Laporan Ke8 Nekropsi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Laporan Ke-8 Teknik Dasar Nekropsi



Hari, tanggal : Kamis, 27 April 2017 Dosen : 1. Drh. Vetnizah Juniantito, PhD. 2. Dr. Drh. Eva Herlina, Msi, APvet. 3. Drh. Heryudianto Vibowo Asisten : Nadya, Amd.



TEKNIK NEKROPSI PADA AYAM Disusun oleh: Kelompok 5 Praktikum 2 Ahmad Najihal Amal Siti Sarah Hasana Fadlikal Bogie A. Ratu Nurendah Dayanti Novaliani Salsabila Iftina P.N. Rahmatiaqmara Haziroh Yulharivaldo Dini Alfina Irvan Mardi



J3P115003 J3P115010 J3P115013 J3P115015 J3P115017 J3P115019 J3P115024 J3P115048 J3P115057 J3P215062



PROGRAM KEAHLIAN PARAMEDIK VETERINER PROGRAM DIPLOMA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2017



PENDAHULUAN



Bedah bangkai atau nekropsi adalah tehnik lanjutan dari diagnosa klinik untuk mengukuhkan atau meyakinkan hasil diagnosa klinik. Pada prinsipnya, bedah bangkai adalah mengeluarkan organ-organ yang dihinggapi virus tertentu. Bedah bangkai hendaknya dilakukan secepat mungkin setelah hewan mati. Untuk daerah tropis seperti Indonesia, sebaiknya bedah bangkai dilakukan tidak lebih dari 6 jam setelah hewan mati. Hewan yang gemuk atau tertutup bulu lebih cepat. Bila pelaksanaan bedah bangkai akan ditunda, bangkai dapat disimpan pada refrigerator agar tidak membusuk. Bedah bangkai dapat dilakukan pada ayam hidup atau pada ayam mati. Jika menggunakan ayam hidup, maka ayam harus dibunuh dahulu, cara membunuh atau etanasi ayam ada beberapa cara antara lain mematahkan tulang leher antara tulang atlas dan tulang cervikalis, emboli udara ke dalam jantung, bordizo forceps, dan disembelih seperti pada umumnya. Pada bedah bangkai, jika menggunakan ayam mati (bangkai ayam) sebaiknya tidak menggunakan ayam yang mati lebih dari 6 jam, karena pada ayam tersebut terdapat mikroorganisme yang mendeposisi tubuh dan ada proses autolisis yaitu penghancuran sendiri organ-organ tubuh dan terjadi perubahan patologi anatomi. Ada beberapa hal yang menjadi perhatian supaya hasil pemeriksaan menjadi akurat, antara lain jenis penyakit, kondisi pasien, umur bangkai, jumlah sampel, dan tempaat pelaksanaan. Selain itu, penilaian bedah bangkai berdasarkan perubahan-perubahan pada organ atau jaringan yang diperiksa, yaitu ukuran organ pada ayam penderita, warna pada organ yang diperiksa, tepi organ, bidang sayatan, dan konsistensi. Ukuran organ pada ayam penderita, jika membesar disebut hipertropi, jika mengecil disebut atropi, dan jika tumbuh ganda disebut hyperplasia. Sedangkan apabila berwarna kemerahan menunjukan adanya pendarahan, organ berwarna pucat menunjukan kurangnya nutrisi, warna kebiruan menujukan kurangnya suplai oksigen, keracunan jaringan. Tepi organ yang tumpul menunjukan organ telah membesar dari ukuran normal. Bidang sayatan berlemak berminyak menunjukan adanya akumulasi lemak dalam jaringan, berair menunjukkan adanya



akumulasi air dalam jarigan, dan campuran keduanya menunjukan adanya gangguan organik oleh metabolisme penyakit. Konsistensi yang keras/rapuh menujukan adanya nekrosis/kematian jaringan pada organ dan pada konsistensi lunak organ telah terakumulasi dengan eksudat (Yuwanta 2004).



TUJUAN Mahasiswa dapat melakukan teknik nekropsi pada ayam. Mahasiswa dapat mengetahui situs viscerum pada ayam. Mahasiswa dapat mengetahui kelainan yang terdapat pada ayam. METODE Waktu Praktikum Praktikum ini dilaksanakan pada hari Kamis 27 April 2017 pukul 09.0013.00 WIB. Praktikum dilakukan di Klinik Hewan Pendidikan Diploma IPB, Kampus IPB Gunung Gede. Alat dan Bahan Alat- alat yang digunakan pada praktikum ini adalah pisau tajam, gunting, pinset, bak persegi, ember, syringe, gloves, dan meja operasi. Bahan-bahan yang digunakan adalah air, dan unggas (ayam). Prosedur Alat dan bahan disiapkan. Ayam dihandle dan diambil darahnya pada vena sayap/vena pectoralis dan pada jantung. Setelah dilakukan pengambilan darah, ayam disembelih dengan menggunakan pisau tajam hingga memutus tiga saluran yaitu pembuluh vena, arteri, dan saluran pernapasan pada leher ayam tetapi tidak memisahkan kepala. Selanjutnya ayam dibasuhi dengan air mengalir untuk mencuci sisa darah saat proses penyembelihan dan agar pada saat dilakukannya pembedahan bulu ayam tidak mengganggu praktikan. Lalu ayam dibaringkan pada posisi dorsal dan dilakukan penyatan pada kulit di bagian medial paha dan abdomen pada kedua sisi tubuh hingga memotong persendian pada tulang paha. Rongga thorax dan abdomen dikuakan. Organ-organ yang berada pada rongga thorax dan abdomen diperiksa apakah ada kelainan atau tidak. Hati dan gizzard di preparir. Kantung udara pada daerah abdominalis dan thorakalis diperiksa.



Saluran pencernaan dikeluarkan dengan memotong oesophagus pada bagian proksimal proventrikulus. Sinus pada saluran pernafasan diperiksa apakah terdapat lendir atau tidak. Kepala ayam di preparir dengan memotong tulang leher terakhir. Otak pada ayam diperiksa dengan memotong tulang kepala sejajar dengan mata lalu dilakukan pemotongan kedua sisi ke arah lateral. Dibuka perlahan dan otak pada ayam diamati.



HASIL DAN PEMBAHASAN Tabel 1. Nekropsi pada ayam. Nama Kelainan



Gambar



organ Paru- paru



A. Warna lebih merah B. Normal



Ginjal



A



B



A



B



A



B



A



B



A. Normal B. Terdapat penggumpal an darah



Otak



A. Normal B. Normal



Gizard



A. Normal



(ampela)



B. Normal



Duodenu



A. Normal



m dan



B. Normal



pankreas



A



Jantung



B



A. Normal B. Normal



Coana



A



B



A



B



A



B



A



B



A



B



A. Terdapat lendir B. Terdapat lendir



Hati dan



A. Normal



empedu



B. Normal



Kantung udara



A. Keruh (adanya perkejuan) B. Normal transparan



Sumsum



A. Normal



tulang



B. Normal



Trakea



A. Normal B. Normal



A Usus



B



A. Normal B. Normal C. Usus ayam A dan B setelah



A



B



C



dibuka Proventrik



A. Normal



ulus



B. Normal



A



B



Berdasarkan hasil praktikum bahwa pengambilan darah dengan cara memposisikan ayam terlentang. Teknik melakukannya dengan memegang kedua sayap secara lembut. Mengambil darah tepat pada vena braciallis (pada bagian dalam sayap). Permukaan kulit ayam dalam kondisi mulus tidak terdapat koreng, berwarna cerah dan tidak ada memar. Terdapat lendir pada bagian rongga hidung. Pemeriksaan permukaan kulit ayam bertujuan untuk melihat ada atau tidaknya penyakit yang diderita oleh ayam tersebut, karena salah satu ciri ayam broiler yang sehat adalah mempunyai kulit licin dan tidak terdapat luka atau memar. Hal ini sesuai dengan pendapat Sholikin (2011) yang menyatakan bahwa ciri-ciri ayam broiler yang bagus adalah daging lunak, serat baik, berkulit licin dan tidak terdapat luka atau memar. Berdasarkan hasil praktikum bahwa pemeriksaan kondisi warna dan jaringan bawah kulit menunjukan hasil jaringan bersih dan berwarna cerah normal. Hal ini menunjukan bahwa ayam sehat. Hal ini sesuai dengan pendapat



Afrianti et al (2013) yang menyatakan bahwa daging ayam sehat berwarna cerah putih kekuningan. Jaringan subkutan juga berwarna bersih tidak terdapat bercakbercak. Ini menandakan ayam sedang tidak terserang penyakit. Menurut Tarmudji (2005)



bahwa salah



satu ciri



ayam



terkena



penyakit



AI (Avian



Influenza) yaitu terdapat ptekhiae subkutan pada kaki dan paha. Ciri isi rongga dada dan rongga perut yang normal adalah bersih, tidak terdapat gumpalan lemak, kantung udara bersih, terang tembus, tidak ada perkejuan (gumpalan lemak), jantung sehat ini menandakan pendapat



bahwa



Salim et



berwarna merah muda. Hal



ayam tersebut tidak sakit. Hal



al (2010)



ini



sesuai



menyatakan bahwa ciri-ciri ayam sakit adalah



organ hati, ginjal, jantung, dan limpa bengkak, warna merah kehitaman, bintikbintik hemoragi jelas terlihat pada mukosa duodenum, hati, ginjal, jantung, paruparu, dan limpa. Berdasarkan



hasil



bahwa dinding saluran pencernaan dalam saluran pencernaan



tidak



normal,



praktikum



terdapat kelainan, tidak kotor. Isi



tidak terdapat



cacing.



Dalam



manajemen pemeliharaan ayam tersebut benar sehingga ayam tidak terkena caci ng.



Hal



ini



sesuai



menyatakan bahwa



dengan



penyebab



pendapat Ashenafi ayam cacingan



dan



Eshetu



dikarenakan



(2004)



manajemen



pemeliharaanya yang buruk. Retnani et al (2009) menambahkan bahwa ciri ayam yang terkena cacing adalah mendadak lesu, diare,radang usus disertai diare yang meluas jika terinfeksi berat, sehingga produksi menurun dibawah rata-rata, termasuk berat badan, laju pertumbuhan turun, produksi daging maupun telur. Berdasarkan hasil praktikum bahwa hati memiliki ukuran normal, berwarna merah kecoklatan, konsistensi kenyal dan terdapat kantong empedu. Ini meandakan hati dalam kondisi baik. Hati berfungsi untuk memproduksi empedu. Hal ini sesuai dengan pendapat Fadilah dan Pollana (2004) yang menyatakan bahwa hati yang tidak memiliki kelainan berwarna cokelat kemerahan yang dilengkapi kantong empedu dan konsistensi kenyal. Ditambahkan oleh Suprijatna et al (2005) yang menyatakan fungsi utama hati dalam pencernaan dan absorpsi adalah produksi empedu.



Berdasarkan hasil praktikum bahwa jantung berwarna merah, tidak terdapat bintik-bintik pada selaput jantung dan memiliki konsistensi kenyal, yang menandakan jantung dalam kondisi normal. Hal ini sesuai dengan pendapat Jahja et al (2006) bahwa ayam dalam kondisi normal jantung berwarna merah muda. Menurut Suprijatna et al (2005) jantung ayam memiliki empat ruang yaitu dua atrium dan dua ventrikel. Berdasarkan hasil praktikum bahwa ginjal ayam berukuran kecil dan berwarna merah pucat. Hal ini sesuai dengan pendapat Suprijatna et al (2005) yang menyatakan sistem ekskresi pada unggas terdiri dari dua buah ginjal yang bentuknya relatif besar memanjang, berlokasi di belakang paru-paru dan menempel pada tulang punggung. Ditambahkan oleh Yuwanta (2004) yang menyatakan ginjal berfungsi pula sebagai pengatur keseimbangan asam basa da keseimbangan osmosis bagi cairan tubuh. Berdasarkan hasil praktikum bahwa pankreas pada unggas berwarna putih kekuningan, berukuran normal dan tidak terdapat kelainan. Pankreas merupakan organ pencernaan tambahan yang berfungsi sebagai kelenjar endokrin maupun kelenjar eksokrin dan terletak di antara usus halus. Hal ini sesuai dengan pendapat Suprijatna et al (2005) yang menyatakan pankreas terletak diantara duodenal loop pada usus halus dan meruapakan suatu kelenjar yang berfungsi sebagai kelenjar endokrin maupun kelenjar eksokrin. Ditambahkan oleh Yuwanta (2004) yang menyatakan pankreas mempunyai dua fungsi yang semuanya berhubungan dengan pengunaan enrgi ransum, yaitu eksokrin dan endokrin. Berdasarkan hasil praktikum bahwa trakea ayam berwarna putih, tidak terdapat isi. Trakea ayam menunjukkan bahwa ayam dalam kondisi sehat. Trakea merupakan saluran pernapasan yang memanjang dari pangkal rongga mulut sampai dengan rongga dada. Berdasarkan hasil praktikum bahwa paru-paru berwarna merah, memiliki konsistensi kenyal, terdapat O2 saaat melakukan uji apung yang artinya pernafasan ayam masih baik. Namun jika terdapat bintik hitam di paru-paru ayam diindikasikan ayam tersebut terserang penyakit CRD(Coryza dan Crhonic Respiratory Disease). Hal ini sesuai dengan pendapat yang menyatakan bahwa anak ayam yang terserang CRD akan menunjukkan gejala berupa tubuh lemah,



sayap terkulai, mengantuk dan diare berwarna seperti tanah. Bila dilakukan nekropsi maka kantung udara dan paru-paru akan menunjukkan warna keruh berupa bintik-bintik hitam. Pada praktikum euthanasia ayam 1, kondisi ayam sebelum dilakukan nekropsi dan euthanasia adalah berat badan yang lebih rendah dari berat badan normal (kurus). Setelah dieuthanasia bagian saluran pencernaan, dibagian tengah dari duodenum tersebut dapat terlihat sangat jelas bagian dari pankreasnya. Terlihat jelasnya pancreas di tengah duodenum tersebut menandakan bahwa hewan dalam keadaan kurus. Gambar dapat dilihat dari hasil praktikum. Abnormalitas lain yang ditemukan pada ayam 1 adalah pada organ paru-paru, kantung udara, dan sinus. Organ paru-paru setelah dieuthanasia ditemukan berwarna lebih merah dari normal, sedangkan warna paru-paru normal adalah merah muda. Paru-paru berwarna lebih merah tersebut menandakkan bahwa waktu euthanasia pada ayam 1 sudah terlalu lama. Kantung udara normal pada ayam berwarna transparan, tipis, tembus, dan terang. Kantung udara merupakan selaput tipis berbentuk seperti balon yang berfungsi untuk membantu pernapasan. Pada praktikum ditemuoykan adanya perkejuan atau keruh pada kantung udara. Hal tersebut disebabkan terjadinya peradangan pada kantung udara tersebut. Airsacculitis ditandai dengan warna yang tidak transparan sampai ke arah penebalan hingga penimbunan eksudat kuning/ perkejuan pada tahap sangat parah. Gejala utama ini paling sering ditemukan pada kasus di lapangan (Tabbu 2000). Kantung udara memiliki sel fagosit dalam jumlah sedikit, sedangkan proses pertukaran udara juga terjadi di kantung udara tersebut. Padahal setiap udara yang masuk mengandung berbagai bibit penyakit. Selain itu, kantung udara tersusun atas sel yang tipis dan sedikit pembuluh darah. Sehingga mudah dirusak oleh bibit penyakit. Hal inilah yang menjadi titik lemah pada sistem pernapasan ayam. Pada bagian sinus di dalam lubang koana ditemukan lendir, yang menandakkan bahwa ayam 1 dalam keadaan tidak sehat. Lendir yang ditemukan berbentuk tidak terlalu kental dan berwarna bening. Ayam 1 dapat dikatakan sedang mengalami flu atau pilek. Penyakit pilek pada ayam dikenal sebagai penyakit influenza ayam, istilah nama yang lainnya adalah penyakit Infectious



Coryza atau Snot. Pilek ayam umumnya timbul di musim penghujan atau ada kaitannya dengan kondisi lingkungan kandang yang dingin dan lembab. Penyebab pilek ayam adalah bakteri Hemophilus gallinarum. Pada praktikum terdapat beberapa kelainan pada ayam 2 yang di nekropsi, diantaranya pada pemeriksaan di bagian kepala. Pada area hidung tepatnya di sinus orbita terdapat lendir yang dimana menandakan indikasi adanya gangguan. Sinus orbita normalnya bersih atau tidak ada cairan maupun lendir. Terdapatnya lendir pada sinus orbita dan sistem pernapasan bisa dikelompokkan menjadi 2, yaitu infeksius dan non infeksius. Faktor infeksius seperti Korisa, chronic respiratory disease (CRD) dan swollen head syndrome (SHS) merupakan beberapa contoh agen penyakit yang menyebabkan kerusakan sinus dan saluran pernapasan atas. Korisa merupakan penyakit bakterial yang disebabkan oleh Haemophilus paragallinarum dengan lokasi predileksi utamanya di sinus infraorbitalis. Ayam yang terserang korisa akan mengalami pembengkakan muka, terutama di sekitar sinus infraorbitalis. Selain itu, tak jarang juga ditemukan mata berair seperti menangis. Pada penyakit coryza gejala klinis yang sering ditemukan adalah peradangan pada saluran pernafasan atas dengan ciri konjungtivitis, edema kepala dan sinusitis dengan eksudat kataral. Pial dan jengger terlihat bengkak serta ngorok ketika bernafas. Patologi anatomi yang dapat diamati diantaranya peradangan kataralis pada mukosa bagian atas (rhinitis dan sinusitis). Infeksi menjalar ke saluran pernafasan bagian bawah menjadi laringitis, trakheitis dan air sacculitis selanjutnya penyakit ini dapat menyebabkan perikarditis dan perihepatits. Coryza merupakan penyakit yang jarang berdiri sendiri, biasanya beriringan dengan penyakit lain. Sinusitis kataralis dan laryngitis kataralis. Eksudat kataral dihasilkan dari peningkatan mukus yang berasal dari sel goblet. Peningkatan mukus dapat terjadi dikarenakan infeksi mikroba berupa bakteri maupun virus. Keadaan kandang juga dapat menyebabkan adanya eksudat kataralis yang berasal dari benda asing seperti debu, amonia, dan kotoran. Eksudat kataral berbentuk kental, translucent, terkadang disertai oleh sel debri, dan leukosit. Pada kasus yang kronis secara mikroskopis ditemukan proliferasi sel goblet. Ketika reaksi



inflamasi semakin parah dan terjadi infeksi sekunder dari miroorganisme lain, maka eksudat akan diinfiltrasi oleh neutrofil yang menyebabkan eksudat menjadi lebih keruh yang dikenal dengan istilah mukopurulen (McGavin dan Zachary 2007). Sinusitis dan laryngitis dapat disebabkan oleh penyakit-penyakit yang menyerang saluran pernafasan seperti mycoplasmosis, IB, AI, dan coryza. Saat dilakukan bedah bangkai maka akan ditemukan di sekitar sinus hidung, adanya lendir atau kotoran dari hidung yang mula-mula encer dan berlanjut sampai kental yang berbau menyengat, seperti bau telur busuk. Mycoplasma gallisepticum merupakan agen penyakit yang mengakibatkan serangan CRD. Gejala klinis yang 12ampak antara lain keluarnya ingus katar dari lubang hidung dan ayam susah bernapas sehingga ayam bernapas melalui mulut, ngorok, batuk dan bersin.



Gambar 1. Muka bengkak di sekitar sinus infraorbitalis akibat korisa.



Gambar 2. Eksudat mengkeju di sinus hidung.



Gambar 3. Kerusakan sinus infraorbitalis akibat korisa ditandai dengan adanya lendir dari encer sampai purulent.



Gambar 4. Ayam susah bernapas (ngorok) 13ampak13 13ampak di hidung menandakan serangan CRD



Gambar 5. Peradangan pada sinus hidung yang diakibatkan serangan CRD Perubahan patologi anatomi (bedah bangkai) pada kasus CRD antara lain sinusitis (peradangan pada sinus), peradangan pada trakea. Kantung udara mengalami peradangan dan terdapat eksudat berwarna kuning terang dan keruh. Berbeda dengan korisa dan CRD, SHS merupakan penyakit viral yang disebabkan oleh virus avian pneumovirus. Ayam yang terserang SHS awalnya konjungtiva akan memerah dan kelenjar air mata membengkak. Selanjutnya pembengkakan akan terjadi di sekitar mata, jengger, pial dan sekitar rahang. Silia pernapasan (Gambar 6), baik di rongga hidung, trakea maupun laring, yang mengalami kerusakan akibat serangan CRD (A) dan silia yang normal (B).



Gambar 6. Histologi silia pernapasan



Gambar 7. Kebengkakan akibat serangan SHS meliputi hampir di seluruh muka dan kepala ayam.



Gambar 8. Perubahan pada sinus akibat serangan SHS. Perubahan bedah bangkai akibat serangan SHS ialah mukosa rongga hidung dan saluran pernapasan bagian atas mengalami pembendungan, ada titiktitik kemerahan dan kematian jaringan. Sinusitis seringkali ditemukan pada kasus yang akut. Faktor non infeksius merupaka kondisi suhu dan kelembaban yang tidak sesuai akan mengakibatkan gangguan fungsi sinus dan saluran pernapasan lainnya. Suhu yang nyaman bagi ayam ialah 25-28oC dengan kelembaban 6070%. Saat kelembaban udara < 50% akan mengakibatkan membran mukosa



saluran pernapasan, termasuk sinus menjadi kering. Akibatnya aktivitas silia menjadi terhambat dan potensi masuknya partikel debu maupun bibit penyakit yang mampu mengganggu sistem pernapasan ayam semakin besar. Kecepatan angin yang terlalu berlebih juga bisa mengganggu fungsi sistem pernapasan ayam. Kecepatan aliran udara yang langsung mengenai tubuh ayam dewasa hendaknya tidak lebih dari 2,5-3 m/detik. Saat masa brooding kecepatan aliran udara hendaknya diatur < 0,3-0,6 m/detik. Keberadaan gas yang berbahaya dalam kandang juga bisa mengganggu fungsi dan sistem pernapasan ayam. Gas tersebut antara lain Amonia, Hidrogen sulfida (H2S), dan ozon. Amonia merupakan gas alkali, tidak berwarna dan mempunyai daya iritasi yang tinggi. Gas amonia ini dihasilkan dari proses pengomposan (decomposition) bahan organik atau dari subtansi nitrogen (seperti sisa protein atau asam urat yang dibuang dari tubuh ayam) oleh bakteri. Amonia terdapat dalam 2 bentuk, yaitu bentuk terikat atau terlarut dalam cairan feses (NH4OH) dan bentuk gas (NH3). Amonia memiliki daya iritasi yang tinggi dan bisa diserap oleh mukosa membran pada mata dan saluran pernapasan. Tingkat kerusakan akibat amonia sangat dipengaruhi oleh konsentrasi gas ini. Konsentrasi amonia yang aman dan belum menimbulkan gangguan pada ayam ialah dibawah 20 ppm (part per million atau 1 : 1 juta). Tingginya kadar amonia pada kandang dapat dipicu oleh kadar protein ransum yang terlalu berlebih sehingga dibuang bersama feses, suhu dan kelembaban kandang yang tidak sesuai maupun karena ventilasi dan kualitas litter yang kurang baik. Kerusakan yang diakibatkan tingginya kadar amonia pada sistem pernapasan ayam antara lain merusak silia dan produksi lendir menjadi berlebih, gerakan silia terganggu bahkan tidak berfungsi maupun mengakibatkan iritasi pada konjungtiva mata. Hidrogen sulfida merupakan gas beracun yang dihasilkan dari penguraian materi organik, seperti feses oleh bakteri anaerob. Gas ini bisa merusak sistem pernapasan ayam dan menghambat sistem enzim. Ayam yang menghirup hidrogen sulfida



dengan



konsentrasi



2.000-3.000



ppm



selama



30



menit



akan



mengakibatkan frekuensi dan volume pernapasan menjadi terganggu dan tidak



teratur. Dan ayam akan mati saat menghirup H2S dengan kadar 4.000 ppm selama 15 menit. Ozon merupakan gas berwarna kebiruan yang dihasilkan dari reaksi oksigen dengan sinar ultraviolet (UV). Saat terjadi kilat gas ozon juga bisa terbentuk. Anak ayam yang menghidup ozon secara terus-menerus dengan kadar 1-4 ppm maka pada hari ke-5 anak ayam ini akan mati. Sedangkan ayam muda yang menghirup 0,3-0,7 ppm ozon akan mengalami haemorrhagie pada paru-paru maupun bronkus. SIMPULAN Teknik nekropsi pada ayam dilakukan dengan melakukan eutanasia dengan cara penyembelihan. Organ pada ayam 1 normal kecuali pada organ paruparu, kantung udara, dan sinus. Pada ayam 2 area hidung tepatnya di sinus orbita terdapat lender dan organ lainnya dalam keadaan normal.



DAFTAR PUSTAKA Afrianti M, Bambang D, Bhakti ES. 2013. Perubahan Warna, Profil Protein, Dan Mutu Organoleptik Daging Ayam Broiler Setelah Direndam Dengan Ekstrak Daun Senduduk. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan 2 (3) : 116 – 120 Ashenafi H ,Eshetu Y. 2004. Study On Gastro Intestinal Helminths Of Local Chickens In Central Ethiopia. Revue Med Vet 155(10): 504-507. Fadilah, R. dan A. Polana. 2004. Aneka Penyakit Pada Ayam dan Cara Mengatasinya. Jakarta (ID): Agromedia Pustaka. Jahja J, Lestariningsih L, Fitria N, Murwijati T, Suryani T. 2006. Penyakit Penyakit Penting pada Ayam Edisi 5. Bandung (ID): Medion. McGavin, M.D., dan Zachary, J.F. 2007. Pathologic Basic of Veterinary Disease. kota: Mosby, Inc. Halaman12-17. Retnani EB, Fadjar S, Upik KH, Singgih HS. 2009. Analisis faktor-faktor resiko infeksi cacing pita pada ayam ras petelur komersial di Bogor. Jurnal Veteriner10 (3) : 165 - 172. Salim MN, Dian M. 2010. Pengaruh Sulfaqu Inoxalin Pada Ayam Broiler : Gejala Klinis dan Patologi Anatomi. Jurnal Kedokteran Hewan 4 (2) : 65 – 68. Sholikin H. 2011. Manajemen Pemeliharaan Ayam Broiler Di Peternakan UD Hadi PS Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo. Surakarta (ID): Universitas Sebelas Maret. (Tugas Akhir). Suprijatna, E., U. Atmomarsono dan R. Kartasudjana. 2005. Ilmu Dasar Ternak Unggas. Penebar Swadaya, Jakarta. Tabbu CR. 2000. Penyakit Ayam Dan Penanggulangannya Penyakit Bakterial, Mikal Dan Viral. Yogyakarta (ID): Penerbit Kanisius. Tarmudji. 2005. Penyakit Pernafasan Pada Ayam, Ditinjau Dari Aspek Klinik Dan Patologik Serta Kejadiannya Di Indonesia. Jurnal Wartozoa 15 (2) : 72 – 82. Yuwanta, T. 2004. Dasar Ternak Unggas. Yogyakarta (ID): Kanisius