13 0 467 KB
LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI FORMULASI SEDIAAN STERIL TETES MATA CHLORAMPHENICOL 0,5%
DISUSUN OLEH : Dalilah Sakinah Putri
PO.71.39.1.20.026
Meliza Utami
PO.71.39.1.20.028
Ilham Rama Putra
PO.71.39.1.20.030
Anissa Rahma Salsabila
PO.71.39.1.20.032
Jihan Humairah
PO.71.39.1.20.034
Sinta Oktaria
PO.71.39.1.20.036
Kelompok 3 Genap Reguler 2A Dosen Pembimbing : Drs. Sadakata Sinulingga, Apt, M.Kes NILAI
PARAF
JURUSAN FARMASI POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PALEMBANG
2020/2021 BAB I PENDAHULUAN
1.1
Tujuan a. Mahasiswa mampu mengetahui rancangan formula dalam pembuatan tetes mata kloramfenikol b. Mahasiswa dapat memahami proses pembuatan sediaan tetes mata kloramfenikol c. Mahasiswa mampu memahami evaluasi pada sediaan tetes mata kloramfenikol d. Mengetahui dan memahami cara pembuatan sediaan tetes mata kloramfenikol yang baik dan benar.
1.2
Manfaat Mahasiswa mampu mengetahui apa dan bagaimana pembuatan sediaan tetes mata dalam hal ini dibuat dalam skala besar/berkelompok.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Teori 2.1.1
Definisi Steril Steril adalah suatu keadaan dimana suatu alat, bahan atau sediaan sama sekali
bebas dari mikroorganisme hidup yang patogen maupun tidak, baik dalam bentuk vegetative maupun spora. Sterilisasi adalah penghancuran secara lengkap semua mikroorganisme hidup dan spora-sporanya dari alat, bahan atau sediaan. Produk steril adalah sediaan terapetis dalam bentuk terbagi-bagi yang bebas dari mikroorganisme hidup. Semua komponen dan proses yang terlibat dalam penyediaan produk ini harus dipilih dan dirancang untuk menghilangkan semua jenis kontaminasi secara fisik, kimia atau mikrobiologi. Sterilisasi adalah cara untuk mendapatkan suatu kondisi bebas mikroba atau setiap proses yang dilakukan baik secara fisika, kimia, dan mekanik untuk membunuh semua bentuk kehidupan terutama mikroorganisme. Sterilisasi yang sering dilakukan untuk alat-alat praktikum terbagi menjadi sterilisasi kering dan sterilisasi basah (Hadioetomo,1993). Jenis – jenis Metode Sterilisasi 1. Panas kering Cara ini untuk membunuh mikroba hanya memakai udara panas kering yang tinggi. Sterilisasi panas kering dibedakan atas : a) Panas membara Dengan jalan menaruh benda yang akan disterilkan dalam nyala api bunsen sampai merah membara. Alat yang disterilkan yaitu sengkelit, jarum, ujung pinset dan ujung gunting. b) Melidah-apikan Dengan melewatkan benda dalam api bunsen, namun tidak sampai menyala terbakar. Alat yang disterilkan yaitu scalpel, kaca benda, mulut tabung dan mulut botol. c) Udara kering
Oven merupakan ciri umum yang dimaksud. Alat ini terbuat dari kotak logam, udara yang terdapat di dalamnya mendapat udara panas melalui panas dari nyala listrik. Alat yang disterilkan yaitu tabung reaksi, cawan petri, pipet, scalpel dari logam, gunting dan botol. Pemanasan satu jam dengan temperatur 160oC dianggap cukup. 2.
Panas Basah Panas basah adalah pemanasan menggunakan air atau uap air. Uap air adalah media penyalur panas yang terbaik dan terkuat daya penetrasinya. Panas basah mematikan mikroba. Oleh karena koagulasi dan denaturasi enzim dan protein protoplasma mikroba. Untuk mematikan spora diperlukan panas basah selama 15 menit pada suhu 121oC. Sterilisasi panas basah dapat dibedakan atas tiga golongan yaitu : a) Panas basah 100oC Sterilisasi dengan cara ini hasilnya mutlak steril, sehingga biasa dipergunakan di rumah sakit dan laboratorium besar. Cara ini menggunakan tangki yang diisi dengan uap air yang disebut autoclave. Alat yang disterilkan adalah alat dari kaca, kain kasa, media pembenihan, cairan injeksi, dan bahan makanan.
2.1.2
Tetes mata
Tetes mata adalah sediaan steril yang berupa larutan atau suspensi yang digunaka dengan cara meneteskan obat pada selaput lendir mata disekitar kelopak mata dari bola mata. (Depkes RI, 1979). Larutan obat mata adalah larutan steril, bebas partikel asing, merupakan sediaan yang dibuat dan dikemas sedemikian rupa sehingga sesuai digunakan pada mata (Farmakope Indonesia IV, 1995). Menurut Anief (1999), Sediaan obat mata adalah sediaan steril berupa salep, larutan atau suspensi, digunakan pada mata dengan meneteskan, mengoleskan pada selaput lendir mata disekitar kelopak mata dan bola mata. Obat mata ini pada dasarnya dapat dibagi menjadi tiga macam : 1. Obat cuci mata (collyria) 2. Obat tetes mata (guttae opthalmicae) 3. Salep mata Pada dasarnya sebagai obat mata biasanya dipakai : 1. Bahan-bahan yang bersifat antiseptika (dapat memusnahkan kuman-kuman pada selaput lender mata), misalnya asam borat, protargol, kloramfenikol, basitrasina, dan sebagainya. 2. Bahan-bahan yang bersifat mengecutkan selaput lender mata (adstringentia), misalnya seng sulfat. Untuk pembuatan obat mata ini perlu diperhatikan mengenai kebersihannya, pH yang stabil, dan mempunyai tekanan osmose yang sama dengan tekanan osmose darah. Pada pembuatan obat cuci mata tak perlu disterilkan, sedangkan pada pembuatan obat tetes mata harus disterilkan (Anief, 1999). Menurut Lund (1994), Pada pembuatan obat mata perlu diperhatikan hal khusus sebagai berikut:
Toksisitas bahan obat
Tonisitas
Kebutuhan akan dapar
Sterilitas
Kemasan yang tepat
Tetes mata harus memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan yaitu :
Steril
jernih
bebas partikel asing
sedapat mungkin isotonis
sedapat mungkin isohidris Bila obatnya tidak tahan pemanasan, maka sterilitas dicapai dengan menggunakan
pelarut steril, dilarutkan obatnya secara aseptis, dan menggunakan penambahan zat pengawet dan botol atau wadah yang steril. Isotonis dan pH yang dikehendaki diperoleh dengan menggunakan pelarut yang cocok. Pelarut yang sering digunakan adalah : 1. Larutan 2% Asam Borat (pH = 5) 2. Larutan Boraks – Asam Borat (pH = 6,5) 3. Larutan basa lemah Boraks – Asam Borat (pH = 8) 4. Aquadestillata 5. Larutan NaCl 0,9% (Widjajanti, 1989) Faktor-faktor yang sangat penting dalam pembuatan sediaan larutan mata : a. Ketelitian dan kebersihan dalam penyiapan larutan; b. Sterilitas akhir dari collyrium dan kehadiran bahan antimikroba yang efektif untuk
menghambat
pertumbuhan
dari
banyak
mikroorganisme
selama
penggunaan dari sediaan; c. Isotonisitas dari larutan; d. pH yang pantas dalam pembawa untuk menghasilkan stabilitas yang optimum (Akbar, 2010) Obat tetes mata yang digunakan harus diserap masuk ke dalam mata untuk dapat member wfwk. Larutan obat tetes mata segera campur dengan cairan lakrimal dan meluas di permukaan kornea dan konjungtiva, dan obatnya harus masuk melalui kornea menembus mata. Mata terdiri dari kornea yang bening dan sclera yang tertutup oleh salut pelindung dan berserabut, berwarna putih, rapat, dan tidak ada saluran darah. Permukaan luas dari salut sclera terdapat membrane konjungtiva, membrane mukosa yang tipis ini merupakan exterior coating yang kontinu pada bagian yang putih dari mata dan aspek
dalam dari penutup. Jaringan konjungtiva mengandung banyak glandula mukosa yang uniseluler dan berguna untuk pemeliharaan mata umumnya. Jaringan ini mengandung banyak saluran darah dan terutama kaya akan saluran limfe. Saluran darah ini kolap, dan melebar bila ada iritasi oleh zat asing, infeksi mikrobial atau lainnya. Obat yang menembus ke dalam konjungtiva, sebagian dihilangkan oleh aliran cairan melalui konjungtiva darah, sistem limfe. Di bawah ini terletak sclera yang berserabut dan rapat. Bagian kornea merupakan jaringan vaskuler, transparan, dan sangat tipis. Sel-sel epitel pada permukaannya mengandung komponen lipoid. Pada kornea ini banyak sekali urat syarat sensoris yang bebas dan berakhir antara sel-sel epitel dan permukaan. Karena itu sangat peka terhadap stimuli dan penjamahan (Anief, 2000). Air mata normal memiliki pH kurang lebih 7,4 dan mempunyai kapasitas dapar tertentu. Penggunaan obat mata merangsang pengeluaran air mata dan penetralan cepat setiap perubahan pH tertentu. Secara ideal larutan obat mempunyai pH dan isotonisitas yang sama dengan air mata. Hal ini tidak selalu dapat dilakukan, karena pada pH>7,4 banyak obat yang tidak cukup larut dalam air. Selain itu banyak obat yang secara khemis tidak stabil pada pH mendekati 7,4. ketidakstabilan ini lebih nyata pada suhu tinggi yaitu pada saat sterilisasi dengan pemanasan. Oleh karena itu pada system dapar harus dipilih sedekat mungkin dengan pH fisiologis yaitu 7,4 dan tidak menyebabkan pengendapan obat ataupun mempercepat kerusakan obat (Lund, 1994). Nilai isotonisitas cairan mata isotonic dan darah mempunyai nilai isotonisitas sesuai dengan larutan NaCl p 0,9%. Secara ideal larutan obat mata harus mempunyai nilai isotonisitas tersebut, tetapi mata tahan terhadap isotonisitas rendah setara dengan larutan NaCl p 0,6% dan tertinggi setara dengan larutan NaCl p 0,2% tanpa gangguan yang nyata (Lund, 1994). Sebagian besar zat aktif yang digunakan untuk sediaan mata bersifat larut air, basa lemah atau dipilih bentuk garamnya yang larut air. Sifat- sifat fisikokimia yang harus diperhatikan dalam memilih garam untuk formulasi larutan optalmik yaitu : 1. Kelarutan 2. Stabilitas 3. pH stabilitas dan kapasitas dapar 4. kompatibilitas dengan bahan lain dalam formula
Bentuk garam yang biasa digunakan adalah garam hidroksida, sulfat dan nitrat. Sedangkan untuk zat aktif yang berupa asam lemah, biasanya digunakan garam natrium (Lund, 1994). Sterilisasi B yaitu pemanasan dengan mengunakan bakterisida. Sediaan dibuat dengan melarutkan atau mensuspensikan bahan obat dalam laratutan klorkresol P 0,2% b/v dalam air untuk injeksi atau dalam larutan bakterisida yang cocok dalam air untuk injeksi. Isikan ke dalam wadah kemudian ditutup kedap. Jika volume dalam tiap wadah tidak lebih dari 30 ml, panaskan pada suhu 980 sampai 1000C selama 30 menit. Jika volume dalam tiap wadah lebih dari 30 ml, waktu sterilsasi diperpanjang h ingga seluruh isi tiap wadah berada pada suhu 980 sampai 1000C selama 30 menit. Jika dosis tunggal injeksi yang digunakan secara intravenus lebih dari 15 ml, pembuatan tidak dilakukan dengan cara ini, injeksi yang digunakan secara intrateka , intrasistema atau peridura tidak boleh dibuat dengan cara ini (Saputri, 2010). Larutan obat mata dapat dikemas dalam wadah takaran ganda bila digunakan secara perorangan pada pasien dan bila tidak terdapat kerusakan pada permukaan mata. Wadah larutan obat mata harus tertutup rapat dan disegel untuk menjamin sterilitas pada pemakaina pertama. Sedangkan untuk penggunaan pembedahan, disamping steril, larutan obat mata tidak boleh mengandung antibakteri karena dapat mengiritasi jaringan mata (Farmakope Indonesia IV, 1995). Karakteristik sediaan tetes mata yang baik 1. Kejernihan Larutan mata adalah dengan definisi bebas dari partikel asing dan jernih secara normal diperoleh dengan filtrasi, pentingnya peralatan filtrasi dan tercuci baik sehingga bahan-bahan partikulat tidak dikontribusikan untuk larutan dengan desain
peralatan
untuk
menghilangkannya.Pengerjaan
penampilan
dalam
lingkungan bersih.Penggunaan Laminar Air Flow dan harus tidak tertumpahkan akan memberikan kebersamaan untuk penyiapan larutan jernih bebas partikel asing. Dalam beberapa permasalahan, kejernihan dan streilitas dilakukan dalam langkah filtrasi yang sama. Ini penting untuk menyadari bahwa larutan jernih sama fungsinya untuk pembersihan wadah dan tutup. Keduanya, wadah dan tutup harus bersih, steril dan tidak tertumpahkan.Wadah dan tutup tidak membawa partikel dalam larutan selama kontak lama sepanjang penyimpanan. Normalnya dilakukan test sterilitas.
2. Stabilitas Stabilitas obat dalam larutan, seperti produk tergantung pada sifat kimia bahan obat,pH produk, metode penyimpanan (khususnya penggunaan suhu), zat tambahan larutan dan tipe pengemasan. 3. Tonisitas Tonisitas berarti tekanan yang diberikan oleh garam-garam dalam larutan berair, larutan mata adalah isotonik dengan larutan lain ketika magnefudosifat koligatif larutan adalah sama. larutan mata dipertimbangkan isotonik ketika tonisitasnya sama dengan 0,9% laritan Na Cl.Sebenarnya mata lebih toleran terhadap variasi tonisitas daripada suatu waktu yang diusulkan. Maka biasanya dapat mentoleransi larutan sama untuk range 0,5%-1,8% NaCl. Memberikan pilihan, isotonisitas selalu dikehendaki dan khususnya penting dalam larutan intraokuler. Namun demikian, ini tidak dibutuhkan ketika total stabilitas produk dipertimbangkan. 4. Viskositas USP
mengizinkan
penggunaan
bahan
pengkhelat
viskositas
untuk
memperpanjang lama kontak dalam mata dan untuk absorpsi obat dan aktivitasnya.Bahan-bahan seperti metilselulosa, polivinil alkohol dan hidroksi metil selulosa ditambahkan secara berkala untuk meningkatkan viskositas.Para peneliti telah mempelajari efek peningkatan viskositas dalam waktu kontak dalam mata.umumnya viskositas meningkat 25-50 cps range yang signifikan meningkat lama kontak dalam mata. 5. Tambahan (additives) Penggunaan bahan tambahan dalam larutan mata diperbolehkan, namun demikian pemilihan dalam jumlah tertentu. Antioksidan, khususnya Natrium Bisulfat atau metabisulfat, digunakan dengan konsentrasi sampai 0,3%, khususnya dalam larutan yang mengandung garam epinefrin. Antioksidan lain seperti asam askorbat atau asetilsistein juga digunakan. Antioksidan berefek sebagai penstabil untuk meminimalkan oksidasi epinefrin. 6. Tetes mata harus steril Sterilisasi merupakan sesuatu yang penting. Larutan mata yang dibuat dapat membawa banyak organisme, yang paling berbahaya adalah Pseudomonas aeruginosa. Infeksi mata dari organisme ini yang dapat menyebabkan kebutaan. Ini khususnya berbahaya untuk penggunaan produk nonsteril di dalam mata ketika
kornea dibuka. Bahan-bahan partikulat dapat mengiritasi mata, ketidaknyamanan pada pasien dan metode ini tersedia untuk pengeluarannya. 7. Tetes mata harus isotonis Isotonisitas
dalam
larutan
mata.
Ketika
sekresi
lakrimal
sekarang
dipertimbangkan untuk mempunyai tekanan smotic yang sama sebagai cairan darah, dan kemudian menjadi isotonis dengan 0,9% larutan natrium klorida, perhitungan untuk penyiapan larutan mata isotonis telah disederhanakan. Farmasis selanjutnya selalu menuntut, sebagai bagian dari praktek profesionalnya, untuk menyiapkan larutan mata yang isotonis (Scoville’s : 234). Tonisitas adalah tekanan osmotik yang diberikan oleh garam dalam larutan berair. Larutan mata adalah isotonik dengan cairan lain ketika magnetudo sifat koligatif larutan adalah sama. Larutan yang dipertimbangkan isotonik ketika tonisitasnya sama dengan larutan NaCl 0,9%. Perhitungan isotonisitas dalam suatu waktu mendapat penekanan yang lebih berat. Calon farmasis harus diajarkan persyaratan yang lebih mendetail dan peralatan untuk mencapai tonisitas, kadang-kadang kerusakan disebabkan oleh faktor lain seperti sterilitas dan stabilitas. Sebenarnya mata lebih toleran terhadap variasi tonisitas daripada suatu waktu yang diusulkan. Mata biasanya dapat mentoleransi larutan yang ekuivalen dalam rentang 0,5-1,8% NaCl. Memberikan pilihan, isotonisitas selalu diinginkan dan khususnya penting dalam larutan intraokuler. Namun demikian, ini tidak dibutuhkan menjadi perkara yang berlebihan ketika total stabilitas produk dipertimbangkan. Tonisitas berarti tekanan osmotik yang dihasilkan oleh larutan dari keberadaan padatan terlarut atau tidak larut. Cairan mata dan cairan tubuh lainnya memberikan tekanan osmotik sama dengan garam normal atau 0,9% larutan NaCl. Larutan yang mempunyai jumlah bahan terlarut lebih besar daripada cairan mata disebut hipertonik.Sebaliknya, cairan yang mempunyai sedikit zat terlarut mempunyai tekanan osmotik lebih rendah disebut hipotonik. Mata dapat mentoleransi larutan yang mempunyai nilai tonisitas dalam range dari ekuivalen 0,5% sampai 1,6% NaCl tanpa ketidaknyamanan yang besar. Tonisitas pencuci mata mempunyai hal penting lebih besar daripada tetes mata karena volume larutan yang digunakan.Dengan pencuci mata dan dengan bantuan penutup mata, mata dicuci dengan larutan kemudian overwhelming kemampuan
cairan mata untuk mengatur beberapa perbedaan tonisitas.Jika tonisitas pencuci mata tidak mendekati cairan mata, dapat, menghasilkan nyeri dan iritasi. Dalam pembuatan larutan mata, tonisitas larutan dapat diatur sama cairan lakrimal dengan penambahan zat terlarut yang cocok seperti NaCl. Jika tekanan osmotik dari obat diinginkan konsentrasi melampaui cairan mata, tidak ada yang dapat dilakukan jika konsentrasi obat yang diinginkan dipertahankan, ketika larutan hipertonik. Contohnya 10 dan 30% larutan natrium sulfasetamid adalah hipertonik, konsentrasi kurang dari 10% tidak memberikan efek klinik yang diinginkan. Untuk larutan hipotonik sejumlah metode disiapkan untuk menghitung jumlah NaCl untuk mengatur tonisitas larutan mata, salah satu metodenya adalah metode penurunan titik beku. 8. pH cairan mata Ada persetujuan umum tentang konsentrasi ion hydrogen dari cairan lakrimal adalah mendekati netral. Namun demikian, variasi nilai telah dilaporkan oleh beberapa peneliti. Kemudian Hasford dan Hicks, Buchr dan Baeschlin, Feldman, Dekking, Byleveld, van Grosz dan Hild dan Goyan dilaporkan telah menemukan pH cairan mata berhubungan dengan darah. Yang lain telah mendapatkan nilai yang berbeda: Gyorffy dari 6,3-8,4, Lipschultz 8,0, Oguchi dan Nakasima dari 8,48,6. Federsen-Bjergaard menemukan pH cairan lakrimal dari sepuluh orang normal dan menemukan nilai 8,2. Dia membuat ketentuan dengan cara kolorimetri dan elektrometri, dan ditemukan hasil yang sama pada kedua metode. Hind dan Goyan dalam pekerjaan terakhir, menemukan pH air mata adalah 7,4. Berdasarkan hal itu, pH cairan lakrimal sekurang-kurangnya 7,4 dan mungkin lebih alkali. (Scoville’s : 224). Konsentrasi ion hidrogen dari cairan mata berkisar 7,2-7,4. Sekresi lakrimal mempunyai nilai pH antara 7,2-7,4 dan mempunyai kapasitas membuffer yang tinggi. Akibatnya, mata dapat mentoleransi larutan yang mempunyai nilai pH dari 3,5-10, mereka tidak didapar dengan kuat ketika cairan mata akan dengan cepat memperbaiki nilai pH normal dari mata. 9. pH sediaan tetes mata Larutan lakrimal normalnya pH 7,4 dengan rentang 5,2-8,3. Ini masih bisa ditoleransi oleh larutan mata dengan range pH ini, disebabkan oleh (1) volume kecil larutan, (2) buffer cairan mata, dan (3) peningkatan produksi air mata. (Parrot : 223). Dalam banyak perumpamaan, kita dapat mencapai obat dengan seratus kali
lebih stabil pada pH 5,0 dan kemudian pH 7,0. pH dari larutan mata sebaiknya antara 4,5 dan 9. 10. Pewadahan Wadah untuk larutan mata.Larutan mata sebaiknya digunakan dalam unit kecil, tidak pernah lebih besar dari 15 ml dan lebih disukai yang lebih kecil. Botol 7,5 ml adalah ukuran yang menyenangkan untuk penggunaan larutan mata. Penggunaan wadah kecil memperpendek waktu pengobatan akan dijaga oleh pasien dan meminimalkan jumlah pemaparan kontaminasi. Botol lastic untuk larutan mata juga dapat digunakan.Meskipun beberapa botol lastic untuk larutan mata telah dimunculkan dalam pasaran, mereka masih melengkapi dan yang terbaik adalah untuk menulis secara langsung produksi untuk menghasilkan informasi teknik dalam perkembangan terakhir. Tipe wadah yang biasa digunakan untuk tetes mata adalah vertikal dilipat ambar atau gelas botol hijau layak dengan tutup bakelite yang membawa tube tetes dengan sebuah pentil dan kemampuan untuk ditutup sebagaimana untuk menahan mikroorganisme. Sifat-sifat yang penting sebagai berikut : 1. Mereka (wadah) dilengkapi dengan uji untuk membatasi alkali gelas. Copper (1963) menunjukkan bahwa kadang-kadang botol dapat dibebasalkalikan tetapi tube tetes tidak. Ini dapat dicontohkan oleh tetes mata fisostigmin dalam larutan dalam botol tidak berwarna tetapi pada tube tetes berwarna merah muda. 2. Mereka melindungi isi bahan terhadap cahaya. Banyak bahan obat sensitif terhadap cahaya. 3. Mereka mempunyai segel yang memuaskan. Norton (1963) menunjukkan test warna. 4. Pentil karet atau pentil dari bahan-bahan lain adalah penyerap dan sebaiknya dijenuhkan dengan pengawet yang digunakan dalam larutan mata dimana mereka digunakan. 5. Mereka menyiapkan penetes yang siap digunakan dan melindungi terhadap kerusakan dan kontaminasi. 6. Mereka dilengkapi dengan pengaturan racun. Banyak obat mata adalah racun. 7. Wadah non gelas tidak bereaksi dengan obat-obat atau partikel lain yang menjadi isi larutan.
Wadah untuk larutan mata.Larutan mata sebaiknya digunakan dalam unit kecil, tidak pernah lebih besar dari 15 ml dan lebih disukai yang lebih kecil. Botol 7,5 ml adalah ukuran yang menyenangkan untuk penggunaan larutan mata. Penggunaan wadah kecil memperpendek waktu pengobatan akan dijaga oleh pasien dan meminimalkan jumlah pemaparan kontaminasi. Botol plastik untuk larutan mata juga dapat digunakan.Meskipun beberapa botol plastik untuk larutan mata telah dimunculkan dalam pasaran, mereka masih melengkapi dan yang terbaik adalah untuk menulis secara langsung produksi untuk menghasilkan informasi teknik dalam perkembangan terakhir. Larutan mata disiapkan secara terus-menerus dikemas dalam wadah tetes (droptainers) polietilen atau dalam botol tetes gelas.Untuk mempertahankan sterilitas larutan, wadah harus steril.Wadah polietilen disterilkan dengan etilen oksida, sementara penetes gelas dapat dengan dibungkus dan diotoklaf. Secara komersial disiapkan unit dosis tunggal dengan volume 0,3 ml atau kurang dikemas dalam tube polietilen steril dan disegel dengan pemanasan. Wadah gelas sediaan mata tradisional dengan dilengkapi penetes gelas telah dilengkapi hampir sempurna dengan unit penetes polietilen densitas rendah yang disebut “Droptainer”.Hanya sejumlah kecil wadah gelas yang masih digunakan, biasanya karena pembatasan sterilitas.Larutan intraokuler volume besar 250-500 ml telah dikemas dalam gelas, tetapi bahkan sediaan parenteral mulai dikemas dalam pabrik khusus wadah polietilen/polipropilen.Satu yang masih perlu dipikirkan adalah wadah plastik, biasanya polietilen densitas rendah, adalah tidak dengan alat tergantikan dengan gelas. Wadah plastik adalah permeabel terhadap beberapa bahan termasuk cahaya dan air. Wadah plastik dapat mengandung variasi bahan-bahan ekstraneous seperti bahan pelepas jamur, antioksidan, reaksi quenchers dan yang mirip, siap dapat menggunakan plastik dalam wadah larutan. Lem label, tinta dan warna juga dapat berpenetrasi polietilen dengan cepat, sebaliknya bahan-bahan menguap dapat menyerap dari larutan ke dalam atau melalui wadah plastik. Wadah gelas memberikan bahan yang menyenangkan untuk penyiapan terus-menerus larutan mata.Tipe I digunakan.Wadah sebaiknya dicuci dengan air destilasi steril kemudian disterilisasi dengan otoklaf. Penetes normalnya disterilkan dan dikemas dalam blister pack yang menyenangkan
Keuntungan dan Kerugian Sediaan Tetes Mata 1.
Keuntungan Larutan mata memiliki kelebihan dalam hal kehomogenan, bioavailabilitas dan kemudahan penangananan. Suspensi mata memiliki kelebihan dimana adanya partikel zat aktif dapat memperpanjang waktu tinggal pada mata sehingga meningkatkan waktu terdisolusinya oleh air mata, sehingga terjadi peningkatan bioavailabilitas dan efek terapinya.
2.
Kerugian Volume larutan yang dapat ditampung oleh mata sangat terbatas ( 7 L) maka larutan yang berlebih dapat masuk ke nasal cavity lalu masuk ke jalur GI menghasilkan absorpsi sistemik yang tidak diinginkan. Mis. -bloker untuk perawatan glaukoma dapat menjadi masalah bagi pasien gangguan jantung atau asma bronkhial. Kornea dan rongga mata sangat kurang tervaskularisasi, selain itu kapiler pada retina dan iris relatif non permeabel sehingga umumnya sediaan untuk mata adalah efeknya lokal/topikal.
2.2
Zat Aktif Natrium Klorida a. Farmakologi Farmakologi chloramphenicol adalah efek bakteriostatik dengan mengganggu sintesis protein bakteri b. Farmakodinamik Kloramfenikol bekerja dengan menghambat sintesis protein kuman. Obat ini terikat pada ribosom sub unit 50s dan menghambat enzim peptidil transferase sehingga ikatan peptida tidak terbentuk pada proses sintesis protein kuman. Kloramfenikol bersifat bakteriostatik. Pada konsentrasi tinggi kloramfenikol kadang-kadang bersifat bakterisid terhadap kuman-kuman tertentu. Spektrum anti bakteri meliputi D.pneumoniae, S. Pyogenes, S.viridans, Neisseria, Haemophillus, Bacillus spp, Listeria, Bartonella, Brucella, P. Multocida,
C.diphteria, Chlamidya, Mycoplasma, Rickettsia, Treponema, dan kebanyakan kuman anaerob. c. Farmakodinamik Setelah pemberian oral, kloramfenikol diserap dengan cepat. Kadar puncak dalam darah tercapai hingga 2 jam dalam darah. Untuk anak biasanya diberikan dalam bentuk ester kloramfenikol palmitat atau stearat yang rasanya tidak pahit. Bentuk ester ini akan mengalami hidrolisis dalam usus dan membebaskan kloramfenikol. Untuk pemberian secara parenteral diberikan kloramfenikol suksinat yang akan dihidrolisis dalam jaringan dan membebaskan kloramfenikol. Masa paruh eliminasinya pada orang dewasa kurang lebih 3 jam, pada bayi berumur kurang dari 2 minggu sekitar 24 jam.Kira-kira 50% kloramfenikol dalam darah terikat dengan albumin.Obat ini didistribusikan secara baik ke berbagai jaringan tubuh, termasuk jaringan otak, cairan serebrospinal dan mata. Di dalam hati kloramfenikol mengalami konjugasi, sehingga waktu paruh memanjang pada pasien dengan gangguan faal hati.Sebagian di reduksi menjadisenyawa arilamin yang tidak aktif lagi.Dalam waktu 24 jam, 80-90% kloramfenikol yang diberikan oral diekskresikan melalui ginjal.Dari seluruh kloramfenikol yang diekskresi hanya 5-10% yang berbentuk aktif. Sisanya terdapat dalam bentuk glukoronat atau hidrolisat lain yang tidak aktif. Bentuk aktif kloramfenikol diekskresi terutama melalui filtrat glomerulus sedangkan metaboltnya dengan sekresi tubulus. Pada gagal ginjal, masa paruh kloramfenikol bentuk aktif tidak banyak berubah sehingga tidak perlu pengurangan dosis.Dosis perlu dikurangi bila terdapat gangguan fungsi hepar. d. Peringatan dan perhatian Pada penggunaan jangka panjang sebaiknya dilakukan pemeriksaan hematologi secara berkala.Hati-hati penggunaan pada penderita dengan gangguan ginjal, wanita hamil dan menyusui, bayi prematur dan bayi yang baru lahir. Penggunaan kloramfenikol dalam jangka panjang dapat menyebabkan tumbuhnya mikroorganisme yang tidak sensitif termasuk jamur.
e. Efek samping Diskrasia darah, gangguan saluran pencernaan, reaksi neurotoksik, reaksi hipersensitif dan sindroma kelabu. f. Dosis Dosis untuk penggunaan klorafenikol adalah 0.5 % (larutan) dan 1 % (salep); tiap 10 ml mengandung 50 mg kloramfenikol.
2.3
Preformulasi a. Chloramphenicol (Farmakope Indonesia Edisi III Tahun 1979, Farmakope Indonesia Edisi IV Tahun 1997) Sinonim : Chloramfenikol; Chloramfenikolis; Chloramphenicolum; Chloranfenicol;
Cloranfenicol;
Klóramfenikol;
Kloramfenikol;
Kloramfenikoli; Laevomycetinum RM
: C11H12Cl2 N2O5
BM
: 323,1
Kloramfenikol mengandung tidak kurang dari 97, 0 % dan tidak lebih dari 103,0 % C11H12Cl2 N2O5, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. Pemerian :
Hablur halus berbentuk jarum atau lempeng memanjang; putih hingga putih kelabu atau putih kekuningan; tidak berbau; rasa sangat pahit. Dalam larutan asam lemah, mantap. (FI Edisi III)
Hablur halus berbentuk jarum atau lempeng memanjang; putih hingga putih kelabu atau putih kekuningan; tidak berbau; rasa sangat pahit; larutan praktis netral terhadap lakmus; stabil dalam larutan netral atau larutan agak asam. (FI Edisi IV)
Kelarutan
:
Menurut FI Ed IV Sukar larut dalam air; mudah larut dalam etanol, dalam propilenglikol, dalam aseton dan dalam etil asetat.
Menurut FI Ed III Larut dalam lebih kurang 400 bagian air, dalam 2,5 bagian etanol (95 %) dan dalam 7 bagian propilenglikol; sukar larut dalam kloroform dan dalam eter.
Sifat Kimia & Fisika
:
pH
pH sediaan : Antara 7,0 dan 7,5; kecuali obat tetes mata tanpa larutan dapar
: Antara 4,5 dan 7,5 (FI ed IV) atau digunakan untuk hewan antara 3,0 dan 6,0. (FI ed IV)
Suhu lebur
: 149° C - 153° C
Kestabilan
: Terurai oleh cahaya (FI ed III)
Khasiat dan penggunaan : Antibiotikum. Penyimpanan
: Dalam wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya.
b. Acidum Boricum (Farmakope Indonesia Edisi III Tahun 1979, Handbook of Pharmaceutical Excipients 6th Edition) Sinonim : Asam borat, Borofax, Boron trihydroxide, E284, Asam orthoboric, trihydroxyborone. Rumus molekul : H3BO3 Bobot Molekul : 61,83 Asam borat mengandung tidak kurang dari 99,5 % H3BO3. Pemerian : Hablur, serbuk hablur putih atau sisik mengkilap tidak berwarna, kasar, tidak berbau, rasa agak asam dan pahit kemudian manis. Kelarutan:
Menurut FI Edisi III : Larut dalam 20 bagian air, dalam 3 bagian air mendidih, dalam 16 bagian etanol (95 %) dan dalam 5 bagian gliserol
Menurut Excipients 6th Ed : Dapat campur dengan etanol, eter, glyserin, air dan minyak atsiri. Kelarutan dalam air meningkat bila ditambahkan hydrochloric, citric, atau asam tartrat.
Sifat fisika dan kimia (Excipients 6th Ed) pH
: 3.5±4.1 (5% b/v larutan cairan)
Titik didih
: 170,9° C. Ketika dipanaskan perlahan sampai 181.0°C, asam borak kehilangan air menjadi bentuk asam metaborik (HBO2); pada 140°C, tetraboric acid (H2B4O7) terbentuk; dan pada temperatur yang lebih tinggi, boron trioxide (B2O3) terbentuk.
Inkompatibilitas : asam borat inkompatibel dengan air, basa kuat dan besi alkali.
Bereaksi kuat dengan potassium dan asam anhydrida.Juga membentuk kompleks dengan glyserin dimana asam lebih kuat dibanding asam borat. Stabilitas
: asam borat adalah hygroskopik dan sebaiknya disimpan dalam kedap udara, wadah tertutup. Kemasan ditandai dengan “Bukan untuk penggunaan Internal”.
Khasiat
: Pengawet antimikroba, Antiseptikum eksternal.
c. Natrii Tetraboras (Farmakope Indonesia Edisi III Tahun 1979, Handbook of Pharmaceutical Excipients 6th Edition) Sinonim
: Sodium borat, Borax, E285, Borax decahydrate, Sodium tetraboras decahydrate.
Rumus molekul : Na2B4O7.10H2O. Bobot molekul : 381,37 Natrium tetraborat mengandung tidak kurang dari 99,0 % dan tidak lebih dari 105,0 % Na2B4O7.10H2O. Pemerian
: Serbuk hablur transparan tidak berwarna atau serbuk hablur putih; tidak berbau; rasa asin dan basa.Dalam udara kering merapuh.
Kelarutan :
Menurut FI Edisi III : Larut dalam 20 bagian air, dalam 0,6 bagian air endidih dan dalam lebih kurang 1 bagian gliserol; praktis tidak larut dalam etanol (95 %)
Menurut Excipients 6th Ed : 1 dalam 1 bagian gliserin, 1 dalam 1 bagian air mendidih, 1 dalam 16 bagian air, praktis tidak larut dalam etanol (95 %), etanol (99,5 %) dan dalam diethyl eter.
Sifat fisika dan kimia (Excipients 6th Ed) pH
: 9.0±9.6 (4% w/v aqueous solution)
Titik didih
: 75° C ketika dengan pemanasan cepat. Pada 100°C
kehilangan 5H2O; pada 150°C kehilangan 9H2O; dan pada 320°C menjadi anhydrous. Sekitar 880°C zat melebur kedalam glassy state: borax beads.
Inkompatibilitas : sodium borat inkompatibel dengan asam dan dengan besi dan garam alkaloid. Penyimpanan
: sodium borat sebaiknya disimpan dalam wadah tertutup baik dalam tempat yang sejuk, kering.
Khasiat
: agen pengalkali, pengawet antimikroba, agen buffer, desinfectant, agen pengemulsi, agen penstabil. Antiseptikum eksternal.
d. Phenylhydrargyri Nitras Sinonim
: Fenilraksa (II) Nitras / Fenilmerkuri Nitras
Rumus molekul : C12H11Hg2NO4 Berat Molekul
: 634,45
Kelarutan
: sangat sukar larut dalam air, sukar larut dalam etanol dan
dalam gliserin, lebih mudah larut dalam dengan adanya asam nitrat atau alkali hidroksida. Fungsi
: Preservatif pada sediaan mata
e. Aqua pro Injectione (Handbook of Pharmaceutical Excipients 6th Edition hal 766-768) Sinonim
: Air steril untuk injeksi.
Pemerian
: Cairan jernih, tidak berbau tidak berbau dan tidak berasa.
Khasiat
: Pelarut
Penyimpanan
: Disimpan dalam wadah dosis tunggal, dari kaca atau plastic, tidak lebih besar dari 1L.
2.4
Data Pendukung a. Data zat aktif Zat Aktif
Bahan Pembawa
pH Stabilitas
Cara Sterilisasi
Khasiat
Kloramfenikol
Aqua pro injection
4,5 - 7,5
Sterilisasi B (Pemanasan dengan bakterisid) atau C (Filtrasi membran).
Antibiotikum
b. Data Tak Tersatukan Zat Aktif 1). Secara Kimia : 2). Secara Fisika : -
BAB III METODE PRATIKUM 3.1
Formulasi Komposisi Formula yang Diberikan :
R/
3.2
Tetes Mata Chloramphenicol 0,5% M.f. Gutt. Ophth. Steril No II da in vial 10 ml
Formula Acuan (Formularium Nasional Edisi II Tahun 1978, Halaman 65) CHLORAMPHENICOLI GUTTAE OPTHALMICAE Tetes Mata Kloramfenikol Komposisi.
Tiap 10 ml mengandung: Chloramphenicol
50 mg
Acidum Boricum
150 mg
Natrii Tetraboras
30 mg
Phenylhydrargyri Nitras
200 µg
Aqua destillata hingga
10 ml
.
Penyimpanan. Dalam wadah tertutup rapat, di tempat sejuk Catatan. 1. Disterilkan dengan cara sterilisasi B atau C 2. pada etiket harus juga tertera : Daluwarsa 3.3
Perhitungan Tonisitas, Miligram Equivalen dan Osmolaritas Perhitungan Tonisitas C
Zat
0,05 g × 100% = 0,5 % 10 ml 0,15 g × 100% = 1,5 % 10 ml
Chloramphenicol Acidum Boricum Natrii Tetrboras
0,03 g × 100% = 0,3 % 10 ml
Phenylhydrargyri Nitras
0.0002 g × 100% = 0,002 % 10 ml
Dilakukan perhitungan ekivalensi dengan NaCl dengan menggunakan rumus Liso E = 17
Liso M
Keterangan :
E
= Ekivalensi dengan NaCl
Liso
= Nilai tetapan Liso zat
M
= Massa molar zat
Data massa molar Kloramfenikol
323,132 g/mol
Asam borat
61,83 g/mol
Natrium tetraborat
381,37 g/mol
Phenylhydrargyri Nitras 634,45 g/mol Data Ketentuan Liso Kloramfenikol
1,86
Asam borat
2
Natrium tetraborat
7,6
Phenylhydrargyri Nitras 2
Perhitungan Ekivalensi NaCl 1% Kloramfenikol E 1%
=17
1,86 = 0,098 323,132 g/mol
Asam borat E 1%
= 17
2 17 = 0,55 61,83 g /mol
Natrium tetraborat E 1% = 17
7,6 = 0,34 381,37 g /mol
Phenylhydrargyri Nitras E 1% = 17
2 = 0,053 634,45 g /mol
Zat
E
C
Chloramphenicol
0,098
0,5 %
Acidum Boricum
0,55
1,5 %
Natrii Tetrboras
0,34
0,3 %
Phenylhydrargyri Nitras
0,053
0,002 %
W = 0.9 – (∑C × E) W = 0,9 - (( 0,5 x 0,098) + ( 1,5 x 0,55) + (0,3 x 0,34) + (0,002 x 0,053)) = 0,9 – (0,049 + 0,825 + 0,102 + 0,000106) = 0,9 – 0,976 = -0,076 → hipertonis Karena Larutan Infus bersifat hipertonis, jadi tidak perlu penambahan pengisotonis dari luar 3.4
Formula yang diterapkan Tetes Mata Chloramphenicol
Tiap 10 ml mengandung : Chloramphenicol
0,5 %
Acidum Boricum
1,5 %
Natrii Tetraboras
0,3 %
Phenylhydrargyri Nitras
0,002 %
Aqua destillata ad
10 ml
3.5
Perhitungan Bahan
Dibuat 2 botol tetes mata @10 ml Volume total
= (n x v ) + 30% (n x v ) = ( 2 x 10,5 ml ) + 30% ( 2 x 10 ml ) = 21 ml + 6 ml = 27 ml ~ 35ml
Vol yang tertera pada sediaan = 10 ml → dilebihkan 0,5 ml (FI IV, 1995). Jadi sediaan yang dimasukkan pada botol adalah 10,5 ml. Volume yang dibuat untuk total sediaan tetes mata adalah 27 ml, untuk antisipasi maka volumenya dilebihkan menjadi 35 ml untuk 2 botol 1. Chloramphenicol
=
0,5 x 35 ml 100
Dilebihkan 5%
=
5 x 0,175 gr 100
Yang ditimbang
= 0,175 gr + 0,00875 gr = 1,8375 gr ~ 1,85 gr =
1,5 x 35 ml 100
= 0,525 gr ~ 0,5 gr
3. Natrii Tetraboras
=
0,3 x 35 ml 100
= 0,105 gr ~ 0,1 gr
4. Phenylhydrargyri Nitras
=
0,002 x 35 ml 100
= 0,0007 gr
ad 35 ml
Penimbangan Bahan No . 1. 2. 3. 4. 5.
3.7
= 0,00875 gr
2. Acidum Boricum
5. Aquadest 3.6
= 0,175 gr
Nama Zat Obat
Penimbangan
Khasiat
Chloramphenicol Acidum Boricum Natrii Tetraboras Phenylhydrargyri Nitras Aquadest
1850 mg 500 mg 100 mg
Zat aktif, Antibiotik Pendapar Preservatif, pendapar
0,7 mg
Pengawet
Ad 35 mL
Zat pembawa, Pelarut
Data Tambahan 3.7.1
Data zat pembantu Nama zat pembantu
Bahan pembawa
pH stabilitas
E NaCl
Khasiat
Acidum Boricum
Aqua Pro Injection
3,5-4,1
0,55
Pendapar
9,0-9,6
0,34
Preservatif,
Natrii Tetraboras
pendapar. Phenylhydrargyri Nitras 3.7.2
-
0,053
Pengawet
Alat dan cara sterilisasinya Waktu No
Bahan / Alat
Cara Sterilisasi
Awal Jam
1
Botol coklat drop
2
Botol coklat (100 ml)
3
Beaker Glass
4
Kaca Arloji
5
Corong gelas & Kertas Saring
6
Sendok spatula
7
Batang Pengaduk
8
Pipet tetes
9
Kapas
10
Pinset
11
Erlenmeyer
12
Karet Pipet,
13
Gelas Ukur
14
Perkamen
15
Aquades
16
Syringe / Spuit
Paraf
Oven 150 oC (60 menit) Oven 150 oC (60 menit) Oven 150 oC (60 menit) Flamber (20 detik) Autoklaf(30 menit) Flamber (20 detik) Flamber (20 detik) Autoklaf (30 menit) Autoklaf (30 menit) Flamber (20 detik) Oven 150ºC (60 menit) Direbus (30 menit) Autoklaf (30 menit) Autoklaf (30 menit) Dididihkan air dihitung 30 menit setelah mendidih Dianggap sudah steril
Akhir Jam
Paraf
3.8
Formula Akhir Injeksi Ringer
Tiap 10 ml mengandung: Chloramphenicol
50 mg
Acidum Boricum
150 mg
Natrii Tetraboras
30 mg
Phenylhydrargyri Nitras
0,2 mg
Aqua Pro Injection ad
10 ml
3.9
Langkah Pembuatan Sediaan 1. Disiapkan alat dan bahan, alat dicuci bersih. 2. Sterilisasikan alat –alat yang digunakan 3. Disiapkan Aqua Pro Injeksi bebas O2, aquadestilata di panaskan hingga mendidih kemudian dibiarkan selama 40 menit. 4. Ditimbang masing-masing bahan yang akan digunakan pada neraca timbangan dengan kaca arloji yang sebelumnya telah disterilkan secara aseptis. 5. Dikalibrasi beaker glass dan botol tetes mata yang akan digunakan (10,5 ml) 6. Dibuat pengenceran Fenil merkuri nitrat dengan menimbang 50 mg lalu ditambahkan aq for injeksi 50 ml lalu dipipet
0,7 mg x 50 ml = 0,7 ml. 50 mg
Fenilmerkuri nitrat telah diberikan dalam bentuk terlarut. 7. Dilarutkan masing-masing bahan dalam Aqua Pro Injectio. 8. Larutkan asam borat dan natrii borat pada masing-masing beaker. Kemudian dicampur untuk digunakan dalam melarutkan kloramfenikol sedikit demi sedikitdimasukan ke larutan tersebut. Kemudian dimasukan sisa Aqua Pro Injectio. Lakukan pengecekan pH (pH yang diinginkan yaitu 7-7,5 (FI edisi IV thn 1997), standar syarat sediaan tetes mata adalah antara rentang pH 5-7,5) 9. Melapisi corong dengan kertas saring dan dibasahi dengan aqua pro injectio kemudian pindahkan corong ke beaker glass yang sudah dikalibrasi. Kemudian disaring larutan ke dalam erlenmeyer. 10. Sisa 2/5 bagian aqua pro injectio digunakan untuk membilas kemudian disaring lagi ke dalam beaker glass yang berisi filtrat. 11. Ditambahkan aqua pro injectio sampai batas kalibrasi
12. Diambil sebanyak 10,5 ml untuk tiap wadah dan mengisikan larutan ke dalam wadah, ditutup dengan penutupnya. 13. Lakukan sterilisasi akhir. 14. Diberi etiket dan dilakukan evaluasi. 3.10 Tabel Sterilisasi Akhir Bahan/Alat
Cara Sterilisasi
Sediaan Infus Ringer
Autoclave 30 menit
Awal Jam Paraf
Akhir Jam Paraf
3.11 Evaluasi Sediaan 1. Kejernihan Kejernihan sediaan ditandai dengan tidak adanya kotoran atau Zahra pada sediaan, kemudian lakukan dengan memutar botol 180o berulang-ulang di depan suatu background, larutan jernih jika tidak berwarna sesuai dengan warna sediaan. Prosedur kejernihan adalah melihat botol pada latar belakang yang gelap lalu dilihat adakah kotoran yang mengapung pada sediaan dan pada latar putih untuk partikel hitam 2. Uji pH Standar
: (pH antara 7,0 dan 7,5 (FI edisi IV thn 1997)). Standar syarat sediaan tetes mata adalah antara rentang pH 5-7,5
Alat
: kertas pH dan pH meter
Prosedur
:
Dengan kertas pH : Celupkan indikator pH ke dalam sediaan, tentukan hasilnya dengan melihat perbandingan warna di kotak indikator pH Dengan pH meter : a. pH meter di kalibrasi dengan larutan dapar standar yang PH sama dengan PH yang akan diukur. b. Batang elektrode pH meter dibersihkan dengan aquadest dan dikeringkan. c. Batang elektrode dicelupkan dalam sediaan injeksi yang akan diukur pH nya. d. Menekan auto read lalu enter. e. Tunggu angka sampai berhenti lalu catat pH
3. Uji keseragaman Volume Botol diletakkan pada permukaan yang rata secara sejajar lalu dilihat keseragaman volume secara visual
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1
Hasil Evaluasi Sediaan Tetes Mata
Kejernihan
1 2 Nb :
(√ ) memenuhi standar ( x ) tidak memenuhi standar
4.2
Pembahasan
pH
Keseragaman Volume
BAB V PENUTUP 5.1
Kesimpulan
5.2
Saran
DAFTAR PUSTAKA
Anief, Moh . 1997 . Ilmu Meracik Obat . Yogyakarta : Gadjah Mada Universitas Press Anief, Moh . 1999 . Ilmu Meracik Obat . Yogyakarta : Gadjah Mada Universitas Press Anief, Moh. 2000. Farmasetika. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Anief, Moh. 2005. Farmasetika. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1978. Formularium Nasional Edisi Kedua. Jakarta: Depkes RI. Departemen Kesehatan RI. 1979. Farmakope Indonesia, edisi III. Depkes RI :Jakarta . Departemen Kesehatan RI. 1995. Farmakope Indonesia, edisi IV. Depkes RI :Jakarta . Ditjen POM. (1978). Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta: Depkes RI. Lund, W., 1994, The Pharmaceutical Codex, 20th edition, PhP, London. Rowe, Raymond C, Paul J Sheskey, and Marian E Quinn. 2009. Handbook of Pharmaceutical Excipients Sixth Edition. London: Pharmaceutical Press and American Pharmacists Association.
LAMPIRAN PENGEMASAN
Kotak Obat
Netto : 10 ml/vial Dosis : Sehari 4 sampai 6 kali 2 sampai 3 tetes HARUS DENGAN RESEP DOKTER
Simpan ditempat sejuk, kering , terhindar dari cahaya No.Reg : DKL2177121248A1 No.Batch : 1121121 Mfg. Date : November 2021 Exp. Date : November 2023
Etiket
Komposisi :
Netto : 10 ml/vial
Tiap 10 ml Mengandung: Kloramfenikol 50 mg
CHLORVIN Tetes Mata Kloramfenikol 0,5 %
Diproduksi oleh : DISMAJ PHARMA
Indikasi : Konjungtivitas akut dan kronis keratokonjungtiv itis, Iritasi, uveitis, traakoma, daktriosistitis Kontraindikasi : Tidak boleh diberikan kepada penderita yang hipersensitif atau alergi terhadap kloramfenikol
CHLORVIN Tetes Mata Kloramfenikol 0,5 %
Diproduksi oleh : DISMAJ PHARMA
Netto : 10 ml
Dosis : Sehari 4 sampai 6 kali 2 – 3 tetes
Komposisi : Tiap 10 ml mengandung: Kloramfenikol 50 mg Indikasi : Konjungtivitas akut dan kronis keratokonjungtivitis, Iritasi, uveitis, traakoma, daktriosistitis
CHLORVIN Tetes Mata Klorampenikol PT. DISMAJ PHARMA Palembang -Indonesia
Simpan ditempat yang sejuk , kering dan terhindar dari cahaya No.Reg : DKL2177121248A1 No.Batch : 1121121 Mfg. Date : November 2021 Exp. Date : November 2023
Brosur CHLORVIN Tetes Mata Kloramfenikol Kemasan : 10 ml Komposisi : Tiap 10 ml Mengandung : Kloramfenikol 50 mg Cara Kerja : Antibiotik kloramfenikol mempunyai efek bakteriostatik dan bakterisit terhadap organisme yang peka. .kloramfenikol bekerja dengan cara menghambat sintesa protein dengan jalan mengikat ribosom 5Os Indikasi : Konjungtivitas akut dan kronis keratokonjungtivitis, Iritasi, uveitis, traakoma, daktriosistitis Kontraindikasi : Tidak boleh diberikan kepada penderita yang hipersensitif atau alergi terhadap kloramfenikol Dosis : Sehari 4 sampai 6 kali, 2 sampai 3 tetes Simpan pada tempat sejuk, kering, terhindar dari cahaya matahari secara langsung dan jauhkan dari jangkauan anak - anak Diproduksi oleh : PT. DISMAJ PHARMA Palembang - Indonesia