Laporan Metalografi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PRAKTIKUM LABORATORIUM METALURGI UJI METALOGRAFI



Oleh: Felicia Layrensius 25416031 Hari praktikum



: Kamis



Tanggal praktikum : 24 Mei 2018 Jam praktikum



: 17.30 – 20.30



PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS KRISTEN PETRA SURABAYA 2018



UJI METALOGRAFI BAB I TUJUAN PERCOBAAN 1. Mempelajari struktur mikro suatu logam. 2. Dapat mengenali struktur-struktur yang tampak. 3. Mengetahui pengaruh komposisi terhadap struktur mikro suatu logam. 4. Dapat melakukan analisa terhadap logam berdasarkan struktur mikronya. 5. Mengerti kegunaan metalografi dalam analisa logam. BAB II TEORI DASAR Metalografi merupakan ilmu yang mempelajari mengenai struktur mikro material logam. Kondisi struktur mikro suatu material sangat mempengaruhi sifat-sifat mekanismenya. Dengan pengamatan dan analisa mikro struktur dapat diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi sifat suatu material. MATERIAL UJI Material uji (spesimen) yang diperlukan untuk pengamatan metalografi bisa disiapkan dengan berbagai macam ukuran. Untuk meningkatkan efisiensi, lebih baik bila spesimen berukuran lebih kecil namun bisa mewakili bagian yang ingin diperiksa atau merupakan bagian yang ingin diteliti. Pemisahan spesimen bisa dilakukan dengan menggunakan gergaji, roda abrasif, atau dengan flame cutting. Dianjurkan bahwa dilakukan proses pemotongan yang menghasilkan deformasi/ perubahan struktur yang terendah, dan dilakukan dengan panas yang minimal. Dalam hal ini, yang terbaik adalah dengan menggunakan roda abrasif, dengan pemotongan yang disertai dengan pemberian cairan pendingin. Bila spesimen memiliki ukuran yang kecil, tipis, atau sulit untuk dipegang, misalkan plat tipis atau kawat berukuran kecil, maka dianjurkan untuk melakukan proses mounting. Mounting adalah penggunaan pemegang atau proses pembesaran pemegang spesimen.



1



Mounting dilakukan dengan menggunakan bahan resin atau plastic thermosetting. Spesimen dicetakkan dengan bahan ini sehingga memiliki ukuran yang lebih besar. Jenis bahan yang digunakan bergantung pada spesimen yang akan diuji. Plastic thermosetting tidak cocok untuk material yang rentan terhadap temperatur atau tekanan tinggi, karena proses pengerasan plastic thermosetting memerlukan penekanan yang disertai dengan pemanasan. Resin memiliki keunggulan karena tidak memerlukan pemanasan atau pencetakan untuk mengeras. Plastic thermosetting yang umum digunakan adalah Bakelite atau Lucite, dimana Lucite memiliki warna yang transparan. Setelah spesimen dipotong dan dapat dipegang dengan mudah, maka dilakukan penghalusan permukaan. Proses penghalusan permukaan dilakukan dengan menggunakan amplas dan poles. Pengamplasan dilakukan dalam dua tahap, yaitu pengamplasan kasar (grade 80-320) dan pengamplasan halus (grade 400-1200). Pengamplasan dilakukan dengan menggunakan air, untuk mencegah pemanasan, dan orientasi pengamplasan dirotasi 90o pada tiap kali penggantian amplas,



untuk mempermudah



pengamatan



terhadap laju



pengamplasan.



Pengamplasan kasar dilakukan secukupnya sehingga lapisan yang terpengaruh oleh proses pemotongan dapat hilang seluruhnya. Agar proses penghalusan bisa menghasilkan permukaan yang baik, maka perlu diperhatikan lama pengamplasan pada tiap grade dan kualitas amplas yang digunakan. Waktu pengamplasan disarankan 2-3 kali waktu yang diperlukan untuk menghasilkan garis gores yang seragam. Penggunaan amplas baru dengan amplas lama akan berpengaruh terhadap kualitas permukaan dam lama waktu yang dibutuhkan. Hal ini karena amplas lama menyebabkan permukaan spesimen mengalami pengerjaan dingin. Setelah pengamplasan selesai, maka dilanjutkan dengan pemolesan. Abrasif yang digunakan bisa berupa pasta intan, serbuk MgO, alumina, atau SiO2. Pemolesan dilakukan sampai semua bekas goresan amplas hilang. Setelah pemolesan selesai, maka permukaan spesimen harus dibersihkan dari sisa-sisa serbuk abrasif. Hal ini bisa dilakukan dengan membilas dengan air atau secara ultrasonic.



2



Metode pemolesan, lama pemolesan, dan jenis abrasif yang digunakan bergantung pada jenis paduan, fase paduan tersebut, dan tingkat kehalusan yang diinginkan. Intan dan alumina digunakan untuk pemolesan awal, dan SiO2 digunakan untuk pemolesan akhir. Untuk paduan-paduan tertentu, seringkali proses pemolesan diselingi dengan pengetsaan. Untuk metode yang tepat untuk tiap jenis logam atau paduan, dianjurkan untuk melihat referensi, misalnya ASM Handbook Vol.9: Metallography and Microstructures. Penyiapan spesimen perlu diperhatikan dengan seksama, karena akan mempengaruhi struktur yang tampak. Seandainya terjadi keraguan terhadap struktur yang terlihat, maka dianjurkan untuk melakukan proses pengamplasan atau pemolesan lagi. Ketidaksempurnaan permukaan akibat goresan-goresan yang tidak hilang akan tampak sangat jelas, terutama dengan pembesaran yang tinggi. Kebersihan yang rendah terhadap permukaan spesimen dapat menyebabkan munculnya struktur-struktur semu, yang merupakan pengotor, perubahan akibat pemanas, atau abrasif yang tersisa. ETSA Etsa merupakan larutan kimia yang digunakan untuk memungkinkan pengamatan struktur mikro. Etsa bekerja dengan tiga cara, yaitu: 1. Melarutkan lapisan aliran logam yang terbentuk sebagai akibat dari proses persiapan permukaan spesimen. 2. Membedakan struktur yang terdapat pada logam. 3. Memberikan warna pada struktur mikro sehingga mempermudah pengenalan dan analisa (untuk pengetsaan berwarna). Etsa dapat membedakan struktur mikro karena perbedaan komposisi fase atau orientasi kristal sehingga terjadi perbedaan tingkat pelarutan struktur oleh etsa yang digunakan. Struktur yang mudah dilarutkan akan tampak gelap, karena permukaannya menjadi tidak rata atau kasar. Jenis etsa yang digunakan harus bisa dipilih secara tepat. Pemilihan etsa tergantung pada jenis material yang akan diamati serta jenis struktur yang menjadi perhatian. Untuk beberapa paduan, seperti tembaga, terdapat beberapa macam etsa yang memiliki fungsi yang sama. Untuk hal ini, dianjurkan untuk menggunakan



3



etsa yang paling mudah dibuat atau disesuaikan dengan etsa yang digunakan oleh gambar referensi. Berikut adalah beberapa etsa yang mudah digunakan: Fe dan Paduan 1. Nital: 1-5 ml HNO3 dan 98 ml ethanol atau methanol (95% atau absolute). Digunakan pada baja karbon untuk membedakan ferrite dengan pearlite atau cementite, membedakan ferrite dengan martensite, menunjukkan batas butir ferrite. Lama pengetsaan: celup selama beberapa detik sampai 1 menit. 2. Picral: 4 g asam picric, 100 ml ethanol atau methanol (95% atau absolute), dan 4-5 tetes 17% zephiran chloride. Gunakan ethanol bila asam mengandung 10% atau lebih air. Untuk baja karbon yang telah mengalami perlakuan panas, memberikan resolusi yang lebih baik daripada Nital untuk struktur halus. Membedakan karbida. Celup selama beberapa detik sampai 1 menit. 3. Larutan Vilella’s: 2 ml HCl, 1 g asam picric, dan 100 ml ethanol atau methanol (95% atau absolute). Menunjukkan batas butir austenite pada baja hasil pengerasan / tempering. Aluminium dan Paduannya 1. Etsa HF: 1 ml HF (48%) dan 200 ml H2O. Untuk struktur secara umum. Celup selama 30-45 detik atau oleskan selama 15 detik. HF melarutkan kaca. 2. Larutan Keller’s: 2 ml HF (48%), 3 ml HCl (conc.), 5 ml HNO 3 (conc.), 190 ml H2O. Celup selama 8-15 detik, bilas dalam aliran air, keringkan dengan udara panas. Jangan bersihkan permukaan dari sisa-sisa etsa. Tembaga dan Paduannya 5 gr FeCl3, 5-30 ml HCl, dan 100 ml ethanol. Menggelapkan fase β dalam kuningan (α+β) dan kuningan aluminium. Celup dan oles selama 1 detik sampai beberapa menit. Dalam persiapan etsa, perlu diperhatikan mengenai bahaya cairan kimia. Hal ini penting karena kebanyakan etsa mengandung atau memerlukan cairan kimia berupa asam atau basa konsentrat serta senyawa-senyawa yang beracun. Diwajibkan untuk membaca terlebih dahulu keterangan yang terdapat pada botol-botol kimia



4



sehingga bisa menghindari kecelakaan. Penggunaan etsa harus dilakukan sesuai dengan anjuran yang terdapat bagi tiap jenis etsa. Hal yang sama berlaku untuk penyimpanan etsa, karena ada beberapa yang tidak stabil untuk disimpan lama atau diperlukan dalam keadaan baru dicampur. Keterangan lengkap mengenai jenis-jenis, penggunaan dan penyiapan etsa dapat dilihat pada ASTM E-407 atau buku ASM Handbook vol. 9: Metallography and Microstructures. Struktur mikro Pengamatan struktur mikro dilakukan dengan menggunakan pembesaran yang rendah terlebih dahulu. Hal ini untuk melihat struktur mikro secara luas. Bila kemudian terdapat daerah yang menarik perhatian, maka dilakukan pengamatan dengan pembesaran yang lebih tinggi. Pembesaran awal umumnya adalah 100 kali. Struktur mikro yang tampak sangat tergantung pada jenis material yang diamati. Baja Karbon dan Paduan Baja karbon merupakan logam dengan unsur dasar Fe, dengan paduan karbon tidak lebih dari 2% beratnya. Paduan lainnya yang biasanya diberikan adalah Mangan, dengan jumlah tidak lebih dari 1%. Baja karbon memiliki struktur berupa ferrite-pearlite (hypoeutectoid) atau pearlite-cementite (hypereutectoid). Untuk baja utectoid (0,8% C), strukturnya adalah pealite. Ferrite akan tampak sebagai butir terang, pearite sebagai butir berwarna gelap dan cementite sebagai butir terang. Untuk membedakan ferrite dengan cementite, biasanya dilakukan dengan menggunakan pengujian kekerasan. Selain itu, ferrite dengan cementite jarang berada dalam struktur yang sama, kecuali sebagai pearlite dan pada baja yang telah mengalami spheroidizing, dimana cementite akan berupa butir-butir kecil yang dibatasi oleh garis hitam. Untuk baja yang telah mengalami pengerasan, misalnya quenching atau tempering, maka struktur metastabil umumnya tampak seperti martensite dan bainite. Bila dietsa dengan Nital atau Picral, maka martensite berwarna terang dan baintite cenderung gelap. Terdapat berbagai jenis martensite dan bainite, dan terkadang agak sulit untuk



5



dikenali atau dibedakan. Martensite dapat dibedakan dengan ferrite karena ferrite lebih terang dan berupa butir halus. Pada baja paduan, terdapat berbagai variasi unsur tambahan yang dapat dibandingkan dengan Fe. Secara umum, fase yang tampak serupa dengan baja karbon biasa, namun untuk beberapa paduan, fase austenite akan tampak. Hal ini umumnya tampak pada baja tahan karat atau baja paduan yang memiliki kadar nikel tinggi. Tembaga dan Paduannya Tembaga ditandai dengan warnanya yang cenderung kekuningan atau kemerahan, tergantung paduannya. Fase tembaga umumnya tunggal, namun ada beberapa paduannya yang memiliki fase ganda (α+β). Struktur paduan fase ganda terdiri dari fase α (tembaga) dan eutectic. Paduan tembaga dengan oksigen menghasilkan struktur yang memiliki dendrite / partikel oksida. Untuk membedakan antara paduan tembaga yang berfase tunggal agak sulit. Hal ini karena semuanya memiliki fase yang sama, yaitu fase α. Aluminium Aluminium (Al) merupakan logam yang memiliki sistem paduan yang luas dengan berbagai jenis paduan. Hal ini menyulitkan pengenalan dan pembedaan struktur mikro. Fase-fase yang tampak akan sangat bergantung pada jenis paduan yang terdapat dalam logam tersebut. Selain itu, beberapa fase berada dalam jumlah yang sangat sedikit sehingga sulit untuk dipisahkan dari fase-fase lainnya. Meskipun demikian, terdapat beberapa fase yang dapat dengan mudah dikenali. Salah satunya adalah keberadaan silikon (Si). Hal ini karena Si memiliki tingkat kelarutan yang rendah dalam Al. Paduan Al-Si akan terdiri dari Si primer yang berada dalam matriks eutectic. Pengetsaan dengan HF akan menyebabkan matriks eutectic memiliki warna yang lebih terang daripada Si primer. Terdapat pula beberapa fase yang memiliki warna alami sebelum pengetsaan yang khas. Hal ini berlaku untuk Si, Mg2Si, Mg2Al3, dan CuAl2. Pengamatan dapat dilakukan pada permukaan yang telah dipoles halus dan bersih, dengan pembesaran sekitar 500 kali. Dalam menentukan



6



fase-fase paduan aluminium, akan sangat membantu apabila telah diketahui komposisi dari paduan tersebut terlebih dahulu. DIAGRAM FASE Dalam melakukan analisa terhadap struktur mikro suatu logam, diagram fase merupakan alat bantu yang sangat penting. Diagram fase digunakan untuk memperkirakan komposisi logam berdasarkan fasenya yang tampak, atau memperkirakan strukturnya berdasarkan komposisinya yang telah diketahui terlebih dahulu. Diagram fase menunjukkan fase-fase yang muncul sebagai akibat dari pendinginan secara equilibrium, dan tidak cocok untuk digunakan dalam menganalisa logam yang telah mengalami pendinginan yang non-equilibrium, seperti quenching. Untuk menentukan struktur hasil quenching, diperlukan diagram IT (isothermal transformation) atau CT (continous transformation). Perlu diingat bahwa diagram fase hanya bisa digunakan untuk sistem paduan tertentu saja. Diagram fase untuk sistem paduan dua unsur relatif mudah untuk diperoleh dan diterjemahkan. Diagram fase untuk sistem tiga paduan lebih terbatas dan agak sulit diinterpretasi. Yang lebih umum tersedia adalah potongan/irisan dari diagram fase tiga paduan yang menghasilkan diagram fase dengan dua paduan bervariasi tetapi satu paduan tetap. Diagram fase untuk sistem paduan Fe-Fe3C dapat dilihat pada gambar 10



7



Dari diagram fase, dapat diketahui fase logam pada berbagai temperatur dan % kadar paduan yang dimiliki. Diagram fase untuk sistem paduan Cu-Zn dan Al-Mn masing-masing ditunjukkan pada gambar 4.2 dan 4.3.



8



BAB III ALAT DAN BAHAN 1. Mikroskop optik tipe Examet Union 62023 (Gambar 4.4) 2. Kamera Nikon tipe FX/35 W (Gambar 4.4) 3. Mesin amplas dan kertas amplas grade 100-1200 4. Mesin poles dan serbuk alumina (3 dan 0,3 μm) 5. Larutan etsa 6. Mesin gergaji 7. Mesin bubut 8. Kikir 9. Malam 10. Alas kaca 11. Stopwatch 12. Alkohol (90%) 13. Kapas 14. Spesimen: ST-42, ST-60, Aluminium, Al-12%Si (cor), Kuningan, Tembaga



9



BAB IV PROSEDUR PERCOBAAN 1. Menyiapkan spesimen dari lonjoran bahan yang telah disediakan. 2. Melakukan proses facing permukaan yang akan diuji dengan menggunakan mesin bubut. Menggunakan cairan pendingin untuk mencegah pemanasan setempat. 3. Menghaluskan permukaan tiap spesimen dengan menggunakan amplas. Mulai dari grade 100 sampai dengan grade 1200. Pengamplasan dilakukan dengan menggunakan pendingin berupa air. Menaikkan grade apabila goresan pada permukaan telah seragam. Rotasi orientas spesimen pada saat naik grade sehingga proses pengamplasan bisa lebih mudah diamati. Pengamplasan lebih mudah dilakukan bila menggunakan kertas amplas baru. 4. Membersihkan pemukaan spesiemen dengan air dan keringkan. Apabila permukaan tergores, menghaluskan lagi dengan amplas. 1. 5.Melakukan pemolesan dengan menggunakan alumina berukuran 3µm. Membuat larutan alumina dengan mencampur serbuk alumina dengan air dengan perbandingan 1:3 dalam botol khusus. 5. Memutar roda poles lalu bersihkan dengan menuangkan air (±1 liter). Lalu memberikan larutan alumina sampai merata. Pemolesan dilakukan serupa dengan proses pengamplasan. Melakukan pemolesan sampai goresan amplas hilang. 6. Membersihkan permukaan spesimen dengan air. Membersihkan roda poles dengan cara yang sama seperti pada langkah 3. Menyiapkan larutan poles dengan alumina 0.3µm, lalu memoles permukaan spesimen sampai permukaan serupa dengan cermin. Membersihkan kembali roda poles. 7. Membersihkan permukaan spesimen dengan air, lalu alkohol, kemudian mengeringkan. 8. Menyiapkan larutan etsa sesuai dengan jenis logam. Hati-hati dalam menangani larutan kimia berkonsentrasi tinggi. Jangan mencampur air ke dalam asam/basa, tetapi campurkan asam/basa ke air perlahan-lahan. Jangan



10



menggunakan bahan kaca untuk menyimpan/menangani campuran yang mengandung asam fluorida (HF) 9. Melakukan proses pengetsaan pada tiap spesimen sesuai dengan anjuran etsa yang digunakan. 10. Membersihkan permukaan spesimen dari sisa-sisa cairan etsa dengan menggunakan air, lalu alkohol, kemudian mengeringkan. Jangan menyentuh permukaan spesimen yang telah dietsa. 11. Menyiapkan mikroskop. Memasang lensa dengan pembesaran 10, 20 dan 100 kali. Memasang lensa okuler dengan pembesaran 10 kali. Menyiapkan kamera (baterai dan film). Jangan menyentuh lensa mikroskop atau kamera. 12. Membentuk ‘malam’ menjadi bulatan, lalu menempelkan pada alas kaca. 13. Menempatkan spesimen yang ingin diamati pada ‘malam’. Menurunkan alas pengamatan lalu tepatkan alas kaca di atasnya. 14. Memposisikan lensa pembesaran 10 kali di atas tengah-tengah spesimen lalu menekankan spesimen pada lensa sehingga permukaan spesimen tegak lurus terhadap datangnya cahaya. Melakukan dengan hati-hati dan perlahan-lahan. Dilarang menekan spesimen dengan menggunakan lensa pembesaran 100 kali. 15. Menyalakan lampu mikroskop dan mengatur fokus sehingga struktur mikro logam terlihat jelas. 16. Melakukan pengamatan terhadap struktur mikro pada seluruh penampang spesimen. Bila pengamatan sulit dilakukan karena permukaan terlalu kasar, melakukan kembali proses pengamplasan, pemolesan dan pengetsaan. 17. Melakukan pengamatan dengan menggunakan pembesaran yang lebih besar. Pada saat mengganti pembesaran, menurunkan alas pengamatan sehingga lensa tidak bertabrakan dengan spesimen. 18. Melakukan pemotretan pada bagian yang menjadi pengamatan. 19. Melakukan pengamatan dan pengambilan foto untuk tiap spesimen. 20. Setelah selesai, mengembalikan lensa mikroskop ke tempatnya semula.



2.



11



BAB V HASIL PERCOBAAN



Pearlite Ferrite



Batas Butir Impurities



Gambar 5.1 Struktur Mikro Logam ST-42



Pearlite



Impurities



Ferrite



Batas Butir



Gambar 5.2 Struktur Mikro Logam ST-60



12



Batas Butir Fase α



Impurities Cacat Twining Fase β



Gambar 5.3 Struktur Mikro Logam Tembaga



Batas Butir



Fase β



Impurities



Fase α



Gambar 5.4 Struktur Mikro Logam Kuningan



13



Impurities



Aluminium Batas Butir



Gambar 5.5 Struktur Mikro Logam Aluminium



14



BAB VI ANALISA DATA Kadar karbon pada material besi ST-42 dan ST-60 merupakan zat pengotor (impurities) yang dapat mempengaruhi sifat kedua material tersebut. Kadar karbon pada material ST-60 lebih banyak daripada ST-42. Hal ini dapat dilihat pada gambar yang ditunjukkan dengan struktur mikro ST-60 memiliki lebih banyak bitnik hitam daripada ST-42. Tembaga memiliki cacat twinning yang dapat terjadi saat ada dua bagian simetris dari fase α di fase β, namun tidak terdapat pada kuningan. Cacat twinning terjadi karena tembaga tersusun oleh tembaga murni (Cu) saja, sedangkan kuningan tersusun dari campuran tembaga (Cu) dan seng (Zn) dengan kadar tembaga 60-90%. Campuran pada kuningan akan membuat fase α dan fase β menjadi kecil sehingga mengaburkan cacat twinning. Alumunium adalah material murni yang tidak tersusun dari campuran apapun sehingga daerah terang pada strukturnya merupakan butiran-butiran aluminium. Material ini tidak memiliki perbedaan daerah gelap atau terang karena dibuat tanpa campuran. Daerah gelap pada aluminium adalah impurity yang terjadi karena ada kotoran yang masuk ke struktur aluminium.



15



BAB VII KESIMPULAN



Metalografi adalah ilmu yang mempelajari tentang struktur mikro suatu material. Struktur mikro yang dimiliki setiap material berbeda-beda dapat dilihat menggunakan mikroskop dan alat bantu etsa. Jenis etsa bermacam-macam tergantung pada jenis material serta jenis struktur yang akan diuji. Pengamatan struktur mikro dapat menunjukkan sifat-sifat mekanis suatu material. Struktur mikro pada logam ferrous terdiri dari ferrite (butir terang), perlite (butir gelap), grain boundaries (batas butir) dan impurities (pengotor). Struktur mikro pada logam non-ferrous terdiri dari fase β (butir terang), fase α (butir gelap) dan impurities (pengotor). Perubahan fase dan struktur mikro yang terjadi akibat perubahan komposisi logam dapat dianalisa dengan Diagram Fase.



16



BAB VIII PERTANYAAN DAN JAWABAN Pertanyaan : 1. Apa pengaruh ukuran butir pada struktur mikro terhadap sifat mekanisme? 2. Apakah



dalam



setiap



struktur



mikro



impurities?



Jelaskan



cara



mengetahuinya! 3. Apa pengaruh impurities terhadap sifat mekanisme suatu material? Jawaban: 1. Struktur mikro dapat mempengaruhi sifat mekanisme material, antara lain kekuatan, kekerasan, ketangguhan, dan keuletan material. Butir yang semakin besar akan menghasilkan material yang semakin lunak. Hal ini menyebabkan keuletan dan ketangguhan material tersebut meningkat, namun kekerasan dan kegetasannya menurun. Material yang memiliki butir berukuran kecil kekerasan dan kegetasannya meningkat, sedangkan sifat ketangguhan dan keuletannya menurun. 2. Ya. karena pengotor (impurities) pada struktur mikro dapat terjadi secara tidak sengaja. Cara mengetahuinya adalah dengan melihat daerah paling gelap dari struktur mikro material. Daerah impurities mirip dengan daerah perlite pada ferrous dan fase β pada non-ferrous. 3. Pengotor (impurities) dapat memberikan dampak negatif ataupun positif tergantung dari fungsi dan proses pengerjaan material tersebut. Contoh: Senyawa Fe-S tidak diinginkan pada baja yang akan digunakan untuk pengerjaan panas karena dapat menurunkan titik lebur baja, sedangkan untuk proses pemesinan hal ini sangat menguntungkan karena gram yang terbentuk mudah patah dan dapat meningkatkan umur pahat.



17