Laporan Praktikum Omd Kel 3 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK RADIOGRAFI 3 OESOPHAGUS, MAAG, DAN DUODENUM Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Teknik Radiografi 3 Dosen Pembimbing : Ary Kurniawati, S.ST, M.Si



Disusun Oleh : Aries Nugroho



(P1337430115028)



Bayu Kurniawan



(P1337430115039)



Yasin Tirtana Aji



(P1337430115038)



Athif Nabilah



(P1337430115015)



Betriyeni Chandra Meida



(P1337430115033)



Dwi Lestari



(P1337430115021)



Dyannida Rahma F. Iin Naliska



(P1337430115002) (P1337430115017)



Mentari Soka Iantono Riska Bintang P.



(P1337430115042) (P1337430115020)



PRODI D-III TEKNIK RADIODIAGNOSTIK DAN RADIOTERAPI JURUSAN TEKNIK RADIODIAGNOSTIK DAN RADIOTERAPI SEMARANG POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN SEMARANG 2016 BAB I



PENDAHULUAN A.



TUJUAN 1. Mahasiswa dapat mengetahui prinsip – prinsip radiografi intervensional, khususnya pada teknik pemeriksaan OMD (Oesophagus, Maag dan Duodenum) 2. Mahasiswa dapat mengetahui dan melakukan prosedur pemeriksaan OMD



B.



(Oesophagus, Maag dan Duodenum) ANATOMI DAN FISIOLOGI 1. Oesophagus Kerongkongan merupakan saluran panjang (± 25 cm) yang tipis sebagai jalan bolus dari mulut menuju ke lambung. Fungsi kerongkongan ini sebagai jalan bolus dari mulut menuju lambung.Bagian dalam kerongkongan senantiasa basah oleh cairan yang dihasilkan oleh kelenjar-kelenjar yang terdapat pada dinding kerongkongan untuk menjaga agar bolus menjadi basah dan licin. Keadaan ini akan mempermudah bolus bergerak melalui kerongkongan menuju ke lambung. Bergeraknya bolus dari mulut ke lambung melalui kerongkongan disebabkan adanya gerak peristaltik pada otot dinding kerongkongan.Gerak peristaltik dapat terjadi karena adanya kontraksi otot secara bergantian pada lapisan otot yang tersusun secara memanjang dan melingkar.



Gerakan peristaltic pada oesofagus 2. Maag



a. Stomach, terletak diantara esophagus dan usus halus. Merupakan bagian yang mengalami pelebaran / dilatasi pada alimentary canal. b. Stomach terdiri dari 4 bagian besar yaitu : cariac, fundus, body atau corpus dan pylorus. c. Body habitus 1) Tipe dari body habitus memberikan efek yang sangat besar terhadap lokasi organ pencernaan pada rongga abdomen. 2) Untuk keakuratan dan konsistensi posisi dari organ pencernaan perlu diketahui karakteristik dan klasifikasi dari body habitus. 3) Terdapat 4 kelompok dari body habitus yaitu : hypersthenic, sthenic, hyposthenic dan asthenic



Letak maag berdasarkan body



habitus



3. Duodenum Duodenum atau juga disebut dg usus 12 jari merupakan usus yg berbentuk seperti huruf C yg menghubungkan antara gaster dg jejunum. Duodenum melengkung di sekitar caput pancreas. Duodenum merupakan bagian terminal/ muara dr system apparatus biliaris dr hepar maupun dr pancreas. Selain itu duodenum jg merupakan batas akhir dr saluran cerna atas. Dimana saluran cerna dipisahkan mjd saluran cerna atas dan bawah oleh adanya lig. Treitz (m. suspensorium duodeni) yg terletak pd flexura duodenojejunales yg merupakan batas antara duodenum dan jejunum. Di dalam lumen duodenum terdapat lekukan2 kecil yg disebut dg plica sircularis. Duodenum terletak di cavum abdomen pd regio epigastrium dan umbilikalis. Duodenum memiliki penggantung yg disebut dg mesoduodenum. Duodenum terdiri atas beberapa bagian:



Anatomi Duodenum C.



INDIKASI 1. Oesofagus a. Akhlasia Disebut juga cardiospasme, disebabkan oleh kegagalan fungsi motorik yang berupa hilangnya gerakan peristaltik dibagian bawah oesophagus dan disebabkan oleh kegagalan sfinkter kardiak untuk mengendor. b. Anatomi Anomalies Anatomi Anomalies dapat bersifat congenital atau disebabkan oleh penyakit seperti kanker. Pasien penderita stoke juga dapat diserang penyakit ini sehingga terganggu pada mekanisme motoriknya. c. Barret’s Esofagus Barret’s Esofagus atau barret’s syndrome adalah pergeseran dari epithelium squamosa, pergeseran ini menyebabkan striktura pada bagian distal esophagus. d. Carcinoma Esofagus Adenocarcinoma adalah salah satu keganasan yang sering terjadi di oesofagus. Pasien sulit menelan, sakit dan berdarah saat menelan, carcinosarcoma, yang dapat menghasilkan polip yang besar dan irregular serta pseudocarcinoma.



e. Dysphagia Kesulitan menelan yang dapat disebebkan karena congenital atau kondisi yang didapat. Penyebab dysphagia adalah jebakan bolus makanan, kelumpuhan otot faring atau oesofagus dan penyempitan atau pelebaran oesofagus. f. Oesofagus Reflux Masuknya isi lambung ke dalam oesofagus, mengiritasi dinding oesofagus dan lama-kelamaan keadaan ini dapat menghasilkan oesofagogitis. g. Oesofagogitis Oesofagogitis atau radang oesofagus disebabkan oleh zat korosif, uremi, tuberculosis, dan antinomycosys. 2. Lambung a. Benzoar Massa dari material yang tidak dapat dicerna dan terperangkap di dalam lambung. Massa ini bisa terbuat dari rambut, serat sayuraan tertentu / bahan yang terbuat dari kayu. Material ini dapat menyebabkan obstruksi pada lambung. b.



Diverticula Terjadi karena perlemahan kantong dari dinding mukosa yang dapat terjadi di lambung dan usus halus. Diverticula lambung berukuran antara 1-2 cm dan diameternya sampai dengan 8 cm. jika diverticula ini tidak segera disembuhkan, maka akan menimbulkan pervorasi.



c.



Emesis Emesis adalah keadaan muntah yang disertai dengan keluarnya darah.



d.



Gastritis Gastritis adalah suatu peradangan mukosa lambung yang sebabkan oleh makanan atau miuman yang dapat menyebabkan iritasi pada selaput lendir lambung dan juga infeksi akut.



e.



Hiatal hernia



Kondisi dimana bagian lambung masuk ke dalam hiatus diafragma. Hiatal hernia dapat terjadi karea oesofagus yang pendek dan perlemahan otot sekitar hiatus diafragma. f.



Carcinoma lambung Carcinoma lambung terdiri 70% dari seluruh neoplasma lambung. Yaitu dengan filling defect irregular dalam lambung, dinding bertanda, kaku lambung dan luka pada mukosa.



g.



Ca Gaster Ca Gaster adalah tumor jinak di lambung tidak menimbulkan gejala atau masalah medis. Tetapi kadang-kadang, beberapa mengalami pendarahan atau berkembang menjadi kanker.



3. Duodenum a. Malabsorbsi Keadaan dimana terdapat gangguan absorbsi mukosa usus terhadap satu atau banyak zat gizi yang mengakibatkan ekskresi zat-zat tersebut ke dalam feses. b. Peritonitis Peritonitis



adalah



peradangan



peritoneum



yang



merupakan



komplikasi berbahaya yang sering terjadi akibat penyebaran dari organorgan abdomen. c. Congenital (prrimer) Adalah penyakit yang disebabkan kelemahan setempat pada dinding duodenum dan ditemukan pada tempat-tempat pembuluh darah yang masuk ke dalam dinding. d. Diverticula Biasanya pada duodenum bagian pertama dan biasanya sekitar bekas luka tukak peptic. Bila banyak disebut divertikulosis. D.



KONTRA INDIKASI 1. Persangkaan perforasi tidak boleh menggunakan BaSO4 tetapi menggunakan water soluble kontras (urografin, iopamiro). 2. Obtruksi usus besar BAB II



PROSEDUR PEMERIKSAAN A.



Prosedur Pemeriksaan Oesofagogram (Barium Swallow) 1. Persiapaan Pasien: a. Tidak ada persiapan khusus, kecuali dilanjutkan untuk pemeriksaan lambung & duodenum b. Penjelasan prosedur pemeriksaan kepada pasien c. Melakukan Inform Consent 2. Persiapan media kontras a. Barium encer = BaSO4 : air = 1 : 1 b. Barium kental = BaSO4 : air = 3:1 atau 4 :1 3. Persiapan Alat dan Bahan a. Pesawat radiografi x-ray + Flouroskopi 7) Tissue/kertas pembersih b. Baju Pasien 8) Bahan kontras c. Gonad shield 9) Air Masak d. Kaset + film ukuran 30 x 40 cm 10) Sendok / sedotan e. Grid 11) Gelas f. X-Ray marker 4. Teknik Pemeriksaan dan Kriteria Radiograf a. Proyeksi AP 1) Faktor Teknik: a) Film 30 x 40 cm memanjang b) Moving/stationary grid c) Shielding : region pelvic 2) Posisi Pasien: Recumbent / erect 3) Posisi Objek: a) MSP tubuh pasien pada pertengahan meja/kaset b) Shoulder & hip tidak ada rotasi c) Tangan kanan memegang gelas berisi barium d) Tepi atas Film 5 cm di atas shoulder 4) Central Ray: Tegak lurus terhadap kaset 5) Central Point: Pada MSP, 2,5 cm inferior angulus sternum (T5-6) / 7,5 cm inferior jugular notch 6) FFD: 100 cm 7) Kollimasi : Atur Luas



Lap.



Penyinaran selebar12 -15 cm 8) Eksposi : Pada saat tahan nafas setelah menelan barium



9) Catatan : a) pasien menelan 2 / 3 sendok barium kental kemudian diexpose. b) untuk “full filling” digunakan barium encer. Pasien minum barium dengan sedotan langsung expose dilakukan setelah pasien menelan 3 – 4 tegukan 10) Kriteria Radiograf: a) Struktur: Esophagus terisi barium b) Posisi: Tidak ada rotasi dari pasien c) Sternoclavicular joint simetris d) Kolimasi: Seluruh oesophagus masuk pada lapangan penyinaran e) Faktor Eksposi: Teknik yang digunakan mampu menampakkan oesophagus superimposed dengan Th-vertebra. f) Tepi yg tajam menunjukkan tdk ada pergerakan pasien saat eksposi.



b. Proyeksi PA Oblique (RAO) 1) Faktor teknik : a) Film 30 x 40 cm memanjang b) Moving/stationary grid c) Shielding : region pelvic 2) Posisi Pasien: Recumbent / erect (recumbent



lebih



disarankan



karena pengisian lbh baik) 3) Posisi Objek: a) Rotasi tubuh 350 – 400 dari posisi prone, dengan sisi kanan depan tubuh menempel meja/kaset. b) Tangan kanan di belakang tubuh, tangan kiri flexi di depan kepala pasien, memegang gelas barium, dengan sedotan pd mulut pasien. c) Lutut kiri flexi untuk tumpuan d) Pertengahan thorax diatur pada posisi oblik pada pertengahan meja/kaset e) Tepi atas kaset 5 cm di atas bahu



4) Central Ray: Tegak lurus thd kaset 5) Central Point: pada pertengahan kaset setinggi T5-6 / 7,5 cm inferior jugular notch 6) FFD: 100 cm (180 cm bila pasien berdiri) 7) Kolimasi: Atur Luas Lap Penyinaran selebar12 -15 cm 8) Eksposi: Pada saat tahan nafas setelah menelan barium 9) Catatan: a) pasien menelan 2 / 3 sendok barium kental kemudian diexpose b) untuk “full filling” digunakan barium encer. Pasien minum barium dg sedotan langsung expose dilakukan setelah pasien menelan 3 – 4 tegukan



10) Kriteria Radiograf: a) Struktur: Esophagus terisi barium terlihat diantara C. Vertebra dan jantung



(RAO



gambaran



lebih



menunjukkan jelas



antara



vertebrae dan jantung dibanding LAO). b) Posisi: Rotasi yg cukup



akan



menampakkan oesophagus diantara C.



Vertebra



dan



jantung,



Jika



oesophagus superimposisi di atas vertebra, rotasi perlu ditambah. c) Oesophagus terisi media contrast. d) Bahu tidak superposisi dengan oesophagus. e) Kolimasi : Seluruh oesophagus masuk pada lap. Penyinaran f) Faktor Eksposi: Teknik yg digunakan mampu menampakkan oesophagus secara jelas yg terisi media kontras. g) Tepi yg tajam menunjukkan tidak ada pergerakan pasien pada saat eksposi.



c. Proyeksi Lateral 1) Faktor teknik : a) Film 30 x 40 cm memanjang b) Moving/stationary grid c) Shielding : region pelvic 2) Posisi Pasien: Recumbent / Erect (recumbent lebih disukai karena pengisian lbh baik) 3) Posisi Objek: a) Atur kedua tangan pasien di depan kepala saling superposisi, elbow flexi b) Mid coronal plane pada garis tengah meja/kaset. c) Shoulder dan hip diatur true lateral, lutut flexi untuk fiksasi. d) Tepi atas kaset 5 cm di atas bahu 4) Central Ray: Tegak lurus thd kaset 5) Central Point: pada pertengahan kaset setinggi T5-6 / 7,5 cm inferior 6) 7) 8) 9)



jugular notch FFD : 100 cm (180 cm bila pasien berdiri) Kollimasi : Atur Luas Lap. Penyinaran selebar12 -15 cm Eksposi : Pada saat tahan nafas setelah menelan barium Catatan: a) pasien menelan 2 / 3 sendok barium kental kemudian diexpose b) untuk “full filling” digunakan barium encer. Pasien minum barium dg sedotan, langsung expose dilakukan



setelah pasien menelan 3 – 4 tegukan 10) Kriteria Radiograf a) Struktur: Esophagus terisi barium terlihat diantara C. Vertebral dan jantung b) Posisi: True lateral ditunjukkan dari superposisi kosta posterior



c) Bahu pasien tidak superposisi dengan oesophagus d) Oesophagus terisi media contrast e) Kolimasi : Seluruh oesophagus masuk pada lap. Penyinaran f) Faktor Eksposi: Teknik yg digunakan mampu menampakkan oesophagus secara jelas yang terisi media kontras. g) Tepi yg tajam menunjukkan tdk ada pergerakan pasien saat eksposi.



B.



Prosedur Pemeriksaan Maag Dan Duodenum 1. Persiapan Pasien a) Pasien diberi penjelasan tentang pemeriksaan yg akan dilakukan kooperatif b) 2 hari sebelum pemeriksaan pasien diet rendah serat u’ mencegah pembentukan gas akibat fermentasi c) Lambung harus dlm kondisi kosong, u’ memastikan lambung kosong dr makanan dan air pasien puasa 8 – 9 jam sebelum pemeriksaan d) Pasien tidak diperbolehkan mengkonsumsi obat-obatan yg menggandung substansi radiopaque seperti steroid, pil kontrasepsi dll e) Sebaiknya kolon bebas dr fecal material dan udara bila perlu diberikan zat laxative f) Tidak boleh merokok (nicotine merangsang sekresi saliva). g) Pasien diminta mengisi inform concent 2. Persiapan Media Kontras a) Single Contrast 1) Penjelasan pada pasien ttg prosedur Foto Polos abdomen 2) Dilakukan Persiapan pemeriksaan 3) Dibuat foto polos abdomen/dilakukan flouroskopi hepar, dada dan abdomen 4) Pasien diberikan Media Kontras ± 1 gelas 5) Jika memungkinkan pasien dalam posisi berdiri, jika pasien recumbent pasien minum dengan sedotan 6) Pasien diinstruksikan minum 2 – 3 teguk media kontras, dilakukan manipulasi agar seluruh mukosa terlapisi diikuti flouroskopi atau dibuat foto yg dibutuhkan. 7) Setelah melihat rugae pasien minum sisa barium u’ melihat pengisian penuh dan duodenum



8) Dg teknik fluoroskopi pasien dirotasi dan meja dp disudutkan shg seluruh aspek oesophagus, lambung dan duodenum terlihat b) Double Contrast 1) Setelah minum media kontras positif, pasien diberikan pil, bubuk carbonat dsb u menghasilkan efek gas. 2) Pasien diposisikan recumbent dan diinstruksikan u berguling-guling 4 – 5 putaran shg seluruh mukosa lambung terlapisi media kontras 3) Dpt diberikan glucagon atau obat lain u mengurangi kontraski lambung (lambung lebih relax) 4) Dilakukan pengambilan foto dg proyeksi sesuai yang diinginkan sama pada teknik single kontrast 5) Bila menggunakan fluoroskopi diambil spot foto pada daerah-daerah yang diinginkan 3. Persiapan Alat dan Bahan a) b) c) d)



Pesawat radiografi sinar-X + Flouroscopy Film + kaset uk. 24 X 30 cm, 30 x 40 cm Apron & Sarung tangan Pb Baju pasien



e) Tissue dan bengkok



g) Marker dan grid h) Air minum, gelas, dan sendok i) Media kontras barium sulfat j) Obat emergensi: dexametason, delladryl k) Barium Encer (BaSO4 : air = 1 : 4)



f) Kontras negatif tablet efferfecent, natrium sulfas, sprite dll



4. Teknik Pemeriksaan dan Kriteria Radiograf a. Proyeksi PA 1) Posisi Pasien: berdiri, prone menghadap kaset 2) Posisi Objek : MSP pada pertengahan meja / kaset. Batas Atas : Xyphoid ( Th 9-10 ) 3) Batas Bawah: SIAS, diyakinkan tidak ada rotasi abdomen. 4) CR : vertikal tegak lurus terhadap kaset 5) CP : Pada pylorus dan bulbus duodeni. a) Stenik : 1-2 inchi dibawah L2 menuju lateral batas costae dan 1 inchi kekiri dari C. Vertebrae b) Astenic : 2 inchi dibawah L2 c) Hiperstenic : 2 Inchi diatas level duodenum 6) Expose : ekspirasi dan tahan nafas. 7) Kriteria Radiograf : a) Struktur yang tampak daerah lambung dan duodenum b) Body dan pylorus tercover c) Struktur gambar dapat menampakkan jaringan dari lambung dan duodenum.



d) Tampak struktur anatomis sesuai dengan kelainan dan patologi e) Tidak ada rotasi pasien



b.



Proyeksi LPO 1) Posisi Pasien: pasien recumbent, punggung menempel kaset. 2) Posisi Objek : dari posisi supine dirotasikan 30 – 60 derajat dengan bagian kiri menempel meja, tungkai difleksikan untuk menopang, Batas atas :proc.xyphoideus, 3) Batas bawah : SIAS 4) CR : Vertikal Tegak Lurus 5) CP : pertengahan crista iliaca a) Stenik : L1 b) Astenic : 2 inchi dibawah L1 mendekat mid line c) Hiperstenic : 2 Inchi diatas L1 6) FFD : 100 cm 7) Expose : ekspirasi dan tahan nafas. 8) Kriteria Radiograf : a) Struktur yang tampak daerah lambung dan duodenum, bulbus duodenum tanpa superposisi dengan pylorus b) Fundus c) Pada double kontras tampak batas body dan pylorus dengan batas udara d) Tidak ada pergerakan dan kekaburan gambaran lambung dan duodenum



Kriteria radiograf LPO c.



Sketsa radiograf LPO



Proyeksi Lateral Kanan 1) Posisi Pasien : pasien miring arah kanan, atur kaki dan dan tangan mengikuti kemiringan pasien 2) Posisi Objek : bahu dan daerah costae dalam



posisi



lateral,



batas



atas



xyphoid, batas bawah crista iliaka 3) Central Ray : Vertikal Tegak Lurus 4) Central Point : bulbus duodenum pada L1 a) Stenik : 1-1,5 ke depan dari MCP b) Astenic : 2 inchi dibawah L1 c) Hiperstenic : 2 Inchi diatas L1 5) FFD : 100 cm 6) Expose : ekspirasi dan tahan nafas 7) Kriteria Radiograf : a) Struktur yang tampak daerah lambung dan duodenum tercover celah retrogastric, pylorus dan lengkung duodenum (duodenal loop)akan terlihat jelas khususnya pada tipe hiperstenic. b) Lengkung duodenum terletak pada sekitar L1\ c) Dapat memperlihatkan anatomi dan kelainan yang ada.



BAB III PENUTUP A.



Kesimpulan 1. Pemeriksaan Oesofagus Maag Duodenum (OMD) adalah suatu pemeriksaan saluran pencernaan pada bagian atas yang menggunakan media kontras positif. 2. Pemeriksaan Oesofagus Maag Duodenum (OMD) menggunakan sistem Barium follow through yang adalah pemeriksaan radiologis usus halus dengan meminum media kontras yang merupakan kelanjutan dari pemeriksaan barium meal yang memerlukan waktu beberapa jam untuk dapat sampai ke proses pencernaan makanan. 3. Media kontras yang digunakan dalam pemeriksaana Oesofagus Maag Duodenum (OMD) adalah Barium Sulfat dengan perbandingan 1:4



B.



Saran Sebelumnya pasien diberi informasi tentang persiapan yang benar agar tidak menganggu proses pemeriksaan dan menghasilkan gambaran radiograf yang akurat.



DAFTAR REFERENSI Sheerwood, Lauralee. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi ke-6. EGC: Jakarta. 2012. Ballinger, Philip W. dan Eugene D. Frank. Merrill’s Atlas of Radiographic Positions & Radiologic Procedures. Volume 2, Edisi ke-10. Mosby: USA. 2003.