Laporan Kerja Praktik Baps [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN KERJA PRAKTIK EVALUASI SISTEM MANAJEMEN LINGKUNGAN (SML) ISO 14001:2015 DI PT. PERTAMINA (PERSERO) REFINERY UNIT IV CILACAP DAN EVALUASI PENERAPAN TEKNOLOGI BERSIH SECARA KHUSUS DI GEDUNG HSSE PT. PERTAMINA (PERSERO) REFINERY UNIT IV CILACAP



Sebagai laporan pelaksanaan Kerja Praktik untuk Tugas Mata Kuliah Kerja Praktik (TL-4098)



Dibuat Oleh :



BENEDICTO ANGGITA PRAYOGA SARAGIH 15316023



PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2019



Benedicto Anggita Prayoga Saragih 15316023 HALAMAN PENGESAHAN LAPORAN KERJA PRAKTIK (TL-4098) Dengan ini menyatakan bahwa Laporan Kerja Praktik Mahasiswa Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung yang berjudul :



EVALUASI SISTEM MANAJEMEN LINGKUNGAN (SML) ISO 14001:2015 DI PT. PERTAMINA (PERSERO) REFINERY UNIT IV CILACAP DAN EVALUASI PENERAPAN TEKNOLOGI BERSIH SECARA KHUSUS DI GEDUNG HSSE PT. PERTAMINA (PERSERO) REFINERY UNIT IV CILACAP



Disusun Oleh : Nama



: Benedicto Anggita Prayoga Saragih



NIM



: 15316023 Telah diperiksa dan disetujui pada Juni 2019 oleh :



Cilacap, Juni 2019 Environmental Section Head



Pembimbing Lapangan



Arjon Siagian



Vanny Apdila Restisha



Nopek : 746932



Nopek : 752527 Mengetahui, PJS Manager HSSE RU IV



Achmad Thamrin Nopek : 693225 1



Benedicto Anggita Prayoga Saragih 15316023 HALAMAN PENGESAHAN LAPORAN KERJA PRAKTIK (TL-4098)



Dengan ini menyatakan bahwa Laporan Kerja Praktik Mahasiswa Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung yang berjudul :



EVALUASI SISTEM MANAJEMEN LINGKUNGAN (SML) ISO 14001:2015 DI PT. PERTAMINA (PERSERO) REFINERY UNIT IV CILACAP DAN EVALUASI PENERAPAN TEKNOLOGI BERSIH SECARA KHUSUS DI GEDUNG HSSE PT. PERTAMINA (PERSERO) REFINERY UNIT IV CILACAP



Disusun Oleh : Nama



: Benedicto Anggita Prayoga Saragih



NIM



: 15316023



Telah diperiksa dan disetujui pada Juni 2019 oleh :



Bandung, Juni 2019 Pembimbing Kerja Praktik



Ir. Indah Rachmatiah Siti Salami, M.Sc., Ph.D. NIP. 131918649



Koordinator Kerja Praktik



Dr. Qomarudin Helmy S.Si.,MT NIP. 197711152008121002



2



Benedicto Anggita Prayoga Saragih 15316023 ABSTRAK EVALUASI SISTEM MANAJEMEN LINGKUNGAN (SML) ISO 14001:2015 DI PT. PERTAMINA (PERSERO) REFINERY UNIT IV CILACAP DAN EVALUASI PENERAPAN TEKNOLOGI BERSIH SECARA KHUSUS DI GEDUNG HSSE PT. PERTAMINA (PERSERO) REFINERY UNIT IV CILACAP PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap merupakan industri yang bergerak di bidang pengolahan minyak dan gas bumi (oil and gas company) dengan kapasitas produksi Bahan Bakar Minyak (BBM) terbesar di Asia Tenggara yaitu sebesar 348.000 barrel/hari. Perushaan telah berkontribusi terhadap pembangunan berkelanjutan salah satunya dengan menerapkan Sistem Manajemen Lingkungan (SML) yang terintegrasi dengan Sistem Manajemen Mutu dan K3 yang disebut dengan Sistem Manajemen Terpadu (SMT). PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap telah mendapatkan sertifikasi Sistem Manajemen Lingkungan ISO 14001:2015 pada bulan Juni 2016 lalu melalui Badan Sertifikasi Internasional TUV Nord. Penulis melakukan evaluasi terhadap penerapan sistem manajemen lingkungan yang diimplementasikan di PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap dengan berlandaskan standar internasional ISO 14001:2015 dengan metode check list kesesuaian dan gap analysis. Dari hasil evaluasi diperoleh, sebetulnya seleuruh klausul telah terpenuhi dan telah ada pengupayaan yang dilakukan, namun terdapat beberapa kekurangan minor yang harus segera diperbaiki dan ditingkatkan performanya agar penerapan SML ISO 14001:2015 di PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap dapat diterapkan dengan sepenuhnya dengan optimal, diantaranya terletak pada klausul 07 mengenai pendukung, klausul 08 mengenai operasi, dan klausul 09 mengenai evaluasi kinerja. Penerapan Teknologi Bersih di Gedung PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap juga perlu ditingkatkan pada beberapa aspek antara lain energi, air domestik, dan juga limbah non B3. Oleh : Benedicto Anggita Prayoga Saragih 15316023 (Program Studi Sarjana Teknik Lingkungan)



3



Benedicto Anggita Prayoga Saragih 15316023 ABSTRACT



EVALUATION OF ENVIRONMENTAL MANAGEMENT SYSTEM BASED ON ISO 14001: 2015 AT PT. PERTAMINA (PERSERO) REFINERY UNIT IV CILACAP AND EVALUATION OF THE IMPLEMENTATION OF CLEAN TECHNOLOGY SPECIFICALLY IN THE HSSE BUILDING PT. PERTAMINA (PERSERO) CILACAP REFINERY UNIT IV PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap is an industry that’s engaged in the processing of oil and gas (oil and gas company) with the largest production capacity of fuel oil in Southeast Asia at 348,000 barrels / day. The company has contributed to sustainable development, one of which is by implementing an Environmental Management System (EMS) that is also integrated with the Quality Management System called the Integrated Management System (IMT). PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap has received ISO 14001:2015 Environmental Management System certification on June 2016 from TUV Nord International Certification Agency. The author evaluates the implementation of the environmental management system implemented at PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap based on international standards ISO 14001: 2015 with conformity check list and gap analysis methods. From the evaluation results obtained, in fact all the clauses have been fulfilled and efforts have been made, but there are some minor deficiencies that must be immediately corrected and improved so that the implementation of ISO 14001: 2015 EMS at PT. Pertamina (Persero) Cilacap Refinery Unit IV can be implemented optimally dan better, including located in the clause 07 regarding support, clause 08 regarding operations, and clause 09 regarding performance evaluation. Application of Clean Technology in PT. Pertamina (Persero) Cilacap Refinery Unit IV also needs to be improved in several aspects including energy, domestic water, and also non hazardous waste. By : Benedicto Anggita Prayoga Saragih 15316023 (Graduate Program in Environmental Engineering) 4



Benedicto Anggita Prayoga Saragih 15316023 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan kehendak-Nya, penulis dapat menyelesaikan Laporan Kerja Praktik ini dan juga menyelesaikan masa Kerja Praktik di PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap. Penulis juga turut mengucapkan Terima Kasih kepada pihak perusahaan atas kesempatan yang diberikan untuk belajar dan mencoba mengaplikasikan ilmu yang telah didapat selama masa penrkuliahan agar dapat mengembangkan diri seorang sarjana teknik yang profesional kedepannya. Laporan yang berjudul Evaluasi Sistem Manajemen Lingkungan (SML) ISO 140001:2015 di PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap dan Evaluasi Penerapan Teknologi Bersih Secara Khusus di Gedung HSSE PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap ini semoga dapat menjadi sarana pembelajaran yang baik bagi penulis dan juga dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi perusahaan terkait. Pada kesempatan ini pula penulis hendak menyampaikan ucapan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan rangkaian kegiatan Kerja Praktik dan juga menyelesaikan Laporan Kerja Praktik ini, khususnya kepada : 1. Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa mencurahkan berkat dan rahmatnya kepada penulis dalam seluruh proses ini sehingga penulis tetap kuat dan semangat dalam segala kegiatannya. 2. Keluarga tercinta di rumah, Papa, Mama, Elsa, dan juga Mahes yang selalu mendoakan dan mendukung penulis selama Kerja Praktik ini. 3. Bapak Dr. Qomaruddin Helmy, S.T., M.T. selaku Koordinator Kerja Praktik. 4. Ibu Ir. Indah Rachmatiah Siti Salami, M.Sc., Ph.D. selaku Dosen pembimbing yang senantiasa membimbing penulis, memberikan arahan dan juga masukan selama Kerja Praktik. 5. Bapak Yan Syukharial selaku Manager HSE yang telah mendukung, mengizinkan, dan juga memfasilitasi segala keperluan penulis selama melakukan Kerja Praktik di PT. Pertamina (Persero) Refinery Unite IV Cilacap.



5



Benedicto Anggita Prayoga Saragih 15316023 6. Bapak Arjon Siagian selaku Environmental Section Head yang telah mendukung, mengizinkan, dan juga memfasilitasi segala keperluan penulis selama melakukan Kerja Praktik di PT. Pertamina (Persero) Refinery Unite IV Cilacap. 7. Mba Vanny Apdila Restisha dan Mba Aldilla Maretta selaku pembimbing lapangan yang senantiasa mendukung serta selalu sabar dalam membimbing, memberikan arah, dan juga masukan selama masa Kerja Praktik ini. 8. Pak Gastomi dan Kak Dimas yang senantiasa sabar dan setia mendampingi kami untuk berkeliling area kilang dan melakukan dokumentasi lapangan selama masa Kerja Praktik. 9. Seluruh Staff dan Karyawan HSSE Sector PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap yang telah bersedia membantu penulis sehingga pelaksanaan Kerja Praktik ini dapat berjalan baik dan lancar. 10. Adriel Joshua Tataming dan Daniel Juan Carlos Napitupulu selaku sahabat seangkatan Kerja Praktik di PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap yang selama kurang lebih 1,5 bulan ini senantiasa saling mendukung, mendoakan, berbagi cerita, dan juga memberi saran selama Kerja Praktik ini. 11. Bapak dan Ibu Karsadi selaku orangtua kosan kami yang senantiasa membantu dan mendukung kami selama masa Kerja Praktik ini. 12. Seluruh staff dan pegawai Warung Ora Umum Cilacap yang setiap hari tidak masalah menyediakan tempat dan melayani kami meskipun kami hanya memesan air hangat saja. 13. Bapak/Ibu Gojek dan Gocar yang setiap hari membantu kami dalam melakukan mobilisasi. 14. Semua pihak yang tidak dapat penulis tuliskan satu per-satu yang telah membantu dan mendukung penulis dalam pelaksanaan masa Kerja Praktik dan penyusunan Laporan Kerja Praktik ini sehingga penulis dapat menyelesaikannya dengan baik. Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa memberkati saudara dan saudari dimanapun dan kapanpun saudara/saudari berada. Akhir kata, penulis juga menyadari bahwa Laporan Kerja Praktik ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu kritik dan saran membangun sangat penulis harapkan agar laporan ini dapat menjadi lebih baik lagi. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri dan juga bagi para pembacanya.



Cilacap, Juni 2019 Penulis 6



Benedicto Anggita Prayoga Saragih 15316023 DAFTAR ISI



HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................................................... 1 ABSTRAK ..................................................................................................................................... 3 ABSTRACT ................................................................................................................................... 4 KATA PENGANTAR ................................................................................................................... 5 DAFTAR ISI.................................................................................................................................. 7 DAFTAR TABEL ....................................................................................................................... 14 DAFTAR GAMBAR ................................................................................................................... 15 BAB I.



PENDAHULUAN ..................................................................................................... 19



1.1



Latar Belakang ............................................................................................................... 19



1.2



Maksud dan Tujuan ........................................................................................................ 21



1.2.1



Maksud Pelaksanaan Kerja Praktik ........................................................................ 21



1.2.2



Tujuan Pelaksanaan Kerja Praktik .......................................................................... 21



1.3



Waktu dan Tempat Pelaksanaan .................................................................................... 22



1.4



Metodologi ..................................................................................................................... 22



1.5



Sistematika Laporan ....................................................................................................... 25



BAB II.



GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN ................................................................... 27



2.1 PT. Pertamina (Persero) ...................................................................................................... 27 2.2 Visi, Misi, dan Tata Nilai PT. Pertamina (Persero) ............................................................ 27 7



Benedicto Anggita Prayoga Saragih 15316023 2.2.1 Visi................................................................................................................................ 33 2.2.2 Misi ............................................................................................................................... 33 2.2.3 Tata Nilai ...................................................................................................................... 33 2.3 Makna Logo PT. Pertamina (Persero) ................................................................................. 34 2.4 PT. Pertamina (Persero) RU IV Cilacap ............................................................................. 35 2.5 Deskripsi Kegiatan .............................................................................................................. 37 2.5.1 Kilang Minyak I............................................................................................................ 39 2.5.2 Kilang Minyak II .......................................................................................................... 41 2.5.3 Kilang Paraxylene Cilacap (KPC) ................................................................................ 43 2.5.4 Kilang LPG dan Sulphur Recovery Unit (SRU) .......................................................... 44 2.5.5 Debottlenecking Project Cilacap (DPC)....................................................................... 46 2.5.6 Proyek Residue Fuel Catalytic Cracking (RFCC) ........................................................ 48 2.6 Struktur Organisasi Perusahaan .......................................................................................... 49 2.7



Sarana Penunjang ........................................................................................................... 52



2.8



Health Safety Security Environment (HSSE) ................................................................ 53



2.9



Penanganan Limbah ....................................................................................................... 57



BAB III.



TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................. 60



3.1 Sistem Manajemen Lingkungan (SML) .............................................................................. 60 3.1.1 ISO 14001 ..................................................................................................................... 62 3.1.2 ISO 14001 : 2015 .......................................................................................................... 64 8



Benedicto Anggita Prayoga Saragih 15316023 3.1.3



Ruang Lingkup ISO 14001:2015 ............................................................................ 67



3.1.4 Referensi Baku ............................................................................................................. 68 3.1.5 Istilah dan Definisi........................................................................................................ 68 3.1.6 Konteks Organisasi ....................................................................................................... 76 3.1.7



Kepemimpinan ........................................................................................................ 77



3.1.8 Perencanaan .................................................................................................................. 79 3.1.9



Pendukung............................................................................................................... 83



3.1.10 Operasi ........................................................................................................................ 86 3.1.11 Evaluasi Kinerja ......................................................................................................... 88 3.1.12 Peningkatan ................................................................................................................ 91 3.2



Teknologi Bersih (Clean Technology) ........................................................................... 92



3.2.1



Strategi dan Konsep Pelaksanaan Teknologi Bersih .............................................. 95



3.2.2 Teknologi Bersih, Ekonomi, dan Permasalahannya ..................................................... 98 3.2.3



Kebijakan Nasional Teknologi Bersih .................................................................. 100



3.2.4



Assessment Teknologi Bersih ............................................................................... 101



3.2.5



Pengeolaan dan Manajemen Energi ...................................................................... 103



3.2.6



Pengelolaan dan Manajemen Air .......................................................................... 107



3.2.7



Pengelolaan Limbah Non B3 ................................................................................ 110



BAB IV. KONDISI EKSISTING ............................................................................................ 115 SISTEM MANAJEMEN LINGKUNGAN ............................................................................. 116 9



Benedicto Anggita Prayoga Saragih 15316023 4.1



Konteks Organisasi ...................................................................................................... 116



4.1.1 Pemahaman Organisasi dan Konteksnya .................................................................... 116 4.1.2 Pemahaman Kebutuhan dan Harapan Pihak Berkepentingan .................................... 117 4.1.3 Menentukkan Lingkup Sistem Manajemen Lingkungan............................................ 119 4.1.4 Sistem Manajemen Lingkungan ................................................................................. 121 4.2 Kepemimpinan .................................................................................................................. 122 4.2.1 Kepemimpinan dan Komitmen ................................................................................... 122 4.2.2



Kebijakan Lingkungan .......................................................................................... 123



4.2.3



Peran, Tanggungjawab, dan Wewenang Organisasi ............................................. 133



4.3 Perencanaan ....................................................................................................................... 135 4.3.1 Tindakan untuk Mengatasi Resiko dan Peluang......................................................... 135 4.3.2 Sasaran Lingkungan dan Rencana untuk Mencapainya ............................................. 143 4.3.2



Perencanaan untuk Pencapaian Sasaran Lingkungan ........................................... 144



4.4 Pendukung ......................................................................................................................... 159 4.4.1 Sumber Daya .............................................................................................................. 159 4.4.2 Kompetensi ................................................................................................................. 159 4.4.3 Kesadaran ................................................................................................................... 161 4.4.4 Komunikasi ................................................................................................................. 161 4.4.5 Informasi Terdokumentasi .......................................................................................... 164 4.5 Operasi .............................................................................................................................. 168 10



Benedicto Anggita Prayoga Saragih 15316023 4.5.1 Perencanaan dan Pengendalian Operasional .............................................................. 168 4.5.2 Kesiapsiagaan dan Tanggap Darurat .......................................................................... 169 4.6 Evaluasi Kerja ................................................................................................................... 170 4.6.1 Pemantauan, Pengukuran, dan Analisa....................................................................... 170 4.6.2 Audit Internal .............................................................................................................. 178 4.6.3 Program Eksternal Audit ............................................................................................ 181 4.6.3 Tinjauan Manajemen .................................................................................................. 182 4.7 Peningkatan ....................................................................................................................... 183 4.7.1 Umum ......................................................................................................................... 183 4.7.2 Ketidaksesuaian dan Tindakan Perbaikan .................................................................. 184 4.7.3 Peningkatan Berkelanjutan ......................................................................................... 185 TEKNOLOGI BERSIH........................................................................................................... 186 4.8 Pengelolaan Energi ............................................................................................................ 186 4.8.1 Sistem Penerangan ...................................................................................................... 186 4.8.2 Sistem Pendingin Ruangan ......................................................................................... 190 4.9 Pengelolaan Air Domestik ................................................................................................ 196 4.9.1 Toilet .......................................................................................................................... 196 4.9.2 Wudhu ........................................................................................................................ 198 4.9.3 Wastafel ...................................................................................................................... 198 4.10 Pengelolaan Limbah Domestik Non B3 .......................................................................... 199 11



Benedicto Anggita Prayoga Saragih 15316023 BAB V. 5.1



ANALISIS DAN PEMBAHASAN .......................................................................... 202 Sistem Manajemen Lingkungan di PT. Pertamina (Persero) RU IV Cilacap .............. 202



5.1.1 Konteks Organisasi ..................................................................................................... 202 5.1.2 Kepemimpinan............................................................................................................ 206 5.1.3 Perencanaan ................................................................................................................ 210 5.1.4 Pendukung .................................................................................................................. 217 5.1.5 Operasi ........................................................................................................................ 225 5.1.6 Evaluasi Kinerja ......................................................................................................... 229 5.1.7 Peningkatan ................................................................................................................ 237 5.2 Rekapitulasi Kesesuaian Penerapan Sistem Manajemen Lingkungan PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap dengan Standar ISO 14001:2015 .................................... 240 5.3 Teknologi Bersih di Gedung HSSE PT. Pertamina (Persero) RU IV Cilacap .................. 246 5.3.1 Pengelolaan Energi ..................................................................................................... 246 5.3.3 Pengelolaan Air Domestik .......................................................................................... 251 5.4.4 Pengelolaan Limbah Non B3 ...................................................................................... 251 BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................................ 255 6.1 Kesimpulan........................................................................................................................ 255 6.1.1 Sistem Manajemen Lingkungan ................................................................................. 255 6.1.2 Teknologi Bersih ........................................................................................................ 256 6.2 Saran .................................................................................................................................. 257 12



Benedicto Anggita Prayoga Saragih 15316023 6.2.1 Sistem Manajemen Lingkungan ................................................................................. 257 6.2.2 Teknologi Bersih ........................................................................................................ 258 6.2.2.2 Pengelolaan Air Domestik ....................................................................................... 261 6.2.2.3 Pengelolaan Limbah Non B3 ................................................................................... 261



13



Benedicto Anggita Prayoga Saragih 15316023 DAFTAR TABEL Tabel II.1 Proses - Proses Utama Kilang PT Pertamina (Persero) RU IV Cilacap ..................... 37 Tabel II.2 Kapasitas Desain Tiap Unit FOC I dan LOC I ........................................................... 38 Tabel II.3 Kapasitas Desain Tiap Unit FOC I dan LOC I ........................................................... 39 Tabel III.1 Perbedaan Klausal antar ISO 14001 Edisi Tahun 2004 dan 2015............................. 64 Tabel IV.1 Pihak Berkepentingan dengan Kebutuhan dan Harapannya .................................... 117 Tabel IV.2 Desain Perencanaan IPAL Berdasarkan Karakteristik Influent Limbah ................. 147 Tabel IV.3 Hasil Pengukuran Influent dari IPAL pada Bulan Maret 2018-April 2019............. 149 Tabel IV.4 Hasil Pengukuran Effluent dari IPAL pada Bulan Maret 2018-April 2019 ............ 149 Tabel IV.5 Baku Mutu Pembuangan Air Limbah Proses dari Kegiatan Pengolahan ................ 150 Tabel IV.6 Rincian Jumlah dan Daya Lampu di Gedung HSSE RU IV ................................... 188 Tabel IV.7 Rincian Jumlah dan Daya AC di Gedung HSSE RU IV ......................................... 192 Tabel V.1 Rekapitulasi Presentase Pemenuhan Persyaratan Klausul Konteks Organisasi ........ 206 Tabel V.2 Rekapitulasi Presentase Pemenuhan Persyaratan Klausul Kepemimpinan............... 210 Tabel V.3 Rekapitulasi Presentase Pemenuhan Persyaratan Klausul Perencanaan ................... 216 Tabel V.4 Rekapitulasi Presentase Pemenuhan Persyaratan Klausul Pendukung ..................... 225 Tabel V.5 Rekapitulasi Presentase Pemenuhan Persyaratan Klausul Operasi ........................... 229 Tabel V.6 Rekapitulasi Presentase Pemenuhan Persyaratan Klausul Evaluasi Kinerja ............ 236 Tabel V.7 Rekapitulasi Presentase Pemenuhan Persyaratan Klausul Peningkatan ................... 240 Tabel V.8 Rekapitulasi Presentase Pemenuhan Persyaratan Seluruh Klausul Standar Sistem Manajemen Lingkungan ISO 14001:2015 di PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap ..................................................................................................................................................... 241



14



Benedicto Anggita Prayoga Saragih 15316023 DAFTAR GAMBAR Gambar I.1 Alur Metodologi....................................................................................................... 24 Gambar II.1 Kantor Pusat Pertamina yang Terletak di Jakarta Pusat ......................................... 32 Gambar II.2 Lambang PT. Pertamina (Persero) ......................................................................... 34 Gambar II.3 Peta Lokasi PT. Pertamina (Persero) RU IV Cilacap ............................................. 36 Gambar II.4 Blok Diagram FOC I dan LOC I/II/III ................................................................... 41 Gambar II.5 Blok Diagram FOC II ............................................................................................. 43 Gambar II.6 Blok Diagram Kilang Paraxylene........................................................................... 44 Gambar II.7 Blok Diagram Kilang LPG dan SRU ..................................................................... 46 Gambar II.8 Penulis Berada di Depan Kilang RFCC ................................................................. 48 Gambar II.9 Struktur Organisasi Pertamina RU IV Cilacap....................................................... 51 Gambar II.10 Struktur Organogram HSSE Pertamina RU IV .................................................... 54 Gambar II.11 Diagram Pengolahan Limbah Setiap Kilang di Pertamina RU IV ....................... 58 Gambar II.12 Kondisi IPAL di Area Kilang PT. Pertamina (Persero) RU IV Cilacap .............. 59 Gambar III.1 Sejarah Perkembangan Sertifikasi ISO 14001 ...................................................... 63 Gambar III.2 Keterkaitan ISO 14001:2015 dengan Siklus PDCA ............................................. 67 Gambar III.3 Sejarah Perkembangan Strategi Pengelolaan Lingkungan .................................. 94 Gambar III.4 Stratergi Penerapan Teknologi Bersih .................................................................. 96 Gambar III.5 Hidden Cost Pengolahan Limbah ......................................................................... 98 Gambar III.6 Grafik Metodologi Assessment Teknologi Bersih.............................................. 101 Gambar IV.1 Lingkup Area SML PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap ............ 120 Gambar IV.2 Sertifikat ISO yang diterima PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap ..................................................................................................................................................... 122 15



Benedicto Anggita Prayoga Saragih 15316023 Gambar IV.3 Kebijakan K3LL di PT. Pertamina (Persero) ...................................................... 125 Gambar IV.4 Kebijakan Community Development dan Corporate Social Responsibility....... 127 Gambar IV.5 Kebijakan Sistem Manajemen Terpadu (SMT) .................................................. 129 Gambar IV.6 Kebijakan Hijau 2018 Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap ............... 133 Gambar IV.7 TKO Penyusunan HIRADC dan Program SMT ................................................. 136 Gambar IV.8 Waste Water Treatment (WWT) di Area RFCC ................................................. 142 Gambar IV.9 Pengolahan Limbah B3 berupa Spent Catalyst ................................................... 143 Gambar IV.10 Flow Diagaram Unit IPAL PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap145 Gambar IV.11 Pintu Masuk TPS Limbah B3 di PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap ........................................................................................................................................ 154 Gambar IV.12 Tempat Sampah Domestik di Kawasn di PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap ................................................................................................................................... 155 Gambar IV.13 Jadwal Training Regular untuk Memastikan SDM Berkompeten .................... 159 Gambar IV.14 Sertifikasi untuk Menjamin Kompetensi Bidang .............................................. 160 Gambar IV.15 Contoh Header Dokumen Tata Kerja Organisasi ............................................. 165 Gambar IV.16 Pengendalian Informasi Terdokumentasi dengan Intranet................................ 167 Gambar IV.17 Pengelolaan Arsip di Gedung Arsip RU IV ...................................................... 167 Gambar IV.18 Pedoman Contractor Safety Management System (CSMS) ............................. 169 Gambar IV.19 Pedoman Penanggulangan Keadaan Darurat di Kilang RU IV ........................ 170 Gambar IV.20 Contoh Hasil Pemantauan FOC II oleh BBTPPI .............................................. 174 Gambar IV.21 Contoh Titik Pemantauan dan Pengukuran ....................................................... 176 Gambar IV.22 Contoh Hasil Pemantauan Kualitas Udara Ambien, Kebisingan, Air Tanah, Air Sungai, Air Laut, Plankton, dan Benthos .................................................................................... 177 16



Benedicto Anggita Prayoga Saragih 15316023 Gambar IV.23 Contoh Hasil Evaluasi Kinerja oleh DLH Jawa Tengah................................... 178 Gambar IV.24 Contoh Hasil Internal Audit SMT RU IV Cilacap ............................................ 180 Gambar IV.25 Contoh Hasil Eksternal Audit oleh TUV kepada RU IV .................................. 181 Gambar IV.26 Notulensi Rapat Pimpinan dengan Bahasan Tinjauan Manajemen .................. 183 Gambar IV.27 Notulensi Rapat Pimpinan dengan Bahasan Tinjauan Manajemen .................. 184 Gambar IV.28 Penggunaan Lampu Tanam (Downlight) di Gedung HSSE RU IV .................. 186 Gambar IV.29 Jenis Lampu yang Digunakan adalah Lampu Tornado 20 watt ........................ 187 Gambar IV.30 AC Sentral (Kiri) dan AC Split (Kanan) di Gedung HSSE RU IV .................. 191 Gambar IV.31 Area Gedung HSSE RU IV Beserta Perhitungan Luasnya ............................... 195 Gambar IV.32 Toilet Pria Gedung HSSE ................................................................................. 197 Gambar IV.33 WC pria yang mengalami kebocoran ................................................................ 197 Gambar IV.34 Kran Wudhu ...................................................................................................... 198 Gambar IV.35 Wastafel Toilet Pria .......................................................................................... 199 Gambar IV.36 Tempat Sampah di Setiap Ruangan dalam Kantor (Kiri) dan Bak Penampung Sementara di Area Luar Gedung (Kanan) .................................................................................. 200 Gambar IV.37 Penggunaan ID Card untuk Melakukan Kegiatan Cetak Mencetak di Gedung HSSE RU IV ............................................................................................................................... 201 Gambar V.1 Dokumen Komitmen Ditektur Kontraktor Kemitraan untuk menerapkan Kebijakan Lingkungan ................................................................................................................................. 208 Gambar V.2 Dokumen HIRADC yang Memuat Aspek Lingkungan Utama ............................ 211 Gambar V.3 Dokumen Evaluasi Daftar Pemenuhan Perundangan (atas) dan Dokumen Pedoman Daftar Perundangan untuk Pemenuhan Kewajiban (bawah) ...................................................... 213 Gambar V.4 Sasaran Lingkungan yang Tertuang Jelas dalam Green Policy ............................ 215 17



Benedicto Anggita Prayoga Saragih 15316023 Gambar V.5 Contoh Sertifikat Training Pengelolaan Limbah B3 untuk Menjamin Kompetensi ..................................................................................................................................................... 219 Gambar V.6 Pedoman Komunikasi dan Konsultasi Perushaan ................................................ 221 Gambar V.7 Flare yang 24 Jam Membakar Gas Sulfur dan Hidrokarbon ................................ 227 Gambar V.8 Pedoman SMT mengenai Pemantauan, Pengukuran, dan Analisa ....................... 231 Gambar V.9 Daftar Pertanyaan Audit Internal .......................................................................... 233 Gambar V.10 Daftar Sertifikat Lead Auditor Internal Audit .................................................... 235 Gambar V.11 Contoh Tindak Lanjut Perbaikan dari Hasi Eksternal Audit .............................. 238 Gambar V.12 Lampu Torando (Kiri) dan Lampu Light Emitting Diode LED (Kanan) ........... 247 Gambar V.13 Ilustrasi Efisiensi AC Inverter dibandingkan dengan AC Split Standar ............ 249 Gambar V.14 Grafik Total Penggunaan Energi atau Daya (watt) Terhadap Jenis Lampu dan AC pada Gedung HSSE RU IV ......................................................................................................... 250 Gambar V.15 Pembagian Tempat Sampah Berdasarkan Jenisnya............................................ 252 Gambar V.16 Contoh Poster Sosialisasi dan Propaganda Pembiasaan 3R ............................... 253 Gambar V.17 Penggunaan Botol Minum dan Tas Ramah Lingkungan .................................... 254



18



Benedicto Anggita Prayoga Saragih 15316023 BAB I. PENDAHULUAN



1.1



Latar Belakang Pada Era Globalisasi ini pertumbuhan jumlah penduduk di seluruh dunia termasuk Indonesia sendiri didalamnya semakin hari semakin bertambah jumlah dan kepadatannya. Pertumbuhan jumlah penduduk dan populasi ini berbanding lurus pula dengan kebutuhan penduduk itu sendiri, salah satunya adalah kebutuhan energi. Sektor energi tidak akan berhenti beroperasi dan bertumbuh selama keberadaan manusia masih ada apalagi terus bertumbuh sejauh ini. Cukup banyak kegiatan manusia yang berkaitan dengan sektor energi yang setidaknya keberadaannya cukup vital, salah satunya adalah kegiatan yang membutuhkan bahan bakar. Masa kini, hal terbesar yang berkaitan dengan bahan bakar adalah penggunaan kendaraan bermotor yang semakin masif jumlahnya dan bertambah dari hari ke hari. Sektor industri juga amat berkaitan dan bergantung dengan bahan bakar untuk dapat menjalankan rangkaian proses kegiatan didalamnya. Dengan bertambahnya pula jumlah penduduk, maka kebutuhan industri pun akan terus meningkat, yang artinya kebutuhan bahan bakar pun akan meningkat pula. Pertumbuhan dan perkembangan industri termasuk kebutuhan bahan bakar di dalamnya berpotensi menimbulkan dampak ataupun krisis bagi lingkungan sekitar. Oleh karena itu, industri-industri dituntut untuk bertanggung jawab pula terhadap konservasi lingkungan akibat kegiatan yang dilakukannya. Bentuk usaha industri ataupun perusahaan terhadap pelestarian lingkungan hidup pun diperkirakan akan terus meningkat seiring meningkatnya pula kebutuhan manusia. Salah satu industri yang sangat berkaitan dengan bahan bakar adalah industri minyak dan gas (migas). Akibat eksploitasi minyak dan gas bumi, keseimbangan lingkungan menjadi terganggu. Industri migas seringkali menjadi masalah utama dalam pencemaran lingkungan. Untuk mengantisipasi dan menanggulangi masalah lingkungan akibat kegiatan industri terutama sektor migas tadi diperlukan suatu sistem yang dapat menjaga keseimbangan lingkungan hidup sekitarnya. Sistem ini disebut dengan Sistem Manajemen Lingkungan (SML). Sistem Manajemen Lingkungan merupakan suatu program yang wajib 19



Benedicto Anggita Prayoga Saragih 15316023 dijalankan oleh setiap pemilik usaha maupun perusahaan dalam berbagai bidang apapun sebagai jaminan bahwa usaha yang dijalankan tidak akan menimbulkan kerusakan bagi lingkungan dalam operasinya. Bertujuan untuk perusahaan atau usaha memiliki standar yang sama dalam hal menjalankan sistem operasional dengan standar ramah lingkungan, sistem manajemen lingkungan pada masing-masing perusahaan atau industri harus didasarkan pada standar resmi internasional yaitu ISO 14001:2015 (Supriyono,2007). Selain itu penerapan Teknologi Bersih juga penting untuk dilakukan masa kini, terutama dalam ruang lingkup industri dengan jumlah produksi yang besar. Teknologi Bersih sebagai salah satu strategi pengelolaan lingkungan yang integratif dan inovatif untuk mengelola lingkungan dan melakukan konservasi sumber daya alam. Pola pendekatan teknologi bersih bersifat preventif atau pencegahan timbulnya pencemar dengan memperhatikan sumber timbulan limbah mulai dari bahan baku, proses produksi, produk, dan transportasi hingga ke konsumen dan produk menjadi limbah. Selain itu, program ini bersifat proaktif yang diterpakan untuk menyelaraskan kegiatan pembangunan ekonomi dengan upaya perlindungan lingkungan, berbeda dengan end of pipe treatment yang menggunakan pendekatan pengelolaan limbah yang terbentuk. PT. Pertamina (Persero) RU IV Cilacap sebagai salah satu industri minyak dan gas terdepan dan terbesar di Indonesia pun memiliki resiko yang besar pula terkait dampak lingkungan yang ditimbulkan akibat kegiatan industrinya. Pengolahan crude oil yang mencapai 348.000 BSD



yang juga menjadi yang terbesar di Asia Tenggara sangat



berpotensi mencemari lingkungan pula. Oleh karena itu, sebagai salah BUMN terbaik di negeri ini, seharusnya Pertamina dapat menjadi industri percontohan dalam penanganan dan konservasi lingkungan akibat kegiatan industri migas yang dilakukannya. Oleh karena itu, penerapan Sistem Manajemen Lingkungan berbasis ISO 14001:2015 dan juga penerapan Teknologi Bersih perlu dilakukan dan dtingkatkan.



20



Benedicto Anggita Prayoga Saragih 15316023 1.2



Maksud dan Tujuan



1.2.1 Maksud Pelaksanaan Kerja Praktik Maksud dari Pelaksanaan Kerja Praktik ini adalah melihat dan melakukan penilaian serta evaluasi terhadap Sistem Manajemen Lingkungan (SML) di PT. Pertamina (Persero) RU IV Cilacap berdasarkan ISO 14001:2015 serta melihat dan melakukan evaluasi pula terhadap penerapan Teknologi Bersih (Clean Technology) secara khusus di Gedung HSSE PT. Pertamina (Persero) RU IV Cilacap. 1.2.2 Tujuan Pelaksanaan Kerja Praktik Adapun tujuan dari Kerja Praktik yang dilakukan di PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap adalah sebagai berikut : 1. Menerapkan teori-teori yang dipelajari di kuliah dan membandingkan dengan penerapannya pada kondisi eksisting di lapangan. 2. Memperoleh pembelajaran dan pengalaman dalam hal engineering praktis sebagai seorang mahasiswa yang kelak akan menjadi seorang sarjana teknik. 3. Melakukan pengamatan dan penilaian terhadap penerapan Sistem Manajemen Lingkungan (SML) di kondisi eksisting di Lapangan, secara khusus di PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap. 4. Melakukan evaluasi dan memberikan referensi/saran kedepan terhadap penerapan Sistem Manajemen Lingkungan (SML) di PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap. 5. Melakukan pengamatan dan penilaian terhadap penerapan Teknologi Bersih (Clean Technology) secara khusus di Gedung HSSE PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap. 6. Melakukan evaluasi dan memberikan referensi/saran kedepan terhadap penerapan Teknologi Bersih (Clean Technology) secara khusus di Gedung HSSE PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap. 7. Memenuhi salah satu syarat kelulusan sarjana di Program Studi Teknik Lingkungan Institut Teknologi Bandung.



21



Benedicto Anggita Prayoga Saragih 15316023 1.3



Waktu dan Tempat Pelaksanaan Praktikan melaksanakan Kerja Praktik di PT. Pertamina (Persero) RU IV Cilacap, yang berlokasi di Jalan MT. Haryono Nomor 77, Rawakeong, Lomanis, Cilacap Tengah, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, 53221. Praktikan melaksanakan Kerja Praktik pada tanggal 16 Mei 2019 sampai dengan 30 Juni 2019 yang dimana pelaksanaan Kerja Praktik ini berjalan selama 30 hari kerja di lapangan.



1.4



Metodologi Metodologi yang digunakan dalam pelaksanaan Kerja Praktik adalah sebagai berikut :



1. Diskusi dan Persiapan Diskusi dan persiapan merupakan tahap pertama dan awal dari Kerja Praktik ini, dimana tahap ini berisi tentang pemahaman awal mengenai tujuan dari Kerja Praktik itu sendiri dan juga mempersiapkan materi serta teori yang mendasarinya. Diskusi dilakukan dengan pihak-pihak terkait seperti misalnya Dosen Pembimbing Kerja Praktik dan juga Pembimbing Lapangan Kerja Praktik. 2. Studi Pendahuluan Studi pendahuluan merupakan tahapan dimana penulis mempelajari profil perusahaan terkait tempat Kerja Praktik dan mulai melakukan identifikasi data apa saja yang diperlukan selama pelaksanaan Kerja Praktik. 3. Studi Literatur Studi literatur merupakan tahapan mencari dan membaca literature yang berkaitan dengan Sistem Manajemen Lingkungan (SML) dan Teknologi Bersih (Clean Technology) sehingga dapat dijadikan dasar dalam pelaksanaan Kerja Praktik dan juga penyusunan laporan Kerja Praktik. 4. Observasi Observasi merupakan tahap pengamatan secara langsung di lapangan dengan melihat penerapan Sistem Manajemen Lingkungan yang ada sehingga dapat mengetahui bagaimana pelaksanaan dan keberlangsungan dari Sistem Manajemen Lingkungan itu sendiri di PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap dan melihat penerapan 22



Benedicto Anggita Prayoga Saragih 15316023 Teknologi Bersih (Clean Technology) yang ada sehingga dapat mengetahui pelaksanaan dan keberlangsungan dari penerapan Teknologi Bersih itu sendiri secara khusus Gedung HSSE PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap 5. Pengambilan Data Pengambilan data dapat dilakukan secara primer ataupun sekunder, namun dalam Batasan Kerja Praktik biasanya dilakukan secara sekunder. Tujuan pengambilan data adalah untuk menunjang kelengkapan laporan yang akan disusun. Data-data diantaranya adalah data kuantitatif dan kualitatif dari Sistem Manajemen Lingkungan dan juga Teknologi Bersih, laporan analisis parameter yang ditentukan oleh pemerintah, data-data lain yang dibutuhkan. 6. Identifikasi Masalah dan Wawancara Setelelah melihat kondisi di lapangan, dapat diidentifikasi masalah-masalah yang perlu dikaji dan yang perlu ditanyakan kepada staff perusahaan di bidang terkait. Untuk mendukung data yang telah diperoleh dan memastikan kebenaran data yang diperoleh dilakukanlah wawancara kepada staff perusahaan terkait divisi bersangkutan ataupun dapat kepada Pembimbing Kerja Praktik. 7. Pengolahan dan Evaluasi Data Pada tahap ini dilakukan studi kelayakan terhadap Sistem Manajemen Lingkungan di PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap dan penerapan Teknologi Bersih (Clean Technology) secara khusus di Gedung HSSE PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap. 8. Analisis dan Diskusi Akhir Hasil Pengolahan dan Evaluasi Data yang telah dilakukan kemudian digunakan untuk analisis akhir agar dapat dihasilkan saran atau pengajuan usulan yang bertujuan memperbaiki Sistem Manajemen Lingkungan dan penerapan Teknologi Bersih yang ada. Proses pembuatan analisis dibantu dengan diskusi bersama dengan Pembimbing Lapangan Kerja Praktik ataupun Dosen Pembimbing Kerja Praktik.



23



Benedicto Anggita Prayoga Saragih 15316023



Alur Metodologi



Gambar I.1 Alur Metodologi (Sumber : Digambar oleh Penulis)



24



Benedicto Anggita Prayoga Saragih 15316023 1.5



Sistematika Laporan Laporan kerja praktik ini terdiri dari 6 (enam) bab, dengan tiap bab memiliki topik



pembahasan yang berbeda. Sistematika penulisan yang digunakan pada laporan ini adalah sebagai berikut : 1. Bab I Pendahuluan Pada bab ini akan diuraikan mengenai latar belakang, maksud dan tujuan dilaksanakanya kerja praktik, waktu dan tempat pelaksanaan kerja praktik, metodologi, dan juga sistematika penulisan laporan. 2. Bab II Gambaran Umum Perusahaan Pada bab ini akan diuraikan mengenai profil perusahaan terkait yaitu PT. Pertamina (Persero) secara umum dan PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap secara khusus teramsuk didalamnya sejarah perusahaan, visi misi perusahaan, lokasi dan tata letak, deskripsi kegiatan, struktur organisasi perusahaan, sarana penunjang, HSSE Department, dan tentang penanganan limbah. 3. Bab III Tinjauan Pustaka Pada bab ini akan diuraikan mengenai teori hasil studi literatur mengenai Sistem Manajemen Lingkungan berdasarkan ISO 14001:2015 dan juga mengenai Teknologi Bersih (Clean Technology). Studi literature dilakukan sebagai pijakan ideal awal agar dapat digunakan sebagai acuan untuk membandingkan hasil observasi di lapangan dengan kondisi seharusnya dan kemudian menjadi landasan untuk evaluasi dan analisis akhir. 4. Bab IV Kondisi Eksisting Pada bab ini akan diuraikan tentang kondisi eksisting Sistem Manajemen Lingkungan berdasarkan ISO 14001:2015 yang diterapkan oleh PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap dan perbandingan antara penerapan Sistem Manajemen Lingkungan yang telah dilakukan oleh PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap dengan persyaratan ISO 14001:2015. Selain itu, akan diuraikan pula tentang kondisi eksisting penerapan Teknologi Bersih (Clean Technology) secara khusus di Gedung HSSE oleh PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap.



25



Benedicto Anggita Prayoga Saragih 15316023 5. Bab V Analisis dan Pembahasan Pada bab ini akan dilakukan analisis dan pembahasan terhadap kondisi eksisting Sistem Manajemen Lingkungan (SML) dan penerapan Teknologi Bersih (Clean Technology) perusahaan serta kemudian pembahasan lanjutan mengenai kondisi ideal atau seharusnya yang lebih baik. 6. Bab VI Kesimpulan dan Saran Pada bab ini akan dijelaskan tentang kesimpulan yang diperoleh penulis dari rangkaian kegiatan Kerja Praktik serta saran yang ditujukan kepada PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap agar dapat meningkatkan kualitas Sistem Manajemen Lingkungan (SML) berdasarkan ISO 14001:2015 di area PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap dan juga meningkatkan penerapan Teknologi Bersih (Clean Technology) secara khusus di Gedung HSSE PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap.



26



Benedicto Anggita Prayoga Saragih 15316023 BAB II. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN



2.1 PT. Pertamina (Persero) Pertamina (dahulu bernama Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara) atau nama resminya PT. PERTAMINA (Persero) adalah sebuah BUMN yang bertugas mengelola penambangan minyak dan gas bumi di Indonesia. Tonggak sejarah Pertamina diawali sekitar tahun 1950-an, Pemerintah Republik Indonesia menunjuk Angkatan Darat yang kemudian mendirikan PT Eksploitasi Tambang Minyak Sumatera Utara untuk mengelola lading minyak di wilayah Sumatera. Pada 10 Desember 1957, perusahaan tersebut berubah nama menjadi PT Perusahaan Minyak Nasional, disingkat PERMINA. Tanggal ini diperingati sebagai lahirnya Pertamina hingga saat ini. Pada 1960, PT Permina berubah status menjadi Perusahaan Negara (PN) Permina. Kemudian, PN Permina bergabung dengan PN Pertamin menjadi PN Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara (Pertamina) pada 20 Agustus 1968. Selanjutnya, pemerintah mengatur peran Pertamina untuk menghasilkan dan mengolah migas dari lading-ladang minyak serta menyediakan kebutuhan bahan bakar dan gas di Indonesia melalui UU No.8 tahun 1971. Kemudian melalui UU No.22 tahun 2001, pemerintah mengubah kedudukan Pertamina sehingga penyelenggaraan Public Service Obligation (PSO) dilakukan melalui kegiatan usaha. Berdasarkan PP No.31 Tahun 2003 tanggal 18 Juni 2003, Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara berubah nama menjadi PT Pertamina (Persero) yang melakukan kegiatan usaha migas pada Sektor Hulu hingga Sektor Hilir. PT Pertamina (Persero) didirikan pada tanggal 17 September 2003 berdasarkan Akta Notaris No.20 Tahun 2003. Pada 10 Desember 2005, Pertamina mengubah lambing kuda laut menjadi anak panah dengan warna dasar hijau, biru, dan merah yang merefleksikan unsur dinamis dan kepedulian lingkungan. PT Pertamina (Persero) melakukan transformasi fundamental dan usaha Perusahaan pada 20 Juli 2006. PT Pertamina (Persero) mengubah visi Perusahaan yaitu, “menjadi perusahaan minyak nasional kelas dunia”. Pertamina melalui anak usaha PT 27



Benedicto Anggita Prayoga Saragih 15316023 Pertamina International EP mengakuisisi saham perusahaan migas Prancis Maurel et Prom (M&P) dengan kepemilikan saham sebesar 72,65% saham pada tanggal 10 Desember 2007. Kemudian tahun 2011, Pertamina menyempurnakan visinya, yaitu “menjadi perusahaan energi nasional kelas dunia“. Melalui RUPSLB tanggal 19 Juli 2012, Pertamina menambah modal ditempatkan/disetor serta memperluas kegiatan usaha Perusahaan. Pada 14 Desember 2015, Menteri BUMN selaku RUPS menyetujui perubahan Anggaran Dasar Pertamina dalam hal optimalisasi pemanfaatan sumber daya, peningkatan modal ditempatkan dan diambil bagian oleh negara serta perbuatan-perbuatan Direksi yang memerlukan persetujuan tertulis Dewan Komisaris. Perubahan ini telah dinyatakan pada Akta No.10 tanggal 11 Januari 2016, Notaris Lenny Janis Ishak, SH. Pada 2017, salah satu langkah nyata mewujudkan visi menjadi perusahaan energi nasional kelas dunia adalah keberhasilan menuntaskan akuisisi saham perusahaan migas Prancis Maurel et Prom (M&P). Terhitung mulai 1 Februari 2017 melalui anak usaha PT Pertamina International EP, Pertamina menjadi pemegang saham mayoritas M&P dengan 72,65% saham. Melalui kepemilikan saham mayoritas di M&P, Pertamina memiliki akses operasi di 12 negara yang tersebar di 4 benua. Pada masa mendatang, Pertamina menargetkan produksi 650 ribu BOEPD (Barrels of Oil Equivalents Per Day) di 2025 dari operasi internasional, sebagai bagian dari target produksi Pertamina 1,9 juta BOEPD di 2025, dalam upaya nyata menuju ketahanan dan kemandirian energi Indonesia. Kegiatan usaha Pertamina pada dasarnya dibagi menjadi dua bagian besar yaitu Kegiatan Usaha Hulu dan Kegiatan Usaha Hilir. Kegiatan usaha Pertamina Hulu meliputi eksplorasi dan produksi minyak, gas, dan panas bumi. Untuk kegiatan eksplorasi dan produksi minyak dan gas dilakukan di beberapa wilayah Indonesia maupun di luar negeri. Pengusahaan di dalam negeri dikerjakan oleh Pertamina Hulu dan melalui kerjasama dengan mitra sedangkan untuk pengusahaan di luar negeri dilakukan melalui aliansi strategis bersama dengan mitra. Berbeda dengan kegiatan usaha di bidang minyak dan gas bumi, kegiatan eksplorasi dan produksi panas bumi masih dilakukan di dalam negeri. Untuk mendukung kegiatan intinya, Pertamina Hulu juga memiliki usaha di bidang pengeboran minyak dan gas. Kegiatan usaha Pertamina Hilir meliputi pengolahan, pemasaran & niaga dan perkapalan serta distribusi produk Hilir baik di dalam maupun 28



Benedicto Anggita Prayoga Saragih 15316023 keluar negeri yang berasal dari kilang Pertamina maupun impor yang didukung oleh sarana transportasi darat dan laut. Usaha hilir meliputi Usaha Pengolahan, Usaha Pemasaran, Usaha Niaga, dan Usaha Perkapalan. PT. Pertamina (Persero) memiliki beberapa anak perusahaan dibawahnya diantaranya a dalah adalah sebagai berikut : 



PT. Pertamina EP  PT. Pertamina EP berdiri tahun 2005 merupakan usaha hulu di bidang minyak dan gas bumin meliputi: Eksplorasi, Eksploitasi serta penjualan produksi minyak dan gas bumi hasil kegiatan eksploitasi.







PT. Pertamina Geothermal Energy  PT Pertamina Geothermal Energy berdiri tahun 2006 dan bergerak dalam bidang Pengelolaan dan pengembangan sumber daya panas bumi meliputi kegiatan eksplorasi & eksploitasi, produksi uap dan pembangkitan listrik dan jasa konsultasi, konstruksi, operasi dan pemeliharaan serta pengembangan teknologi di bidang panas bumi.







PT. Pertamina Hulu Energi (PHE)  PT Pertamina Hulu Energi berdiri tahun 2002 (d/h PT Aroma) dan bergerak dalam bidang Pengelolaan usaha sektor hulu minyak & gas bumi serta energi baik dalam maupun luar negeri serta kegiatan usaha yang terkait dana tau menunjang kegiatan usaha di bidang minyak & gas bumi.







PT. Pertamina EP Cepu  PT. Pertamina EP Cepu berdiri tahun 2005 sebagai anak perusahaan PT. Pertamina EP dan tahun 2007 berubah status menjadi anak perusahaan PT PERTAMINA (PERSERO), bergerak dalam bidang Eksplorasi, eksploitasi dan produksi di Blok Cepu.







PT. Pertamina EP Cepu ADK  PT. Pertamina EP Cepu ADK berdiri tahun 2013 sebagai anak perusahaan PT PERTAMINA (PERSERO), yang memiliki wilayah kerja Alas Dara Kemuning yang terletak di Kabupaten Blora Jawa Tengah.







PT. Pertamina Drilling Services Indonesia  Pertamina Drilling Sevices Indonesia yang merupakan salah satu bagian PT.Pertamina (Persero), bergerak di bidang Drilling Services sesuai dengan namanya, Drilling Services yang dimaksud adalah pekerjaan Pemboran dan Kerja Ulang Pindah Lapisan sumur-sumur migas dan geothermal.



29



Benedicto Anggita Prayoga Saragih 15316023 



PT. Tugu Pratama Indonesia  Pertamina Hak Partisipasi : 45%, Dana Pensiun Pertamina : 20%, bergerak di bidang Jasa Asuransi Umum, Minyak dan Gas dan Industri operasi Marine Hull.







PT. Pertamina Dana Ventura  Dahulu bernama YTPP. (Pertamina Hak Partisipasi : 99.93%); bergerak di bidang Investment Portfolio Management Services.







PT. Pertamina Bina Medika  Dahulu RSPP (Pertamina Tingkat Partisipasi : 98,94%); bergerak di bidang pelayanan kesehatan dan Rumah Sakit di Jakarta.







PT. Patra Jasa  PT Patra Jasa, (PERTAMINA Hak Partisipasi: 99,98%) bergerak di Hotel / Motel Management, kantor dan sewa properti, termasuk barang-barang eks PERTAMINA dan PT Patra Jasa 30omes sendiri.







PT Pelita Air Service  Pelita Air Service (PERTAMINA Inerest peserta: 99,99%) bergerak dalam bidang transportasi udara, Aircraft Charter dan Regular Air Services.







PT. Pertamina Gas  PT Pertagas berdiri tahun 2007 dan bergerak dalam bidang niaga, transportasi distribusi, pemrosesan dan bisnis lainnya ang terkait dengan gas alam dan produk turunannya, engan penyertaan modal Pertamina sebesar 99% dan T Pertamina Retail sebesar 1%.







PT. Pertamina Lubricants  PT Pertamina Lubricants merupakan anak perusahaan PT Pertamina (Persero), yang didirikan pada 23 September 2013 dan menerima pemisahan (spin-o ) Unit Bisnis Pelumas PT Pertamina (Persero) pada 30 Oktober 2013. Cakupan bisnis Perusahaan meliputi dalam dan luar negeri. PT Pertamina Lubricants bertekad pada masa-masa mendatang dapat menjadi perusahaan pelumas kelas dunia, dan mencapai posisi sebagai Top 20 World Lubricants Company.







PT. Pertamina Patra Niaga  PT Pertamina Patra Niaga berdiri tahun 1997 an yang bergerak di Hilir Migas dalam bidang usaha perdagangan BBM, pengelolaan BBM, pengelolaan armada/fleet, dan pengelolaan depot, teknologi dan perdagangan Non BBM, dengan Penyertaan modal Pertamina sebesar 99,82% dan PT. Pertamina Trans Kontinantal sebesar 0,18%.







PT. Pertamina Trans Kontinental  PT Pertamina Trans Kontinental (d/h PT. Pertamina Tongkang ) Pertamina berpartisipasi : 99,99%. Bergerak dalam bidang Non



30



Benedicto Anggita Prayoga Saragih 15316023 Tanker Domestik Transportasi untuk industri minyak dan manajemen KABIL Jetty di Batam, Agency, Jasa Underwater dan HOP. 



PT. Pertamina Retail  PT Pertamina Retail (d/h. PT. Pertajaya Lubrindo) PT Pertamina Retail bergerak dalam bidang Retail SPBU didirikan 01 September 2005 dan baru beroperasi tahun 2006, dengan Penyertaan modal Pertamina sebesar 99,97% dan PT Pertamina Tongkang sebesar 0,02%







PT. Pertamina Training & Consulting  Sebelumnya bernama PT Patra Tridaya dengan partisipasi Pertamina sebesar 91% dan PT Pertamina Dana Ventura sebesar 9%. Sebagai bagian dari Pertamina yang bergerak di bidang Human Capital, Consulting dan Jasa Manajemen Lainnya, PT Pertamina Training & Consulting memberikan kontribusi bagi pengembangan kompetensi Sumber Daya berbasis kepada perkembangan pengetahuan dan teknologi. Adapun bisnis yang dijalani adalah Man Power Supply, Event Organizer & Other Services, Jasa Pengamanan, Assessment Center serta Training & Consulting.







PT. Nusantara Regas  PT Nusantara Regas, Penyertaan Pertamina : 60 %. Terlibat dalam pengadaan LNG, Penyediaan Fasilitas FSRU dan Fasilitas Lainnya serta penjualan Gas Bumi.







Dana Pensiun Pertamina  Mengelola data peserta dan mengembangkan dana guna memenuhi kewajiban membayar manfaat 31omesti tepat waktu, tepat jumlah, dan tepat subyek.







PT. Patra Dok Dumai  Pertamina Hak Partisipasi : 99.97%; Bergerak di bidang Teknologi Pemeliharaan Perbaikan Kapal, sebelumnya bernama Unit Operasi PERTAMINA.







PT. Pertamina International Shipping  Berdiri sejak tahun 2016, PT Pertamina International Shipping adalah Anak Perusahaan PT Pertamina (Persero) yang dibentuk sebagai perusahaan pelayaran internasional. Dalam bidang pengolahan minyak, PT. Pertamina (Persero) memiliki 7 (tujuh) unit



kilang dengan kapasitas total 1.041,20 ribu barrel. Beberapa kilang minyak terintegrasi dengan kilang Petrokimia dan memproduksi NBBM. Ketujuh Kilang minyak tersebut terdiri dari : 31



Benedicto Anggita Prayoga Saragih 15316023 1. Unit Pengolahan I di Pangkalan Brandan – Sumatra Utara (ditutup pada Januari 2007) dan bergabung dengan Unit Pengolahan II Dumai pada tahun 2010. 2. Unit Pengolahan II di Dumai – Riau 3. Unit Pengolahan III di Plaju-Sei Gerong Palembang – Sumatra Selatan 4. Unit Pengolahan IV di Cilacap – Jawa Tengah 5. Unit Pengolahan V di Balikpapan – Kalimantan Timur 6. Unit Pengolahan VI di Balongan Indramayu – Jawa Barat 7. Unit Pengolahan VII di Sorong – Papua



Gambar II.1 Kantor Pusat Pertamina yang Terletak di Jakarta Pusat (Sumber : https://www.pertamina.com/en/gcg-implementation-assessment) Disamping kilang minyak, Pertamina Hilir mempunyai kilang LNG di Arun, Aceh dan di Bontang, Kalimantan Timur. Kilang LNG Arun dengan 6 train dan LNG Badak di Bontang 32



Benedicto Anggita Prayoga Saragih 15316023 dengan 8 train. Kapasitas LNG Arun sebesar 12,5 Juta Ton sedangkan LNG Badak 22,5 Juta Ton per tahun. Beberapa kilang tersebut juga menghasilkan LPG, seperti di Pangkalan Brandan, Dumai, Plaju, Cilacap, Balikpapan, Balongan, Donggi, Senoro dan Mundu. Kilang Cilacap adalah satu- satunya penghasil lube base oil dengan grade HVI- 60, HVI — 95, HVI 160 S dan HVI — 650. Produksi lube base ini disalurkan ke Lube Oil Blending Plant (LOBP) untuk diproduksi menjadi produk pelumas dan kelebihannya diekspor. 2.2 Visi, Misi, dan Tata Nilai PT. Pertamina (Persero) 2.2.1 Visi “Menjadi Perusahaan Energi Nasional Kelas Dunia” 2.2.2 Misi Menjalankan Usaha Minyak, Gas, Serta Energi Baru dan Terbarukan Secara Terintegrasi, Berdasarkan Prinsip-Prinsip Komersial Yang Kuat. 2.2.3 Tata Nilai Pertamina memiliki tata nilai sebagai komitmen perusahaan untuk mewujudkan visi dan misinya berdasarkan standar global dan penerapan tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance). Nilai-nilai Pertamina disebut dengan 6C, terdiri dari Clean, Competitive, Confident, Customer Focus, Commercial dan Capable, dan nilai-nilai ini wajib diketahui dan menjadi pedoman bagi seluruh karyawan dalam beraktivitas. Pertamina menetapkan enam tata nilai perusahaan yang dapat menjadi pedoman bagi seluruh karyawan dalam menjalankan aktivitas sehari-hari. Penerapan tata nilai 6C didasarkan pada Surat Keputusan Direktur Utama PT Pertamina (Persero) No.Kpts-022/ COOOOO/2013-S0 Tentang Penerapan Tata Nilai 6C 01 Pertamina dan Anak Perusahaan (Operational Holding). 



Clean  Dikelola secara profesional, menghindari benturan kepentingan, tidak menoleransi suap, menjunjung tinggi kepercayaan dan integritas. Berpedoman pada asasasas tata kelola korporasi yang baik.







Confident  Berperan dalam pembangunan ekonomi nasional, menjadi pelopor dalam reformasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan membangun kebanggaan bangsa. 33



Benedicto Anggita Prayoga Saragih 15316023 



Commercial  Menciptakan nilai tambah dengan orientasi komersial, mengambil keputusan berdasarkan prinsip-prinsip bisnis yang sehat.







Competitive  Mampu berkompetisi dalam skala regional maupun internasional, mendorong pertumbuhan investasi, membangun budaya sadar biaya dan menghargai kinerja.







Customer Focus  Berorientasi pada kepentingan pelanggan dan berkomitmen untuk memberikan pelayanan terbaik kepada pelanggan.







Capable  Dikelola oleh pemimpin dan pekerja yang professional dan memiliki talenta dan penguasaan teknis tinggi, berkomitmen dalam membangun kemampuan riset dan pengembangan.



2.3 Makna Logo PT. Pertamina (Persero)



(Sumber : https://www.pertamina.com/id/makna-logo) Gambar II.2 Lambang PT. Pertamina (Persero)



Makna Logo dari Pertamina adalah : 



Warna biru memiliki arti andal, dapat dipercaya dan bertanggung jawab.







Warna hijau memiliki arti sumber daya energi yang berwawasan lingkungan.







Warna merah memiliki arti keuletan dan ketegasan serta keberanian dalam menghadapi berbagai macam kesulitan.



Sedangkan Simbol Grafis memiliki arti : 



Bentuk anak panah menggambarkan aspirasi organisasi Pertamina untuk senantiasa bergerak ke depan, maju dan progresif. Simbol ini juga mengisyaratkan huruf “P” yakni huruf pertama dari Pertamina. 34



Benedicto Anggita Prayoga Saragih 15316023 



Tiga elemen berwarna melambangkan pulau-pulau dengan berbagai skala yang merupakan bentuk negara Indonesia



2.4 PT. Pertamina (Persero) RU IV Cilacap PT Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap merupakan Unit Operasi Direktorat Pengolahan terbesar dan terlengkap di Indonesia dilihat dari hasil produksinya, yaitu 348.000 barrel/hari. Kilang ini bernilai strategis karena memasok 34% kebutuhan BBM nasional atau 60% kebutuhan BBM di Pulau Jawa. Selain itu kilang ini menjadi satu-satunya kilang di Indonesia yang memproduksi aspal dan base oil untuk kebutuhan pembangunan infrastruktur Indonesia (PT Pertamina, 2017). Tujuan pembangunan kilang minyak di Cilacap adalah untuk memenuhi kebutuhan Bahan Bakar Minyak (BBM) bagi masyarakat Pulau Jawa, mengingat secara geografis posisi kilang Cilacap di sentra Pulau Jawa atau dekat dengan konsumen terpadat penduduknya di Indonesia. Di samping itu juga untuk mengurangi ketergantungan impor BBM dari luar negeri dan sebagai langkah efisiensi karena memudahkan suplai dan distribusi (PT Pertamina, 2017). PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap berlokasi di Jalan. MT. Haryono Nomor 77, Lomanis, Cilacap, Jawa Tengah – Indonesia 53221. Kilang RU-IV dibangun di Cilacap dengan luas area total 526,71 Ha. Tata letak kilang minyak Cilacap beserta sarana pendukung yang ada adalah sebagai berikut : 1. Area Kilang Minyak dan Kantor : 203,9 ha 2. Area Terminal dan Pelabuhan: 50,97 ha 3. Area Pipa Track dan Jalur Jalan: 12,77 ha 4. Area Perumahan dan Sarananya: 100,80 ha 5. Area Rumah sakit dan Lingkungannya: 10,27 ha 6. Area Lapangan Terbang: 70 ha 7. Area Paraxylene: 9 ha 8. Sarana Olah Raga / Rekreasi: 69,71 ha



35



Benedicto Anggita Prayoga Saragih 15316023



Gambar II.3 Peta Lokasi PT. Pertamina (Persero) RU IV Cilacap (Sumber : www.earth.google.com) Lokasi perusahaan adalah hal penting yang akan menentukan kelancaran perusahaan dalam menjalankan operasinya. Demikian juga berlaku dalam menentukan lokasi kilang dalam industri minyak dan gas bumi. Hal-hal yang menjadi pertimbangan meliputi biaya produksi, dampak sosial, kebutuhan bahan bakar minyak, sarana, studi lingkungan dan letak geografis (PT Pertamina, 2017). Beberapa pertimbangan dipilihnya Cilacap sebagai lokasi kilang adalah: 1. Studi kebutuhan



BBM menunjukkan bahwa konsumen



terbesar



adalah



penduduk pulau Jawa. 2. Daerah Cilacap dan sekitarnya telah direncanakan oleh pemerintahsebagai pu sat pengembangan produksi untuk wilayah Jawa bagian selatan. 3. Terdapat jaringan pipa Maos – Jogjakarta dan Cilacap – Padalarang sehingga penyaluran produksi bahan bakar minyak menjadi lebih mudah. 4. Tersedianya sarana pelabuhan alami yang sangat ideal karena lautnya cukup dalam dan tenang karena terlindung Pulau Nusakambangan.



36



Benedicto Anggita Prayoga Saragih 15316023 2.5 Deskripsi Kegiatan PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap merupakan salah satu unit operasidari Direktorat Hilir Pertamina dengan proses-proses utama kilang seperti pada Tabel 2.1. Kegiatannya membawahi kilang minyak dan kilang Paraxylene. Kilang minyak Cilacap yang saat ini memiliki kapasitas 348.000 barrel/hari dibangun dalam 2 tahap, yaitu



pada tahun 1974 dan



1981, sedangkan kilang Paraxylene dibangun pada tahun 1990. Saat ini sudah ada kilang RFCC (Residual Fluid Catalytic Cracking) untuk meningkatkan produksi gasoline, LPG dan propylene. Pertamax yang saat ini telah diproduksi PT Pertamina (Persero) RU- IV Cilacap, produksinya akan lebih efisien (PT Pertamina, 2017). Kilang utama disebut dengan Fuel Oil Complex (FOC) dan kilang pelumas disebut dengan Lube Oil Complex (LOC). Bahan baku (minyak mentah) diolah di FOC untuk menghasilkan bahan bakar minyak (BBM) sebagai produk utama dan long residue sebagai bahan baku untuk LOC untuk diolah dan menghasilkan bahan dasar minyak pelumas (Lube Oil Base Stock) LOBS dan asphalt component (PT. Pertamina, 2017). Tabel II.1 Proses - Proses Utama Kilang PT Pertamina (Persero) RU IV Cilacap No.



Jenis Proses



Unit Proses



1.



Persiapan



Desalter



Crude DistillingUnit (CD) 2.



Pemisahan



Tujuan Proses Menurunkan air, menurunkan garam Pemisahan primer berdasarkan titik



High Vacuum Unit (HVU)



didih



Hydrotreating dan demetalisasi 3.



Treating



(HDS, ARHDM, DHDT), Amine



Pemurnian



Absorber



4.



Konversi



Hydrocracker, Fluid Catalytic



Perengkahan,



Cracking (FCC), RFCC, Delayed



pembentukan



Coker,



(reforming) 37



Benedicto Anggita Prayoga Saragih 15316023 Visbreaker, Platforming, H2 plant 5.



6.



Perbaikan Kualitas



Proses Lain



Hydotreater (HDS)



Perbaikan Kualitas



Polimerasi, Isomerisasi, (Penex, Totaray), wax



Polimerisasi, Aromatitasi, Filtrasi



(Sumber : PT. Pertamina (Persero) RU IV Cilacap) Dengan beroperasinya kilang minyak Cilacap, maka dengan kapasitas kilang ini diharapkan telah mencukupi kebutuhan BBM dalam negeri. Hal ini dikarenakan hampir 35% BBM dari seluruh BBM yang dibutuhkan untuk kebutuhan BBM nasional dan 60% kebutuhan BBM di Pulau Jawa dipasok dari RU IV Cilacap. Pencapaian inilah yang membuat Pertamina RU IV Cilacap sebagai jantung distribusi BBM di Pulau Jawa sejalan dengan program pipanisasi BBM ke kota-lota yang ada di Pulau Jawa (PT Pertamina, 2017). Berikut kapasitas desain tiap unit FOC dan LOC :



Tabel II.2 Kapasitas Desain Tiap Unit FOC I dan LOC I LOC I



FOC I Kapasitas Unit



Kapasitas Unit



(ton/hari)



(ton/hari)



CDU I



13.650



High Vacum Unit I



NHT I



2.275



Gas Oil HDS



2.300



Platformer I



1.650



Propane Deasphalting Unit I Furfural Extraction Unit I MEX Dewaxing Unit I



Propane Manufacturing Merox Treater



43.5



3.184 784 991



– 1.580



226



– 337



2.116



(Sumber : PT. Pertamina (Persero) RU IV Cilacap) 38



Benedicto Anggita Prayoga Saragih 15316023



Tabel II.3 Kapasitas Desain Tiap Unit FOC I dan LOC I FOC II



LOC II Kapasitas



Unit



Kapasitas Unit



(ton/hari)



(ton/hari)



CDU II



26.680



High Vacum Unit II



2.238



NHT II



2.500



Propane Deasphalting Unit II



583



AH Uniborn



2.680



Furfural Extraction Unit II



478 – 573



Platformer II



1.650



MEX Dewaxing Unit II



226 – 337



LPG Recovery



730



Naphta Merox



1.620



THDT



1.800



Visbreaker



8.387



(Sumber : PT. Pertamina (Persero) RU IV Cilacap) 2.5.1 Kilang Minyak I Kilang minyak I mulai dibangun tahun 1974 dan mulai beroperasi 24 Agustus 1976 setelah diresmikan oleh Presiden Soeharto. Kilang I ini dirancang oleh Shell International Petroleum Maatschappij (SIPM). Kontraktor dipegang oleh Flour Eastern Inc. yang dibantu oleh beberapa subkontraktor dari perusahaan Indonesia dan asing. Pengawas pelaksana proyek adalah Pertamina. Kilang I ini dirancang dengan kapasitas semula 100.000 barrel/hari. Sejalan dengan peningkatan kebutuhan konsumen, pada tahun 1998/1999 ditingkatkan kapasitasnya melalui Debottlenecking Project Cilacap (DPC) sehingga menjadi 118.000 barrel/hari. Kilang ini dirancang untuk memproses minyak mentah dari Timur Tengah, Arabian Light Crude (ALC), Iranian Light Crude (ILC), dan 39



Benedicto Anggita Prayoga Saragih 15316023 Basrah Light Crude (BLC). Selain menghasilkan BBM, kilang ini juga menghasilkan produk tambahan berupa bahan baku minyak pelumas (Lube Base Oil) dan Aspal (PT Pertamina, 2017). Kilang Minyak 1 meliputi : 1. Fuel Oil Complex (FOC I) untuk memproduksi BBM (Premium, Kerosene, ADI/IDO, da IFO). Feuel Oil Complex I Bahan Baku



: Arabian Light Crude, Iranian Light Crude, Basrah Light



Crude Produk



:



-



Refinery Fuel Gas



- Gasoline/Premium



-



Kerosene/Avtur



- Solar/ADO



-



Industrial Diesel Oil



- Industrial Fuel Oil



2. Lube Oil Complex (LOC I) menghasilkan produk NBBM (LPG, Base Oil, Minarex, Slack Wax, Parafinic, dan Aspal) Lube Oil Complex (LOC I) Bahan Baku



: Residu FOC I



Produk



:



-



HVI 60



- Minarex A dan B



-



HVI 95



- Slack Wax



-



Propane Asphalt



- Asphalt



-



Parafinic



3. Utilities Complex (UTL) menyediakan semua kebutuhan fasilitas dari unit-unit proses seperti steam, listrik, 40omest instrument, air pendingin, dan fuel system. 4. Offside Facilities



40



Benedicto Anggita Prayoga Saragih 15316023 Berikut ditampilkan Blok Diagram FOC I dan LOC I/II/III (PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap).



Gambar II.4 Blok Diagram FOC I dan LOC I/II/III (Sumber : PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap)



2.5.2 Kilang Minyak II Pembangunan kilang minyak kedua ini dimulai pada tahun 1981 dan mulai beroperasi setelah diresmikan pada tanggal 4 Agustus 1983. Kilang minyak ini merupakan perluasan dari kilang minyak 1. Perluasan ini dilakukan mengingat konsumsi BBM yang menjadi tidak seimbang lagi dengan produksi yang ada. Sementara untuk memenuhi kebutuhan tersebut mengharuskan minyak mentah dalam negeri diolah di kilang luar negeri dan masuk ke Indonesia dalam jenis BBM tertentu. Pola pengadaan demikian merupakan suatu pemborosan yang dapat menganggu kestabilan ekonomi nasional. Dengan alasan tersebut, maka pemerintah memandang perlu mengadakan perluasan kilang Cilacap (PT Pertamina, 2017). Kilang minyak ini dirancang untuk mengolah minyak mentah domestik yang memiliki kadar sulfur rendah daripada Arabian Light Crude dan merupakan campuran 80% Arjuna Crude Oil dan 20% Attaka Crude Oil dan dalam perkembangannya mengolah minyak mentah Cocktail Crude. Kapasitas awal kilang minyak II adalah 200.000 barrel/hari. Kemudian mengingat laju peningkatan kebutuhan BBM di Tanah Air dan sejalan dengan dilaksankannya Debottlenecking Project Cilacap (DPC) 1998/1999, maka kapasitas menjadi 41



Benedicto Anggita Prayoga Saragih 15316023 230.000 barrel/hari (PT Pertamina, 2017). Perluasan kilang II ini dirancang oleh Universal Oil Product (UOP) untuk Fuel Oil Complex. Shell International Petroleum Maatschappij (SIPM) untuk Lube Oil Complex, dan Fluor Eastern Inc. Untuk Offsite Fasilities termasuk Utilities dengan kontraktor utamanya adalah Fluor Eastern Inc. Dan subkontraktornya perusahaan- perusahaan nasional. Berikut bahan baku serta produk di perluasan kilang II : 1. Fuel Oil Complex II (FOC II) Bahan Baku



: Arjuna Crude 80%), Attaka Crude (20%)



Produk



:



-



Refinery Fuel Gas



- Gasoline/Premium



-



Naptha



- IFO



-



Propane



- Industrial Fuel Oil



-



HDO/LDO



-LPG



2. Lube Oil Complex II (LOC II) Bahan Baku



: Residu FOC II



Produk



:



-



HVI 95



- Minarex H



-



HVI 160S



- Slack Wax



-



Propane Asphalt



3. Lube Oil Complex III (LOC III) Bahan Baku



: Distilat LOC I dan LOC II



Produk



:



-



HVI 65



- HVI 160S



-



HVI 100



- Propane Asphalt



-



Slack Wax



- Minarex



4. Utilities Complex II (UTL II)



42



Benedicto Anggita Prayoga Saragih 15316023 Gambar UTL II yang fungsinya sama dengan UTL I adalah seperti gambar berikut :



Gambar II.5 Blok Diagram FOC II (Sumber : PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap)



2.5.3 Kilang Paraxylene Cilacap (KPC) Keberadaan bahan baku naphta yang cukup, sarana pendukung berupa dermaga, tangki, dan utilitas, serta peluang pasar domestik dan luar yang terbuka lebar, menyebabkan Pertamina RU IV Cilacap membangun Kilang Paraxylene. Kilang yang dirancang oleh Universal Oil Product (UOP) ini dibangun pada tahun 1988 oleh kontraktor Japan Gasoline Corporation (JGC) dan memulai operasinya setelah diresmikan oleh Presiden Soeharto pada tanggal 20 Desember 1990. Tujuan pembangunan kilang ini adalah untuk mengolah naphta dari FOC II menjadi produk-produk petrokimia yaitu paraxylene dan benzene sebagai produk utama, dan raffinate, heavy aromate, toluene, dan LPG sebagai produk sampingan. Total kapasitas produksi dari kilang ini adalah 270.000 ton/tahun (PT Pertamina, 2017). Pertamina RU IV Cilacap semakin penting dengan adanya Kilang Paraxylene karena dengan mengolah naphta 590.000 ton/tahun menjadi produk utama paraxylene, benzene, dan produk samping lainnya, menyebabkan Pertamina RU IV Cilacap menjadi satu-satunya 43



Benedicto Anggita Prayoga Saragih 15316023 unit pengolahan minyak bumi di Indonesia yang terintegrasi dengan industri petrokimia (PT Pertamina, 2017).Paraxylene yang dihasilkan sebagian digunakan sebagai bahan baku pabrik Purified Terepthalic Acid (PTA) pada pusat aromatik di Plaju, Sumatera Selatan dan diekspor ke luar negeri. Hal ini merupakan suatu bentuk usaha penghematan devisa sekaligus sebagai usaha peningkatan nilai tambah produksi kilang BBM. Sedangkan, seluruh benzene yang dihasilkan diekspor keluar negeri. Produk- produk sampingan dari kilang ini dimanfaatkan lebih lanjut untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Kilang Paraxylene terdiri dari unit-unit proses sebagai berikut:



Gambar II.6 Blok Diagram Kilang Paraxylene (Sumber : PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap) 2.5.4 Kilang LPG dan Sulphur Recovery Unit (SRU) Pemerintah berencana untuk mengurangi kadar emisi SOX pada gas buang. Demi terlaksananya komitmen terhadap lingkungan tersebut, maka pada tanggal 27 Februari 2002, Pertamina RU IV Cilacap membangun kilang SRU dengan luas area proyek 24.200 m2 yang terdiri dari unit proses dan unit penunjang. Proyek ini dapat mengurangi emisi gas dari kilang RU IV, khusunya SO2 sehingga emisi yang dibuang ke udara lebih ramah lingkungan. Kilang ini mengolah off gas dari berbagai unit di RU IV menjadi produk berupa sulfur cair, LPG, dan condesate (PT Pertamina, 2017). 44



Benedicto Anggita Prayoga Saragih 15316023 Kilang SRU ini memiliki beberapa unit antara lain Gas Treating Unit, LPG Recovery Unit, Sulphur Recovery Unit, Tail Gas Unit, dan Refrigeration. Umpan pada Gas Treating Unit terdiri dari 9 Stream Sour Sas yang sebelumnya seluruh Stream Gas ini hanya dikirim ke Fuel Gas System sebagai bahan bakar kilang atau dibakar di flare. Dengan adanya unit LPG Recovery pada kilang SRU ini akan menambah aspek komersial dengan pengambilan produk LPG yang memiliki nilai ekonomi tinggi dari Stream Treated Gas (PT Pertamina, 2017). Dengan melakukan treatment terhadap 9 Stream Sour Gas dengan jumlah total sebesar 600 metrik ton/hari dapat diperoleh produk sulfur cair sebanyak 59-68 metrik ton/hari, produk LPG sebanyak 28-103 metrik ton/hari. Sedangkan hasil atas berupa gas dengan kandungan H2S sangat rendah dari unit LPG Recovery akan dikirimkan keluar sebagai fuel system. Unit-unit kilang di SRU adalah sebagai berikut : a. Gas Treating Gas treating ini dirancang untuk mengurangi kadar gas hydrogen sulfide (H2S) di dalam gas buang (sebagai umpan) agar tidak lebih dari 10 ppmv sebelum dikirim ke LPG Recovery Unit dan PSA Unit yang telah ada. b. LPG Recovery Unit ini memiliki Cryogenic Refluxted Absorber Design sebagai utilitas di LPG Recovery Unit untuk menambah produk LPG Recovery secara umum. Proses ini mempunyai LPG Recovery optimum pada excess 99,9% (pada Deethanizer Bottom Stream). Refrigeration process digunakan sebagai pelengkap umum Chilling (pendinginan). c. Sulphur Recovery Unit Sulphur Recovery Unit (SRU) didirikan untuk memisahkan gas asam dari amine regeneration di Gas Treating Unit (GTU), kemudian diubah menjadi H2S dalam bentuk gas menjadi sulfur cair dan dalam bentuk gas sulfur untuk bisa dikirim melalui ekspor. d. Tail Gas Unit Tail Gas Unit (TGU) dirancang untuk mengolah gas asam dari SRU. Semua komponen sulfur diubah menjadi H2S untuk dihilangkan di unit TGU Absorber, arus recycle kembali ke unit SRU dan sebagian dibakar menjadi jenis sulfur yang terdiri dari Sox kemudian dibuang ke atmosfer. e. Unit 95 : Refrigeration 45



Benedicto Anggita Prayoga Saragih 15316023 Refrigeration Unit dilengkapi dengan pendinginan yang diperlukan untuk LPG Recovery Unit dan juga dilengkapi dengan Trim Amine Chilling di bagian TGU untuk memaksimalkan pengambilan sulfur secara umum. System Refrigeration terdiri dari dua tahap Loop Propane Refrigeration. Berikut blok diagram LPG dan Sulphur Recovery unit:



Gambar II.7 Blok Diagram Kilang LPG dan SRU (Sumber : PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap) 2.5.5 Debottlenecking Project Cilacap (DPC) Seiring dengan meningkatnya laju pembangunan di Indonesia, kebutuhan akan BBM, minyak pelumas, dan aspal juga meningkat. Sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan tersebut, Pertamina merealisasikan Proyek Debottlenecking RU IV Cilacap yang dibangun pada awal 1996 dan mulai beroperasi pada awal Oktober 1998. Sebenarnya kegiatan perencanaan proyek ini sudah dimulai sejak tanggal 16 Desember 1995 dan yang bertindak sebagai pelaksana Engineering, Precurement and Construction (EPC) Contract adalah Flour Daniel. Perancang dan pemilik lisensi untuk Lube Oil Complex adalah Shell International Petroleum Maatschappij (SIPM) (PT Pertamina, 2017). Proyek Debottlenecking Cilacap (DPC) untuk peningkatan kapasitas operasional PT Pertamina (Persero) RU IV Cilacap, telah berhasil dilaksanakan dengan modernisasi intrumentasi kilang yang meliputi unit pada FOC I, FOC II, Utilities I, Utilities II, LOC I, dan LOC II. Modernisasi intrumentasi tersebut juga ditambah dengan dioperasikannya 46



Benedicto Anggita Prayoga Saragih 15316023 Utilities IIA yang dihubungkan dengan Utilities I dan Utilities II serta beroperasinya LOC III. Keadaan ini secara otomatis meningkatkan kapasitas operasional PT Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap (PT Pertamina, 2017). Pendanaan Debottlenecking Cilacap Project (DCP) berasal dari pinjaman 29 bank dunia yang dikoordinasikan oleh CITICORP dengan penjamin US Exim Bank. Dana yang dipinjam sebesar US$633 juta dengan pola Tyrustee Borrowing Scheme. Sedangkan, sistem penyediaan dananya adalah Non-Recourse Financing artinya pengembalian pinjaman berasal dari hasil penjualan produk yang dihasilkan oleh proyek sehingga dana pinjaman tersebut tidak membebani anggaran pemerintah maupun cash flow PT Pertamina (Persero) RU IV Cilacap (PT Pertamina, 2017). Tenaga kerja tambahan untuk Debottlenecking Cilacap Project (DPC) sebagian besar diambil dari tenaga lokal dan hingga pada puncak penyelesaian proyek mencapai sekitar 3000 orang, yang terdiri dari tenaga kerja lokal, nasional, dan asing. Area untuk pembangunan Lube Oil Complex III seluas 6.8 hektar dengan perincian 4.3 hektar untuk pembangunan kilang LOC III dan 2.5 hektar untuk pembangunan tangki produk. Area ini diambil dari sisa area rencana perluasan pabrik. Fasilitas untuk melindungi lingkungan dari pencemaran pun ditambah dengan modifikasi peralatan yang ada serta penambahan peralatan baru (PT Pertamina, 2017). Tujuan dari proyek ini adalah sebagai berikut: a. Meningkatkan kapasitas produksi Kilang Minyak I dan II dalam rangka memenuhi kebutuhan BBM dalam negeri. b. Meningkatkan kapasitas produksi Lube Oil Plant dalam rangkan memenuhi kebutuhan Lube Base Oil dan Asphalt. c. Menghemat/menambah devisa negara Lingkup dari proyek ini adalah: a. Modifikasi FOC I dan II, LOC I dan II, Utilities II/offsite b. Pembangunan Lube Oil Complex III (LOC III) c. Pembangunan Utilities III dan LOC III Tankage 47



Benedicto Anggita Prayoga Saragih 15316023 d. Modernisasi Instrumentasi Kilang dengan Distriburted Control System (DCS) Dengan selesainya proyek ini, kapasitas pengolahan Kilang Minyak I meningkat menjadi 118.000 barrel/hari, dan Kilang Minyak II meningkat menjadi 230.000 barrel/hari. Total kapasitas keseluruhan menjadi 348.000 barrel/hari. Sementara kapasitas produk minyak dasar pelumas (Lube Base Oil) meningkat menjadi 428.000 ton/tahun. Produksi aspal juga mengalami peningkatan dari 512.000 ton/tahun menjadi 720.000 ton/tahun (PT Pertamina, 2017).



Gambar II.8 Penulis Berada di Depan Kilang RFCC (Sumber : Penulis) 2.5.6 Proyek Residue Fuel Catalytic Cracking (RFCC) Untuk menanggapi peningkatan konsumsi BBM yang semakin tinggi, pada awal tahun 2012 diadakan proyek RFCC dan mulai beroperasi tahun 2015 yang diharapkan nantinya 48



Benedicto Anggita Prayoga Saragih 15316023 akan dapat meningkatkan output produksi bahan bakar dari RU IV Cilacap dengan konsumsi crude oil yang tetap. RFCC kapasitas 62.000 BPSD bertujuan untuk mengolah LSWR yang dihasilkan dari Kilang FOC II menjadi produk yang lebih memiliki nilai tambah, seperti LPG, propylene, HOCM, LCO dan HCO. Sebelumnya, LSWR yang dihasilkan oleh Kilang FOC II diolah menjadi IFO (Industrial Fuel Oil) melalui unit visbreaker dalam rangka memenuhi kebutuhan bahan bakar industri di Indonesia. Akan tetapi, dikarenakan IFO tidak memberikan keuntungan yang besar, unit visbreaker ditutup dan dibangunlah Kilang RFCC. Di Kilang RFCC dibangun fasilitas-fasilitas antara lain tankage facilities, manine loading arm, waste water treatment, sea water intake facility, building, fire fighting dan flare system. Akses Utilities tidak tersedia dari kilang eksisting RU IV Cilacap, sehingga fasilitas untuk proyek RFCC perlu dibangun secara independen. Berikut unit utilitas di dalam RFCC: power generation, steam generation, water system, cooling water supply system, fuel gas system, inert gas supply system, air system, dan akan diproduksi menggunakan Hydrogen Purification Unit mengambil umpan off gas dari unit Platforming FOC I dan FOC II Kilang RU IV sekitar 7000 Nm3/hari. 2.6 Struktur Organisasi Perusahaan Direktur Pengolahan Pertamina membawahi unit-unit pengolahan yang ada di Indonesia. Kegiatan utama operasi kilang di PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap adalah : 1. Kilang Minyak (BBM dan Non BBM) 2. Kilang Petrokimia PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap dipimpin oleh seorang General Manager (GM) dan dibantu oleh seorang Secretary serta membawahi beberapa manager diantaranya: 1. Manager Procurement 2. Manager General Affair 3. Manager Reliability 4. Manager Operational, Performance, & Improvement 5. Manager Health, Safety, & Environment 6. Manager Engineering & Development 49



Benedicto Anggita Prayoga Saragih 15316023 Sedangkan Senior Manager Operation & Manufacturing membawahi 8 Manager, yaitu :



1.



Manager Production I



2. Manager Production II 3. Manager Production III 4. Manager Maintenance Execution I 5. Manager Maintenance Execution II 6. Manager Maintenance Planning & Support 7. Manager Refinery Planning & Optimization 8. Manager Turn Around



50



Benedicto Anggita Prayoga Saragih 15316023 Dalam melakukan tugas dan kegiatannya kepala bidang dibantu oleh kepala sub bidang, kepala seksi dan seluruh perangkat operasi di bawahnya. Berikut struktur organisis PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilcacap :



Gambar II.9 Struktur Organisasi Pertamina RU IV Cilacap (Sumber : PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap)



51



Benedicto Anggita Prayoga Saragih 15316023 2.7 Sarana Penunjang Dalam kegiatan operasinyam baik kilang BBM, Non BBM, maupun kilang paraxylene didukung oleh sarana penunjang antara lain : 1. Utilities Utilities merupakan jantung operasional dari sebuah industri yang berfungsi menyediakan tenaga listrik, tenaga uap, dan kebutuhan air bersih, baik untuk keperluan operasi kilang, perkantoran, perumahan, rumah sakit, dan fasilitas lainnya serta instrument untuk keperluan alat-alat instrumentasi. PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap mempunyai kapasitas Utilities seperti : 



Generator (Pembangkit Tenaga Listrik) sebesar 112 MW







Boiler sebesar 790 ton/jam







Sea Water Desalination sebesar 540 ton/jam



2. Laboratorium Laboratorium berfungsi untuk mengontrol spesifikasi dan kualitas minyak mentah, produk antara, produk akhir termasuk juga untuk pusat penelitian dan pengembangan. Laboratorium ini sejak 25 Oktober 2001 telah mendapat spesifikasi SNI 19-17025-2000 dari Komite Akreditasi Nasional dan setiap periode tertentu diperbaharui (up-date). 3. Tangki Penimbun Tangki penimbun digunakan sebagai penampung bahan baku minyak mentah, produk antara, produk akhir maupun air bersih untuk keperluan operasional kilang. 4. Bengkel Pemeliharaan Bengkel pemeliharaan berfungsi untuk perbaikan peralatan kilang dan lainnya yang mengalami kerusakan. Bahkan pada saat tertentu membuat peralatan pengganti yang sangat diperlukan bagi operasi kilang dan sarana penunjangnya. Fasilitas di bengkel pemeliharaan ini juga dilengkapi dengan peralatan-peralatan untuk perawatan permesinan dan lainnya. 5. Sarana HSE Bagian ini menyediakan sarana dan prasarana yang berkaitan dengan aspek Health Safety and Environment (HSE) yang mendukung semua kegiatan operasional dalam hal pengawasan keselamatan kerja dan perlindungan lingkungan. 6. Jasrum (Jasa dan Sarana Umum) dan SIK (Sistem Informasi dan Komunikasi) 52



Benedicto Anggita Prayoga Saragih 15316023 Salah satu unit yang bertugas untuk mendukung bongkar muat minyak mentah dan produk kilang yang terletak di area kilang serta menyediakan sarana komunikasi antara lain radio, HT, telepon dan peralatan elektronik lainnya untuk kepentingan operasional. 7. Pelabuhan Khusus Sebagai sarana penerimaan bahan baku berupa minyak mentah yang semuanya didatangkan dengan kapal tanker, dan juga sebagai sarana pendistribusian produk selain melalui fasilitas perpipaan, mobil tangki dan tangki kereta api. Pada saat ini RU IV memiliki fasilitas pelabuhan dengan kapasitas maksimum 250.000 DWT yang terdiri dari pelabuhan untuk bongkar muat minyak mentah dan memuat produk-produk kilang untuk tujuan domestik maupun mancanegara. (PT Pertamina, 2017) 2.8 Health Safety Security Environment (HSSE) Health, Safety, and Environment merupakan unit yang bertugas menjaga keselamatan dan kesehatan para pekerja dan juga lingkungan. Bidang HSE bertanggung jawab langsung kepada General Manager PT Pertamina (Persero) RU IV Cilacap. Hal ini menunjukkan komitmen PT Pertamina (Persero) RU IV Cilacap dalam melindungi keselamatan dan kesehatan para pekerja beserta lingkungan sekitar akibat dari kegiatan industri migas yang sangat beresiko ini. Bidang HSE sendiri memiliki 4 tugas dan fungsi utama yaitu : 1. Sebagai Advisory Body dalam upaya pencegahan kecelakaan kerja, kebakaran/peledakan dan pencemaran lingkungan. 2. Melaksanakan penanggulangan kecelakaan kerja, kebakaran/peledakkan, dan juga pencemaran lingkungan. 3. Melakukan pembinaan aspek HSE kepada pekerja maupun mitra kerja (pihak ketiga) untuk meningkatkan Safety Awareness melalui kursus/pelatihan, Safety Talk, Operation Task, dan sebagainya. 4. Kesiapsiagaan sarana dan prasarana serta personil untuk menunjang pelaksanaan pencegahan dan penanggulangan kecelakaan kerja, kebakaran/ledakan dan pencemaran lingkungan.



53



Benedicto Anggita Prayoga Saragih 15316023 Dalam melaksanakan tugasnya, HSE dibagi menjadi 4 (empat) bagian dengan fungsi masing-masing yang berbeda termasuk juga didalmnya terdapat usaha penanganan limbah. Empat bagian dengan fungsi masing-masing tersebut terjawab dengan empat divisi yang berada dibawah Manager HSSE secara langsung seperti pada gambar organogram berikut :



Gambar II.10 Struktur Organogram HSSE Pertamina RU IV (Sumber : PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap) 



Section Head Fire (Emergency) Insurance Fungsi unit penanggulangan kebakaran adalah mengoordinasikan, mengawasi,



mengevaluasi serta memimpin kegiatan pencegahan dan penanggulangan risiko serta tertib administrasi secara efektif dan efisien sesuai standar kualitas yang ditetapkan untuk mendukung keamanan dan keandalan operasi kilang. Tugas dan fungsi Fire and Insurance adalah : - Mencegah dan menanggulangi kebakaran/peledakan sekitar daerah operasi PT Pertamina (Persero) RU IV Cilacap - Meningkatkan kehandalan sarana untuk penanggulangan kebakaran - Meningkatkan kesiapsiagaan sarana untuk penanggulangan kebakaran - Menyelidiki (fire investigation) setiap kasus terjadinya kecelakaan 54



Benedicto Anggita Prayoga Saragih 15316023 - Melaksanakan risk survey dan kegiatan pemantauan terhadap rekomendasi asuransi - Melakukan fire inspection secara rutin dan berkala terhadap sumber bahaya yang berpotensi terhadap risiko kebakaran 



Section Head Safety Fungsi Safety atau Keselamatan Kerja (KK) adalah merencanakan, mengatur, menganalisis dan mengoordinasikan pelaksanaan kegiatan pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat kerja guna tercapai kondisi kerja yang aman, sesuai norma- norma kesehatan untuk menghindarkan kerugian perusahaan. Safety bertanggung jawab dalam tugas antara lain: - Mencegah dan menanggulangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja. - Meningkatkan kehandalan sarana dan prasarana untuk pencegahan dan penanggulangan kecelakaan kerja. - Meningkatkan kesiapsiagaan personil dalam menghadapi setiap potensi terjadinya kebakaran. - Menyelidiki (accident investigation) setiap kasus terjadinya kecelakaan. - Melaksanakan pengawasan terhadap cara kerja aman melalui izin kerja, inspeksi KK, gas test, dan sebagainya. - Memantau dan mengukur kualitas lingkungan kerja - Menangani hazard yang mencakup bahaya fisik, kimia, biologi dan ergonomic - Menyediakan dan mendistribusikan alat-alat pelindung diri (APD) - Melaksanakan pembinaan aspek HSE melalui safety talk, safety meeting, dan sebagainya. - Menerapkan Manajemen Keselamatan Proses (MKP) dan Sistem Manajemn Kesehatan Kerja (SMKK)







Section Head Environment Fungsi bagian ini adalah mengoordinasikan, mengawasi, dan memimpin kegiatan operasional yang meliputi pemantauan/pengelolaan lingkungan, B3, kegiatan house 55



Benedicto Anggita Prayoga Saragih 15316023 keeping, dan pertamanan/penghijauan untuk menunjang tercapainya lingkungan kerja yang bersih, aman, nyaman serta meminimalkan dampak lingkungan akibat operasional kilang guna memenuhi ketentuan/standar yang telah diterapkan pemerintah. PT Pertamina (Persero) RU IV Cilacap merupakan salah satu pelopor Green Factory di Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan diperolehnya sertifikasi ISO 14001 yang mengedepankan Sistem Manajemen Lingkungan. Upaya yang dilakukan adalah dengan menyediakan sarana lindungan lingkungan antara lain : -



Sour Water Stripper Merupakan sarana untuk memindahkan gas-gas beracun dari air bekas proses sebelum dibuang ke laut.



-



Corrugated Plate Interceptor Merupakan sarana untuk mengurangi dan memisahkan minyak yang terbawa dalam air buangan



-



Holding Basin dan Waste Water Treatment (WWT) Merupakan sarana mengembalikan atau memperbaiki kualitas air buangan, teruatama mengembalikan kandungan oksigen dan menghilangkan kandungan minyak untuk mengurangi kadar minyak dalam air buangan.



-



Stack/cerobong asap Saluran pembuangn limbah gas berukuran tinggi untuk mengurangi pencemaran udara sekitar.



-



Silencer Merupakan sarana untuk mengurangi kemungkinan pencemaran air buangan.



-



Groyne Merupakan sarana pelindung pantai dari kikisan gelombang laut.







Section Head Occupational Health Fungsi dari Occupational Health adalah menangani hal-hal yang berkaitan dengan kesahatan kerja dan penyakit akibat kerja. Adapun kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh unit ini meliputi:



56



Benedicto Anggita Prayoga Saragih 15316023 - Mengukur, memantau, merekomendasi pengendalian bahaya lingkungan kerja industri mulai dari faktor kimia (gas, debu), fisika (bising, getaran, radiasi, iluminasi), biologi (serangga, tikus, binatang buas) dan ergonomic. - Melakukan penyuluhan dan bimbingan tentang health talk. - Pengelolaan kotak P3K - Inspeksi dan rekomendasi sanitasi lingkungan kerja bermasalah Pemantauan, perawatan alat K3 serta maintenance alat ukur hazard. 2.9 Penanganan Limbah PT Pertamina RU IV Cilacap telah mengaplikasikan penanganan limbah yang dihasilkan dari proses produksi pada industri ini. Seperti limbah B3, limbah domestik, dan limbah cair. Limbah domestik yang dihasilkan oleh PT Pertamina RU IV Cilacap contohnya pada limbah organik (rumput) biasanya diberikan kepada pihak ketiga yaitu peternakan untuk diberikan kepada hewan ternak. Limbah domestik yang lainnya ditangani dengan pembuangan ke TPS. Limbah B3 yang dihasilkan di PT Pertamina seperti sludge, material terkontaminasi, tanah terkontaminasi, pasir ex-sandblast, bahan kimia bekas, majun bekas, filter bekas, kemasan limbah lab, karbon aktif, dan masih banyak limbah B3 yang lainnya. Limbah tersebut yang dihasilkan disimpan dalam berbagai macam wadah seperti limbah B3 padat yang dikemas di dalam Jumbo Bag dan drum tertutup. Dalam pewadahannya kemasan limbah B3 ini mampu mengukung limbah B3 tetap berada di dalam kemasan dengan ketentuan seperti jumbo bag tertutup dengan rapat dan drum tidak bocor serta diberi penutup kuat yang rapat. Wadah tersebut disimpan didalam gudang khusus penyimpanan limbah B3 bebas banjir dan tidak rawan bencana. Limbah B3 yang disimpan dalam wadah tersebut disimpan dengan peraturan yang diterapkan pada PT Pertamina RU IV Cilacap. Kemudian limbah yang sudah tersimpan akan diangkut pada pihak ke tiga dengan tujuan untuk pengolahan lebih lanjut. Salah satu bentuk Limbah B3 yang biasa diberikan kepada pihak ketiga adalah Sludge Cake dari hasil pengolahan limbah Kilang FOC dan LOC yang kemudian sludge cake tadi diberikan kepada PPLI (Prasadha Pamunah Limbah Industri) Bogor. PT. Pertamina 57



Benedicto Anggita Prayoga Saragih 15316023 (Persero) Refinery Unit IV Cilacap belum memiliki sertifikasi untuk mengelola sendiri limbah B3nya sehingga peran serta pihak ketiga masih diperlukan. Berikut adalah metode penanganan limbah yang dihasilkan oleh 5 Kilang Utama PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap :



Gambar II.11 Diagram Pengolahan Limbah Setiap Kilang di Pertamina RU IV (Sumber : Digambar oleh penulis berdasarkan data dari PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap) Berdasarkan diagram pengoalahan limbah setiap kilang diatas, seharusnya tidak ada lagi ancaman limbah buangan dari setiap kilang yang tidak terkendali dengan baik. Untuk Kilang I dan II Fuel Oil Complex dan Lube Oil Complex (FOC dan LOC) limbah yang dihasilkan dikendalikan oleh IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah) terpadu dengan prinsip fisika, kimia dna juga biologi. Selanjutnya, untuk Kilang RFCC (Residual Fluid Catalytic 58



Benedicto Anggita Prayoga Saragih 15316023 Cracking) limbah yang dihasilkan dikendalikan oleh WWTS (Waste Water Treatment System) dengan prinsip yang hampir sama dengan IPAL terpadu yaitu fisika, kimia, dan juga biologi. Kemudian untuk Kilang SRU (Sulfur Recovery Unit) limbah yang dihasilkan dikendalikan dengan dibakar pada flare yang ada dekat kilang tersebut. Untuk kilang terakhir yaitu Kilang Aromatik atau biasa yang disebut dengan Kilang Paraxylene limbah yang dihasilkan dikelola dengan menggunakan RBC atai Rotating Biological Contactor yang hampir seluruh prosesnya menggunakan prinsip biologi.



Gambar II.12 Kondisi IPAL di Area Kilang PT. Pertamina (Persero) RU IV Cilacap (Sumber : PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap)



59



Benedicto Anggita Prayoga Saragih 15316023 BAB III. TINJAUAN PUSTAKA



3.1 Sistem Manajemen Lingkungan (SML) Sistem Manajemen Lingkungan (SML) adalah sebuah standar internasional yang berkaitan dengan pengelolaan lingkungan untuk membantu organisasi dalam meminimalkan pengaruh dampak kegiatan operasional mereka terhadap lingkungan yang mencakip udara, air, tanah, ataupun suara. Sistem Manajemen Lingkungan (SML) termasuk Standar Internasional didalamnya mengacu dan berlandaskan pada ISO 14001:2015. Dokumen dengan Standar Internasional ini menetapkan persyaratan untuk sistem manajemen lingkungan yang dapat digunakan suatu organisasi untuk meningkatkan kinerja lingkungannya. Standar ini juga dimaksudkan untuk digunakan oleh suatu organisasi yang mencari cara untuk mengatur tanggung jawab lingkungannya secara sistematis yang berkontribusi terhadap keberlanjutan pilar lingkungan. Sistem Manajemen Lingkungan (SML) membantu organisasi mengidentifikasi, mengelola, memantau dan mengendalikan isu lingkungan secara komprehensif. Seperti sistem manajemen tipe lain yang dikeluarkan oleh ISO / International Organization for Standardization (seperti sistem manajemen mutu dan kesehatan dan keselamatan kerja), SML menggunakan “High Level Structure” yang sama. Arti SML dapat diintegrasikan dengan mudah kedalam sistem manajemen yang dikeluarkan oleh ISO. (KLHK, 2019) Sistem Manajemen Lingkungan merupakan bagian integral dari sistem manajemen perusahaan secara keseluruhan yang terdiri dari satu set pengaturan-pengaturan secara sistematis yang meliputi struktur organisasi, tanggung jawab, prosedur, proses, serta sumber daya dalam upaya mewujudkan kebijakan lingkungan yang telah digariskan oleh perusahaan. Sistem manajemen lingkungan memberikan mekanisme untuk mencapai dan menunjukkan performasi lingkungan yang baik, melalui upaya pengendalian dampak lingkungan dari kegiatan, produk dan jasa. Sistem tersebut juga dapat digunakan untuk mengantisipasi perkembangan tuntutan dan peningkatan performasi lingkungan dari konsumen, serta untuk memenuhi persyaratan peraturan lingkungan hidup dari pemerintah.



60



Benedicto Anggita Prayoga Saragih 15316023 SML cocok untuk berbagai jenis dan ukuran organisasi, baik privat, non-profit maupun pemerintahan. SML mensyaratkan organisasi mempertimbangkan semua isu lingkungan yang relevan dalam operasinya seperti pencemaran udara, isu air dan limbah cair, pengelolaan limbah, kontaminasi tanah, mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, serta penggunaan dan efisiensi sumber daya. Seperti sistem standar manajemen dari ISO lainnya, SML membutuhkan perbaikan berkelanjutan pada pengelolaan lingkungan organisasi dan pendekatannya terhadap masalah lingkungan. SML pada tahun 2015 telah diperbaiki, dengan perbaikan utama seperti peningkatan kepentingan pengelolaan lingkungan kedalam proses perencanaan strategis organisasi, masukan yang lebih besar dari kepemimpinan dan komitmen yang lebih kuat untuk inisiatif yang proaktif dalam mendorong kinerja lingkungan. (KLHK, 2019) Standar Internasional ini membantu organisasi untuk mencapai hasil yang diinginkan dari Sistem Manajemem Lingkungan itu sendiri, yang menyediakan nilai untuk lingkungan, organisasi itu sendiri dan pihak yang berkepentingan. Sejalan dengan kebijakan lingkungan, hasil yang diinginkan dari sistem manajemen lingkungan termasuk : -



Peningkatan kinerja lingkungan



-



Pemenuhan terhadap kepatuhan kewajiban



-



Pencapaian Sasaran Lingkungan Sistem Manajemen Lingkungan (SML) ini dengan didasarkan pada ISO 14001:2015



seharusnya wajib diupayakan dan diterapkan kepada organisasi apapun, tanpa memperhatikan ukuran, jenis, sifat dasar, dan berlaku untuk aspek lingkungan dari aktifitas, produk dan jasanya yang ditetapkan oleh organisasi, baik itu dapat dikendalikan atau dipengaruhi, dengan mempertimbangkan perspektif life cycle atau siklus kehidupan. Standar Internasional SML ISO 14001:2015 ini tidak menyatakan kriteria kinerja lingkungan secara spesifik dan dapat digunakan dalam peningkatan sistem manajemen lingkungan secara keseluruhan maupun sebagian. Klaim kesesuaian terhadap standar internasional ini bagaimanapun tidak dapat diterima kecuali seluruh persyaratannya dimasukkan ke dalam sistem manajemen lingkungan suatu organisasi tanpa kecuali (ISO 14001:2015).



61



Benedicto Anggita Prayoga Saragih 15316023 3.1.1 ISO 14001 ISO 14001 adalah standar internasional yang menentukan persyaratan untuk pendekatan manajemen yang terstruktur untuk perlindungan lingkungan. ISO 14001 (Sistem Manajemen Lingkungan) merupakan sistem manajemen perusahaan yang berfungsi untuk memastikan bahwa proses yang digunakan dan produk yang telah dihasilkan telah memenuhi komitmen terhadap lingkungan, terutama upaya pemenuhan terhadap peraturan di bidang lingkungan, pencegahan pencemaran dan komitmen terhadap perbaikan berkelanjutan. ISO 14001 sendiri merupakan salah satu dari tiga dokumen Integrated Management System atau Sistem Manajemen Terpadu (SMT) yang biasa diterapkan oleh perusahaan atau industri-industri pada umumnya termasuk PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap. Ketiga dokumen utama yang menjadi acuan SMT tersebut adalah ISO 9001 yang merupakan standar internasional di bidang manajemen mutu. Kemudian ada dokumen ISO 45001 atau OHSAS 18001 yang merupakan standar internasional baru untuk manajemen kesehatan dan keselamatan kerja (K3/OH&S). Terakhir adalah ISO 14001 itu sendiri yang merupakan standar internasional di bidang manajemen lingkungan. Tujuan dari ISO 14001 sendiri adalah untuk memungkinkan organisasi dari semua jenis atau ukuran untuk mengembangkan dan menerapkan kebijakan yang berkomitmen untuk bertanggung jawab pada lingkungan, seperti keberlanjutan sumber daya, pencegahan polusi, mitigasi perubahan iklim dan minimalisasi dampak lingkungan. Manfaat mendapatkan sertifikat ISO 14001 adalah khususnya bagi produsen, sebagai berikut : -



Meminimasi potensi konflik antara pekerja dengan pengusaha dalam penyediaan lingkungan kerja yang layak dan sehat, serta meningkatkan produktivitas pekerja melalui efisiensi waktu dan biaya.



-



Menjembatani pemenuhan peraturan lingkungan dengan lebih terencana dan terstruktur.



-



Menggunakan sumber daya aam yang lebih bijaksana menuju terciptanya eco-efficiency.



-



Menjaga citra bisnis industri yang selama ini sering dikaitkan secara negatif dengan pencemaran lingkungan. 62



Benedicto Anggita Prayoga Saragih 15316023 Semantara itu, manfaat Sertifikat atau Penerapan ISO 14001 itu sendiri bagi lingkungan adalah sebagai berikut : -



Berkurangnya pencemaran lingkungan melalui penurunan penggunaan bahan-bahan kimia berbahaya.



-



Pengurangan limbah berbahaya dan dapat mengurangi gangguan sosial yang berasal keberadaan industri itu sendiri misalnya, mengurangi kebisingan, polusi air, polusi udara, kemacetan, dan social responsibility.



Gambar III.1 Sejarah Perkembangan Sertifikasi ISO 14001 (Sumber : PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap)



Edisi pertama dari ISO 14001 keluar perdana pada tahun 1996, kemudian delapan tahun berlalu keluar edisi tahun 2004, dan kini yang terbaru dan sedang digunakan adalah edisi tahun 2015 dengan nama lengkap ISO14001:2015. Fokus utama yang membedakan antara edisi 2004 dan 2015 adalah pada edisi tahun 2004 pembenahan organisasi menjadi fokus utamanya guna meningkatkan performa suatu perusahaan atau industri dalam manajemen lingkungannya. 63



Benedicto Anggita Prayoga Saragih 15316023 Sedangkan pada edisi tahun 2015 fokus utamanya adalah pada tiga hal yaitu proses di hulu, aspek organisasi, dan juga proses di hilir yang harapannya ketiga hal tersebut dapat ditingkatkan performanya guna dapat menghasilkan sistem manajemen lingkungan yang semakin baik. Kemudian pada edisi tahun 2004 hanya terdapat empat klausal yang ditinjau sedangkan pada tahun 2015 terdapat 10 klausal yang ditinjau. Perbedaan klausul antar edisi 2004 dan 2015 dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel III.1 Perbedaan Klausal antar ISO 14001 Edisi Tahun 2004 dan 2015



(Sumber : PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap)



3.1.2 ISO 14001 : 2015 ISO 14001:2015 merupakan edisi atau seri terbaru dari dokumen ISO 14001 itu sendiri dan merupakan satu dari tiga dokumen Sistem Manajemen Terpadu (SMT) yang kini sedang digunakan oleh perusahaan atau industri pada umumnya termasuk didalamnya PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap. Sistem manajemen lingkungan ISO 14001:2015 menetapkan persyaratan sistem manajemen lingkungan untuk memungkinkan 64



Benedicto Anggita Prayoga Saragih 15316023 badan atau organisasi mengembangkan dan menerapkan kebijakan dan tujuan yang memperhitungkan persyaratan peraturan perundang-undangan dan ketentuan lain yang diikuti organisasi dan informasi mengenai aspek lingkungan penting. Standar ini berlaku untuk aspek lingkungan yang diidentifikasi oleh organisasi sebagai aspek yang dapat dikendalikan dan aspek yang dapat dipengaruhi. Standar ini berlaku untuk organisasi apapun yang bermaksud untuk (SNI, 2005): 1. Menetapkan, menerapkan, memelihara dan meningkatkan sistem manajemen lingkungan; 2. Memastikan kesesuaian organisasi dengan kebijakan lingkungannya; 3. Menunjukkan kesesuaian dengan standar ini melalui: -



Melakukan penetapan sendiri (self-determining) dan swa-deklarasi (selfdeclaration); atau



-



Memperoleh konfirmasi kesesuaian dari pihak-pihak yang berkepentingan terhadap organisasi tersebut, seperti pelanggan; atau



-



Memperoleh konfirmasi terhadap swa-deklarasi dari pihak eksternal; atau



-



Memperoleh sertifikasi/registrasi untuk sistem manajemen lingkungannya dari organisasi lain.



Cakupan penerapan standar ini tergantung pada faktor-faktor seperti kebijakan lingkungan organisasi, sifat kegiatan, produk dan jasa serta lokasi dan kondisi organisasi. Penggunaan proses, praktik, teknik, material, produk, jasa, atau energi untuk menghindari, mengurangi atau mengendalikan (secara terpisah atau kombinasi) penciptaan emisi atau pengeluaran segala bentuk pencemar atau limbah, dalam rangka untuk mengurangi dampak lingkungan yang buruk merupakan goals dari Environmental Management System atau Sistem Manajemen Lingkungan berlandaskan ISO 14001:2015 pada umumnya. Pencegahan pencemaran mencakup reduksi atau eliminasi sumberdaya, perubahan proses, produk atau jasa, penggunaan sumberdaya secara efisien, substitusi material dan energi, reuse, recocery, recycle, reklamasi, dan juga treatment. Fungsi EMS atau ISO 14001:2015 adalah : 



Meningkatkan hubungan antara lingkungan dan prioritas bisnis.







Peningkatan transparasi dan akuntabilitas dalam pengelolaan lingkungan.







Menggarisbawahi kontribusi positif dari standar sistem manajemen lingkungan. 65



Benedicto Anggita Prayoga Saragih 15316023 



Klarifikasi persyaratan untuk peningkatan kinerja lingkungan.







Penguatan hubungan antara pengelolaan lingkungan dan bisnis inti pada tingkat strategis.







Memudahkan implementasi ISO 14001, terutama di perusahaan-perusahaan kecil dan menengah.







Menyoroti konsep Life Cycle Assemssments (LCA) dan mempertimbangkan rantai (Value Chain) pada saat identifikasi dan penilaian aspek dampak lingkungan dari produk.







Menampung persyaratan berkaitan dengan komunikasi eksternal.



Standar Sistem Manajemen Lingkungan (SML) yang dikeluarkan oleh ISO:2015 menerapkan siklus PLAN – DO – CHECK – ACTION (PDCA) dan peningkatan berkelanjutan. Dalam hal pencapaian terjadap tujuan yang telah ditetapkan dan peningkatan yang berkesinambungan. Hal ini dapat digambarkan sebagai berikut (ISO, 2015) : 



Plan (P): Penetapan tujuan, dan proses yang dapat mencapai tujuan tersebut, selaras dengan kebijakan lingkungan yang ditetapkan oleh organisasi.







Do (D): Pelaksanaan proses yang direncanakan







Check I: Pemantauan dan pengukuran hasil berdasarkan kebijakan lingkungan, termasuk komitmen, tujuan, dan kriteria, dan pelaporannya.







Act (A): Tindakan konsekuen yang dilakukan untuk memastikan perbaikan terusmenerus.



66



Benedicto Anggita Prayoga Saragih 15316023



Gambar III.2 Keterkaitan ISO 14001:2015 dengan Siklus PDCA (Sumber : PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap)



3.1.3 Ruang Lingkup ISO 14001:2015 Standar Internasional ini menetapkan persyaratan untuk sistem manajemen lingkungan yang dapat digunakan suatu organisasi untuk meningkatkan kinerja lingkungannya. Standar Internasional ini dimaksudkan untuk digunakan oleh suatu organisasi yang mencari cara untuk mengatur tanggung jawab lingkungannya secara sistematis yang berkontribusi terhadap keberlanjutan pilar lingkungan. Standar Internasional ini membantu organisasi untuk mencapai hasil yang diinginkan dari sistem manajemen lingkungannya, yang menyediakan nilai untuk lingkungan, organisasi itu sendiri dan pihak berkepentingan. Sejalan dengan kebijakan lingkungan, hasil yang diinginkan dari sistem manajemen lingkungan termasuk : -



Peningkatan kinerja lingkungan



-



Pemenuhan terhadap kepatuhan kewajiban 67



Benedicto Anggita Prayoga Saragih 15316023 -



Pencapaian sasaran lingkungan



Standar Internasional ini dapat diterapkan kepada organisasi apapun, tanpa meperhatikan ukuran, jenis, sifat dasar, dan berlaku untuk aspek lingkungan dari aktifitas, produk dan jasanya yang ditetapkan oleh organisasi, baik itu dapat dikendalikan atau dipengaruhi, dengan mempertimbangkan perspektif siklus kehidupan. Standar Internasional ini dapat digunakan dalam peningkatan sistem manajemen lingkungan secara keseluruhan maupun sebagian. Klaim kesesuaian terhadap standar internasional ini bagaimanapun tidak dapat diterima kecuali seluruh persyaratannya dimasukkan kedalam sistem manajemen lingkungan suatu organisasi tanpa kecuali. 3.1.4 Referensi Baku Tidak ada Referensi Baku. 3.1.5 Istilah dan Definisi Untuk tujuan dokumen ini, istilah dan definisi berikut berlaku. 3.1.5.1 Organisasi dan Kepemimpinan 3.1.5.1.1 Sistem Manajemen Seperangkat elemen dari suatu organisasi yang saling berhubungan dan berinteraksi untuk menetapkan kebijakan dan sasaran dan proses untuk mencapai sasaran tersebut. Catatan 1 : Sebuah sistem manajemen dapat mencakup sebuah bidang atau beberapa bidang (sebagai contoh mutu, lingkungan, kesehatan dan keselamatan kerja, energi, dan manajemen keuangan) Catatan 2 : Elemen sistem termasuk struktur organisasi, tugas dan tanggung jawab, rencana dan operasi, evaluasi kinerja dan peningkatan. Catatan 3 : Ruang lingkup sistem manajemen dapat termasuk keseluruhan organisasi, fungsi organisasi tertentu dan spesifik, bagian organisasi tertentu dan spesifik atau satu atau lebih fungsi antar grup dari suatu organisasi. 68



Benedicto Anggita Prayoga Saragih 15316023 3.1.5.1.2 Sistem Manajemen Lingkungan Bagian dari sistem manajemen yang digunakan untuk mengatur aspek lingkungan, pemenuhan kepatuhan kewajiban dan mengatasi resiko dan peluang. 3.1.5.1.3 Kebijakan Lingkungan Perhatian dan arahan organisasi yang berkaitan dengan kinerja lingkungan seperti yang diungkapkan oleh top management. 3.1.5.1.4 Organisasi Personel atau grup orang yang memiliki fungsinya sendiri dengan tanggung jawab, wewenang dan hubungan untuk mencapai tujuannya. Catatan 1 : Konsep organisasi termasuk tapi tidak terbatas pada pedagang tunggal, perusahaan, korporasi, firma, enterprise, wewenang, rekanan, amal atau institusi, atau bagian atau kombinasi atau penggabungan atau bukan, public atau privat. 3.1.5.1.5 Top Management Personel atau grup dari orang yang mengarahkan dan mengendalikan sebuah organisasi pada level tertinggi. Catatan 1 : Top Management memiliki kekuatan untuk mendelegasikan kewenangan dan menyediakan sumber daya organisasi. Catatan 2 : Jika lingkup sistem manajemen mencakup hanya sebagian organisasi, maka top management mengacu pada mereka yang mengarahkan dan mengendalikan bagian organisasi tersebut. 3.1.5.1.6 Pihak Berkepentingan Perseorangan



atau



organisasi



yang



dapat



mempengaruhi,



dipengaruhi



atau



mempersepsikan dirinya bisa dipengaruhi oleh keputusan atau aktifitas. Contoh : Pelanggan, komunitas, pemasok, pemerintah, organisasi non-pemerintah, investor dan karyawan.



69



Benedicto Anggita Prayoga Saragih 15316023 3.1.5.2 Istilah Terkait dengan Perencanaan 3.1.5.2.1 Lingkungan Sekitar tempat suatu organisasi beroperasi, termasuk udara, air, tanah, dan sumber daya alam, tumbuhan, hewan, manusia, dan hubungan di dalamnya. Catatan 1 : Lingkungan sekitar dapat dierluas dari dalam organisasi ke sistem lokal, regional, dan global. Catatan 2 : Lingkungan sekitar dapat digambarkan dalam konteks biodiversitas, ekosistem, iklim dan karakteristik lain. 3.1.5.2.2 Aspek Lingkungan Elemen dari aktivitas organisasi atau produk atau jasa yang berinteraksi atau dapat berinteraksi dengan lingkungan. Catatan 1 : Aspek lingkungan dapat menyebabkan dampak lingkungan. Aspek lingkungan signifikan adalah sesuatu yang memiliki atau dapat memiliki satu atau lebih dampak lingkungan yang signifikan. Catatan 2 : Aspek Lingkungan signifikan ditentukan oleh organisasi yang mengaplikasikan satu atau lebih kriteria. 3.1.5.2.3 Kondisi Lingkungan Keadaan atau karakteristik lingkungan sebagaimana yang ditentukan pada poin tertentu. 3.1.5.2.4 Dampak Lingkungan Perubahan terhadap lingkungan, apakah merugikan atau menguntungkan, seluruhnya atau sebagian, yang dihasilkan dari aspek lingkungan dan organisasi. 3.1.5.2.5 Tujuan Hasil yang ingin dicapai. Catatan 1 : Suatu tujuan bisa strategis, taktis atau operasional. 70



Benedicto Anggita Prayoga Saragih 15316023 Catatan 2 : Tujuan berkaitan dengan perbedaan bidang (seperti tujuan keuangan, kesehatan dan keselamatan dan lingkungan) dan dapat diaplikasikan pada level berbeda (seperti strategis, organisasi, project, produk, jasa dan proses). Catatan 3 : Suatu tujuan dapat dinyatakan dalam cara lain, misalnya sebagai hasil yang diinginkan, maksud, kriteria operasional, sebagai tujuan lingkungan atau dengan penggunaan kata lain dengan arti yang sama (misanya sasaran, tujuan atau target). 3.1.5.2.6 Sasaran Lingkungan Sasaran yang ditetapkan oleh organisasi sejalan dengan kebijakan lingkungannya. 3.1.5.2.7 Pencegahan Polusi Penggunaan proses, praktik, teknik, material, produk, jasa atau energi untuk menghindari, mengurangi atau mengendalikan (secara terpisah atau kombinasi) terciptanya, terpancarnya atau terlepasnya segala macam polutan atau sampah, untuk mengurangi dampak buruk lingkungan. Catatan 1 : Pencegahan polusi termasuk pengurangan atau penghilangan sumbernya, perubahan proses, produk atau jasa, efisiensi penggunaan sumber daya, penggantian material dan energi, penggunaan kembali, pemulihan, daur ulang, reklamasi, atau perlakuan. 3.1.5.2.8 Persyaratan Kebutuhan atau ekspektasi yang dinyatakan, secara umum tersirat atau diwajibkan. Catatan 1 : “Secara umum tersirat” artinya bahwa itu kelaziman atau praktek umum untuk organisasi dan pihak berkepentingan bahwa kebutuhan atau ekspektasi di bawah pertimbangan adalah terirat. Catatan 2 : Suatu persyaratan spesifik adalah yang dinyatakan, contohnya dalam informasi terdokumentasi. Catatan 3 : Persyaratan selain persyaratan hokum menjadi kewajiban ketika organisasi memutuskan untuk memenuhinya. 71



Benedicto Anggita Prayoga Saragih 15316023 3.1.5.2.9 Kewajiban Kepatuhan Persyaratan hukum dan persyaratan yang lain. Persyaratan hukum yang harus dipenuhi sebuah organisasi dan persyaratan lain yang harus atau dipilih organisasi untuk dipenuhi. Catatan 1 : Kewajiban kepatuhan adalah yang terkait dengan sistem manajemen lingkungan. Catatan 2 : Kewajiban kepatuhan dapat timbul dari persyaratan wajib, seperti hukum yang berlaku dan peraturan, atau komitmen sukarela, seperti standar organisatoris dan industri, hubungan kontraktual, aturan praktik dan perjanjian dengan grup komunitas atau organisasi non-pemerintah. 3.1.5.2.10 Resiko Efek ketidakpastian. Catatan 1 : Sebuah efek adalah deviasi dari yang diharapkan, positif atau negaif. Catatan 2 : Ketidakpastian adalah keadaan, walaupun parsial atau kekurangan informasi terkait dengan pengertian atau pengetahuan dari sebuah peristiwa, konsekuensinya, atau kemungkinannya. Catatan 3 : Resiko sering ditandai dengan referensi untuk “peristiwa” potensial (seperti didefinisikan dalam ISO Guide 73:2009) dan “konsekuensi” (seperti didefinisikan dalam ISO Guide 73:2009), atau kombinasi keduanya. Catatan 4 : Resiko sering dinyatakan dalam istilah dari sebuah kombinasi antara konsekuensi suatu peristiwa (termasuk perubahan dalam situasi) dengan “kemungkinan” terkait (seperti didefinisikan dalam ISO Guide 73:2009) dari kejadian. 3.1.5.2.11 Resiko dan Peluang Efek buruk potensial (mengancam) dan efek potensial menguntungkan (peluang).



72



Benedicto Anggita Prayoga Saragih 15316023 3.1.5.3 Istilah Terkait dengan Penunjang dan Operasi 3.1.5.3.1 Kompetensi Kemampuan untuk menerapkan pengetahuan, dan keterampilan untuk mencapai hasil yang diinginkan. 3.1.5.3.2 Informasi Terdokumentasi Informasi yang diperlukan untuk dikendalikan dan dipelihara oleh suatu organisasi dan media dimana terdapat informasi tersebut. Catatan 1 : Informasi terdokumentasi dapat dalam bentuk dan media apapun, dan dari sumber manapun. Catatan 2 : Informasi terdokumentasi dapat mengacu pada : - Sistem manajemen lingkungan termasuk proses terkait - Informasi yang dibuat untuk organisasi agar beroperasi (dapat mengacu sebagai dokumentasi) - Bukti dari hasil yang dicapai (dapat mengacu sebagai records/rekaman). 3.1.5.3.3 Siklus Kehidupan Tahapan sistem produk (atau jasa) yang berurutan dan saling terkait, dari mulai perolehan bahan mentah atau pembangkitan dari sumber alam sampai pembuangan akhir. Catatan 1 : Tahapan siklus kehidupan termasuk perolehan bahan mentah, desain, produksi, transportasi/pengiriman, penggunaan, perlakuan akhir dan pembuangan akhir. 3.1.5.3.4 Outsources Membuat pengaturan dimana organisasi eksternal melakukan bagian dari fungsi atau proses dari organisasi. Catatan 1 : Sebuah organisasi eksternal adalah diluar lingkup dari manajemen sistem, walaupun fungsi atau proses diluar ada dalam lingkup. 73



Benedicto Anggita Prayoga Saragih 15316023 3.1.5.3.5 Proses Seperangkat aktifitas yang saling terkait atau berinteraksi yang mengubah input menjadi output. Catatan 1 : Sebuah proses bisa terdokumentasi ataupun tidak. 3.1.5.4 Istilah Terkait dengan Evaluasi Kinerja dan Peningkatan 3.1.5.4.1 Audit Proses yang sistematis, independen, dan terdokumentasi untuk mengumpulkan bukti audit dan mengevaluasinya secara objektif untuk menentukan sejauh mana kriteria audit terpenuhi. Catatan 1 : Suatu internal audit dilakukan oleh organisasi sendiri, atau oleh pihak-pihak luar atas namanya. Catatan 2 : Sebuah audit dapat berarti audit kombinasi (mengkombinasikan dua atau lebih bidang). Catatan 3 : Independen dapat ditunjukkan dengan kebebasan dari tanggung jawab untuk aktifitas yang diaudit atau kebebasan dari prasangka dan konflik kepentingan. Catatan 4 : “Bukti audit” terdiri dari rekaman, pernyataan dari fakta atau informasi lain yang terkait dengan kriteria audit dan dapat diversifikasi, dan “kriteria audit” adalah seperangkat kebijakan, prosedur dan persyaratan yang digunakan sebagai referensi terhadap bukti audit yang dibandingkan, sebagaimana yang didefinisikan dalam ISO 19011:2011



3.1.5.4.2 Kesesuaian Pemenuhan persyaratan. 3.1.5.4.3 Ketidaksesuaian Tidak terpenuhinya persyaratan. 74



Benedicto Anggita Prayoga Saragih 15316023 Catatan 1 : Ketidaksesuaian terkait dengan persyaratan dalam standar internasional ini dan persyaratan sistem manajemen lingkungan yang ditetapkan organisasi sendiri. 3.1.5.4.4 Tindakan Perbaikan Tindakan untuk menghilangkan penyebab ketidaksesuaian dan untuk mencegah timbul kembali. Catatan 1 : Bisa saja terdapat lebih dari satu penyebab ketidaksesuaian. 3.1.5.4.5 Perbaikan Berkelanjutan Aktifitas berulang untuk meningkatkan kinerja. Catatan 1 : Peningkatan kinerja terkait dengan penggunaan sistem manajemen lingkungan untuk meningkatkan kinerja lingkungan sejalan dengan kebijakan lingkungan organisasi. Catatan 2 : Aktifitas yang diperlukan tidak terjadi di semua area secara bersamaan atau tanpa interupsi. 3.1.5.4.6 Efektifitas Jangkauan dimana aktifitas yang direncanakan terealisasi dan hasil yang direncanakan tercapai. 3.1.5.4.7 Indikator Gambaran terukur dari kondisi atau status operasi, manajemen atau kondisi (Sumber : ISO 14031:2013)



3.5.1.4.8 Pemantauan Menentukan status dari sistem, baik proses ataupun aktifitas. Catatan 1 : Untuk menentukan status, mungkin diperlukan untuk mengecek, mensupervisi atau mengamati dengan kritis.



75



Benedicto Anggita Prayoga Saragih 15316023 3.1.5.4.9 Pengukuran Proses untuk menentukan suatu nilai. 3.1.5.4.10 Kinerja Hasil yang terukur. Catatan 1 : Kinerja dapat terkait baik dengan temuan-temuan kuantitatif maupun kualitatif. Catatan 2 : Kinerja dapat terkait dengan aktifitas manajemen, proses, produk (termasuk jasa), sistem atau organisasi. 3.1.5.4.11 Kinerja Lingkungan Kinerja terkait dengan manajemen aspek lingkungan.\ Catatan 1 : Untuk sistem manajemen lingkungan, hasil dapat diukur terhadap kebijakan lingkungan, organisasi, sasaran lingkungan atau kriteria lain, menggunakan indikator. 3.1.6 Konteks Organisasi 3.1.6.1 Pemahaman Organisasi dan Konteksnya Organisasi harus menentukan eksternal dan internal isu yang terkait dengan tujuannya dan yang mempengaruhi kemampuannya untuk mencapai hasil yang diinginkan dari sistem manajemen lingkungannya. Isu tersebut harus termasuk kondisi lingkungan yang terpengaruh oleh atau mampu mempengaruhi organisasi. 3.1.6.2 Pemahaman Kebutuhan dan Harapan Pihak Berkepentingan Organisasi harus menetapkan : -



Pihak berkepentingan yang terkait dengan sistem manajemen lingkungan



-



Kebutuhan dan harapan terkait (yaitu persyaratan) dari pihak berkepentingan tersebut.



-



Yang mana dari kebutuhan dan ekspektasi ini yang menjadi kewajiban kepatuhannya.



76



Benedicto Anggita Prayoga Saragih 15316023 3.1.6.3 Menentukan Lingkup dari Sistem Manajemen Lingkungan Organisasi harus menentukan batasan dan pemberlakuan dari sistem manajemen lingkungan untuk menetapkan lingkupnya. Ketika menentukan lingkup ini, organisasi harus mempertimbangkan : -



Isu eksternal dan internal mengacu pada pemahaman organisasi dan konteksnya.



-



Pemenuhan kewajiban mengacu pada pemahaman kebutuhan dan harapan pihak berkepentingan.



-



Batasan dari unit organisasinya, fungsi dan fisiknya.



-



Otoritas dan penggunaannya untuk melakukan kendali dan pengaruh.



Setelah lingkupnya ditentukan, semua aktifitas, produk dan jasa dari organisasi dalam lingkup tersebut perlu dimasukkan ke dalam sistem manajemen lingkungan. Lingkup harus dipelihara sebagai informasi terdokumentasi dan tersedia untuk pihak berkepentingan. 3.1.6.4 Sistem Manajemen Lingkungan Untuk mencapai hasil yang diinginkan, termasuk peningkatan kinerja lingkungannya, organisasi harus menetapkan, mengimplementasikan, memelihara dan terus meningkatkan sistem manajemen lingkungan, termasuk proses yang diperlukan dan interaksinya, sesuai dengan persyaratan dari standar internasional ini. Organisasi harus mempertimbangkan pengetahuan yang didapatkan dalam pemahaman organisasi dan konteksnya serta pemahaman kebutuhan dan harapan pihak berkepentingan ketika mempertimbangkan dan memelihara sistem manajemen lingkungan. 3.1.7 Kepemimpinan 3.1.7.1 Kepemimpinan dan Komitmen Top manajemen harus memperlihatkan kepemimpinan dan komitmennya terkait dengan sistem manajemen lingkungan, dengan : 77



Benedicto Anggita Prayoga Saragih 15316023 -



Mengambil peran untuk efektifitas dari sistem manajemen lingkungan.



-



Memastikan bahwa kebijakan lingkungan dan sasaran lingkungan ditetapkan dan sesuai dengan arah strategis dan konteks organisasi.



-



Memastikan integrase persyaratan sistem manajemen lingkungan ke dalam bisnis proses organisasi.



-



Memastikan sumber daya yang dibutuhkan untuk sistem manajemen lingkungan tersedia.



-



Mengkomunikasikan pentingnya manajemen lingkungan yang efektif dan sesuai dengan persyaratan sistem manajemen lingkungan).



-



Memastikan bahwa sistem manajemen lingkungan mencapai hasil yang diinginkan.



-



Mengarahkan dan mendukung personel untuk berkontribusi terhadap efektifitas sistem manajemen lingkungan.



-



Mendorong peningkatan berkelanjutan.



-



Mendukung peran manajemen yang lain untuk menunjukkan kepemimpinannya sebagaimana yang berlaku terhadap area tanggung jawab mereka. Catatan : Referensi untuk “bisnis” dalam standar internasional ini dapat diinterpretasikan secara luas menjadi aktifitas yang utama terhadap tujuan eksistensi organisasi.



3.1.7.2 Kebijakan Lingkungan Top manajemen harus menetapkan, menerapkan, dan memelihara kebijakan lingkungan yang dalam lingkup yang sudah ditentukan dari sistem manajemen lingkungannya : -



Sesuai dengan tujuan dan konteks organisasi, termasuk sifat, skala, dan dampak lingkungan dari aktifitasnya, produknya, dan jasanya.



-



Menyediakan rangka untuk menetapkan sasaran lingkungan.



-



Memasukkan komitmen untuk perlindungan lingkungan, termasuk pencegahan polusi dan komitmen spesifik lainnya terkait dengan konteks organisasi. Catatan : Komitmen spesifik lainnya untuk melindungi lingkungan dapat termasuk penggunaan sumberdaya berkelanjutan, mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim, dan perlindungan biodiversity dan ekosistem.



-



Memasukkan komitmen untuk memenuhi kewajiban. 78



Benedicto Anggita Prayoga Saragih 15316023 -



Memasukkan komitmen untuk perbaikan berkelanjutan dari sistem manajemen lingkungan untuk meningkatkan kinerja lingkungan. Kebijakan lingkungan harus :



-



Dipelihara sebagai informasi terdokumentasi.



-



Dikomunikasikan dalam organisasi.



-



Tersedia untuk pihak berkepentingan.



3.1.7.3 Peran, Tanggungjawab, dan Wewenang Organisasi Top manajemen harus memastikan bahwa tanggung jawab dan otoritas untuk peran terkait ditugaskan dan dikomunikasikan dalam organisasi. Top manajemen harus menugaskan tanggung jawab dan otoritas untuk : -



Memastikan bahwa sistem manajemen lingkungan sesuai dengan persyaratan dari standar internasional ini.



-



Melaporkan kinerja sistem manajemen lingkungan, termasuk kinerja lingkungan, kepada top manajemen.



3.1.8 Perencanaan 3.1.8.1 Tindakan untuk Mengatasi Resiko dan Peluang 3.1.8.1.1 Umum Organisasi harus menetapkan, menerapkan, dan memelihara proses yang diperlukan untuk memenuhi persyaratan. Ketika merencanakan sistem manajemen lingkungan, organisasi harus mempertimbangkan : -



Isu mengacu pada pemahaman organisasi dan konteksnya.



-



Persyaratan



mengacu



pada



pemahaman



kebutuhan



dan



harapan



pihak



yang



berkepentingan. -



Lingkup sistem manajemen lingkungannya.



79



Benedicto Anggita Prayoga Saragih 15316023 Dan menentukan resiko dan peluang, terkait dengan aspek lingkungan, pemenuhan kewajiban dan isu dan persyaratan lain, yang diidentifikasi pada pemahaman organisasi dan konteksnya serta pemahaman kebutuhan dan harapan pihak yang berkepentingan, yang perlu ditujukan untuk : -



Memberikan jaminan bahwa sistem manajemen lingkungan yang dapat mencapai hasil yang diinginkan.



-



Mencegah atau mengurangi efek yang tidak diinginkan, termasuk kondisi eksternal untuk mempengaruhi organisasi.



-



Mencapai peningkatan berkelanjutan. Dalam lingkup sistem manajemen lingkungan, organisasi harus menentukan situasi darurat



potensial, termasuk yang memiliki dampak lingkungan. Organisasi harus memelihara informasi terdokumentasi dari : -



Resiko dan peluang yang perlu diatasi.



-



Proses yang diperlukan dalam perencanaan sejauh yang diperlukan untuk membuktikan bahwa mereka dilakukan seperti yang direncanakan.



3.1.8.1.2 Aspek Lingkungan Dalam lingkip sistem manajemen lingkungan yang sudah ditentukan, organisasi harus menentukan aspek lingkungan dari aktifitas, produk, dan jasanya yang dapat dikendalikan dan yang



dapat



mempengaruhi



dan



dampak



lingkungan



yang



menyertainya,



dengan



mempertimbangkan perspektif siklus kehidupan. Ketika menentukan aspek lingkungan, organisasi harus memperhitungkan : -



Perubahan, baik yang terencana ataupun pengembangan baru, dan aktifitas, produk dan jasa yang baru atau modifikasi.



-



Kondisi abnormal dan situasi darurat mendatang yang masuk akal. Organisasi harus menentukan aspek-aspek tersebut yang memiliki atau dapat memiliki



dampak lingkungan signifikan, misalnya aspek lingkungan signifikan, dengan menetapkan kriteria. 80



Benedicto Anggita Prayoga Saragih 15316023 Organisasi harus mengkomunikasikan aspek lingkungan signifikannya diantara diantara level dan fungsi organisasi yang bervariasi, dengan selayaknya. Organisasi harus memelihara informasi terdokumentasi dari : -



Aspek lingkungan dan dampak lingkungan yang menyertainya.



-



Kriteria yang digunakan untuk menetapkan aspek lingkungan yang signifikan.



-



Aspek lingkungan signifikan.



Catatan : Aspek lingkungan signifikan dapat menghasilkan resiko dan peluang yang disertai dengan dampak lingkungan yang merugikan (mengancam) ataupun dampak lingkungan yang menguntungkan (peluang). 3.1.8.1.3 Pemenuhan Kewajiban Organisasi harus : -



Menentukan dan memiliki akses terhadap pemenuhan kewajiban terkait dengan aspek lingkungan.



-



Menentukan bagaimana pemenuhan kewajiban ini berlaku pada organisasi.



-



Memperhitungkan pemenuhan kewajiban ini ketika menetapkan, menerapkan, memelihara dan meningkatkan secara berkelanjutan sistem manajemen lingkungannya. Organisasi harus memelihara informasi terdokumentasi dari pemenuhan kewajibannya.



Catatan : Pemenuhan kewajiban dapat menghasilkan resiko dan peluang untuk organisasi. 3.1.8.1.4 Perencanaan Tindakan Organisasi harus merencanakan : 







Untuk mengambil tindakan untuk mengatasi : -



Aspek lingkungan yang signifikan



-



Pemenuhan kewajiban



-



Resiko dan peluang yang teridentifikasi



Bagaimana untuk : 81



Benedicto Anggita Prayoga Saragih 15316023 -



Mengintegrasikan dan menerapkan tindakan ke dalam sistem manajemen lingkungan atau bisnis proses lain



-



Mengevaluasi efektifitas dari tindakan



Ketika merencanakan tindakan ini, organisasi harus mempertimbangkan pilihan teknologi dan keuangannya, operasionalnya dan persyaratan bisnisnya. 3.1.8.2 Sasaran Lingkungan dan Rencana untuk Mencapainya 3.1.8.2.1 Sasaran Lingkungan Organisasi harus menetapkan sasaran lingkungan pada fungsi dan level yang relevan dengan memperhitungkan aspek lingkungan yang signifikan suatu organisasi dan pemenuhan kewajiban terkait dan mempertimbangkan resiko dan peluangnya. Sasaran lingkungan harus : -



Konsisten dengan kebijakan lingkungan



-



Terukur (jika bisa diterapkan)



-



Dipantau



-



Dikomunikasikan



-



Diperbaharui sewajarnya Organisasi harus memelihara informasi terdokumentasi atas sasaran mutu.



3.1.8.2.2 Rencana Tindakan untuk Mencapai Sasaran Lingkungannya Ketika merencanakan bagaimana mencapai sasaran lingkungannya, organisasi harus menentukan : -



Apa yang akan dilakukan



-



Sumber daya apa yang diperlukan



-



Siapa yang bertangung jawab



-



Kapan akan selesai



-



Bagaimana hasilnya dievaluasi, termasuk indikator untuk memantau kemajuan menuju perolehan sasaran lingkungan terukurnya 82



Benedicto Anggita Prayoga Saragih 15316023 Organisasi harus mempertimbangkan bagaimana tindakan untuk mencapai sasaran lingkungannya dapat digabungkan ke dalam bisnis proses organisasi. 3.1.9



Pendukung



3.1.9.1 Sumberdaya Organisasi harus menentukan dan menyediakan sumber daya yang diperlukan untuk penetapan, penerapan, pemeliharaan, dan perbaikan berkelanjutan dari sistem manajemen lingkungannya. 3.1.9.2 Kompetensi Organisasi harus : -



Menentukan kompetensi yang diperlukan dari orang yang melakukan pekerjaan di bawah kendalinya yang mempengaruhi kinerja lingkungannya dan kemampuannya memenuhi pemenuhan kewajibannya.



-



Memastikan personel ini kompeten dengan dasar pendidikan, pelatihan atau pengalaman yang sesuai.



-



Menentukan pelatihan yang diperlukan yang terkait dengan aspek lingkugnan dan sistem manajemen lingkungannya.



-



Jika diperlukan, ambil tindakan untuk memperoleh kompetensi yang diperlukan dan mengevaluasi efektifitas dari tindakan yang diambil. Catatan : Tindakan yang berlaku dapat termasuk, misalnya penugasan kembali karyawan



saat ini, atau mempekerjakan atau mengontrak personel yang kompeten. Organisasi harus menyimpan informasi terdokumentasi yang layak sebagai bukti kompetensi. 3.1.9.3 Kesadaran Organisasi harus memastikan bahwa orang yang melakukan pekerjaan dibawah kendali organisasi, sadar terhadap : -



Kebijakan lingkungan. 83



Benedicto Anggita Prayoga Saragih 15316023 -



Aspek lingkungan signifikan dan dampak lingkungan sebenarnya atau potensial terkait dengan pekerjaannya.



-



Kontribusinya terhadap efektivitas dari sistem manajemen lingkungan, termasuk keuntungan dari peningkatan kinerja lingkungan.



-



Akibat dari ketidaksesuaian dengan sistem manajemen lingkungan, termasuk tidak terpenuhinya pemenuhan kewajiban organisasi.



3.1.9.4 Komunikasi 3.1.9.4.1 Umum Organisasi harus menetapkan, menerapkan, memelihara proses yang diperlukan untuk komunikasi eksternal dan internal yang relevan terhadap sistem manajemen lingkungan, termasuk: -



Apa yang akan dikomunikasikan



-



Kapan dikomunikasikan



-



Dengan siapa dikomunikasikan



-



Bagaimana mengkomunikasikannya Ketika menetapkan proses komunikasinya organisasi harus :



-



Memperhitungkan pemenuhan kewajibannya



-



Memastikan bahwa informasi lingkungan yang dikomunikasikan sesuai dengan informasi di dalam sistem manajemen lingkungannya dan terpercaya. Organisasi harus merespon terhadap komunikasi yang relevan atas sistem manajemen



lingkungannya. Organisasi harus menyimpan informasi terdokumentasi sebagai bukti dari komunikasinya, yang sesuai. 3.1.9.4.2 Komunikasi Internal Organisasi harus :



84



Benedicto Anggita Prayoga Saragih 15316023 -



Mengkomunikasikan informasi yang relevan dengan sistem manajemen lingkungan secara internal antar level dan fungsi organisasi, termasuk perubahan terhadap sistem manajemen lingkungannya, yang sesuai.



-



Memastikan proses komunikasinya memungkinkan personil yang melakukan pekerjaan dibawah kendali organisasi, berkontribusi terhadap peningkatan berkelanjutan.



3.1.9.4.3 Komunikasi Eksternal Organisasi harus mengkomunikasikan informasi yang relevan untuk sistem manajemen lingkungan, sebagaimana yang ditetapkan oleh proses komunikasi organisasi dan sebagaimana yang dipersyaratkan oleh pemenuhan kewajiban. 3.1.9.5 Informasi Terdokumentasi 3.1.9.5.1 Umum Sistem manajemen lingkungan organisasi harus termasuk : -



Informasi terdokumentasi yang diperlukan oleh standar internasional ini.



-



Informasi terdokumentasi yang ditentukan oleh organisasi diperlukan untuk efektifitas sistem manajemen lingkungannya. Catatan : Jangkauan informasi terdokumentasi untuk sistem manajemen lingkungan dapat



berbeda antara saru organisasi dengan lainnya, mengingat: -



Ukuran organisasi dan tipe aktifitas, proses, produk, dan jasanya.



-



Kebutuhan untuk membuktikan pemenuhan kewajibannya.



-



Kerumitan proses dan interaksinya.



-



Kompetensi personil yang melakukan pekerjaan dibawah kendali organisasi.



3.1.9.5.2 Pembuatan dan Perubahan Ketika membuat dan memperbaharui informasi terdokumentasi, organisasi harus memastikan kelayakan : -



Identifikasi dan deskripsi (seperti judul, tanggal, pembuat, atau nomor referensi) 85



Benedicto Anggita Prayoga Saragih 15316023 -



Format (seperti Bahasa, versi software, grafik) dan media (seperti kertas, elektronik)



-



Peninjauan dan persetujuan untuk kesesuaian dan kecukupan.



3.1.9.5.3 Pengendalian Informasi Terdokumentasi Informasi terdokumentasi yang diperlukan oleh sistem manajemen lingkungan dan oleh standar internasional ini harus dikendalikan untuk memastikan : -



Ketersediaannya dan kesesuaiannya untuk digunakan ketika diperlukan



-



Cukup terlindung (seperti dari kehilangan kerahasiaan, penggunaan yang tidak sesuai atau kehilangan integritas). Untuk pengendalian informasi terdokumentasi organisasi harus mengatasi aktifitas berikut



sebagaimana berlaku : -



Distribusi, akses, pengambilan, dan penggunaan



-



Penyimpanan dan penjagaan, termasuk dijaga keterbacaannya



-



Pengendalian perubahan (seperti pengendalian versi)



-



Penyimpanan dan disposisi Informasi terdokumentasi dari luar yang ditentukan organisasi penting untuk perencanaan



dan operasional dari sistem manajemen lingkungan harus diidentifikasi, sewajarnya dan dikendalikan. Catatan : Akses dapat mempengaruhi keputusan mengenai perizinan untuk hanya melihat informasi terdokumentasi atau izin dan wewenang untuk menampilkan dan merubah informasi terdokumentasi. 3.1.10 Operasi 3.1.10.1 Perencanaan dan Pengendalian Operasional Organisasi harus menetapkan, menerapkan , mengendalikan dan memelihara proses yang diperlukan untuk memenuhi persyaratan sistem manajemen lingkungan dan untuk menerapkan tindakan yang ditetapkan, dengan : 86



Benedicto Anggita Prayoga Saragih 15316023 -



Menetapkan kriteria operasional untuk proses



-



Menerapkan kendali proses sesuai dengan kriteria operasi Catatan : Kendali dapat termasuk kendali dan prosedur teknik. Kendali dapat diterapkan



mengikuti hierarki (seperti eliminasi, penggantian, administrative) dan dapat digunakan sendiri ataupun dalam kombinasi. Organisasi harus mengendalikan perubahan terencana dan meninjau konsekuensi dari perubahan yang tidak diinginkan, mengambil tindakan untuk mengatasi efek merugikan, sewajarnya. Organisasi harus memastikan proses dari luar terkendali dan terpengaruh. Tipe dan jangkauan pengendalian atau pengeruh untuk diaplikasikan terhadap proses harus ditetapkan dalam sistem manajemen lingkungan. Konsisten dengan perspektif siklus hidup, organisasi harus : -



Menetapkan kendali, sewajarnya, untuk memastikan bahwa persyaratan lingkungannya diatasi pada proses perancangan dan pengembangan untuk produk dan jasa, mempertimbangkan masing-masing tahap siklus hidup.



-



Menentukan persyaratan lingkungannya untuk pemebelian produk dan jasa yang sesuai.



-



Mengkomunikasikan persyaratan lingkungan relevan kepada penyedia dari luar, termasuk kontraktor.



-



Mempertimbangkan kebutuhan untuk menyediakan informasi mengenai dampak lingkungan signifikan terkait dengan transportasi atau pengiriman, penggunaan, penanganan akhir dan pembuangan akhir dari produk dan jasa. Organisasi harus memelihara informasi terdokumentasi pada jangkauan yang diperlukan



untuk membuktikan proses dilakukan sesuai dengan rencana. 3.1.10.2 Kesiapsiagaan dan Tanggap Darurat Organisasi harus menetapkan, menerapkan dan memelihara proses yang diperlukan untuk mempersiapkan respon terhadap situasi darurat potensial yang diidentifikasi pada perencanaan tindakan untuk mengatasi resiko dan peluang. 87



Benedicto Anggita Prayoga Saragih 15316023 Organisasi harus : -



Mempersiapkan respon dengan merencanakan tindakan untuk mencegah atau mengatasi dampak lingkungan merugikan dari situasi darurat



-



Respon terhadap situasi darurat yang sebenarnya



-



Mengambil tindakan untuk mencegah atau mengatasi konsekuensi dari situasi darurat, sesuai dengan besarnya kedaruratan dan dampak lingkungan potensial



-



Menguji tindakan respon terencana ketika diperlukan



-



Peninjauan secara periodic dan pembaharuan proses dan tindakan respon terencana, terutama setelah timbulnya situasi darurat atau pengujian



-



Menyediakan informasi relevan dan pelatihan terkait dengan kesiapan dan respon darurat, yang sesuai, untuk pihak berkepentingan terkait, termasuk orang yang bekerja dibawah kendalinya.



-



Organisasi harus memelihara informasi terdokumentasi sejauh yang diperlukan untuk mendapatkan bukti bahwa proses dilakukan seperti direncanakan.



3.1.11 Evaluasi Kinerja 3.1.11.1 Pemantauan, Pengukuran, dan Analisa 3.1.11.1.1 Umum Organisasi harus mamantau, mengukur, menganalisa, dan mengevaluasi kinerja lingkungannya. Organisasi harus menetapkan : -



Apa yang diperlukan untuk dipantau dan dikur



-



Metode untuk pemantauan, pengukuran, analisa dan evaluasi, sebagaimana berlaku, untuk memastikan hasil yang sah 88



Benedicto Anggita Prayoga Saragih 15316023 -



Kriteria terhadap apa yang ingin dievaluasi organisasi dari kinerja lingkungannya, dan indikator yang sesuai



-



Ketika pemantauan dan pengukuran harus dilakukan



-



Ketika hasil dari pemantauan dan pengukuran harus dianalisa dan dievaluasi Organisasi harus memastikan bahwa alat pemantauan dan pengukuran terkalibrasi atau



terverifikasi digunakan dan dipelihara, selayaknya. Organisasi harus mengevaluasi kinerja lingkungan dan efektifitas dari sistem manajemen lingkungannya. Organisasi harus mengkomunikasikan informasi kinerja lingkungannya yang relevan, baik internal maupun eksternal, sebagaimana diidentifikasi dalam komunikasi prosesnya dan sebagaimana dipersyaratkan oleh pemenuhan kewajibannya. Organisasi harus menyimpan informasi terdokumentasi yang sesuai sebagai bukti dari hasil pemantauan, pengukuran, analisa, dan evaluasi. 3.1.11.1.2 Evaluasi Pemenuhan atau Kepatuhan Organisasi harus menetapkan, mengimplementasikan dan memelihara proses yang diperlukan untuk mengevaluasi pemenuhan dari kepatuhan kewajibannya. Organisasi harus : -



Menentukan frekuensi pemenuhan akan dievaluasi



-



Evaluasi pemenuhan dan mengambil tindakan bila diperlukan



-



Memelihara pengetahuan dan pemahaman dari status pemenuhannya Organisasi harus menyimpan informasi terdokumentasi sebagai bukti dari hasil evaluasi.



3.1.11.2 Audit Internal 3.1.11.2.1 Umum Organisasi harus mengadakan internal audit pada interval yang direncanakan untuk menyediakan informasi apakah sistem manajemen lingkungannya sesuai dengan : 89



Benedicto Anggita Prayoga Saragih 15316023 -



Persyaratan organisasi sendiri untuk sistem manajemen lingkungannya



-



Persyaratan dari standar internasional ini



-



Diterapkan dan dipelihara secara efektif



3.1.11.2.2 Program Internal Audit Organisasi harus menetapkan, menerapkan, dan memelihara program internal audit, termasuk frekuensi, metode, tanggung jawab, merencanakan persyaratan dan melaporkan internal auditnya. Ketika menetapkan program internal audit, organisasi harus mempertimbangkan kepentingan lingkungan dari suatu proses, perubahan yang mempengaruhi organisasi dan hasil dari audit sebelumnya, Organisasi harus : -



Mendefinisikan kriteria audit dan lingkup masing-masing audit



-



Memilih



auditor



dan



mengadakan



audit



untuk



memastikan



objektifitas



dan



ketidakberpihakan proses audit -



Memastikan hasil dari audit dilaporkan pada manajemen terkait



-



Organisasi menyimpan informasi terdokumentasi sebagai bukti penerapan program audit dan hasil audit



3.1.11.3 Tinjauan Manajemen Top manajemen harus meninjau sistem manajemen lingkungan, pada interval terencana, untuk memastikan keberlanjutan kesesuaiannya, kecukupannya dan keefektifitasannya. Tinjauan manajemen harus mempertimbangkan : -



Status tindakan dari tinjauan manajemen sebelumnya 



Perubahan dalam : 



Isu eksternal dan internal yang relevan dengan sistem manajemen lingkungan







Kebutuhan dan harapan dari pihak berkepentingan, termasuk pemenuhan kewajiban 90



Benedicto Anggita Prayoga Saragih 15316023 



Aspek lingkungan signifikan







Resiko dan peluang







Jangkauan sejauh mana sasaran lingkungan sudah tercapai







Informasi atas kinerja lingkungan organisasi, termasuk kecenderungan dalam : 



Ketidaksesuaian dan tindakan perbaikan







Hasil pemantauan dan pengukuran







Pemenuhan terhadap kewajiban kepatuhannya







Hasil audit







Kecukupan sumber daya







Komunikasi relevan dari pihak berkepentingan, termasuk keluhan







Peluang untuk peningkatan berkelanjutan



Output dari tinjauan manajemen harus termasuk : 



Kesimpulan dari keberlanjutan kecukupan kesesuaian dan efektifitas dari sistem manajemen lingkungan







Keputusan terkait dengan peluang peningkatan berkelanjutan







Keputusan terkait dengan kebutuhan untuk perubahan sistem manajemen lingkungan, termasuk sumber daya







Tindakan, jika diperlukan, ketika sasaran lingkungan tidak tercapai







Peluang untuk meningkatkan penggabungan sistem manajemen lingkungan dengan proses bisnis lain, jika diperlukan







Akibat dari arah strategis dari organisasi Organisasi harus menyimpan informasi terdokumentasi sebagai bukti dari hasil tinjauan



manajemen. 3.1.12 Peningkatan 3.1.12.1 Umum Organisasi harus menentukan peluang untuk peningkatan dan menerapkan tindakan yang diperlukan untuk mencapai output yang diinginkan dari sistem manajemen lingkungannya. 91



Benedicto Anggita Prayoga Saragih 15316023 3.1.12.2 Ketidaksesuaian dan Tindakan Perbaikan Ketika ketidaksesuaian muncul, organisasi harus : 



Bereaksi terhadap ketidaksesuaian dan sebagaimana berlaku : -



Mengambil tindakan untuk mengendalikan dan memperbaikinya



-



Mengatasi konsekuensinya, termasuk mengatasi dampak lingkungan yang merugikan



-



Mengevaluasi kebutuhan tindakan untuk menghilangkan penyebabnya, dengan tujuan supaya tidak muncul kembali atau muncul dimanapun, dengan :



-



Meninjau ketidaksesuaian



-



Menentukan penyebab dari ketidaksesuaian



-



Menentukan jika ketidaksesuaian yang serupa ada atau berpotensi muncul



-



Menerapkan tindakan yang diperlukan



-



Meninjau efektifitas dari tindakan perbaikan yang diambil



-



Membuat perubahan terhadap sistem manajemen lingkungan, jika diperlukan



Tindakan perbaikan harus sesuai dengan pentingnya dampak dari ketidaksesuaian ditemui, termasuk dampak lingkungan. Organisasi harus menyimpan informasi terdokumentasi sebagai bukti dari : -



Sifat dari ketidaksesuaian dan tindakan perbaikan yang diambil selanjutnya



-



Hasil dari tindakan perbaikan



3.1.12.3 Peningkatan Berkelanjutan Organisasi harus meningkatkan secara terus menerus kesesuaian, kecukupan dan efektifitas dari sistem manajemen lingkungan untuk meningkatkan kinerja lingkungan. 3.2



Teknologi Bersih (Clean Technology) Teknologi Bersih atau Produksi Bersih diperkenalkan oleh United Nations Environment



Programme (UNEP) pada tahun 1989 sebagai sebuah pendekatan yang baru dan inovatif untuk mengelola lingkungan dan melakukan konservasi sumber daya alam. Tujuan awal dari program 92



Benedicto Anggita Prayoga Saragih 15316023 produksi bersih yang diluncurkan oleh UNEP pada saat itu adalah untuk meningkatkan kesadaran mengenai konsep produksi bersih dan mempromosikannya untuk diaplikasikan di berbagai industri. Sejak saat itu, konsep produksi bersih menyebar secara luas dan dikenal sebagai win-win strategy untuk memperbaiki performa industri sekaligus melindungi lingkungan. Hadirnya pendekatan produksi bersih sebagai salah satu strategi pengelolaan lingkungan tidak dapat dilepaskan dari pendekatan pengelolaan lingkungan yang telah diupayakan sebelumnya. Pada awalnya, pengelolaan lingkungan didasarkan pada pendekatan kapasitas daya dukung (Carrying Capacity Aprroach) akibat terbatasnya daya dukung alamiah untuk menetralisir pencemaran yang semakin meningkat Daya dukung lingkungan adalah kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Pada awalnya, strategi pengelolaan lingkungan didasarkan pada pendekatan daya dukung. Akibat terbatasnya daya dukung lingkungan alamiah untuk menetralisir pencemaran yang semakin meningkat, maka upaya mengatasi masalah pencemaran berkembang dengan apendekatan mengolah limbah yang terbentuk (End of Pipe Treatment). Pengelolaan limbah dengan pendekatan End Of Pipe adalah pengendalian pencemaran yang paling sering dilaksanakan pada saat ini. Konsep ini merupakan konsep perintah dan pengendalian (command and control) yang hanya meninjau pembebanan pada salah satu media, yaitu udara, air, atau tanah, dan menyelesaikan satu masalah yang tertuju pada suatu kegiatan. Teknologi Bersih atau Produksi Bersih merupakan tindakan efisiensi pemakaian bahan baku, air dan energi dan juga pencegahan pencemaran. Pola pendekatan produksi bersih bersifat preventif atau pencegahan timbulnya pencemar dengan memperhatikan sumber timbulan limbah, mulai dari bahan baku, proses produksi, produk dan transportasi sampai ke konsumen, hingga produk menjadi limbah. Selain itu, program ini bersifat proaktif yang diterapkan untuk menyelaraskan kegiatan pembangunan ekonomi dengan upaya perlindungan lingkungan, berbeda dengan end of pipe treatment yang menggunakan pendekatan pengelolaan limbah yang terbentuk.



93



Benedicto Anggita Prayoga Saragih 15316023



Gambar III.3 Sejarah Perkembangan Strategi Pengelolaan Lingkungan (Sumber : Produksi Bersih, ITB) Teknologi Bersih atau Produksi Bersih adalah strategi pengelolaan lingkungan yang bersifat preventif dan terpadu yang diterapkan secara terus menerus pada setiap tahapan proses produksi, produk, dan jasa sehingga meningkatkan eko efisiensi dan mengurangi terjadinya resiko terhadap manusia dan lingkungan (UNEP). Produksi bersih mencakup upaya peningkatan efisiensi dan efektifitas dalam pemakaian bahan baku, energi, dan sumber daya lainnya sehingga mengurangi penggunaan bahan berbahaya dan beracun dan pada akhirnya mengurangi jumlah serta toksisitas seluruh limbah dan emisi yang dikeluarkan sebelum meninggalkan proses. Teknologi Bersih atau Produksi Bersih bertujuan untuk : 1. Mencegah dan meminimalkan terbentuknya limbah atau bahan pencemar lingkungan di seluruh tahapan proses produksi sehingga dapat melindungi kelestarian lingkungan hidup 2. Meningkatkan efisiensi penggunaan bahan baku, bahan penunjang dan energi di seluruh tahapan produksi sehingga dapat menekan biaya produksi, menghasilkan penghematan dan meningkatkan daya saing. Dengan demikian, penerapan teknologi bersih dapat memberikan keuntungan-keuntungan diantaranya sebagai berikut : 1. Menurunkan biaya produksi, yang terdiri dari penghematan biaya bahan mentah, pengelolaan limbah, dan biaya energi (listrik) yang digunakan. 94



Benedicto Anggita Prayoga Saragih 15316023 2. Memperbaiki kualitas produk yang dihasilkan dan meningkatkan produktivitas. 3. Meningkatkan efisiensi proses produksi, baik dari segi bahan baku, bahan bakar, dan energi. 4. Mempermudah akses dari lembaga finansial untuk keperluan audit. 5. Memenuhi permintaan pasar. 6. Memperbaiki kualitas lingkungan dan memenuhi peraturan lingkungan. 7. Memperbaiki lingkungan kerja. 8. Meningkatkan persepsi masyarakat. Akan tetapi, masih terdapat beberapa kerugian yang perlu dipertimbangkan pula dalam penerapan produksi bersih, diantaranya : 1. Membutuhkan skala waktu yang lebih panjang, dengan kata lain, hasil dari penerapan produksi bersih tidak dapat langsung dilihat atau dirasakan. 2. Prosedur yang dilaksanakan pada proses produksi menjadi lebih kompleks karena terdapat tambahan-tambahan seperti pemilahan bahan baku yang akan masuk kedalam proses produksi. 3. Konsep ini masih belum terlalu dikenali oleh pihak-pihak yang membuat peraturan, dalam hal ini berarti adalah pemerintah



3.2.1 Strategi dan Konsep Pelaksanaan Teknologi Bersih Menurut Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) terdapat prinsip-prinsip pokok dalam strategi teknologi atau produksi bersih, yaitu sebagai berikut (KLH,2012) : 1. Mengurangi dan meminimasi penggunaan bahan baku, air, dan pemakaian bahan baku beracun dan berbahaya serta mereduksi terbentuknya limbah pada sumbernya sehingga mencegah dan atau mengurangi timbulnya masalah pencemaran dan kerusakan lingkungan serta resikonya terhadap manusia. 2. Perubahan dalam pola produksi dan konsumsi, berlaku baik pada proses maupun produk yang dihasilkan sehingga harus dipahami betul analisis daur hidup produk. 3. Upaya produksi bersih ini tidak akan berhasil dilaksanakan tanpa adanya perubahan dalam pola pikir, sikap dan tingkah laku dari semua pihak terkait baik pemerintah, masyarakat 95



Benedicto Anggita Prayoga Saragih 15316023 maupun kalangan dunia usaha. Selain itu, perlu diterapkan pola manajemen di kalangan industri maupun pemerintah yang telah mempertimbangkan aspek lingkungan. 4. Mengaplikasikan teknologi akrab lingkungan, manajemen, dan prosedur standar operasi sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan. Kegaitan-kegiatan tersebut tidak selalu membutuhkan biaya investasi



yang tinggi, kalaupun terjadi seringkali waktu yang



diperlukan untuk pengembalian modal investasi relatif singkat. 5. Pelaksanaan program produksi bersih ini lebih mengarah pada pengaturan diri sendiri (self regulation) daripada pengaturan secara command and control. Jadi, pelaksanaan program produks bersih ini tidak hanya mengandalkan peraturan pemerintah saja tetapi lebih didasarkan kesadaran untuk merubah sikap dan tingkah laku.



Gambar III.4 Stratergi Penerapan Teknologi Bersih (Sumber : Produksi Bersih, ITB)



Konsep teknologi bersih memiliki hierarki dimana daur ulang (recycle) harus dilakukan langsung (in-pipe recycle). Penyelesaian masalah lingkungan lebih ditekankan pada sumber pencemar sehingga limbah yang dihasilkan pada akhir proses produksi menjadi berkurang, atau bahkan tidak ada sama sekali. Konsep ini meliputi pemanfaatan sumber alam secara efisien yang



96



Benedicto Anggita Prayoga Saragih 15316023 berarti mengurangi limbah yang dihasilkan. Begitu juga dengan pencemaran dan pengurangan resiko bagi kesehatan dan keselamatan manusia. Konsep produksi bersih yang ditawarkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) adalah prinsip 5R, yang terdiri atas : 



Re-think, suatu konsep pemikiran yang harus dimiliki pada saat awal kegiatan akan beroperasi.







Reuse, atau penggunaan kembali adalah suatu teknologi yang memungkinkan suatu limbah dapat digunakan kembali tanpa mengalami perlakua fisik/kimia/biologi.







Reduction,



atau pengurangan limbah pada sumbernya adalah teknologi yang dapat



mengurangi atau mencegah timbulnya pencemaran di awal produksi. 



Recovery, adalah teknologi untuk memisahkan suatu bahan/energi dari suatu limbah untuk kemudian dikembalikan kedalam proses produksi dengan atau tanpa perlakuan fisik/kimia/biologi.







Recycling, atau daur ulang adalah teknologi yang berfungsi untuk memanfaatkan limbah dengan memprosesnya kembali ke proses semula yang dapat dicapai melalui perlakuan fisik/kimia/biologi. Selain itu, pendekatan produksi bersih juga mengembangkan konsep 6R dalam penanganan



limbah, yaitu sebagai berikut : 



Refine, memurnikan atau menghilangkan kontaminan dari bahan baku atau bahan pembantu.







Reduce, mengurangi kebutuhan bahan baku secara stoikiometri proses sehingga mengurangi limbah.







Reuse, pemakaian kembali bahan baku/pembantu proses untuk proses yang serupa.







Recylce, pemakaian kembali bahan baku/pembantu dan hasil samping proses untuk proses yang berbeda.







Recovery, pengambilan kembali material yang masih memiliki nilai tambah.







Retrieve to Energy, merubah material sisa proses menjadi sumber energi



97



Benedicto Anggita Prayoga Saragih 15316023 3.2.2 Teknologi Bersih, Ekonomi, dan Permasalahannya Produksi bersih yang terdiri dari pencegahan polusi dan strategi minimisasi limbah bertujuan untuk mengatasi masalah lingkungan di sumbernya secara langsung dibandingkan bertindak secara reaktif terhadap limbah yang telah terbentuk sehingga mengurangi biaya besar yang dibutuhkan dalam pengolahan limbah. Kebanyakan perusahaan masih melakukan upaya pengelolaan lingkungan dengan metode pengendalian pencemaran lingkungan berupa pengoperasian Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). Biaya yang diperlukan untuk investasi, operasi, dan perawatan suatu IPAL cukup tinggi. Namun perusahaan menganggap biaya tersebut lebih rendah dibandingkan biaya yang dibutuhkan untuk memulai produksi bersih di proses produksinya. Padahal terdapat biaya yang tersembunyi dari limbah yang dihasilkan.



Gambar III.5 Hidden Cost Pengolahan Limbah (Sumber : Produksi Bersih, ITB)



98



Benedicto Anggita Prayoga Saragih 15316023 Biaya yang sangat terasa dari hasil proses produksi berupa limbah diperuntukkan untuk upaya pengolahan dan pembuangan. Biaya yang diperlukan termasuk biaya untuk waste handling, transportasi, pembuangan, dan lain-lain. Biaya pengelolaan limbah dapat diibaratkan seperti gunung es, hanya sebagian kecil saja biaya yang terlihat. Limbah yang dihasilkan dalam suatu proses produksi merupakan indikator proses yang tidak efisien dan adanya kehilangan karena : 



Bahan baku hilang menjadi limbah







Biaya buruh hilang percuma







Penanganan limbah mahal







Biaya penanganan limbah sering melebihi upah buruh Jadi, limbah merupakan masalah ekonomi karenanya reduksi limbah memberikan



keuntungan yang kompetitif. Berikut beberapa hal yang perlu diperhitungkan dari limbah yang dihasilkan : 



Sumber daya manusia







Image perusahaan







Non-compliance







Liabilitas atau Pertanggungjawaban







Sumber daya alam Biaya-biaya yang disebutkan diatas dapat dikurangi ataupun dihindari melalui



implementasi produksi bersih secara baik dan benar yaitu dengan mengatasi masalah secara langsung di sumber (proses produksi) dibandingkan efek yang dihasilkan (limbah). Upaya penerapan teknologi atau produksi bersih yang dilakukan untuk mengurangi ataupun menghindari biaya pengolahan limbah yang tersembunyi dengan cara berikut : 



Meningkatkan motivasi dan atau produktivitas kerja







Meningkatkan image perusahaan







Menghindari biaya regulatory compliance







Mengurangi pertanggungjawaban secara hukum







Pengurangan energi dan bahan mentah lebih efisien 99



Benedicto Anggita Prayoga Saragih 15316023 Selain itu, terdapat potensi keuntungan lain dari penerapan teknologi bersih diantaranya adalah banyak pilihan dengan biaya rendah, memperluas jaringan pemasara, pengurangan pajak atau hutang, serta meningkatkan daya saing. Produksi bersih juga memberikan manfaat finansial kepada semua pihak terkait, yaiut perusahaan, institusi keuangan, dan lembaga pemerintahan. Meski begitu, terdapat beberapa kendala yang timbul dalam penerapan produksi bersih diantaranya adalah : 



Kendala Ekonomi  Hamabatan ekonomi akan timbul bila keuangan usaha merasa tidak akan mendapat keuntungan dalam penerapan teknologi/produksi bersih. Sekecil apapun penerapan produksi bersih, bila tidak menguntungkan bagi perusahaan, maka akan sulit bagi manajemen untuk membuat keputusan tentang penerapan produksi bersih.







Kendala Teknologi  Hambatan ini dapat muncul antara lain karena kurangnya informasi produksi bersih, sistem baru yang tidak sesuai (malah menyebabkan gangguan), dan fasilitas produksi ada kemungkinan sudah penuh sehingga tidak ada tempat lagi untuk tambahan peralatan.







Kendala Sumber Daya Manusia  Hambatan ini dapat muncul antara lain karena kurangnya komitmen dari Top Manajemen, adanya keengganan untuk berubah baik secara individu maupun organisasi, lemahnya komunikasi internal, pelaksanaan organisasi yang kaku, birokrasi terutama pengumpulan data, kurangnya dokumentasi dan penyebaran informasi, hingga kurangnya pelatihan kepada sumber daya manusia mengenai teknologi/produksi bersih.



3.2.3 Kebijakan Nasional Teknologi Bersih Pengembangan dan penetapan produksi bersih di Indonesia memiliki landasan perundangundangan di Indonesia , yaitu Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 Pasal 10 e : “Mengembangkan dan menerapkan perangkat yang bersifat preemtif, preventif, dan proaktif dalam upaya pencegahan penurunan daya dukung dan daya tamping lingkungan hidup.” Perangkat pengelolaan lingkungan yang bersifat preemtif, preventif, dan proaktif antara lain adalah produksi bersih yang telah dikembangkan oleh Bapedal sejak tahun 1993. Pengembangan dan penerapan sistem manajemen lingkungan (SML) hingga sertifikasi eko-label. 100



Benedicto Anggita Prayoga Saragih 15316023 Pada tahun 1995, dicanangkan komitmen nasional penerapan produksi bersih. Kemudian, pada tahun 1996, Bapdeal menyusun Rencana Aksi Penerapan Produksi Bersih. Tahun 2003, KLH menerbitkan Kebijakan Nasional penerapan produksi bersih. 3.2.4 Assessment Teknologi Bersih Assessment Teknologi Bersih atau Produksi Bersih adalah sebuah prosedur terencana yang sistematis dan ditujukkan untuk mengidentifikasi cara-cara untuk mengeliminasi atau mengurangi timbulan limbah. Assessment sebaiknya dapat mendorong upaya perusahaan untuk melakukan upaya perbaikan lingkungan berkelanjutan dalam operasinya.



Gambar III.6 Grafik Metodologi Assessment Teknologi Bersih (Sumber : Produksi Bersih, ITB)



101



Benedicto Anggita Prayoga Saragih 15316023 Metodologi Assessment Teknologi Bersih terdiri dari 5 tahap, yaitu : 1. Perencanaan dan Organisasi  Tujuan dari tahapan ini adalah untuk memperoleh komiten terhadap proyek, memperkenalkan sistem, menempatkan sumber daya manusia dan merencanakan detail pekerjaan. Sebuah proyek dapat terlaksana dengan baik jika tahapan ini mampu dilaksanakan dengan baik. 2. Pre-Assessment  Tahapan ini bertujuan untuk memperoleh sebuah ulasan mengenai produksi perusahaan dan aspek lingkungan. Proses produksi lebih baik digambarkan pada sebuah diagram yang menunjukkan input, output, dan area permasalahan lingkungan. 3. Assessment  Tujuan dilakukannya assessment adalah untuk memperoleh data dan mengevaluasi dampak lingkungan dan efisiensi produksi dari perusahaan. Data diperoleh dari aktivitas manajemen yang dapat digunakan untuk memonitor dan mengontrol efisiensi dari keseluruhan proses, tetapkan target dan perhitungkan indikator bulanan atau tahunan. 4. Evaluasi dan Studi Kelayakan  Tujuannya adalah untuk mengevaluasi kelayakan dari penerapan produksi bersih sebelumnya dan memilih hal yang layak untuk dilaksanakan. 5. Penerapan dan Keberlanjutan  Tujuan dari tahapan ini adalah memastikan pilihan yang telah diambil akan terlaksana dengan baik dan mampu mengurangi konsumsi serta limbah yang dihasilkan dengan cara terus menerus diawasi. Dari keseluruhan uraian diatas, penerapan teknologi bersih secara sederahan dapat dijabarkan melalui beberapa tahapan sederhana. Tahapan-tahapan dalam melakukan assessment yaitu : 1. Sumber informasi untuk gambaran umum 2. Pengumpulan dan pengkajian informasi 3. Deskripsi dan diagram alir proses 4. Daftar dan karakteristik bahan yang dipergunakan 5. Konstruksi neraca bahan 6. Identifikasi smber timbulan limbah dan proses yang menimbulkannya 7. Identifikasi lokasi atau proses yang paling potensial untuk menerapkan produksi bersih 8. Asessment di lapangan.



102



Benedicto Anggita Prayoga Saragih 15316023 3.2.5 Pengeolaan dan Manajemen Energi 3.2.5.1 Manajemen Energi Energi adalah suatu kemampuan dari suatu sistem untuk melakukan kerja pada sistem yang lain. Energi adalah daya yang dapat digunakan untuk melakukan berbagai proses kegiatan meliputi listrik, mekanik, dan panas. Sumber enegi adalah sebagian sumber daya alam antara lain berupa minyak dan gas bumi, batubara, air, panas bumi, gambut, biomassa, dan sebagainya, baik secara langsung maupun tidak langsung dapat dimanfaatkan sebagai energi. Penggunaan energi yang efektif dan efisien, sebagai langkah konservasi energi dikenal sebagai manajemen energi. Manajemen energi adalah suatu aktifitas pengelolaan energi yang berdisiplin, terorganisasi dan terstruktur menuju penggunaan energi yang lebih efisien, tanpa mengurangi tingkat produksi , kualitas, serta ketentuan keselamatan dan pencemaran lingkungan. Manajemen energi adalah kebijakan dan penggunaan energi yang efektif untuk memperoleh keuntungna yang maksimum (biaya yang minimum) dan mempertinggi posisi yang kompetitif. Manajemen energi penekanannya lebih mengacu kepada Dmeand Side Management (DSM). DSM adalah kegiatan perencanaan, pelaksanaan, dan pemantauan yang dilakukan oleh pengusaha untuk mempengaruhi pola konsumsi pelanggan tenaga listrik yang menyangkut dan waktu penggunaannya tanpa merugikan pengusaha atau konsumen. Secara umum, hal-hal yang harus diperhatikan dalam menyusun suatu program pengelolaan energi adalah mempertimbangkan beberapa aspek yaitu : perilaku dari pengguna energi, teknologi peralatan yang digunakan, pemasangan atau instalasi peralatan dan manajemen pemeliharaan peralatan. Secara teknis, penerapan manajemen energi akan berhasil bila didukung dengan komitmen dari pimpinan karena dengan komitmen tersebut, proses pembuatan rencana aksi, pengimplementasikan rencana aksi, mengevaluasi kemajuan yang telah dicapai, dan menghargai kemajuan yang telah dicapai akan dapat dilaksanakan sesuai dengan tahapan dalam manajemen energi. Salah satu bagian yang mendasari manajemen energi adalah audit energi. Laporan audit energi merupakan audit plan yang akan di proses dan dianalisis lebih lanjut dalam manajemen energi. Dari hasil audit energi, akan diketahui aliran energi yang memberikan gambaran tentang 103



Benedicto Anggita Prayoga Saragih 15316023 penggunaan energi. Sehingga, pada akhirnya dapat disusun suatu rancangan strategis untuk mengendalikan penggunaan energi. 3.2.5.2 Audit Energi Audit energi merupakan suatu usaha pengamatan yang dilakukan secara berkala atau rutin guna memberikan informasi profil penggunaan energi pada proses atau alat tertentu. Salah satunya adalah laporan audit energi yang merupakan audit plan yang akan diproses dan dianalisis lebih lanjut dalam manajemen energi. Dari hasil audit energiakan diketahui aliran energi yang memberikan gambaran tentang penggunaan energi, sehingga dapat disusun suatu rancangan strategis untuk mengendalikan penggunaan energi. Proses audit energi dilakukan secara bertahap. Adapun bentuk tahapan proses dalam audit energi adalah : 1. Audit Energi Awal (Preliminary Audit) 2. Audit Energi Rinci (Detailed Audit) 3. Audit energi rinci merupakan kelanjutan dari proses audit energi awal, dimana bila nilai IKE (Intens Konsumsi Energi) lebih besar dari nilai target yang ditentukan, maka akan dilakukan penelitian lebih lanjut. Lebih jauh tentang IKE atau Intensitas Konsumsi Energi listrik merupakan istilah yang digunakan untuk mengetahui besarnya pemakaian energi pada suatu sistem bangunan, secara khusus energi listrik. Besarnya pemakaian energi dalam bangunan gedung yang telah diterapkan di berbagai negara (ASEAN, APEC), dinyatakan dalam satuan kWH/m2 per tahun. Berdasarkan tingkat efisiensinya, bangunan gedung dapat diklasifikasikan lagi menjadi beberapa tingkatan efisiensi seperti berikut : 1. Sangat Efisien (50,04-95,04) kWh/m2/tahun. 2. Efisien (90,04-144,96) kWh/m2/tahun. 3. Cukup Efisien (144,96-174,96) kWh/m2/tahun. 4. Agak Boros (174,96-230,04) kWh/m2/tahun. 5. Boros (230,04-285) kWh/m2/tahun. 6. Sangat Boros (285-450) kWh/m2/tahun.



104



Benedicto Anggita Prayoga Saragih 15316023 3.2.5.3 Konservasi Energi Konservasi energi merupakan upaya mengefisienkan pemakaian energi untuk suatu kebutuhan agar pemborosan energi dapat dihindarkan. Konservasi energi adalah penggunaan energi secara efisien dan rasional tanpa mengurangi penggunaan energi yang memang benar-benar diperlukan. Pengelolaan energi dapat berupa segala upaya yang mengatur dan mengelola penggunaan energi seefisien mungkin pada bangunan gedung tanpa mengurangi tingkat kenyamanan di lingkungan hunian maupun produktivitas di lingkungan kerja. 3.2.5.4 Selubung Bangunan Selubung bangunan memiliki peran penting dalam menjawab masalah iklim dan penghematan energi seperti radiasi matahari, hujan, kecepatan anginm tingginya kelembapan serta pemanfaatan potensi alam antara lain dengan memanfaatkan cahaya alami untuk penerangan ruan serta penghawaan alami baik melalui dinding maupun atap serta memilih material yang memiliki perambatan panas yang relatif kecil. Faktor panas yang berasal dari luar bangunan akan masuk kedalam ruangan melalui selubung bangunan, baik melalui dinding maupun atap yang merupakan beban pendingin yang harus dinetralisir oleh sistem pendinging atau AC (Air Conditioner). Beban pendinginan dari suatu bangunan gedung yang dikondisikan terdiri dari beban internal yaitu beban yang ditimbulkan oleh lampu, penghuni serta peralatan lain yang menimbulkan panas, dan beban eksternal yaitu panas yang masuk dalam bangunan akibat radiasi matahari dan konduksi melalui selubung bangunan. Untuk mengurangi beban eksternal, Badan Standardisasi Nasional Indonesia menentukan kriteria desain selubung bangunan yang dinyatakan dalam Harga Alih Termal Menyeluruh (Overall Thermal Transfer Value, OTTV) yaitu OTTV kurang dari sama dengan 45Watt/m2. Ketentuan ini berlaku untuk bangunan yang dikondisikan dan dimaksudkan untuk memperoleh desain selubung bangunan yang dapat mengurangi beban eksternal sehingga menurunkan beban pendinginan. 3.2.5.5 Sistem Pencahayaan Penerapan sistem pencahayaan adalah memberikan penerangan kepada penghuni ruangan agar dapat melakukan aktivitasnya dengan nyaman dan aman. Pencahayaan yang tidak baik akan menyebabkan terganggunya aktivitas yang dilakukan, gangguan tersebut dapat berupa keadaan silau, buram, dan lain-lain. Berdasarkan jenisnya, sistem pencahayaan dapat dibagi menjadi : 105



Benedicto Anggita Prayoga Saragih 15316023 1. Sistem Pencahayaan Alami Sistem ini memanfaatkan cahaya yang berasal dari alam untuk menerangi ruangan baik secara langsung maupun tidak langsung. Sumber energi dari pencahayaan alami ini adalah dari sinar matahari. 2. Sistem Pencahayaan Buatan Sistem ini merupakan kebalikan dari sistem pencahayaan alami, yang mana sumber pencahayaan ini berasal dari lampu. Dalam suatu sistem pencahayaan buatan, agar suatu lampu mampu memancarkan cahaya, maka disusun beberapa komponen ang dikombinasikan agar mendukung hal tersebut, yaitu : ● Luminer/Reflektor → Luminer atau reflektor merupakan permukaan lampu yang memancarkan cahaya. Reflektor berdampak pada banyaknya cahaya lampu mencapai area yang diterangi dan juga pola distribusi cahayanya. ● Gir Lampu → Gir yang digunakan dalam peralatan pencahayaan meliputi : balast atau alat yang membatasi arus untuk melawan karakteristik tahapan negatif dari berbagai lampu pelepas.



Tingkat pencahayaan suatu ruangan pada umumnya didefinisikan sebagai tingkat pencahayaan rata-rata pada bidang kerja, diantaranya : ● Sistem pencahayaan buatan yang dirancang. Dalam hal ini pengkajian awal dibuat terhadap jenis pencahayaan yang akan diciptakan. Sistem pencahayaan yang diciptakan biasanya difungsikna dengan dasar estetika dan faktor ekonomi. ● Penentuan tingkat pencahayaan minimum (E) yang direkomendasikan, dalam perkembangan sistem pencahayaan dalam suatu ruangan disesuaikan dengan fungsi ruangan dan jenis kegiatan yang dilakukan. ● Daya listrik untuk pencahayaan sesuai maksimum yang diijinkan, seiring dengan konservasi energi pada bangunan gedung. ● Memenuhi tingkat kenyamanan visual. Dalam hal ini, sistem pencahayaan harus dipilih yang mudah penggunaannya, efektif, nyaman untuk pengelihatan, tidak menghambat 106



Benedicto Anggita Prayoga Saragih 15316023 kelancaran kegiatan, tidak mengganggu kesehatan terutama dalam ruang-ruang tertentu dan menggunakan energi yang seminimal mungkin. 3.2.5.6 Sistem Pengondisian Udara Tujuan pengadaan suatu sistem penkondisian udara adalah agar tercapai kondisi temperatur, kelembapan, kebersihan, dan distribusi udara dalam ruangan dapat dipertahankan pada tingkat keadaan yang diharapkan. Suatu sistem pengkondisian udara bisa berupa sebuah sistem pemanasan, pendinginan, dan ventilasi. Pendingin ini berfungsi untuk menciptakan kondisi nyaman bagi beberapa aktivitas manusia. Berdasarkan SNI 03-6572-2001, daerah kenyamanan termal untuk daerah tropis dapat dibagi menjadi : 1. Sejuk Nyaman (20,5-22,8) oC. 2. Nyaman Optimal (22,8-25,8) oC. 3. Hangat Nyaman (25,8-27,1) oC. 3.2.5.7 Sistem Kendali/Kontrol Sistem kendali atau sistem kontrol adalah suatu alat untuk mengendalikan, memerintah, dan mengatur keadaan dari suatu sistem. Dalam sistem yang otomatis, alat semacam ini sering dipakai pada alat pendingin (AC) dengan menggunakan prinsip sistem kendali, karena suhu ruangan dapat dikendalikan sehingga ruangan berada pada suhu yang diinginkan. Berikut beberapa peralatan tersebut, diantaranya : ● Timer ● Sensor Gerakan 3.2.6 Pengelolaan dan Manajemen Air Air adalah sumber daya yang sangat penting untuk kehidupan dan kesehatan yang baik, tetapi sekitar sepertiga dari populasi global tidak memiliki akses ke air bersih untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Meskipun sebagian besar dari planet kita mengandung air, sebagian besar adalah air asin dan dengan demikian tidak dapat dikonsumsi. Volume Air tawar hanya 2,5% dari total air di bumi, dimana 70% nya terkunci dalam gletser dan tertutup salju permanen. Sumber air yang terbatas digabungkan dengan kebutuhan air bersih yang besar secara global telah menyebabkan kelangkaan air di seluruh dunia. (Efisiensi Air, 2012) 107



Benedicto Anggita Prayoga Saragih 15316023 Situasi ini semakin buruk karena kebutuhan air meningkat seiring dengan pertumbuhan penduduk, urbanisasi, dan peningkatan penggunaan air dalam rumah tangga dan industri. Hampir seperlima dari penduduk dunia (sekitar 1,2 miliar orang) tinggal di daerah yang langka air. Kelangkaan air dapat terjadi bahkan di daerah dengan banyak curah hujan atau beberapa sumber air bersih, jika tidak terlindung dengan baik, digunakan dan didistribusikan. Sebagian besar air digunakan bukan untuk keperluan air bersih (non-potable), terlepas dari tipe gedung. Hal ini menunjukkan peluang penghematan air yang besar melalui sistem air daur ulang, pemanfaatan air hujan dan air kondensat AC, yang sesuai untuk irigasi, cuci umum, pembilas toilet, sistem pendingin, atau konsumsi air lainnya yang tidak memerlukan air bersih (potable). Menggunakan air hujan dan kondensat AC sebagai sumber air alternatif sangat menjanjikan karena Cilacap memiliki karakter iklim tropis dengan curah hujan dan kelembaban yang relatif tinggi. Penghematan air yang signifikan juga dapat diperoleh melalui pemanfaatan perlengkapan sanitair dan keran air yang efisien. Dengan memasang perlengkapan sanitair dan keran yang efisien pada area ini dapat menghasilkan penghematan air yang cukup besar. Mengurangi konsumsi air dari sumber primer (seperti PDAM dan sumur) memiliki beberapa keuntungan. Biaya penyediaan air meningkat tajam sejalan dengan peningkatan permintaan dan berkurangnya pasokan. Dengan demikian, setiap penurunan konsumsi air secara langsung mengurangi biaya penyediaan air dan biaya pembuangan air limbah pada bangunan. Hal ini juga dapat mengurangi biaya yang terkait dengan energi, seperti pengolahan, operasional pompa, dan pemanasan air. Ukuran dan kapasistas sistem penyediaan, penyimpanan, dan pembersihan air dalam bangunan gedung juga dapat dikurangi untuk menghemat biaya modal. Dari semua perlengkapan sanitair pada bangunan komersial dan perumahan, pembilasan toilet pada umumnya mengkonsumsi paling banyak air bersih. Dalam beberapa kasus, pembilasan toilet dapat menambah hingga 75% dari total penggunaan air dalam gedung. Sistem bilas ganda yang efisien hanya menggunakan sekitar 4,5 liter untuk penyiraman penuh dan 3 liter untuk setengah penyiraman, dapat mengurangi konsumsi air secara signifikan. Dalam bangunan komersial yang memerlukan air mandi, air cuci piring, dan air binatu, pemanfaatan air daur ulang yang diolah kembali dapat memberikan pengembalian investasi yang 108



Benedicto Anggita Prayoga Saragih 15316023 layak. Pemanfaatan kembali air daur ulang dapat digunakan untuk beberapa penerapan seperti bilas toilet, penambahan air (make-up water) menara pendingin, dan irigasi. Penggunaan kembali air daur ulang Air daur ulang biasanya tidak cocok untuk digunakan sebagai air minum. Penggunaan air daur ulang harus dievaluasi secara cermat karena bahan kimia berbahaya dapat digunakan untuk mengolah air daur ulang tersebut. Penerapan sistem daur ulang air memerlukan perencanaan dan perancangan yang jauh lebih rumit dan biaya konsturksi yang lebih mahal, serta adanya risiko kontaminasi dan polusi jika salah kelola. Biaya operasional untuk sistem yang lebih kompleks juga bisa lebih tinggi, dengan pengembalian investasi yang berpotensi mundur. Sistem pemeliharaan dan perawatan juga memainkan faktor penting dalam memilih metode konservasi air ini. Filter, pompa, dan tempat pengolahan semuanya membutuhkan perhatian. Sistem daur ulang air pakai biasanya hemat biaya pada perhotelan dan gedung dengan fungsi serupa, yang memerlukan air dengan volume tinggi, penggunaan air kontaminasi non-biologis yang teratur, seperti untuk kepentingan binatu ditambah dengan beban penggunaan air sekunder (non-potable) juga besar seperti bilas toilet dan irigasi lansekap. Sistem pipa untuk air daur ulang harus dipisahkan secara jelas dari sistem air kotor untuk mencegah kontaminasi. Sistem air daur ulang pada perumahan di daerah perkotaan biasanya terbatas pada air dari kamar mandi. Sebuah solusi inovatif dari Jepang menggabungkan wastafel dengan tangki air toilet. Air yang digunakan dari wastafel dikumpulkan dalam tangki dan digunakan untuk penyiraman toilet Pemanfaatan air hujan Pemanfaatan air hujan dapat dilaksanakan dengan mengumpulkan air di atap (roof catchment), dan mengumpulkan air di tanah (ground catchment). Air hujan yang disimpan dapat digunakan untuk binatu, bilas toilet dan urinal, mencuci mobil, serta penggunaan air dekoratif (misalnya air mancur). Pemanfaatan ini bahkan dapat digunakan untuk make-up menara pendingin.



109



Benedicto Anggita Prayoga Saragih 15316023 Sistem penyimpanan digunakan untuk menyimpan air hujan untuk digunakan. Ada beberapa variasi tangki penyimpanan air yang banyak digunakan. Tangki penyimpanan harus buram dan dicat untuk menghambat pertumbuhan lumut, harus ditutupi, dengan ventilasi yang disaring, dan mudah untuk dibersihkan (jika digunakan untuk sistem air bersih). Tangki penyimpanan air hujan bisa dibuat dari beton, kayu, logam, tanah liat dan bak penyimpanan air plastik yang tersedia dalam berbagai bentuk dan ukuran. Tangki penyimpanan atau tadah adalah salah satu komponen yang paling penting dari sistem air hujan dan umumnya bagian yang paling mahal dari sistem ini. Tangki penyimpanan harus ditempatkan sedekat mungkin dengan area tangkapan air hujan dan ukuran yang ditentukan dengan perhitungan berdasarkan kebutuhan, frekuensi curah hujan, luas permukaan, anggaran, dan estetika. Posisi tangki terhadap area tangkapan dan filter sesuai aliran air sangat penting untuk memaksimalkan pengumpulan air hujan. 3.2.7 Pengelolaan Limbah Non B3 Sampah merupakan konsekuensi langsung dari kehidupan, sehingga dikatakan sampah timbul sejak adanya kehidupan manusia. Timbulnya bersamaan dengan aktivitas manuysia, mulai dari usaha pengambilan sumber daya alam sampai dengan barang yang sudah jadi. Satu diantara masalah lingkungan hidup yang cukup terasa di kota-kota besar adalah timbulnuya pencemaran oleh sampah yang merupakan hasil sampingan dari kegiaran masyarakat. Masalah sampah merupakan konsekuensi pertambahan pendduduk perkotaan yang meningkat pesar. Namun, disamping itu jumlah timbulan sampah juga dipengaruhi oleh pendapatan, iklim, kebiasaan hidup, tingkat pendidikan, kepercayaan maupun budaya yang dianut, dan perilaku sosial maupun perilaku publik. Definisi sampah menurut Undang-Undang No.18 Tahun 2009 adalah sisa kegiatan seharihari manusia danb/atua proses alam yang berbentuk padat. Pengelolaan sampah yang belum maksimal juga turut mempengaruhi jumlah timbulan sampah dan volume sampah yang masuk di Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Dengan berlandaskan kepada Pedoman Direktorat Jenderal Cipta Karya, bahwa dengan menerpakan konsep 3R (Reduce, Reuse, Recycle) untuk pengelolaan sampah persampahan mampu mengurangi volume sampah yang masuk di TPA sekitar 20% (Departemen PU, 1990). Target tersebut sangat



110



Benedicto Anggita Prayoga Saragih 15316023 realistis karena dari total produksi sampah di Indonesia, 80% diantaranya merupakan sampah organik dan diperkirakan 78% dari sampah tersebut dapat digunakan kembali (Oetomo, 1977). Data Statistik Persampahan Indoensia KNLH-RI (2008), untuk populasi Indonesia sebanyak 232 juta jiwa lebih, timbulan sampah yang dihasilkan adalah sekitar 43.213.557m3 per tahun dan yang masuk ke TPA hanya sekitar 13,8 juta m3 per tahun, sedangkan yang didaur ulang di sumber sampah hanya sekitar 2,6% dari total keseluruhan sampah yang ditimbulkan, didaur ulang di TPS sekitar 2,01% dan didaur ulang di TPA sekitar 1,6%. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa sampah-sampah yang ditimbulkan tersebut belum tertangani keseluruhan dan kebanyakan tidak dikelola dengan baik sehingga akibatnya sering ditemukan di pinggir jalan, mengotori selokan dan saluran air, dan lebih banyak lagi yang mencemari sungai yang menyebabkan penyakit. Beberapa penelitian membuktikan bahwa masalah sampah menjadi semakin bertambah terutama bila tidak diikuti dengan manajemen prasarana dan sarana perkotaan yang memadai dan perilaku masyarakat yang tepat (Bandara et al, 2007). Pengelolaan sampah seharusnya dilihat sebagai suatu masalah bersama yang sidatnya holistic (communal troubles), yang tidak hanya tanggungjawab pemerintah semata, dan bukan pula sekedar masalah teknis dan teknologi saja. Masing-masing komponen memiliki peranan dalam rantai sistem pengelolaan sampah. Pada prinsipnya, dari beberapa pengertian sampah yang ada dalam batasan ilmu pengetahuian, sampah adalah suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari sumber hasil aktivitas manusia maupun proses alam yang belum memiliki nilai ekonomis. Klasifikasi dan Sumber-Sumber Sampah Klasifikasi sampah dan sumber-sumbernya sangat diperlukan dalam perencanaan sistem pengelolaan persampahan khususnya dalam subsistem teknis operasional terutama dalam hal pengelolaan dan buangan akhir limbah. Berdasarkan sifat kimia unsur pembentuknya, terdapat 2 kategori jenis sampah, yaiut : ● Sampah Organik → Sampah yang mengandung senyawa-senyawa organik dan tersusun oleh unsur-unsur karbon, hidrogem, oksigen, dan nitrogen. Contohnya adalah daun-daun, kayu, kertas, tulang, sisa makanan, sayuran, dan buah-buahan.



111



Benedicto Anggita Prayoga Saragih 15316023 ● Sampah Anorganik → Sampah yang tidak mengandung senyawa organik, umumnya sampah ini sangat sulit terurai oleh mikroorganisme. Contoh konkretnya adalah kaca, kaleng alumunium, debu, dan logam. Berdasarkan sumbernya, sampah dapat diklasifikasikan sebagai berikut : ● Sampah dari Pemukiman ● Sampah dari Pertanian dan Perkebunan ● Sampah dari Sisa Bangunan dan Konstruksi ● Sampah dari Perdagangan dan Perkantoran ● Sampah dari Industri Komposisi Sampah Komposisi sampah merupakan penggambaran dari masing-masing komponen yang terdapat pada buangan padat dan distribusinya. Biasanya dinyatakan dalam persen berat (% berat), berat basah, atau berat kering. Data tersebut penting untuk mengevaluasi peralatan yang diperlukan, sistem, program dan rencana manajemen persampahan suatu kota. (Yenni Ruslinda; Timbulan, Komposisi, dan Karakteristik Sampah). Komposisi sampah dikelompokkan atas sampah organik/sampah basah (sisa makanan, kertas, plastik, tekstil, karet, sampah halaman, kayu, dll) dan sampah anorganik/sampah kering (bahan-bahan kertas, logam, plastik, gelas, kaca, dan lain-lain). Dengan mengetahui komposisi sampah, maka dapat ditentukan cara pengolahan yang tepat dan paling efisien sehingga dapat diterapkan proses pengolahannya. Penentuan komposisi sampah berdasarkan SNI 19-3964-1994. Sampah Perkantoran Diantara sumber-sumber sampah yang disebutkan diatas, salah satu diantaranya adalah sampah yang berasal dari perkantoran. Jenis sampah yang paling umum ditemukan pada sebuah kantor adalah sebagai berikut : ● Kertas → Penggunaan kertas di perkantoran masih sangat tinggi karena belum ada barang lain yang dapat menggantikan fungsi kertas. Kertas-kertas yang telah digunakan untuk menulis, mencetak, dan menggambar biasanya dibuang menjadi sampah. Karena itu daur ulang sampah kertas ini sangat dibutuhkan untuk menambah nilai dan daya guna kertas itu 112



Benedicto Anggita Prayoga Saragih 15316023 sendiri. Setiap jenis kertas dipilah-pilah berdasarkan jenisnya masing-masing, kertas koran, kertas HVS, karton, hingga warna-warni. ● Plastik → Salah satu sumber plastik pada perkantoran adalah kantin atau dapur. Bendabenda seperti gelas plastik termasuk bungkus makanan dan kertas-kertas yang mengandung plastik berpotensi besar menjadi sampah buangan. ● Sampah Elektronik → Meskipun tidak rutin setiap hari timbulannya, tetapi potensial dihasilkan seperti baterai bekas, printer bekas, catridge bekas, coomputer bekas, dan lainlain. Sampah elektronik termasuk dalam kategori limbah bahan berbahaya dan beracun sehingga pengelolaannya berbeda dengan sampah lainnya. ● Sampah Organik → Sampah organik adalah sampah yang bisa mengalami pelapukan atau dekomposisi dan terurai menjadi bahan yang lebih kecil dan tidak berbau (sering disebut dengan kompos). Material sampah (organik) pada perkantoran berupa zat tanaman, sisa makanan atau kertas, lebih spesifik sampah sisa-sisa tumbuhan seperti daun-daun pepohonan di sekitar area kantor. Pengelolaan Sampah di Perkantoran Prinsip dasar pengelilaan sampah yang ramah lingkungan adalah harus diawali dari perubahan cara kita memandang dan memperlakukan sampah. Paradigma pengelolaan sampah yang bertumpu pada pendekatan akhir sudah saatnya ditinggalkan dan diganti dengan paradigma baru pengelilaan sampah. Paradigma baru adalah cara memandang sampah sebagai sumber daya yang mempunyai nilai-nilai ekonomis dan dapat dimanfaatkan, misalnya untuk kopos dan pakan ternak. Pengelolaan sampah tidak hanya dilakukan pada rumah tangga saja, tetapi juga dilakukan di perkantoran sebagai bagian dari perwujudan Eco-Office. Prinsip utama mengelola sampah yang benar adalah mencegah timbulnya sampah, mengguna-ulang sampah, dan mendaur-ulang sampah. Itulah prinsip yang kita kenal dengan 3R. Jika prinsip tersebut dijalankan dengan konsisten, maka akan mendapatkan output yang nyata, yaitu mengurangi beban polutan, mendatangkan manfaat ekonomi dan menjadikan lingkungan bersih, yang pada akhirnya menghasilkan outcome yang dapat langsung dirasakan, yaitu kesehatan dan penghasilan.Namun demikian, pelaksanaan prinsip kelola sampah dengan 3R ini belum menjadi budaya dan kebiasaan di perkantoran.



113



Benedicto Anggita Prayoga Saragih 15316023 Untuk menerapkan pengelolaan sampah perkantoran terpadu berbasis masyarakat di perkantoran, perlu memperhatikan beberapa hal berikut : ● Komposisi dan karakteristik sampah untuk memperkirakan jumlah sampah yang dapat dikurangi dan dimanfaatkan. ● Karakteristik lokasi dan kondisi sosial ekonomi masyarakat perkantoran, unutk mengidentifikasi sumber sampah dan pola penanganan sampah 3R yang sesuai dengan kemampuan masyarakat perkantoran. ● Metode penanganan sampah 3R, untuk mendapatkan formula teknis dan prasarana dan sarana 3R yang tepat dengan kondisi masyarakat perkantoran. ● Proses pemberdayaan masyarakat untuk menyiapkan penghuni kantor dalam perubahan pila penanganan sampah dari proses konvensional (kumpul angkut buang) menjadi pola 3R. ● Uji coba pengelolaan, sebagai ajang pelatihan bagi penghuni kantor dalam melaksanakan berbagai metode 3R. ● Kelanjutan pengelolaan, untuk menjamin kesinambungan proses pengelolaan sampah yang dapat dilakukan oleh masyarakat/penghuni kantor secara mandiri. ● Minimisasi sampah hendaknya dilakukan sejak sampah belum terbentuk yaitu dengan menghemat penggunaan bahan, membatasi konsumsi sesuai kebutuhan, dan memilih bahan yang mengandung sedikit sampah. ● Upaya memanfaatkan sampah dilakukan dengan menggunakan kembali sampah sesuai fungsinya seperti penggnaan botol minum atau kemasan lainnya.



114



Benedicto Anggita Prayoga Saragih 15316023 BAB IV. KONDISI EKSISTING PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap melaksanakan kegiatan industri di bidang energi minyak dan gas (oil and gas) dan merupakan unit pengolahan terbesar di Asia Tenggara yang berpotensi besar pula menimbulkan dampak negative terhadap aspek Health, Safety, and Environment (HSE).



PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap



memprioritaskan aspek HSE dalam kegiatan operasional perusahaan agar dapat mencegah dan mengurangi insiden (kecelakaan kerja, kebakaran ledakan, penyakit, pencemaran lingkugan) dan gangguan operasional lainnya, meminimumkan resiko operasi guna meningkatkan keandalan, efisiensi, dan produktivitas serta menciptakan sistem manajemen di tempat kerja dengan melibatkan unsur manajemen, tenaga kerja, kondisi, dan lingkungan kerja yang secara professional terintegrasi untuk mewujudkan tempat kerja yang aman, efisien, dan produktif. Dalam 8 prioritas World Class Pertamina aspek HSSE dan Sustainability menjadi prioritas utama nomor satu. PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap telah mendapatkan sertifikasi ISO 14001:2015 pada Juni 2016 lalu. Pendekatan Plan-Do-Check-Act sesuai dengan prinsip pengelolaan manajemen lingkungan pada ISO 14001 telah ditetapkan oleh PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap. Dalam merencanakan (plan), PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap memulai dengan menentukan dasar sistem manajemen, beberapa diantaranya yaitu : menentukan ruang lingkup batasan sistem, melakukan gap analysis, menentukan kebutuhan dan harapan pihak-pihak berkepentingan, menentukan aspek penting lingkungan dan menjadikannya sebagai dasar dari manajemen sistem, serta menentukan kebijakan perusahaan dalam meningkatkan kinerja lingkungan. Dalam menerapkan (Do) sisetem manajemen, PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap menerapkan proses organisasi sesuai dengan yang telah direncanakan dengan mempertimbangkan aspek lingkungan penting yang telah diidentifikasi. Dilakukan juga pemantauan dan pengukuran proses (Check) untuk mengevaluasi komitmen perusahaan dalam menjalankan sistem manajemen lingkungan serta menentukkan kesesuaian proses dengan kebijakan lingkungan. Hasil dari proses pemantauan dan pengukuran yang berupa ketidaksesuaian kemudian ditindaklanjuti dengan tinjauan manajemen untuk menghasilkan perencanaan perbaikan atau peningkatan berkelanjutan (Act).



115



Benedicto Anggita Prayoga Saragih 15316023 Selain itu, PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap juga memiliki beberapa program kegiatan tersendiri dalam upaya pengelolaan dan pengembangan lingkungan sekitar, seperti Progrram Unggulan Proper E-Mas Bayu (Energi Mandiri Tenaga Surya dan Angin) serta program E-Mbak Mina (Energi Mandiri Tambak Ikan) di Kampung Laut. Ada pula program Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Sistem On Grid pertama dalam rangka mengupayakan penggunaan Energi Baru Terbarukan (EBT) sejak dini. Kegiatan-kegiatan lainnya seperti pembangunan rumah sakit, sekolah, fasilitas umum seperti fasilitas olahraga untuk masyarakat sekitar serta kegiatan CSR lainnya seperti pembagian botol minum dan sedotan pakai ulang (reuse) adalah upaya PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap dalam melestarikan lingkungan serta memberdayakan masyarakat sekitar dengan positif dan cita-cita mendapatkan Proper Emas di tahun 2019 ini. Gedung Head Office PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap juga mendapatkan peringkat kedua se-Indonesia sebagai perkantoran yang melaksanakan efisiensi energi untuk kategori gedung hijau besar. Proses mendapatkan hasil Audit Sistem Manajemen Lingkungan (SML) berlandaskan ISO 14001:2015 di PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap kini dilakukan sebanyak dua kali dalam setahun yaitu satu kali audit internal dan satu lagi audit eksternal. Tim Auditor dipilih dari perwakilan anggota setiap divisi yang ada di PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap dan yang telah memiliki sertifikasi khusus. Audit terakhir dilakukan pada awal tahun 2019 ini, dimana divisi Quality and Maintenance (Q&M) berperan sebagai pengelola proses audit, pembentukan tim, dan juga pembuat list pertanyaan (checklist) yang disesuikan dengan kondisi eksisting lapangan. SISTEM MANAJEMEN LINGKUNGAN



4.1 Konteks Organisasi 4.1.1 Pemahaman Organisasi dan Konteksnya Suatu organisasi harus menentukan isu internal dan eksternal yang terkait dengan tujuan dan dapat berpengaruh terhadap kemampuan untuk mencapai hasil yang diharapkan dari sistem



116



Benedicto Anggita Prayoga Saragih 15316023 manajemen lingkungan. Isu-isu yang dimaksud adalah yang dapat mempengaruhi, baik secara positif atau negatif. Pada setiap tahunnya, PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap melakukan social mapping. Hasil dari kegiatan tersebut dilakukan identifikasi isu-isu internal maupun eksternal yang dihadapi dan memiliki potensi untuk dihadapi oleh PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap. Pemantauan dari social mapping ini dilakukan dengan mempertimbangkan komponen sosial, ekonomi, budaya, dan kesehatan masyarakat. Isu-isu eksternal tersebut dapat berhubungan dengan lingkungan, politik, hokum, ekonomi, dan kompetisi. Sedangkan pada isu internal yang diidentifikasi berhubungan dengan nilai perusahaan, sosial, dan budaya, knowledge, dan performance. 4.1.2 Pemahaman Kebutuhan dan Harapan Pihak Berkepentingan Pihak internal yamg berkepentingan merupakan pihak yang berhubungan dengan segala fungsi dan bagian dalam PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap. Sedangkan, pihak eksternal yang berkepentingan adalah pelanggan, pemerintah, militer, komunitas, dan juga media. Untuk memahami kebutuhan dan harapan pihak eksternal, PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap melakukan pertemuan dengan para stakeholder pihak terkait. Dapat dilihat pada tabel 4.1 daftar pihak yang berkepentingan serta kebutuhan dan harapan dari masing-masing pihak yang bersangkutan sebagai berikut : Tabel IV.1 Pihak Berkepentingan dengan Kebutuhan dan Harapannya No.



Pihak Berkepentingan



Kebutuhan dan Harapan



ISC (Integrated



Pemenuhan kualitas, kuantitas delivery



Supply Chain)



sesuai SLA (Service Lever Agreement)



M&T (Marketing and



Pemenuhan kualitas, kuantitas delivery



Trading)



sesuai SLA (Service Lever Agreement)



Pemasok



Vendor/Manufacturer



Kualifikasi sesuai bidang keahlian



Pemasok



Liscensor



Proven di Pertamina



1.



Pelanggan



2.



Pelanggan



3. 4.



117



Benedicto Anggita Prayoga Saragih 15316023 a. Standar kesehatan pekerja b. Penilaian hasil kinerja c. Peningkatan skill dan knowledge 5.



Pekerja



d. Kesempatan dalam pengembangan karir e. Pemenuhan isi PKB (Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan) a. Penataan peraturan K3 dan Lingkungan b. Penyerapan tenaga kerja c. Keberlanjutan komitmen lingkungan



6.



Pemerintah



hidup dan CSR d. Peningkatan kegiatan pemberdayaan masyarakat e. Partisipasi Pertamina dalam Proker Pemerintah Kota/Kabupaten a. Kerjasama Operasional dan



7.



Militer



Pengamanan b. Sponsorship a. Penyerapan Tenaga Kerja



8.



Komunitas



b. Sosialisasi terpadu seputar kegiatan kilang yang berdampak ke komunitas



118



Benedicto Anggita Prayoga Saragih 15316023 c. Kompensasi sosial/edukasi bagi wilayah terkena dampak 9.



Media



Keberlanjutan kegiatan relasi melalui Press Gathering/Press Visit



(Sumber : , PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap) Pelanggan sebagai bagian dari stakeholder PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap selalu mendapatkan penanganan sesuai yang dibutuhkannya, maka untuk mengetahui tingkat kepuasan pelanggan dilakukan survey secara berkala dengan mengacu pada TKO Pengukuran Kepuasan dan Harapan Pelanggan. Sedangkan keluhan pelanggan ditangan sesuai dengan TKO Penanganan Keluhan Pelanggan. Masyarakat dan Pemerintah sebagai bagian dari stakeholder PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap direalisasikan kebutuhannya melalui program community development yang diatur melalui TKO Pelaksanaan Program Community Development serta pemenuhan regulasi-regulasi pemerintah yang menyangkut ketenagakerjaan, K3, pengelolaan migas serta lingkungan dan diatur dalam prosedur kerja yang lebih spesifik. 4.1.3 Menentukkan Lingkup Sistem Manajemen Lingkungan PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap memiliki suatu pedoman yang bertujuan menjadi dasar bagi pelaksanaan segala sistem manajemen yang diterapkan, termasuk Sistem Manajemen Lingkungan ISO 14001:2015 untuk memberikan penjelasan secara garis besar mengenai informasi terdokumentasi di perusahaan untuk memenuhi persyaratan dan efektifitas sistem manajemen serta menjadi alat komunikasi internal dan eksternal yaitu pedoman Refinery Operational Excellence Management System (ROEMS Manual). Dalam pedoman ROEMS, terdapat ruang lingkup PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap yang meliputi penerimaan bahan baku, penimbunan, produksi, penyimpanan hasil produksi, pengendalian mutu hingga penyaluran ke pelanggan. Pedoman ROEMS meliputi segala sistem manajemen yang diterapkan oleh PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap. Sistem 119



Benedicto Anggita Prayoga Saragih 15316023 Manajemen Lingkungan (SML) adalah bagian dari sistem manajemen yang digunakan untuk mengelola aspek lingkungan, memenuhi kewajiban penataan, menangani resiko dan peluang. Penerapan SML di PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacapn diintegrasikan dengan mengikuti Kebijakan Hijau (Green Policy). Rincian lingkup area penerapan seluruh Sistem Manajemen di PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap adalah sebagai berikut : 



Area Kilang







Area Head Office (Kantor Utama)







Area 70 (Pelabuhan)







Area lain (halaman, lapangan parker, kantor pengolahan, kantor services, kantor operasi), lingkungan perumahan dan perwismaan, serta sarana umum (sarana olahraga dan hiburan).



Gambar IV.1 Lingkup Area SML PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap (Sumber : Google Earth, kemudian diedit oleh Penulis)



120



Benedicto Anggita Prayoga Saragih 15316023 4.1.4 Sistem Manajemen Lingkungan PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap telah memperoleh sertifikat dari TUV NORD Indonesia sejak 2016 merupakan bukti bahwa perusahaan telah mengimplementasikan sistem manajemen lingkungan secara efektif dan sesuai persyaratan yang berlaku. Refinery Operational Excellence Management System (ROEMS) adalah dokumen manual PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap yang merupakan implementasi integrase, antara lain : 



Sistem Manajemen Mutu (ISO 9001







Sistem Manajemen Lingkungan (ISO 14001)







OHSAS 18001







Sertifikat SMK3







Sistem Manajemen Pengamanan







Sistem Manajemen K3







Manajemen Keselamatan Proses



Sistem ini telah menjadi bagian dari operasional kilang, sehingga secara keseluruhan menjadi lebih terpadu dalam mencapai pemenuhan terhadap peraturan, undang-undang, pengendalian mutu, serta pengelolaan lingkungan. Berikut adalah gambar sertifikasi ISO 14001:2015 yang diperoleh PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap pada tahun 2016 lalu :



121



Benedicto Anggita Prayoga Saragih 15316023



Gambar IV.2 Sertifikat ISO yang diterima PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap (Sumber : PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap) 4.2 Kepemimpinan 4.2.1 Kepemimpinan dan Komitmen Yang bertanggungjawab atas keseluruhan pengelolaan organisasi PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap adalah manajemen puncak yang notabene adalah General Manager (GM). General Manager melaksanakan monitoring dan laporan kinerja serta memastikan ketercapaian SML sesuai dengan yang diinginkan melalui adanya QHSSE Meeting berkala. GM selalu mempromosikan perbaikan berkelanjutan, mengarahkan pekerja untuk berkontribusi dalam efektivitas SML, dam mengkomunikasikan pentingnya SML yang baik melalui Rapat Operasi Bisnis, dimana seluruh management membahas checklist audit yang ada pada ISO 14001:2015. General Manger selaku manajemen puncak menunjukkan kepemimpinan dan komitmen terhadap keberjalanan Sistem Manajemen Lingkungan (SML) dengan : 122



Benedicto Anggita Prayoga Saragih 15316023 



Menunjukkan akuntabilitas dan komitmen untuk efektivitas SML







Memastikan kebijakan lingkungan dan tujua yang ditetapkan sesuai dengan arahan strategis dan konteks organisasi







Memastikan bahwa persyaratan SML diintegrasikan ke dalam proses bisnis organisasi







Memastikan tersedianya sumber daya yang dibutuhkan untuk SML







Mengkomunikasikan pentingnya pengelolaan lingkungan yang efektif dan sesuai dengan persyaratan SML







Memastikan bahwa SML mencapai hasil yang diinginkan







Mengarahkan dan mendukung personel untuk berkontribusi terhadap efektivitas SML







Mendorong peningkatan berkelanjutan







Mendukung peran manajemen leain yang relevan untuk menunjukkan kepemimpinan mereka di bidang tanggungjawab mereka apabila ada



4.2.2 Kebijakan Lingkungan Kebijakan lingkungan yang dimiliki oleh PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap mengutamakan K3 (Keselamatan Kesehatan Kerja) dan perlindungan terhadap lingkungan. PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap memiliki Kebijakan Keselamatan Kesehatan Kerja dan Lindungan Lingkungan, Kebijakan Community Development and Corporate Social Responsibility, Kebijakan Sistem Manajemen Terpadu, serta Kebijakan Hijau (Green Policy). 4.2.2.1 Kebijakan Keselamatan Kesehatan Kerja dan Lindungan Lingkungan PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap berkomitmen untuk melaksanakan seluruh kegiatan operasinya secara aman, nyaman, dan berwawasan lingkungan dengan menerapkan standar tinggi terhadap aspek Keselamatan, Kesehatan Kerja, dan Lindungan Lingkungan (K3LL) serta Pengamanan Perusahaan untuk meminimalkan resiko dengan cara mencegah terjadinya kecelakaan, kebakaran, penyakit akibat kerja, pencemaran lingkungan, dan gangguan keamanan serta dampak lain akibat kegagalan operasi terhadap lingkungan di sekitar area kerja PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap.



123



Benedicto Anggita Prayoga Saragih 15316023 Kebijakan K3LL ini ditandatangani oleh Top Management dan berlaku pada semua lingkungan pertamina. Dari kebijakan tersebut, PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap juga berkomitmen untuk selalu mengutamakan aspek K3LL serta pengamanan perusahaan, mematuhi peraturan perundangan yang berkaitan dengan K3LL, mengurangi resiko insiden pada personel, asset, informasi, dan lingkungan, serta memastikan kondisi kesehatan pekerja dan mitra kerja, juga meningkatkan kesadaran dan kompetensi pekerja serta mitra kerja. Berikut adalah isi dari kebijakan K3LL serta pengamanan perusahaan yang disahkan pada tahun 2017 lalu : 1. Mengutamakan aspek K3LL serta pengamanan perusahaan. 2. Mematuhi peraturan perundangan K3LL dan pengamanan serta menggunakan teknologi tepat guna sesuai standari nasional dan internasional. 3. Mengurangi resiko serendah mungkin untuk mencegah terjadinya insiden pada personel, asset, informasi dan lingkungan dengan cara melakukan identifikasi, evaluasi, pengendalian dan pemantauan terhadap potensi bahaya dan ancaman. 4. Menjadikan kinerja K3LL serta pengamanan personel, aset, data, dan informasi perusahaan dalam penilaian dan penghargaan terhadap seluruh pekerja. 5. Memastikan kondisi kesehatan pekerja dan mitra kerja sesuai dengan pekerjaannya (fit to work). 6. Meningkatkan kesadaran dan kompetensi pekerja serta mitra kerja agar dapat melaksanakan pekerjaan secara benar, aman, dan berwawasan lingkungan.



124



Benedicto Anggita Prayoga Saragih 15316023



Gambar IV.3 Kebijakan K3LL di PT. Pertamina (Persero) (Sumber : PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap) 4.2.2.2 Kebijakan Community Development and Corporate Social Responsibility Salah satu metode PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap untuk memenuhi komitmennya untuk menjadi kilang kelas dunia yang kompetitif dan berwawasan lingkungan adalah dengan memberikan manfaat kepada stakeholder dalam setiap kegiatannya melalui program Community Development (CD) dan Corporate Social Responsibility (CSR). Kebijakan tersebut berhubungan dengan berjalannya Sistem Manajemen Lingkungan (SML), karena terdapat poin-poin dimana dibahas perlindungna lingkungan yatu : a. Melaksanakan program Community Development (CD) dan Corporate Social Responsibility (CSR) dengan konsep pembangunan berkelanjutan



(Sustainable



Development) dengan prinsip Triple Bottom Lines yakni Profit (Keuntungan Ekonomi), People (Kesejahteraan Masyarakat), dan Planet (Keberlanjutan Lingkungan Hidup). b. Memberikan manfaat bagi masyarakat sekitarnya untuk sehat, sejahtera, maju, dan mandiri melalui program Community Development (CD) dan Corporate Social Responsibility (CSR) di bidang Pendidikan, Kesehatan, Lingkungan, Infrastruktur, dan Pemberdayaan. 125



Benedicto Anggita Prayoga Saragih 15316023 c. Berikut merupakan isi dari kebijakan community development dan corporate social responsibility : 1. Mematuhi, mentaati serta menerapkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. 2. Melaksanakan CSR dengan konsep pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development) dengan prinsip Triple Bottom Lines yakni Profit (Keuntungan Ekonomi), People (Kesejahteraan Masyarakat), dan Planet (Keberlanjutan Lingkungan Hidup). 3. Memberikan manfaat bagi masyarakat sekitarnya untuk sehat, sejahtera, maju, dan mandiri bersama Pertamina melalui progam CSR bidang pendidikan, kesehatan, lingkungan infrastruktur dan pemberdayaan. 4. Memelihara hubungan yang sehat dan harmonis dan bertanggungjawab dengan pemerintah, masyarakat, dan stakeholder lainnya dalam rangka pengelolaan operasional Kilang. 5. Menjalankan bisnis perusahaan secara komperhensif dan terpadu melakukan best practice (praktik terbaik), menaati norma-norma yang berlaku di masyarakat dan menjunjung tinggi kearifan lokal. 6. Meningkatkan reputasi perusahaan, efisiensi, pertumbuhan usaha dan menerapkan mitigasi resiko bisnis.



126



Benedicto Anggita Prayoga Saragih 15316023



Gambar IV.4 Kebijakan Community Development dan Corporate Social Responsibility (Sumber : PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap)



4.2.2.3 Kebijakan Sistem Manajemen Terpadu Kebijakan Sistem Manajemen Terpadu merupakan kebijakan mutu kesehatan, keamanan, dan lindungan lingkungan. Dalam melaksanakan bisnisnya, PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap bertekad menerapkan prinsip-prinsip Operational Excellence dan berkomitmen dengan sungguh-sungguh terhadap aspek Mutu, Kesehatan, Keselamatan, Keamanan, dan Lindungan Lingkungan. Perusahaan berkomitmen memelihara dan meningkatkan upaya penegakan sistem manajemen keselamatan kerja, keselamatan proses, kesehatan kerja, lindungan lingkungan, pengendalian mutu dan keamanan yang terbaik secara konsisten dengan cara sebagai berikut : 1. Pencegahan



terjadinya



kecelakaan



dan



insiden,



termasuk



di



dalamnya



kebakaran/peledakan, penyakit akibat kerja, pencemaran lingkungan, ketidaksesuaian 127



Benedicto Anggita Prayoga Saragih 15316023 mutu produk dan gangguan keamanan yang berdampak kepada reputasi dan harta benda perusahaanm cedera pada pekerja, dan efek yang merugikan pada lingkungan maupun masyarakat. 2. Pemenuhan terhadap perundang-undangan dan peraturan serta persyaratan lainnya yang berlaku di bidang keselamatan kerja, keselamatan proses, kesehatan kerja, lindungan lingkunganm pengendalina mutu dan keamanan. 3. Pengembangan dan pemeliharaan budaya yang mengutamakan nilai-nilai keselamatan dan kesehatan tempat kerja, lingkungan mutu, keamanan, serta kepuasan pelanggan. 4. Perbaikan terus menerus terhadap sistem manajemen keselamatan kerja, keselamatan proses, kesehatan kerja, lingungan lingkungan, mutu dan keamanan termasuk pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana. 5. Terwujudnya nilai bersama dan hubungan harmonis diantara pekerja, masyarakat sekitar, dan pemangku kepentingan. 6. Keselamatan, kesehatan lingkungan, mutu, dan keamanan adalah tanggungjawab setiap orang dan manajemen lini. 7. Pelaporan terhadap penyimpanan dari kondisi standard atau insiden termasuk nearmiss dan kecelakaan. Pekerja tidak boleh dipersalahkan atas pelaporan dan keterlibatan dalam anomaly atau insiden, kecuali hasil investigasi memperlihatkan bahwa pekerja tersebut terbukti melakukan tindakan kriminal seperti sabotasie, berniat jahat, atau sengaja bertindak bertentangan dengan prosedur/peraturan untuk mendapatkan keuntungan pribadi. 8. Menempatkan keselamatan kerja, keselamatan proses, kesehatan kerja, pengelolaan lingkungan, mutu dan keamanan pada prioritas yang sama dengan produksi, efektifitas biaya dan moril serta menjadikannya sebagai bagian integral dari fungsi perencana dan pengambilan keputusan dari setiap aktivitas perusahaan.



128



Benedicto Anggita Prayoga Saragih 15316023 Kebijakan ini didokumentasikan, diterapkan, dipelihara, dikaji ulang secara periodic, dikomunikasikan ke semua orang yang bekerja untuk perusahaan dan tersedia bagi masyarakat umum yang memerlukan.



Gambar IV.5 Kebijakan Sistem Manajemen Terpadu (SMT) (Sumber : PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap) 4.2.2.4 Kebijakan Hijau PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap sebagai Perusahaan pengolah minyak dan dan gas bumi menjadi produk Bahan Bakar Minyak (BBM), Non BBM (Paraxylene, Lube Base Oil dan Gas), dan Petrokimia (Paraxylene, Benzene, Sulfur, Propylene) menyadari adanya resiko yang timbul dari kegiatan operasinya terhadap lingakungan. PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap telah berkomitmen untuk menjadi perusahaan berwawasan lingkungan dalam setiap kegiatannya dan rencana kedepannya (sesuai RJPP tahun 2015-2020) yang ditinjau dari beberapa aspek yaitu : 129



Benedicto Anggita Prayoga Saragih 15316023 1. Sistem Manajemen Lingkungan Patuh 100% taat kepada peraturan dan perundangan yang ditetapkan oleh pemerintah dengan cara : a. Menjaga, melindungi, dan mencegah pencemaran dan kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh proses produksi dan distribusi pengolahan minyak dan gas bumi. b. Meningkatkan kesadaran dan implementasi program pelestarian lingkungan dengan melibatkan seluruh pekerja, keluarga, mitra kerja, dan masyarakat. c. Mengendalikan



dan



memperbaiki



kualitas



lingkungan



secara



berkesinambungan melalui pengawasan dan audit secara berkala. d. Tanggap dan merespon dengan cepat setiap laporan adanya pencemaran lingkungan di area PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap. 2. Manajemen Energi Mencapai target Energy Intensity Index (EII) sebesar 92,9% pada tahun 2020 dengan cara : a. Mencegah pemakaian sumber daya energi dan pendukungnya secara berlebihan yang dapat menyebabkan penurunan kualitas lingkungan hidup dengan cara meningkatkan kesadaran budaya penggunaan energi yang efisien dan efektif dengan melibatkan seluruh pekerja, keluarga, mitra kerja, dan masyarakat. b. Memenuhi ketentuan penggunaan energi sesuai standar dan regulasi yang berlaku di lingkungan Pertamina dan Pemerintah. c. Melakukan kajian, seleksi teknologi, dan benchmarking dengan perusahan sejenis serta berkontribusi terhadap program konservasi energi nasional. d. Mengupayakan peningkatan penggunaan energi beru dan terbarukan (EBT), ramah lingkungan dalam rangka turut serta memperbaiki perubahan iklim dunia dengan mengurangi efek gas rumah kaca seperti penggunaan solar cell untuk listrik perumnahan. 130



Benedicto Anggita Prayoga Saragih 15316023 e. Melakukan monitoring dan audit energi untuk mengidentifikasi dan mengeliminasi kebocoran energi serta mencari peluang penggunaan energi yang lebih efisien. f. Mengupayakan program-program insiatif energi. 3. Penurunan Emisi : Menurunkan pencemaran dan kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh pencemaran udara konvensional, emisi gas rumah kaca (GRK) dan Bahan Perusak Ozon (BPO) minimal sebesar 2% selama 5 tahun terakhir dengan cara : a. Melakukan substitusi bahan penghasil GRK menjadi bahan ramah lingkungan. b. Melakukan monitoring, kajian, pemilihan teknologi, dan benchmarking untuk mengurangi emisi yang berasal dari kegiatan operasional dan Gas Pencemar Konvensional yang memiliki efek Gas Rumah Kaca (GRK). c. Kesiapan untuk memproduksi Bahan Bakar Minyak (BBM) ramah lingkungan dengan standar EURO 4. d. Menurunkan jumlah bocoran steam non trap dan steam trap. 4.



Pengelolaan Limbah B3 dan Limbah Non B3 : a. Mencegah terjadinya pencemaran dan kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh buangan Limbah B3 dan Limbah Non B3. b. Mengelola Limbah B3 dan Limbah Non B3 yang dihasilkan dari kegiatannya dengan menerapkan konsep 4R (Reduce, Reuse, Recycle, Recovery). c. Melakukan pengelolaan Limbah B3 dan Non B3 dengan minimalisasi, substitusi serta pengendalian penggunaannya secara berkesinambungan. d. Menerapkan teknologi pengelolaan Limbah B3 dan Limbah Non B3 serta melakukan benchmarking dengan perusahaan sejenis dalam upaya 4R.



131



Benedicto Anggita Prayoga Saragih 15316023 5.



Konservasi Air Menurunkan intensitas penggunaan air ataupun beban pencemar air sebesar 1% selama 5 tahun dengan cara : a. Mencegah pencemaran dan kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh jumlah air limbah yang dibuang ke lingkungan dengan melakukan berbagai kajian, penerapan teknologi konservasi air, serta melakukan benchmarking dengan perusahaan lain. b. Melakukan perbaikan kinerja konservasi air dan penurunan beban pencemaran dari air limbah secara terpadu dan berkesinambungan.



6.



Perlindungan Keanekaragaman Hayati : Menaikkan nilai indeks keanekaragaman sebsar 1% untuk flora, dan 3% untuk fauna dengan cara : a. Mengintegrasikan pertimbangan konservasi keanekaragaman hayati dalam setiap aspek lingkungan dan sosial. b. Menjaga keanekaragaman hayati dengan meminimalisasi dampak dari kegiatan operasional. c. Melakukan mitigasi dan pencegahan resiko terhadap tata guna lahan serta merencanakan dan memodifikasi desain, konstruksi dan praktik operasi untuk melindungi keragaman spesies flora dan fauna serta habitat sensitive yang berada di dalam maupun di sekitar RU IV. d. Meningkatkan etika, kesadaran serta aksi pelestarian keanekaragaman hayati di kalangan pekerja dan masyarakat sekitar.



7.



Community Development dan Corporate Social Responsibility : a. Menjalin hubungan yang harmonis antara perusahaan dan masyarakat sekitar serta membantu peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar secara berkelanjutan melalui bidang-bidang, pendidikan, kesehatan, lingkungan,



dan



pemberdayaan



masyarakat,



infrastruktur,



dan



manajemen bencana. b. Mendukung program pemerintah daerah dalam pembangunan dan pengembangan



potensi



masyarakat



guna



meningkatkan



kesejahteraannya. 132



Benedicto Anggita Prayoga Saragih 15316023



Gambar IV.6 Kebijakan Hijau 2018 Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap (Sumber : PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap) 4.2.3



Peran, Tanggungjawab, dan Wewenang Organisasi Untuk memastikan supaya Sistem Manajemen Lingkungan (SML) berjalan dengan baik, PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap telah membentuk struktur organisasi yang bertanggungjawab terhadap implementasi dari keseluruhan Sistem Manajemen, yaitu QM (Quality Management Section). Quiality Management bertindak selaku sekretariat dari keseluruhan Sistem Manajemen yang diimplementasikan termasuk didalamnya Sistem Manajemen Lingkungan baik dalam hal implementasi, sistem audit, dan pengendalian dokumen. 1.



Peran dan Tanggungjawab Pengelola Air Limbah Pengelolaan air limbah didasarkan pada ;



133



Benedicto Anggita Prayoga Saragih 15316023 a. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No.19 Tahun 2010 tentang Baku Mutu Air Limbah bagi Usaha dan/atau Kegiatan Minyak, Gas, dan Panas Bumi. b. Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Timur No. 02 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. c. Kebijakan PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap : Kebijakan QHSSE dan Kebijakan Hijau Dalam melaksanakan pengelolaan air limbah, PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap memberikan kewenangan kepada bagian produksi seperti HCC, HSC, Dis and Wax, Oil Movement, dan Utilities dengan berkoordinasi dengan Environmental Section. 2.



Peran dan Tanggungjawab Penanganan Limbah B3 Program pelaksanaan pengelolaan limbah B3 didasarkan pada : a. Berbagai peraturan yang berlaku seperti : PP RI No. 101 Tahun 2014, PerMenLH No.14 Tahun 2013, KepKa Bappedal No. 01/02/03 Tahun 1995. b. Dokumen Izin PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap : Keputusan Wali Kota Cilacap No. 660.1/640/24/2018. c. Kebijakan QHSSE PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap dan Kebijakan Hijau. Pelaksanaan



pengelolaan



limbah



B3



berada



dibawah



tanggungjawab



Environmental Section, yaitu Jr. Officer Waste Management. Staff yang mengelola limbah B3 telah memiliki kompetensi dan latar belakang yang relevan dalam pengelolaan limbah B3. Dalam melaksanakan tanggungjawab dan kewenangannya, staff pengelola limbah B3 akan melakukan koordinasi dengan berbagai bagian terkait terutama bagian yang menghasilkan limbah B3 untuk keperluan inventarisasi limbah B3. 3.



Peran dan Tanggungjawab Pengelolaan Limbah Non B3 Adapun pengelolaan limbah padat non B3 didasarkan pada : a. UU No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah 134



Benedicto Anggita Prayoga Saragih 15316023 b. Kebijakan QHSSE dan Kebijakan Hijau Pengelolaan



limbah



pada



non



B3



berada



dibawah



tanggungjawab



Environmental Section yaitu Jr. Officer Waste Management. 4.



Peran dan Tanggungjawab Pengelolaan Emisi Udara Yang bertanggungjawab atas pengelolaan emisi udara di PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap adalah Environmental Section, yang langsung dilaksanakan oleh Laboratorium Uji Kualitas PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap. Program pelaksanaan pengendalian pencemaran udara mengacu pada : a. Pemantauan Emisi Pembakaran Sumber Tidak Bergerak (PerMenLH No. 13 Tahun 2009) b. Pemantauan Emisi Pembakaran Sumber Bergerak (PerMenLH No.5 Tahun 2006) c. Pemantauan udara ambien : Kebisingan (PerMenLH No.48 Tahun 1996), Getaran (PerMenLH No.49 Tahun 1996) d. Kebauan (PerMenLH No.50 Tahun 1996)



4.3 Perencanaan 4.3.1 Tindakan untuk Mengatasi Resiko dan Peluang 4.3.1.1 Umum Untuk memetakan kebutuhan prioritas program lingkungan yang dilaksanakan, PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap telah melakukan identifikasi aspek lingkungan melalui HIRADC (Hazard Identtification Risk Assessment and Determining Control). Pedoman pembuatan HIRADC tersebut didokumentasikan pada TKO penyusunan HIRADC RU IV No.B005/E14000/2017-S9. IRA dan Pedoman IRA dapat dilihat secara online di intranet Pertamina oleh seluruh karyawan. Dokumen IRA sebagai salah satu bentuk penetapan aspek lingkungan selalu didokumentasikan secara online dan diperbaharui. 135



Benedicto Anggita Prayoga Saragih 15316023 Peluang diidentifikasi dengan membuat Tabel Peluang (Pengaruh yang Menguntungkan). Tabel peluang ini dimulai dengan mengidentifikasi kegiatan yang daoat menimbulkan dampak negative terhadap lingkungan, lalu dari mengetahui aspek dari kegiatan tersebut, perusahaan menentukan peluang perbaikan dari kegiatan tersebut. Life Cycle Perspective dipertimbangkan saat menilai probability dan severity sebuah resiko dari suatu aktivitas.



Gambar IV.7 TKO Penyusunan HIRADC dan Program SMT (Sumber : PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap)



136



Benedicto Anggita Prayoga Saragih 15316023 4.3.1.2 Aspek Lingkungan PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap mengidentifikasi aspek lingkungan yang terdapat dengan mempertimbangkan life cycle perspective, resiko-resiko dari kegiatan, aktivitas, dan jasa perusahaan. Seluruh aspek didasarkan pada kebijakan atau regulasi yang berlaku. Regulasi tersebut mencakup aspek wajib lingkungan (Pengelolaan limbah B3, AMDAL, air, dan udara), seta aspek beyond compliance. Aspek lingkungan yang dikelola PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap telah disebutkan di Kebijakan Hijau (Green Policu), yaitu : 1. Pengelolaan Air Limbah 2. Pengelolaan Limbah B3 3. Pengelolaan Limbah Non B3 4. Pengelolaan Emisi Udara dan Udara Ambien 5. Sistem Manajemen Lingkungan (SML) 6. Keanekaragaman Hayati 7. Efisiensi Energi 8. Konservasi Air 4.3.1.3 Pemenuhuan Kewajiban Dalam melaksanakan seluruh aktivitas, perusahaan selalu mengidentifikasi dan menjaga kemutakhiran semua peraturan yang terkait, baik berupa kebijakan, hukum, ataupun persyaratan lainnya, yang kemudian dikomunikasikan kepada pekerja dan pihak terkait untuk memastikan bahwa semua peraturan tersebut selalu dipatuhi dan dilaksanakan sesuai dengan prosedur-prosedur dari bagian legal tentang implementasi hukum dan peraturan dan kepatuhannya. Adapun perundang-undangan dan persyaratan lainnya yang menjadi regulasi PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap, yaitu : 1. Undang-Undang No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. 137



Benedicto Anggita Prayoga Saragih 15316023 2. Peraturan Pemerintah No.27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup. 3. Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 2012 tentang Izin Lingkungan. 4. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 42 Tahun 1994 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Audit Lingkungan. 5. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 2 Tahun 2000 tentang Panduan Penilaian Dokumen Amdal. 6. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 4 tahun 2000 tentang Panduan Penyusunan Amdal Kegiatan Pembangunan Pemukiman Terpadu. 7. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 5 Tahun 2000 tentang Panduan Penyusunan Amdal Kegiatan Pembangunan di Daerah Lahan Basah. 8. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 6 Tahun 2008 tentang Tata Laksana Lisensi Komisi Penilai Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup Kabupaten/Kota. 9. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 6 Tahun 2013 tentang Program Penilaian Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup. 10. Peraturan Menteri Lingkungan Hiduip No. 12 Tahun 2007 tentang Dokumen Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup Bagi Usaha dan/atau Kegiatan yang Tidak Memiliki Dokumen Pengelolaan Lingkungan Hidup. 11. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 3 Tahun 2014 tentang Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup. 12. Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Udara. 13. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 19 Tahun 2010 tentang Baku Mutu Air Limbah bagi Usaha dan/atau Kegiatan Minyak dan Gas serta Panas Bumi. 14. Peraturan Menteri Kesehatan No. 416 Tahun 1990 tentang Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas Air. 15. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No.1 Tahun 2010 tentang Tata Laksana Pengendalian Pencemaran Air. 16. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 122 Tahun 2004 tentang Baku Mutu Limbah Cair bagi Kegiatan Industri. 138



Benedicto Anggita Prayoga Saragih 15316023 17. No. KEP-48/MENLH/11/1996 tentang Baku Mutu Tingkat Kebisingan. 18. No. KEP-50/MENLH/11/1996 tentang Baku Mutu Tingkat Kebauan. 19. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 13 Tahun 2009 tentang Baku Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak bagi Usaha dan/atau Kegiatan Minyak dan Gas Bumi. 20. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut. 21. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 12 Tahun 2006 tentang Persyaratan dan Tata Cara Perizinan Pembuangan Air Limbah ke Laut. 22. Keputusan Gubernur Jawa Tengah No. 8 Tahun 2001 tentang Baku Mutu Udara Ambien di Provinsi Jawa Tengah. 23. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 4 Tahun 2009 tentang Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Tipe Baru. 24. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No.21 Tahun 2008 tentang Baku Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak bagi Usaha dan/atau Kegiatan Pembangkit Listrik Tenaga Termal. 25. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 3 Tahun 2007 tentang Fasilitas Pengumpulan dan Penyimpanan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun di Pelabuhan. 26. Keputusan Bupati Cilacap No.660 Tahun 2011 tentang Pemberian Izin Penyimpanan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun kepada PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap. 27. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 3 Tahun 2008 tentang Tata Cara Pemberian Simbol dan Label Bahan Berbahaya dan Beracun. 28. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 2 Tahun 2008 tentang Pemanfaatan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun. 29. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 18 Tahun 2009 tentang Tata Cara Perizinan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun. 30. Undang-Undang No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.



139



Benedicto Anggita Prayoga Saragih 15316023 31. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 128 Tahun 2003 tentang Tata Cara dan Persyaratan Teknis Pengelolaan Limbah Minyak Bumi dan Tanah Terkontaminasi oleh Minyak Bumi Biologis. 32. Peraturan Pemerintah No. 150 Tahun 2000 tentang Pengendalian Kerusakan Tanah untuk Produksi Biomassa. 33. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 7 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengukuran Kriteria Baku Kerusakan Tanah untuk Produksi Biomassa. 34. Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan No. 5 Tahun 1995 tentang Simbol dan Label Limbah B3. 35. Undang-Undang No. 19 Tahun 2009 tentang Pengesahan Stockholm Convention On Persistent Organic Pollutants / POPS (Konvensi Stockholm tentang Bahan Pencemar Orgaik yang Persisten). 4.3.1.4 Perencanaan Tindakan Pada saat operasi, PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap menghasilkan beberapa jenis limbah yang tentu saja harus dikelola dan diolah terlebih dahulu sebelum dibuang ke lingkungan, jenis-jenis limbah yang diproduksi PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap adalah sebagai berikut : 1. Pencemaran air yang berasal dari air limbah proses, drainase, dan pendingin. 2. Pencemaran udara yang berasal dari sumber emisi tidak bergerak seperti tanki timbern, flare fugitive emission, incinerator, stack (cerobong), kegiatan loading dan unloading. 3. Limbah B3 meliputi oil sludge, spent catalyst, dan lain-lain. Berdasarkan hal tersebut, PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap menyediakan fasilitas unit pengolah limbah yang terintegrasi langsung dengan unit-unit proses maupun yang terpisah dari unit proses. Untuk mencapai sasaran lingkungan yang sudah ditetapkan, direncanakan, dan dilakukan pengelolaan serta pengolahan terhadap aspek lingkungan yang sudah diidentifikasi oleh PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap. Berikut penjelasan unit-unit yang terdapat di PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap dalam mencapai sasaran lingkungan : 140



Benedicto Anggita Prayoga Saragih 15316023 1.



Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) IPAL adalah unit pengolahan air buangan dari proses produksi Kilang BBM atau FOC (Fuel Oil Complex). Kapasitas unit IPAL ini berdasarkan desain perencanaan terpasang mampu mengolah 4.000 m3/hari limbah produced water yang berasal dari unit SWS dan unit Desalter FOC I dan FOC II. IPAL PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap menggunakan tiga metode utama untuk mengatasi pencemaran, yaitu fisika, kimia, dan biologi.



2.



Waste Water Treatment (WWT) WWT adalah unit pengolahan air buangan dari proses produksi Kilang RFCC (Recidual Fluid Catalytic Cracking). Proses pengolahan air buangan dilakukan secara fisika, kimia, dan biologi untuk menghasilkan air buangan yang memenuhi peraturan yang berlaku.



3.



Sour Water Stripper (SWS) SWS merupakan unit yang berguna untuk menurunkan kandungan pencemar air limbah sebelum diolah di IPAL terutama untuk parameter sulfide dan ammonia. Selain itu, hasil dari pengolahan SWS dapat dimanfaatkan kembali untuk mencuci crude dari kandungan garam dalam desalter.



4.



Corrugated Plate Interceptor (CPI) Pembangunan CPI juga berguna untuk menurunkan beban pencemaran air. Air limbah proses yang berasal dari sump di unit produksi, akan mengalami pretreatment sebelum masuk ke IPAL. Dalam CPI, air limbah akan mengalami pemisahan dari minyak dan padatan sehingga akan meringankan beban kerja IPAL



5.



Pembakaran Flare Kilang SRU atau Sulfur Recovery Unit menghasilkan buangan berupa gas metana. Oleh karena itu, dilakukan pengelolaan gas buangan berbahaya ini dengan cara dibakar di flare agar gas metana tidak tersebar luas ke udara dan membahayakan kesehatan para pekerja hingga masyarat sekitar dalam konteks yang lebih luas. 141



Benedicto Anggita Prayoga Saragih 15316023 6.



Pengelolaan Limbah B3 Pengelolaan limbah B3 dilaksanakan dengan pengumpulan, pewadahan, dan penampungan limbah di TPS B3 dalam kilang PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap, lalu kemudian diangkut oleh pihak ketiga seperti PPLI misalnya.



7.



Pengelolaan Limbah Non B3 Pengelolaan limbah non B3 dilaksanakan dengan upaya pemilahan sampah perkantoran dalam area kilang, serta pemanfaatan galon air juga coffee maker machine dengan tujuan mengurangi pemakaian kemasan single use plastic yang tidak ramah lingkungan serta menambah beban buangan limbah domestik.



Gambar IV.8 Waste Water Treatment (WWT) di Area RFCC (Sumber : Penulis melakukan pengambilan gambar secara langsung)



142



Benedicto Anggita Prayoga Saragih 15316023



Gambar IV.9 Pengolahan Limbah B3 berupa Spent Catalyst (Sumber : Penulis melakukan pengambilan gambar secara langsung) 4.3.2 Sasaran Lingkungan dan Rencana untuk Mencapainya 4.3.2.1 Sasaran Lingkungan Penetapan tujuan dan sasaran lingkungan salah satunya mempertimbangkan masukan dari pihak eksternal, baik itu masyarakat, mitra kerja, konsumen maupun pemerintah. Tujuan dan Sasaran PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap terdapat dalam kebijakan hijau, diantaranya : 1.



Melaksanakan pencegahan pencemaran dan terjadinya kerusakan lingkungan di area kerja secara berkesinambungan.



2.



Meningkatkan efisiensi energi secara terus menerus, mendukung semua kegiatan operasi dalam lingkungan kerja yang aman, handal dan nyaman serta menerapkan teknologi terbaik yang lebih efisien dan ramah lingkungan.



3.



Melakukan



kajian,



pemilahan,



teknologi,



dan



benchmarking



untuk



mengurangi emisi yang berasal dari kegiatan operasional lain berupa Gas Rumah Kaca (GRK) dan Gas Pencemar Konvensional. 4.



Melakukan pengendalian serta peningkatan kinerja pengelolaan limbah B3 dan limbah padat non B3 secara berkesinambungan. 143



Benedicto Anggita Prayoga Saragih 15316023 5.



Melakukan berbagai kajian, penerapan teknologi konservasi air, serta melakukan benchmarking dengan perusahaan lain.



6.



Menjaga keanekaragaman hayati dengan memnimalisasi dampak dari kegiatan operasional.



4.3.2 Perencanaan untuk Pencapaian Sasaran Lingkungan 1.



Pengelolaan Air Limbah Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) berasal dari FOC yang terdiri dari SWS dan Desalter. Debit yang masuk ke unit IPAL tidak menentu tergantung dengan proses produksi sehingga cenderung fluktuatif. Debit limbah yang masuk dihitung menggunakan flow meter dan dicatat setiap 30 menit sekali selama 24 jam. Kapasitas dari IPAL FOC adalah 4.000m3/hari. Sedangkan kondisi aktualnya dalam satu hari debit limbah yang masuk dapat mencapai 5.000-6.000m3/hari. Air Limbah dari SWS FOC I dan FOC II mengalir ke equalitation tank sedangkan limbah desalter FOC I dan FOC II mengalir ke unit API. Limbah cair yang berasal dari Desalter FOC I dialirkan ke unit API menggunakan sistem gravitasi karena tekanan awal 0,42kg/cm2 yang dimiliki oleh air limbah ini mampu dialirkan ke unit API dan limbah cair yang berasal dari Desalter FOC II dialirkan ke unit API menggunakan pompa sentrifugal. Pompa ini berjumlah 2 unit, 1



144



Benedicto Anggita Prayoga Saragih 15316023 bekerja, dan 1 lagi standby. Berikut adalah skema unit IPAL di PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap :



Gambar IV.10 Flow Diagaram Unit IPAL PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap (Sumber : PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap) Lumpur yang terendapkan di zona Iumpur API Separator dipompakan ke unit Pengental Pasir. Sistem penyisihan ini secara fisik menggunakan perbedaan densitas, sehingga lumpur/pasir/padatan tersuspensi akan mengendap. Efisiensi penyisihan dari lumpur ini dapat mwdencapai lebih dari 90%, sehingga air yang keluar dari bak ini lebih jernih dari kondisi awal dan lumpur yang keluar menjadi lebih kuat. Nilai hydraulic loading pada pengental pasir berkisar antara 2-10 m/m/hari. Menurut Qasim (1985), solids loading pada Pengental Pasir adalah 15150 kg m2/ hari. Dalam desain IPAL PT Pertamina RU IV, unit Pengental Pasir yang akan digunakan berbentuk lingkaran. Kemudian lumpur yang telah diolah di pengental pasir akan masuk ke Belt Press Primary untuk dikeringkan dan mengurangi volume lumpur tersebut menjadi sludge cake. Lumpur yang telah di keringkan dari Belt Filter Press Primary akan dialirkan secara gravitasi ke Sump Pit Primary kemudian dialirkan ke unit API. Air limbah yang berasal dari API kemudian dialirkan ke unit CPI Separator yang 145



Benedicto Anggita Prayoga Saragih 15316023 berjumlah 2 unit. Kegunaan dari unit ini adalah untuk mengurangi dan memisahkan kembali minyak yang terbawa air buangan dengan cara campuran minyak dari air akan dialirkan diantara plat-plat tersebut. Karena perbedaan densitasnya, partikel bergerak ke atas, lapisan air tetap berada di bawahnya dan partikel yang berat serta solid akan terkumpul ke bagian paling bawah sebagai sludge, kemudian air yang sudah dipisahkan dari minyak masuk ke bak equalisasi untuk proses selanjutnya. Selanjutnya air limbah yang berasal dari CPI Separator akan masuk ke dalam Equalization Tank bersamaan dengan air limbah yang berasal dari SWS FOC I dan II. Pada Equalization Tank akan terjadi proses pencampuran secara fisik. Fungsi dari unit ini adalah untuk menyamakan kondisi fisik dan kimia air limbah yang berasal dari CPI Separator dan SWS sebelum diolah di unit DAF. Equalization Tank dibutuhkan agar tidak terjadi shockloading. Pada Equalization Tank terdapat 3 buah surface aerator yang berfungsi sebagai mixer untuk menghomogenkan karakteristik pada air limbah dan juga untuk mencegah terbentuknya suasana aerob pada bak ini. Setelah melalui Equalization Tank, limbah cair dialirkan ke DAF dengan menggunakan pompa sentrifugal, dimana pompa sentrifugal ini terdiri dari 2 unit. DAF digunakan untuk menyisihkan suspended solid yang mengandung minyak dari limbah cair dengan cara mengangkat partikel kecil yang tidak dapat mengendap secara gravitasi. Pada sistem ini, udara dilarutkan ke dalam limbah cair dengan tekanan cukup tinggi dan dilepaskan pada tekanan atmosfir di dalam 146omest pengapungan. Kemudian hasil lumpur dari proses DAF masuk menuju pengental pasir dan minyak masuk ke Oil Storage Tank yang kemudian ke Slope Tank. Air limbah hasil pengolahan DAF masuk ke unit aeration tank. Limbah yang masuk ke Aeration Tank masih mengandung zat organik terukur sebagai BOD, COD. Dan Amonia yang masih diatas baku mutu. Aeration Tank tersebut memiliki prinsip lumpur aktif dengan menggunakan jenis mikroorganisme yang mampu mendegradasi 146omesti, phenol, merkuri, dan zat organik lainnya. Setelah itu air limbah akan masuk kedalam sedimentation tank untuk memisahkan MLSS. Lumpur yang masih mengandung mikroorganisme akan dikembalikan ke Aeration tank, sedangkan yang sudah tidak terdapat mikroorganisme akan 146



Benedicto Anggita Prayoga Saragih 15316023 mengendap dan dialirkan ke sluge thickener dan masuk ke belt press secondary. Konsep dari sludge thickener sama dengan pengantal pasir. Perbedaan dari kedua unit tersebut adalah pada sludge thickener jenis partikel yang diolah adalah partikel flok sedangkan pada pengental pasir yang diolah adalah partikel diskrit. Setelah itu air yang sudah melalui unit IPAL akan masuk ke dalam clean water tank untuk ditampung sementara sebelum dialirkan ke holding basin dan cooling water tank.



Karakteristik Air Limbah PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap Desain yang digunakan unit IPAL di PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap berasarkan karakteristik dapat dilihat pada Tabel dibawah : Tabel IV.2 Desain Perencanaan IPAL Berdasarkan Karakteristik Influent Limbah No.



Parameter



Satuan



Desain



1.



Debit



m3/hari



4000



2.



pH



-



6-9



3.



BOD5



mg/l



600



4.



COD



mg/l



1000



5.



Minyak dan Lemak



mg/l



1000



6.



Ammonia



mg/l



100



7.



Temperatur



oC



40



8.



Sulphida



mg/l



15



9.



Fenol



mg/l



70



10.



Hg



mg/l



0.025



11.



TSS



400



147



Benedicto Anggita Prayoga Saragih 15316023 (Sumber : PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap Kualitas air limbah yang masuk ke dalam IPAL dipengaruhi oleh bahan baku yang digunakan di FOC I dan II. Semakin jelek bahan yang digunakan maka semakin tinggi kadar pencemar yang masuk ke dalam IPAL.



Setiap bulan, PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap melakukan pemantauna terhadap kadar influent dan effluent libah pada unit IPAL. Hal tersebut dilakukan untuk memastikan bahwa air limbah yang akan dikeluarkan ke badan air sudah memnuhi baku mutu, sehingga tidak menimbulkan pencemaran. Sampling influent dilakukan pada titik kordinat 07°42’13” LS dan 108°59’43” BT. Sedangkan untuk titik kordinat pemantauan effluent berada dititik 07°42’13” LS dan 108°59’37” BT. Sampel yang telah diambil dititik kordinat dibawa ke laboratorium pemerintah dan laboratorium milik pribadi di PT Pertamina RU IV Cilacap untuk dilakukan analisis dan perhitungan terhadap kadar pencemar yang masuk dan keluar dari IPAL. Terdapat beberapa parameter yang diukur dari sampel tersebut, yaitu: BOD5, COD, minyak, H2S, NH3, Phenol, pH, dan suhu.



Baku mutu yang harus dipenuhi adalah Baku Mutu Pembuangan Air Limbah dari Kegiatan Pengolahan Minyak Bumi, Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No.19 Tahun 2010 dan Peraturan Daerah Jawa Tengah No. 5 Tahun 2012. Berikut adalah hasil pengukuran influent dan effluent dari IPAL pada Bulan Maret 2018 – April 2019 yang dapat dilihat pada kedua tabel dibawah :



148



Benedicto Anggita Prayoga Saragih 15316023



Tabel IV.3 Hasil Pengukuran Influent dari IPAL pada Bulan Maret 2018-April 2019



No



Parameter



1 2



BOD 5 COD Minyak & Lemak Sulfida Terlarut Amonia Phoneol Total pH Suhu



3 4 5 6 7 8



Maret 18



April 18



Mei 18



Juni 18



Juli 18



Agustus 18



629 2892



231,4 2554



522,5 2597



449 1356



350,1 612,2



354,3 509,8



8,59



14,4



13,34



27,98



45,91



48,89



0,032 39,3 589.8 8,6 39



0,043 49,82 741,7 8,8 36



0,059 42,57 632,6 8,9 39



0,007