (-) jernih, pernafasan cuping hidung(-), perdarahan



(-), hiperemi (-). g.



4.



5.



Mulut



: mukosa bibir basah, mucosa sianosis (-).



Leher a.



Inspeksi



: massa (-/-).



b.



Palpasi : pembesaran kelenjar limfa regional (-/-).



Thoraks a. Inspeksi



: bentuk dada kesan normal dan simetris; retraksi



dinding dada (-), tidak didapatkan deformitas. b. Jantung: 



Inspeksi







Palpasi : ictus cordis teraba di MCL (S) ICS V(S).







Perkusi : batas jantung normal.







Auskultasi



: ictus cordis tidak terlihat.



: S1S2 tunggal, reguler, ekstrasistol (-), gallop (-),



murmur (-). c. Paru: 



Inspeksi



: gerak nafas simetris pada kedua sisi dinding dada, retraksi (-), RR 22 kali/menit, teratur, simetris.







Palpasi



: pergerakan dinding dada saat bernafas simetris.







Perkusi



: sonor sonor sonor sonor sonor sonor







Auskultasi



: vesikuler di seluruh lapang paru.



26



Rh



6.



7.



-



-



-



-



-



-



Wh -



-



-



-



-



-



Abdomen a.



Inspeksi



: datar, kulit abdomen : jaringan parut (-).



b.



Auskultasi



: bising usus (+), normal.



c.



Perkusi



: timpani, shifting dullnes (-).



d.



Palpasi



: H/L tidak teraba.



Ekstremitas



Pemeriksaan Ekstremitas



Atas Kana



Akral



Anemis Ikterik Edema Sianosis Ptechiae Capillary Time



Refill



Kiri



Bawah Kanan



Kiri



n Hang



Hang



Hangat



Hangat



at



at



kering



kering



kering



kerin



– – – –