Laporan OMD [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

TEKNIK RADIOGRAFI III LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK RADIOGRAFI URETROGRAPHY Dosen Pengampu : Ary Kurniawati



KELAS 2C KELOMPOK 3 NAMA ANGGOTA KELOMPOK 1.



Sarika Setya Putri



P1337430215007



2.



Karina Widya Armelia



P1337430215077



3.



Endah Suryaningtriya



P1337430215084



4.



Kurnia Ramadhanti



P1337430215062



5.



Silvina Roadha



P1337430215053



6.



Isni Intan Nurfiana



P1337430215065



7.



Ayudia Siswi P



P1337430215030



8.



Ika Kurnia Dewi



P1337430215018



9.



Rahmatullah Edy



P1337430215083



10. Reza Febrianto Aji



P1337430215054



JURUSAN TEKNIK RADIODIAGNOSTIK DAN RADIOTERAPI PRODI DIV TEKNIK RADIOLOGI POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG 2016



1. Anatomi dan Fisiologi a. Oesophagus



Gambar 1. Oesofagus Sumber : Merril’s Atlas of Radiographyc Possitioning and Procedures Oesophagus adalah sebuah saluran yang berbentuk tabung berotot yang panjangnya 20-25 cm, diatas mulai dari faring sampai pintu masuk kardiak lambung. Terlrtak di belakang trakea dan didepan tulang pungung. Setelah melaliu rongga thorax menembus diafragma, lalu masuk ke dalam abdomen dan menyambung dengan lambung. Oesophagus mempunyai 4 lapis pada dindingnya. Disebelah luar terdiri atas jaringan ikat yang renggang, sebuah lapisan otot yang terdiri atas 2 lapisan serabut otot, yang satu berjalan longitudinal dan yang lain sirkuler, sebuah lapisan submukosa dan yang paling dalam terdapat selaput lendir. Setelah makanan masuk faring maka palatum lunak naik untuk menutup nares posterior, glotis menutup oleh kontraksi otot-ototnya, dan otot faring menangkap makanan dan mendorongnya masuk ke oesophagus. Pada saat ini pernafasan berhenti, jika tidak maka akan tersedak. Orang tidak dapat menelan dan bernafas pada saat yang bersamaan. Gerakan menelan pada bagian ini merupakan gerak peristaltic.



Makanan berjaan dalam oesophagus karena kerja peristaltik, lingkaran serabut otot di depan makanan mengendor dan yang di belakang makanan berkontraksi. Maka gelombang peristaltik mengantarkan bola makanan ke lambung. (Pearce,2006) Fungsi utama dari oesophagus adalah untuk menghantarkan makanan dari faring ke lambung dengan gerak peristaltic. (Syaifudin, 1997) b. Maag (Lambung)



Gambar 2. Lambung Sumber : Merril’s Atlas of Radiographyc Possitioning and Procedures Lambung merupakan bagian dari saluran pencernaan yang dapat meluas paling besar. Posisi utamanya pada bagian epigastrik dan disebelah kiri daerah hipokardiak dan umbilical. A. Lambung terdiri dari bagian atas yaitu : 1) Cardia, bagian yang paling dekat dengan lubang yang ada disebelah esophagus. Kelenjar dari cardia berbrntuk tubuler, baik sederhana maupun bercabang dan mengeluarkan secret mucus alkali. 2) Fundus, batang utama dengan bagian bawah yang horizontal. Kelenjar dari fundus adalah kelenjar tubuler dan berisi berbagai jenis sel. Beberapa sel (sel asam atau oxintik) menghasilkan asam yang terdapat dalam getahlambung dan juga menghasilkan musin. 3) Piloric, bagian lambung yang berhubungan dengan duodenum. Kelenjar pyloric berbentuk tubuler dan menghasilkan mucus alkali.(Kusrianto, 2004).



B. Fungsi Lambung a. Lambung menerima makanan dan bekerja sebagai penampung untuk jangka waktu yang pendek. b. Semua makanan dicairkan dan dicampurkan dengan asam hydroklorida. Dan dengan cara ini disiapkan untuk dicerna oleh usus halus. c. Protein diubah menjadi pepton. d. Susu dibekukan dan kasein dikeluarkan. e. Pencernaan lemak dimulai di dalam lambung. Di lambung makanan diolah datau dicampur dengan cairan lambung dan membentuk bubur dinamakan khyme. (Pearce,2006:185) c. Duodenum



Gambar 3. Duodenum Sumber : Merril’s Atlas of Radiographyc Possitioning and Procedures Duodenum adalah bagian pertama dari usus halus yang panjangnya 25 cm. berbentuk seperti sepatu kuda dan kepalanya mengelilingi pancreas. Saluran empedu dan saluran pancreas masuk ke dalam duodenum pada satu lubang yang disebut ampula hepatopankreatika atau Ampula Vateri. Yang terletak 10 cm dari pylorus (Pearce,2006:188) 2. Patologi a. Oesofagus 1) Akhlasia Disebut juga cardiospasme, disebabkan oleh kegagalan fungsi motorik yang berupa hilangnya gerakan peristaltik dibagian bawah oesophagus dan disebabkan oleh kegagalan sfinkter kardiak untuk mengendor.



2) Anatomi Anomalies Anatomi Anomalies dapat bersifat congenital atau disebabkan oleh penyakit seperti kanker. Pasien penderita stoke juga dapat diserang penyakit ini sehingga terganggu pada mekanisme motoriknya. 3) Barret’s Esofagus Barret’s Esofagus atau barret’s syndrome adalah pergeseran dari epithelium squamosa, pergeseran ini menyebabkan striktura pada bagian distal esophagus. 4) Carcinoma Esofagus Adenocarcinoma adalah salah satu keganasan yang sering terjadi di oesofagus. Pasien sulit menelan, sakit dan berdarah saat menelan, carcinosarcoma, yang dapat menghasilkan polip yang besar dan irregular serta pseudocarcinoma. 5) Dysphagia Kesulitan menelan yang dapat disebebkan karena congenital atau kondisi yang didapat. Penyebab dysphagia adalah jebakan bolus makanan, kelumpuhan otot faring atau oesofagus dan penyempitan atau pelebaran oesofagus. 6) Oesofagus Reflux Masuknya isi lambung ke dalam oesofagus, mengiritasi dinding oesofagus dan lama-kelamaan keadaan ini dapat menghasilkan oesofagogitis. 7) Oesofagogitis Oesofagogitis atau radang oesofagus disebabkan oleh zat korosif, uremi, tuberculosis, dan antinomycosys. b. Lambung 1) Benzoar Massa dari material yang tidak dapat dicerna dan terperangkap di dalam lambung. Massa ini bisa terbuat dari rambut, serat sayuraan tertentu / bahan yang terbuat dari kayu. Material ini dapat menyebabkan obstruksi pada lambung. 2) Diverticula Terjadi karena perlemahan kantong dari dinding mukosa yang dapat terjadi di lambung dan usus halus. Diverticula lambung berukuran antara 1-2 cm dan diameternya sampai dengan 8 cm. jika diverticula ini tidak segera disembuhkan, maka akan menimbulkan pervorasi. 3) Emesis Emesis adalah keadaan muntah yang disertai dengan keluarnya darah.



4) Gastritis Gastritis adalah suatu peradangan mukosa lambung yang sebabkan oleh makanan atau miuman yang dapat menyebabkan iritasi pada selaput lendir lambung dan juga infeksi akut. 5) Hiatal hernia Kondisi dimana bagian lambung masuk ke dalam hiatus diafragma. Hiatal hernia dapat terjadi karea oesofagus yang pendek dan perlemahan otot sekitar hiatus diafragma. 6) Carcinoma lambung Carcinoma lambung terdiri 70% dari seluruh neoplasma lambung. Yaitu dengan filling defect irregular dalam lambung, dinding bertanda, kaku lambung dan luka pada mukosa. 7) Ca Gaster Ca Gaster adalah tumor jinak di lambung tidak menimbulkan gejala atau masalah medis. Tetapi kadang-kadang, beberapa mengalami pendarahan atau berkembang menjadi kanker. 8) Tukak Lambung (Ulcer) Tipe tipe ulcer : a) Duodenal Ulcer, adalah peptic ulcer yang terjadi di duodenum. Biasanya terjadi di dua per tiga bagian duodenum. b) Peptic Ulcer, adalah luka yang terjadi pada membrane mukosa pada oesofagus, lambung, dan duodenum yang disebabkan oleh asam lambung. c) Gastric Ulcer, adalah luka pad mukosa lambung. d) Perforasi Ulcer, adalah luka pada keseluruhan dinding lambung. c. Duodenum 1) Malabsorbsi Keadaan dimana terdapat gangguan absorbsi mukosa usus terhadap satu atau banyak zat gizi yang mengakibatkan ekskresi zat-zat tersebut ke dalam feses. 2) Peritonitis Peritonitis adalah peradangan peritoneum yang merupakan komplikasi berbahaya yang sering terjadi akibat penyebaran dari organ-organ abdomen. 3) Congenital (primer) Adalah penyakit yang disebabkan kelemahan setempat pada dinding duodenum dan ditemukan pada tempat-tempat pembuluh darah yang masuk ke dalam



dinding. 4) Diverticula Biasanya pada duodenum bagian pertama dan biasanya sekitar bekas luka tukak peptic. Bila banyak disebut divertikulosis. 3. Indikasi dan Kontra indikasi Indikasi Pemeriksaan a.



Gastritis : radang gaster ( baik akut maupun kronik )



b.



Divertikula : penonjolan keluar darimaag yang membentuk kantung ( banyak terjadi pada fundus )



c.



Hematemesis : perdarahan)



d.



Neoplasma ( tumor atau kanker )



e.



Hernia hiatal : hingga sebagian lambung tertarik keatas diafragma karena esophagus yang pendek.



f.



Stenosis pylorus:penutupan atau penyempitan dari lumen pylorus



g.



Bezoat / Undigested material (biasanya berupa rambut, serat sayuran atau bahan kayu)



h.



Ulcers : erosi dari mukosa dinding lambung (karena cairan gaster, diet, rokok, bakteri)



i.



Ulcer/ulkus/tukak : luka terbuka pada permukaan selaput lendir lambung



j.



Perforasi regurgitasi



Kontra indikasi a.



Persangkaan perforasi tidak boleh menggunakan BaSO4 tetapi menggunakan water soluble kontras (urografin, iopamiro )



b.



Obstruksi usus besar



4. Persiapan Pemeriksaan 1) Persiapan Pasien Persiapan pasien ini dilakukan untuk foto maag dan duodenum. Untuk foto esofagus tidak perlu dilakukan persiapan khusus. a.



Pasien diberi penjelasan tentang pemeriksaan yang akan dilakukan ( kooperatif)



b.



2 hari sebelum pemeriksaan pasien diet rendah serat untuk mencegah pembentukan gas akibat fermentasi



c.



Lambung harus dalam kondisi kosong dari makanan dan air, pasien puasa 8-9 jam sebelum pemeriksaan



d.



Pasien tidak diperbolehkan mengkonsumsi obat – obatan yang mengandung substansi radioopaque seperti steroid, pil kontrasepsi,dll.



e.



Sebaiknya colon bebas dari fecal material dan udara bila perlu diberikan zat laxative.



f.



Tidak boleh merokok ( nicotine merangsang sekresi saliva )



g.



Pasien diminta mengisi informed concent.



2) Persiapan Alat dan Bahan a. Pesawat X-Ray + Fluoroscopy b. Baju Pasien c. Gonad Shield d. Sarung tangan Pb e. Kaset + film ukuran 35 x 43 cm, 35x43 cm. f. Bengkok g. Grid h. X-Ray marker i. Tissue / Kertas pembersih j. Bahan kontras barium sulfat k. Barium encer dengan air hangat ( BaSO4 : air = 1 :4 ) l. Kontras negative ( tablet efferfecent, natrium sulfas, sprite,dll) m. Obat emergency : dexametason, delladryl,dll n. Air Masak Sendok / Straw ( pipet ) dan gelas 5. Prosedur Pemeriksaan 1. Pemasukan media kontras Single Kontras a.



Penjelasan pada pasien tentang prosedur Foto Polos Abdomen



b.



Dilakukan persiapan pemeriksaan



c.



Dibuat foto polos abdomen / dilakukan fluoroskopi hepar, dada dan abdomen.



d.



Pasien diberi media kontras 1 gelas



e.



Jika memungkinkan pasien dalam posisi berdiri, jika pasien recumbent pasien minum dengan sedotan



f.



Pasien diinstruksikan minum 2 – 3 teguk media contrast, dilakukan manipulasi agar seluruh mukosa terlapisi diikuti fluoroskopi atau dibuat foto yang diperlukan



g.



Setelah melihat rugae pasien minum sisa barium untuk melihat pengisian penuh dari duodenum.



h.



Dengan teknik fluoroskopi pasien dirotasi dan meja dapat disudutkan sehingga seluruh aspek oesophagus, lambung dan duodenum terlihat.



Double Kontras a. Setelah minum media kontras positif, pasien diberi pil, bubuk carbonat dsb untuk menghasilkan efek gas ( teknik lama, sisi sedotan dilubangi sehingga pada saat minum media kontras sekaligus udara masuk ke lambung. b. Pasien diposisikan recumbent dan diinstruksikan untuk berguling – guling 4 – 5 putaran sehingga seluruh mukosa terlapisi. c. Dapat diberikan glucagon atau obat lain untuk mengurangi kontraksi lambung ( lambung tidak relax ) d. Dilakukan pengambilan foto dengan proyeksi sesuai yang diinginkan sama pada teknik single kontras. e. Bila menggunakan fluoroskopi diambil spot foto pada daerah – daerah yang diinginkan. 2. Teknik Pemeriksaan Esofagus Menurut Bontrager, (2001) teknik pemeriksaan OMD untuk esofagus adalah sebagai berikut: a. Foto Pendahuluan (Polos) Dilakukan sebelum media kontras dimasukkan dengan tujuan untuk mengetahui persiapan pasien, mengetahui struktur keseluruhan organ sebelum dimasukkan media kontras, mengetahui ketepatan posisi dan menentukan faktor eksposi selanjutnya. 1.



Posisi Pasien



a) Tidur telentang (supine) di atas meja pemeriksaan dengan MSP diatur tepat diatas pada garis tengah meja pemeriksaan b) Dua kaki lurus dan salah satu tangan memegang gelas barium. 2.



Kaset Ukuran kaset 35×43 cm CR



: Arah sinar tegak lurus dengan kaset.



CP



: pada MSP, 2,5 cm inferior angulus sternum (T5/T6) atau 7,5 cm inferior jugular notch



FFD 3.



:100 cm. Eksposi dilakukan pada saat menelan.



Kriteria Terlihat seluruh bagian dari esofagus.



Setelah dilakukan foto pendahuluan (polos) , langkah selanjutnya yang dilakukan adalah pemasukan media kontras yaitu dengan cara media kontras dimasukkan melalui mulut dengan cara diminum. Pengambilan radiograf dilakukan pada saat bersamaan media kontras dimasukkan yaitu ketika pasien disuruh menelan barium. Proyeksi yang digunakan adalah AP (antero posterior), Lateral, dan oblik kanan dan kiri. 3. Proyeksi AP Tujuan dari proyeksi AP adalah untuk melihat sriktura, benda asing, kelainan anatomi, tumor dan struktur dari esofagus. 1) Posisi pasien



a) Posisi pasien recumbent / erect b) MSP pada pertengahan meja/kaset c) Shoulder dan hip tidak ada rotasi d) Tangan kanan memegang gelas barium e) Tepi atas film 5 cm di atas shoulder 2) Kaset Ukuran 35 x 43 cm CR



: arah sinar tegak lurus kaset atau film.



CP



: pada MSP, 2,5 cm inferior angulus sternum (T5/T6) atau 7,5 cm inferior jugular notch.



FFD



: 100 cm.



Kolimasi



: atur luas lapangan penyinaran selebar 12-15 cm.



Eksposi



: pada saat tahan napas setelah menelan barium



Catatan : pasien menelan 2/3 sendok barium kental kemudian diekspose untuk “full filling” digunakan barium encer. Pasien minum barium dengan straw langsung expose dilakukan setelah pasien menelan 3-4 tegukan. 3) Kriteria Radiograf



a)



Oesophagus terisi barium



b)



Tidak ada rotasi dari pasien (Sternoclavicular joint simetris )



c)



Seluruh Oesophagus masuk pada lap.penyinaran



d)



Teknik yang digunakan mampu menampakkan oesophagus superimposed dengan th-vertebrae



e)



Tepi yang tajam menunjukkan tidak ada pergerakan pasien saat eksposi.



4. Proyeksi Lateral Tujuan dari proyeksi.lateral adalah untuk melihat sriktura, benda asing, kelainan anatomi, tumor dan struktur dari esofagus. 1) Posisi Pasien



a) Posisi pasien recumbent / erect (recumbent lebih disukai karena pengisian lebih baik) b) Atur kedua tangan pasien di depan kepala saling superposisi, elbow flexi c) Mid coronal plane pada garis tengah meja / kaset. d) Shoulder dan hip diatur true lateral, lutut flexi untuk fiksasi. e) Tangan kanan memegang gelas barium f) Tepi atas kaset 5 cm di atas shoulder 2) Kaset Ukuran 35 x 43 cm CR



:arah sinar tegak lurus kaset.



CP



: pada MSP, 2,5 cm inferior angulus sternum (T5/T6) atau 7,5 cm inferior jugular notch.



FFD



: 100 cm



Kolimasi



: atur luas lapangan penyinaran selebar 12-15 cm.



Eksposi



: pada saat tahan napas setelah menelan barium



Catatan : pasien menelan 2/3 sendok barium kental kemudian diekspose untuk “full filling” digunakan barium encer. Pasien minum barium dengan straw langsung expose dilakukan setelah pasien menelan 3-4 tegukan. 3) Kriteria Radiograf



a) Oesophagus terisi bariumterlihat diantara C.Vertebral dan



jantung b) True lateral ditunjukan dari superposisi kosta Posterior. c) Bahu pasien tidak superposisi dengan oesophagus d) Oesophagus terisi media kontras. e) Seluruh Oesophagus masuk pada lap.penyinaran f) Teknik yang digunakan mampu menampakkan oesophagus secara jelas yang terisi dengan kontras g) Tepi yang tajam menunjukkan tidak ada pergerakan pasien saat eksposi. 5. Foto RAO (Right Anterior Oblik) Tujuan dari proyeksi.RAO adalah untuk melihat sriktura, benda asing, kelainan anatomi, tumor dan struktur dari esofagus 1) Posisi pasien



a) Posisi pasien recumbent / erect (recumbent lebih disukai karena pengisian lebih baik) b) Rotasi 35 – 40 derajat dari posisi prone dengan sisi kanan depan tubuh menempel meja / film. c) Tangan kanan di belakang tubuh, tangan kiri flexi di depan kepala pasien, memegang gelas barium, dengan straw pada mulut pasien. d) Lutut kiri flexi untuk tumpuan. e) Pertengahan thorax diatur pada posisi obliq pd pertengahan IR /



meja Tepi atas kaset 5 cm di atas shoulder 2) Kaset Ukuran 35 x 43 cm CR



: arah sinar tegak lurus kaset atau film,



CP



: pada MSP, 2,5 cm inferior angulus sternum (T5/T6) atau 7,5 cm inferior jugular notch.



FFD



: 100 cm.



Kolimasi



: atur luas lapangan penyinaran selebar 12-15 cm.



Eksposi



: pada saat tahan napas setelah menelan barium



Catatan : pasien menelan 2/3 sendok barium kental kemudian diekspose untuk “full filling” digunakan barium encer. Pasien minum barium dengan straw langsung expose dilakukan setelah pasien menelan 3-4 tegukan 3) Kriteria Radiograf



a) Oesophagus terisi bariumterlihat diantara C.Vertebral dan jantung ( RAO menunjukan gambaran lebih jelas antara vertebrae dan jantung dibandingkan LAO ) b) Rotasi yang cukup akan menampakkan oesophagus diantara C. Vert. & Jantung, jika oesophagus superimposed diatas spina, rotasi perlu ditambah c) Bahu pasien tidak superposisi dengan oesophagus



d) Oesophagus terisi media kontras. e) Seluruh Oesophagus masuk pada lap.penyinaran f) Teknik yang digunakan mampu menampakkan oesophagus secara jelas yang terisi dengan kontras. g) Tepi yang tajam menunjukkan tidak ada pergerakan pasien saat eksposi. 3. Teknik Pemeriksaan Maag Duodenum Menurut Bontrager, (2001) teknik pemeriksaan uretrografi adalah sebagai berikut: a.



Foto Pendahuluan (Polos) Dilakukan sebelum media kontras dimasukkan dengan tujuan untuk mengetahui persiapan pasien, mengetahui struktur keseluruhan organ sebelum dimasukkan media kontras, mengetahui ketepatan posisi dan menentukan faktor eksposi selanjutnya. 1.



Posisi Pasien



a) Tidur telentang (supine) di atas meja pemeriksaan dengan MSP diatur tepat diatas pada garis tengah meja pemeriksaan b) Dua kaki lurus dan kedua tangan disamping tubuh. c) Posisi objek batas atas kaset processus xyphoideus dan batas bawah kaset sympisis pubis. 2.



Kaset Ukuran kaset 35x43 cm



3.



CR



: Arah sinar tegak lurus dengan kaset.



CP



: pada crista iliaka.



FFD



:100 cm. Eksposi dilakukan pada saat ekspirasi dan tahan nafas.



Kriteria Terlihat seluruh bagian dari rongga abdomen yang di dalamnya terdapat



bagian dari usus halus yaitu maag dan duodenum. Setelah dilakukan foto pendahuluan (polos) , langkah selanjutnya yang dilakukan adalah pemasukan media kontras yaitu dengan cara media kontras dimasukkan melalui mulut dengan cara diminum. Pengambilan radiograf dilakukan pada saat bersamaan media kontras dimasukkan ke dalam perut. Proyeksi yang digunakan adalah PA (Posteroanterior), RAO (Right Anterior Oblik), LPO (Left Posterior Oblik), Lateral kanan, dan AP (Anteroposterior) b. Proyeksi PA Tujuan dari proyeksi PA untuk memperlihatkan polip, divertikul, gastritis, dan pylorus lambung. 1) Posisi pasien



a) Posisi pasien berdiri/ prone menghadap kaset b) MSP pada pertengahan meja / kaset. c) Batas Atas : Xyphoid ( Th 9-10 ), Batas Bawah: SIAS, diyakinkan tidak ada rotasi abdomen. 2) Kaset Ukuran 35 x 43 cm CR



: arah sinar tegak lurus kaset atau film,



CP



: pada pylorus dan bulbus duodeni. 



Stenik : 1-2 inchi dibawah L2 menuju lateral batas costae dan 1 inchi kekiri dari C. Vertebrae







Astenic : 2 inchi dibawah L2







Hiperstenic : 2 Inchi diatas level duodenum



FFD : 100 cm.



Eksposi : ekspirasi dan tahan nafas 3) Kriteria Radiograf



a) Struktur yang tampak daerah lambung dan duodenum b) Body dan pylorus tercover c) Struktur gambar dapat menampakkan jaringan dari lambung dan duodenum. d) Tampak struktur anatomis sesuai dengan kelainan dan patologi yang ada c. Proyeksi PA Oblique (RAO) 1) Posisi pasien



a) Posisi pasien recumbent, prone pada meja pemeriksaan b) Abdomen diatur sehingga abdomen membentuk sudut 40 – 70 derajat dengan tepi depan MSP, lengan tangan sebelah kiri flexi ke depan, knee joint flexi. c) Batas Atas : Xyphoid ( Th 9-10 ), Batas Bawah: SIAS, diyakinkan



tidak ada rotasi abdomen. 2) Kaset Ukuran 35 x 43 cm CR



: arah sinar vertikal tegak lurus kaset atau film,



CP



: pada bulbus duodeni. 



Stenik : 1-2 inch dari L2







Astenic : 2-5 inchi di bawah L2







Hiperstenic : 2-5 inchi di atas L2



FFD : 100 cm. Eksposi : ekspirasi dan tahan nafas 3) Kriteria Radiograf



a) Struktur ditampakkan : daerah lambung dan lengkung duodenum membentuk huruf C b) Tampak bagian – bagian dari lambung bebas superposisi c) Dapat menampakkan daerah yang mempunyai indikasi / kelainan d) Tidak tampak kekaburan dan pergerakan. d. Proyeksi Lateral (Lateral Kanan) Tujuan dari proyeksi Lateral kanan untuk memperlihatkan proses pada daerah retrogastric seperti divertikel, tumor, ulkus gastric, trauma pada perut dan batas belakang lambung. 1) Posisi pasien



a) Posisi pasien miring arah kanan, atur kaki dan dan tangan mengikuti kemiringan pasien b) Bahu dan daerah costae dalam posisi lateral, batas atas xyphoid, batas bawah crista iliaka 2) Kaset Ukuran 35 x 43 cm CR



: arah sinar vertikal tegak lurus kaset atau film,



CP



: pada bulbus duodenum pada L1. 



Stenik : 1-1,5 ke depan dari mid coronal plane







Astenic : 2 inchi dibawah L1







Hiperstenic : 2 Inchi diatas L1



FFD : 100 cm. Eksposi : ekspirasi dan tahan nafas 3) Kriteria Radiograf



a) Struktur yang tampak daerah lambung dan duodenum tercover celah retrogastric, pylorus dan lengkung duodenum akan terlihat jelas khususnya pada tipe hiperstenic b) Lengkung duodenum terletak pada sekitar L1 c) Dapat memperlihatkan anatomi dan kelainan yang ada. e. Proyeksi LPO (Left Posterior Oblique) Tujuan dari proyeksi LPO bila digunakan double kontras akan dapat memperlihatkan dengan jelas batas antara udara dengan dinding pylorus dan bulbus sehingga jelas untuk gastritis dan ulkus. 1) Posisi pasien



a) Posisi pasien recumbent, punggung menempel kaset b) Posisi Objek : dari posisi supine dirotasikan 30 – 60 derajat dengan bagian kiri menempel meja c) Tungkai difleksikan untuk menopang d) Batas atas :proc.xyphoideus, Batas bawah : SIAS 2) Kaset Ukuran 35 x 43 cm CR



: arah sinar vertikal tegak lurus kaset atau film,



CP



: pada pertengahan crista iliaca. 



Stenik : L1







Astenic : 2 inchi dibawah L1 mendekat mid line







Hiperstenic : 2 Inchi diatas L1



FFD : 100 cm. Eksposi : ekspirasi dan tahan nafas



3) Kriteria Radiograf



a) Struktur yang tampak daerah lambung dan duodenum, bulbus duodenum tanpa superposisi dengan pylorus b) Fundud tampak tertempeli BaSO4 c) Pada double kontras tampak batas body dan pylorus dengan batas udara d) Tidak ada pergerakan dan kekaburan gambaran lambung dan duodenum f. Proyeksi AP 1) Posisi pasien



a) Posisi pasien supine diatas meja pemeriksaan b) Posisi objek MSP pada mid line meja c) Pastikan tubuh tidak ada rotasi 2) Kaset Ukuran 35 x 43 cm



CR



: arah sinar vertikal tegak lurus kaset atau film,



CP



: L1 (diantara xypoid dan batas bawah costae) 



Stenik : L1







Astenic : 2 inchi dibawah L1







Hiperstenic : 1 Inchi diatas L1



FFD : 100 cm. Eksposi : ekspirasi dan tahan nafas 3) Kriteria Radiograf



a) Struktur ditampakkan : lambung dan duodenum, diafragma dan paru-paru bagian bawah b) Tampak bagian – bagian dari lambung bebas superposisi c) Dapat menampakkan daerah yang mempunyai indikasi / kelainan d) Tidak tampak kekaburan dan pergerakan. Catatan : 



Variasi supine dengan mengatur kepala lebih rendah 25 – 30 derajat untuk melihat hernia hiatal.







10 – 15 derajat dengan rotasi pasien ke depan ( sisi kanan dekat meja) untuk melihat gastroesophageal junction juga untuk melihat regurgitasi.



6. Proteksi Radiasi Proteksi radiasi adalah usaha-usaha dalam lingkungan kesehatan yang



bertujuan memperkecil penerimaan dosis radiasi yang diterima baik oleh pihakpihak yang terlibat selama pemeriksaan radiologi baik bagi pasien, radiografer, dokter radiologi, dan masyarakat umum dan lingkungan sekitar. 1) Proteksi radiasi bagi pasien Mengatur luas lapangan sesuai lapangan objek yang diperlukan dan menghindari pengulangan pemeriksaan (pengulangan foto), karena akan menambah dosis yang diterima oleh. 2) Proteksi radiasi bagi petugas Petugas berdiri di belakang tabir radiasi selama penyinaran berlangsung. Apabila petugas harus berada di ruangan pemeriksaan harus menggunakan apron. Menggunakan alat pencatat dosis personil film badge. Petugas menggunakan sarung tangan timbal 3) Proteksi radiasi bagi masyarakat umum Yang dimaksud masyarakat umum disini adalah orang yang berada disekitar unit radiologi



dan



tidak



mempunyai



kepentingan



dengan



pemeriksaan



radiodiagnostik dan dikarenakan suatu hal maka harus berada didekat unit radiologi, contoh dari masyarakat umum adalah pengantar pasien ( keluarga, perawat )pemberian proteksi masyarakat umum sebagai berikut ; Tembok ruangan pemeriksaan setebal setara dengan ketebalan 0,25mm Pb dan pintu ruangan di unit radiologi di lapisi Pb. Memberikan peringatan berupa tulisan, maupun tanda-tanda akan bahaya radiasi sinar-X. 7. Kesimpulan dan Saran 1) Kesimpulan Pemeriksaan OMD



adalah suatu pemeriksaan radiografi pada saluran



pencernaan bagian atas yang menggunakan media kontras positif yang mengandung barium. Pemeriksaan ini menggunakan barium follow through yang merupakan pemeriksaan radiologi usus halus dengan meminum media kontras yang merupakan kelanjutan dari pemeriksaan meal yang memerlukan waktu beberapa jam untuk dapat sampai ke proses pencernaan makanan. Media kontras yang digunakan adalah barium sulfat dengan perbandingan 1:4. Tujuan pemeriksaan ini untuk melihat kelainan pada saluran pencernaan bagian atas. Pemeriksaan OMD pada esofagus tidak ada persiapan khusus tetapi pada pemeriksaan maag dan duodenum terdapat persiapan khusus seperti puasa untuk



mengosongkan usus bagian atas. Pemeriksaan OMD dibuat dengan proyeksi foto PA, lateral kanan, LPO, dan AP. 2. Saran Dalam pelaksanaan pemeriksaan OMD radiografer harus menjaga komunikasi yang baik dengan pasien karena hal ini berhubungan dengan organ vital pasien. Melakukan prosedur lebih hati-hati dan tepat sehingga dapat mengurangi pengulangan foto. Selain itu, radiografer juga harus memperhatikan proteksi radiasi baik untuk dirinya sendiri, untuk pasien, maupun untuk penunggu pasien.