Laporan Magang Perah Kelompok [PDF]

  • Author / Uploaded
  • Amir
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Co- Asistensi Magang Profesi Wajib Sapi Perah



LAPORAN MAGANG PROFESI WAJIB BIDANG PELAYANAN KESEHATAN SAPI PERAH DI KPBS PANGALENGAN



OLEH: ANDI HASRAWATI



C 034 171 002



MULIANI



C 034 171 003



ANDI ATIKAH KHAIRANA



C 034 171 005



AMINUL RAHMAN



C 034 171 021



PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN UNIVERSITAS HASANUDDIN 2018



LAPORAN MAGANG PROFESI WAJIB BIDANG PELAYANAN KESEHATAN SAPI PERAH DI KPBS PANGALENGAN



OLEH:



ANDI HASRAWATI



C 034 171 002



MULIANI



C 034 171 003



ANDI ATIKAH KHAIRANA



C 034 171 005



AMINUL RAHMAN



C 034 171 026



PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN UNIVERSITAS HASANUDDIN 2018



2|Page



KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat, taufiq dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan praktik lapangan pelayanan kesehatan sapi perah sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Tidak lupa sholawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, besrta para keluarga, para sahabatnya dan para pengikutnya, semoga penulis senantiasa menjadi pengikutnya sampai akhir jaman nanti. Keberhasilan penyusun laporan magang wajib koasistensi tidak lepas dari dukungan dan bimbingan dari pihak lain, oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1.



Prof. Dr. Andi Asadul Islam, Sp. BS, sebagai Dekan Fakultas Kedokteran Unhas, yang memfasilitasi dengan kebijakan-kebijakannya.



2.



Drh. Dwi Kesuma Sari, selaku Ketua Program Pendidikan Dokter Hewan



Unhas



yang



memberikan



pengaruh



positif



terhadap



perkembangan program studi dan mahasiswa khususnya. 3.



Drh. Muhammad Muflih Nur, selaku Dosen Pembimbing Koasistensi Bidang Magang Profesi Wajib Sapi Perah, atas bimbingan dan arahan-Nya



mulai



proses



praktik



kerja



lapangan



pelayanan



kesehatan sapi perah hingga tersusunnya laporan ini. 4.



Drh. Asep Rahmat Khaeruddin, selaku manager



keswan dan



segenap staf Koperasi Peternakan Bandung Selatan yang telah membantu dalam pelaksanaan kerja praktik lapangan pelayanan kesehatan sapi perah. 5.



Drh. Tri Abadi, Drh Triyono, Drh Asep Yayan Ruhyana, Drh Yusnita Sari, pak Rodi, pak Ajang, pak Sofyan selaku pembimbing lapangan pada praktik kerja lapangan pelayanan kesehatan sapi perah yang telah membimbing penulis dalam melaksanakan kegiatan.



6.



Setiap Karyawan KPBS Pengalengan yang telah banyak membantu selama prosesPKL berlangsung.



7.



Semua pihak yang tidak tersebutkan nama-Nya satu persatu.



3|Page



Harapan penulis semoga laporan ini dapat memberikan informasi mengenai keadaan nyata di lapangan.Penulis menyadari bahwa dalam laporan masih terdapat kekurangan, sehingga kritik dan saran yang bersifat



membangun



sangat



diharapkan



untuk



perbaikan



laporan



selanjutnya.



Makassar, 03 JULI 2018



Penulis



4|Page



DAFTAR ISI



Halaman Sampul ................................................................................ 2 Kata Pengantar................................................................................... 3 Daftar Isi ............................................................................................. 5 Daftar Tabel ........................................................................................ 4 Daftar Gambar .................................................................................... 4 Daftar Lampiran ................................................................................. 4 1 Pendahuluan ................................................................................... 6 1.1 Latar Belakang ............................................................................... 6 2 Tinjauan Umum ............................................................................ 8 2.1 Lokasi KPBS Pangalengan ............................................................ 8 2.2 Aktivitas Rutin KPBS Pangalengan................................................ 9 2.3 Penyakit Endemis di KPBS Pangalengan ..................................... 10 3 Pembahasan ................................................................................. 13 3.1 Waktu Pelaksanaan ....................................................................... 13 3.2 Kasus Klinis Veteriner .................................................................... 13 3.3 Kasus Reproduksi Veteriner .......................................................... 19 4 Penutup............................................................................................ 25 4.1 Kesimpulan .................................................................................... 25 4.2 Saran ............................................................................................. 25 Daftar Pustaka .................................................................................... 26



DAFTAR TABEL 1 Jumlah kasus reproduksi di KPBS Pangalengan .............................. 11 2 Kasus Klinis di KPBS bulan Februari - Maret .................................... 13 3 Kasus Reproduksi di KPBS bulan Februari - Maret .......................... 19 DAFTAR GAMBAR 1 KPBS Pangalengan .......................................................................... 8 2 Peta wilayah kerja KPBS Pangalengan ............................................ 9 DAFTAR LAMPIRAN 1 Dokumentasi Kegiatan ...................................................................... 29



5|Page



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan populasi dan produksi sapi perah di Indonesia dari tahun ke tahun mengalami kemunduran. Produksi susu sapi nasional pada tahun 2012 sebanyak 959.73 ribu ton mengalami penurunan sekitar 1.54% dibandingkan produksi tahun 2011 sebesar 974.70 ribu ton (Ditjen PKH 2013). Produksi susu tersebut, hanya mencukupi 21% bahan baku industri susu dalam negeri, sedangkan 79% masih harus diimpor (Primandari 2013). Dampak negatif terjadinya peningkatan impor susu adalah terkurasnya devisa negara, ketergantungan kepada susu dari negara lain, dan hilangnya lapangan pekerjaan jika peternakan sapi perah di Indonesia tidak berkembang (Ahmad & Hermiyetti 2008). Populasi dan produktivitas sapi perah di Indonesia harus ditingkatkan untuk mengurangi dampak tersebut. Upaya peningkatan produktivitas sapi perah dapat dilakukan antara lain dengan meningkatkan populasi sapi perah melalui perbaikan efisiensi reproduksi baik secara genetik maupun manajemen (Praharani et al. 2010). Efisiensi reproduksi adalah ukuran kemampuan seekor sapi untuk bunting dan menghasilkan keturunan sehat dalam waktu satu tahun (Niazi & Aleem 2003).Pemantauan efisiensi reproduksi peternakan sapi perah di Indonesia sebagai upaya peningkatan penampilan produktivitas belum banyak dilakukan.Pemantauan efisiensi reproduksi



merupakan



faktor



penting



untuk



mengetahui



tingkat



keberhasilan suatu peternakan sapi perah. Parameter yang biasa digunakan untuk mengukur efisiensi reproduksi adalah service per conception (S/C) dan conception rate (CR%) (Jainudeen & Hafez 2000).Service per conception (S/C) merupakan jumlah inseminasi yang dibutuhkan untuk terjadinya satu kebuntingan, dengan nilai S/C yang ideal adalah



mendekati



1.Conception



rate



(CR%)



merupakan



angka



kebuntingan hasil IB pertama, dengan nilai CR yang ideal adalah di atas 50%. Kedua parameter tersebut dan hubungannya dengan produktivitas sapi perah pada lokasi peternakan rakyat di Koperasi Peternakan



6|Page



Bandung Selatan (KPBS) Pangalengan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat dipelajari pada penelitian ini.Wilayah KPBS Pangalengan merupakan salah satu sentra sapi perah di Indonesia, dengan jenis sapi Friesian Holstein. Wilayah kerja KPBS Pangalengan meliputi 3 kecamatan yaitu Kecamatan Pangalengan, Kecamatan Kertasari, dan Kecamatan Pacet yang terbagi dalam 5 wilayah (rayon) dan 37 tempat pelayanan koperasi (TPK). Wilayah tersebut dikelilingi pegunungan dengan ketinggian 1000 – 1420 meter di atas permukaan laut, dengan suhu rata-rata berkisar 12 – 28 °C dan kelembapan 60 – 70% (KPBS 2011). Kondisi dengan karakteristik tersebut cocok untuk peternakan sapi perah yang tentunya akan menentukan tingkatan efisiensi reproduksi dan produktivitas sapi perah.



7|Page



BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Lokasi KPBS Pangalengan



Gambar 1. Koperasi Peternakan Bandung Selatan Pangalengan



A.



Letak Geografis KPBS Pangalengan terletak di Kecamatan Pangalengan yang



berjarak sekitar 51 km arah selatan Kota Bandung dan 23 km dari kota Soreang



ibukota



Kabupaten



Bandung.



Kecamatan



Pangalengan



berbatasan dengan Kecamatan Pasir Jambu di sebelah barat, Kecamatan Cimaung di sebelah Utara, serta Kecamatan Pacet dan Kecamatan Kertasari di sebelah Timur.Wilayah kerja KPBS dikelilingi gunung dengan ketinggian di atas permukaan laut antara 1000-1420 meter.Suhu udara antara 12-28 derajat Celcius.basah udara (kelembanan) anatar 60-70 %. Kondisi alam tersebut selain cocok untuk perkembangan sapi perah juga cocok untuk perkebunan serta tanaman sayuran dengan didukung oleh keadaan geografis yang cocok untuk beternak tersebut maka KPBS pun maju



melesat



menjadi



penyokong



Pangalengan yang notabene sebuah desa.



8|Page



perekonomian



masyarakat



Gambar 2. Peta wilayah kerja KPBS Pangalengan, Jawa Barat



Wilayah kerja meliputi 3 kecamatan yaitu : 



Kecamatan Pangalengan







Kecamatan Kertasari







Kecamatan Pacet



2.2 Aktivitas Rutin KPBS Pangalengan Kegiatan KPBS menerapkan konsep agribisnis dan agroindustri. Konsep ini terbagi dalam beberapa tahap, yakni pra budidaya, proses budidaya dan pemasaran hasil budidaya. Tahapan-tahapan dalam proses produksi di KPBS adalah sebagai berikut: a.



Pra-budidaya merupakan Pelayanan dan Usaha koperasi dan/atau kerjasama dengan pihak ketiga, meliputi : 



Penyediaan Bibit







Penyediaan Pakan Ternak







Penyediaan Peralatan







Penyediaan Obat-obatan



9|Page



b.



Proses-budidaya merupakan usaha anggota dan koperasi, meliputi: 



Manajemen Koperasi







Penyediaan Hijauan







Manajemen Beternak Sapi Perah







Penyetoran Susu Ke Tempat Pelayanan Koperasi (TPK) terdekat



c.







Pelaporan Ternak yang sakit, berahi, kelahiran, mutasi, dsb







Penampungan susu







Angkutan susu







Pengolahan susu



Pemasaran



hasil



budidaya



merupakan



usaha



koperasi



atau



kerjasama dengan pihak ketiga, meliputi :  Pemasaran ke Industri Pengolahan Susu (PT. Frisian Flag Indonesia & PT. Ultrajaya)  Pemasaran ke non-IPS (Home Industry, Distributor, dll)  Angkutan d.



Penunjang usaha merupakan Pelayanan dan Usaha koperasi atau kerjasama dengan pihak ketiga, meliputi :  Pendidikan dan Latihan  Penyuluhan dan Pendampingan  Pelayanan dan Usaha Kesehatan Anggota  Pelayanan dan Usaha Kesehatan Ternak  Asuransi  Pelayanan dan Usaha kebutuhan anggota  Bank Perkreditan Rakyat



2.3 Penyakit Endemis di KPBS Pangalengan Penyakit reproduksi di KPBS Pangalengan yang memiliki frekuensi tinggi selama tahun 2010-2012 adalah hipokalsemia atau milk fever 3744 kasus, retensio sekundinae sebanyak 3482 kasus, abortus sebanyak 3136 kasus, mastitis sebanyak 3019 kasus, dan endometritis sebanyak 2820 kasus. Penyakit yang frekuensi kejadiannya lebih tinggi pada musim hujan 10 | P a g e



dibandingkan dengan musim kemarau sebagian besar merupakan penyakit dan gangguan yang disebabkan oleh infeksi mikroorganisme dan kegagalan fungsi hormon. Penyakit dan gangguan reproduksi tersebut yaitu retensio secundinae, abortus, mastitis, endometritis, hipofungsi dan aplasia ovari, anestrus, mumifikasi fetus, piometra, kista ovari, corpus luteum persistent, torsio uteri, vulvovaginitis, milk let down failure, dan repeat breeding. Sedangkan penyakit dan gangguan yang memiliki kejadian lebih tinggi pada musim kemarau dibandingkan pada musim hujan umumnya diakibatkan oleh kekurangan asupan pakan dan nutrisi yaitu hipokalsemia, ketosis, distokia, kelahiran prematur, metritis, prolapsus uteri, dan ruptura uteri. Tabel. 1 Rekapitulasi Pelayanan Kasus Selama Bulan Februari - Maret Count of ID sapi Subsistem



Bulan Kasus Penyakit



1 Gastroentetritis



Grand



18



total 15



44



3



5



8



Indigesti



187



173



360



Kolik



25



50



75



Tympani



17



21



38



Entheritis



110



106



216



Arthritis



64



60



124



LDA



8



2



0



Atoni Rumen



6



1. Total



499 2 Pneumonia



2. Total 3 Bursitis et atritis



11 | P a g e



Maret



29



Helminthiasis



3. Total



Feb18



6 432



881



15



15



15



15



3



6



9



Panaritium/ foot root



44



46



90



Laminitis



41



79



120



70



86



156



Kering kandang



19



20



39



Mastitis



183



120



303



4



4



8



206



144



350



Absess et Hygroma



61



66



127



Dermatitis



7



20



27



Myositis



2



Milk let down Failure 4. Total



5. Total



70



86



156



Alergi



2



4



6



Avitaminosis



2



13



15



Hypocalcemia



60



48



108



Intoxicasi



2



12



14



Ketosis



5



7



12



Paralisis/ paraplepia



39



26



65



110



110



220



Abortus



73



62



135



Diskotia



11



24



35



Endometritis



86



75



161



Hypo et Aplasia Ovari



17



21



36



Metritis



3



6



9



Mummifikasi



5



12



17



Post Partus



466



417



883



Pre Partus



107



109



216



3



3



6. Total



Prolapsus Uteri Pyometra



6



5



11



Retensia Secundinae



55



40



95



Silent Heat



21



18



39



2



2



3



9



Vulvovaginitis



12 | P a g e



2



Pencegahan Abortus



6



Repeat Breaader



2



Anestrus



21



2 20



41



Prematur



10



4



14



7.Total



889



821



1710



Grand Total



1827



1724



3551



13 | P a g e



BAB III PEMBAHASAN 3.1 Waktu Pelaksanaan Waktu pelaksanaan magang profesi wajib bidang pelayanan kesehatan sapi perah dimulai tanggal 26Maret sampai dengan 20April 2018 di Koperasi Peternakan Bandung Selatan (KPBS) Pangalengan yang terdiri dari 4 orang mahasiswa koasistensi dan 2 orang dokter hewan, serta 4 orang paramedis selaku pembimbing lapangan 3.2 Kasus Klinik Veteriner Tabel 2. Kasus Klinik di KPBS Pangalengan bulan Maret- April 2018 No. 1.



2.



Kasus



Pengobatan



Left Displasia



Operasi metode right flank



Abomasum



omentopexy



Laminitis, foot root,



• Pemberian



dan podododermatitis,



pakan



yang



kaya serat • Antibiotik penstrep



Arthritis



• Analgesik 3.



Rumen Asidosis







Obat



kembung,



yeast,



vitamin,



A.



4.



Hipokalsemia







Calcium, Vit.comp



5.



Ketosis







Calcium, dextrose, B12



6.



Abses







Cotrimoxazole



7.



Mastitis







Infalgin, b12,



8.



Pneumonia







Infadril, b12, Phenylinjek



9.



Tympani







Vitol, Infadril



10.



Enteritis







Penstrep, Vitol, RL



Left Displaciation Abomasum (LDA) Left displaced abomasum (displasia abomasum) merupakan salah



satu penyakit yang sering terjadi pada sapi perah terutama di masa awal laktasi atau beberapa minggu post partus. Displasia abomasum atau yang sering disebut tibalik kadut (sunda) atau juga lambung geser adalah berpindahnya



atau



bergesernya



letak



abomasum



ke



posisi



abnormal.Kejadian displasia abomasum biasanya diawali dengan adanya 14 | P a g e



atoni abomasum dan timbunan gas sehingga abomasum mudah sekali bergeser.Pergeseran letak abomasum dapat ke bagian perut sebelah kiri maupun bergeser ke sebelah kanan atau dapat disertai dengan perputaran. Letak abomasum secara normal adalah di bagian ventral rongga perut sebelah kanan, diantara rusuk ke 7 sampai dengan 11.Penyebab LDA bermacam-macam, tetapi penyebab utamanya ialah asupan pakan sesudah dan sebelum sapi partus.Periode transisi yang terjadi 2 minggu sebelum beranak hingga 2-4 minggu pascamelahirkan adalah periode risiko utama dalam etiologi LDA.Jumlah pemberian konsentrat yang berlebihan selama periode prepartum meningkatkan risiko displasia abomasum kiri.Distensi gas dan hypomotility dari abomasum mungkin dikarenakan tingkat konsentrat pada pakan yang tinggi untuk sapi perah pada akhir kebuntingan (Radostits, 2006). Hypocalcemia biasanya terjadi pada sapi perah dewasa saat kelahiran. Level Ca dalam darah berpengaruh pada motilitas abomasum. Motilitas normal memerlukan 1,2 mmol Ca/ L dan di bawah itu akan menyebabkan



motilitas



abomasum



hilang.



Sapi



yang



mengalami



hypocalcemia mempunyai resiko 4-8 kali lebih besar untuk mengalami LDA (Radostits, 2006). LDA paling sering ditemukan pada sapi perah produksi tinggi, tetapi juga dapat dijumpai pada sapi potong (Timothy, 1999).



Signalement Nama Pemilik : Nomor sapi



: 1234



Jenis hewan



: Sapi perah



Ras



: Friesian Holstein



Jenis kelamin : Betina Komda



Anamnesa



15 | P a g e



: Cipanas



Jumat 30 Maret terdapat laporan dari peternak daerah cipanas bahwa sapi milik Ibu euis romlah nafsu makannya menurun dan dalam beberapa hari terakhir produksi susunya berkurang.Sapi tersebut partus seminggu yang lalu. Setelah dilakukan pemeriksaan, perut bagian kiri kembung dan saat pemeriksaan secara perkusi dan auskultasi di intercostae ke-11 hingga ke-13 terdengar suara ping sound sangat jelas. Diagnosa Diagnosa tersebut didasarkan pada saat masa post partus sapi diberi pakan konsentrat dalam jumlah besar untuk memacu peningkatan produksi susu. Konsentrat yang dimakan tidak mengalami remastikasi setelah masuk rumen namun langsung masuk ke reticulum.Sehingga volume rumen kecil.rongga abdomen yang seharusnya terisi oleh rumen menjadi yang kosong kemudian abomasum yang bergeser dari kanan ke kiri mengisi rongga tersebut. Selain itu setelah melahirkan nafsu makan sapi tersebut perlahan menurun sehingga menyebabkan sapi menjadi lemah.Selain itu, sebelum terjadi kelahiran, sapi mengalami hipokalsemia serta pada saat kelahiran terjadi distokia.Hal ini merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya LDA.Berdasarkan pemeriksaan klinis serta berdasarkan anamnesis maka diagnosa yang diambil adalah Left Displaced Abomasum (LDA). Tindakan / Terapi Terapi yang diberikan pemberian penstrep secara IM dan alamicyn spray (oxytetracycline) pada luka operasi. Pencegahan yang dapat dilakukan yaitu pengaturan diet seimbang pakan hijauan dan konsentrat agar volume rumen bisa meningkat dan mencegah abomasum berpindah karena rongga abdomen kosong.Pronogsa kasus Displasia Abomasum adalah fausta. Keadaan sapi yang mengalami left displasia abomasum setelah dilakukan penanganan dengan teknik bedah abomasopexy flank kanan kondisinya mulai membaik tiap harinya. Kondisi sapi dikatakan membaik setelah dilakukan pengamatan pasca operasi selama 3 hari, dengan



16 | P a g e



indikator pengamatan pemeriksaan fisik yang meliputi : pemeriksaan suhu, mukosa



mata,



nafas,



dan



denyut



jantung,



pengamatan



dengan



memperhatikan nafsu makan, luka jahitan serta defekasi dan urinasi.



Teknik operasi Right Flank Omentopexy 



Cukur rambut di daerah flank kanan (di sekitar tempat incisi) hingga bersih







Lakukan anastesi lokal atau bisa juga dengan anastesi regional (metode L terbalik)







Desinfeksi kulit disekitar tempat incise menggunakan alcohol dan povidon secara bergantian dan dilakukan melingkar dari tengah ke samping luar, pasang kain penutup operasi







Incisi



daerah flank kanan sekitar 15-20 cm hingga memotong



kulit, muskulus dan peritoneum 



Eksplorasi rongga abdomen dengan tangan kiri, identifikasi posisi abomasums



kemudian



lakukan



pengeluaran



gas



dengan



meggunakan jarum yang dihubungkan dengan selang (hati-hati saat memegang ujung jarum, jangan sampai menusuk organ lain). 



Ujung selang masukkan kedalam air untuk mendeteksi adanya gas yang keluar. Lakukan pengeluaran gas semaksimal mungkin. Setelah gas dikeluarkan, jarum di tarik keluar, Lakukan reposisi abomasum.







Cari pylorus dan omentum, pilih bagian omentum yang tebal kirakira 5-7 cm dorsal dan caudal dari pylorus kemudian jahitkan dengan dinding abdomen. Buatlah jahitan pada dua titik. Apabila kurang yakin, lakukan penjahitan pada bagian pylorus (usahakan hanya menusuk pada bagian muskularis saja, dan gunakan benang nylon monofilament)







Masukkan cairan fisiologis+antibiotic kedalam rongga perut untuk menjaga kelembaban organ dan mencegah infeksi.







Lakukan penutupan dinding perut (peritoneum-muskulus-kulit)



17 | P a g e



Terapi yang diberikan post operasi yaitu pemberian infus infadex (dextrose) yang dicampur B12 sebagai terapi suportif, selain itu pemberian penstrep secara IM dan alamicyn spray (oxytetracycline) pada luka operasi.Pencegahan



yang



dapat



dilakukan



yaitu



pengaturan



diet



seimbang pakan hijauan dan konsentrat agar volume rumen bisa meningkat dan mencegah abomasum berpindah karena rongga abdomen kosong.Pronogsa kasus Displasia Abomasum adalah fausta. 3.3 Kasus Reproduksi Veteriner Tabel 3. Kasus Reproduksi di KPBS Pangalengan bulan Juni 2017 No. 1.



Kasus Endometritis



Pengobatan  antibiotik  analgesik  antipiuretik  Flushing intrauterine menggunakan antibiotic dan pgf2@



2.



Mastitis







penstrep,infalgin, oxytoxin



3.



Retensi Plasenta







Antibiotik, oxytoxin, vitol



4.



Distokia







Reposisi, vit.b12



5.



Hipofungsi ovarium







Pgf2@, Vit. Bcom



6.



Prolapsus Vagina



 Lidokain, Phenylinjekt



7.



Sistik ovari







Pgf2@



A. Endometritis Endometritis



merupakan



peradangan



pada



lapisan



endometrium.Endometritis hanya melibatkan endometrium dan jaringan kelenjar



dibawah



permukaan,



sedangkan



metritis



melibatkan



endometrium, jaringan kelenjar dan lapisan otot.Perbedaan keduanya hanya digunakan secara teoritis sebab dalam prakteknya sulit dibedakan. Adapun penyebab terjadinya endometritis ialah jumlah mikroorganisme yang tinggi seperti bakteri, virus, fungi dan protozoa yang hanya dapat



18 | P a g e



dlihat dari melalui kultur uteri dengan pengamatan mikroskopik (Ratnawati et al. 2007; Laven,2014; Abidine,2018). Endometritis merupakan penyebab utama infertilitas pada sapi betina. Adapun faktor- faktor kerentangan terjadinya endometritis ialah adanya kelainan konformasi sistem reproduksi, kontraksi miometrium yang lemah,



gangguan



sitem



kekebalan



tubuh,



produksi



lender



yang



berlebihan, pembersihan mukosiliar dan fungsi serviks yang abnormal (Abidine,2018) Gejalanya klinis endometritis meliputi leleran lendir berwarna jernih keputihan sampai purulen (kekuningan) yang berlebihan, dan dengan palpasi uterus mengalami pembesaran (peningkatan ukuran).Sapi bisa tampak sehat, walaupun dengan leleran vulva purulen dan dalam uterusnya tertimbun cairan. Gejala lain yang mungkin terlihat khususnya pada endometritis akut adalah suhu yang meningkat disertai demam, poliuria, nafsu makan menurun, produksi susu menurun, denyut nadi lemah, pernafasan cepat, ekor sering diangkat, dan selalu merejan. Salah satu gejala endometritis klinis adalah discharge mukopurulen pada pemeriksaan pada 21 hari atau lebih pasca melahirkan.Leleran ini bervariasi dari putih ke kuning, tetapi bisa juga merah muda atau merah dan berwarna darah.Bergantung pada tingkat keparahan, leleran juga terkadang ada bau busuk da nada pula yang tidak (Julia,dkk,2014; Laven,2018).



Gambar. 2. Discharge mukopurulen yang keluar melalui vulva () Signalement



19 | P a g e



Nama hewan



: Izvi



Jenis hewan



: Sapi



Ras/ Breed



: Hasil IB Fresian Holstein Pengalengan



Warna rambut



: Merah



Jenis kelamin



: Betina



ID Sapi



: E51963



Laktasi



: Ke-3



Umur



: 5 Tahun



Berat



: ±250



Anamnesa/ Temuan Klinis/ Pemeriksaan Klinis Peternak melaporkan sapi tersebut sebulan yang lalu mengalami kejadian premature 7 bulan dan pernah mengalami prolapsus vagina di usia kebuntingan 4 bulan, kemudian post partus mengalami retensi plasenta, dan 21 hari kemudian sapi tersebut mengalami penurunan produksi susu dan mengeluarkan discharge purulent dari vulva.



Diagnosa Diagnosa endometritis dapat dilakukan dengan pemeriksaan klinis, palpasi rektal menggunakan alat USG terhadap organ reproduksi dan pemeriksaan histopatologi atau penanaman pada media agar dari biopsi endometrium dan pemeriksaan sitologi endometrium hewan penderita untuk menemukan agen infeksi.Dari hasil pemeriksaan klinis dengan menggunakan teknik palpasi perektal didapatkan uterus yang terasa keras dan membengkak, serta adanyanya lender yang sudah mukopurulent, maka diagnosisnya ialah endometritis



Terapi Penanganan kasus ini dilakukan dengan pemberian antibiotik Penstrep-400®



(mengandung



procain



penicillin



200.000



IU



dan



dihydrostreptomycin 200 mg) secara infusi intrauterin sebanyak 3 ml, prostaglandin 2 ml dicampurkan dengan aquadest sebanyak 10 ml.



20 | P a g e



Menurut Laven (2018) terdapat beberapa cara pengobatan endometritis, yaitu pemberian antibiotik parenteral, antibiotik secara intrauteri, dan pemberian prostaglandin. Pemberian hormon prostaglandin bertujuan untuk meningkatkan kontraksi uterus sehingga terjadi pengeluaran discharge, serta menstimulasi proses phagosit oleh leukosit dan menginduksi leutolisis, sehingga progesterone menurun dan kadar estrogen meningkat (Abidine,2018). Obat antiseptis dengan maksud untuk membersihkan sisa-sisa nanah dalam uterus, kemudian diobati dengan antibiotik dengan maksud untuk membunuh mikroorganisme penyebabnya (Abdullah, et al,2015).



B. Retensi Plasenta Retensio Secundinae atau lebih dikenal dengan retensi plasenta adalah suatu kondisi dimana vili kotiledon fetus dan kripta karunkula induk mengalami kegagalan dalam pelepasan. Setelah kelahiran dan korda umbilikalis putus, maka vili kotiledon fetus akan berkerut dan menggendur disebabkan karena tidak adanya lagi suplai darah yang mengalir ke vili tersebut. Karunkula induk juga akan mengecil disebabkan suplai darah yang telah berkurang dan kripta pada karunkula berdilatasi. Vili kotiledon akan memisah dari kripta karunkula sehingga plasenta terlepas. Menurut Amin et al. (2013) kotiledon fetus biasanya akan keluar dari uterus sekitar 3 sampai 8 jam setelah partus, apabila plasenta tidak keluar selama 12 jam post partus maka dinamakan dengan delayed removal, namun ketika plasenta masih tertahan didalam uterus sampai 24 jam setelah post partus maka keadaan tersebut dianggap sebagai kondisi patologis yaitu retensio secundinae. Retensio secundinae lebih sering terjadi pada sapi perah disebabkan karena pada umumnya sapi perah lebih sering dikandangkan dan dalam waktu yang lama. Sapi yang pernah mengalami kasus retensio secundinae pada partus selanjutnya, kemungkinan besar sekitar 20 % persen akan mengalami kembali retensio secundinae. Kejadian retensio secundinae akan menyebabkan sejumlah masalah seperti terjadinya demam, penurunan berat badan, hasil susu menurun yang disebabakan



21 | P a g e



karena ada infeksi bakteri di dalam uterus. (Amin et al., 2013 ; Sammin et al., 2009 ; Toelihere, 2006). Gejala yang terlihat pada kasus retensio secundinae yaitu sapi mengalami penurunan nafsu makan, respirasi cepat, suhu meningkat, vulva bengkak, pulsus meningkat dan adanya plasenta fetus yang terlihat menggantung keluar pada vulva hingga mencapai lantai kandang, namun ada juga yang menetap berada didalam uterus dan vagina. Membran akan mengalami pembusukan sehingga akan mengeluarkan bau busuk. Menurut Toelihere (2006) pemeriksaan melalui uterus baiknya dilakukan dalam waktu 24 sampai 36 jam postpartum untuk mengetahui apakah terjadi retensi atau tidak,



pemeriksaan intravagnal setelah 48 jam ke



dalam uterus dan serviks biasanya akan sulit untuk dilakukan lagi. Tandatanda sakit ditunjukkan sekitar 75 smpai 80 persen pada sapi yang mengalami retesio, dan 20 sampai 25 persen memperlihatkan gejalagejala seperti anorexia, depresi suhu badan tinggi, pulsus meningkat, produksi susu dan berat badan menurun (Toelihere, 2006).



Gambar 2.Plasenta menggantung pada vulva (Data Pribadi : KPBS Pangalengan, 2018) Signalement Nama hewan



:-



Jenis hewan



: Sapi



Ras/ Breed



: Hasil IB Fresian Holstein Pengalengan



Warna rambut



: Hitam dan Putih



22 | P a g e



Jenis kelamin



: Betina



ID Sapi



: C4487



Laktasi



: Ke-3



Umur



: 5 Tahun



Berat



: ±250



Anamnesa/ Temuan Klinis/ Pemeriksaan Klinis Sapi perah jenis Frisien Holstein, usia 5 tahun berjenis kelamin betina terlihat lemas dan tidak nafsu makan, sapi tersebut baru saja melahirkan pada tanggal 28 Maret 2018 sekitar pukul 19.00 WIB, namun sampai tanggal 29 Maret 2018 plasenta dari fetus tidak kunjung keluar, dan



terlihat



selaput



fetus



yang



menggantung



pada



vulva,



dan



mengeluarkan bau yang sedikit menyengat.



Diagnosa Cara mendiagnosa retensio secundinae dilakukan berdasarkan anamnesa dan temuan klinis.Pemeriksaan berdasarkan temuan klinis pada sapi yang mengalami retensi menunjukan gejala penurunan nafsu makan dan terlihat lemas, pada bagian vulva sapi tersebut terdapat plasenta



yang



menggantung.Diagnosa



terhadap



secundinae juga dilakukan berdasarkan terdapatnya



kasus



retensio



secundinae yang



keluar dari vulva. Diagnosa dapat dilakukan dengan melakukan eksplorasi vaginal menggunakan tangan, karunkula yang sudah terlepas dari lapisan secundinae akan teraba permukaan yang kasar seperti beludru, sedangkan sisa dari kotiledon yang terasa licin menandakan kotiledon masih terbungkus oleh selaput fetus menandakan plasenta atau secundinae masih berada atau tertinggal di dalam vagina maupun pada uterus (Hardjopranjoto, 1995).



Terapi Penanganan pada sapi perah pasca partus adalah dengan melakukan penyuntikan preparat hormon yaitu oxytocin untuk mencegah



23 | P a g e



terjadinya retensio secundinae. Penanganan dengan teknik pengambilan secara manual melalui intravagina dilakukan saat sapi mengalami retensio secundinae atauketika plasenta masih tertahan didalam uterus lebih dari 8 sampai 24



setelah partus. Selanjutnya dilakukan pemberian antibiotik



yaitu cotrimoxazole secara intravagina sebanak 3-4 bollus.Pemberian vitamin B12 sebanyak 10 ml secara intramuscular.Penyuntikan preparat hormon oxytocin juga dapat dilakukan segera setelah partus untuk pencegahan kasus retensio secundinae (Toelihere, 2006).



C. Mumifikasi Mumifikasi fetus adalah kematian fetus pada uterus yang terjadi pada umur kebuntingan 3 bulan sampai umur kebuntingan 8 bulan. Mumifikasi fetus dapat terjadi pada beberapa spesies seperti kambing, domba, kuda, babi, anjing dan kucing. Namun, paling sering terjadi pada sapi. mumifikasi fetus merupakan gangguan reproduksi yang dapat mempengaruhi ekonomi bagi para peternak sapi perah (Krishan, 2015). Mumifikasi fetus terdiri dari dua tipe yaitu tipe hematik dan tipe papyraceous. Mumifikasi fetus tipe hematik dicirikan dengan massa berwarna coklat sehingga biasa juga disebut mumifikasi coklat. Mumifikasi hematik biasa ditemuka pada sapi (Lefebvre, 2015). Sedangkan tipe mumifikasi fetus papyraceous adalah fetus yang tertahan bersama fetus lain yang masih hidup. Secara umum mumifikasi fetus tipe papyraceous ditandai dengan adalanya kelahiran fetus dengan keadaan mati kering terbungkus oleh selubung fetus yang mengkilat (Dahiya dan Bains, 2014). Mumifikasi fetus dapat disebabkan oleh agen infeksius dan noninfeksius. Penyebab mumifikasi fetus akiat agen infeksius seperti leptospirosis, jamur dan Bovine Viral Diarhae (BVD). Sedangkan penyebab



mumifikasi



fetus



nonoinfeksius



disebabkan



oleh



ketidaknormalan hormon, kelainan kromosom, torsio umbilical cord, torsio uterus, cacat plasenta dan kelainan genetik (Kumar dkk, 2018). Menurut Manan (2002), ketika fetus bermumifikasi dinding uterus akan berkontraksi, jaringan pada fetus mengering, keras dan akan



24 | P a g e



menyerupai kulit. Dinding uterus menebal, tidak ditemukan adanya fremitus dan korpus luteum persisten. Mumifikasi fetus didalam uterus berada dalam keadaan semi lembab tanpa bau atau nanah sampai terjadi regresi spontan korpus luteum, 1 bulan atau sampai 2 tahun atau sampai diketahui atau didiagnosa adanya mumifikasi fetus didalam uterus sapi. Apabila terjadi regresi spontan korpus luteum, maka akan terlihat selaput fetus yang berwarna coklat gelap mengantung pada vulva sapi.



Anamnesa Selasa, 27 Maret 2018 petugas bernama Pak Ajang mendapatkan laporan dari peternak KPBS wilayah Cipanas, Pangalengan bahwa sapi miliknya yang sedang bunting 4 bulan dan mengeluarkan selaput yang menggantung pada vulva sapi tersebut.



Sinyalemen Nomor telinga



: 2167



Jenis hewan



: Sapi



Ras



: Friesian Holstein (FH)



Warna rambut



: Hitam dan putih



Jenis kelami



: Betina



Umur



: ≥6 tahun



Gambar3. Sapi yang mengalami mumifikasi (sumber: KPBS Pangalengan)



25 | P a g e



Temuan klinis Pada saat melakukan inspeksiditemukan adanya selaput fetus yang menggantung pada vulva. Adanya temuan klinis berupa selaput fetus yang menggantung pada vulva sapi, maka petugas melakukan palpasi melalui vagina dan ditemukan massa yang keras yang dicurigai adalah fetus yang telah mati. Posisi fetus hampir mendekati vagina dan ditemukan pula adanya cairan kental berwarna coklat pasca palpasi melalui vagina.



Gambar 4. Selaput fetus yang menggantung pada vulva (sumber: KPBS Pangalengan)



Gambar 5. Cairan kental berwarna coklat (sumber: KPBS Pangalengan)



26 | P a g e



Diagnosa Pada kasus ini, diagnosa yang dilakukan berdasarkan anamnesa dan temuan klinis. Anamnesa yang diperoleh dari peternak, bahwa sapi miliknya bunting 4 bulan.Temuan klinis, menunjukkan adanya selaput fetus yang menggantung pada vulva sapi, palpasi melalui vagina ditemukan adanya fetus yang keras dan telah mati serta berada hampir pada vagina.Ditemukan pula, cairan kental berwarna coklat.Hal ini sesuai dengan Lefebvre (2015), yang mengatakan bahwa mumifikasi fetus hematik memiliki ciri khas cairan kental berwarna coklat.



Gambar 6. Bukti pelayanan kesehatan hewan diagnosa mumifikasi fetus (sumber: KPBS Pangalengan) Penanganan Penanganan yang dilakukan yaitu dengan memberikan hormon oxcytocin sebanyak 7 ml dengan pemberian injeksi intra muscular (IM) dengan harapan fetus yang mati dan tertinggal didalam uterus dapat keluar. Setelah fetus keluar, maka dilakukanlah tindakan pengobatan dengan memberikan antibiotik penstrep® sebanyak 5 ml ditambah dengan USFA Aquades sebanyak 15 ml yang diberikan secara intrauteri. Pemberian antibiotik dilakukan sebanyak 3 kali dengan rentan waktu seminggu sekali.



27 | P a g e



Gambar 7. Mumifikasi fetus yang keluar pasca injeksi oxytocin (sumber: KPBS Pangalengan)



28 | P a g e



BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan  KPBS Pangalengan merupakan koperasi peternakan yang memiliki konsep agrobisnis dan agroindustri, dimana wilayah kerjanya terdiri 3 wilayah yaitu kecamatan Pangalengan, Kertasari dan Pacet.  Kasus klinis yang sering terjadi di KPBS Pangalengan antara lain LDA, Laminitis, Abses, dll.  Kasus Reproduksi yang sering terjadi di KPBS Pangalengan antara lain Distokia, Endometritis, Retensi Plasenta, dll. 4.2 Saran  Sebaiknya kebersihan kandang peternak lebih dijaga  Dalam mendiagnosa penyakit, diperlukan pemeriksaan lanjutan agar pengobatan yang diberikan lebih tepat pada sasaran.



29 | P a g e



DAFTAR PUSTAKA Abdullah F. F. J., Chung E. L. T., Abba Y., Tijjani A., Sadiq M. A., Mohammed K., Osman A. Y., Adamu L., Lila M. A. M. and Haron A. W, 2015, Management of Clinical Case of Endometritis in a Cow: A Case Report, Department of Veterinary Clinical Studies, Faculty of Veterinary Medicine, Universiti Putra Malaysia, 43400 Serdang, Selangor, Malaysia. 5(4): 887-890 Abidine, Kouider Zine el and Benallou Bouabdellah, 2018, Diagnosis and Treatment of Endometritis with Intra-Uterine Infusion of A Solution of Honey 70% in Mares, Veterinary Institute, Ibn Khaldoun University, 14000, Tiaret, Algeria, 9: 499 Amin R. Ul G.R. Bhat, Ajaz Ahmad, Partha Sarathi Swain and G. Arunakumari. 2013. Understanding patho-physiology of retained placenta and its management in cattle a review. Department of Veterinary Gynaecology and Obstetrics, Guru Angad Dev Veterinary and Animal Sciences University, Ludhiana, Punjab, India. Dahiya, Pushpa dan Bains, Ranjita. 2014. Conservative management of fetus papyraceous: A report two cases.Oman Medical Journal . No 2. Vol. 29: 132-134 Hardjopranjoto, S. 1995. Ilmu Kemajiran Pada Ternak. Surabaya: Airlangga University Press. Krishan, Gopal. 2015. Successful management of mummified fetus in a heifer by prostaglandin therapy and episiotomy.Veterinary Science Development. Vol. 5:5829 Kumar, Alok., Saxena, Atul., Anand, Mukul. 2018. Fetal Mummification In Cattle: Current Approach On Its Management. International Journal of ScienceEnvironmentand Technology. No 3.Vol. 7:1079– 1083 Lefebvre, Rejean, C. 2015. Fetal mummification in the major domestic species: current perspectives on causes and management. Dove press journal.Veterinary Medicine Research and Reports.Department of Clinical Sciences, Theriogenology, Faculté de Médecine Vétérinaire, Université de Montréal, Saint-Hyacinthe, QC: Canada Laven, Richard, 2018, Fertility in Dairy Herds Part7-UterineInfection, NADIS, Animal Health Skills. Laven, R. (2014) Kesuburan di Dairy Herds - Infeksi uterus. Tersedia dari: http://www.nadis.org.uk/bulletins/fertility-in-dairy-herds/part-7uterine-infection.aspx [30 Juni 2018] Melia, Juli Amrozi, dan Ligaya ITA Tumbelaka, 2014, Dinamika Ovarium Sapi Endometritis Yang Diterapi Dengan Gentamicine, Flumequine Dan Analog Prostaglandin F2 Alpha (Pgf2α) Secara Intra Uterus. Bagian Reproduksi dan Kebidanan Departemen Klinik Reproduksi dan Patologi Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor, Bogor. Vol. 8 No. 2. Manan, Djema, At.2002. Ilmu Kebidanan pada Ternak.Proyek Peningkatan Penelitian Pendidikan Tinggi Direktorat Jendral



30 | P a g e



Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional. Fakultas Kedokteran Hewan Syiah Kuala Darussalam: Banda Aceh [Buku] Sammin D, Markey B, Bassett H, Buston D. 2009.The ovine placenta and pkacentitis a review. Vet Microbiol. 135. 90-97. Doi:10.1016/j.vetmic.2008.09.054. Toelihere MR. 1985. Fisiologi Reproduksi Pada Ternak. Bandung. Angkasa



31 | P a g e



LAMPIRAN Dokumentasi Kegiatan A. LDA



32 | P a g e



B. Endometritis



Identitas Sapi



Sapi Endometritis



Pengukuran Suhu



Pengecekan Tonus Rumen



Jahitan Pasca Prolaps Vagina



Retensi Plasenta



33 | P a g e



Discharge Mukopurulent



Palpasi Rektal



Pengobatan Secara Intra Uterin



Injeksi Vitol dan Oksitetrasiklin



Kondisi Vulva Pasca Pengobatan 34 | P a g e



Penstrep+Pgf2@+ Aquades



Antibiotik



Antiseptis



Bukti Pelayanan Keswan C. Retensi Plasenta



Kandang Sapi Perah



35 | P a g e



Selaput fetus menggantung



Penanganan secara manual



Selaput fetus yang telah dikeluarkan



Pemberian Vitamin B12



Pemberian antibiotik sebanyak 4 bollus



D. Mumifikasi FOTO



KETERANGAN Tampak kandang sisi 1



36 | P a g e



Tampak kandang sisi 2



Tampak kandang sisi 3



Sapi suspect mummifikasi fetus



Plasenta yang menggantung pada vulva



Palpasi melalui vagina



37 | P a g e



Cairan kental berwarna coklat



Hormon oxytocin



Injeksi intramuskular 7 ml



Bukti pelayanan keswan diagnosa mumifikasi



38 | P a g e



Mumifikasi fetus yang telah keluar



Besi stainless + plastik sheet



Antibiotik penstrep



USFA Aquadest



Penstrep + USFA Aquadest yang telah di campur



39 | P a g e



Pemberian antibiotik intrauteri



40 | P a g e



LAMPIRAN KASUS YANG TELAH DIDAPATKAN SELAMA MAGANG No. 1.



Kasus



Gejala Klinis



Pengobatan



Left Displasia







Nafsu makan menurun



Abomasum







Suara denting (tinkling right flank



Operasi metode



sound) terdengar pada omentopexy auskultasi



rumen



dalam fosa paralumbar kiri 



Ping



zone



ditemukan saja



dapat



di



dari



mana



sepertiga



bagian bawah perut di ruang



intercostal



sampai



8



fosa



paralumbar 2.



Laminitis, foot



• Bengkak pada bagian • Pemberian pakan



root, dan



yang kaya serat



lamina kaki



podododermatitis, • Bila Arthritis



disentuh



akan mengangkat



sapi • Antibiotik penstrep



refleks kaki



• Analgesik



seperti menendang • Kronis, menyebabkan



dapat sapi



tidak dapat berdiri 3.



Rumen Asidosis







Nafsu



makan







Obat



kembung,



yeast, vitamin,



menurun 



Diare







Palpasi rumen terasa padat



4.



Hipokalsemia







Nafsu



makan



menurun 



41 | P a g e



Sapi terus berbaring







Calcium, Vit.comp



/ tidak dapat berdiri 



Biasanya, dan



Kepala



leher



sapi



terkulai kesamping 5.



Ketosis







Nafsu



makan







dextrose, B12



menurun 



Calcium,



Bau khas keton dari urin, susu ataupun nafas







Sapi terlihat gemetar hingga ambruk dan tidak mampu berdiri



6.



7.



Abses



Mastitis







Adanya luka







Bengkak







Nanah







Mammae



sapi







Cotrimoxazole







Infalgin, b12,







Infadril,



mengeras 



Panas







Membesar







Apabila



dipalpasi



akan terasa sakit 8.



Pneumonia







Nafsu



makan



Phenylinjek



menurun 



Auskultasi terdengar suara ikutan



9.



Tympani







Sesak nafas







Lemas







Sisi perut sapi bagian sebelah kiri nampak seperti membesar dan kencang. Nafsu makan







menurun



42 | P a g e



bahkan







Vitol, Infadril



b12,



hilang 



Apabila



bagian



perutnya ditepuk/dipukul dengan



jari



akan suara



maka



terdengar mirip



suara



drum 10.



Enteritis







Rasa sakit pada sapi di



tandai



dengan



kegelisahan. 



Kadang-



kadang



disertai diare 



Anoreksia







Dehidrasi



yang



berlebihan 



Auskultasi



pada



dinding perut akan menghasilkan suara pindahnya isi usus, cairan, (borborigmus).



43 | P a g e



gas







Penstrep, RL



Vitol,