Laporan Observasi Kota Tua Jakarta [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Laporan Observasi Kota Tua Jakarta



Nama anggota kelompok : 1. Calysta Vallma 2. Fathya Aulia Inka 3. Naomi Sitanggang 4. Ratu Aisyah Ayuningtyas 5. Rizquina Cinta Kelas : X MIA 7



Sejarah Kota Tua Jakarta KotaTua Jakarta ( batavia lama) adalah sebuah wilayah kecil di Jakarta,Indonesia. Wilayah khusus ini memiliki luas 1,3 kilometer persegi melintasi Jakarta Utara dan Jakarta Barat (Pinangsia, Taman Sari dan RoaMalaka). Dijuluki "Permata Asia" dan "Ratu dari Timur" pada abad ke-16 oleh pelayar Eropa, Jakarta Lama dianggap sebagai pusat perdagangan untuk benua Asia karena lokasinya yang strategis dan sumber daya melimpah.Tahun 1526, Fatahillah dikirim oleh Kesultanan Demak, menyerang pelabuhan Sunda Kelapadi Kerajaan Hindu Pajajaran, kemudian dinamai Jayakarta. Kota ini hanya seluas 15 hektar dan memiliki tata kota pelabuhan tradisional Jawa. Tahun 1619, VOC menghancurkan Jayakarta di bawah komando Jan Pieterszoon Coen. Satu tahun kemudian, VOC membangun kota baru bernama Batavia untuk menghormati Batavieren, leluhur bangsa Belanda. Kota ini terpusat di sekitar tepi timur Sungai Ciliwung, saat ini Lapangan Fatahillah. Penduduk Batavia disebut "Batavianen", kemudian dikenal sebagai suku "Betawi", terdiri dari etnis kreol yang merupakan keturunan dari berbagai etnis yang menghuni Batavia.Tahun 1635, kota ini meluas hingga tepi barat Sungai Ciliwung, direruntuhan bekas Jayakarta. Kota ini dirancang dengan gaya Belanda Eropa lengkap dengan benteng (Kasteel Batavia), dinding kota, dan kanal. Kota ini diatur dalam beberapa blok yang dipisahkan oleh kanal. KotaBatavia selesai dibangun tahun 1650. Batavia kemudian menjadi kantor pusat VOC diHindia Timur. Kanal-kanal diisi karena munculnya wabah tropis di dalam dinding kota karena sanitasi buruk. Kota ini mulai meluas ke selatan setelah epidemi tahun 1835 dan 1870 mendorong banyak orang keluar dari kota sempit itu menuju wilayah Weltevreden (sekarang daerah di sekitar Lapangan Merdeka). Batavia kemudian menjadi pusat administratif Hindia Timur Belanda.Tahun 1942, selama pendudukanJepang, Batavia berganti nama menjadi Jakarta dan masih berperan sebagai ibu kotaIndonesiasampai sekarang. Tahun 1972, GubernurJakarta, Ali Sadikin, mengeluarkan dekrit yang resmi menjadikan Kota Tua sebagai situs warisan. Keputusan gubernur ini ditujukan untuk melindungi sejarah arsitektur kota atau setidaknya bangunan yang masih tersisa di sana. Meski dekrit Gubernur dikeluarkan, Kota Tua tetap terabaikan. Banyak warga yang menyambut hangat dekrit ini, tetapi tidak banyak yang dilakukan untuk melindungi warisan era kolonial Belanda.



Salah satu tempat wisata di Kota Tua:



Museum Fatahillah Museum Fatahillah memiliki nama resmi Museum Sejarah Jakarta adalah sebuah museum yang terletak di Jalan Taman Fatahillah No. 1, Jakarta Barat dengan luas lebih dari 1.300 meter persegi. Bangunan ini dahulu merupakan balai kota Batavia (bahasa Belanda: Stadhuis van Batavia) yang dibangun pada tahun 1707-1712 atas perintah Gubernur-Jendral Joan van Hoorn. Bangunan ini menyerupai Istana Dam di Amsterdam, terdiri atas bangunan utama dengan dua sayap di bagian timur dan barat serta bangunan sanding yang digunakan sebagai kantor, ruang pengadilan, dan ruang-ruang bawah tanah yang dipakai sebaSgai penjara. Pada tanggal 30 Maret 1974, bangunan ini kemudian diresmikan sebagai Museum Fatahillah. Objek-objek yang dapat ditemui di museum ini antara lain perjalanan sejarah Jakarta, replika peninggalan masa Tarumanegara dan Pajajaran, hasil penggalian arkeologi di Jakarta, mebel antik mulai dari abad ke-17 sampai 19, yang merupakan perpaduan dari gaya Eropa, Republik Rakyat Tiongkok, dan Indonesia. Juga ada keramik, gerabah, dan batu prasasti. Koleksi-koleksi ini terdapat di berbagai ruang, seperti Ruang Prasejarah Jakarta, Ruang Tarumanegara, Ruang Jayakarta, Ruang Fatahillah, Ruang Sultan Agung, dan Ruang Batavia. Terdapat juga berbagai koleksi tentang kebudayaan Betawi, numismatik, dan becak. Bahkan kini juga diletakkan patung Dewa Hermes (menurut mitologi Yunani, merupakan dewa keberuntungan dan perlindungan bagi kaum pedagang) yang tadinya terletak di perempatan Harmoni dan meriam Si Jagur yang dianggap mempunyai kekuatan magis. Selain itu, di Museum Fatahillah juga terdapat bekas penjara bawah tanah yang dulu sempat digunakan pada zaman penjajahan Belanda. Pada saat memasuki ruangan pertama, terihat sebuah lukisan besar yang menampilkan peperangan hebat antara tentara VOC dan orang – orang pribumi, selain itu disebelah lukisan terdapat banyak pajangan senjata – senjata perang seperti pedang,kapak,dan tombak yang digunakan pada saat itu.



Di ruangan berlantaikan batu berwarna abu abu kehitaman ini terdapat sebuah lukisan yang berukuran besar. Lebar lukisan kurang lebih 10 meter dengan tinggi 3 meter. Lukisan ini di buat oleh Sudjono. Terdapat tiga lukisan yang menceritakan penyerbuan Mataram ke



Batavia pada tahun 1628 dan 1629. Bagian kiri lukisan menceritakan mengenai Sultan Agung Hanyokrokusumo sedang mempersiapkan rapat untuk menyerang Batavia. Dari ruangan berlantai batu, kami pindah ke ruangan berlantai kayu. Terdapat empat kamar yang letak nya berdampingan dan dihubungkan dengan pintu-pintu yang berukuran besar. Kami mulai dari ruangan pertama, di ruangan ini terdapat manekin dari pangeran yang bernama Pangeran Wijayakrama Jayakarta. Seorang adipati yang memerintah Jayakarta sebelum kota ini di hancurkan oleh J.P Coen. Beliau juga di kenal dengan nama pangeran Ketengahan, julukan ini di dapat setelah dia berhasil mendamaikan perang saudara yang terjadi di Kerajaan Banten, selain manekin terdapat juga baju dari tentara Portugis yang berasal dari abad ke 16.



Setelah itu kami pergi keruangan selanjutnya dan melihat sebuah meriam besar yang sangat artistik dan mimbar yang dibuat pada jaman itu.



Setelah puas melihat dilantai 1, selanjutnya kami naik kelantai 2, disana berisi ruangan – ruangan besar berisi meja – meja besar, lukisan,pantung, serta marbel seperti lemari besar, ruangan tersebut digunakan sebagai tempat sidang Dewan Tertinggi Hinida Belanda. Pada gambar sebelah kiri, terdapat sebuah lukisan karya dari J.J de Nijs yang dibuat di atas media kayu jati menceritakan mengenai tiga keputusan pengadilan yang sangat adil. Lukisan bagian kiri menceritakan putusan raja Persia Cambyses yang menguliti hakim pengadilan karena tidak jujur. Lukisan bagian tengah menceritakan keputusan adil raja Salomon saat kedua orang ibu memperebutkan hak asuh kepada seorang anak. Dan lukisan bagian kanan menceritakan Raja Zaleukos dari Yunani yang siap mengorbankan mata nya untuk menyelamatkan anak nya. Detail-detail dari lukisan sangat indah.



Dan pada gambar sebelah kanan, terdapat sebuah lemari buku besar. Lemari ini selesai dibuat pada tahun 1748, alasan pembuatan lemari buku karena Dewan Hakim membutuhkan tempat



untuk meletakkan arsip dan dokumen. Detail pada lemari buku sangat indah. Kayu dari lemari di sepuh emas. Pada bagian atas kiri atas lemari terdapat patung Dewi Keadilan, dan bagian kanan atas lemari terdapat patung dewi Kebenaran. Di antara kedua patung terdapat detail empat belas lambang keluarga Dewan Pengadilan.



Setelah mengelilingi semua ruangan lantai 2, kami turun kembali ke lantai 1, lalu berjalan menuju halaman belakang museum, sebelum keluar kami melewati ruangan yang berisi sebuah papan berukuran besar yang terbuat dari kayu jati. Papan ini bertuliskan peringatan pembangunan dari Stadhuis/ Balai Kota ke 3 oleh Gubernur-Jenderal Abraham van Riebeeck pada tanggal 10 Juli 1710.



Sesampainya di halaman belakang kami langsung melihat sebuah patung besar bergaya Yunani ditengah-tengah halaman tersebut, pantung tersebut adalah Patung Dewa Hermes. Hermes adalah dewa perdagangan dan pelindung pejalan kaki pada mitologi Yunani. Dahulu, patung ini di letakkan pada jembatan di depan halte Trans Jakarta Harmoni, namun pada tahun 1999 patung ini di rusak sehingga harus dipindahkan ke Museum.



Selain itu pada halaman belakang terdapat jalan bercabang menuju ke penjara bawah tanah



Setelah selesai melihat – lihat bagian penjara, maka selesai lah kunjungan kami ke Museum Fatahilah tersebut, kami mengikuti arah jalan menuju gerbang keluar pada halaman belakang.



Kesimpulan : Setelah mengunjungi Museum Fatahilah, kami mendapat banyak pengalaman dan pengetahuan mengenai sejarah – sejarah perjuangan bangsa kita melawan penjajah dari belanda. Walaupun sudah banyak koleksi tersebut yang sudah tidak ada, tetapi karena itu lah kita wajib menjaga sisa koleksi yang ada, untuk melindungi benda-benda bersejarah tersebut dari perdagangan ilegal.